Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA
INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA

TRESNA RITANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Trade Creation dan
Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2014
Tresna Ritaningsih
NRP H1511200801

RINGKASAN
TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation dan Trade Diversion antara
Indonesia dan Negara-negara ASEAN-Korea. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN
HAKIM dan SAHARA.
Kawasan perdagangan bebas ASEAN-Korea (ASEAN-Korea Free Trade
Area) yang terbentuk pada tahun 2005 mempunyai beberapa perjanjian
perdagangan yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota, salah satunya
adalah perjanjian perdagangan barang yang diberlakukan pada tahun 2007 dan
diimplementasikan pada tahun 2010. Pemberlakuan perjanjian perdagangan
barang memberikan dampak postif dan negatif kepada negara-negara anggota
termasuk Indonesia berupa trade creation dan trade diversion. Dampak tersebut
akan mempengaruhi perkembangan dari sektor perdagangan Indonesia khususnya
arus impor.
Penelitian ini menyajikan gambaran mengenai dampak pemberlakuan dari
perjanjian perdagangan barang pada ASEAN-Korea FTA. Tujuan utama

penelitian ini untuk menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade
diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEANKorea. Pendekatan ekonometrika digunakan untuk estimasi model gravity. Data
yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber
yaitu WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII, dan publikasi internasional.
Indonesia ikut serta dalam ASEAN-Korea FTA dengan tujuan untuk
menghilangkan hambatan perdagangan berupa penurunan tarif yang diwujudkan
dalam perjanjian perdagangan barang. Akibat dari penurunan tarif, impor yang
masuk ke pasar Indonesia semakin meningkat sejak pemberlakukan FTA.
Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia merupakan importir terbesar dari
kawasan ASEAN-Korea. Pemerintah Indonesia telah mengantisipasi peningkatan
jumlah impor ini dengan membuat kebijakan berupa peraturan penetapan tarif bea
masuk untuk ASEAN-Korea FTA, ketentuan penerbitan SKA (Surat Keterangan
Asal) dan UU perdagangan.
Hasil empiris menunjukkan bahwa secara keseluruhan sektor perdagangan
Indonesia mengalami kerugian akibat terjadinya trade diversion dan tidak terjadi
trade creation. Arus perdagangan impor Indonesia dengan negara-negara nonanggota ASEAN-Korea sebesar 68 persen lebih sedikit dari tingkat perdagangan
yang saat ini telah dilakukan. Pemerintah perlu menurunkan nilai tukar riil,
melakukan negosiasi harga penawaran perdagangan bebas kepada negara nonanggota untuk menurunkan dan mendekatai harga penawaran perdagangan bebas
negara anggota dalam mengantisipasi terjadinya trade diversion, dan membuka
akses pasar untuk produk-produk baru agar terjadi trade creation dengan negaranegara anggota.

Kata Kunci : ASEAN-Korea FTA, trade creation, trade diversion, gravity, data
panel.

SUMMARY
TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation and Trade Diversion between
Indonesia and ASEAN-Korea’s Countries. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM
and SAHARA.

ASEAN-Korea Free Trade Area has been agreed and consisting of some
trade agreements among member countries. One of the agreements is trade in
good agreement that has been prevailed in 2007 and implemented in 2010. As the
result of the agreement, the implementation creates trade creation and trade
diversion among member countries, both in positively or negatively. It will also
be affecting Indonesia's trade sector, especially in import flows.
The main objective of this study is to analyse trade creation and/ trade
diversion in trade between Indonesia and member countries of ASEAN-Korea.
Econometrics approach is used to estimate the gravity model. The data sources
from the secondary data collected from WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII,
and international publishing.
The main objective participating in FTA for member countries including

Indonesia is to reduce/eliminate trade barrier by the tariff reduction. The result of
the tariff reduction is the imported goods has been significantly increasing.
Singapore, Republic of Korea and Malaysia are the biggest importer within
ASEAN-Korea FTA. To prevent that situation, Indonesian government has some
regulations such as import tariff rate regulation, Certificate of Origin provisions,
and trade agrreement law.
The empirical result shows that all Indonesia's trading sectors experienced
decline because of trade diversion and trade creation does not occur. Indonesia's
import trading with the non-member countries of ASEAN-Korea is 68 percent
lower than the existing trading. The government needs to decrease the real
exchange rate, negotiate free-trade offer price with non-member countries in order
to anticipate trade diversion, and open access to the market for new products to
achieve trade creation with member countries of ASEAN-Korea FTA.
Keywords: ASEAN-Korea FTA, trade creation, trade diversion, gravity, panel
data

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA
INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA

TRESNA RITANINGSIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS

Judul Tesis : Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara –
Negara ASEAN-Korea
Nama
: Tresna Ritaningsih
NIM
: H1511200801

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua

Dr Sahara, SP, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian:
26 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kebijakan perdagangan internasional, dengan

judul Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara
ASEAN-Korea.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim,
MEc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Sahara, SP, MSi selaku anggota
komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Ibu
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr Ir R.
Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu
Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada,
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada
Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Tak lupa ucapan
terima kasih untuk teman-teman IPB Kemendag atas segala bantuannya selama
penulis menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih terdalam untuk
suamiku, Rakhmat Setyadi, SKom dan anakku tercinta, Naufal Zaki Rozan atas
segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan serta orang tua
dan adik-adikku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu

menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan
keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung
jawab penulis. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi
dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di
masa mendatang.

