Studi Penentuan Matriks Pembobot Spasial Optimum Dalam Pendugaan Area Kecil

STUDI PENENTUAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL
OPTIMUM DALAM PENDUGAAN AREA KECIL

ASFAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Penentuan
Matriks Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan Area Kecil adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Asfar
NRP G152120141

RINGKASAN
ASFAR. Studi Penentuan Matriks Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan
Area Kecil. Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan KUSMAN SADIK.
Statistik area kecil di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian oleh para
statistisi seiring dengan bergesernya sistem ketatanegaraan dari sistem sentralisasi
ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki
kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level
pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada
level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan,
pemantauan dan penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya.
Pada umumnya survey yang digunakan hanya dirancang untuk menduga
parameter populasi berskala nasional. Sehingga permasalahan akan muncul ketika
ingin memperoleh informasi untuk area yang lebih kecil, misalnya pada level
propinsi, level kabupaten atau level kecematan. Ukuran contoh pada level area
tersebut biasanya sangat kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki

ragam yang besar. Guna mengatasi hal ini, diperlukan suatu prosedur statistika yang
dapat mengkombinasikan data dari contoh kecil dan besar, dengan mengambil
keuntungan secara detil dalam survei contoh dan sensus. Metode yang tepat untuk
memberi solusi dalam hal ini adalah metode pendugaan area kecil (Small Area
Estimation, SAE). Metode ini membantu memperbaiki informasi dan ukuran
contoh menjadi lebih efektif. Salah satu metode dalam pendugaan area kecil adalah
Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP).
Fay dan Herriot (1979) merupakan peneliti pertama yang mengembangkan
pendugaan area kecil berdasarkan model linier campuran. Model yang kemudian
menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian pendugaan area kecil lebih lanjut.
Model Fay-Herriot yang menjadi dasar dalam pendugaan area kecil
mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam
beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Penyebabnya adalah keragaman suatu
area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga pengaruh spasial dapat dimasukkan ke
dalam pengaruh acak. Efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu
area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area
lainnya. Selain itu, dasar dalam analisis spasial adalah segala sesuatu saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih
berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Berdasarkan hal tersebut, informasi
spasial dapat digunakan dalam model pendugaan area kecil. Dengan memasukkan

efek korelasi spasial ke dalam efek acak area, maka akan diperoleh pendugaan area
kecil yang mempertimbangkan efek korelasi spasial antar area.
Penduga EBLUP dengan memperhatikan pengaruh acak area yang
berkorelasi spasial dikenal dengan istilah penduga Spatial Empirical Best Linear
Unbiased Prediction (SEBLUP). Model dengan efek random korelasi spasial dalam
masalah SAE pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu dalam
Rao 2003b). Para peneliti sebelumnya menyebutkan bahwa pendekatan spasial
EBLUP ini bisa menghasilkan interval kepercayaan yang baik yang bergantung
pada pengaruh korelasi spasial dan nilai dari ragam pendugaannya. Selain itu,

penggunaan informasi tambahan spasial dapat memperkecil ragam dan bias dari
penduga EBLUP.
Walaupun para peneliti sebelumnya telah menjelaskan tentang pendekatan
spasial dalam pendugaan area kecil, namun terdapat masalah, yaitu masalah dalam
penentuan matriks pembobot spasial yang akan akan digunakan dalam pendugaan
area kecil. Sebagaimana dijelaskan oleh Getis dan Aldstads (2004) bahwa dalam
model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam
kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengkajian khusus mengenai pembentukan matriks pembobot yang
optimum dalam pendugaan area kecil.

Hasil dari kajian simulasi menunjukkan bahwa banyaknya area kecil
mempengaruhi pemilihan metode pembentukan matriks pembobot spasial yang
optimum dalam pendugaan area kecil. Penduga SEBLUP dengan rekomendasi
matriks pembobot spasial untuk jumlah area yang berbeda memberikan nilai
ARRMSE yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARRMSE pada penduga
EBLUP. Hasil simulasi ini sejalan dengan hasil studi kasus rata-rata pengeluaran
per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor
berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 dengan menggunakan rekomendasi
pembentukan matriks pembobot spasial yang diperoleh pada kajian simulasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya area sangat mempengaruhi
pemilihan matriks pembobot spasial yang bisa memberikan pendugaan area kecil
yang terbaik dengan pendekatan SEBLUP.
Kata kunci: ARRMSE, EBLUP, matriks pembobot spasial, pendugaan area kecil,
SEBLUP

SUMMARY
ASFAR. Study of Determining Optimum Spatial Weighting Matrix in Small Area
Estimation. Supervised by ANANG KURNIA and KUSMAN SADIK.
Small area statistic in Indonesia has given attention by statisticians in line with
the constitutional system shifting from a centralized system to a decentralized

system. In the decentralized system, local governments have greater authority to
regulate themselves, especially at the level of district/city governments. Thus the
need for statistics to the level of villages/wards a basic requirement as a basis for
local government district /city to construct a system of planning, monitoring and
assessment of regional development or other important policy.
In general surveys are used only designed to estimate population parameters
in nationwide scale. So that problems may arise when you want to obtain
information for a smaller area, for example at the provincial level, district level or
sub district level. The sample size at the level of the area is usually very small so
the statistics obtained will have a large variances. To overcome this problems, we
need a statistical procedure to combine data from a small sample and large, by
taking advantage in detail in the survey sample and census. The proper method to
give a solution in this case is a small area estimation methods (SAE). This method
helps to improve the information and the sample size to be more effective. One
method of estimating a small area is Empirical Best Linear Unbiased Prediction
(EBLUP).
Fay and Herriot (1979) was the first researcher to develop a small area
estimation based on linear mixed models. The model then becomes a reference in
the development of small area estimation further research. Model Fay-Herriot is the
basis for small area estimation assumes that the influence of random error-free each

