Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Film Nanokomposit Berbasis Kitosan

PENGARUH PENAMBAHAN NANOPARTIKEL ZnO DAN ASAM STEARAT
TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL KEMASAN FILM
NANOKOMPOSIT BERBASIS KITOSAN

GUNAWAN SANJAYA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan
Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Film
Nanokomposit Berbasis Kitosan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 3 Desember 2014
Gunawan Sanjaya
NIM F24100026

ABSTRAK
GUNAWAN SANJAYA. Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Asam
Stearat Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Film Nanokomposit Berbasis
Kitosan. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA
Kitosan merupakan bahan pembuatan kemasan film yang baik. Film dari
kitosan memiliki sifat mekanis dan antimikroba yang unggul dibandingkan
biopolimer lain. Kelemahan film kitosan adalah sensitif terhadap kelembaban dan
elongasi yang terbatas. Penambahan nanopartikel ZnO (NPZ) dapat meningkatkan
kuat tarik, ketahanan terhadap kelembaban dan kemampuan antimikroba dari
kitosan film. Sementara penambahan asam stearat berguna untuk menurunkan
tingkat permeabilitas uap air pada film. Penelitian ini bertujuan mempelajari
karakter sifat fungsional kemasan film kitosan yang dikomposisikan dengan

penambahan NPZ dan juga asam lemak stearat. Hasil penelitian sementara
menunjukkan aktivitas antimikroba dari film mampu mencegah pertumbuhan
pada bakteri pathogen Gram positif maupun Gram negatif. Selain itu, performa
kuat tarik dan elongasi dari film memiliki korelasi positif dengan penambahan
NPZ hingga kadar 1%. Penambahan NPZ hingga 1% dan asam lemak stearate
juga mampu menurunkan laju permeabilitas uap air sehingga meningkatkan
kualitas film sebagai bahan pengemas. Namun keberadaan asam lemak stearat
pada film bionanokomposit kitosan-NPZ mengurangi tingkat aktivitas
antimikroba film, kuat tarik film, dan elongasi. Sehingga didapatlah formula
dengan penambahan NPZ sebanyak 1% tanpa penambahan asam stearat sebagai
formulasi paling optimum.

Kata kunci : Sifat Fungsional, Kitosan, Nanopartikel ZnO (NPZ), Asam stearat,
Aktivitas antimikroba

ABSTRACT
GUNAWAN SANJAYA. Enhancement of Functional Properties of Chitosanbased Nanocomposite by incorporation with ZnO Nanoparticle and Stearic Acid.
Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA
Chitosan is good substance for making good film packaging. Film made
from chitosan has better antimicrobial and mechanical properties than other

biopolymers. But chitosan film has high humidity sensitiveness and also limited
elongation. The addition of ZnO Nanoparticle can increase tensile strength,
resilience against moisture and antimicrobial capability of Chitosan film.
Meanwhile, stearic acid incorporation in Chitosan-ZnO NP bionanocomposite is
useful for decreasing the level of water vapor permeability on the film. This
research aimed to study the character of the functional properties of film
packaging made by Chitosan-ZnO NP bionanocomposite incorporated with stearic
acid. The results of the study showed antimicrobial activity of the film could
prevent Gram positive and Gram negative growth. Furthermore, tensile strength
and elongation performance of film had positive correlation with the addition of
NPZ up to levels of 1%. The incorporation of ZnO NP and stearic reduced the
water vapor permeability value thereby it enhance the quality of the film as
packaging materials. However, the presence of stearic fatty acid in Chitosan-ZnO
NP bionanocomposite films reduced the level of antimicrobial activity, tensile
strength, and elongation. So the optimum formula of Chitosan-ZnO NP
bionanocomposite manufacturing is formula with addition of 1% ZnO NP
without the stearic acid.
Keywords: Functional Properties, Chitosan, ZnO Nanoparticles, Stearic acid,
Antimicrobial activity


PENGARUH PENAMBAHAN NANOPARTIKEL ZnO DAN ASAM STEARAT
TERHADAP SIFAT FUNGSIONAL KEMASAN FILM
NANOKOMPOSIT BERBASIS KITOSAN

GUNAWAN SANJAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat
Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Film Nanokomposit Berbasis
Kitosan

Nama
: Gunawan Sanjaya
NIM
: F24100026

Disetujui oleh

Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah kemasan film
untuk produk pangan, dengan judul Pengaruh Penambahan Nanopartikel ZnO dan
Asam Stearat Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Film Nanokomposit Berbasis
Kitosan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma
STP, DEA selaku pembimbing, para Teknisi laboratorium tempat penelitian ini
berlangsung, serta teman-teman ITP angkatan 47 yang telah banyak memberi
saran dan bantuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 3 Desember 2014
Gunawan Sanjaya

DAFTAR ISI
ABSTRAK

ii

PRAKATA


viii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Kitosan


3

ZnO (Seng Oksida)

4

Bionanokomposit Kitosan-ZnO

4

METODE

5

Bahan

5

Alat


5

Metode

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran


24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1. Data pengukuran pH dan Viskositas
2. Jumlah awal bakteri uji
3. Suhu Titik Leleh, Suhu Transisi Gelas, dan Entalpi Pelelehan Film

13
17
20

DAFTAR GAMBAR
1. Reaksi Pembentukan Kitosan dari Kitin (Linawati 2006)
2. Diagram alir poses pembuatan nanokomposit kitosan-NPZ dengan
penambahan asam stearat (Vodjani dan Torres (1989)
3. Diagram alir persiapan kultur uji
4. Diagram alir pengujian aktivitas anti mikroba metode sumur
5. Biofilm yang dihasilkan dari bionanokomposit kitosan-NPZ
6. Penurunan nilai aW pada tiap penambahan NPZ
7. Kenaikan nilai kuat tarik pada tiap penambahan NPZ
8. Diagram Persen Elongasi pada tiap Perlakuan
9. Diagran nilai WVTR tiap perlakuan
10.Besar zona penghambatan bionanokomposit pada beberapa jenis
bakteri patogen
11. Penampakan dinding sel bakteri Gram positif (a) dan Gram negatif (b)
12. Hasil pengamatan visual SEM
13. Termogram bionanokomposit kitosan-NPZ
14. Pengamatan FT-IR pada film bionanokomposit kitosan-NPZ

3
7
9
11
12
14
15
16
16
18
19
20
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Analisis Statistik pada Data pH
2. Hasil Analisis Statistik pada Data Viskositas
3. Hasil Analisis Statistik pada Data aw
4. Hasil Analisis Statistik pada Data Kuat Tarik
5. Hasil Analisis Statistik pada Data Elongasi
6. Hasil Analisis Statistik pada Data WVTR
7. Hasil Analisis DSC