Bogor, September 2014
Tresna Ritaningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
8
8
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Tinjauan Empiris

Kerangka Pemikiran Penelitian
Hipotesis Penelitian

9
9
15
17
18

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Pengujian asumsi
Pengujian Parameter Model
Spesifikasi Model
Definisi Operasional

19
19
19
25
26
27
28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Aliran Perdagangan Impor Indonesia dari ASEAN-Korea dan Negara Asal
Impor Utama
29
Analisis Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negaranegara ASEAN-Korea
32
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan
Saran Penelitian Lanjutan

36
36
37
37

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea
Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea
Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian
Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS

6
7
19
34

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang
(persen)
Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun
1997 – 2012 (US$ Miliar)
Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif
Trade Creation dan Trade Diversion
Kerangka Pemikiran Penelitian
Nilai Impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN-Korea (US$ Juta)
Nilai Impor Indonesia dari Empat Negara Asal Impor Utama (US$ Juta)

4
5
11
13
18
30
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Hasil Estimasi
Uji Multikolinearitas

40
41

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar negara di dunia melakukan perdagangan dengan negara
lain melalui organisasi perdagangan internasional yang memakai sistem
perdagangan multilateral, yang dikenal dengan World Trade Organization
(WTO). Organisasi ini merupakan forum bagi pemerintah dalam menegosiasikan
perjanjian perdagangan dengan tujuan untuk mencapai perdagangan bebas lintas
global yang berdasarkan prinsip non-diskriminasi (Most Favoured Nation dan
National Treatment). WTO dibentuk pada tahun 1995 setelah putaran uruguay
sebagai pengganti General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Putaran
uruguay merupakan putaran terakhir dan terbesar dari putaran GATT yang
dimulai dari tahun 1986 hingga 1994. Namun demikian, putaran uruguay berjalan
cukup lambat dalam menyelesaikan negosiasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil
negosiasi yang gagal untuk dicapai pada saat pertemuan para menteri di Brussels,
bulan Desember 1990 (WTO 2013a). Kegagalan ini memicu negara-negara
anggota untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dengan menandatangani
perjanjian perdagangan bebas secara regional maupun bilateral dengan
mengadopsi aturan-aturan WTO agar hambatan perdagangan dalam bentuk tarif
dan non-tarif dapat dikurangi atau dihilangkan.
Kawasan perdagangan bebas menjadi aspek unggulan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi negara-negara anggota WTO, yang dapat dilihat dari
jumlah Free Trade Area (FTA) yang terdaftar dalam GATT. Tahun 1990, terdapat
27 FTA yang terdaftar, dan mengalami kenaikan menjadi 575 FTA per tanggal 31
Juli 2013 yang tercatat oleh GATT/WTO. Sebanyak 379 FTA telah diberlakukan
dan sisanya masih dalam tahap negosiasi (WTO 2013b). Perjanjian perdagangan
bebas telah diatur dalam article XXIV GATT 1994 yang menjelaskan tentang
keterkaitan antara WTO dan FTA.
Kawasan perdagangan bebas atau FTA merupakan salah satu bentuk
integrasi ekonomi di dunia yang akan memberikan perlakukan khusus kepada
negara mitra dagangnya dan mendiskriminasikan negara mitra dagang yang tidak
masuk dalam FTA. FTA dapat berupa penetapan tarif dan non tarif yang lebih
rendah bahkan tidak ada sama sekali. Dengan menurunkan atau menghilangkan
hambatan perdagangan di antara anggota, FTA dapat meningkatkan alokasi
sumber daya didalam kawasan dan meningkatkan pendapatan untuk negaranegara anggota. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Salvatore (1997)
bahwa perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan
bagi setiap negara yang terlibat didalamnya.
Bentuk kawasan perdagangan bebas yang telah ada diantaranya
European Union (EU), the North America Free Trade Area (NAFTA), dan the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). EU terbentuk sebagai single
market dengan 28 negara anggota dimana EU merupakan mitra dagang dunia
yang utama. Dengan hanya 7 persen dari populasi dunia, perdagangan EU dengan
dunia mencapai 20 persen dari ekspor dan impor global1. EU telah melakukan

1

Sumber : www.europa.eu, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013

2
kesepakatan dengan beberapa negara seperti Chile, Korea, Meksiko, dan Afrika
Selatan dalam meningkatkan sektor perdagangannya.
NAFTA merupakan salah satu kawasan yang paling komprehensif dalam
sejarah dan membuat perdagangan baru di antara negara-negara anggota. Melalui
penghilangan hambatan tarif dan non tarif secara progresif, arus perdagangan
bilateral antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko menjadi meningkat. Salah
satu sektor yang menjadi perhatian adalah sektor pertanian, dimana konsumen dan
produsen lokal akan terkena dampak dari perjanjian perdagangan bebas tersebut
(Susanto et al 2007).
ASEAN merupakan organisasi yang dibentuk di kawasan Asia Tenggara
pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Kemudian, Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar
(1997), serta Kamboja (1999) ikut berpartisipasi menjadi negara anggota ASEAN.
Tujuan didirikannya ASEAN yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
saling bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bidang
lainnya (ASEAN 2013).
Seiring dengan perubahan pertumbuhan ekonomi di dalam perdagangan
internasional, ASEAN membuat komitmen untuk melakukan integrasi ekonomi
dan liberalisasi perdagangan dengan membentuk ASEAN Free Trade Area
(AFTA) pada tahun 1992. Tujuan dari AFTA adalah untuk meningkatkan daya
saing ASEAN sebagai basis produksi untuk pasar dunia melalui liberalisasi
perdagangan dan kerja sama ekonomi yang lebih dekat (Thangavelu,
Chongvilaivan 2009). Liberalisasi perdagangan tersebut dilakukan dengan
menghilangkan tarif dan non-tarif di dalam kawasan melalui skema Common
Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai prinsip dasar dari AFTA (Sulaiman
2009).
Pembentukan AFTA menuai pro dan kontra karena pada kenyataannya
perdagangan intra-ASEAN relatif rendah yang dapat dilihat dari total perdagangan
ASEAN, kesamaan faktor endowment, dan adanya disparitas pendapatan. Dalam
meningkatkan nilai perdagangan intra-ASEAN tersebut, dan mempererat
hubungan kerjasama ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN, maka
disepakati atau diarahkan untuk membentuk suatu komunitas ekonomi yang
disebut dengan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)
pada tahun 2015. ASEAN menyepakati perwujudannya pada integrasi ekonomi
kawasan yang implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community
(AEC) Blueprint, yang memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar
tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;
(2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen
peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,
pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai
kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk
negara-negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global
dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar
kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global
(Departemen Perdagangan 2010a).

