Kajian Tingkat Kematangan Petik Terhadap Perubahan Mutu Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB-1 dan IPB-2 Selama Penyimpanan

KAJIAN TINGKAT KEMATANGAN PETIK TERHADAP
PERUBAHAN MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)
IPB-1 dan IPB-2 SELAMA PENYIMPANAN

SLAMET BEJO SANTOSO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
SLAMET BEJO SANTOSO. Kajian Tingkat Kematangan Petik Terhadap
Perubahan Mutu Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB-1 dan IPB-2 Selama
Penyimpanan. Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO dan
SRIANI SUJIPRIHATI
Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu buah yang penting karena
mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, berpotensi sebagai sumber pendapatan
serta pemenuhan akan ketersediaan zat gizi yang dibutuhkan manusia. Di Indonesia
pepaya termasuk dalam lima besar jenis buah-buahan yang berpotensi produksi lebih
dari 300 ribu ton per tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat mutu

pepaya adalah tingkat kematangan buah saat dipetik. Buah yang belum matang bila
dipetik akan menghasilkan mutu yang kurang baik dan proses pematangannya yang
kurang sempurna. Begitu juga sebaliknya dengan penundaan waktu petik buah akan
meningkatkan kepekaan pada kerusakan sehingga mutu dan nilai jual akan rendah.
Kerusakan yang terjadi pada buah dapat menjadi tempat masuknya mikro organisme
ke dalam buah, akan meningkatkan laju respirasi dan mengakibatkan rendahnya daya
simpan.
Waktu pemanenan yang tepat masih belum cukup bila sekedar untuk
mendapatkan buah yang bermutu tinggi, namun masih perlu adanya penanganan
pasca panen terhadap pepaya untuk memperpanjang umur simpan yaitu penyimpanan
pada suhu dingin. Penyimpanan suhu dingin pada umumnya bertujuan untuk
mengendalikan laju respirasi, transpirasi, infeksi penyakit dan mempertahankan
produk yang paling berguna bagi konsumen. Penyimpanan buah-buahan segar apabila
dilakukan secara tepat dapat memperpanjang daya guna dan mempertahankan
mutunya.
Tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
Menentukan saat pemetikan yang tepat berdasarkan tingkat semburat dan mengetahui
suhu yang optimal selama penyimpanan dan Membandingkan 2 genotipe pepaya yang
berbeda untuk menentukan mutu melalui uji objektif dan subyektif .
Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara semburat dan suhu

terhadap kadar air, TPT, kekerasan dan warna hijau. Pemetikan pepaya genotipe IPB1 dan IPB-2 dengan semburat 25% menunjukkan hasil yang terbaik dengan disertai
penyimpanan pada suhu 100C akan memberikan nilai kesukaan lebih tinggi dari para
konsumen. Pemetikan dengan semburat 10% secara mutu masih diterima oleh
konsumen namun akan lebih baik disimpan pada suhu ruang, sedangkan pemetikan
dengan tingkat semburat 0% mutu masih belum diterima oleh sebagian besar
konsumen, kecuali pada genotipe IPB-1. Penyimpanan pada suhu 100C dinilai lebih
baik karena dapat mempertahankan mutu pepaya sampai 32 hari penyimpanan,
disamping itu akan memberikan rasa yang lebih segar pada pepaya yang disimpan.
Penyimpanan pepaya pada suhu 150C akan memberikan mutu yang kurang disukai
oleh sebagian besar konsumen, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang akan tepat
diterapkan pada semua pepaya khususnya yang mempunyai tingkat semburat 25 dan
10% namun mutu tidak dapat dipertahankan lebih lama hanya bertahan sampai 8 hari.
Berdasarkan uji subyektif (Organoleptik) bahwa pepaya genotipe IPB-1 cenderung
lebih disukai oleh para panelis karena rasanya lebih manis bila dibanding pepaya
genotipe IPB-2, hal ini didukung oleh hasil uji obyektif (alat) bahwa kandungan TPT
IPB-1 berkisar antara 11,01 – 12,66, sedangkan untuk IPB-2 kandungan TPT berkisar
antara 8,71 – 9,99.

© Hak cipta milik Slamet Bejo Santoso, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotocopi, mikrofilm dan sebagainya

KAJIAN TINGKAT KEMATANGAN PETIK TERHADAP
PERUBAHAN MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)
IPB-1 DAN IPB-2 SELAMA PENYIMPANAN

SLAMET BEJO SANTOSO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BIGOR
2007


Judul Tesis

:

Kajian Tingkat Kematangan Petik Terhadap Perubahan Mutu Buah
Pepaya (Carica papaya L.) IPB-1 dan IPB-2 Selama Penyimpanan

Nama

:

Slamet Bejo Santoso

NRP

:

F051020101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr
Ketua

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Teknologi Pasca Panen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 7 Juni 2006


Tanggal Lulus :

Bukanlah Kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan Kami telah menghilangkan darimu
bebanmu; yang memberatkan punggungmu;Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu;
Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan;
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sunggu-sungguh
(urusan) yang lain; dan hanya Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
(Alam Nasyroh : 1-8)

Buah Karya Ini Penulis Persembahkan Untuk :
Istriku tercinta Ratna Nugrahaningsih dan Buah Hatiku Tersayang
Praditya Galant Yudhistira dan Deftrian Dwi Wicaksono
Terima kasih atas Do,anya, Pengorbanannya, Dukungannya dan Kasih Sayangnya
“ I can’t survive without you “