27
28
279
30
31
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemasan film berguna untuk mencegah penurunan mutu dengan bertindak
sebagai barrier yang mengendalikan transfer uap air, pengambilan oksigen,
kehilangan komponen volatil, atau transfer lipid (Baldwin et al. 1995) Bahan dasar
pembuatan kemasan film yang sering digunakan adalah polimer seperti pati,
selulosa, alginat, karagenan, zein, gluten, beeswax, dan juga kitosan (Odilio et al.
2010). Diantara itu semua, kitosan diakui sebagai bahan dasar pembuatan
kemasan film paling menjanjikan karena sifat film yang baik meskipun tanpa
penambahan plastisizer dan aktivitas antimikroba yang dimilikinya (Hirano 1999 ;
Coma et al. 2002). Film kitosan bersifat keras, transparan, tahan lama, fleksibel,
dan sulit dirobek. Berdasarkan sifat mekanis dan barrier terhadap oksigen, kitosan
film dapat dijadikan pengemas produk pangan.
Film kitosan memiliki kelemahan yang sangat kritis yaitu mudah
menyerap uap air dan elongasi yang terbatas (Stefana 2011; Cheng et al. 2003)
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, dapat diaplikasikan pemanfaatan teknologi
nanopartikel dengan penambahan nanopartikel untuk membentuk nanokomposit
dengan suspensi kitosan. Menurut Petersson dan Oksman (2006), pembuatan
nanokomposit ini akan mengubah sifat mekanis dan barrier film menjadi lebih
kuat dan tidak sensitif terhadap kelembaban. Logam-logam oksida seperti ZnO,
MgO, CaO, dan lainnya dapat digunakan sebagai bahan pengisi dari polimer
kitosan penyusun matriks kemasan. Adapula hasil penelitian Paula et al. (2012)
yang menyatakan bahwa pembuatan film dari bionanokomposit dengan
penambahan logam-logam oksida memiliki sifat antimikroba, sehingga kemasan
film yang dihasilkan dari bionanokomposit ini dapat digolongkan menjadi
kemasan antimikroba. Selain itu, menurut Xiang dan Anderson (1997)
penambahan asam lemak ke dalam film organic akan meningkatkan tingkat
permeabilitas uap air. Asam lemak stearat menjadi pilihan utama dalam penelitian
ini, selain karena ketersediaannya yang melimpah, harga murah, juga merupakan
asam lemak jenuh yang tidak mudah berinteraksi kimia dengan unsur lain
termasuk ZnO sehingga tidak mengganggu penetrasi ZnO ke dalam matriks film
(Winarno, 2008).
Zn merupakan zat kimia yang aman. Badan pangan Amerika (FDA)
menyatakan bahwa Zn tergolong bahan GRAS (Generally Recognized as Safe)
yaitu bahan yang diketahui secara aman digunakan sebagai bahan pangan. Zn
dalam bentuk oksida memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (Vodjani dan
Torres 1989). Selain itu juga, adanya NPZ dalam suspensi kitosan dapat
mengurangi transmisi sinar UV. Sinar UV dapat mempercepat proses oksidasi
pada produk pangan, sehingga penghambatan transmisinya dapat mengurangi
kecepatan oksidasi pada produk pangan.
Penelitian ini berfokus pada pengembangan kemasan produk pangan baru,
yakni kemasan film dari suspensi kitosan dengan penambahan NPZ dan asam
stearat. Berbagai analisis dilakukan untuk menentukan kadar ZnO dan asam
stearat yang paling efisien dalam pembentukan kemasan film dengan sifat
fungsional yang terbaik.

2

Perumusan Masalah
Penggunaan kitosan sebagai bahan dasar pembuatan kemasan film telah
banyak dilakukan. Namun inovasi melalui pendekatan nanoteknologi dengan
penggunaan logam nanopartikel belum dilaksanakan. Kemasan film yang telah
dibuat belakangan ini masih memiliki kekurangan terkait sifat fisiologi, mekanik,
dan juga antimikrobiologi. Sementara itu, penggunaan nanopartikel ZnO dan asam
lemak stearat dalam polimer kitosan memiliki potensi dalam memperbaiki sifat
fungsional dari kemasan film kitosan. Oleh Karena itu, penting sekali untuk
melihat karakter yang terbentuk dari film dengan berbagai formulasi kitosan
dengan rangkaian penambahan NPZ dan asam lemak stearat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik sifat fungsional
film dari berbagai formulasi pembuatan bionanokomposit kitosan-NPZ dengan
rangkaian penambahan NPZ dan asam lemak stearat, sehingga akan didapatkan
formulasi yang tepat dalam menghasilkan film dari bionanokomposit kitosan dan
NPZ dengan sifat fungsional yang terbaik.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :
1. Mengetahui formulasi bionanokomposit dari kitosan-NPZ ditambah asam
lemak stearat yang tepat untuk membuat kemasan film dengan karakter
fungsional yang terbaik
2. Memberikan suatu inovasi terbaru pada kemasan produk pangan dengan
pendekatan ilmu nanoteknologi

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kitosan
Kitosan merupakan bahan alami turunan dari polisakarida kitin. Kitosan
mempunyai nama kimia poli D-glukosamin (beta (1-4) 2-amino-2-deoksi-Dglukosa), bentuk kitosan adalah padatan amorf putih dengan struktur kristal tetap
dari bentuk awal kitin murni, namun rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin.
Kelarutan Kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung dari
derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer (Linawati 2006). Kitosan itu
sendiri merupakan produk turunan kitin yang merupakan biopolimer terbanyak
kedua setelah selulosa.
Dalam cangkang udang, kitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang
berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),
protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh
kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein
(deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk
mendapatkan Kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Reaksi Pembentukan
Kitosan dari kitin :

Gambar 1 Reaksi Pembentukan Kitosan dari Kitin (Linawati 2006)
Proses deasetilisasi kitin menghasilkan senyawa kitosan yang memiliki
gugus aktif yaitu amina dan hidroksil (Cheng et al. 2003). Kandungan gugus
amino (NH2) membuat senyawa kitosan menjadi bersifat kationik yang mampu
dijadikan sebagai adsorben melalui pembentukan ikatan hidrogen. Oleh karena itu,
kitosan mempunyai potensi untuk mengikat banyak komponen seperti protein.
Muatan positif dari gugus NH3+ pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan
negatif pada permukaan sel bakteri (Stefana et al. 2011).
Interaksi ionik antara kitosan dengan permukaan sel bakteri dapat merusak
struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, membran
sitoplasma, atau ribosom. Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan
pelemahan kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal, dan
poripori dinding sel membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel tidak
mampu mengatur pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel, kemudian membran sel

4
menjadi rusak dan mengalami lisis sehingga aktifitas metabolisme akan terhambat
dan pada akhirnya akan mengalami kematian. Dengan sifat tersebut kitosan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
antimikroba (Singeton 2004). Kitosan juga aman dari segi kimiawi, karena dalam
prosesnya cukup dilarutkan dengan asam asetat (1%) hingga membentuk larutan
Kitosan homogen yang relatif lebih aman.

