Analisis Pengaruh Dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia Dalam Asean India Free Trade Agreement (Aifta)

ANALISIS PENGARUH DAN TINGKAT KEBERHASILAN
PERDAGANGAN INDONESIA DALAM ASEAN-INDIA
FREE TRADE AGREEMENT (AIFTA)

WINA ANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh dan
Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia dalam ASEAN-India Free Trade
Agreement (AIFTA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Wina Andari
NIM H151150296

RINGKASAN
WINA ANDARI. Analisis Pengaruh dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan
Indonesia dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Dibimbing oleh
RINA OKTAVIANI dan EKA PUSPITAWATI.
Integrasi ekonomi terus berkembang dengan munculnya perjanjian
perdagangan baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Indonesia
telah terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas, salah satunya adalah
ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). AIFTA mulai diberlakukan pada
tahun 2010. Implementasi AIFTA menimbulkan pro dan kontra terhadap
keberlangsungan perekonomian nasional. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kinerja perdagangan, pengaruh, serta tingkat keberhasilan
perdagangan Indonesia dalam AIFTA. Metode yang digunakan yaitu Revealed
Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry
Trade (IIT) Index, fungsi permintaan ekspor, dan trade projection approach

dengan periode penelitian tahun 2005 sampai 2014.
Perdagangan Indonesia di pasar AIFTA selama tahun 2005 hingga tahun
2014 menunjukkan kinerja yang baik. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa
terdapat 269 komoditas ekspor Indonesia yang memiliki daya saing. Hasil analisis
EPD menunjukkan 166 komoditas berada pada posisi pasar rising star dan 103
komoditas berada pada posisi lost opportunity. Hasil analisis IIT menunjukkan
bahwa sebanyak 100 komoditas memiliki tingkat integrasi lemah, 79 komoditas
memiliki tingkat integrasi sedang, 69 komoditas memiliki tingkat integrasi kuat,
20 komoditas memiliki tingkat integrasi sangat kuat, dan hanya satu komoditas
yang tidak memiliki integrasi. Kinerja perdagangan Indonesia yang baik dapat
menjadi potensi untuk memaksimalkan manfaat AIFTA ke depannya.
Estimasi pengaruh implementasi AIFTA dilakukan menggunakan fungsi
permintaan ekspor. Komoditas yang diestimasi adalah lima komoditas pertanian
dengan nilai RCA tertinggi dan terdapat India sebagai salah satu negara tujuan
ekspornya. Lima komoditas tersebut adalah coconut (copra), palm kernel or
babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically
modified (HS 1513), palm oil and its fractions, whether or not refined, but not
chemically modified (HS 1511), cocos beans, whole or broken, raw or roasted
(HS 1801), toilet or facial tissue stock, towel or napkin stock and similar paper of
a kind used for household or sanitary purposes (HS 4803), dan nutmeg, mace, and

cardamoms (HS 0908).
Pengaruh implementasi AIFTA memberikan hasil yang bervariasi
terhadap lima komoditas ekspor Indonesia, yaitu berpengaruh signifikan secara
positif, berpengaruh signifikan secara negatif, dan tidak berpengaruh secara
signifikan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan komitmen tarif yang
berlaku pada masing-masing komoditas. Hasil analisis trade projection approach
menunjukkan bahwa rata-rata rasio keberhasilan lima komoditas ekspor Indonesia
di pasar AIFTA bernilai kurang dari satu namun mendekati satu. Artinya,
Indonesia sudah berhasil memanfaatkan AIFTA dengan baik meskipun belum
maksimal. Pemanfaatan kerangka AIFTA dapat dilakukan berdasarkan kategori
komitmen tarif, semakin rendah tarif yang diberlakukan akan memberikan
manfaat yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia.

Peningkatan inovasi komoditas ekspor diperlukan untuk memperluas
pangsa pasar ekspor Indonesia. Selain itu, kontinuitas ekspor diperlukan untuk
meningkatkan kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA. Pemantauan
terhadap komitmen tarif AIFTA khususnya komoditas yang termasuk Special
Products dan Exclusion List diperlukan agar tarif dapat segera diturunkan
sehingga pemanfaatan AIFTA terhadap perdagangan Indonesia menjadi lebih
maksimal.