area. But in some cases, this assumption is often violated. The reason is the diversity
in an area influenced by the surrounding area, so that the spatial effect can be put
into a random effect. Spatial effects are normal, occurs between one area to another
area, this means that one area affects other areas. In addition, the foundation of
spatial analysis are all interconnected with each other, but something closer to be
more influential than something much. Based on this, the spatial information can
be used in small area estimation models. By entering into the spatial correlation
effects random effects area, you will get a small area estimation poise effects of
spatial correlation between areas.
EBLUP estimator probe by observing the random influences that correlate
spatial area known as the probe Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction
(SEBLUP). Models with random effects of spatial correlation in SAE problem was
first introduced by Cressie (Cressie 1991 referred to under Rao 2003b). Researchers
had previously mentioned that the EBLUP spatial approach can produce good
confidence intervals that depend on the influence of the spatial correlation and the
probe of variances. In addition, the use of additional spatial information can reduce
both the variance and the bias of the EBLUP estimator.
Although previous researchers have explained about the spatial approach in a
small area estimation, but there is a problem, that problem in determining the spatial
weighting matrix that will be used in small area estimation. As explained by Getis

and Aldstads (2004) that the spatial model, spatial weighting matrix is an important

component in most models when the representation of the spatial structure is
needed. Therefore it is necessary to do a special assessment regarding the optimum
weighting matrix formation in a small area estimation.
The results of the simulation study shows that a lot of small areas influence
the selection method of forming the optimum spatial weighting matrix in the small
area estimation. SEBLUP estimator with spatial weighting matrix has
recommended for the number of different areas providing value of ARRMSE much
smaller than the ARRMSE value of EBLUP estimator. The simulation result is in
line with the results of the case study that the average spending per household per
month for sub-district in the city and district Bogor uses data of SUSENAS year
2010 by using recommendation weighting matrix formation obtained in the
simulation study. It can be concluded that, the number of areas affecting the
selection of spatial weighting matrix that can provide the best estimate in small area
estimation with SEBLUP approach.
Keywords: ARRMSE, EBLUP, spatial weighting matrix, small area estimation,
SEBLUP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI PENENTUAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL
OPTIMUM DALAM PENDUGAAN AREA KECIL

ASFAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Indahwati, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Studi Penentuan Matriks
Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan Area Kecil berhasil diselesaikan.
Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan
petunjuk dari berbagai pihak.
Dalam penyusunan Tesis ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. Anang Kurnia, S. Si, M. Si dan Dr. Ir. Kusman Sadik M. Si selaku dosen
pembimbing atas waktu dan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis.
2. Dr. Ir. Indahwati, M. Si selaku dosen penguji luar.
3. Seluruh staf Depertemen Statistika atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Muhammd Nusrang, S. Si, M.Si atas bimbingan, arahan serta saran kepada

penulis.
5. Ibu, Bapak, kakak dan seluruh keluarga atas cinta, kasih sayang, doa dan
dukungannya.
6. Teman-tman S2 dan S3 Program studi statistika dan statistika terapan angkatan
2011 dan 2012 atas do’a, kebersamaan dan dukungan yang berlimpah.
7. DIKTI Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas beasiswa
BPDN-Calon Dosen.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelasian tesis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Asfar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Model Area Kecil
Model Level Area
Model Level Unit
Pendugaan Area Kecil
Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris (EBLUP)
Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris Spasial (SEBLUP)
Review Matriks Pembobot Spasial
Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis
Matriks Pembobot Berdasarkan Prilaku Data
Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan

3
3
3
3
4
5
6
8
8
11
12

3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis

14
14
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Simulasi
Matriks Pembobot Spasial
Hasil Simulasi Matriks Pembobot Spasial
Studi Kasus
Pendugaan Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga
Pendugaan MSE dan RMSE

18
18
18
22
26
27
28

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
Nila ARRMSE untuk m = 16
Nila ARRMSE untuk m = 64
Nila ARRMSE untuk m = 144
Hasil uji autokorelasi spasial dengan Indeks Moran
Penduga pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan di
Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010
(Ribu Rupiah)
6 Penduga ARMSE (Average Root Mean Square Error)

1
2
3
4
5

22
24
25
26

27
28

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen (d) dari
unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F
2 Peta untuk 16 area
3 Koordinat centroid untuk 16 area
4 Peta untuk 64 area
5 Koordinat centroid untuk 64 area
6 Peta untuk 144 area
7 Koordinat centroid untuk 144 area

10
18
19
19
20
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Keterangan komponen-komponen pada penduga MSE SEBLUP
2 Peubah penyerta dalam pendugaan area kecil pada level kecematan
di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data PODES tahun 2011
3 Peta letak kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor
4 Koordinat centroid kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor
5 Penduga MSE untuk pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan
di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010

32
33
34
35
36

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Statistik area kecil saat ini telah menjadi perhatian para statistisi dunia secara
sangat serius. Telah banyak penelitian yang dikembangkan baik untuk perbaikan
teknik dan pengembangan metode maupun aplikasi dalam berbagai kasus dan
persoalan nyata yang dihadapi. Terlebih lagi di Indonesia dengan era otonomi
daerahnya, dimana sistem ketatanegaraan bergeser dari sistem sentralisasi ke sistem
desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level pemerintah
kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada level
desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah
daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan dan
penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya (Kurnia 2009).
Permasalahan muncul ketika akan menduga sampai pada level
desa/kelurahan yaitu kondisi ukuran contoh yang kecil karena survey yang menjadi
sumber informasi umumnya dirancang untuk menduga parameter populasi berskala
nasional. Pendugaan yang umum digunakan didasarkan pada model desain
penarikan contoh dalam survey. Sehingga dengan kondisi ukuran contoh yang
kecil, metode pendugaan ini idak dapat memberikan hasil dugaan yang akurat dan
presisi. Oleh karenanya diperlukan suatu prosedur statistika yang dapat
mengkombinasikan data dari contoh kecil dan informasi tambahan. Metode yang
tepat untuk memberi solusi dalam hal ini adalah pendugaan area kecil (Small Area
Estimation, SAE) (Elbers et al. 2003, Rao 2003b).
Chand dan Alexander (1995) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area
kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan informasi area sekitarnya dan sumber
data dari luar area yang statistiknya ingin diperoleh melalui pembentukan model
yang tepat untuk meningkatkan efektifitas ukuran contoh. Secara umum pendugaan
area kecil dapat dikatakan sebagai suatu metode untuk menduga parameter pada
suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei dengan memanfaatkan
informasi dari luar area, dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei.
Petrucci dan Salvati (2004b) menyebutkan bahwa model area kecil
mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam
beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Penyebabnya adalah keragaman suatu
area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga pengaruh spasial dapat dimasukkan ke
dalam pengaruh acak. Pengaruh spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara
satu area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi
area lainnya.
Model dengan memperhatikan pengaruh acak korelasi spasial dalam masalah
pendugaan area kecil pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu
dalam Rao 2003b) yang dikenal dengan istilah penduga SEBLUP (spatial empirical
best linear unbiased prediction). SEBLUP juga digunakan oleh Petrucci dan Salvati
(2004a, 2004b), Salvati (2004), Singh et al. (2005), Chandra et al. (2007) dan
Pratesi dan Salvati (2008). Mereka memasukkan matriks pembobot spasial tetangga
terdekat (nearest neighbors) ke dalam model EBLUP.