ZnO (Seng Oksida)
Nanopartikel seng oksida (ZnO) secara luas digunakan sebagai bahan
anorganik fungsional untuk coating di banyak aplikasi. Selain sebagai bahan
pembuatan coating, ZnO merupakan sumber untuk suplementasi Zn dan fortifikasi
yang aman, karena akan terurai menjadi ion Zn setelah konsumsi. Oleh karena itu,
ZnO umum digunakan untuk memperkuat pangan dalam industri makanan
termasuk pembuatan edible packaging.
Pada awal tahun 1950an para ilmuwan sudah memulai penelitian mengenai
aktivitas antibakteri dari partikel ZnO. Penelitian para ilmuwan kala itu berfokus
pada efek ZnO terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Sawai 2003).
Menurut Yamamoto et al (1998), area permukaan dan konsentrasi dari partikel
ZnO berperan penting dalam menginaktivasi mikroorganisme. Mereka juga
menemukan bahwa area permukaan yang luas dan konsentrasi ZnO yang tinggi
menghasilkan sifat antimikroba yang lebih baik.
Studi pendahuluan efek biosida dan internalisasi seluler nanopartikel ZnO
pada bakteri L. monocytogenes, S. enteritidis, dan Escherichia coli O157:H7 yang
dilakukan oleh Jin et al (2009) menunjukan bahwa nanopartikel ZnO dengan
sistem Quantum dots dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk suspensi dengan gel
poliviniprolidon (ZnO-PVP), secara signifikan memiliki sifat antimikroba untuk
menghambat pertumbuhan ketiga mikroba patogen tersebut dalam cairan putih
telur dan media kultur.
Dari penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya dapat terlihat
bahwa ZnO merupakan salah satu nano oksida yang memiliki efek antimikroba
dalam dunia pangan dan dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana efek
antimikroba dari ZnO jika ditambahkan pada edible coating yang berasal dari
Kitosan dengan memperhatikan pula batas konsumsi Zn yang diperbolehkan,
karena RDA pada Zn adalah 40 mg/hari untuk orang dewasa (NIH 2007),
sehingga dalam aplikasinya di pembuatan edible coating bionanokomposit
tersebut tidak hanya berguna sebagai antimikroba namun juga tetap memperhatikan kesehatan dari konsumen.
Bionanokomposit Kitosan-ZnO
Skurtys et al (2009) mendefinisikan edible film sebagai sebagai lapisan
tipis yang dapat dikonsumsi dan digunakan sebagai pelapis ataupun penghalang
antara makanan dan lingkungan sekitarnya. Edible film diklasifikasikan ke dalam
tiga kategori berdasarkan sifat komponen yaitu hidrokoloid (protein dan
polisakarida), lemak (asam lemak, asilgliserol atau malam), dan komposit
(campuran hidrokoloid dan lemak). Mekanisme utama pembentukan film pada
polisakarida adalah pemutusan segmen polimer dan pembentukan kembali rantai

5
polimer ke dalam matriks lapisan atau gel yang biasanya dicapai dengan
penguapan pelarut sehingga menciptakan ikatan hidrogen yang hidrofilik maupun
ikatan silang elektrolit dan ionik (Butler et al., 1996). Pembuatan edible film
kitosan dilakukan dengan melarutkan kitosan dalam pelarut asam. Penggunaan
asam pada pelarutan kitosan telah dipelajari oleh Nadarajah et al. (2006) yang
menggunakan beberapa jenis asam, seperti asam asetat, laktat, formiat, malat, dan
propionat dalam pembentukan edible film. Namun hanya asam asetat dan formiat
yang menghasilkan film yang fleksibel, transparan, dan sesuai sebagai bahan
pengemas. Hal itu disebabkan karena asam laktat dan malat memiliki gugus
hidroksil yang lebih banyak sehingga meningkatkan sifat hidrofil pada kitosan.
Pada penelitian kali ini menggunakan asam asetat yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat permeabilitas dari film kitosan.
Tahap selanjutnya adalah penambahan plasticizer. Penambahan plasticizer
ini adalah salah satu tahap yang membedakan proses pembuatan edible coating
dengan edible film. Edible coating tidak menggunakan plasticizer sedangkan
edible film menggunakan plasticizer yang berfungsi untuk mengurangi kekakuan
polimer sehingga diperoleh lapisan yang elastis dan fleksibel. Selanjutnya
dilakukan penyaringan untuk memisahkan partikel yang tidak larut dari larutan
kitosan. Pada pembuatan edible film kitosan, larutan kitosan kemudian dibentuk
menjadi lapisan tipis, dikeringkan, lalu dilepaskan dari cetakan setelah terbentuk
lapisan kering. Sedangkan pada pembuatan edible coating kitosan, bahan yang
akan dilapisi oleh kitosan, seperti ikan segar, dapat langsung dilakukan
perendaman dalam larutan kitosan, selanjutnya dikeringkan hingga diperoleh ikan
segar yang terlapisi oleh kitosan.

METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan, materi
anorganik nanopartikel ZnO, dan asam lemak stearat. Bahan kimia yang dipakai
dalam pembuatan fim antara lain pelarut asam asetat 2%, plasticizer gliserol, dan
surfaktan Tween 80. Sementara bahan-bahan yang digunakan untuk uji aktivitas
antimikroba, yaitu Nutrient Agar, Nutrient Broth, alkohol 70% dan kultur uji
koleksi SEAFAST CENTER IPB yaitu Bacillus cereus (ATCC 11778),
Eschericia coli (ATCC 25922), dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923).
Kitosan yang dipakai adalah kitosan yang dikeluarkan Biosurindo Indonesia
dengan derajat deasetilasi 97%.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetakan film yang
terbuat dari akrilik, desikator, hot plate dan magnetic stirrer, gelas pengaduk,
termometer, gelas kimia, cawan petri, ose, tabung reaksi, neraca analitik, gunting,
penggaris, erlenmeyer, pipet, botol semprot, inkubator 37 0C, plat kaca akrilik,
oven 45 0C, aw–meter Shibaura WA-360, pH-meter, micrometer sekrup, Tensile

6
Strength and Elongation Tester Industries, kaleng Water Vapor Transmission
(WVT), JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microscope, Differential Scanning
Calorimetry, dan Fourier Transform Infra Red.
Metode
Pembuatan Bionanokomposit Kitosan – NPZ (Vodjani and Torres )
Bionanokomposit Kitosan–NPZ dibuat dengan modifikasi metode yang
dikembangkan oleh Vodjani dan Torres (1989) (Gambar 2). Materi NPZ terlebih
dahulu dihomogenisasi kemudian ditambahkan asam asetat sebanyak 2%, asam
lemak stearat, tween 80, dan gliserol. Kemudian dihomogenisasi kembali selama 5
menit. Larutan asam lemak stearat dan ZnO terbentuk secara homogen. Suhu
selama proses homogenisasi adalah suhu ruang, yakni berkisar antara 25-30 0C.
Kemudian larutan tersebut diaduk dengan magnetic stirrer dan ditambahkan
bubuk kitosan sedikit demi sedikit. Pengadukan ini dilakukan dengan skala
kecepatan medium dengan penggunaan suhu ruang. Pengadukan dilakukan hingga
3 jam hingga suspensi bionanokomposit terbentuk sempurna. Untuk melihat
perlakuan-perlakuan pembuatan film bionanokomposit Kitosan-NPZ, dapat dilihat
Tabel 1 di bawah ini.
Table 1 Formulasi Pembuatan film bionanokomposit Kitosan-NPZ
No