PRAKATA
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT dan kasih sayang yang
selalu dilimpahkan dimana kadang ada keprihatinan yang harus penulis lalui dan

rasakan namun akhirnya atas ijinNya penulisan tesis dengan judul “ Kajian Tingkat
Kematangan Petik Terhadap Perubahan Mutu Buah Pepaya (Carica papaya L.)
IPB-1 dan IPB-2 Selama Penyimpanan “ akhirnya dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya dan tulus kepada Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku
Anggota Komisi Pembimbing, dimana atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran
yang selalu penulis dapatkan selama dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan juga pada Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si sebagai
penguji luar Komisi yang telah banyak memberikan wawasan dan pengetahuannya
dan kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian
Departemen Pertanian atas beasiswa yang diberikan kepada penulis untuk menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika
(PKBT) dalam Program Riset Unggulan Strategi Nasional Pengembangan Buahbuahan Unggulan Indonesia atas bantuan pendanaan sehingga penelitian ini dapat
berlangsung, serta semua pihak yang telah memberikan semangat terutama temanteman satu angkatan di Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya Muflihani
Yanis beserta keluarganya dan Wiyana Levi Santi Siregar yang dengan tulus dan
ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan semangat pada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan pada Istri tercinta
Ratna Nugrahaningsih dan dua putraku tersayang Praditya Galant Yudhistira dan
Deftrian Dwi Wicaksono, tanpa do’a dan pengertiannya mustahil penyusunan tesis ini
dapat terselesaikan.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terrutama yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2007
Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap – Jawa Tengah pada tanggal 22 Pebruari 1972,
dari Ayah H. Wasin Hardi Prayitno dan Ibu Sudiyati (almarhumah). Penulis
merupakan anak ke lima dari lima bersaudara.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Malang, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1998 penulis
diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian,
Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu nama Badan Agribisnis berubah nama
hingga beberapa kali yang pada akhirnya hingga sekarang menjadi Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Pada tahun 2000 penulis menikahi Ratna Nugrahaningsih dan sekarang telah
dikaruniai dua putra yaitu Praditya Galant Yudhistira dan Deftrian Dwi Wicaksono.

Pada tahun 2002 penulis mendapat beasiswa dari Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pertanian, Departemen Pertanian untuk melanjutkan studi di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mengambil Program Studi Teknologi Pasca
Panen.

DAFTAR ISI

Halaman
PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 1
Latar Belakang ………………………………………………………………….

1

Tujuan Penelitian ……………………………………………………………….

2

Manfaat Penelitian ……………………………………………………………...

2


TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………..

4

Botani Tanaman Pepaya ………………………………………………………... 4
Syarat Tumbuh ………………………………………………………………….

4

Panen ……………………………………………………………………………

5

Perkembangan Fisiologi dan Pemasakan Buah Pepaya ………………………...

5

Kandungan Total Padatan Terlarut (TPT) ………………………………. 6
Perubahan Tekstur dan Tingkat Kelunakan …………………………......


6

Perubahan Rasa ………………………………………………………….

6

Perubahan Warna Kulit dan Daging Buah ……………………………....

7

Kadar Air ………………………………………………………………... 7
Perubahan Selama Proses Pematangan …………………………………………

7

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpanan ...............................................

8

Pra-Penyimpanan ………………………………………………………..

8

Selama Penyimpanan ……………………………………………………

8

Penyimpanan Suhu Dingin ……………………………………………………... 9
BAHAN DAN METODE …………………………………………………………… 11
Tempat dan Waktu ……………………………………………………………..

11

Bahan dan Alat …………………………………………………………………. 11
Metode Penelitian ………………………………………………………………

11

Pengamatan dan Pengukuran .....................……………………………………..

12

Laju Respirasi …………………………………………………………… 12
Kekerasan ………………………………………………………………..

12

Warna ……………………………………………………………………

13

Kadar Air ………………………………………………………………... 13

i

Total Padatan Terlarut (TPT) ……………………………………………

13

Uji Organoleptik ………………………………………………………… 14
Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik ............................................

14

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………..

16

Respirasi ………………………………………………………………………... 16
Kadar Air Daging Buah ………………………………………………………...

19

Total Padatan Terlarut (TPT) …………………………………………………...

22

Kekerasan Daging Buah ………………………………………………………... 25
Warna …………………………………………………………………………...

27

Uji Organoleptik ………………………………………………………………..

32

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………...

35

Kesimpulan ……………………………………………………………………..

35

Saran ……………………………………………………………………………. 35
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..

36

LAMPIRAN …………………………………………………………………………. 41

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengaruh perlakuan semburat dan suhu penyimpanan terhadap kadar air (%)
buah pepaya genotype IPB-1 dan IPB-2 ............................................................

20

2.

Pengaruh perlakuan semburat dan suhu penyimpanan terhadap TPT buah
pepaya genotype IPB-1 dan IPB-2 ..................................................................... 23

3.

Pengaruh perlakuan semburat dan suhu penyimpanan terhadap kekerasan
buah pepaya genotype IPB-1 dan IPB-2 ............................................................ 25

4.

Pengaruh perlakuan semburat dan suhu penyimpanan terhadap nilai a (warna
hijau) buah pepaya genotype IPB-1 dan IPB-2 .................................................. 28

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Laju respirasi buah pepaya selama penyimpanan ………………….....................

2.

Perubahan kadar air buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 pada berbagai
tingkat semburat selama penyimpanan …………………………………………. 21

3.

Pola perubahan kadar air buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama
pengamatan ……………………………………………………………………… 21

4.

Perubahan TPT buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 pada berbagai tingkat
semburat selama penyimpanan …………………………………………………. 23

5.

Pola perubahan TPT buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama
pengamatan ……………………………………………………………………… 24

6.

Perubahan kekerasan buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 pada berbagai
tingkat semburat selama penyimpanan …………………………………………. 26

7.

Pola perubahan kadar air buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama
pengamatan ……………………………………………………………………… 27

8.

Perubahan warna a (hijau) buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 pada
berbagai tingkat semburat selama penyimpanan ……………………………….. 29

9.

Pola perubahan warna a (hijau) buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama
pengamatan ……………………………………………………………………… 29

10

Perubahan warna b (kuning) buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 pada
berbagai tingkat semburat selama penyimpanan ……………………………….. 30

11.

Pola perubahan warna b (kuning) buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2
selama pengamatan ……………………………………………………………... 31

iv

17

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Deskripsi pepaya genotipe IPB-1 .......................................................................

41

2.

Deskripsi pepaya genotipe IPB-1 .......................................................................

42

3.

Pepaya genotype IPB-1 pada tingkat semburat 0%, 10% dan 5% ....................

43

4.