2

Pendekatan spasial EBLUP bisa menghasilkan selang kepercayaan yang baik
yang bergantung pada pengaruh korelasi spasial dan nilai dari ragam
pendugaannya. Pratesi dan Salvati (2008) menunjukkan bahwa penggunaan
informasi tambahan spasial dapat mengurangi bias dan galat penarikan contoh
dalam pendugaan area kecil.
Walaupun para peneliti sebelumnya telah menjelaskan tentang pendekatan
spasial dalam pendugaan area kecil, namun terdapat masalah, yaitu masalah dalam
penentuan matriks pembobot spasial yang akan digunakan dalam pendugaan area
kecil. Semua peneliti sebelumnya hanya menggunakan matriks pembobot spasial
yang sederhana dan mudah dibentuk, yaitu matriks pembobot yang didasarkan pada
ketetanggaan terdekat. Padahal dalam analisis yang menggunakan pengaruh spasial
penentuan matriks pembobot merupakan hal penting dan dasar dalam memperoleh
pendugaan yang akurat. Sebagaimana dijelaskan oleh Getis dan Aldstads (2004)
bahwa dalam model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen
penting dalam kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan.
Karena hasil analisis sensitif terhadap spesifikasi matriks bobot spasial, matriks
bobot spasial yang berbeda mungkin diperlukan untuk berbagai jenis studi.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian khusus mengenai pembentukan
matriks pembobot yang optimum dalam pendugaan area kecil. Stakhovych dan
Bijmolt (2008) menyebutkan bahwa pembentukan matriks pembobot spasial sendiri
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) memperlakukan matriks
pembobot sebagai completely exogenous construct, (2) membiarkan data
menentukan matriks pembobot sendiri, (3) menduga matriks pembobot.
Metode yang peneliti gunakan dalam menentukan matriks pembobot spasial
yang optimum adalah metode kajian kepustakaan dan metode simulasi. Simulasi
dilakukan pada beberapa kondisi untuk menentukan matriks pembobot yang
optimum. Matriks pembobot optimum yang diperoleh dalam simulasi selanjutnya
yang digunakan dalam pendugaan pengeluaran per rumah tangga per bulan pada
level kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2010.

Tujuan Penelitian
Merujuk pada permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pembentukan
matriks pembobot spasial.
2. Mengevaluasi pengaruh efisiensi matriks pembobot dalam kasus SAE.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Model Area Kecil
Area kecil menggambarkan suatu subpopulasi kecil untuk demografi maupun
kelompok orang yang memiliki sosial ekonomi (ras, jenis kelamin, umur) tertentu
yang berada dalam area geografis yang lebih luas. Area kecil sering digunakan
sebagai gambaran sebuah area geografis kecil, seperti kabupaten, kecamatan,
maupun kelurahan/desa dari suatu negara (Rao 2003b).
Tipe model pendugaan area kecil terbagi menjadi dua, yaitu model level area
(basic area level models) dan model level unit (unit level area models) (Rao 1999,
2003a, 2003b, 2014). Model level area digunakan jika data penyerta yang
bersesuaian dengan data peubah yang diamati tidak tersedia hingga level unit
contoh, sedangkan model level unit digunakan jika data penyerta yang bersesuaian
dengan data peubah yang diamati tersedia hingga level unit contoh.
Model Level Area
Model level area merupakan model yang didasarkan pada ketersediaan data
pendukung yang hanya ada untuk level area tertentu, misalkan
=
,
, … , � dengan parameter yang akan diduga adalah � yang diasumsikan
mempunyai hubungan dengan dengan mengikuti model sebagai berikut:
� =
�+
,
= ,…,
dengan
adalah konstanta bernilai positif yang diketahui, � adalah vektor dari
parameter yang bersifat tetap berukuran p x 1, m adalah jumlah area kecil dan
adalah pengaruh acak yang diasumsikan menyebar normal dan berdistribusi identik
dan saling bebas (iid), yakni:
=�
= ,


Untuk melakukan inferensi tentang populasi berdasarkan model (1), diasumsikan
bahwa penduga langsung telah ada pada model dan dituliskan sebagai:
=� + ,
= ,…,
galat penarikan contoh berdistibusi saling bebas dengan:
|
= �
= ,

� |
Jika menggabungkan Persamaan (1) dan (3) maka diperoleh model:
= �� +
+ ,
= ,…,
dengan asumsi bahwa
~ N , � saling bebas dengan ~ N , � .
Persamaan (5) merupakan bentuk khusus dari model linier campuran.
Model Level Unit
Model level unit merupakan suatu model dengan data pendukung yang
tersedia bersesuaian secara individu dengan data respon, misalnya
=
,
, … , � . Selanjutnya peubah perhatian
dianggap berkaitan dengan
mengikuti model regresi tersarang satu tahap sebagai berikut:
�+
+
;
= ,…, ,
= ,…,
=
dengan asumsi bahwa ~ N , � saling bebas dengan ~ N , � .