Kitosan
(% b/v)

Gliserol
(% v/b)*

ZnO
(% b/b)*

1
0
2
3
0.5
4
3
10
5
1
6
7
3
8
*Persen berdasarkan bobot Kitosan yang dipakai

Asam Stearat
(% b/b)*
0
5
0
5
0
5
0
5

Perlakuan
KZ0S0
KZ0S5
KZ0.5S0
KZ0.5S5
KZ1S0
KZ1S5
KZ3S0
KZ3S5

Suspensi bionanokomposit kitosan-NPZ yang terbentuk selanjutnya dituang
ke dalam cetakan akrilik yang sudah dibersihkan dengan alkohol 96% hingga
ketebalan 3 cm. kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pengering
bersuhu 40-45 oC. Suhu yang digunakan untuk pengeringan akan sangat
berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film biokomposit kitosan–NPZ dan
penguapan bahan pelarut. Suhu terlampau tinggi akan mengakibatkan film
menjadi sangat tipis, kering, dan retak. Hal ini karena proses pengeringan berjalan
lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film
akan cepat menguap sebelum terjadi pembentukan film. Sedangkan apabila suhu
yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya proses pengeringan
larutan sehingga terjadi kontaminasi. Film yang sudah kering kemudian dilepas
dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam
desikator pada RH yang distabilkan (75%) dengan Silica gel sebelum di analisis.
Prosedur pembuatan film bionanokomposit kitosan-NPZ dengan penambahan
asam lemak dapat dilihat pada gambar 2, dengan perlakuan KZ1S5 sebagai contoh.

Nanopartikel ZnO
(30 mg)

7

Nanodispersi dalam air destilata (95.5 ml)
Asam stearat (150 mg)
Tween 80 (6µl)
Homogenisasi

Asam asetat glasial (1ml)
Gliserol (0,3 ml)
O

Stirring ± 120 menit pada suhu ruang (25 C)

Penambahan bubuk kitosan secara perlahan (3 g)

Suspensi nanokomposit

Pembersihan cetakan film
dengan alkohol 96 %

Penuangan suspensi nanokomposit ke dalam cetakan

Pengeringan dengan oven pengering 40 ± 5 OC selama 24 jam

Kemasan film nanokomposit
kitosan-NPZ dengan
penambahan asam stearat

Gambar 2 Diagram alir poses pembuatan nanokomposit kitosan-NPZ dengan
penambahan asam stearat perlakuan KZ1S5 (Vodjani dan Torres (1989) (basis
100 ml)
Keterangan : KZ1S5 adalah Nanokomposit kitosan-NPZ dengan penambahan
NPZ sebanyak 1% dan asam stearat sebanyak 5% dari bobot kitosan yang
dipakai.

8

Penentuan Karakterisasi Bionanokomposit Kitosan–ZnO
a.
Pengukuran Nilai pH
Pengukuran pH edible film dilakukan dengan menggunakan pH-meter.
Adapun prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: larutan yang telah homogen
diukur nilai pH dengan menggunakan pH–meter yang telah dikalibrasi dengan dua
macam buffer, yaitu buffer pH 4 dan pH 7.
b.
Pengukuran Aktivitas Air (aw) (AOAC 1984)
Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan aw-meter Shibaura
WA–360. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat dikalibrasi dengan
menggunakan larutan garam jenuh NaCl. Pencatatan dilakukan terhadap nilai a w
dan suhu saat pengukuran.
c.
Pengukuran Kuat Tarik dan Elongasi (ASTM D 882-09)
Kuat tarik dan persentase pemanjangan diukur dengan menggunakan Tensile
Strength and Elongation Tester Industries model SSB 0500. Kuat tarik ditentukan
berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan persentase pemanjangan
didasarkan atas pemanjangan film saat film pecah.
Kuat tarik = F/ A ;
% Elongasi = b  a x100 %
a

Keterangan: F : gaya kuat tarik (N); A : luas contoh (m2)
a : panjang awal; b : panjang setelah putus
d.
Penentuan Laju Transmisi Uap Air dengan Menggunakan Metode
Gravimetri (ASTM E-96-99)`
Laju transmisi uap air terhadap film diukur dengan menggunakan metode
gravimetri. Bahan penyerap uap air (CaCl2) diletakkan dalam kaleng. Kemudian
sampel diletakkkan di atas kaleng tersebut sedemikian rupa sehingga menutupi
kaleng tersebut. Tutup dengan malam untuk menutupi bagian antara wadah
dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk.
Cawan ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g kemudian diletakkan dalam
desikator yang berisi garam K2SO4. Cawan ditimbang tiap 2 jam sekali dan
ditentukan panambahan berat dari cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan
antara pertambahan berat dan waktu. Nilai WVTR dihitung dengan rumus :
WVTR = slope / luas sampel (m2)
= g/m2/24 jam (97% RH, 30oC)
k/x = WVTR / [(P2-P1) x RH desikator]
Keterangan: P2 : tekanan uap air jenuh di luar kaleng (mm Hg)
P1 : tekanan uap air jenuh di dalam kaleng (mm Hg)
e.

Pengamatan Mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy
Film biokomposit kitosan–NPZ dilapiskan pada plat alumunium dengan
menggunakan pelekat. Kemudian divakum selama 5 menit. Selanjutnya proses
coating dengan emas selama 15 menit. Edible film kitosan siap di foto dengan
JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microscope.
f.
Analisis Sifat Termal menggunakan Differential Scanning Calorimetri
Sampel ditimbang sebesar 10 mg kemudian dimasukan kedalam pen tempat
sampel kemudian dilakukan pengepresan lalu dimasukan kedalam tempat pen.

9
Analisis dilakukan pada suhu -30 ºC sampai dengan 230 ºC dengan percepatan
suhu 10 ºC per menit. Analisis sifat termal ini menggunakan DSC yang dimiliki
oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Dramaga, Bogor.
g.
Pengamatan Spektra Infrared menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR)
Sampel berupa film ditempatkan di dalam tempat sampel kemudian
spektrum hubungan bilangan gelombang dengan persen transmitan ditentukan
pada panjang gelombang 4000-650 cm⁻¹. Pengamatan dilakukan menggunakan
FTIR yang berada di Laboratorium Biofarmaka IPB, Taman Kencana, Bogor.
Pengujian Aktivitas Antimikroba Terhadap Beberapa Bakteri Patogen
Pengujian aktivitas antimikroba Bionanokomposit Kitosan–NPZ terhadap
bakteri patogen dilakukan dengan metode sumur
a.
Persiapan Kultur Uji
Untuk mengetahui sifat antimikroba dari Bionanokomposit kitosan-NPZ perlu
dilakukan pengujian terhadap beberapa bakteri patogen. Disiapkan terlebih dahulu
kultur uji dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam 10 ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara
aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Kultur
uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus cereus, Eschericia coli,
dan Staphylococcus aureus. Diagram alir persiapan kultur uji dapat dilihat pada
Gambar 3.
b.

