Penentuan Lc50 Dari Getah Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

(1)

PENENTUAN LC

50

DARI

GETAH BUAH PEPAYA(Carica papaya L.) TERHADAP

IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

OLEH:

HARITA ISLAMI

NIM 101501015

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENENTUAN LC

50

DARI

GETAH BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L.) TERHADAP

IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

HARITA ISLAMI

NIM 101501015

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PENENTUAN LC

50

DARI

GETAH BUAH PEPAYA (

Carica papaya

L.) TERHADAP

IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

OLEH:

HARITA ISLAMI

NIM 101501015

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Maret 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, S.U, Apt. Prof. Dr. Karsono., Apt.

NIP 130935857 NIP 1955409091982011001

Pembimbing II, Dr. Edy Suwarso, S.U, Apt. NIP 130935857

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.

NIP 195807101986012001 NIP 195006221980021001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, April 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 19580710198612001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul Penentuan LC50 Dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L.)Terhadap

Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama

perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk

dan saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku ketua

penguji dan Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., sebagai anggota penguji

serta Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., sebagai anggota penguji yang

telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini dan Ibu Khairunnisa,

S.Si, M. Pharm, Ph. D., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak

membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga

tercinta, Ayahanda Arlis, S.K.M., dan Ibunda Hartati, S.Sos., serta kakanda Agus

Kelana Putra, S.H., dan adinda tersayang Magfirah Hayati dan Zulfan Fili yang


(5)

ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman Farmasi 2010 yang telah mendoakan, membantu dan memberi

semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 27 Maret 2015 Penulis,

Harita Islami NIM 101501015


(6)

PENENTUAN LC

50

DARI

GETAH BUAH PEPAYA(

Carica Papaya

L) TERHADAP

IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Salah satu tanaman yang memiliki kandungan enzim papain dan

kimopapain adalah getah buah pepaya. Getah pepaya juga menghasilkan senyawa–senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan asam amino nonprotein yang sangat beracun bagi serangga sehingga menyebabkan kematian. Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal. LC50 merupakan

konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ikan sebanyak 330 ekor untuk percobaan penentuan LC50 dengan konsentrasi berbeda secara berulang yang

diberikan di dalam akuarium (wadah uji) pada hewan uji selama 7 hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC50 dan efek toksik dari getah

buah pepaya terhadap ikan nila.

Sebanyak 600 g getah buah pepaya dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai, kemudian encerkan getah buah pepaya dengan aquades sampai 10 L larutkan 15 gram sabun colek kedalam larutan. Diamkan selama 24 jam lalu saring, cukupkan dengan aquades sampai volume 15 L sehingga didapat larutan getah buah pepaya 15 L (larutan stock 40000 ppm). Selanjutnya larutan yang diperoleh diuji toksisitas LC50 dengan membagi 7 kelompok akuarium, yaitu

kelompok 0 ppm sebagai kelompok kontrol, 4 ppm, 20 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 2500 ppm dan 12500 ppm. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat gejala toksisitasnya, kematian hewan uji dan LC50 kemudian dianalisis dengan uji One Sample T-Test menggunakan program SPSS versi 17.

Hasil persentase kematian ikan nila terhadap getah buah pepaya pada kelompok kontrol (0 ppm), 4 ppm, dan 20 ppm, tidak mengalami kematian hewan uji. Kelompok 100 ppm 13%, kelompok 500 ppm 63%, kelompok 2500 ppm 100%, dan kelompok 12500 ppm sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap antara kelompok konsentrasi dengan p < 0,05. Nilai LC50 yang diperoleh dari getah buah pepaya adalah

65,78667 ppm dengan menunjukkan interval konfidensi 37,1597 ppm < LC50 < 94,4136 ppm yang memiliki daya yang cukup toksik.


(7)

LC

50

DETERMINATION OF

PAPAYA (Carica papaya L.) LATEX

AGAINST TILAPIA (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

One plant that contains the enzyme papain and papaya fruit kimopapain is sap. Papaya latex compounds also produce alkaloids, terpenoids, flavonoids, and nonprotein amino acid which is highly toxic to insects, causing death. Acute toxicity is the degree of the toxic effects of a compound that occurs in brief ( 24 hours ) after administration of single doses. LC50 is the concentration that causes the death of as many as 50 % of the test organisms. The test is performed by using as many as 330 fish tails to experiment with different concentrations LC50

determination repeatedly given in the aquarium ( test containers ) in test animals for 7 days. The purpose of this study was to determine the LC50 and toxic effects

of papaya latex to tilapia.

A total of 600 g of fruit papaya latex inserted into a suitable container, then dilute with distilled water papaya latex to 10 L dissolve 15 grams of soap in the solution. Let stand for 24 hours then strain, both

ends meet with distilled water to a volume of 15 L in order to get a solution of 15 L papaya latex (40000 ppm stock solution). Furthermore, the solution obtained by dividing the LC50 toxicity tested 7 aquarium

groups, namely the 0 ppm as the control group, 4 ppm, 20 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 2500 ppm and 12500 ppm. The observations made are seeing symptoms of toxicity, mortality and LC50 test animals then were

analyzed by One Sample T-test using SPSS version 17.

The results of the percentage of deaths tilapia against papaya fruit sap in the control group (0 ppm), 4 ppm, and 20 ppm, not dying of test animals. 100 ppm group 13%, 63 % group of 500 ppm, 2500 ppm group 100%, and 12500 ppm group at 100%. The results showed that there are significant differences between groups on the concentration of p < 0.05. LC50 from papaya latex value obtained is 65.78667 ppm to show confidence

intervals 37.1597 ppm < LC50 < 94.4136 ppm has enough power toxic.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5


(9)

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Nama Asing ... 6

2.1.4 Deskripsi ... 6

2.1.5 Morfologi Tumbuhan ... 6

2.1.6 Kandungan Kimia Tumbuhan Pepaya ... 7

2.1.7 Manfaat Tumbuhan ... 8

2.2 Pestisida ... 9

2.3 Keracunan Pestisida ... 10

2.4 Kualitas Air ... 12

2.4.1 Parameter Kualitas Air ... 13

2.5 Mortalitas ... 14

2.6 Toksisitas ... 14

2.6.1 Lethal Concentration (LC50) ... 17

2.7 Ikan Nila ... 18

2.7.1 Klasifikasi Ikan Nila ... 18

2.7.2 Morfologi Ikan Nila ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat ... 21

3.1.2 Bahan ... 21

3.2 Hewan Percobaan ... 21

3.3 Penyiapan Sampel ... 22


(10)

3.3.2 Pengolahan Sampel ... 22

3.4 Pembuatan Larutan Getah Pepaya ... 23

3.5 Pengujian Efek Toksisitas ... 23

3.5.1 Uji Pendahuluan ... 23

3.5.2 Penentuan LC50 ... 24

3.6 Pengamatan ... 25

3.6.1 Gejala Toksisitas ... 25

3.6.2 Kematian Hewan ... 25

3.7 Analisa Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Larutan Getah Buah Pepaya ... 27

4.2 Hasil Uji Pendahuluan ... 27

4.3 Hasil Pengamatan Kematian Ikan Nila ... 28

4.4 Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila ... 29

4.5 Pengamatan ... 30

4.6 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas ... 30

4.7 Analisa Data ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Konsentrasi Uji Pendahuluan ... 24 Tabel 3.2 Konsentrasi Penentuan LC50 ... 25

Tabel 4.1 Hasil Data Uji Pendahuluan Pertama Pemberian Larutan

Getah Buah Pepaya pada Ikan Nila ... 27 Tabel 4.2 Hasil Data Uji Pendahuluan Kedua Pemberian Larutan Getah

Buah Pepaya Pada Ikan Nila ... 28

Tabel 4.3 Hasil Persentase Kematian Ikan Nila ... 28

Tabel 4.4 Hasil Penentuan LC50 Getah Buah Pepaya Terhadap Kematian

Ikan Nila ... 29

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas pada Ikan Nila ... 30


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 4


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Rekomendasi Ethical Clearance ... 38