Kata Kunci : ASEAN-India Free Trade Agreement, fungsi permintaan ekspor,
kinerja perdagangan, tingkat keberhasilan

SUMMARY
WINA ANDARI. Analysis of Impact and Success Level of Indonesian Trade on
ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Supervised by RINA
OKTAVIANI and EKA PUSPITAWATI.
Economic integration has been evolving since trade agreements have
commonly been declared, either in bilateral, regional, or multilateral level.
Indonesia has been involved in many free trade agreement, particularly ASEANIndia Free Trade Agreement (AIFTA). AIFTA has been officially implemented in
2010. The implementation of AIFTA has risen pros and cons regarding the
domestic economy. This research analyse trade performance, impact, and success
level of Indonesian Trade on AIFTA. There are some methods used in this
research, such as Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product
Dynamic (EPD), Intra Industry Trade (IIT) Index, export demand function, and
trade projection approach, from period 2005 to 2014.
Indonesian trade in AIFTA market during 2005 to 2014 shows a good
performance. RCA analysis shows that there are 269 Indonesian competitive
commodities in AIFTA market. EPD analysis shows that 166 commodities are in
rising star position and 103 commodities are in lost opportunity position. IIT

analysis shows that 100 commodities have weak integration level, 79
commodities have moderate integration level, 69 commodities have strong
integration level, 20 commodities have very strong integration level, and only one
commodity does not have integration. A good trade performance can be a potency
to maximize benefits of AIFTA in the future.
Impact of AIFTA implementation is estimated using export demand
function. This method estimates five agriculture commodities that have highest
competitiveness in AIFTA market but include India as one of the export
destination country. Those five commodities are coconut (copra), palm kernel or
babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically
modified (HS 1513), palm oil and its fractions, whether or not refined, but not
chemically modified (HS 1511), cocoa beans, whole or broken, raw or roasted
(HS 1801), toilet or facial tissue stock, towel or napkin stock and similar paper of
a kind used for household or sanitary purposes (HS 4803), and nutmeg, mace, and
cardamoms (HS 0908).
Impact of AIFTA implementation gives varying results for five Indonesian
export commodities, that is positive significant effect, negative significant effect,
and not significant effect. The various results are affected by tariff commitment
differences in AIFTA framework that applied for each commodity. The trade
projection approach shows that the average value of success ratio for those five

export commodities are less than one but approximated one. It means Indonesia
has succeed to take advantage from AIFTA but still not optimal. AIFTA
framework can be utilized based on tariff commitment category, lower tariff will
give higher benefit to Indonesian economy.
Innovation progress in export commodity is needed to expand Indonesian
export market. Furthermore, the export continuity is needed to increase
Indonesian trade performance in AIFTA market. Intensive monitoring on AIFTA

tariff commitment, especially commodities in Special Products and Exclusion List
category, is needed to increase utilization of AIFTA towards Indonesian trade.
Key words : ASEAN-India Free Trade Agreement, export demand function,
success level, trade performance

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PENGARUH DAN TINGKAT KEBERHASILAN
PERDAGANGAN INDONESIA DALAM ASEAN-INDIA
FREE TRADE AGREEMENT (AIFTA)

WINA ANDARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erwidodo, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis yang
berjudul Analisis Pengaruh dan Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia
dalam ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu
Ekonomi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof Dr Ir Rina
Oktaviani, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Eka Puspitawati, SP, MSi
selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan arahan, motivasi,
dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr Ir Erwidodo, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Tanti
Novianti, SP, MSi selaku penguji komisi pendidikan yang telah memberikan
banyak pelajaran dan masukan yang berharga terhadap penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi dan Dr
Tony Irawan, SE, MAppEc selaku ketua dan sekretaris program studi S2 Ilmu
Ekonomi atas arahan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua

Widodo dan Ratna Juita, serta kakak Judo Satria, Widita Arindi, dan Arindita
Widasari yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Program Studi Ilmu Ekonomi,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor tempat penulis menempuh
pendidikan magister, sahabat-sahabat terdekat, teman-teman fasttrack Ilmu
Ekonomi angkatan 3, dan teman-teman reguler Ilmu Ekonomi angkatan 9 atas
segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2017
Wina Andari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


viii
viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
7
9
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Teori Keseimbangan Umum

Teori Keunggulan Komparatif
Teori Perdagangan Baru
Teori Permintaan Ekspor
Integrasi Ekonomi
Liberalisasi Perdagangan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Penelitian
Hipotesis Penelitian