Pepaya genotype IPB-2 pada tingkat semburat 0%, 10% dan 25% ..................

44

5.

Laju produksi CO 2 pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama penyimpanan
suhu ruang ....................................................................................
45

6.

Laju produksi CO 2 pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama penyimpanan
suhu 15 0C ....................................................................................
46

7.

Laju produksi CO 2 pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 selama penyimpanan
suhu 10 0C ....................................................................................
47

8.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap kadar air
buah pepaya Genotipe IPB-1 selama penyimpanan …………………………... 48
.
Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap kadar air
buah pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan …………………………… 48

9.

10.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap TPT buah
pepaya genotype IPB-1 selama penyimpanan ………………………………… 49

11.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap TPT buah
pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan …………………………………. 49

12.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap kekerasan
buah pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan …………………………… 50

13.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap kekerasan
buah pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan …………………………… 50

14.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap warna a
(hijau) buah pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan …………………... 51

15.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap warna a
(hijau) buah pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ............................... 51

16.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap warna b
(kuning) buah pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ............................ 52
v

17.

Analisis ragam pengaruh perlakuan semburat dan suhu terhadap warna b
(kuning) buah pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ............................ 52

18.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap kesegaran pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ……………. 53

19.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap kesegaran pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ……………. 53

20.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap kekerasan pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ……………. 54

21.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap kekerasan pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ……………. 54

22.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap rasa pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ………………….. 55

23.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap rasa pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ………………….. 55

24.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap warna pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ………………... 56

25

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap warna pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ........................... 56

26.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap penerimaan pepaya genotipe IPB-1 selama penyimpanan ………….. 57

27.

Uji non parametrik kruskal wallis untuk perlakuan semburat dan suhu
terhadap rasa pepaya genotipe IPB-2 selama penyimpanan ………………….. 57

28.

Hasil uji pengaruh hari terhadap perlakuan semburat dan suhu pada berbagai
jenis pengamatan selama penyimpanan pada pepaya genotype IPB-1 ……….. 58

29.

Hasil uji pengaruh hari terhadap perlakuan semburat dan suhu pada berbagai
jenis pengamatan selama penyimpanan pada pepaya genotype IPB-2 ……….. 58

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu buah yang penting terutama di
negara-negara tropis. Pepaya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, berpotensi
sebagai sumber pendapatan dan mempunyai peran penting terhadap ketersediaan zat gizi
yang dibutuhkan manusia, terutama vitamin, gula dan mineral-mineral seperti Ca, Mg, P
dan Fe (Yon, 1994).
Di Indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh di semua daerah. Produksi pepaya
mencapai 732.611 ton dengan luas panen 9.134 ha (Ditjen Bina PPHP, 2002). Menurut
Broto et al (1991), di Indonesia pepaya termasuk dalam lima besar jenis buah-buahan
yang berpotensi produksi lebih dari 300 ribu ton per tahun. Pepaya merupakan buah yang
penting untuk pasar lokal dan merupakan bisnis yang sangat menguntungkan baik bagi
petani maupun para pedagang.
Permintaan konsumen terhadap buah dipengaruhi oleh salah satu faktor yang
penting yaitu kualitas buah. Kualitas buah ditentukan oleh beberapa komponen yaitu
penampilan, tekstur, flavour, nilai nutrisi dan keamanannya (Kader, 1985; Santoso dan
Purwoko, 1995). Buah yang disukai konsumen adalah buah yang segar, manis, daging
buah tebal, penampakan buah menarik, buah tidak terlalu besar dan warna daging
menarik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat mutu pepaya adalah tingkat
kematangan buah saat dipetik. Buah yang belum matang bila dipetik akan menghasilkan
mutu yang kurang baik dan proses pematangannya yang kurang sempurna. Soesarsono
(1976), mengatakan bahwa buah yang dipetik terlalu muda akan mudah berkeriput pada
penyimpanan dan buah yang terlalu tua akan cepat menjadi lunak. Begitu juga sebaliknya
dengan penundaan waktu petik buah akan meningkatkan kepekaan pada kerusakan
sehingga mutu dan nilai jual akan rendah. Menurut Peleg (1985), buah pepaya termasuk
komoditi hortikultura yang mudah rusak karena kulitnya yang tipis dan daging buahnya
yang lunak. Kerusakan yang terjadi pada buah dapat menjadi tempat masuknya
mikroorganisme ke dalam buah, akan meningkatkan laju respirasi dan mengakibatkan
rendahnya daya simpan.

1

Waktu pemanenan yang tepat belum cukup untuk mendapatkan buah yang
bermutu tinggi, sehingga perlu adanya penanganan pasca panen terhadap pepaya untuk
memperpanjang umur simpan yaitu dengan penyimpanan pada suhu dingin. Penyimpanan
suhu dingin pada umumnya bertujuan untuk mengendalikan laju respirasi, transpirasi,
infeksi penyakit dan mempertahankan produk yang paling berguna bagi konsumen.
Penyimpanan buah-buahan segar apabila dilakukan secara tepat dapat memperpanjang
daya guna dan mempertahankan mutunya. Tepat kiranya perlu ada suatu usaha selain
meningkatkan produksi juga usaha menghasilkan buah pepaya yang bermutu tinggi yang
tersedia dipasaran yaitu pengkajian tentang tingkat kematangan petik sehingga dapat
diperoleh buah pepaya yang benar-benar dapat memuaskan konsumen.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat kematangan petik dan
suhu terhadap perubahan fisiologi buah pepaya selama penyimpanan.
Tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
1.

Menentukan saat pemetikan yang tepat berdasarkan tingkat semburat dan
mengetahui suhu yang optimal selama penyimpanan.

2.

Membandingkan 2 genotipe pepaya yang berbeda untuk menentukan mutu
melalui uji objektif dan subyektif .

Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan bermanfaat bagi 3 (tiga) stakeholder usaha pertanian,
diantaranya :
1) Bagi petani
Petani akan dengan mudah menentukan saat petik yang sesuai penawaran, tetapi tidak
merugikan konsumen.
2) Bagi pedagang
Dapat diperoleh buah pepaya yang selama pemasaran tidak banyak mengalami
kerusakan atau penurunan mutu
3) Bagi konsumen
Konsumen dapat memperoleh buah pepaya dengan mutu yang lebih baik.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Pepaya
Tanaman pepaya berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan ke dalam :
Devisio
Klas
Sub Klas
Ordo
Famili
Genus
Species

:
:
:
:
:
:
:

Spermatophyta
Angiospermae
Dicotiledoneae
Caricales
Caricaceae
Carica
Carica pepaya L.

Menurut Villegas (1997) buah pepaya termasuk buah buni, kulit luar tipis, daging
buah tebal dengan rongga besar di tengah berasal dari bakal buah yang menumpang serta
biji yang menempel pada daging. Berdasarkan bunganya, tanaman pepaya dapat
digolongkan atas tiga tipe utama, yaitu : tanaman yang berbunga jantan, berbunga betina
dan berbunga hermaprodit (sempurna). Buah pepaya mempunyai bentuk dan ukuran yang
bermacam-macam tergantung dari tipe bunga dan varietasnya. Buah pepaya yang berasal
dari bunga betina berbentuk agak bulat dan bertangkai pendek, buah yang berasal dari
buah hermaprodit berbentuk agak lonjong (bulat panjang), dan kadang-kadang ada yang
beralur, bentuk buah yang demikian akan lebih menarik dan sangat diminati oleh
konsumen sehingga harganya lebih tinggi.
Syarat Tumbuh
Pepaya akan tumbuh dengan baik pada tanah latosol dan tanah-tanah ringan yang
subur, gembur, mudah dikeringkan dan kaya akan bahan organik, dengan pH tanah
berkisar 6,0-6,5 (Villegas, 1997). Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah
sampai ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Suhu optimum pertumbuhan pepaya
berkisar antara 22-26oC dan suhu minimum 15oC dengan curah hujan 1500-2000 mm per
tahun (Kalie, 1996).
Panen
Mutu yang baik akan diperoleh jika pemanenan dilakukan pada tingkat
kematangan buah yang tepat. Panen buah pepaya yang belum matang akan menghasilkan
3

mutu yang jelek dan proses pematangan yang salah. Untuk menjaga kualitas buah yang
akan dikirim ketempat pemasaran yang letaknya jauh, pemanenan harus dilakukan pada
keadaan sudah matang tapi belum masak. Menurut Pantastico (1989), untuk menentukan
waktu panen dapat dilakukan standar dengan beberapa cara :
a.

Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkai
putik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman.

b.

Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat
jenisnya.

c.

Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat
dengan asam dan kandungan zat pati.

d.

Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dan hubungannya dengan
tanggal berbunga dan unit panas.

e.

Secara fisiologi, dengan melihat respirasi.
Tabel 1. Skor warna kulit buah pepaya
Skor Warna

Warna Kulit Buah

1

0% Kuning

2

1% Kuning

3

25% Kuning

4

50% Kuning

5

75% Kuning

6

100% Kuning

7

Kuning pekat (lewat masak)

8

Kulit buah mulai berbecak coklat

Sumber : Laboratorium PSPT, Faperta, IPB

Perkembangan Fisiologi Dan Pemasakan Buah Pepaya
Tahapan perkembangan buah meliputi pembelahan sel, pembesaran sel,
pendewasaan sel (maturation), pemasakan (ripening), penuaan (senescence) dan
kemunduran (deterioration). Menurut Kader (1992), buah dan sayuran yang telah
dipanen akan tetap hidup karena masih meneruskan reaksi-reaksi metabolisme dan masih
mempertahankan sistem fisiologi sebagaimana saat masih melekat pada pohon induknya.
Sebelum mencapai senescence biasanya buah mengalami proses pematangan (ripening).

4

Perkembangan dan pematangan buah sebagian besar selesai pada saat buah masih
menempel pada pohonnya, sedangkan proses pematangan dan senescence akan berlanjut
hingga buah telah dipetik dari pohonnya (Santoso dan Purwoko, 1995)
Saat terjadinya pemasakan proses metabolisme tetap terjadi yaitu respirasi dan
transpirasi. Proses ini menyebabkan hilangnya cadangan makanan dan kadar air buah
karena digunakan dalam reaksi metabolisme. Selama proses pemasakan terjadi
perubahan-perubahan secara fisik dan kimia yang mempengaruhi kualitas buah.
Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya yaitu :

Kandungan Total Padatan Terlarut (TPT)
Total Padatan Terlarut terdiri atas larutan gula dan asam organik. Selama
pemasakan kandungan TPT cenderung meningkat karena adanya metabolisme
polisakarida dalam dinding sel. Pada buah yang mengandung pati, hidrolisis pati
memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan gula. Kadar TPT nektar pepaya
cenderung meningkat selama delapan minggu penyimpanan, meskipun meningkatnya
kurang dari 1%. Peningkatan kadar TPT tersebut sebagai akibat pemecahan karbohidrat
yang masih ada oleh aktivitas enzim yang tidak rusak selama penyimpanan (Broto et al.,
1991).

Perubahan Tekstur dan Tingkat Kelunakan
Pematangan buah ditandai dengan terjadinya tekstur buah yang semakin lunak.
Lunaknya tekstur buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi
pektin yang larut. Jumlah zat-zat pektin selama perkembangan buah akan meningkat,
namun selama pematangan buah, kandungan pektin dan pektinat yang larut akan
meningkat sehingga ketegaran buah akan berkurang (Mattoo et al., 1989).

Perubahan Rasa
Buah yang matang akan mengalami perubahan rasa. Perubahan rasa masam atau
sepat menjadi manis menunjukkan adanya proses pematangan buah pepaya. Rasa manis
disebabkan adanya peningkatan jumlah gula-gula sederhana dan berkurangnya senyawa-

5

senyawa fenolik (Mattoo et al., 1989). Selama proses pematangan kandungan pati akan
berubah menjadi gula sehingga menimbulkan rasa manis.