Regenerasi Bakteri
Bakteri yang akan digunakan harus diregenerasi terlebih dahulu sebelum
dipakai. Biakan dari stok bakteri tersebut digoreskan ke permukaan agar miring
yang masih baru. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Biakan
tersebut merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu
4–5 0C, dari biakan tersebut diambil 1 ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi
yang berisi 10 ml akuades.

Kultur bakteri

Inokulasi kultur ke dalam Nutrient Broth

Inkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam

Kultur uji

Gambar 3 Diagram alir persiapan kultur uji

10
c.

Pengujian Jumlah Mikroba Awal dengan Mengatur tingkat kekeruan
dibandingkan dengan Standar McFarland
Prinsip metode ini adalah memanfaatkan sifat kekeruhan (turbidity) dari
suspensi bakteri uji yang akan digunakan. 10 ml standar McFarland dibuat dengan
mencampurkan 0.05 ml Barium klorida dihidrat 1.175% (BaCl2.2H2O) dengan
9.95 asam sulfat berkonsentrasi 1%. Kemudian diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 600nm untuk mendapatkan nilai
absorbansi. Nilai absorbansi 0.08-0.1 menunjukkan nilai absorbansi pada suspensi
keruh mikroba sebanyak 1x108 CFU/ml. Kemudian suspensi bakteri uji
diencerkan dengan peptone 0.1 % hingga memiliki rentang absorbansi antara
0.08-0.1 yang berarti jumlah mikroba awal yang ada di dalamnya adalah berkisar
1x108 CFU/ml (Sutton 2011)
d.
Pengujian Aktivitas Antimikroba Dengan Metode Sumur
Kultur uji diinokulasikan sebanyak 0.2 ml ke dalam media NA 100 ml
sehingga diperoleh konsentrasi 0.2% yang telah siap dituang ke cawan petri steril.
Selanjutnya 20 ml media NA yang telah berisi kultur uji dituangkan ke cawan
petri dan dibiarkan menjadi padat. Setelah memadat, 5 bagian dilubangi dengan
dengan alat pembolong yang sudah disterilkan untuk membuat sumur. Kelima
sumur terebut diisi oleh 4 perlakuan larutan bionanokomposit dan satu (di bagian
tengah) diisi oleh air steril sebagai standar. Kemudian dilakukan proses inkubasi
pada suhu 37 0C selama 24 jam. Zona penghambatan adalah diameter luar
dibandingkan dengan diameter dalam dari zona bening yang terbentuk di sekitar
sumur yang diukur dengan jangka sorong dengan satuan milimeter (mm).
Diagram alir proses pengujian aktivitas antimikroba dengan metode sumur dapat
dilihat pada Gambar 4.

11

Nutrient
Agar

Sterlisasi dengan autoklav

Pendinginan dengan suhu
ruang hingga ±35 OC
Kultur uji

Inokulasi kulur uji
sebanyak 0.2 %

Pembuatan sumur dengan
pembolong steril

Pelabelan tiap sumur

Isi 4 sumur dengan suspensi tiap
perlakuan sebanyak 20 µl, sementara sumur
tengah diisi oleh air steril sebagai kontrol

Inkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam

Pengukuran diamaeter dalam dan diameter
luar zona bening (mm)
Gambar 4 Diagram alir pengujian aktivitas anti mikroba metode sumur

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan edible film berbahan dasar kitosan
dengan perlakuan penambahan asam lemak stearat dan nanopartikel ZnO dengan
rancangan percobaan faktorial acak lengkap. Suspensi bionanokomposit yang
terbentuk diukur nilai pH dan viskositasnya. Kemudian dari hasil pengeringan
akan dihasilkan edible film. Semua edible film yang terbentuk diukur sifat
karakteristik, yaitu aktivitas air (aW), kuat tarik (tensile strength), elongasi, laju
transmisi uap air dan aktivitas antimikroba. Selanjutnya dipilih formula terbaik
dari bionanokomposit berdasarkan analisis diatas untuk dilanjutkan pada analisis
karakterisasi tahap II. Gambar 5 menyajikan contoh edible film yang dihasilkan.

Gambar 5 Biofilm yang dihasilkan dari bionanokomposit kitosan-NPZ
Analisis karakterisasi tahap II bertujuan untuk melihat kondisi visual,
fisiko-kima, dan memastikan terbentuknya NPZ pada nanostruktur film yang
terbentuk dengan ukuran yang sudah memenuhi syarat nano, yakni besar molekul
kurang dari 100nm. Tahapan II ini terdiri dari karakterisasi dengan pengamatan
nanostruktur dengan Scanning Electrone Microscope (SEM), DSC, dan FTIR.
Nilai pH dan Viskositas Suspensi Bionanokomposit Kitosan-NPZ
Sebelum dilakukan pengeringan sebagai tahapan pembentukan edible film,
suspensi homogen bionanokomposit kitosan-NPZ diukur nilai pH dan
Viskositasnya. Analisis kedua faktor ini penting sebagai informasi awal jika
bionanokomposit ini akan diaplikasikan sebagai edible coating pada produk
pangan seperti buah, sayur, atau produk olahan pangan lainnya. Informasi pH
akan berguna untuk menentukan produk pangan yang sesuai untuk
mengaplikasikan bionanokomposit ini sebagai edible coating.
Pengukuran nilai pH dilakukan juga untuk melihat perbedaan yang
terbentuk antara penambahan asam lemak stearate dengan yang tidak ditambahkan
asam lemak stearat. Asam stearat sendiri merupakan asam lemah yang ketika
dilarutkan kedalam air akan mengeluarkan ion H+. Oleh karena itu, penambahan
konsentrasi asam lemak stearat akan secara langsung memperbanyak konsentrasi
ion H+ di dalam suspensi bionanokomposit, sehingga derajat keasaman yang
terbentuk akan semakin rendah dibandingkan suspensi tanpa penambahan asam
stearat. Pada beberapa pengamatan, seperti pada pengamatan formula KZ1S5 dan

13
KZ1S5, dapat dilihat hasil analisis ANOVA pada selang kepercayaan 5% bahwa
suspensi yang ditambahkan asam stearat dengan yang tidak ditambahkan memiliki
nilai pH yang berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
Tabel 1.
Tabel 1. Data pengukuran pH dan Viskositas
Komposisi (%)
Perlakuan
pH
ZnO A.stearat
KZ0S0
0
0
4.40ab
KZ0S5
0
5
4.32a
KZ0.5S0
0.5
0
4.42ab
KZ0.5S5
0.5
5
4.35a
KZ1S0
1
0
4.56c
KZ1S5
1
5
4.47b
KZ3S0
3
0
4.73d
KZ3S5
3
5
4.59c