4

Penduga Area Kecil
Pelaksanaan survei dilakukan untuk melakukan pendugaan parameter
populasi. Pendekatan klasik untuk menduga parameter populasi didasarkan pada
aplikasi model disain penarikan contoh (design-based), dan penduga yang
dihasilkan dari pendekatan itu disebut penduga langsung (direct estimation). Data
hasil survei ini dapat digunakan untuk mendapatkan penduga yang terpercaya dari
total maupun rata-rata populasi suatu area atau domain dengan jumlah contoh yang
besar. Namun, ketika penduga langsung tersebut digunakan untuk suatu area yang
kecil, maka akan menimbulkan galat baku yang besar (Ghosh dan Rao 1994). Selain
itu, pendugaan langsung tidak dapat dilakukan pada area yang tidak terpilih sebagai
contoh, karena tidak adanya data yang dapat digunakan untuk melakukan
pendugaan. Suatu area dikatakan kecil jika ukuran contoh dalam domain tersebut
tidak cukup memadai untuk mendukung ketelitian penduga langsung (Rao 2003b).
Area kecil biasanya digunakan untuk mendefinisikan area geografi yang kecil atau
domain yang memiliki ukuran contoh sangat kecil.
Penanganan masalah galat baku dalam pendugaan area kecil dilakukan
dengan menambahkan informasi mengenai parameter yang sama pada area kecil
lain yang memiliki karakteristik serupa, atau nilai pada waktu yang lalu, atau nilai
dari peubah yang memiliki hubungan dengan peubah yang sedang diamati.
Pendugaan parameter dan inferensinya yang menggunakan informasi tambahan
tersebut dinamakan pendugaan tidak langsung (indirect estimation). Metode ini
secara statistik memiliki sifat meminjam kekuatan (borrowing strength) dari
informasi mengenai hubungan antara peubah yang diamati dengan informasi yang
ditambahkan sehingga mengefektifkan jumlah contoh yang kecil. Pendugaan tidak
langsung berdasarkan pada model implisit atau model eksplisit yang menyediakan
suatu link yang menghubungkan area-area kecil melalui data tambahan. Dalam
papernya, Petrucci dan Salvati (2004b) menuliskan bahwa penduga tak langsung
ini terdiri dari dua tipe, yaitu penduga tak langsung yang berdasarkan pada model
implisit, antara lain penduga sintetik (synthetic estimator) dan penduga komposit
(composite estimator) serta penduga tak langsung yang berdasarkan pada model
eksplisit (berbasis model) yang menggabungkan pengaruh acak antar area.
Pfeffermann (2002) menyebutkan bahwa permasalahan dalam SAE ada dua,
permasalahan pertama adalah bagaimana menghasilkan pendugaan karakteristik
yang handal untuk area yang menjadi perhatian, berdasarkan jumlah ukuran contoh
kecil dari area yang bersesuaian. Permasalahan kedua berhubungan dengan
bagaimana menilai suatu galat dari penduga tersebut. Siswantining (2013)
menambahkan permasalahan lain yang juga muncul adalah bagaimana menduga
parameter untuk area besar, namun informasi yang ada hanya berasal dari area kecil.
Keuntungan dari pendekatan berdasarkan model SAE diantaranya: (1) penduga
yang optimal didapatkan dari model yang diasumsikan, (2) pengukuran keragaman
yang spesifik terhadap area dapat diasosiasikan dengan tiap penduga, tidak seperti
pengukuran umum (rata-rata yang dibandingkan dengan area kecil) yang biasa
digunakan dengan penduga tidak langsung tradisional, (3) model dapat divalidasi
dari data sampel, (4) variasi model tergantung dari sifat alami atas peubah respon
dan kompleksitas dari struktur data (seperti ketergantungan spasial dan struktur
runtun waktu).

5

Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris (EBLUP)
Kurnia (2009) menyebutkan bahwa model pengaruh campuran Fay-Herriot
yang dijabarkan oleh Russo et al. (2005) untuk level area adalah sebagai berikut:
1.
= (x , x , … , x � ), merupakan vektor data pendukung (peubah penyerta).
2. � =
�+
, untuk = , , … , . � merupakan parameter yang menjadi
perhatian dan diasumsikan memiliki hubungan dengan peubah penyerta pada
(1).
= �
= ,�
3. �
4.
= � + , penduga langsung untuk domain ke-i yang merupakan fungsi
linier dari parameter yang menjadi perhatian dan galat contoh .
5.
=
�+
+ , untuk i = 1, 2, …, m merupakan gabungan dari (2) dan
(4) yang terdiri dari pengaruh acak dan pengaruh tetap sehingga menjadi bentuk
khusus dari model linier campuran dengan struktur peragam yang diagonal.
Jika terdapat model � =
� + , dengan � merupakan parameter yang
menjadi perhatian dan
merupakan nilai penduga langsung berdasarkan
rancangan survey, maka:
=� +
=
�+
+
untuk i = 1, …, m dengan = ( , , … , � ) merupakan peubah penyerta pada
tingkat area, � merupakan parameter yang fixed, merupakan pengaruh acak area
kecil dengan ~ N , � ,
merupakan galat penarikan contoh dengan
~ N , � , dan saling bebas. Dengan mengasumsikan bahwa � dan �
(ragam antar area kecil) tidak diketahui, tetapi � untuk i = 1, 2, …, m diketahui.
Teknik penyelesaian model pada Persamaan (13) untuk memperoleh BLUP
telah dikembangkan oleh Henderson (Henderson 1948-1975
bagi � = � � +
diacu dalam Kurnia 2009), dengan asumsi � diketahui. Penduga BLUP dari �
berdasarkan Persamaan (13) adalah:
̂+�( −
̂)
�̂ � � =


̂

�̂ � � = � + − �
dengan � = � ⁄ � + � . Metode BLUP yang dikembangkan oleh Henderson
(Henderson 1948-1975 diacu dalam Kurnia 2009) mengasumsikan diketahuinya
komponen ragam pengaruh acak dalam model campuran linier, padahal pada
kenyataannya komponen ragam ini tidak diketahui. Sebagai akibatnya, ragam
pengaruh acaknya harus diduga. Harville (Harville 1997 diacu dalam Kurnia 2009)
melakukan review terhadap beberapa metode pendugaan komponen ragam, dengan
menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood, ML) dan
metode kemungkinan maksimum terkendala (restricted maximum likelihood,
REML). Pendugaan � baik dengan metode ML maupun REML dilakukan dengan
alogaritma Fisher scoring. Dengan mengganti � dengan �̂ maka diperoleh suatu
penduga baru EBLUP, sebagai berikut:
̂