3
Dalam perkembangannya, hubungan kerjasama ASEAN tidak hanya
dilakukan antar negara-negara anggota ASEAN, tetapi juga melibatkan negaranegara diluar ASEAN yang disebut dengan negara mitra dagang seperti Cina,
Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zealand serta India. Bentuk kerjasama
yang telah disepakati diantaranya ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), dan ASEANAustralia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) (Departemen
Perdagangan 2010b). ASEAN-China FTA merupakan salah satu contoh kerjasama
ekonomi regional yang mewujudkan hasil win-win. ACFTA memberikan banyak
kontribusi pada China dan negara-negara anggota ASEAN (Yin 2004).
ASEAN-Korea FTA merupakan bentuk kerjasama kedua dalam kerangka
ASEAN Plus One setelah ACFTA. ASEAN dan Korea Selatan menandatangani
the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation pada tahun
2005 dan kemudian menandatangani empat perjanjian lainnya yang membentuk
instrumen hukum dalam pembentukan ASEAN-Korea FTA (AKFTA), salah
satunya perjanjian perdagangan barang ASEAN-Korea FTA yang berlaku mulai
tahun 2007 dan telah diimplementasi secara penuh pada tahun 2010. Pendirian
AKFTA menciptakan kesempatan bagi 670 juta warga ASEAN dan Korea dengan
PDB gabungan sebesar USD 2.9 triliun untuk lebih liberal, memfasilitasi akses
pasar dan rezim investasi antar anggota AKFTA 2 . Tujuan dari pembentukan
AKFTA adalah untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan
menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik
tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan
investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong
hubungan perekonomian para pihak AKFTA dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Korea (Kementerian Perdagangan 2013).
Dalam mewujudkan tujuan dari pembentukan AKFTA, serangkaian
tahapan telah dilakukan negara-negara anggota seperti Indonesia yang
mengimplementasikan penggunaan Surat Keterangan Asal atau SKA form-AK
dan penghapusan tarif bea masuk. Tahapan tersebut memberikan dampak positif
dan negatif terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari pertumbuhan PDB Riil Indonesia yang mengalami penurunan sebesar 0.3
persen dari tahun 2011 ke 2012 setelah mengalami kenaikan sebesar 0.3 persen
dari tahun 2010 ke 2011 dengan perubahan inflasi dari 5.4 persen menjadi 4.3
persen serta penurunan pada neraca perdagangan sebesar 7.3 persen pada periode
yang sama tahun 2011 ke 2012 (IMF 2013).
Perumusan Masalah
Transaksi perdagangan antara ASEAN dengan negara mitra dagang
merupakan implikasi dari kerjasama yang terjalin antara negara-negara tersebut
yang diwujudkan pada persentase total perdagangan pada Gambar 1 sebagai
bentuk kegiatan perdagangan barang kedua negara tersebut. Semakin besar
volume transaksi perdagangan suatu negara, baik ekspor maupun impor, maka
dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara tersebut semakin tinggi. Terlihat
bahwa persentase total perdagangan ekspor dan impor ASEAN yang terbesar di
2

Sumber : www.akftaasean.org, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013

4
tahun 2013 adalah dengan Cina sebesar 14 persen, yang diikuti oleh Jepang
sebesar 10 persen, Korea Selatan sebesar 5 persen, Australia dan India sebesar 3
persen, New Zealand sebesar 0.4 persen dan lainnya 65 persen.
Australia
3%
Cina
14%

India
3%
Jepang
10%

Lainnya
65%

Korea Selatan
5%
New
Zealand
0.4%

Gambar 1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang
(persen)
Sumber : ASEANStats, 2013
Persentase yang ditampilkan pada Gambar 1 mewakili perkembangan
perdagangan ASEAN dengan negara mitra dagang dimana Korea Selatan menjadi
negara mitra dagang ketiga setelah Cina dan Jepang. Hampir setiap tahun
perdagangan ASEAN dan Korea mengalami peningkatan dimana total
perdagangannya mencapai US$ 134 974.6 juta. Hal ini yang mendasari pemilihan
ASEAN-Korea sebagai kawasan dalam penelitian ini.
Transaksi perdagangan ASEAN-Korea terjalin cukup intens, dimana
ASEAN merupakan mitra dagang terbesar kedua Korea Selatan setelah Cina
dengan menyumbang 12 persen dari total perdagangan Korea (USD 1 080 miliar)3
dan Korea Selatan merupakan mitra dagang keenam ASEAN setelah intraASEAN, Cina, Jepang, EU-28, dan Amerika Serikat. Tahun 2012, total
perdagangan ASEAN terhadap Korea Selatan sebesar US$ 130.9 miliar,
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Sedangkan nilai ekspor dan
impornya sebesar US$ 54.9 miliar dan US$ 76 miliar serta total perdagangannya
menyumbangkan 5.3 persen di tahun 2012 (ASEANstats 2013).
Dilihat dari sisi negara anggota ASEAN, Indonesia merupakan salah satu
negara pelopor dibentuknya ASEAN dan negara berkembang yang sudah
melakukan beberapa kerjasama dengan negara lain baik secara bilateral maupun
regional/ multilateral. Total perdagangan Indonesia di ASEAN mencapai US$
380.9 miliar di tahun 2011 dan US$ 381.7 miliar di tahun 2012 dengan perubahan
dari tahun ke tahun sebesar 0.2 persen (ASEANstats 2013). Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan jumlah total perdagangan yang berdampak
3