Perubahan Warna Kulit dan Daging Buah.
Setelah panen dan selama pematangan atau penyimpanan zat warna buah pepaya
akan berubah. Pada saat pemasakan pigmen klorofil terdegradasi sehingga kehilangan
warna hijau dan terjadi peningkatan pigmen karoten yang menyebabkan munculnya
warna kuning pada kulit buah. Pantastico (1986), menyatakan bahwa untuk kebanyakan
buah tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah
yang sedang masak lambat laun akan berkurang.

Kadar Air
Buah mengalami proses metabolisme seperti respirasi dan transpirasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kadar air yang terkandung dalam buah. Kehilangan air
dalam penyimpanan menyebabkan penurunan mutu. Pencegahan kehilangan air dapat
dilakukan dengan mengatur suhu dan kelembaban secara cepat (Pantastico, 1986).

Perubahan Selama Proses Pematangan
Menurut Winarno dan Aman (1981) tahap-tahap pertumbuhan atau proses
kehidupan buah dan sayuran meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel
(maturation),

pematangan

(ripening),

kelayuan

(senescence)

dan

pembusukan

(deterioration).
Maturation merupakan tingkat perkembangan yang menuju pencapaian
kematangan fisiologi dan merupakan tingkat akhir dari perkembangan buah sebelum
dimulainya periode pematangan buah. Matang fisiologi adalah tingkat dimana sel-sel
buah tumbuh dan berkembang sempurna sehingga bila buah tersebut dipanen minimal
kualitas akan diperoleh konsumen.
Pematangan buah atau ripening adalah periode buah membentuk rasa, tekstur dan
aroma. Pada periode ini terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning atau merah,
buah akan terasa lebih manis akibat perubahan pati menjadi gula, tekstur buah akan
menjadi lunak dan terbentuknya vitamin-vitamin serta timbulnya aroma buah yang khas.

6

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyimpanan.
Pra-Penyimpanan
Dalam rangka memperpanjang masa simpan suatu komoditi, terdapat berbagai
cara dan perlakuan-perlakuan tertentu. Namun perlu diketahui bahwa faktor-faktor prapanen seperti kondisi iklim, waktu panen, varietas, cara bercocok tanam, pemanenan dan
penanganan hasil turut menentukan keberhasilan selama penyimpanan (Pantastico, 1986).
Buah yang jatuh dari ketinggian hanya beberapa inchi saja dapat mengakibatkan
meningkatnya produksi CO 2 yang mungkin tidak dapat diimbangi dengan suhu dingin
pada penyimpanan. Kememaran, tusukan, lecet-lecet dan luka-luka mekanik lainnya
dapat diperkirakan akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
Buah pepaya yang dipanen sebelum waktunya akan memiliki kematangan yang
tidak memuaskan meskipun mungkin dapat disimpan lebih lama. Tingkat perkembangan
ini mempunyai pengaruh terhadap laju respirasi dan lamanya umur simpan. Perbedaan
varietas memperlihatkan adanya variasi umur simpan yang nyata (Pantastico, 1986)

Selama Penyimpanan
Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi
penyakit dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen
(Pantastico, 1986). Sejalan dengan ini Syaifullah (1973) mengemukakan bahwa tujuan
penyimpanan hasil-hasil hortikultura adalah untuk memperpanjang umur kesegarannya,
menjamin persediaan bahan mentah di pabrik-pabrik pengolahan serta dapat memasarkan
hasil-hasil tersebut ketempat-tempat yang jauh letaknya. Adanya aktivitas fisiologi dari
buah atau sayuran akan memudahkan serangan oleh mikroba penyebab kerusakan. Hal
inilah yang membuat banyak masalah pada penyimpanan buah dan sayuran dibandingkan
dnegan bahan makanan lainnya (Winarno, 1986).
Kegiatan pernafasan (respirasi), transpirasi, kegiatan enzim, suhu, kelembaban,
komposisi gas yang berhubungan dengan pernafasan merupakan sebagai faktor yang
berpengaruh dalam penyimpanan.
Pepaya termasuk buah dengan pola respirasi klimakterik, dimana buah akan
mengalami penurunan jumlah karbondioksida (CO 2 ) yang dikeluarkan namun pada saat

7

mendekati masa penuaan secara mendadak terjadi kenaikan produksi CO 2 dan kemudian
produksinya menurun kembali (Pantastico, 1989).
Laju aktivitas metabolisme akan semakin cepat dengan meningkatnya laju
respirasi sehingga respirasi sering digunakan sebagai petunjuk mengenai potensi daya
simpan buah setelah dipanen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur
simpan yang pendek. Menurut Winarno dan Aman (1989), klimakterik merupakan
petunjuk berakhirnya secara alami suatu masa sintesa dan permulaan terjadinya penuaan
yang sesungguhnya pada buah.
Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia dengan lebih
cepat dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan.
Buah-buahan selama penyimpanan melakukan kegiatan pernafasan untuk menghasilkan
energi

demi

kelangsungan

hidupnya.

Energi

yang

dihasilkan

mengakibatkan

meningkatnya suhu dilingkungan produk sehingga mempercepat metabolisme buah dan
akan menurunkan daya simpannya (Winarno, 1986). Selama periode pra klimakterik laju
respirasi meningkat dengan cepat sampai maksimum, pasca klimakterik laju respirasi
mulai menurun kembali. Disaat itu, proses-proses biosintesa praktis terhenti dan prosesproses dekomposisi menjadi sangat efektif yang membuat buah menjadi rusak (Metlitskii
et al., 1972). Disamping itu kenaikan suhu disekitar lingkungan penyimpanan akan
mempercepat laju transpirasi dan respirasi (Will et al., 1981).
Kandungan O 2 dan CO 2 berpengaruh pada proses pernafasan buah. Pada
umumnya kandungan CO 2 yang semakin tinggi akan memperlambat proses pernafasan
dan pematangan buah, sehingga dapat memperpanjang daya simpan (Smock, 1986).
Namun kandungan CO 2 yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan serta dapat
menimbulkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki, tergantung pada sifat-sifat fisiologi
buah.
Penyimpanan Suhu Dingin
Suhu penyimpanan merupakan dasar dari penyebab kebusukan. Untuk
mempertahankan mutu, tidak akan berhasil dengan baik tanpa disertai pendinginan
(Pantastico, 1986). Menurut Winarno (1986), setiap kenaikan suhu sebesar 10oC pada