10
10
12
15
16
16
17
18
19
22
23

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis dan Pengolahan Data

24
24
24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia di Pasar AIFTA
Analisis Pengaruh AIFTA terhadap Perdagangan Indonesia
Analisis Tingkat Keberhasilan Perdagangan Indonesia di Pasar
AIFTA

32
32
37
45

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
50

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

53
66

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jadwal komitmen tarif AIFTA
Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA tahun 2010 dan
2014
Matriks posisi daya saing EPD
Klasifikasi Indeks IIT
Nilai rata-rata daya saing komoditas Indonesia di pasar AIFTA
Posisi daya saing komoditas Indonesia di pasar AIFTA
Tingkat integrasi komoditas Indonesia di pasar AIFTA
Data time series dan cross section pada estimasi fungsi permintaan
ekspor
Hasil estimasi faktor yang memengaruhi ekspor komoditas
Indonesia di pasar AIFTA
Nilai rata-rata rasio keberhasilan komoditas ekspor Indonesia di
pasar AIFTA
Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1513 di pasar AIFTA
Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1511 di pasar AIFTA
Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 1801 di pasar AIFTA
Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 4803 di pasar AIFTA
Nilai rasio keberhasilan komoditas HS 0908 di pasar AIFTA

2
8
25
27
33
35
37
38
39
45
46
47
47
48
49

DAFTAR GAMBAR
1

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, India, dan ASEAN
tahun 2005-2014
2 Perkembangan nilai ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan
tahun 2005-2014
3 Perkembangan nilai impor Indonesia berdasarkan negara asal tahun
2005-2014
4 Nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA
tahun 2010-2014
5 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan
parsial
6 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan
umum
7 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara
kecil
8 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara
kecil
9 Kerangka penelitian
10 Matriks Export Product Dynamic (EPD)

4
5
6
9
11
12
13
14
23
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil perhitungan Revealed Comparative Advantage, Export
Product Dynamic, dan Intra Industry Trade Index
Hasil estimasi model gravity komoditas HS 1513
Hasil estimasi model gravity komoditas HS 1511
Hasil estimasi model gravity komoditas HS 1801
Hasil estimasi model gravity komoditas HS 4803
Hasil estimasi model gravity komoditas HS 0908

54
61
62
63
64
65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Liberalisasi perekonomian kini semakin terlihat dalam segala bidang
khususnya di dunia internasional. Konsep ini cenderung memberikan kebebasan
bagi seluruh pelaku ekonomi untuk dapat memperoleh akses yang lebih besar
terhadap pelaku ekonomi lainnya. Salah satu turunan dari liberalisasi
perekonomian adalah liberalisasi perdagangan. Kemunculan liberalisasi
perdagangan ditandai dengan mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang kini perannya digantikan oleh World
Trade Organisation (WTO) sejak tahun 1994. Tujuan liberalisasi perdagangan
adalah untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan suatu negara sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Liberalisasi perdagangan terus berkembang dengan munculnya perjanjian
perdagangan baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Hingga 1
Februari 2016, WTO telah menerima 625 notifikasi perjanjian perdagangan bebas
dimana 419 diantaranya sudah berlaku. Menurut Baier dan Bergstrand (2001),
perdagangan dunia dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertumbuhan pendapatan,
penurunan hambatan perdagangan, dan penurunan biaya transportasi. Beberapa
substansi yang secara umum menjadi cakupan dalam perjanjian perdagangan
bebas antara lain perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, pergerakan
tenaga kerja, peningkatan kapasitas, prosedur kepabeanan, hak atas kekayaan
intelektual, dan lain sebagainya.
Indonesia sendiri terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas,
salah satunya adalah ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA). Hubungan
kerjasama ASEAN dengan India secara resmi diawali dengan dilakukannya dialog
sektoral pada tahun 1992 dan sejak itu terus berkembang. Ide untuk membentuk
perdagangan bebas ASEAN-India pertama kali diusulkan oleh India yang
diungkapkan dalam ASEAN Economic Ministers (AEM)-India Consultations yang
pertama pada tahun 2002. ASEAN kemudian menyambut baik hal itu dan sepakat
membentuk ASEAN-India Economic Linkages Task Force (ASEAN-India Task
Force) yang bertugas untuk menindaklanjuti rekomendasi yang telah diberikan
oleh ASEAN-India Joint Study dan membuat rancangan kerangka kesepakatan
kerjasama ekonomi ASEAN-India.
Pada bulan Oktober 2003, para Kepala Negara atau Pemerintahan ASEAN
dan India menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and India. Tercapainya kesepakatan untuk
membentuk AIFTA disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (1) terdapat sinyal
yang kuat dari para pemimpin India untuk membangun hubungan dengan ASEAN
melalui serangkaian kunjungan bilateral dengan para pemimpin India ke banyak
negara anggota ASEAN, (2) para pemimpin ASEAN telah menyadari kebutuhan
untuk terlibat secara aktif dengan India untuk mengembangkan hubungan yang
lebih seimbang dengan negara ekonomi utama Asia selain Cina, dan (3) terdapat
literatur yang menyatakan bahwa ekonomi India memiliki struktur yang dapat
saling melengkapi dan saling menguntungkan dengan ekonomi ASEAN (Sen et
al. 2004).