Lampiran 2 Tumbuhan Pepaya ... 39

Lampiran 3 Bagan Kerja Pembuatan Larutan Getah Buah Pepaya ... 40

Lampiran 4 Pembuatan Larutan Getah Buah Pepaya ... 41

Lampiran 5 Ikan Nila ... 42

Lampiran 6 Perhitungan Konsentrasi ... 43

Lampiran 7 Hasil Pengamatan Sesudah Pemberian Larutan Getah Buah Pepaya ... 45

Lampiran 8 Tabel Tingkat Toksisistas Nilai LC50 ... 46

Lampiran 9 Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope ... 46


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AS = Amerika Serikat

FAO = Food and Agriculture Organization

GBP = Getah Buah Pepaya

LC50 = Lethal Concentration50

LD50 = Lethal Dosis50

SPSS = Statistical Product and Service Solution

WHO = World Health Organization


(15)

PENENTUAN LC

50

DARI

GETAH BUAH PEPAYA(

Carica Papaya

L) TERHADAP

IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Salah satu tanaman yang memiliki kandungan enzim papain dan

kimopapain adalah getah buah pepaya. Getah pepaya juga menghasilkan senyawa–senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan asam amino nonprotein yang sangat beracun bagi serangga sehingga menyebabkan kematian. Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal. LC50 merupakan

konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ikan sebanyak 330 ekor untuk percobaan penentuan LC50 dengan konsentrasi berbeda secara berulang yang

diberikan di dalam akuarium (wadah uji) pada hewan uji selama 7 hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC50 dan efek toksik dari getah

buah pepaya terhadap ikan nila.

Sebanyak 600 g getah buah pepaya dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai, kemudian encerkan getah buah pepaya dengan aquades sampai 10 L larutkan 15 gram sabun colek kedalam larutan. Diamkan selama 24 jam lalu saring, cukupkan dengan aquades sampai volume 15 L sehingga didapat larutan getah buah pepaya 15 L (larutan stock 40000 ppm). Selanjutnya larutan yang diperoleh diuji toksisitas LC50 dengan membagi 7 kelompok akuarium, yaitu

kelompok 0 ppm sebagai kelompok kontrol, 4 ppm, 20 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 2500 ppm dan 12500 ppm. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat gejala toksisitasnya, kematian hewan uji dan LC50 kemudian dianalisis dengan uji One Sample T-Test menggunakan program SPSS versi 17.

Hasil persentase kematian ikan nila terhadap getah buah pepaya pada kelompok kontrol (0 ppm), 4 ppm, dan 20 ppm, tidak mengalami kematian hewan uji. Kelompok 100 ppm 13%, kelompok 500 ppm 63%, kelompok 2500 ppm 100%, dan kelompok 12500 ppm sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap antara kelompok konsentrasi dengan p < 0,05. Nilai LC50 yang diperoleh dari getah buah pepaya adalah

65,78667 ppm dengan menunjukkan interval konfidensi 37,1597 ppm < LC50 < 94,4136 ppm yang memiliki daya yang cukup toksik.


(16)

LC

50

DETERMINATION OF

PAPAYA (Carica papaya L.) LATEX

AGAINST TILAPIA (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

One plant that contains the enzyme papain and papaya fruit kimopapain is sap. Papaya latex compounds also produce alkaloids, terpenoids, flavonoids, and nonprotein amino acid which is highly toxic to insects, causing death. Acute toxicity is the degree of the toxic effects of a compound that occurs in brief ( 24 hours ) after administration of single doses. LC50 is the concentration that causes the death of as many as 50 % of the test organisms. The test is performed by using as many as 330 fish tails to experiment with different concentrations LC50

determination repeatedly given in the aquarium ( test containers ) in test animals for 7 days. The purpose of this study was to determine the LC50 and toxic effects

of papaya latex to tilapia.

A total of 600 g of fruit papaya latex inserted into a suitable container, then dilute with distilled water papaya latex to 10 L dissolve 15 grams of soap in the solution. Let stand for 24 hours then strain, both

ends meet with distilled water to a volume of 15 L in order to get a solution of 15 L papaya latex (40000 ppm stock solution). Furthermore, the solution obtained by dividing the LC50 toxicity tested 7 aquarium

groups, namely the 0 ppm as the control group, 4 ppm, 20 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 2500 ppm and 12500 ppm. The observations made are seeing symptoms of toxicity, mortality and LC50 test animals then were

analyzed by One Sample T-test using SPSS version 17.

The results of the percentage of deaths tilapia against papaya fruit sap in the control group (0 ppm), 4 ppm, and 20 ppm, not dying of test animals. 100 ppm group 13%, 63 % group of 500 ppm, 2500 ppm group 100%, and 12500 ppm group at 100%. The results showed that there are significant differences between groups on the concentration of p < 0.05. LC50 from papaya latex value obtained is 65.78667 ppm to show confidence

intervals 37.1597 ppm < LC50 < 94.4136 ppm has enough power toxic.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi

secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal. LC50 merupakan

salah satu parameter yang dapat menentukan derajat toksisitas bahan kimia

terhadap makhluk hidup. LC50 yang didefinisikan konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji (Rossiana, dkk., 2007).

Uji toksisitas ini mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan waktu

pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah

satu biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan, dengan syarat

harus mempunyai kepekaan tinggi yang memenuhi syarat umur, berat, dan

panjang, serta sesuai dengan ikan yang hidup di perairan yang telah dalam

keadaan tercemar (Pratiwi, dkk., 2012).

Ikan adalah organisme yang paling sering digunakan sebagai bioindikator

pencemaran air. Ikan nila termasuk ikan yang mudah untuk dibudidayakan dan

mampu bertahan hidup diperairan yang kondisinya sangat jelek, karena itu ikan

nila sering dijadikan sebagai petunjuk adanya perubahan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, terutama pengaruh kualitas air (Wulandari, dkk., 2013).

Tanaman pepaya merupakan salah satu tanaman yang akan diuji toksisitas

akut. Bagian tanaman yang digunakan yaitu getah buah pepaya yang memiliki

kandungan enzim papain dan kimopapain. Berasal dari famili Caricaceae yaitu

spesies Carica papaya L. (pepaya). Tanaman ini sudah dikenal oleh masyarakat


(18)

seluruh bagian tanaman, namun getah pepaya yang paling banyak dan memiliki

daya enzimatik tinggi terdapat pada buah yang masih muda (Muhidin, 2003).

Penelitian yang dilakukan mengenai getah buah pepaya adalah tentang

potensi getah buah pepaya (Carica papaya L.) terhadap mortalitas larva nyamuk

Aedes albopictus (Wulandari, dkk., 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Konno (2004), getah pepaya mengandung kelompok enzim sistein protease

seperti papain dan kimopapain. Getah pepaya juga menghasilkan

senyawa-senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan asam amino

nonprotein yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Adanya

kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam tanaman pepaya yang terkandung

dapat mematikan organisme pengganggu (Julaily, dkk., 2013). Maka peneliti

tertarik melakukan penelitian ini untuk mengetahui LC50 dari pengaruh getah buah


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian

ini adalah :

a. Apakah getah buah pepaya berpengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila?

b. Apakah terdapat perbedaan nilai LC50 dari getah buah pepaya terhadap ikan

nila pada setiap kelompok?

c. Apakah getah buah pepaya termasuk kategori toksik terhadap ikan nila?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah :

a. Getah buah pepaya berpengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila.

b. Terdapat perbedaan nilai LC50 dari getah buah pepaya terhadap ikan nila

pada setiap kelompok.

c. Getah buah pepaya termasuk kategori cukup toksik pada ikan nila.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Pengaruh getah buah pepaya terhadap gejala toksisitas ikan nila.

b. Tingkat toksik dari pemberian getah buah pepaya terhadap ikan nila yang

diukur dengan penilaian LC50.

c. Kategori toksisitas dari getah buah pepaya terhadap kematian ikan nila.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi mengenai efek toksik pada pestisida alami dari getah


(20)

b. Memberikan informasi mengenai batasan keamanan konsentrasi pestisida

alami dari getah buah pepaya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini pada Gambar 1.1 dibawah ini.