Viskositas
(cP)
29.40a
30.10a
32.80b
33.90bc
33.40bc
35.90d
34.10c
36.50d

Penambahan NPZ juga mempengaruhi nilai pH yang terbentuk. ZnO itu
sendiri merupakan logam oksida basa yang penambahannya terhadap suatu
suspensi berbasis air akan menaikkan derajat keasaman suspensi tersebut. Teori
tersebut sesuai dengan hasil pengamatan pada Tabel 1, bahwa semakin banyak
NPZ yang ditambahkan maka semakin tinggi pH suspensi bionanokomposit yang
dihasilkan. Derajat keasaman tertinggi dimiliki oleh suspensi dengan penambahan
NPZ terbanyak.
Pengukuran nilai viskositas bertujuan untuk melihat kekentalan dari larutan
bionanokomposit yang terbentuk. Terlihat bahwa terbentuk pola antara
penambahan NPZ ataupun asam stearat terhadap nilai viskositas. Semakin banyak
jumlah NPZ ataupun asam lemak stearat yang ditambahkan, maka semakin tinggi
nilai viskositas dari suspensi. Hal tersebut dikarenakan viskositas dari suatu
larutan akan berubah semakin besar jika semakin banyak partikel yang
ditambahkan ke dalamnya.
Pengukuran Aktivitas Air (aW)
Setelah dilakukan pengeringan terhadap suspensi bionanokomposit KitosanNPZ maka terbentuklah edible film bionanokomposit kitosan-NPZ dengan
berbeda kadar formulasi. Film-film tersebut selanjutnya dianalisis untuk diketahui
karakteristik kimia, fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Salah satunya adalah
analisis aktivitas air atau aW. Pengukuran aktivitas air (aW) bertujuan untuk
melihat kemudahan film bionanokomposit ini untuk ditumbuhi mikroba seperti
bakteri, khamir, ataupun kapang. Semakin rendah nilai aW yang terbentuk maka
umumnya semakin susah mikroba tumbuh diatasnya.
Nilai aW 0.650 merupakan nilai aW yang popular sebagai batas keamanan
pangan. Nilai tersebut biasanya dipakai sebagai target untuk mencegah
tumbuhnya mikroba. aW diatas 0.650 rentan terhadap tumbuhnya mikroba
terutama kapang dan khamir, sementara nilai aW dibawahnya tergolong aman.
Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 yang memuat diagram
penurunan nilai aW yang terjadi akibat perlakuan penambahan asam lemak stearat
dan NPZ. Dapat dilihat bahwa nilai aW dari film-film tersebut kurang dari 0.650,

14
meskipun dengan berbagai perlakuan penambahan asam stearat dan NPZ. Nilai aW
seperti sudah cukup menghambat pertumbuhan mikroba, dengan kata lain film
hasil dari bionanokomposit ini cocok untuk dipakai sebagai pengemas produk
pangan.
0.75
0% a. stearat
0.70

Nilai aW

0.65

c

c

c

c

5% a. stearat
b

bc

ab
a

0.60
0.55
0.50
0.45
0%

0.50%

1%

3%

NPZ

Gambar 6. Penurunan nilai aW pada tiap penambahan NPZ
Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa secara umum penambahan NPZ akan
menurunkan aktivitas air dari film. Kondisi ini dikarenakan partikel ZnO yang
berada dalam matriks polimer kitosan akan mengikat air dan menjadikannya
dalam kondisi air terikat yang tidak memiliki aktivitas seperti air bebas. Namun
dengan adanya penambahan asam lemak stearat mengakibatkan nilai aW lebih
tinggi dibandingkan dengan tanpa penambahan asam lemak stearat. Kondisi
tersebut kemungkinan terjadi karena adanya asam lemak akan mengganggu reaksi
pengikatan air bebas oleh partikel ZnO.
Pengukuran Kuat Tarik dan Elongasi
Pengukuran kuat tarik dan persen elongasi bertujuan untuk mengetahui sifat
mekanis dari film. Pengukuran ini dilakukan secara serempak sehingga
kemungkinan kesalahan data bisa dapat ditekan. Kuat tarik itu sendiri memiliki
definisi sebagai besarnya gaya tarik maksimum yang dapat diterima oleh suatu
material sampai material tersebut putus. Pada edible film nilai kuat tarik
merupakan salah satu parameter mutu yang penting. Film yang memiliki nilai kuat
tarik yang terlalu rendah kurang bagus untuk digunakan sebagai bahan pengemas
karena sifatnya yang rapuh dan mudah putus. Sedangkan film yang memiliki nilai
kuat tarik yang terlalu tinggi akan menghasilkan film yang sangat tidak plastis dan
keras. Standar yang harus dimiliki oleh edible film agar dapat mengemas bahan
pangan dengan baik adalah memiliki besaran kuat tarik antara 10 hingga 100 MPa
(Krochta 1992). Untuk melihat data hasil pengamatan kuat tarik pada beberapa
macam film dengan formula berbeda dapat dilihat diagram pada Gambar 3 di
bawah ini.

15
100

Kuat Tarik (MPa)

80

0% a. stearat
5% a. stearat

f
e

60

e
d

40
c

bc

b

20
a
0
0%

0.5

1%

3%

NPZ
ZnO

Gambar 7. Kenaikan nilai kuat tarik pada tiap penambahan NPZ
Data hasil pengamatan menggambarkan bahwa semakin banyak kadar NPZ
yang ditambahkan maka film yang terbentuk memiliki kuat tarik yang semakin
besar. keberadaan NPZ akan mengisi struktur matriks dari polimer kitosan yang
secara langsung akan meningkatkan integritas dari film. Penambahan NPZ hingga
3% ke dalam suspens bionanokomposit menghasilkan kondisi kuat tarik film yang
terbaik, cukup plastis dan kuat sebagai pengemas produk pangan.
Penambahan asam stearat ke dalam suspensi bionanokomposit
menghasilkan dampak kualitas film yang berbeda dari penambahan NPZ.
Penambahan asam stearat menurunkan nilai kuat tarik film jika dibandingkan
dengan formula sejenis tanpa penambahan asam stearat. Keberadaan asam lemak
stearat dapat menghambat masuknya NPZ ke dalam struktur matriks polimer
kitosan, sehingga integritas film tidak sebaik film tanpa penambahan asam stearat.
Berdasarkan analisis ANOVA dengan taraf kepercayaan 5%, diketahui pula
bahwa penambahan asam lemak stearat menghasilkan perbedaan nilai kuat tarik
yang signifikan terhadap nilai kuat tarik film tanpa penambahan asam lemak
stearat. Hal ini memberi gambaran bahwa keberadaan asam lemak stearat
berpengaruh signifikan untuk mengganggu integritas film yang didukung dengan
keberadaan NPZ. Sementara nilai elongasi yang terbentuk tidak membentuk
susunan linear. Nilai persen elongasi semakin tinggi mengikuti penambahan NPZ
hingga 1%, kemudian menurun pada penambahan 3% NPZ. Hal ini
menggambarkan bahwa formula dengan penambahan NPZ 1% menghasilkan nilai
persen elongasi terbaik.
Dari data persen elongasi juga dapat dilihat bahwa penambahan asam lemak
stearat membentuk pola penurunan nilai persen elongasi. Hal tersebut disebabkan
oleh hal yang sama pada pengukuran kuat tarik, yakni keberadaan asam lemak
mampu menghambat masuknya NPZ masuk ke dalam struktur polimer kitosan.
Sehingga integritas dari nanostruktur kitosan–NPZ tidak maksimal.