8

kisaran suhu 10-38oC, akan mempercepat reaksi enzimatik maupun non enzimatik dan
proses terjadinya pembusukan sebanyak dua kali lebih cepat.
Pendinginan atau penggunaan suhu rendah pada buah juga sudah banyak
digunakan dan banyak diketahui manfaatnya. Perlakuan suhu dingin merupakan cara
yang paling umum dan ekonomis untuk memeprpanjang masa simpan produk
hortikultura (Pantastico, 1986). Pendinginan merupakan salah satu alternatif

untuk

menekan kerusakan buah tanpa menyebabkan pematangan abnormal atau perubahan
mutu yang berarti sehingga mampu mempertahankan buah segar dalam kondisi baik.
Pendinginan juga berpotensi menjaga penampilan buah dan mencegah pertumbuhan
pathogen yang menyebabkan kerusakan buah, kebusukan dan menghambat penurunan
kualitas selama terjadi perubahan fisik dan kimia buah (Stewart, Maynard dan Amerine,
1973). Penyimpanan dingin adalah penyimpanan di bawah suhu 15oC dan di atas titik
beku bahan. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunnya
laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins,
1971).
Penyimpanan dingin pada buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang
daya gunanya. Dalam keadaan tertentu bisa memperbaiki mutu, dan dapat mengurangu
supply produk yang berlebihan di pasar, sehingga memberi kesempatan yang luas pada
konsumen untuk memilih buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun. Disamping itu akan
membantu

pemasaran

yang

teratur,

meningkatkan

keuntungan

produsen

dan

mempertahankan mutu produk yang segar (Pantastico, 1986).
Pada suhu rendah aktivitas metabolisme pasca panen menjadi berkurang dan
perubahan kimia berlangsung lambat (Borgstorm, 1968). Penyimpanan pada suhu dingin
pada prinsipnya bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga
proses ini berjalan lambat dan sebagai akibatnya katahanan simpannya cukup panjang
dengan susut bobot minimal, mutu masih baik dan pasaran tetap tinggi (Soedibyo, 1979).
Agar keawetan buah yang disimpan pada suhu dingin maksimum, maka perlu diusahakan
agar respirasi aerobik berlangsung pada laju yang rendah, sehingga proses-proses yang
berhubungan dengan pemeliharaan kehidupan sel dapat terus berlangsung. Demikian juga
suhu rendah yang cocok diusahakan tetap terjaga sehingga reaksi-reaksi penyebab
kerusakan dapat dihambat (Fennema, 1976).

9

BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fateta IPB, dan di Laboratorium Pusat Studi
Pemuliaan Tanaman (PSPT), Fakultas Pertanian, Faperta IPB. Waktu percobaan
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2004.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 (Lampiran
1 dan 2) dengan tingkat semburat (warna kuning pada permukaan kulit buah) 0, 10 dan
25%. Buah diperoleh dari tanaman pepaya antara umur 1-3 tahun di kebun percobaan
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) di daerah Tajur dan Cinagara. Adapun alat
yang digunakan adalah lemari pendingin, Cosmotector O 2 , CO 2 dan N 2 , HandRefractometer, Chromameter, toples, timbangan serta bahan dan alat lain yang
mendukung dalam penelitian ini.

Metode Penelitian
Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dua faktor dengan pengamatan berulang. Faktor perlakuan yang pertama adalah tingkat
kematangan petik dengan ditandai adanya semburat warna kuning pada permukaan kulit
buah yang terdiri dari tiga taraf perlakuan yaitu : S 1 : 0%, S 2 : 10% dan S 3 : 25%
(Lampiran 1), sedangkan faktor perlakuan yang kedua adalah suhu penyimpanan yaitu :
T 1 : 10oC, T 2 : 15oC dan T 3 : Suhu Ruang. Adapun Jumlah satuan percobaan adalah
3 × 3 × 2 ulangan = 18 . Masing-masing kombinasi perlakuan dicobakan kepada dua

genotipe pepaya yang berbeda yaitu genotipe IPB-1 dan genotipe IPB-2. Model linearnya
dapat dituliskan sebagai berikut :
Yijkl = µ + α i + β j + αβ ij + δ l (ij ) + ω k + αω ik + βω jk + αβω ijk + ε ijkl
dengan : i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3 ; k = 1, 2,...,6 ; l = 1,2

10

Keterangan :
Yijkl

= Nilai respon pada pepaya yang memiliki semburat ke-i, disimpan pada suhu
ke-j dan diukur pada hari pengamatan ke-k ulangan ke-l

µ

= Rataan umum

αi

= Pengaruh aditif dari semburat ke- i

βj

= Pengaruh aditif dari suhu ke- j

αβ ij

= Pengaruh interaksi antara semburat ke- i dengan suhu ke- j

δ l (ij )

= Pengaruh galat dari semburat ke- i suhu ke-j ulangan ke-l

ωk

= Pengaruh aditif dari waktu pengamatan ke-k

αω ik

= Pengaruh interaksi antara semburat ke- i dengan waktu pengamatan ke-k

βω jk

= Pengaruh interaksi antara suhu ke- j dengan waktu pengamatan ke-k

αβω ijk

= Pengaruh interaksi antara semburat ke-i suhu ke- j dengan waktu
pengamatan ke-k

ε ijkl

= Pengaruh galat dari semburat ke- i suhu ke- j waktu pengamatan ke-k
ulangan ke-l
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Pengujian dilakukan pada

pengaruh utama yaitu semburat dan suhu. Jika terdapat interaksi pada pengaruh utama
maka dilakukan uji lanjut Duncan, sedangkan apabila tidak terjadi interaksi pada
pengaruh utama maka akan tetap dilakukan uji lanjut Duncan namun uji dilakukan
terhadap pengaruh hari pengamatan, kemudian dimodelkan dengan pendekatan analisis
regresi berganda untuk mendapatkan trend pengaruh hari pengamatan.