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Potensi

ketoksikan (pada ikan nila)

Kematian Hewan

Gejala toksik Larutan Getah

Buah Pepaya 0 ppm 4 ppm 20 ppm 100 ppm 500 ppm 2500 ppm


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan pepaya (Carica papaya L.) sebagai berikut

(Herbarium Bandungense, 2012):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

2.1.2 Nama Daerah

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) di Indonesia memiliki berbagai macam

nama daerah seperti: Sumatera: Kabaelo, peute, pastelo, embetik, betik, bala,

sikailo, kates, kepaya, kustela, papaya, pepaya, singsile, batiek, kalikih, pancene,

pisang katuka, pisang patuka, pisang pelo, gedang, punti kayu. Jawa: Gedang,

ketela gantung, kates, gedhang. Kalimantan: Bua medung, pisang malaka, buah

dong, majan, pisang mentela, gadang , bandas. Nusa Tenggara: Gedang, kates,

kampaja, kalu jawa, padu, kaut panja, kalailu, paja, kapala, hango, muu jawa,

muku jawa, kasi. Sulawesi: Kapalay, papaya, pepaya, keliki, sumoyori, unti jawa,


(22)

papaen, papai, papaya, sempain, tapaya, kapaya. Papua: Sampain, asawa, menam,

siberiani, tapaya (Iman, 2009).

2.1.3 Nama Asing

Inggris: papaya, paw paw. Melayu: Betik, ketelah, kepaya. Vietnam: Du du.

Thailand: Mala kaw. Pilipina: Kapaya, lapaya. Cina: fan mu gua (Iman, 2009).

2.1.4 Deskripsi

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman berasal Meksiko bagian

selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke benua

Afrika dan Asia. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis

termasuk Indonesia di abad ke-17 (Setiaji, 2009). Pepaya tersebar hampir di

seluruh kepulauan yang dapat tumbuh di daerah basah hingga kering, dataran

maupun pegunungan dan pada ketinggian 1 - 1000 meter dari permukaan air laut

(BPOM RI, 2010).

Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat di manfaatkan mulai dari daun,

batang, akar, maupun buah (Warisno, 2003). Buah pepaya tergolong buah yang

popular dan digemari oleh hampir seluruh penduduk penghuni bumi ini. Batang,

daun dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini

mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut

papain (Moehd, 1999).

2.1.5 Morfologi Tumbuhan

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang

tidak berkayu. bulat, silindris, berongga dan berwarna putih kehijauan. Tinggi

tanaman berkisar antara 5 - 10 meter dengan akar yang kuat. Tanaman pepaya


(23)

Ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang panjang,

berbentuk bulat dan berlubang. Daun pepaya berkumpul di ujung batang,

bertulang menjari dengan warna permukaan atas hijau tua, sedangkan warna

permukaan bawah hijau muda. Buah berbentuk bulat hingga memanjang

tergantung jenisnya, buah muda berwarna hijau sedangkan buah tua berwarna

jingga/kekuningan, buah berongga besar di tengahnya, tangkai buah pendek. Biji

pepaya berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis (Muhlisah, 2007).

Ditinjau dari macam bunganya, pepaya digolongkan menjadi tiga, yaitu

pepaya jantan, pepaya betina dan pepaya sempurna. Pepaya jantan mudah dikenal

karena ia memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan

bercabang. Bunga pertama yang terdapat pada pangkal tangkai adalah bunga

jantan. Bunga jantan ini memiliki ciri-ciri putik atau bakal buah yang tidak

berkepala karenanya tidak dapat menjadi buah, sedangkan benang sari susunannya

sempurna. Pepaya betina hanya menghasilkan bunga betina, bakal buahnya

sempurna dan tidak berbenang sari, untuk dapat menjadi buah harus diserbuki

bunga jantan dari luar. Pepaya betina berbunga sepanjang tahun, buah bulat,

bertangkai pendek. Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya,

ia memiliki bakal buah dan benang sari. Oleh karena itu pepaya sempurna dapat

melakukan penyerbukan sendiri (Rochmatul, 2003).

2.1.6 Kandungan Kimia Tanaman Pepaya

Kandungan kimia pada daun pepaya terdapat enzim papain, alkaloid

karpaina, pseudo-karpaina, glikosid karposid dan saponin. Buah pepaya terdapat


(24)

mengandung papain, kemopapain, lisozim, lipase dan glutamin sedangkan pada

biji pepaya terdapat glukosida kakirin dan alkaloid karpain (Dalimartha, 2003).

2.1.7 Manfaat Tumbuhan

Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Daun pepaya muda, bunga,

buah yang masih mentah dapat dibuat sebagai bahan berbagai ragam sayuran.

Selain itu, buah pepaya, terutama yang masak mengkal, digunakan juga sebagai

salah satu buah untuk rujak dan asinan. Sebagai buah segar, buah pepaya dapat

dibuat manisan, buah dalam sirup, saus, selai, dan sebagainya. Sari akar tanaman

pepaya dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing batu, penyakit saluran

kencing, dan cacing kremi. Batang, daun dan buah pepaya muda mengandung

getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau

enzim proteolitik yang disebut papain. Lalap daun pepaya muda yang dapat

menambah nafsu makan diduga disebabkan oleh enzim ini (Kalie, 1996).

Buah pepaya yang masih mengkal memiliki efek menggugurkan kandungan,

sedangkan buah pepaya yang sudah matang berkhasiat untuk melancarkan

gangguan sistem pencernaan, selain itu dalam buah pepaya terdapat enzim papain

sebagai enzim proteolitik, yaitu enzim yang dapat mengurai dan memecah protein

(Warisno, 2003).

Sebagai enzim proteolitik, papain banyak digunakan untuk berbagai macam

keperluan antara lain: penjernih bir, pengempuk daging, bahan baku industri

penyamak kulit, serta digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika


(25)

2.2 Pestisida

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur

maupun gulma, sehingga pestisida dikelompokkan menjadi: Insektisida

(pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh

tanaman pengganggu/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan

memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga

digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, lalat, kecoa, dan

berbagai serangga penganggu lainnya, akan tetapi pestisida ini secara nyata

banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Bermacam jenis pestisida

telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat

menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik

pada serangga. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka

penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan

bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (Djunaedy, 2009).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari

tumbuhan yang berkhasiat mengendalikan serangan hama. Cara kerja pestisida

nabati sangat spesifik (Djojosumartono, 2004):

- Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa,

- Menghambat pergantian kulit,

- Mengganggu komunikasi serangga,

- Menyebabkan serangga menolak makan,

- Menghambat reproduksi serangga betina,

- Mengurangi nafsu makan,


(26)

- Mengusir serangga, dan

- Menghambat perkembangan patogen penyakit.

Pestisida alami merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik

dari daun, buah, biji, atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder

dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Djunaedy, 2009).

Meskipun disebut ramah lingkungan, tidak berarti pestisida alami memiliki daya

racun (toksisitas) yang rendah. Beberapa jenis pestisida botani seperti nikotin,

memiliki daya racun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pestisida sintetis,

terutama jika termakan. Dengan demikian penggunaan pestisida alami juga perlu

diperhatikan toksisitasnya terhadap organisme non sasaran (Novizan, 2004).

2.3 Keracunan Pestisida

Di samping manfaat yang diberikan, pestisida juga sekaligus memiliki

potensi untuk dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Tercemarnya

tanah, air, udara dan unsur lingkungan lainnya oleh pestisida, dapat berpengaruh

buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia dan kelestarian

lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan pada umumnya terjadi karena

penanganan pestisida yang tidak tepat dan sifat fisiko kimia pestisidanya

(Suprapti, 2011).

Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup)

berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pestisida

tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta

melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori

atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak


(27)

lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang

terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan

(air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau

dirubah menjadi zat yang tidak beracun karena kuatnya ikatan kimianya. Ada di

antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah tapi hasil rombakan

masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di

dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih

beracun (Ngatidjan, 2006).

Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau

serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan

jatuh ke tanaman, atau perairan di sekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke

udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan

kemudian mengalami metabolisme karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida

yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu,

kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Penguraian bahan pestisida tersebut

tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal

inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi

oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari, dan jenis dari pestisida

tersebut (Pohan, 2004).

Pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung akibat adanya

pencemaran pestisida akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan

hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Pengaruh secara langsung

disebabkan oleh akumulasi pestisida dalam organ-organ tubuh akibat tertelan


(28)

pernafasan sehingga dapat mematikan ikan budidaya dalam jangka waktu tertentu,

sedangkan secara tidak langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap

penyakit dan terhambatnya pertumbuhan ikan (Mega dan Abdulgani, 2013).

2.4 Kualitas Air

Air merupakan media vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai

akan memecahkan masalah dalam budidaya ikan secara intensif, yaitu dengan

menghanyutkan berbagai kumpulan dari bahan buangan dan bahan beracun

sehingga kondisi air optimal untuk pemeliharaan. Selain jumlah air yang tersedia,

kualitas air memenuhi syarat adalah salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan.

Kemampuan ikan untuk mengonsumsi oksigen dipengaruhi oleh toleransi ikan

terhadap stres, temperatur/suhu air, pH, dan konsentrasi CO2 serta sisa metabolism

lain seperti amoniak (Taurusman, 1996).

Kandungan oksigen yang terlarut berbeda dalam air mempunyai pengaruh

yang berbeda bagi organisme akuatik. Suhu merupakan faktor abiotik diduga

memiliki pengaruh besar terhadap toksisitas suatu bahan kepada ikan. Suhu

perairan yang semakin tinggi akan menyebabkan metabolisme ikan yang semakin

meningkat dan berakibat meningkatnya kadar amoniak dalam air (Puspowardoyo

dan Abbas, 1992).

Cara terbaik untuk menjamin kadar oksigen terlarut dalam air tetap tinggi

adalah dengan mempertahankan air tetap bersuhu rendah, mengganti air dalam

wadah dengan air yang baru serta mempertahankan oksigen melalui proses difusi

yang cukup, yaitu dengan aerasi yang menimbulkan gerakan air yang sedang atau


(29)

2.4.1 Parameter Kualitas Air

Untuk menghindari terjadinya wabah penyakit akibat kualitas air yang tidak

baik, sebaiknya air yang akan dimanfaatkan untuk memelihara ikan dianalisis

terlebih dahulu. Pemeriksaan air ditujukan terhadap sifat fisika, kimia, dan

keadaan biota air lainnya, khususnya makhluk hidup yang berpotensi mengganggu

kehidupan ikan, baik berupa pemangsa (predator), pesaing (kompetitor) ataupun

jasad penyebab penyakit (patogen). Dengan demikian, air yang digunakan

benar-benar sesuai bagi kehidupan ikan yang akan dipelihara (Daelami, 2001).

1. Oksigen terlarut

Oksigen diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan

untuk aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Dalam

pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal

untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stres sehingga

mudah terserang penyakit (Sucipto dan Prihartono, 2005).

2. Suhu

Semua jenis ikan umumnya mempunyai toleransi yang rendah terhadap

perubahan suhu air. Terjadinya kenaikan maupun penurunan yang besar berakibat

kurang baik bagi kehidupan ikan. Perubahan suhu ini dampaknya akan tampak

jelas terutama bila terjadi perubahan dari dingin ke panas. Dampak yang jelas

terlihat adalah stress dengan gejala ikan berenang melonjak-lonjak, mengapung

dan bernafas di permukaan, serta terjadi kematian bila hal tersebut berlangsung

relatif lama. Kisaran suhu yang baik bagi kepentingan budidaya ikan adalah antara

25 - 320C. Kisaran suhu ini umumnya terjadi di daerah beriklim tropis, seperti


(30)

3. Derajat keasaman (pH)

Keadaan pH yang dapat mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang terlalu

rendah (sangat asam) atau sebaliknya terlalu tinggi (sangat basa). Setiap jenis ikan

akan memperlihatkan respon yang berbeda terhadap perubahan pH dan dampak

yang ditimbulkannya berbeda (Daelami, 2001).

4. Amoniak

Amonia di perairan berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik (protein

dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari

dekomposisi bahan organik (biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh

mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi.

2.5 Mortalitas

Mortalitas atau kematian adalah merupakan keadaan hilangnya semua

tanda-tanda kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah

kelahiran hidup (WHO, 1992). Kematian dapat menimpa kapan saja dan dimana

saja. Mortalitas merupakan ukuran jumlah kematian pada suatu populasi, skala

besar suatu populasi, per dikali satuan (Daelami, 2001).

2.6 Toksisitas

Toksisitas adalah daya racun yang berarti kemampuan suatu bahan atau zat

yang menyebabkan keracunan. Toksikan adalah bahan atau agent yang mampu

menghasilkan efek merugikan pada system biologi yang akan menyebabkan

kematian. Beberapa toksikan yang disebutkan seperti pestisida, klorin, limbah

industri yang bersifat racun dan karsinogenik (Koeman, 1983).

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat


(31)

pemantauan rutin suatu limbah. Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan

uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan yang berfungsi

untuk mengetahui apakah effluent atau badan perairan penerima mengandung

senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut. Pengaruh

zat pencemar antara lain berhubungan dengan lamanya pajanan/pemaparan serta

konsentrasi atau dosis zat pencemar. Untuk melihat berbagai efek yang

berhubungan dengan waktu pemaparan. Uji toksisitas akut (LC50 dan LD50),

dilakukan dengan memberikan zat kimia/toksikan yang sedang diuji sebanyak satu

kali dalam jangka waktu singkat (24, 48, 96 jam) (Rossiana, dkk., 2007).

Parameter yang diukur biasanya berupa kematian hewan uji, yang hasilnya

dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji

(LC50) dalam waktu yang relatif pendek satu sampai empat hari (Husni dan

Esmiralda, 2010).

Sebelum percobaan toksisitas dilakukan, sebaiknya telah ada data mengenai

identifikasi, sifat obat, dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk

mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan untuk meneliti berbagai

efek yang berhubungan dengan cara dan waktu pemberian suatu sediaan obat.

Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu

kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut berulang-ulang, biasanya


(32)

hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Namun,

beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya

pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.

3. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang selama 3 - 6

bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit dan 24 bulan

untuk tikus. Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan

bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Pengujian toksisitas suatu

senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas

khusus. Pengujian toksisitas umum meliputi pengujian toksisitas akut, subkronik,

dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, karsinogenik,

mutagenik, teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan tingkah laku (Manggung,

2008).

Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi

yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Toksisitas

suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu

organisme hidup. Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan

mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan,

pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan

kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium dan pemaparan bahan kimia terhadap

manusia (Retnomurti, 2008).

Uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan

dan waktu pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan


(33)

dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi yang memenuhi syarat umur,

berat, dan panjang, serta sesuai dengan ikan yang hidup di perairan yang telah

dalam keadaan tercemar (Pratiwi, dkk., 2012).

Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multiple

dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat,

biasanya reversibel yang secara statistik dapat menyebabkan kematian 50% dari

hewan percobaan dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50 sangat berguna untuk

menentukan klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya.

2.6.1 Lethal Concentration (LC50)

LC50 (Lethal Concentration) merupakan konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik

dan perhitungan. Berdasarkan waktu lamanya, metode penambahan larutan uji dan

maksud serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term

bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka

panjang (long term bioassay). Klasifikasi menurut metode penambahan larutan

atau cara aliran larutan, yaitu uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan

(renewal biossay), mengalir (flow trough bioassay).

b) Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas

air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta

daya tahan dan pertumbuhan organisme uji (Rossiana, 2006).

Untuk mengetahui efek zat pencemar terhadap biota dalam suatu perairan,

perlu dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota yang ada yaitu


(34)

mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat

menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis (Pratiwi, dkk., 2012).

2.7 Ikan Nila

Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun

menurut klasifikasi terbaru pada tahun 1982 nama ilmiah ikan nila berubah

menjadi Oreochromis niloticus (Kordi, 2004).

2.7.1 Klasifikasi Ikan Nila

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Subkelas : Acanthopterygii

Ordo : Percomorphi

SubOrdo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

2.7.2 Morfologi Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis nilotica) memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari

keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing.

Tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan

agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila

lokal putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila berukuran


(35)

bervariasi tergantung pada strain atau jenisnya. Mata ikan nila berbentuk bulat

menonjol, dan bagian tepi berwarna putih. Ciri pada ikan nila adalah garis vertikal

yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga

terdapat di sirip punggung dan sirip dubur (Rukmana,1997).

Morfologi dan anatomi ikan nila (Oreocrhomis nilotica) dapat dilihat

sebagai berikut (Amri dan Khairuman, 2003).

Gambar 2.1 Morfologi dan Anatomi Ikan Nila

Ikan nila berwarna putih kehitaman, makin ke perut makin terang. Ikan nila

mempunyai garis vertikal 9 - 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor

terdapat 6 - 12 garis melintang yang ujungnya berwana kemerah-merahan,

sedangkan punggungnya terdapat garis-garis miring. Letak mulut ikan terminal,

garis rusuk (Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian, letaknya memanjang di

atas sirip dada dengan jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah (Andrianto, 2005).

Seperti ikan yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum

tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot

badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4 - 5 bulan (100 - 150 g)


(36)

lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang

lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan

nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat

2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di

belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur yang

masak, dan perutnya tampak membesar (Adrianto, 2005).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang

paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila kini banyak dibudi dayakan

di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis

air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila juga tahan

terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna

makanan secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.

Para pakar budidaya ikan dari Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO

menganjurkan agar ikan nila ini dibudidayakan karena dapat dipelihara di kolam


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan

penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pelarutan getah buah

pepaya, penyiapan hewan percobaan, penentuan nilai LC50 larutan getah buah

pepaya, pengamatan gejala toksisitas dan kematian.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium ukuran 50cm

x 20 cm x 30 cm sebanyak 6 buah, aerator sebanyak 6 buah, selang, gayung

plastik, jaring ikan, corong, ember, perlengkapan untuk penyadapan getah buah

pepaya seperti silet, baskom, dan beaker glas. Gelas ukur 1000 ml sebanyak 1

buah, gelas ukur 250 ml sebanyak 1 buah, gelas ukur 10 ml sebanyak 1 buah,

spuit 5 ml, jirigen 5 liter sebanyak 3 buah, neraca hewan (Presica Geniweigher

GW-1500), neraca digital (Vibra), neraca kasar (ohaus).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tumbuhan

dari getah buah pepaya (Carica papaya L), sabun colek ekonomi, akuades.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang akan digunakan adalah ikan nila sebanyak 330 ekor,

yang mempunyai ukuran panjang tubuh 6,48 ± 2,74 cm dengan

berat 2,09 ± 0,02 g, umur sekitar 1 - 1,5 bulan. Diperoleh dari Soponta Jual Beli

Ikan Tanjung Morawa Medan. Hewan ini diaklimatisasi selama 7 - 14 hari dengan


(38)

serta menghilangkan stres akibat transportasi sehingga dianggap memenuhi syarat

untuk penelitian (Nofyan, 2005).

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan uji di pelihara dan

dirawat dengan sebaik-baiknya pada akuarium dan selalu dijaga kebersihannya.

Hewan uji ini akan berenang dalam air secara normal dengan cukup lincah.

Hewan yang sehat ditandai dengan pertumbuhan dan suhu badan normal

(DepKes RI, 1979).

3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan sampel yang sama dari daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah buah pepaya yang di peroleh dari Klambir 5,

Kecamatan Hamparan Perak, Sumatera Utara. Sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah getah buah pepaya.

3.3.2 Pengolahan Sampel

Sampel getah buah pepaya (Carica papaya L). Buah pepaya mengkal yang

telah berumur 2 - 3 bulan diambil dengan cara menyadap. Penyadapan dilakukan

dengan menorehkan alat sadap pada kulit buah dari pangkal menuju ujung buah.

Kedalaman torehan antara 1 - 2 mm, lalu ditampung dengan wadah. Buah yang

sedang dalam masa penyadapan harus tetap tergantung pada batang pohonnya.

Untuk penyimpanan kumpulkan getah buah pepaya pada satu wadah yang tertutup

rapat. Wadah harus selalu tertutup rapat agar terhindar dari panas, udara, dan

kotoran. Getah buah pepaya dalam penyimpanan mengaglutinasi. Selanjutnya


(39)

3.4 Pembuatan Larutan Getah Pepaya

Sebanyak 600 g getah buah pepaya dimasukkan ke dalam wadah yang

sesuai, kemudian encerkan getah buah pepaya dengan aquades sampai 10 L

tambahkan 15 gram sabun colek kedalam larutan, cukupkan dengan aquades

hingga volume 15 L. Larutan tersebut diamkan selama 24 jam lalu saring, Didapat

larutan getah buah pepaya 15 L (larutan stock 40000 ppm) (Utami, 2008).

3.5 Pengujian Efek Toksisitas

Pengujian efek toksisitas meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan

larutan getah buah pepaya, percobaan pendahuluan, pengujian toksisitas LC50

pada ikan nila, pengamatan meliputi gejala toksisitas dan kematian hewan

(Rudiyanti, 2010).

3.5.1 Uji Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi

kritis bahan uji yang akan digunakan untuk uji toksisitas LC50. Hewan uji

sebanyak 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 10 ekor ikan dan dimasukkan

ke dalam akuarium yang berisi 15 L air dengan konsentrasi bahan uji adalah 0

ppm (kontrol), 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, dan 10000 ppm. Selama

percobaan berlangsung hewan uji diberi makan. Pengamatan dilakukan selama

7 hari dengan 2 kali pengulangan. Hewan uji yang mati pada waktu pengamatan

segera dikeluarkan dari media uji untuk menghindari kemungkinan perubahan

kualitas air yang bukan disebabkan oleh bahan uji. Amati pula tingkah laku hewan


(40)

Tabel 3.1 Konsentrasi Uji Pendahuluan

Kelompok Jumlah Ikan Konsentrasi (ppm)

Kontrol 10 0

1 10 1

2 10 10

3 10 100

4 10 1000

5 10 10000

Keterangan :

a. kelompok kontrol diberi air 0 ppm

b. kelompok (1) akuarium yang diberikan konsentrasi GBP 1 ppm c. kelompok (2) akuarium yang diberikan konsentrasi GBP 10 ppm d. kelompok (3) akuarium yang diberikan konsentrasi GBP 100 ppm e. kelompok (4) akuarium yang diberikan konsentrasi GBP 1000 ppm f. kelompok (5) akuarium yang diberikan konsentrasi GBP 10000 ppm

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati gejala toksisitas dan dilihat

jumlah kematian hewan yang terjadi. Kemudian ditentukan dosis yang akan

digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji toksisitas LC50.

3.5.2 Penentuan Nilai LC50

Setelah tujuh konsentrasi getah buah pepaya diketahui, maka dipilih tujuh

konsentrasi yang berbeda, yaitu : 0 ppm, 4 ppm, 20 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 2500

ppm, dan 12500 ppm. Ketujuh konsentrasi tersebut selanjutnya digunakan dalam

penentuan LC50 (Dinnel, 1994).

Hewan uji sebanyak 10 individu dimasukkan ke dalam setiap wadah

percobaan (7 wadah uji) yang berisi 15 L air dan bahan uji dengan konsentrasi

yang telah ditentukan, setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan.

Selama percobaan berlangsung hewan uji diberi makan. Pengamatan

dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-7 dan yang mati dicatat. Hewan uji


(41)

Tabel 3.2 Konsentrasi Penentuan LC50

Kelompok Jumlah Ikan Konsentrasi (ppm)

1 10 0

2 10 4

3 10 20

4 10 100

5 10 500

6 10 2500

7 10 12500

Keterangan :

a. kelompok (1) akuarium yang diberi konsentrasi 0 ppm b. kelompok (2) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 4 ppm c. kelompok (3) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 20 ppm d. kelompok (4) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 100 ppm e. kelompok (5) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 500 ppm f. kelompok (6) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 2500 ppm g. kelompok (7) akuarium yang diberi konsentrasi GBP 12500 ppm

3.6 Pengamatan

Pengamatan terhadap hewan uji dilakukan selama 7 hari dengan

pengulangan sebanyak 3 kali, pengamatan yang dilakukan berupa gejala toksisitas

dan kematian hewan uji.