16
70

f

Persen Elongasi (%)

60

0% a. stearat
5% a. stearat

50

e
d

40

cd

bc

bc

b

30

a
20
10
0
0%

0.5%

1%

NPZ
3% ZnO

Gambar 8. Diagram Persen Elongasi pada tiap Perlakuan
Uji Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri (ASTM E-9699)
Nilai laju transmisi uap air (WVTR) menggambarkan kemudahan uap air
melewati film. Semakin tinggi nilai WVTR maka semakin mudah uap air
melewati film. Sementara film yang diinginkan adalah film yang mampu menjadi
barrier dari kondisi eksternal termasuk uap air, sehingga film yang diinginkan
harus memiliki nilai WVTR terendah. Setelah dilakukan penimbangan kenaikkan
berat kaleng setiap 2 jam selama 3 hari, kemudian dicari nilai slope dari kurva
kenaikkan berat kaleng. Nilai slope yang didapat mendefinisikan nilai kenaikkan
berat kaleng (g) tiap jam. Nilai slope tersebut diolah untuk mendapatkan nilai
WVTR dengan cara membaginya dengan luas film (m2).
60

Nilai WVTR (g/m2/hari)

50

0% a. stearat

d
c

c

5% a. stearat

c

40
b

30

ab

ab

a

20
10
0
0%

0.50%

1%

3%

NPZ

Gambar 9. Diagran nilai WVTR tiap perlakuan
Perbandingan nilai WVTR tiap penambahan NPZ disajikan dalam bentuk
diagram diatas. Terlihat bahwa terbentuk susunan nilai WVTR yang semakin

17
rendah seiring dengan penambahan NPZ. Terlihat pula bahwa nilai WVTR
terendah terdapat pada formula D dengan penambahan ZnO sebanyak 3% yakni
sebesar 27.23 g/m2/hari. Namun setelah diuji secara statistik dengan taraf
kepercayaan 5%, nilai WVTR pada formula C tidak berbeda signifikan terhadap
nilai WVTR formula D. Oleh karena itu penambahan NPZ sebanyak 1%
merupakan formula yang paling efisien untuk menghasilkan film dengan kekuatan
barrier terhadap uap air yang baik.
Sementara penambahan asam lemak stearat mengakibatkan penurunan nilai
WVTR dibandingkan dengan formula sejenis tanpa asam stearat. Meskipun pada
formula A terlihat penurunan signifikan pada nilai WVTR. Secara umum
penurunan nilai WVTR tidak berbeda signifikan antara formula dengan
penambahan asam lemak stearat dengan yang tidak ada penambahan.
Penentuan Jumlah Awal pada Bakteri Uji
Penentuan jumlah awal bakteri uji dilakukan dengan memanfaatkan standar
McFarland. Nilai absorbansi standar McFarland pada panjang gelombang 600 nm
yang didapat adalah 0.094±0.01. Sementara didapatlah nilai rasio pengenceran
tiap-tiap suspensi bakteri uji dengan menepatkan nilai absorbandi sesuai dengan
nilai absorbansi standar McFarland. Nilai rasio ini digunakan dalam
mempersiapkan bakteri uji untuk analisis aktivitas antimikroba. Data hasil
penentuan jumlah awal bakteri uji dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Jumlah awal bakteri uji
No

Bakteri uji

1
2
3
4

McFarland Standard
Bacillus cereus
Staphylococcus aureus
Escherichia coli

Nilai
Absorbansi
0.094±0.010
0.095±0.008
0.095±0.005
0.094±0.012

Rasio
pengenceran
1:1
1:20
1:10
1:50

Jumlah
mikroba awal
1x108
1x108
1x108
1x108

Analisis Aktivitas Antimikroba
Penentuan aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode sumur pada
suspensi bionanokomposit. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
aktivitas antimikroba pada berbagai formula bionanokomposit kitosan dengan
rangkaian penambahan NPZ serta asam stearat. Analisis ini juga berguna untuk
mengetahui konsentrasi NPZ paling efisien dalam mencegah pertumbuhan
mikroba patogen. Sementara itu, bakteri patogen yang dipakai dalam penentuan
aktivitas antimikroba dari bionanokomposit ini adalah Bacillus cereus (+),
Staphylococcus aureus (+), dan Escherichia coli (-). Data lengkap hasil
pengamatan disajikan dalam bentuk diagram pada Gambar 10.

18
1.4
o ghino

Besar Zona Penghambatan (cm)

1.2
lmn
1.0

Bacillus cereus
Staphylococcus aureus

cde

0.8

bc

bc

bcd

ijk

def

ghi
cde efg

def jkl
jkl jkl
hij

fgh
mno

ghi
efg

bcd

b

0.6
0.4
0.2
aaa
0.0
cont

0%
0%

0%
5%

0.5 %
0%

0.5%
5%

1%
0%

1%
5%

3%
0%

3% ZnO
5% a.stearat

Gambar 10. Besar zona penghambatan bionanokomposit pada beberapa
jenis bakteri patogen
Perbedaan dinding sel pada bakteri Gram positif dan Gram negatif akan
mengakibatkan perbedaan efek aktivitas antimikroba dari bionanokomposit.
Analisis ini juga berguna untuk mengetahui dampak antimikroba dari
bionanokomposit terhadap masing-masing bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Bakteri. Escherichia coli merupakan jenis bakteri Gram negatif yang diuji.
Sementara Gram positif diwakilkan oleh bakteri patogen Bacillus cereus dan
Staphylococcus aureus. Analisis terhadapa ketiga bakteri tersebut diatas akan
memperlihatkan pola efek aktivitas antimikroba dari bionanokomposit KitosanNPZ terhadap kedua kelompok bekteri menurut jenis dinding selnya.
Dinding sel bakteri didesain untuk memproteksi sel dari gangguan osmostik
dan kerusakan mekanis (Brayner et al. 2006). Berdasarkan struktur, komponen,
dan fungsinya, dinding sel bakteri dibagi menjadi dua yaitu Gram positif (+) dan
Gram negatif (-). Dinding sel Gram positif memiliki ketebalan peptidoglikan (PG)
berkisar 20–50 nm dan mengandung asam teikoat yang bersifat khas pada dinding
sel Gram positif (Gambar 11) (Mohhamad et al. 2012). Berbeda dengan Gram
positif, bakteri Gram negatif memiliki komponen dinding sel yang lebih kompleks
dari segi struktur maupun secara kimia. Dinding sel Gram negatif memiliki
lapisan PG yang tipis dan mempunyai membran luar yang dapat melindungi
membran permukaan. Membran luar tersebut bersifat resisten terhadap senyawa
hidrofobik termasuk deterjen dan lipopolisakarida. Lipopolisakarida sangat
penting untuk integritas sruktur dan viabilitas dari bakteri (Singeton 2004).
Bakteri-bakteri Gram positif diketahui sensitif terhadap jenis nanopartikel dari
logam oksida13. Namun sifat antimikroba larutan kitosan sendiri lebih efektif
terhadap bakteri Gram negatif (Cheng et al. 2003).