2

No.
1.

Tabel 1 Jadwal komitmen tarif AIFTA
Komitmen Tarif
Kategori
Negara
Penghapusan
Normal
Indonesia, Malaysia,
Tarif
Track 1
Brunei Darussalam,
Singapura, Thailand,
India
Filipina, Kamboja,
Laos,
Myanmar,
Vietnam
Normal
Indonesia, Malaysia,
Track 2
Brunei Darussalam,
Singapura, Thailand,
India
Filipina

Kamboja,
Laos,
Myanmar, Vietnam
2.

Pengurangan
Tarif

Sensitive
Track

Special
Products
Highly
Sensitive
Lists

Exclusion
List

Sumber : ASEAN (2012)

Jadwal
1 Januari 2010
– 31 Desember
2013
1 Januari 2010
– 31 Desember
2018
1 Januari 2010
– 31 Desember
2016
1 Januari 2010
– 31 Desember
2019
1 Januari 2010
– 31 Desember
2021
1 Januari 2010
– 31 Desember
2016

Indonesia, Malaysia,
Brunei Darussalam,
Singapura, Thailand,
India
Filipina
1 Januari 2010
– 31 Desember
2019
Kamboja,
Laos, 1 Januari 2010
Myanmar, Vietnam
– 31 Desember
2021
India
1 Januari 2010
– 31 Desember
2019
Indonesia, Malaysia, 1 Januari 2010
Thailand
– 31 Desember
2019
Filipina
1 Januari 2010
– 31 Desember
2022
Kamboja, Vietnam
1 Januari 2010
– 31 Desember
2024
Seluruh negara
Dilakukan
peninjauan
setiap
tahunnya