�̂ �� � = �̂ + − �̂
Penduga EBLUP yang diperoleh dengan metode ML maupun REML adalah
penduga tak bias jika galat dan i berdistribusi normal dengan rataan 0.
Mean square error (MSE) dari �̂ �� � (Rao 2003b) adalah:
MSE(�̂ �� � ) = MSE(�̂ � � ) + � {[�̂ �� � − �̂ � � ] }

6

MSE(�̂ �

+ � �
dan � {[�̂ �� � − �̂ � � ] } =
� � . Penduga tak bias bagi MSE(�̂ �� � ) adalah:
�s�[�̂ �� � �̂ ] = � �̂ + � �̂ + � �̂
jika �̂ diduga dengan menggukan metode REML. Namun jika menggunakan
metode ML, maka penduga tak bias bagi MSE(�̂ �� � ) adalah:
�s�[�̂ �� � �̂ ] = � �̂ + � �̂ + � �̂ −
�̂
� �̂
dengan



)= � �

Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris Spasial (SEBLUP)
, =
Molina et al. (2007) mendefinisikan vektor
=
,…,
, dan matriks =
,…,x
dan =
dan
=
,…,
,…,
. Berdasarkan definisi vektor dan matriks tersebut, maka
� ,…,
persamaan dalam notasi matriks adalah:
= �+
+
Model pada Persamaan (13) mengasumsikan bahwa terdapat pengaruh acak
area, namun pengaruh tersebut saling bebas antar area. Pada kenyataannya, sangat
beralasan untuk mengatakan bahwa ada korelasi antar area yang berdekatan.
Korelasi tersebut akan semakin berkurang seiring dengan jarak yang bertambah.
Hal ini sesuai dengan hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh
Tobler (Tobler’s first law of geography) yang merupakan pilar kajian analisis data
spasial, yaitu “everything is related to everything else, but near things are more
related than distant things”. Hal ini mengimplikasikan bahwa diharapkan
hubungan antar objek di dalam lebih kuat dibandingkan dengan hubungan di luar
dan hubungan antar peubah-peubah yang berada dalam lokasi yang dekat secara
spasial lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antar peubah di luar lokasi
lainnya yang jauh.
Model dengan pengaruh spasial yang digunakan dalam model SAE ada dua
model, yaitu Simultaneously Autoregressive (Simultan otoregresif, SAR) dan
Conditional Autoregressive (Otoregresif bersyarat, CAR). Model SAE dengan
memasukkan korelasi spasial antar area yang diperkenalkan oleh Cressie (Cressie
1991 diacu dalam Rao 2003b), dengan mengasumsikan ketergantungan spasial
mengikuti proses CAR. Model SAE ini kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa
peneliti, diantaranya Salvati (2004), Singh et al. (2005) dan Pratesi dan Salvati
(2008) dengan mengasumsikan bahwa ketergantungan spasial yang dimasukkan ke
dalam komponen galat dari faktor acak mengikuti proses SAR. Model SAR sendiri
pertama kali diperkenalkan oleh Anselin (Anselin 1992 diacu dalam Chandra et al.
2007) dimana vektor pengaruh acak area memenuhi:
=�
+
Koefisien � dalam Persamaan (14) adalah koefisien otoregresif spasial yang
menunjukkan kekuatan dari hubungan spasial antar pengaruh acak area. Nilai �
berkisar antara -1 hingga 1. Nilai � > menunjukkan bahwa suatu area dengan
nilai parameter yang tinggi cenderung dikelilingi oleh area lain dengan nilai
parameter yang tinggi pula dan sebuah area dengan nilai parameter yang rendah
dikelilingi oleh area dengan nilai parameter yang rendah pula. Disisi lain, � <
menunjukkan bahwa suatu area dengan nilai parameter yang tinggi dikelilingi oleh
area lain dengan nilai parameter yang rendah, atau sebaliknya. W adalah matriks
pembobot spasial yang menggambarkan struktur ketetanggaan dari area kecil dalam
bentuk standarisasi baris (jumlah setiap baris pada matriks W adalah 1), adalah

7

pengaruh acak area dan adalah vektor galat dari pengaruh acak area dengan ratarata 0 dan ragam � � . Persamaan (14) dapat ditulis kembali sebagai berikut:
= �− � −
dengan I adalah matriks identitas berukuran m x m. Dari Persamaan (15) terlihat
bahwa rata-rata adalah 0 dan matriks peragam � yang merupakan matriks
disperse model SAR, adalah sebagai berikut:
]−
� = � [ �− �
�− �
Persamaan (15) dimasukkan ke dalam Persamaan (13) menghasilkan:
= �+ �− � − +
Matriks peragam dari dengan � =
� � adalah:
]−
=�+ � =
� � + � [ �− �
�− �
Penduga Spasial BLUP model SAR untuk parameter � dengan � , � dan �
diketahui adalah:
̂ +
{� [ � − �
]− }
�̂ � � � , � = �
�− �
̂)
]−
}− ( − �
×{ � � + � [ �− �
�− �



̂=
dan
adalah vektor berukuran
dengan �
x
, ,…, , , ,…,
dengan 1 menunjukkan pada lokasi ke-i (Pratesi dan
Salvati 2008). Penduga Spatial BLUP tersebut diperoleh dengan memasukkan
matriks peragam ke dalam penduga BLUP. Spatial BLUP akan sama dengan BLUP
jika � = .
Seperti halnya dengan penduga EBLUP, penduga SEBLUP �̂ � � � , �
diperoleh dari Spatial BLUP dengan mengganti nilai � , � dengan penduganya.
Asumsi kenormalan dari pengaruh acak digunakan untuk menduga � dan � dengan
menggunakan prosedur baik ML maupun REML dengan fungsi log-likelihood.
��� �̂ , dapat diperoleh secara iteratif dengan
Metode ML dalam menduga �̂
menggunakan algoritma Nelder-Mead dan algoritma scoring (Pratesi dan Salvati
2008). Hasil pendugaan tersebut kemudian digunakan untuk melakukan pendugaan
terhadap SEBLUP, dengan rumus penduga SEBLUP model SAR adalah:
̂+
{�̂ [ � − �̂
]− }
�̂ �� � �̂ , �̂ = �
� − �̂
̂)
]−
}− ( − �
× { � � + �̂ [ � − �̂
� − �̂
��

�̂ , �̂ ] untuk model Spatial EBLUP dengan pengaruh acak
MSE[�̂
berdistribusi normal (Petrucci dan Salvati 2004a, 2004b) adalah:
MSE[�̂ �� � �̂ , �̂ ]
= MSE[�̂ � � � , � ] + � {[�̂ �� � �̂ , �̂ − �̂ � � � , � ] }
= � i � ,� + � i � ,� + � i � ,�
Prasad & Rao (1990) menyebutkan bahwa penduga dari
MSE[�̂ �� � �̂ , �̂ ] diperoleh dengan menggunakan linearisasi Taylor. Dalam
aplikasi pendugaan MSE[�̂ �� � �̂ , �̂ ] mengikuti hasil dari yang dikemukakan
oleh Harville dan Jeske (Harville dan Jeske 1992 diacu dalam Pratesi dan Salvati
2008) dan kemudian dikembangkan menjadi model generalized covariances oleh
Zimmerman dan Cressie (1992). Petrucci dan Salvati (2004a, 2004b), Molina et al.
(2007) dan Pratesi dan Salvati (2008) menyebutkan bahwa penduga tak bias bagi
MSE[�̂ �� � �̂ , �̂ ] dengan mengikuti hasil pendugaan yang dikemukakan oleh
Zimmerman dan Cressie (1992) adalah:
�s�[�̂ �� � �̂ , �̂ ] = � i �̂ , �̂ + � i �̂ , �̂ + � i �̂ , �̂

8
dengan �̂ ��� �̂ diduga dengan menggunakan metode REML. Namun apabila
menggunakan metode ML dalam menduga �̂ ��� �̂, maka penduga bagi
MSE[�̂ �� � �̂ , �̂ ] adalah:
�s�[�̂ �� � �̂ , �̂ ] =
� i �̂ , �̂ + � �̂ , �̂ + � �̂ , �̂ −
�̂ , �̂ � �̂ , �̂
dengan � �̂ , �̂ , � �̂ , �̂ , � �̂ , �̂ , � �̂ , �̂ dan
�̂ , �̂ dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Kackar dan Harville (1984) yang diacu dalam Petrucci dan Salvati (2004b)
menjelaskan beberapa sifat dari penduga SEBLUP, yaitu:
1. Penduga SEBLUP merupakan penduga yang tak bias untuk �.
2. �[�̂ �� � �̂ , �̂ ] berhingga.
3. �̂ dan �̂ merupakan penduga yang invarian dari � dan �.
Review Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam pemodelan
data-data spasial dimana pada data tersebut terdapat ketakbebasan spasial (spatial
dependence). Matriks pembobot spasial W, merupakan matriks N x N tak negatif
yang menspesifikasi himpunan ketetanggaan untuk setiap unit amatan spasial.
Stakhovych dan Bijmolt (2008) dan Jajang (2014) membagi matriks W terbagi ke
dalam tiga, yaitu: (1) memperlakukan matriks pembobot sebagai completely
exogenous construct, (2) membiarkan data menentukan matriks pembobot sendiri,
(3) menduga matriks pembobot.
Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis
Terdapat beberapa tipe matriks pembobot spasial menurut kedekatan
geografis, yaitu berdasarkan jarak, berdasarkan batas bersama atau perbatasan
(boundaries) dan berdasarkan kombinasi jarak dan perbatasan (Smith 2014).
Berikut beberapa ilustrasi dari tipe-tipe matriks pembobot spasial yang berdasarkan
kedekatan geografis.
1. Matriks Pembobot Jarak
Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada konsep jarak mengambil
jarak
sebagai jarak pusat (centroid distance) antara dua pasang unit-unit spasial
i dan j. Smith (2014) menyebutkan bahwa matriks pembobot spasial yang
didasarkan konsep jarak dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu:
a. Matriks k tetangga terdekat (k-nearest neighbor)
Setiap baris i dalam matriks pembobot spasial menurut k tetangga terdekat
memiliki k buah kolom j dengan elemen 1 dan kolom selainnya bernilai 0.
Mengacu pada konsep k-tetangga terdekat (k-rearest neighbor, k-NN), terdapat
dua tipe matriks pembobot spasial yang dapat diperoleh yaitu matriks pembobot
spasial yang tidak simetris dan matriks pembobot yang mempunyai sifat
simetris. Perbedaan kedua matriks ini bergantung pada definisi elemen-elemen
matriks pembobot spasial yang diambil.
Jika matriks pembobot spasial bersifat tidak simetris, maka
didefinisikan
sebagai:

,
= {
,

9

sedangkan jika matriks pembobot spasial bersifat simetris maka
didefinisikan sebagai:


,
= {
,
b. Matriks jarak radial
Setiap bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan jarak radial
tergantung pada nilai batas (threshold) yang diambil. Untuk baris tertentu,
semakin besar nilai threshold maka semakin banyak kolom pada baris tersebut
bernilai 1 dan semakin kecil nilai threshold maka semakin sedikit kolom pada
baris tersebut yang bernilai 1. Apabila dimisalkan terdapat n unit spasial dan
jarak dari unit spasial i terhadap semua unit spasial j (i ≠ j) adalah
serta
ditentukan nilai d sebagai threshold maka matriks pembobot spasial menurut
jarak radial ditentukan sebagai berikut:


,
= {
,
c. Matriks jarak pangkat
Matriks pembobot yang didasarkan pada jarak radial tampak bahwa unit-unit
yang berada pada jarak yang tidak lebih dari nilai threshold diberi bobot 1
meskipun mempunyai nilai jarak yang berbeda. Hal yang hampis sama terjadi
pula pada matriks pembobot yang didasarkan pada k-NN dimana setiap k
tetangga dari unit tertentu, katakan unit spasial i, diberi bobot 1. Semakin dekat
unit j dengan unit i maka semakin mirip. Oleh karena itu, selain pemberian
bobot yang hanya bernilai biner (1 dan 0) perlu dipertimbangkan nilai atau
bobot jarak sebenarnya, antara lain yang disandarkan pada jarak pangkat.
Berdasarkan konsep jarak pangkat setiap bobot matrik semakin kecil ketika
semakin jauh dari unit spasial i. setiap elemen matriks menurut jarak pangkat
didefinisiskan sebagai:
= −�
dengan nilai adalah bilangan positif.
d. Matriks jarak eksponensial
Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada jarak eksponensial pada
dasarnya hamper sama dengan bobot jarak pangkat. Apabila dimisalkan
adalah jarak antara unit spasial i dan uni spasial j, maka matriks pembobot
spasial menurut jarak eksponensial adalah:
= �xp (− ( )