3.6.1Gejala Toksisitas

Pestisida dapat memberikan pengaruh pada pola tingkah laku, arah gerakan

dan persepsi terhadap rangsangan. Bahwa ikan yang terkena racun pestisida dapat

diketahui dengan gerakan yang tidak teratur, gelisah, hilang keseimbangan, tidak

selera makan, dan cenderung berada didasar (Metelev, dkk., 1983). Secara gejala

toksik hewan yang terkontaminasi memperlihatkan gejala stress, ditandai dengan

gerakan yang kurang stabil dan cenderung berada didasar (Sudarmo, 1991).

3.6.2 Kematian Hewan

Ikan nila diamati kematiannya dari hari pertama sampai hari ketujuh.


(42)

3.7 Analisa Data

Data dianalisis dengan uji One Sample T-Test untuk melihat perbedaan

nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Larutan Getah Buah Pepaya

Hasil larutan getah buah pepaya yang diperoleh sebanyak 15 liter.

4.2 Hasil Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan pemberian larutan getah buah pepaya (GBP)

dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan ditemukan adanya kematian

pada ikan uji pada konsentrasi 100 ppm, 1000 ppm, dan 10000 ppm dengan

ditandai gejala toksisitas yang dialami ikan uji. Hasil uji pendahuluan dapat dilihat

seperti berikut :

Tabel 4.1 Hasil data uji pendahuluan pertama pemberian larutan getah buah pepaya pada ikan nila

Waktu Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Percobaan- 1 Kontrol -

1 ppm -

10 ppm -

100 ppm 4 ekor

1000 ppm 10 ekor

10000 ppm 10 ekor

Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan percobaan pertama penelitian

untuk uji pendahuluan yang dilakukan selama 7 hari terlihat bahwa adanya

kematian pada ikan nila pada kelompok konsentrasi 100 ppm sebanyak 4 ekor,

1000 ppm dan 10000 ppm mengalami kematian ikan nila sebanyak 10 ekor.

Percobaan kedua yang dilanjutkan dari penelitian sebelumnya seperti

terlihat pada Tabel 4.2. Adanya perbedaan jumlah kematian ikan pada konsentrasi

100 ppm sebanyak 3 ekor, konsentrasi 1000 ppm dan 10000 ppm sebanyak

10 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian getah buah pepaya pada sediaan


(44)

Tabel 4.2 Hasil data uji pendahuluan kedua pemberian larutan getah buah pepaya pada kematian ikan nila

Waktu Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Percobaan- 2 Kontrol -

1 ppm -

10 ppm -

100 ppm 3 ekor

1000 ppm 10 ekor

10000 ppm 10 ekor

4.3 Hasil Pengamatan Kematian Ikan

Hasil pengamatan kematian ikan nila dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil persentase kematian ikan nila

Konsentrasi (ppm)

Kematian ikan nila (ekor)

Rata-rata (%) Percobaan I Percobaan II Perobaan III

Kontrol - - - -

4 - - - -

20 - - - -

100 2 1 1 13

500 5 6 8 63

2500 10 10 10 100

12500 10 10 10 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persentase kematian ikan

nila selama perlakuan 7 hari dengan 3 kali pengulangan, getah buah pepaya dapat

menyebabkan kematian ikan nila mulai dari konsentrasi 100 ppm hingga

konsentrasi 12500 ppm. Konsentrasi 12500 ppm mengakibatkan kematian ikan

nila 100% selama percobaan, konsentrasi 2500 ppm mengakibatkan kematian ikan

nila 100% selama percobaan, konsentrasi 500 ppm mengakibatkan kematian ikan

nila 63% pada rata-rata selama percobaan, dan konsentrasi 100 ppm

mengakibatkan kematian ikan nila 13% pada rata-rata selama percobaan.

Persentase mortalitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 12500 ppm dan 2500 ppm


(45)

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi getah

buah pepaya semakin tinggi kematian ikan nila. Kematian ikan nila diduga

disebabkan oleh masuknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam

getah buah pepaya berupa alkaloid dan enzim-enzim pemecah protein (proteolitik)

yaitu papain dan khimopapain melalui kulit, saluran pencernaan, dan saluran

pernapasan. Menurut Lu (1995), yang menyatakan bahwa jalur masuknya

senyawa toksik dalam tubuh hewan adalah melalui pori-pori kulit, saluran

pencernaan, dan siphon (sistem respirasi). Senyawa-senyawa toksik tersebut

menyebabkan rusaknya sel-sel kulit, pencernaan dan penyerapan makanan tidak

terjadi, sulit untuk bernapas, dan akhirnya mati (Dinata, 2008). Efek toksik

merupakan efek yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian

(Priyanto, 2009).

4.4 Hasil Penentuan Nilai LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila

Penentuan nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan cara perhitungan

dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979), berikut hasil data nilai LC50 terhadap

kematian ikan nila dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Nilai LC50 Getah Buah Pepaya Terhadap Kematian Ikan Nila

Kelompok Nilai LC50

Percobaan ke-1 72, 44 ppm

Percobaan ke-2 72, 44 ppm

Percobaan ke-3 52, 48 ppm

Rata-rata ± SD 65, 78 ppm ± 11,5239 ppm

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa nilai LC50 rata-rata adalah 65,78 ppm

dengan standar deviasi yang di dapat 11,5239 ppm. Pada waktu percobaan


(46)

ikan nila. Karena apabila nilai LC50 berada di range 10 ppm – 100 ppm maka

dinyatakan memiliki arti cukup toksik (Metelev, dkk., 1983). Nilai LC50

percobaan pertama dan kedua yang adalah 72,44 ppm yang artinya menyebabkan

kematian 50% pada ikan nila. Pada percobaan ketiga nilai LC50 yang diperoleh

52,48 ppm yang artinya menyebabkan kematian 50% pada ikan nila.

4.5 Pengamatan

Pengamatan secara visual terhadap hewan uji selama penelitian terlihat

bahwa hewan uji mengalami perubahan tinglah laku. Ikan dapat menunjukkan

reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar

yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu (Utami, 2008).

4.6 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas

Hasil pengamatan gejala toksisitas dapat dilihat dibawah ini :

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas Pada Ikan Nila

Kelompok

Konsentrasi Gelisah

Gerakan Tidak Teratur Hilang Keseimbangan Tidak Selera Makan Cenderung Berada didasar Mati 0 ppm (Kontrol) - - - -

4 ppm - - - -

20 ppm - - - -

100 ppm - -

-500 ppm -

2500 ppm 12500 ppm

Keterangan :

√ : Adanya gejala - : Tidak ada gejala

Berdasarkan tabel 4.5 terlihat pemberian getah buah pepaya pada kelompok

kontrol (0 ppm), 4 ppm, dan 20 ppm ikan nila tidak menunjukkan gejala toksisitas


(47)

dan 12500 ppm ditemukan gejala toksisitas yang berbeda antar kelompok

percobaan. Konsentrasi 100 ppm hanya terlihat menunjukkan gejala dengan

tingkah laku gerakan tidak teratur, tidak selera makan, dan mati. Konsentrasi 500

ppm menunjukkan kegelisahan, gerakan tidak teratur, tidak selera makan,

cenderung berada didasar, dan mati. Konsentrasi 2500 ppm dan 12500 ppm juga

ditemukan kegelisahan, gerakan tidak teratur, hilang keseimbangan, tidak selera

makan, cenderung berada didasar, dan mati.

Gejala toksisitas akan sangat membantu mendiagnosa adanya kelainan pada

ikan. Terlihat dengan tingkah laku gerakan tidak teratur, gelisah, hilang

keseimbangan, cenderung berada di dasar, tidak memiliki selera makan, dan mati

(Metelev,dkk., 1983). Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air

maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi

tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sifat dan intensitas gejala keracunan

akan sangat bergantung pada jenis racun, jumlah racun yang masuk ke dalam

tubuh, lamanya tubuh mengalami keracunan dan keadaan tubuh organisme yang

keracunan (Koeman, 1983).