Sumber : www.aseankorea.org diakses tanggal 10 Oktober 2013

5
pada perekonomian di Indonesia, yaitu meningkatnya kinerja perdagangan ekspor
dan impor. Sedangkan total perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan sebesar
US$ 29.39 miliar di tahun 2011 dan US$ 27.02 miliar di tahun 2012 4 . Data
tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan volume perdagangan di kedua
negara.
Total perdagangan Indonesia yang meliputi ekspor dan impor dengan
ASEAN dan Korea Selatan sebagaimana Gambar 2 menunjukkan bahwa
perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dan Korea
Selatan mengalami perubahan yang signifikan setelah ASEAN-Korea FTA
diberlakukan pada tahun 2007 dan diimplementasikan secara penuh tahun 2010.
Dapat dilihat bahwa perdagangan antara Indonesia dengan Singapura dan Korea
Selatan mempunyai pola perdagangan yang sama yaitu sempat mengalami
penurunan pada tahun 2009 dan 2011. Kemudian perdagangan antara Indonesia
dengan Malaysia dan Thailand juga mempunyai pola perdagangan yang sama dan
terus mengalami peningkatan pada nilai total perdagangan hingga 2012 walaupun
sempat mengalami penurunan di tahun 2009. Sedangkan perdagangan antara
Indonesia dengan Filipina dan Vietnam mengalami peningkatan hampir setiap
tahunnya tetapi tidak signifikan. Dan perdagangan antara Indonesia dengan
Brunei, Myanmar, Kamboja, dan Laos tidak terlalu mengalami perubahan pada
nilai perdagangan yang cukup besar.
Total Perdagangan
(US$ miliar)
50.00

Malaysia

45.00

Singapura

40.00

Filipina

Thailand

35.00

Korea Selatan

30.00
20.00

Brunei
Darussalam
Myanmar

15.00

Kamboja

10.00

Laos

25.00

5.00

Vietnam
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

0.00

Tahun

Gambar 2 Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun
1997 – 2012 (US$ Miliar)
Sumber: WITS, 20135
Berdasarkan data yang diperoleh dari Trademap (2013), komoditikomoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan dapat dilihat pada
4
5

Sumber : www.trademap.org diakses tanggal 12 Oktober 2013
Sumber: www.wits.org diakses pada 20 Oktober 2013

6
Tabel 1 dan komoditi-komoditi impor utama dari ASEAN dan Korea Selatan ke
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Ada dua jenis komoditi ekspor utama
Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan yang sama yaitu bahan bakar mineral
dengan nilai ekspor tertinggi yang masing-masing bernilai US$ 14 093 juta dan
US$ 10 991 juta dan mesin/ peralatan listrik yang masing-masing bernilai US$ 3
662 juta dan US$ 382 juta di tahun 2012. Untuk komoditi-komoditi impor utama
dari ASEAN dan Korea Selatan yang masuk dalam pasar Indonesia dengan jenis
yang sama diantaranya bahan bakar mineral, mesin-mesin/ pesawat mekanik,
mesin/ peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, besi dan baja, serta bendabenda dari besi dan baja.
Tabel 1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea
Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
ASEAN
Nama
Produk
Bahan bakar
mineral
Mesin/
peralatan
listrik
Lemak
&
minyak
hewan/
nabati
Mesinmesin/
pesawat
mekanik
Kendaraan
dan
bagiannya
Timah
Tembaga
Kertas/
Karton
Berbagai
produk kimia
Benda-benda
dari besi dan
baja
Lainnya
Total

2010
9 008

Tahun
2011
13 430

3 336

3 875

2 876

3 852

2 245

2 432

1 345

Nama
Produk
2012
14 093 Bahan bakar
mineral
3 662 Karet
dan
barang dari
karet
3 318 Mesin/
Peralatan
Listrik

Korea Selatan
Tahun
2010
2011
8 378 11 661

2012
10 991

297

566

477

325

348

382

2 478 Bijih, Kerak,
dan
abu
logam

1 129

1 032

371

1 494

2 335 Bahan kimia
organik

98

139

268

1 264

1 793

303

278

262

1 647

1 682

221

237

196

982

1 015

138

149

151

302

497

1 532 Bubur kayu/
pulp
1 253 Serat stafel
buatan
1 015 Kayu, barang
dari kayu
886 Besi dan baja

156

249

149

548

659

63

87

138

9 794
33 347

11 369
42 098

846 Ampas/ sisa
industri
makanan
10 413 Lainnya
41 831 Total

1 466
12 574

1 642
16 388

1 664
15 049

Sumber : Trademap, 2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa total nilai komoditi ekspor utama Indonesia
ke ASEAN dan Korea Selatan mengalami penurunan pada tahun 2011 ke 2012
dengan selisih US$ 809 juta dan US$ 1 339 juta. Tabel 2 memperlihatkan total
nilai komoditi impor utama dari ASEAN mengalami peningkatan pada tahun 2011

7
ke 2012 sebesar US$ 2 554 juta sedangkan total nilai komoditi impor utama dari
Korea Selatan mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 sebesar US$ 1 029
juta.
Tabel 2 Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea
Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
ASEAN
Nama Produk