)

dengan adalah
jarak dari lokasi-i ke lokasi-j dan d adalah lebar jendela,
yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang nilainya selalu positif. Fungsi
ini biasa disebut fungsi kernel normal (Gaussian).
e. Matriks jarak pangkat ganda
Matriks jarak pangkat ganda mempunyai prinsip yang sedikit berbeda dengan
matriks jarak pangkat ataupun jarak eksponensial dimana setiap bobot atau
elemen matriks, selain menggunakan fungsi pangkat juga didasarkan pada
threshold. Apabila
menyatakan jarak antara unit spasial i dan unit spasial j
(i ≠ j) dan d adalah nilai threshold maka matriks pembobot spasial menuru
matriks jarak pangkat ganda adalah:

10

= {[ −

] ,



>



dengan nilai adalah bilangan positif.
2. Matriks Pembobot Berdasarkan Batas
Matriks pembobot yang didasarkan pada konsep jarak adalah mudah dihitung,
namun dalam beberapa kasus kontibusi perbatasan (boundaries share) antar unit
spasial memainkan peranan penting untuk menentukan pengaruh spasial. Dua tipe
matrik pembobot yang dapat digunakan dengan memanfaatkan perbatasan, yaitu
pembobot spatial contiguity (kedekatan spasial) dan bobot shared-boundaries.
a. Bobot kontiguitas spasial
Elemen-elemen dari matriks pembobot spasial kontiguitas didasarkan pada
hubungan ketetanggaan secara geografis. Misalkan � = { } , = , , . . , ,
adalah matriks kontiguitas dengan
merepresentasikan elemen (nilai bobot)
unit spasial i dan j. berdasarkan aturan dalam matriks kontiguitas,
bernilai
satu ketika antara dua unit spasial saling bertetangga atau bersebelahan dan
bernilai nol ketika antara dua unit spasial tidak bertetangga atau bersebelahan
serta didefinisikan pula
= . Bobot spasial kontiguitas didasarkan pula pada
batas bersama, artinya bahwa apabila terdapat persekutuan antara batas unit
spasial i (bnd(i)) dan batas unit spasial j (bnd(j)) maka diberi bobot 1,


,
= {

=
Beberapa tipe matriks kontiguitas adalah rook, bishop dan queen. Sebagai
ilistrasi, dimisalkan terdapat unit-unit spasial A, B, …, J (Gambar 2) dan akan
ditentukan unit-unit yang bertetangga dengan F.
Unit spasial
Rook
Bishop
Queen
A
B C
B
A
C
A B C
D
D F G
D F G
F G
F
H
I
J
I
H
J
H I J
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 1 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen
(d) dari unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F
b. Bobot shared-boundaries
Bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan pada sharedboundaries menggunakan informasi panjang batas ( ) dari dua unit yang
bersebelahan. Apabila menyatakan panjang total dari perbatasan unit i yang
berbatasan dengan unit-unit spasial lain, yakni = ∑ ≠
dan
adalah
panjang perbatasan unit spasial i dan unit spasial j maka bobot sharedboundaries didefinisikan sebagai:
=

=

∑≠
3. Bobot Kombinasi Jarak dan Boundaries
Bobot matriks yang didasarkan pada kombinasi jarak dan perbatasan
(boundaries) menggunakan berbagai kombinasi yang mungkin dari tipe jarak dan
batas. Oleh karena itu banyak jenis matriks pembobot yang dihasilkan bergantung
pada tipe jarak dan perbatasan yang digunakan. Sebagai ilustrasi ketika jarak yang

11
digunakan adalah jarak pangkat −� dan panjang perbatasan , maka matriks
pembobot spasial hasil kombinasi jarak dan perbatasan didefinisikan sebagai
berikut:
−�

=

−�
∑ ≠
Selain menggunakan formula di atas, peneliti juga menggunakan konsep
logika matematika dalam menentukan kombinasi jarak dan boundaries.

Matriks Pembobot Berdasarkan Prilaku Data
Berikut beberapa ilustrasi dari tipe-tipe matriks pembobot spasial yang
berdasarkan prilaku data.
1. AMOEBA
Cara yang kedua dalam menentukan matriks pembobot menurut Stakhovych
dan Bijimolt (2008) adalah didasarkan pada prilaku data. A Multidirectional
Optimum Ecotpe-Based Algoritma (AMOEBA) merupakan salah satu ilustrasi dari
matriks pembobot spasial yang didasarkan pada perilaku data. AMOEBA adalah
suatu prosedur yang dirancang untuk menggerombolkan (clustering) unit-unit
spasial dan mengkonstruksi matriks pembobot spasial yang menggunakan data
empiris (Aldstadt dan Getis 2006). Dasar-dasar dalam prosedur AMOEBA adalah
tipe statistik lokal yang digunakan untuk menguji hubungan antar unit spasial yang
berdekatan. Dua statistik autokorelasi lokal yang populer adalah statistik Moran
lokal � dan Getis lokal � . Misalkan , = , , … , adalah peubah yang
� − �̅
dan
adalah elemen-elemen matriks pembobot
menjadi perhatian
= �

spasial. Statistik Moran lokal � didefinisikan sebagai:
∑=
� =
,
≠ , , = , …,
dengan
adalah momen kedua dari peubah . Statistic Getis Lokal didefinisikan
sebagai (Aldstadt dan Getis 2006).
∑=

� =
, ≠ , , = , ,…,
∑= �
∑=
� − �̅ ∑ =

� =
√ ∑

=√



=



=

− �̅

− (∑


=

)

Berikut adalah tahapan prosedur AMOEBA dalam membentuk matriks
pembobot spasial. Misalkan diberikan sebuah area yang terbagi atas n wilayah (unit
spasial), i, i=1,2,...,n, � adalah statistik Getis lokal dan � ∗ adalah statistik Getis
lokal yang dibakukan. Langkah-langkah prosedur AMOEBA adalah sebagai
berikut (Aldstadt dan Getis, 2006):
a. Hitung � ∗
yaitu nilai � ∗ untuk unit spasial di lokasi i itu sendiri. Nilai � ∗
yang lebih dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih besar dari ratarata semua unit. Sedangkan � ∗
yang kurang dari nol menunjukkan bahwa
nilai di lokasi i lebih kecil dari rata-rata semua unit.