4.7 Analisa Data

Data analisa statistik menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service Solution) versi 17 dengan taraf kepercayaan 95% dengan uji One Sample


(48)

Tabel 4.6 Uji statistik One Sample T-Test One-Sampel Statistics

N Rata-rata Std. Deviasi

Std. Kesalahan Rata-rata

LC50getahbuahpepaya 3 65,7867 11,52391 6,65333

One-Sampel Test

Nilai Tes = 0

T Df Sig. (2-tailed)

Perbedaan Rata-rata

95% Keyakinan Interval konfidensi

Lower Upper

LC50getahbuah

pepaya

9,888 2 ,010 65,78667 37,1597 94,4136

Tabel 3.6 diatas terlihat bahwa dari hasil uji One Sample T-test di peroleh p

value = 0,010 (p< 0,05) artinya nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 memiliki

perbedaan pengaruh yang bermakna pada antara kelompok perlakuan konsentrasi.

Dengan rata – rata nilai LC50 dengan standar deviasi adalah 65,78667 ppm

± 11,52391 ppm diperoleh dari berbagai kelompok perlakuan . Penyebaran nilai

LC50 yang sebenarnya dari interval konfidensi yaitu

37,1597 ppm < LC50 < 94,4136 ppm. Sebesar nilai tersebut menunjukkan bahwa

LC50 berada di range 10 ppm – 100 ppm maka dinyatakan larutan getah buah


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian penentuan nilai LC50 terhadap getah buah pepaya

(Carica papaya L.) pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah

dilaksanakan, maka kesimpulan penelitian ini adalah :

a. Getah buah pepaya memberikan pengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila.

Pada konsentrasi 12500 ppm dan 2500 ppm terlihat berpengaruh terhadap

gejala seperti gelisah, gerakan tidak teratur, cenderung berada di dasar, tidak

selera makan, hilang keseimbangan, dan mati. Pada konsentrasi 500 ppm dan

100 ppm terjadi gejala toksik seperti gelisah, gerakan tidak teratur, hilang

keseimbagan, cenderung berada didasar, tidak selera makan, dan mati.

Sedangkan pada konsentasi 20 ppm dan 4 ppm tidak terjadi gejala toksik dan

kematian ikan.

b. Terdapat perbedaan yang signifikan nilai LC50 dari getah buah pepaya

terhadap ikan nila pada setiap kelompok perlakuan karena p< 0,05. Nilai LC50

yang diperoleh pada perlakuan pertama dan kedua 72,44 ppm sedangkan

ketiga 52,48 ppm.

c. Getah buah pepaya memberikan efek cukup toksik. Nilai LC50 yang di

peroleh 65,78 ppm ± 11,52391 ppm.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T. T. (2005). Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Yogyakarta: Absolut. Halaman 22.

Amri, K., dan Khairuman. (2003). Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 45.

BPOM RI. (2010). Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Deputi Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Halaman 20.

Daelami. (2001). Usaha Pembenihan Ikan: Hias Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 17.

Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat. Jilid III. Jakarta: Penerbit Puspa Swara. Halaman 19.

DepKes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 7, 744, 748.

Dinata, A. (2008). Basmi Lalat Dengan Jeruk Manis. Litbang pemberantas

penyakit Bersumber Binatang. Balitbang Kesehatan DepKes RI. Halaman 17.

Dinnel, P.A. (1994). Toxicity Testing In The Marine Environment. Marine Science Education Project. Local Project Implementation Unit. 7(2): 42.

Djojosumarto, P. (2004). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 27.

Djunaedy, A. (2009). Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme Penganggu Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan. Embryo Article. 6(1): 88

Gufran, M. H. (2010). Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman 47.

Herbarium Bandungense. (2012). Carica papaya L. Sekolah Tinggi dan Teknologi Hayati. Diakses

Huet, M. (1994). Teextbook of Fish Culture, Breeding and Cultivation of Fish. 2nd Edititon. Finishing Newsbook Cambridge. Halaman 436.

Husni, H., dan Esmiralda. (2010). Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin). Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan. Halaman 1(33): 73.


(51)

Iman, M. N. (2009). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L) Terhadap Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus

Multiresisten Antibiotik. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi UMS. Halaman 4-5.

Julaily, N., Mukarlina., dan Setyawati, T.R. (2013). Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) Jurnal Protobiont. 2(3): 171-175.

Kalie, M.B. (1996). Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 2-24.

Kardinan, A. (2005). Pestisida Nabati Ramuan Dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Swadaya. Halaman 88-97.

Koeman, J. H. (1983). Pengantar Umum Toksisitas. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 97.

Konno, K. (2004). Papain Protects Papaya Trees fromHervivorous Insect: Role of Cysteine Proteasesin Latek. Plant Journal. 37(3): 370-378.

Kordi, K. M. G. (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 16.

Lu, F. C. (1995). Toksikologi Dasar. Semarang: UI Press. Halaman 57-68.

Manggung, R. E., R. (2008). Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose 50 (LD50)

Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Pada Mencit.

Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Halaman 47-48.

Mega, D. M., dan Abdulgani, N. (2013). Pengaruh Paparan Sub Lethal Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(2): 207-211.

Metelev, V.V., Kahaev A.L., dan Dzasokllova, N.G. (1983). Water Toxicology. America Publishing. New Delhi. Halaman 203.

Moehd, B. K., (1999). Bertanam Pepaya. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Halaman 27.

Muhidin, D. (2003). Agroindustri Papain dan Pektin. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 24.

Muhlisah, F. (2007). Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 54-56.


(52)

Muktiani. (2011). Bertanam Varietas Unggul Pepaya California. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Halaman 20.

Ngatidjan. (2006). Toksikologi. Bagian Farmakologi Dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Halaman 27.

Nofyan, E. (2005). Pengaruh Pemberian Pakan dari Sumber Nabati Dari Sumber Nabati Dan Hewani Terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy L.). Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(1):20

Novizan. (2004). Petunjuk Pemupukan Yang Efektif (TNH). Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 27.

Pohan, Nurhasmawaty. (2004). Pestisida dan Pencemarannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Halaman 6-15.

Pratiwi, Y., Sri, S., dan Winda, F. W. (2012). Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L.) Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan. Halaman 54-57.

Priyanto. (2009). Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI). Halaman 1-7.

Puspowardoyo, H. dan Abbas, S.D. (1992). Membudidayakan Gurami Secara Intensif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 21.

Retnomurti, H. P. (2008). Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Secara In Vivo. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Halaman 41-42.

Rochmatul, H.R. (2003). Mempelajari Proses Produksi Bubuk Pepaya Fermentasi Menggunakan Spray Dryer. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Halaman 12-13.

Rossiana, N. (2006). Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata King. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 5-10, 14.

Rossiana, N., Supriatun, T., dan Dhahiyat, Y. (2007). Fitoremediasi Limbah Cair Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) Dan Limbah Padat Industri Minyak Bumi Dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 25-26.

Rudiyanti, S. (2010). Toksisitas Ekstrak Daun Tembakau (Nicotina Tobacum)


(53)

Rukmana, R. (1997). Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 10-12.

Rumampuk, D.N., Tilaar, S., dan Wullur S. (2010). Median Lethal Concentration (LC-50) Insektisida Diklorometan Pada Nener Bandeng (Chanos-chanos forks).Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(2): 88.

Setiawan, N., Listiowati, A., Robisalmi., dan R, Febriyanti. (2012). Strain Ikan Nila Merah Hasil Pemuliaan. Yogyakarta: Unit Kerja Budidaya Air Tawar Cangkringan Dinas Kelautan dan Perikanan. Halaman 14.

Sucipto, A., dan Prihartono, R. E., (2005). Pembesaran Nila Merah Bangkok. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 47.

Sudarmo, S. (1991). Pestisida. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 130.

Suprapti, I. (2011). Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian. Halaman 30.

Taurusman, A.M. (1996). Toksisitas dan Daya Anaestesi Ekstrak Tembakau Komersial (Nicotiana tobacum) Terhadap Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Halaman 13-14.