Korea Selatan
Tahun

2010
15 116

2011
21 387

4 164

4 818

Mesin/
peralatan
listrik

3 931

4 441

Kendaraan
dan
bagiannya
Plastik dan
barang dari
plastik

2 437

2 908

1 991

2 893

Bahan kimia
organik
Besi dan baja

1 729

2 038

903

1 262

Gula
dan
kembang
gula
Benda-benda
dari besi dan
baja

598

875

821

Kapal laut

Bahan bakar
mineral
Mesin-mesin/
pesawat
mekanik

Lainnya
Total

Nama
Produk

Tahun

2012
22 026 Bahan bakar
mineral
5 229 Besi dan baja

2010
2 118

2011
5571

2012
3 685

575

1 052

1 342

4 297 Mesinmesin/
Pesawat
mekanik
3 998 Mesin/
Peralatan
Listrik
2 975 Plastik dan
barang dari
plastik

642

949

1 219

1 154

1 066

996

514

695

714

2 107 Kain rajutan

320

465

449

1 453 Karet
dan
barang dari
karet
948 Filamen
buatan

260

444

439

208

280

253

756

860 Bahan kimia
organik

201

202

248

986

903

134

138

248

5 516
38 192

8 827
51 300

773 Benda-benda
dari besi dan
baja
8 996 Lainnya
53 822 Total

1 576
7 702

2 137
12 999

2 377
11 970

Sumber : Trademap, 2013
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa terjadi perbedaan jumlah impor
dari ASEAN dan Korea Selatan ke pasar Indonesia yang beredar dan dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan sektor
perdagangan dan memicu terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion
antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Korea sebagai dampak dari
pembentukan integrasi ekonomi. Menurut Viner (1950), trade creation terjadi

8
ketika suatu negara mengurangi atau menghilangkan tarifnya pada impor dari
negara-negara anggota FTA dan jumlah impor dari negara-negara tersebut
meningkat. Peningkatan ini memberikan manfaat berupa kesejahteraan yang lebih
baik di suatu negara. Trade diversion terjadi ketika pembentukan FTA mendorong
suatu negara, yang biasanya memberikan biaya rendah kepada negara di dunia,
untuk mengganti pemasoknya kepada negara-negara anggota yang kurang
kompetitif (kurang efisien). Pengalihan ini akan menghasilkan penambahan biaya
dan dapat mengurangi pendapatan suatu negara.
Untuk mengantisipasi banyaknya produk impor yang masuk ke pasar
Indonesia, pemerintah telah membuat suatu kebijakan yang berkenaan dengan
tarif bea masuk dalam ASEAN-Korea FTA yang tertuang dalam peraturan
menteri keuangan (PMK) No. 118/PMK.011/2012 tentang penetapan tarif bea
masuk dalam rangka ASEAN-Korea Free Trade Area (FTA), peraturan menteri
perdagangan (Permendag) No.59/M-DAG/PER/12/2010 tentang ketentuan
penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) untuk barang ekspor Indonesia, dan UU
No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Peraturan Menteri Keuangan telah
disesuaikan dengan kesepakatan yang diperoleh saat AKFTA terbentuk.
Untuk mengetahui dampak FTA terhadap arus impor Indonesia setelah
diberlakukan kerja sama ASEAN-Korea maka perlu dilakukan suatu kajian atau
penelitian yang mengidentifikasi dampak dimaksud. Pertanyaan utama dari
penelitian ini adalah apakah akan terjadi trade creation dan/ atau trade diversion
di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion di sektor
perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
pembaca mengenai dampak integrasi regional ASEAN-Korea FTA berupa trade
creation atau trade diversion di sektor perdagangan Indonesia sesudah FTA
diberlakukan serta diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kredibilitas
dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan perdagangan
internasional. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
literatur tentang informasi perdagangan internasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu arus impor perdagangan di Indonesia
dengan delapan negara anggota ASEAN yaitu Malaysia, Singapura, Filipina,
Thailand, Brunei Darusalam, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Korea Selatan serta
empat negara asal impor utama Indonesia di tahun 2012 yaitu Cina, Jepang,
Amerika Serikat, dan Australia, dengan menggunakan data tahunan dari tahun
1998 hingga 2012. Batasan penelitian melingkup arus impor yang berdasarkan
jurnal acuan yang dipakai. Periode penelitian dimulai dari tahun 1998 selain

9
karena alasan ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk melihat dampak
integrasi regional sebelum kerja sama ASEAN-Korea diberlakukan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Liberalisasi Perdagangan
Secara umum, liberalisasi mengacu pada penggantian kontrol
administratif dengan mekanisme alokatif berbasiskan pasar dan mensyaratkan
hambatan untuk perusahaan baru yang memasuki pasar harus diangkat. Selama
segala sesuatu yang masuk terkontrol, harga dan output tidak akan mencerminkan
harga barang dan jasa (Gerber 2002).
Definisi lain mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya
dikemukakan oleh Shafaeddin (2005) dalam United Nation Conference on Trade
and Development, bahwa liberalisasi perdagangan adalah setiap tindakan yang
akan membuat rezim perdagangan yang lebih netral, lebih dekat dengan sistem
perdagangan bebas dari intervensi pemerintah. Liberalisasi perdagangan telah
menyebabkan perkembangan dan re-orientasi sektor industri sesuai dengan
keunggulan komparatif statis, dengan pengecualian industri yang berada pada
tingkat kedewasaan. Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa liberalisasi
perdagangan sangat penting ketika suatu industri mencapai tingkat kematangan
tertentu, asalkan dilakukan secara selektif dan bertahap.
Peran liberalisasi perdagangan dapat dilihat dari fungsinya yang
memfasilitasi dan mempromosikan globalisasi sebagai proses substansi dari
berkembangnya teknologi dan ekonomi yang melihat pada keterbukaan dan
keintegrasian di seluruh dunia ke dalam satu sistem ekonomi. Semenjak seluruh
negara memerlukan perdagangan eksternal, dan negara-negara di Asia yang
biasanya tergantung pada pertumbuhan ‘export-led’, hubungan perdagangan
internasional dan negosiasi menyediakan tempat yang cocok untuk membawa
tekanan yang dihadapi pemerintah dalam membuka perekonomiannya (Keet
1999).
Free Trade Area (FTA) dan Integrasi Ekonomi Regional
World Trade Organization (WTO) merupakan tempat bagi anggota
pemerintah untuk menegosiasikan masalah hambatan perdagangan yang
dialaminya dengan negara mitra dagang. WTO dibentuk pada tahun 1995 sebagai
reformasi terbesar dalam perdagangan internasional setelah Perang Dunia ke-2.
WTO juga merupakan bentuk terbaru sebagai upaya dalam mengatasi gagalnya
pembentukan organisasi perdagangan internasional pada tahun 1948
menggantikan the General Agrement on Tariffs and Trade (GATT).
GATT mempunyai aturan untuk sebagian besar perdagangan dunia dan
mempengaruhi tingkat pertumbuhan dalam perdagangan internasional. Beberapa
putaran GATT telah dilalui dan berhasil menyepakati beberapa aturan
perdagangan dan meliberalisasikan perdagangan. Seiring waktu, putaran GATT