12
b. Hitunglah � ∗ , yaitu nilai untuk setiap daerah yang memuat unit i dan semua
kombinasi dari tetangga yang berdekatan. Jika � ∗
lebih atau kurang dari

kombinasi yang memaksimumkan nilai mutlak �
maka unit-unit yang baru
tersebut menjadi ecotope tinggi atau rendah yang baru. Unit-unit yang
tergabung membentuk ecotope baru ini disebut sebagai unit-unit yang terinclude. Unit spasial yang bersebelahan yang tidak termasuk dalam ecotope
dieliminasi (exclude). Ecotope adalah kumpulan unit-unit spasial
berkarakteristik mirip berdasarkan statistik autokorelasi lokal hasil prosedur
AMOEBA
c. Evaluasi semua kombinasi tetangga sebelah dan selanjutnya keanggotaan baru
ecotope diidentifikasi.
d. Proses ini berlanjut untuk jumlah penghubung k, k=2, 3, ..., maksimum dimana
dalam kondisi ini tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat meningkatkan nilai
mutlak � ∗ .
Apabila ecotope sudah terbentuk dimana tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat
memaksimumkan nilai statistik lokal, maka dibuat matriks pembobot AMOEBA
melalui prosedur berikut:
a. Ketika � � > ,

{�[ ≤ � ∗
]}
� � ] − �[ ≤ �
, < ≤ � �


= { {�[ ≤ �
]}
� � ] − �[ ≤ �
,
,
=
a. Ketika � � =
��k�
={
,
b. Ketika � � =
��k�
= ,
dengan adalah penghubung (link) yang menghubungkan i dan j dalam ecotope.
Pada kondisi 1, yaitu ketika
menurun ketika jumlah
� � > , nilai-nilai
penghubung antara unit i dan j meningkat. Ketika ecotope hanya mengandung satu
penghubung dari unit i
, maka unit tersebut diberi pembobot 1. Ketika
� � =
tidak ada asosiasi antara unit i dengan sembarang unit j
, maka baris
� � =
i dari matriks W adalah nol.
2. Correlation
Bentuk lain dari matrik pembobot spasial berdasar prilaku data selain
AMOEBA adalah matriks pembobot spasial yang dibentuk dari korelasi amatan
antar area. Pada dasarnya konsep korelasi juga memperhatikan informasi
ketetanggaan tiap area. Area yang bertetangga akan memberikan korelasi yang
tinggi dan begitu pula dengan area yang berjauhan/tidak bertetangga akan
memberikan korelasi yang rendah.
Nilai dari matriks pembobot spasial antar area i dan j berasal dari nilai korelasi
data amatan antar area i dan j. Nilai korelasi amatan antar area kemungkin bernilai
− ≤ ≤ , sedangkan nilai dari matriks pembobot spasial antar area adalah ≤
≤ . Sehingga nilai korelasi yang digunakan untuk membentuk matriks
pembobot haruslah bernilai ≤ ≤ , agar sesuai dengan syarat dari matriks
pembobot spasial. Adapun langkah yang digunakan adalah dengan melakukan
modifikasi pada nilai korelasi amatan antar area dengan mengabsolutkan nilai pada
nilai korelasi sehingga nilai korelasi yang kurang dari nol
≤ menjadi positif.
Nilai absolut korelasi inilah yang digunakan untuk membentuk matriks pembobot

13

spasial. Secara umum, matriks pembobot spasial korelasi didefinisikan sebagai
berikut:

| |
={
=

Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan
Structural equation model atau model persamaan struktural (MPS)
merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan
peubah laten eksogen dan peubah laten endogen. Di samping itu MPS juga dapat
digunakan untuk mengkonstruksi matriks pembobot spasial. Matriks pembobot
spasial merupakan fungsi dari peubah indikator dan loading dari model pengukuran
terhadap peubah tak bebas. Folmer dan Oud (2008) mengkonstruksi matriks
pembobot spasial dengan pendekatan peubah laten untuk memodelkan hubungan
spasial. Matriks pembobot spasial (W) yang dikonstruksi oleh Folmer dan Oud
(2008) merupakan fungsi peubah indikator dan loading pada persamaan
pengukuran. Dalam menduga matriks W digunakan metode kemungkinan
maksimum (Maksimum Likelihood), artinya bahwa sisaan model diasumsikan
diketahui (Folmer dan Oud 2008, Liu et al. 2011). Folmer dan Oud (2008) dan Liu
et al. (2011) memberikan sebuah ilustrasi konstruksi matriks pembobot spasial
melalui metode MPS dimana dalam metode pendugaan ini diasumsikan bahwa
sisaan model menyebar normal.

14

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil simulasi dan data
sekunder untuk aplikasinya. Data simulasi digunakan untuk mencari matriks
pembobot spasial yang optimum yang akan digunakan dalam pendugaan pada data
sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan adalah:
1. Data yang digunakan sebagai penduga langsung, yaitu rata-rata pengeluaran per
rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor
pada tahun 2010. Data ini dihitung dari pengeluaran per rumah tangga per bulan
untuk setiap kecamatan yang terpilih sebagai contoh pada data SUSENAS tahun
2010. Selain menghitung rata-rata pengeluaran per rumah tangga per bulan pada
level kecamatan, data tersebut juga digunakan untuk menghitung ragam contoh
dari pengeluaran per rumah tangga per bulan untuk setiap kecamatan. Data
ragam contoh digunakan untuk menduga komponen ragam dari peubah acak
area.
2. Data yang digunakan sebagai auxiliary variabel (peubah penyerta) dalam
masalah pengeluaran dapat ditinjau dari beberapa proksi (pendekatan) yaitu
kesehatan dan pendapatan. Dari sisi kesehatan digunakan peubah jumlah
keluarga yang menerima kartu JAMKESMAS/JAMKESDA dan jumlah
keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh. Dari sisi pendapatan digunakan
ju