Pelaksanaan
a.

Persiapan Bahan
Buah pepaya genotipe IPB-1 dan IPB-2 dipanen pada kondisi kematangan yang
berbeda yaitu pada kelompok semburat 0, 10 dan 25%. Buah dicuci bersih dengan
air untuk menghilangkan kotoran atau sisa getah yang menempel pada kulit buah

11

kemudian dikeringanginkan. Untuk mencegah kerusakan buah oleh penyakit,
semua buah dicelupkan kedalam larutan Benlate 500 ppm selama 1 menit.
b.

Perlakuan
Buah pepaya yang telah dipanen sesuai dengan kelompok semburat selanjutnya
disimpan pada lemari penyimpanan dengan suhu 10oC, 15oC dan suhu ruang,
kemudian dilakukan pengamatan dengan interval 4 hari sekali, sedangkan yang
disimpan pada suhu ruang, pegamatan dilakukan setiap hari sekali.

Pengamatan dan Pengukuran
Parameter yang diamati adalah laju respirasi dan beberapa parameter mutu seperti
kekerasan, warna, kadar air, TPT dan uji organoleptik terhadap kesegaran, kekerasan,
rasa, warna dan penerimaan.
1.

Laju Respirasi
Laju respirasi diukur berdasarkan gas CO 2 yang dihasilkan buah pepaya dengan

menggunakan alat gas analyzer Shimadzu yang dinyatakan dalam ml CO 2 /kg bahan.jam.
Laju respirasi dihitung dengan menggunakan rumus yang dikutip dari Mannaperuma dan
Singh (1987) sebagai berikut:

R1 =

V dx1
×
W dt

R2 =

V dx 2
×
W dt

Dimana :
R

= Laju respirasi (ml/kg bahan.jam)

x1

= Konsentrasi gas O 2 (%)

x2

= Konsentrasi gas CO 2 (%)

dt

= Waktu (jam)

V

= Volume bebas respirator chamber (ml)

W

= Bobot produk/bahan (kg)

2.

Kekerasan
Kekerasan buah pepaya diukur dengan menggunakan Rheometer yang diset

dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan
12

penurunan beban 60mm/m dan diameter prob 4 mm. Pengukuran dilakukan di tiga
tempat pada bagian buah yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung yang dilakukan
sebanyak dua kali ulangan pada setiap pengamatan.

3.

Warna (Pomeranz et al., 1978)
Perubahan warna diukur dengan menggunakan chromameter Minolta CR-310

yaitu alat analisa tritimulus (dalam 3 dimensi). Setiap sampel diukur bagian ujung, tengah
dan pangkal kemudian dirata-ratakan. Data hasil pengukuran dapat dilihat langsung pada
alat yang menunjukkan nilai a dan b . Nilai a merupakan derajat warna hijau dan nilai b
merupakan derajat warna kuning.

4.

Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1990)
Cawan petri yang akan digunakan dikeringkan dengan oven pada suhu 105 0C

selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A) g, kemudian
ditimbang sebanyak 5 (B) g sample yang telah dihomogenkan. Selanjutnya dimasukkan
dalam oven pada suhu 100-105 0C sampai beratnya konstan lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (C) g. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air =

B−C
× 100%
B−A

Di mana :
A

: berat cawan (g)

B

: berat cawan + bahan sebelum dikeringkan (g)

C

: berat cawan + bahan setelah dikeringkan (g)

5.

Total Padatan Terlarut (TPT), Metode Refraktometer (AOAC, 1990)
Total Padatan Terlarut diukur dengan menggunakan Hand Refraktometer skala

ukuran 0 – 32 oBrix. Contoh yang akan dianalisa diperas dan cairan yang diperoleh
diteteskan pada prisma pengukur refraktometer. Kandungan TPT dapat dibaca pada skala
yang terdapat pada alat dengan satuan oBrix.

13

6.

Uji Organoleptik, Metode Uji Hedonik (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji kesukaan atau uji hedonik. Sifat mutu

yang diuji adalah : rasa, kesegaran, warna, kekerasan dan penerimaan. Skala hedonik
yang digunakan mempunyai rentang skor berkisar dari 1 hingga 7 yaitu : 7 (amat sangat
suka), 6 (sangat suka), 5 (suka), 4 (agak suka), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka), dan 1
(sangat tidak suka).
Alat analisis yang digunakan untuk uji organoleptik ini adalah uji non parametrik,
dalam hal ini adalah uji Kruskal-Wallis. Statistik yang digunakan adalah nilai Z (skor
normal), dimana :
Z < −1.96
: kategori tidak suka (c)
- 1.96 ≤ Z ≤ 1.96 : kategori suka (b)
Z ≥ 1.96

: kategori sangat suka (a)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Respirasi
Respirasi adalah merupakan proses pembongkaran, dimana energi yang tersimpan
kembali digunakan untuk menyelenggarakan proses-proses kehidupan. Laju respirasi
pepaya selama penyimpanan diukur berdasarkan produksi CO 2 . Perubahan laju respirasi
setiap genotipe pepaya selama penyimpanan bervariasi setiap tingkat penyimpanan suhu.
Secara umum selama penyimpanan, laju respirasi pepaya genotipe IPB-1 menunjukkan
nilai laju respirasi lebih tinggi dibanding pepaya genotipe IPB-2. Laju respirasi buah
pepaya yang didasarkan pada laju produksi CO 2 tampak bervariasi akibat perlakuan yang
berbeda yaitu suhu penyimpanan dan genotipe pepaya yang berbeda (Gambar 1 dan
Lampiran 5,6 dan 7).