10
memfokuskan diri pada pengurangan tarif. Melalui putaran Tokyo (1973-1979),
GATT berhasil menurunkan tarif secara progresif termasuk pemotongan bea cukai
sebesar sepertiga-nya di sembilan pasar utama di dunia industri sehingga tarif
rata-rata pada produk industri turun menjadi 4.7 persen. Akan tetapi untuk
beberapa sektor lainnya, GATT tidak berhasil mengatasi masalah tersebut,
sehingga anggota GATT terdorong untuk melakukan putaran lain yang disebut
dengan putaran uruguay.
Putaran uruguay terjadi mulai tahun 1986 untuk mengatasi masalah yang
dihadapi saat putaran Tokyo, yaitu mencakup berbagai masalah yang berkenaan
dengan kebijakan perdagangan. Pembicaraan dalam putaran uruguay meluas
hingga ke sistem perdagangan yang dibagi ke dalam beberapa area terutama
perdagangan jasa dan properti intelektual, dan mereformasi perdagangan di
sektor-sektor sensitif seperti pertanian dan tekstil. Beberapa tahun kemudian,
masalah tersebut tidak dapat pula diselesaikan hingga akhirnya WTO
menggantikan GATT sebagai organisasi internasional dalam menyelesaikan
hambatan perdagangan dan GATT menjadi payung perjanjian WTO untuk
perdagangan barang. Cakupan yang menjadi lingkup WTO meliputi perdagangan
barang, perdagangan jasa, properti intelektual dan sektor lainnya dengan prinsip
dasar perdagangan tanpa diskriminasi, seperti Most Favoured Nation (MFN) dan
National Treatment.
Ketidakberhasilan yang terjadi saat putaran Uruguay memicu negaranegara anggota untuk melakukan negosiasi secara regional maupun bilateral
dengan tetap menggunakan aturan WTO sebagai payung perjanjian tersebut.
Adapun aturan WTO yang dijadikan payung dalam membentuk kawasan
perdagangan bebas (FTA) tercantum dalam pasal XXIV GATT 1994 yang
menjelaskan tentang hubungan antara WTO dan FTA. Ketentuan yang ada dalam
pasal XXIV dirancang untuk memungkinkan pembentukan FTA dan menjaga agar
diskriminasi yang ada tidak merusak atau mempengaruhi sistem perdagangan
multilateral (Matsushita 2010).
Negosiasi yang dilakukan negara-negara anggota WTO tersebut
menyebabkan banyak terjadi kerja sama regional yang tercatat di WTO. Per 31
Juli 2013, ada 575 FTA yang telah dibentuk dengan rincian 379 FTA telah
diberlakukan dan sisanya masih dalam negosiasi. Hal ini menyebabkan
penyebaran kerja sama ekonomi regional semakin cepat. Beberapa bentuk kerja
sama ekonomi regional yang telah terbentuk antara lain European Union (EU),
North American Free Trade Area (NAFTA), dan the Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN). Keberadaan kerja sama regional memberikan pengaruh
terhadap negara anggota di dalamnya yaitu dalam menjaga persaingan secara
global.
FTA adalah salah satu bentuk respon dari kehadiran globalisasi,
kegagalan sistem perdagangan multilateral dan liberalisasi yang berimplikasi pada
pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan perdagangan baik hambatan
tarif maupun hambatan non tarif. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara
anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external
tariff” yang berbeda. Contohnya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang diawali
dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan
sejak tanggal 1 Januari 1993 serta ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang
telah diberlakukan 1 Januari 2010.

11
Pembentukan FTA merupakan upaya beberapa negara dalam melakukan
integrasi ekonomi di dunia perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1997),
integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan komersial yang secara diskriminatif
mengurangi atau bahkan menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya
kepada para negara anggota kesepakatan. Kesepakatan penurunan atau
penghapusan hambatan perdagangan hanya akan berlaku bagi negara-negara yang
saling sepakat dan tidak berlaku atau diterapkan bagi negara-negara di luar itu.
Secara grafis kegiatan perdagangan internasional yang telah melakukan
penurunan tarif sebagai konsekuensi dari pembentukan FTA dapat dijelaskan
melalui Gambar 3.
Harga (P)

Harga (P)

Sa

Pw+t
Pa
Pw

Pw+t
Pw-t

Harga (P)

XS

Pw
Da
Qa’QaQbQb’ Output (Q)