Utami, A. (2008). Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati Dengan Ikan Mas. Skripsi. Semarang: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Halaman 52-54.

Warisno. (2003). Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 16.

Wudianto, R. (1994). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 47.

Wulandari, S., Arnentis., dan Sri Rahayu. (2013). Potensi Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes albopictus. Jurnal Biogenesis. 9(1): 67-68.


(54)

(55)

Lampiran 2. Tumbuhan Pepaya

a. Pohon Pepaya


(56)

Lampiran 3. Bagan Kerja Pembuatan Larutan Getah Buah Pepaya

D

Dimasukkan ke dalam bejana Ditambahkan akuades 10 liter

Ditambahkan 15 gram sabun colek dan dilarutkan

Ditambahkan lagi akuades sampai volume 15 L dan dilarutkan Didapatkan larutan getah buah pepaya 15 liter lalu diamkan 24 jam Disaring

Getah buah pepaya 600 (mg)

Ampas Larutan getah


(57)

(58)

Lampiran 5. Ikan Nila

a. Ukuran Ikan Nila


(59)

Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi

Sampel yang digunakan 600 g berat getah buah pepaya dalam 15 L air

= = = = 40.000 ppm

• Konsentrasi Uji Pendahuluan : a.Konsentrasi 0 ppm

x 15.000 ml = 0 ml

b.Konsentrasi 1 ppm

x 15.000 ml = 0,375 ml

c.Konsentrasi 10 ppm

x 15.000 ml = 3,75 ml

d.Konsentrasi 100 ppm

x

15.000 ml = 37,5 ml

e.Konsentrasi 1000 ppm

x

15.000 ml= 375 ml

f.Konsentrasi 10000 ppm

x 15.000 ml = 3750 ml

Dari uji pendahuluan didapatkan konssentrasi kritis : 1000 ppm dan di buat range dari 4 ppm ; 20 ppm ; 100 ppm ; 500 ppm ; 2500 ppm ; 12500 ppm.

• Konsentrasi uji toksisitas LC50 : a.Konsentrasi 0 ppm

x 15.000 ml = 0 ml

b.Konsentrasi 4 ppm

x 15.000 ml = 0,15 ml


(60)

c.Konsentrasi 20 ppm

x 15.000 ml = 7,5 ml

d.Konsentrasi 100 ppm

x

15.000 ml = 37,5 ml

e.Konsentrasi 500 ppm

x

15.000 ml= 187 ml

f.Konsentrasi 2500 ppm

x 15.000 ml = 937 ml

g.Konsentrasi 12500 ppm


(61)

Lampiran 7. Hasil Pengamatan Sesudah Pemberian Larutan Getah Buah Pepaya

a. Uji pendahuluan (depan)

b. Uji Pendahuluan (atas)


(62)

Lampiran 8. Tabel Nilai LC50

Kelompok Tingkat Toksisitas pada Lingkungan Perairan adalah sebagai berikut

(Metelev, dkk., 1983).

Tingkat Racun Nilai (LC50) (mg/L)

Sangat Toksik < 1 – 1

Toksik 1 – 10

Cukup Toksik 10 – 100

Agak/Sedikit Toksik 10 – 1000

Kurang Toksik > 1000

Lampiran 9. Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope

∑ mati = 100%

= 100 = 20 ekor

m = a- b (∑Pi – 0,5)

a = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100 % b = beda log dosis yang berurutan

Pi = % kematian ikan uji dari ∑ mati , contohnya : = 0,2

∑ Pi = Jumlah Pi ( % kematian ikan yang diuji)

Ulangan I

Konsentrasi (ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,7

100 2 8 2 20 0,2

500 2,7 5 5 50 0,5

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b (∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,7 – 0,5) LC50 = anti log 1,86


(63)

m = 3,4 – 1,54 m = 1,86 ppm

Ulangan II

Konsentrasi (ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,7

100 2 9 1 10 0,1

500 2,7 4 6 60 0,6

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,7 – 0,5) LC50 = anti log 1,86

m = 3,4 – 0,7 (2,2) LC50 = 72,44 ppm

m = 3,4 – 1,54 m = 1,86

Ulangan III

Konsentrasi (ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,9

100 2 9 1 10 0,1

500 2,7 2 8 80 0,8

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,9 – 0,5) LC50 = anti log 1,72

m = 3,4 – 0,7 (2,4) LC50 = 52,48 ppm

m = 3,4 – 1,68 m = 1,72


(64)

Lampiran 10. Alat-alat

a. Aerator

b. Ember, jaring, corong, dan saringan


(1)

Lampiran 6. Perhitungan Konsentrasi

Sampel yang digunakan 600 g berat getah buah pepaya dalam 15 L air

= = = = 40.000 ppm

• Konsentrasi Uji Pendahuluan : a.Konsentrasi 0 ppm

x 15.000 ml = 0 ml

b.Konsentrasi 1 ppm

x 15.000 ml = 0,375 ml

c.Konsentrasi 10 ppm

x 15.000 ml = 3,75 ml

d.Konsentrasi 100 ppm

x 15.000 ml = 37,5 ml

e.Konsentrasi 1000 ppm

x 15.000 ml = 375 ml

f.Konsentrasi 10000 ppm

x 15.000 ml = 3750 ml

Dari uji pendahuluan didapatkan konssentrasi kritis : 1000 ppm dan di buat range dari 4 ppm ; 20 ppm ; 100 ppm ; 500 ppm ; 2500 ppm ; 12500 ppm.

• Konsentrasi uji toksisitas LC50 : a.Konsentrasi 0 ppm

x 15.000 ml = 0 ml

b.Konsentrasi 4 ppm

x 15.000 ml = 0,15 ml 1 ppm = 1 = 1


(2)

c.Konsentrasi 20 ppm

x 15.000 ml = 7,5 ml

d.Konsentrasi 100 ppm

x 15.000 ml = 37,5 ml

e.Konsentrasi 500 ppm

x 15.000 ml = 187 ml

f.Konsentrasi 2500 ppm

x 15.000 ml = 937 ml

g.Konsentrasi 12500 ppm


(3)

Lampiran 7. Hasil Pengamatan Sesudah Pemberian Larutan Getah Buah Pepaya

a. Uji pendahuluan (depan)

b. Uji Pendahuluan (atas)


(4)

Lampiran 8. Tabel Nilai LC50

Kelompok Tingkat Toksisitas pada Lingkungan Perairan adalah sebagai berikut

(Metelev, dkk., 1983).

Tingkat Racun Nilai (LC50) (mg/L)

Sangat Toksik < 1 – 1

Toksik 1 – 10

Cukup Toksik 10 – 100

Agak/Sedikit Toksik 10 – 1000

Kurang Toksik > 1000

Lampiran 9. Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope

∑ mati = 100%

= 100 = 20 ekor

m = a- b (∑Pi – 0,5)

a = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100 % b = beda log dosis yang berurutan

Pi = % kematian ikan uji dari ∑ mati , contohnya : = 0,2 ∑ Pi = Jumlah Pi ( % kematian ikan yang diuji)

Ulangan I Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,7

100 2 8 2 20 0,2

500 2,7 5 5 50 0,5

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b (∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,7 – 0,5) LC50 = anti log 1,86 m = 3,4 – 0,7 (2,2) LC50 = 72,44 ppm


(5)

m = 3,4 – 1,54 m = 1,86 ppm

Ulangan II Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,7

100 2 9 1 10 0,1

500 2,7 4 6 60 0,6

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,7 – 0,5) LC50 = anti log 1,86 m = 3,4 – 0,7 (2,2) LC50 = 72,44 ppm m = 3,4 – 1,54

m = 1,86

Ulangan III Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

4 0,6 10 0 0 0

20 1,3 10 0 0 0 2,9

100 2 9 1 10 0,1

500 2,7 2 8 80 0,8

2500 3,4 0 10 100 1

12500 4,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,4 – 0,7 (2,9 – 0,5) LC50 = anti log 1,72 m = 3,4 – 0,7 (2,4) LC50 = 52,48 ppm m = 3,4 – 1,68


(6)

Lampiran 10. Alat-alat

a. Aerator

b. Ember, jaring, corong, dan saringan