19

Gambar 11. Penampakan dinding sel bakteri Gram positif
negatif (b) (Mohhamad et al 2012)

(a)

dan Gram

Tolok ukur aktivitas antimikroba dari bionanokomposit adalah besar zona
bening atau disebut kemudian sebagai zona penghambatan yang dihasilkan.
Semakin besar zona penghambatan yang dihasilkan maka semakin tinggi aktivitas
antimikroba dari bionanokomposit. Secara teori, bakteri Gram positif (B. cereus
dan S. aureus) akan lebih mudah terkena dampak dari sifat antimikroba
bionanokomposit, karena bakteri dinding sel bakteri Gram positif tidak memiliki
membran luar yang dapat mencegah masuknya senyawa hidrofobik seperti
suspensi kitosan kedalam sel . Namun ada tingkat sensitif bakteri yang tidak
hanya bergantung pada jenis dinding sel. Beberapa faktor lain dapat
mempengaruhi toleransi bakteri terhadap nanopartikel. Seperti yang dilaporkan
Fang et al. (2006) bahwa Escherichia coli (-) sangat mudah terkena efek
bakterisidal dari NP CuO, namun tidak banyak berpengaruh untuk Staphylococcus
aureus (+) dan Bacillus subtillis (+).
Menurut Mayachiew et al. (2010), diketahui bahwa mekanisme aktivitas
antimikroba dari NPZ yang terjadi bersifat bakterisidal. Efek antimikroba pada
NPZ disebabkan oleh tiga mekanisme utama, yaitu: 1) ZnO akan mengeluarkan
ion-ion bersifat antimikroba, 2) Interaksi nanopartikel dengan mikroorganisme
yang dapat merusak integritas dari sel bakteri, dan 3) Kemampuan membentuk
reactive oxygen species (ROS) dengan efek radiasi cahayanya.
Hasil pengamatan aktivitas antimiroba dari bionanokomposit kitosan-NPZ
disajikan dalam bentuk diagram dan dapat dilihat pada Gambar 10. Data hasil
pengujian terhadap bakteri patogen Gram positif maupun negatif membentuk pola
kenaikan berdasarkan penambahan kadar NPZ. Namun pola kenaikan tersebut
terjadi hanya sampai kadar ZnO 1% dan terjadi penurunan pada kadar ZnO 3%.
Sementara penambahan asam stearat akan menurunkan tingkat aktivitas
antimikroba dari NPZ jika dibandingkan dengan kadar NPZ sejenis.

20
Pengamatan nanostruktur film dengan Scanning Electrone Microscope
Pengamatan dengan Scanning Electrone Microscope (SEM) menghasilkan
data visual nanopartikel yang berada dalam film yang terbentuk. Dengan melihat
visual dari film dengan pembesaran 5000x yang memungkinkan untuk melihat
objek hingga ukuran nanopartikel, sangat memudahkan dalam penentuan
keberhasilan penelitian ini. Nanopartikel ZnO dan asam lemak stearat akan
mengubah karakteristik visual dari film. Tersebarnya ZnO sebagai nanopartikel di
dalam biofilm ini, akan dapat terlihat secara visual, begitu pula pada asam lemak
stearat.
KZ0S0

KZ1S0

KZ0S5

KZ1S5

Gambar 12. Hasil pengamatan visual SEM
A
Keterangan :
2
- KZ0S0 adalah Nanokomposit kitosan tanpa penambahan NPZ
ataupun asam stearat
- KZ0S5 adalah Nanokomposit kitosan dengan penambahan asam
stearat sebanyak 5% dari bobot kitosan yang dipakai dan tanpa
penambahan NPZ
- KZ1S0 adalah Nanokomposit kitosan-NPZ dengan penambahan
NPZ sebanyak 1% dari bobot kitosan yang dipakai dan tanpa
penambahan asam stearat
- KZ1S5 adalah Nanokomposit kitosan-NPZ dengan penambahan
NPZ sebanyak 1% dan asam stearat sebanyak 5% dari bobot kitosan
yang dipakai dan tanpa penambahan NPZ sebanyak 1% dan
C
C
Penampakan
yang
diperoleh
dari
formula
A1,
film kitosan tanpa
2
1
penambahan NPZ ataupun asam stearat, memperlihatkan kondisi film yang bersih,
tidak terlihat adanya agregat-agregat asam lemak stearat seperti yang tampak pada
A2 (formula dengan penambahan 5% asam stearat tanpa NPZ) atau pun C1

21
(formula dengan penambahan 1% NPZ tanpa penambahan asam stearat), serta C2
(formula dengan penambahan 5% asam stearat dan 1 % NPZ). Sebaliknya jika
dapat dibandingkan, visual formula A2 dan C1 memiliki penampakan yang
berbeda. Pada film A2 terlihat bintik-bintik hitam yang kemunkinan adalah asam
lemak stearat. Sementara pada C2, terlihat jelas terbentuk bintik-bintik putih yang
ditengarai merupakan NPZ. Nanopartikel ZnO yang terbentuk memiliki ukuran
dibawah 100 nm atau 0.1 µm. hal ini dapat diukur secara manual berdasarkan
skala yang tersedia pada Gambar 12. Hasil yang baik ini merupakan keberhasilan
dalam aplikasi nanoteknologi ke dalam film untuk kemasan pangan.
Hasil Pengamatan DSC
Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah suatu teknik yang
digunakan untuk mempelajari apa yang terjadi pada suatu polimer ketika
dipanaskan. Prinsip kerja DSC adalah mengukur energi yang diserap oleh sampel
sebagai fungsi waktu atau suhu. Hal ini dibutuhkan untuk analisis suhu transisi
gelas dan evolusi pada suatu film polimer seperti kitosan selama masa
penyimpanan. Penggunaan teknik ini dibutuhkan untuk melihat bagaimana
transisi panas yang terjadi pada film bionanokomposit kitosan yang ditambahkan
dengan NPZ.
Puncak suhu titik leleh (Tm), suhu transisi gelas (Tg), dan nilai entalpi
pelelehan (Δhm), dari film dapat diasosiasikan dengan kristalinitas sampel film.
Tabel 3 dan Gambar 13 menunjukkan bahwa terjadi penurunan Tm, Tg, dan Δhm
pada film kitosan yang ditambahkan NPZ. Menurut Joana dkk (2012), kenaikan
Δhm diasosiasikan dengan kenaikan nilai kristalinitas dari film kitosan.
Sebelumnya telah diketahui dari studi yang dilakukan oleh Ziani dkk (2008)
bahwa film kitosan itu sendiri merupakan film semikristalin. Penambahan NPZ
dapat meningkatkan efek kristalinitas. Hal ini dapat dikarenakan penamba