Sb

Pw
Pb
Pw+t

Db

IM
Output (Q)

Qc’Qc

QdQd’ Output (Q)

Indonesia
Pasar Internasional
ASEAN-Korea
Gambar 3 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif
Sumber : Salvatore, 1997
Keterangan:
:
Pw
Pw+t
:
Qa-Qb
:
Qa’-Qb’
:
Pa
Pb
Pw-t
Qc-Qd
Qc’-Qd’

Harga dunia

Harga barang impor yang telah terkena tarif
Jumlah barang impor yang telah terkena tarif di Indonesia
Jumlah barang impor yang telah terkena penurunan tarif di
Indonesia
: Harga barang impor di Indonesia yang telah terkena penurunan tarif
: Harga barang di ASEAN-Korea yang telah terkena penurunan tarif

:

Harga barang di pasar Internasional yang telah terkena penurunan tarif

: Jumlah barang ekspor yang telah terkena tarif di ASEAN-Korea
: Jumlah barang ekspor yang telah terkena penurunan tarif di
Indonesia

Gambar 3 menjelaskan bahwa harga dunia yang berlaku baik di pasar
Indonesia, pasar internasional maupun pasar ASEAN-Korea adalah sebesar Pw.
Ketika barang-barang yang berasal dari ASEAN-Korea ingin masuk ke pasar
Indonesia, pemerintah Indonesia akan memberlakukan harga impor yang sudah
dikenakan tarif sebesar Pw+t dan jumlah barang-barang impor tersebut sebesar QaQb, serta jumlah barang-barang ekspor di ASEAN-Korea yang terkena tarif
sebesar Qc-Qd. Untuk mengantisipasi diberlakukannya tarif pada barang-barang
impor, kedua negara sepakat untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas

12
(FTA). Setelah FTA terbentuk, negara-negara anggota memberlakukan penurunan
tarif sesuai kesepakatan terhadap barang-barang impor yang masuk ke negaranegaranya. Hal ini juga dilakukan Indonesia terhadap barang-barang impor yang
beredar d pasar Indonesia. Jika tarif diturunkan oleh pemerintah Indonesia, maka
hal ini akan berdampak pada jumlah barang-barang impor yang akan meningkat
sebesar Qa’-Qb’ dan harga akan berubah dari Pw+t menjadi Pa. Kemudian, barangbarang ekspor di ASEAN-Korea juga akan meningkat sebesar Qc’-Qd’ dan harga
barang-barang tersebut berubah dari Pw+t menjadi Pb.
Teori Trade Creation dan Trade Diversion
Pembentukan FTA dilakukan guna mengurangi hambatan perdagangan
berupa pengurangan atau penghilangan tarif dan non-tarif. Upaya ini akan
meningkatkan nilai perdagangan suatu negara dengan melihat sumber dari
peningkatan perdagangan tersebut. Adapun dampak dari pembetukan FTA dapat
berupa trade creation dan/ atau trade diversion yang dialami oleh negara-negara
anggota. Menurut Viner (1950), trade creation terjadi ketika penurunan tarif
impor dilakukan oleh negara mitra untuk menggantikan biaya produksi domestik
yang tinggi, hal ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Di lain hal, trade
diversion terjadi ketika penghilangan tarif menyebabkan perdagangan dialihkan
dari negara ketiga ke negara mitra walaupun negara ketiga akan menjadi sumber
biaya impor yang rendah dengan ketentuan mendapatkan perlakuan yang sama.
Dalam penelitian yang dilakukan Jin et al (2006), pembentukan FTA
akan meningkatkan perdagangan barang dan jasa antar negara anggota dan
meningkatkan kesempatan kerja di negara-negara tersebut. FTA memberikan
dampak postif untuk negara-negara anggota termasuk trade creation yang
didefinisikan sebagai peningkatan volume perdagangan di antara negara-negara
anggota yang dihasilkan dari pengurangan atau penghapusan hambatan
perdagangan dan dianggap mempunyai manfaat bagi negara-negara anggota dan
mungkin juga bagi kesejahteraan dunia. Selain itu, FTA juga menyebabkan trade
diversion dimana negara-negara anggota melakukan pergeseran sumber impor
dari negara-negara non-anggota ke negara-negara anggota. Trade diversion
bermanfaat bagi negara-negara anggota tapi memberikan dampak buruk bagi
negara-negara non-anggota.
Penggambaran mengenai terjadinya trade creation dan trade diversion
dapat dilihat melalui Gambar 4 yang menjelaskan tentang keadaan perdagangan
Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Korea dan empat negara pengimpor
utama Indonesia dengan mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Clausing
(2001).
Gambar 4 menunjukkan analisis perdagangan barang di Indonesia yang
dilindungi oleh kebijakan tarif. Impor di pasar Indonesia sebesar AB, sebagai
perbedaan antara permintaan domestik dan penawaran domestik pada harga tariffinclusive. Dalam penelitian ini, S ASEAN-Korea adalah kurva penawaran
ASEAN-Korea yang disepakati dalam kerja sama ASEAN-Korea. Pemasok
ASEAN-Korea bersifat tidak kompetitif sebelum dilakukannya liberalisasi
perdagangan. Ketika tarif dihilangkan pada produk-produk ASEAN-Korea, maka
impor dari ASEAN-Korea akan menggantikan produk-produk yang berasal dari
rest of the world (empat pengimpor utama Indonesia). Semenjak harga duty-free
ASEAN-Korea lebih rendah dari harga tariff-inclusive dunia, maka permintaan