LAJU RESPIRASI PEPAYA GENOTIPE IPB-1 DAN IPB-2
PADA BERBAGAI PERLAKUAN SUHU PENYIMPANAN
35

Laju Respirasi (ml CO2/Kg/Jam)

30
25
20
15
10
5
0
6

12

18

24

36

48

60

72

84

96

108

120

132

144

156

168

180

192

216

240

264

288

312

Waktu Penyimpanan (Jam)

Perlakuan G1TR

Perlakuan G2TR

Perlakuan GIT10

Perlakuan G2T10

Perlakuan GIT15

Perlakuan G2T15

Keterangan : G: Genotipe

T: Suhu

R: Ruang

Gambar 1. Laju respirasi buah pepaya selama penyimpanan

15

Laju respirasi berdasarkan produksi CO 2 pada pepaya genotipe IPB-1 yang
disimpan pada suhu ruang adalah sebesar 18.61 ml CO 2 /kg-jam, sedangakan pada pepaya
genotipe IPB-2 adalah sebesar 15.50 ml CO 2 /kg-jam (Lampiran 5). Pada penyimpanan
suhu 15 0C untuk pepaya genotipe IPB-1 adalah sebesar 12.45 ml CO 2 /kg-jam,
sedangkan pada genotipe IPB-2 sebesar 10.67 ml CO 2 /kg-jam (Lampiran 6). Lain halnya
pada pepaya yang disimpan pada suhu 10 0C produksi CO 2 sangat kecil, dimana pada
pepaya IPB-1 adalah sebesar 7,58 ml CO 2 /kg-jam, sedangkan pada pepaya IPB-2 adalah
sebesar 3,82 ml CO 2 /kg-jam (Lampiran 7). Pada penyimpanan suhu 10 0C ternyata
memberikan nilai laju respirasi terendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu
15 0C dan suhu ruang. Muchtadi dan Sugiyono (1989), menyatakan bahwa suhu yang
rendah menghambat proses respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim. Semakin
tinggi suhu maka respirasi semakin cepat hingga mencapai suhu optimum dan kecepatan
respirasi menurun kembali bila batas optimum telah dilewati. Kader (1985)
mengemukakan bahwa suhu penyimpanan mempengaruhi laju respirasi. Penurunan suhu
dapat menurunkan laju respirasi. Penyimpanan suhu rendah dapat menekan laju respirasi
dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat.
Penyimpanan pepaya genotype IPB-1 pada suhu ruang dan suhu 150C cenderung
memberikan nilai laju respirasi lebih tinggi dan waktunya (jam) lebih singkat
dibandingkan perlakuan suhu 100C.

Peningkatan laju respirasi juga diduga adanya

degradasi bahan organik oleh mikroba yang tumbuh pada kulit buah dimana patogen ada
kemungkinan besar terbawa pada waktu panen dan kondisi bahan sudah mulai melunak.
Pada saat buah masih berada dipohon, patogen berada dalam kondisi laten dan akan
bertahan dalam kondisi dorman. Patogen akan berkembang setelah buah menjadi matang
atau mencapai fase klimakterik (Broto et al. 1993). Infeksi buah pepaya yang disebabkan
oleh cendawan Colletotrichum gleosporioides terjadi 3-4 hari setelah inokulasi, sedang
gejala penyakit akan muncul setelah inokulasi (Sankat & Maharaj 1997)
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi antara lain : kondisi protoplasma, suhu,
substrat untuk respirasi, konsentrasi O 2 dan CO 2, luka, sinar, efek mekanis serta
komponen kimia tertentu (Meyer dan Anderson 1960). Selanjutnya Pantastico (1989)
mangatakan bahwa factor internak dan eksternal akan mempengaruhu laju respirasi.
Faktor-faktor internal mencakup tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan,

16

ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedang faktor eksternal mencakup suhu,
kerbondioksida, oksigen, zat pengatur tumbuh dan kerusakan buah.
Berdasarkan pola respirasinya pepaya termasuk buah klimakterik. Pada tipe buah
ini terjadi peningkatan laju respirasi dan produksi etilen secara cepat terjadi bersamaan
dengan pemasakan (Pantastico 1989). Produksi etilen erat hubungannya dengan aktifitas
respirasi, yaitu benyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya, karena itu apabila
produksi etilen banyak maka biasanya aktifitas respirasi itu meningkat dengan ditandai
oleh meningkatnya penyerapan oksigen. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan
berlangsung segera dan ikut dalam proses reaksi pemasakan. Hal ini dikarenakan etilen
bersifat autokatalitik, yang mempercepat proses respirasi dan sekaligus pembentukan
etilen. Namun perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak tetap, yaitu semakin
matang buah produksi etilen akan semakin menurun (Pantastico 1989). Winarno dan
Aman (1981) menyatakan bahwa peningkatan laju respirasi dan produksi etilen pada
masa klimakterik menunjukkan permulaan pemasakan. Selama proses respirasi beberapa
perubahan fisik, kimia dan biologi terjadi misalnya proses pematangan, pembentukan
aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah-buahan akibat
degradasi pektin pada kulit buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Bila
proses respirasi berlanjut terus, maka buah-buahan akan mengalami pelayuan dan
akhirnya akan terjadi pembusukan yang ditandai hilangnya nilai gizi dan faktor mutu
buah-buahan tersebut.
Hasil laju respirasi selama penyimpanan terjadi perubahan pola respirasi yang
mendadak hingga batas optimum tertentu dan pola respirasinya kembali menurun
(Gambar 1). Pantastico (1989) menyatakan bahwa adanya kenaikan mendadak dari
prododuksi CO 2 dan setelah itu menurun menunjukkan bahwa telah terjadi respirasi
klimakterik. Wills et al. (1989) menerangkan bahwa penurunan produksi CO 2 selama
penyimpanan terjadi karena menurunnya konsentrasi adenosin difosfat (ADP) yang
bertindak sebagai aseptor fosfat dan rusaknya mitokondria sehingga konsentrasi adenosin
trifosfat (ATP) sebagai suplai energi dalam reaksi metabolik juga menurun. Disamping
itu juga karena berkurangnya jumlah glukosa yang berperan sebagai substrat utama
dalam proses respirasi tersebut. Penurunan ADP dan rusaknya mitokondria menyebabkan

17

berkurangnya jumlah ATP yang berperan sebagai sumber energi untuk melangsungkan
reaksi metabolik (respirasi).
Puncak klimakterik terjadi bervariasi terga