13
jadi meningkat dan produksi domestik Indonesia menurun. Impor dari ASEANKorea menjadi meningkat, yang ditunjukkan dari jumlah CD. Permintaan
konsumen domestik meningkat pada area FGHI, produsen domestik kehilangan
area F, dan pendapatan tarif menurun pada area HL, dan secara keseluruhan
dampak kesejahteraan menjadi berubah. Trade creation mengarah kepada
keuntungan dari jumlah GI, tetapi trade diversion menyebabkan hilangnya area L,
yaitu impor ASEAN-Korea menggantikan biaya impor rest of the world (empat
negara pengimpor utama Indonesia) yang rendah.
Harga (P)
S, Indonesia

A

Pre-AKFTA P
F
Post-AKFTA P
Free Trade P

J

G

C
K

B
H
L

S ROW with tarif

I

D
M

S ASEAN-Korea (no tarif)
S ROW
D, Indonesia
Output (Q)

Gambar 4 Trade Creation dan Trade Diversion
Sumber : Clausing, 2001
Dalam prakteknya, jika ASEAN-Korea sudah menjadi produsen dengan
biaya rendah sebelum FTA, tade creation akan menghasilkan keuntungan
kesejahteraan sesuai dengan area GIKM, tanpa terjadi trade diversion. Jika
pasokan ASEAN-Korea tidak kompetitif sebelum dilakukan penurunan tarif, dan
jumlahnya kurang dari pasokan tariff inclusive rest of the world (empat
pengimpor utama Indonesia) setelah FTA, hanya trade diversion yang akan
terjadi, dengan kerugian pendapatan tarif sebesar HL dan tidak ada keuntungan
yang didapat.
Teori Perdagangan Internasional
Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya
kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih.
Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran
serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut.
Teori - teori yang mendasari terjadinya perdagangan internasional
diantaranya teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19
melalui teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori ini menyatakan
bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis
barang tertentu dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak

14
memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain dimana negara
tersebut tidak mempunyai keunggulan mutlak (absolute disadvantage) terhadap
negara lain yang memproduksi barang sejenis. Atau, suatu negara akan ekspor
(impor) suatu jenis barang jika negara tersebut dapat (tidak dapat) membuatnya
dengan biaya produksi lebih efisien atau dengan harga jual lebih murah
dibandingkan negara lain. Jadi teori ini lebih menekankan kepada efisiensi dalam
penggunaan input atau faktor produksi, misalnya tenaga kerja, di dalam proses
produksi yang menekankan pada keunggulan atau tingkat daya saing dari produk
yang dihasilkan di dalam perdagangan internasional.
Teori lain yang juga mendasari terjadinya proses perdagangan
internasional adalah teori yang dikemukakan oleh David Ricardo melalui teori
klasik keunggulan komparatif (comparative advantage). Menurut Hady (2000),
teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional antara dua negara tetap
dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut,
asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost
comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative
advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara
dua negara.
Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih
efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif
kurang atau tidak efisien. Kemudian, berdasarkan analisis production comparative
advantage dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.
Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan
sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi
efisiensi produksi. Sedangkan production comparative menekankan bahwa
keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara
dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa dibandingkan negara lain
sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak. Dengan demikian
keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada
barang yang memiliki cost comparative advantage dan production comparative
advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya
tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.
Teori Heckscher-Ohlin dengan The Proportional Factors Theory juga
menjadi dasar dalam menjelaskan terjadinya proses perdagangan internasional.
Menurut teori ini, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara
dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara.
Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan
internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah
dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu

15
jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam
memproduksinya (Salvatore 1997).
Kebijakan Perdagangan Internasional
Menurut Hady (2000), kebijakan perdagangan internasional diartikan
sebagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara
langsung dan tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan
arah perdagangan internasional dari/ ke negara tersebut. Adapun kebijakan
perdagangan internasional diantaranya:
1.
Kebijakan ekspor
Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokkan
menjadi dua macam kebijakan, yaitu:
1) Kebijakan ekspor dalam negeri, berupa kebijakan perpajakan, fasilitas
kredit perbankan yang murah, pemberian subsidi ekspor, dan sebagainya.
2) Kebijakan ekspor luar negeri, berupa pembentukan International Trade
Promotion Center (ITPC), pemanfaatan General System of Preferency
(GSP), menjadi anggota Commodity Association of Producer seperti
OPEC, dan sebagainya.
2.
Kebijakan Impor
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dikelompokkan
menjadi dua macam kebijakan, yaitu:
1) Kebijakan tariff barrier, berupa pembebasan bea masuk/ tarif rendah
antara 0% - 5% untuk bahan kebutuhan pokok vital seperti beras, mesinmesin vital; tarif sedang antara > 5% - 20% untuk barang setengah jadi
dan barang belum cukup diproduksi di dalam negeri; tarif tinggi diatas
20% untuk barang-barang mewah.
2) Kebijakan non tariff barrier, berupa pembatasan spesifik seperti
larangan impor secara mutlak, pembatasan impor atau quota system;
peraturan bea cukai; government participation; import charges.
Tinjauan Empiris
Menurut penelitian yang dilakukan Agbodji (2008), bentuk evaluasi
terhadap trade creation dan trade diversion dapat dilakukan dengan menganalisis
dampak individual economic dan monetary union pada intra-UEMOA (Economic
and Monetary Union of West Africa). Ditunjukkan bahwa anggota dari common
monetary area dan implementasi economic reform mempunyai dampak signifikan
pada trade diversion di ekspor dan impor, dan tidak terjadi trade creation dengan
menggunakan gravity model.
Penelitian lain yang juga menganalisis dampak dari FTA dilakukan oleh
Jin et al (2006) yaitu pada China, Japan, South Korea FTA, dimana efek tersebut
berdampak besar dalam menciptakan trade diversion antar negara anggota.
Berdasarkan sumber endowment yang dimiliki masing-masing negara, dapat
meningkatkan vol