3

Setelah melalui pembahasan yang panjang, perundingan mengenai AIFTA
selesai pada 28 Agustus 2008 dan kemudian ditandatangani pada 13 Agustus 2009
di Bangkok, Thailand. Sesuai dengan kesepakatan, perjanjian tersebut tidak
serentak diterapkan oleh semua negara anggota ASEAN. Penerapan sejak 1
Januari 2010 dilakukan oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand,
Singapura, dan India. Kemudian menyusul negara ASEAN lainnya sesuai
kesiapan dan kesepakatan masing-masing negara. Modalitas yang disepakati
bersama oleh ASEAN dan India adalah menjadwalkan penurunan dan
penghapusan tarif terhadap 85% pos tarif atau 75% nilai impor yang tercakup
dalam Normal Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track (ST). Ketika
terlaksana secara penuh, AIFTA akan menghilangkan tarif pada lebih dari 90%
dari keseluruhan perdagangan atau sekitar 4000 produk antara ASEAN dan India.
Kedua pihak sepakat untuk mengizinkan antara 7-9% produk dapat dikeluarkan
dari komitmen pemotongan tarif.
Komitmen pengurangan dan penghapusan tarif antara negara ASEAN dan
India dapat dilihat pada Tabel 1. Komitmen tersebut tidak dilakukan secara
serentak di seluruh negara mengingat adanya perbedaan kesiapan dan kondisi
perekonomian di masing-masing negara. AIFTA memiliki kerangka kerja yang
lebih longgar dibandingkan perjanjian perdagangan lainnya yang diikuti
Indonesia. Kedua pihak sepakat untuk meningkatkan komitmen liberalisasi
melalui proses review setelah perjanjian diimplementasikan.
Kerangka kerja AIFTA membagi komitmen tarif ke dalam beberapa
kategori. Pada normal track, tingkat tarif akan diturunkan hingga 0% secara terusmenerus sesuai jadwal yang berlaku atau dengan kata lain tarif tersebut akan
dihilangkan. Pada sensitive track, tingkat tarif akan diturunkan hingga 5% secara
terus-menerus sesuai jadwal yang berlaku. Pada special products dan highly
sensitive lists, tingkat tarif akan diturunkan hingga tingkat yang telah ditentukan
untuk masing-masing produk secara terus-menerus sesuai jadwal yang berlaku.
Sedangkan pada exclusion list, tingkat tarif tidak diturunkan, namun setiap
tahunnya akan dilakukan peninjauan kembali dengan tujuan meningkatkan akses
pasar.
Berbeda dengan perjanjian perdagangan bebas lainnya yang diikuti
Indonesia, kali ini ASEAN bekerja sama dengan salah satu negara berkembang di
Asia yaitu India. Namun demikian, India memiliki potensi yang tinggi dalam
perkembangan perekonomiannya. Kedekatan geografis, sejarah hubungan dagang,
sifat kebutuhan ekonomi yang saling melengkapi, dan kesatuan pandangan telah
menciptakan ikatan yang kuat antara India dan ASEAN. India dan ASEAN
mempunyai pandangan yang sama terhadap hubungan yang multi-dimensi
mencakup aspek politik, ekonomi, energi, pertahanan, strategi, keamanan, dan
budaya. Selain itu, kemajuan ekonomi India dan pragmatisme yang berkembang
dalam urusan internasional menciptakan suasana yang kondusif bagi kerja sama
regional (Kemenkeu 2012).

Pertumbuhan ekonomi (%)

4
12.00
10.00
8.00
Indonesia

6.00

India

4.00

ASEAN

2.00
0.00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber : World Bank (2016)
Gambar 1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, India, dan ASEAN
tahun 2005-2014
Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, India, dan
ASEAN pada periode tahun 2005 sampai 2014. Pertumbuhan tertinggi dicapai
Indonesia pada tahun 2007 sebesar 6.35%, India pada tahun 2010 sebesar 10.26%,
dan ASEAN juga pada tahun 2010 sebesar 8.04%. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama periode tersebut yaitu sebesar 5.72%, India sebesar
7.68%, dan ASEAN sebesar 5.13%. Dalam hal ini, India memiliki kinerja
perekonomian yang lebih baik daripada Indonesia dan ASEAN, namun demikian
pertumbuhan perekonomian Indonesia relatif lebih stabil dibandingkan India dan
ASEAN.
ASEAN yang merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi
terdiri dari sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara. Fluktuasi ekonomi yang
terjadi di ASEAN cenderung diakibatkan oleh bervariasinya kekuatan ekonomi
pada masing-masing negara anggota ASEAN. Kekuatan ekonomi dapat dilihat
dari pendapatan nasional serta surplus perdagangan. Negara ASEAN yang
perekonomiannya tergolong kuat antara lain Singapura dan Malaysia, sedangkan
yang perekonomiannya tergolong lemah antara lain Kamboja dan Laos.
Sebagai salah satu mitra utama ASEAN, India memiliki potensi
perekonomiannya yang baik. India merupakan sebuah negara di Asia Selatan yang
memiliki jumlah penduduk lebih dari satu miliar jiwa dan merupakan negara
terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Pada tahun 2014 India
menempati posisi kedelapan PDB terbesar di dunia. Dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi rata-rata sebesar 7.68% selama sepuluh tahun terakhir, menjadikan India
sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat menyaingi Cina.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi India dimulai pada tahun 1997 yang
menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penurunan angka
kemiskinan. Faktor-faktor yang mendorong hal tersebut antara lain
berkembangnya teknologi dan infrastruktur di India. Perekonomian India yang
terus berkembang dapat dilihat dengan meningkatnya nilai total perdagangan
bilateral antara India dan Amerika Serikat hingga mencapai angka 50 milyar dolar
AS di tahun 2008. Selain itu, peningkatan kinerja sektor industri serta pariwisata
juga sangat membantu dalam modernisasi perekonomian di India.

5

Eskpor

Perekonomian India dulunya banyak bergantung pada sektor pertanian,
namun kini India telah mengalami industrialisasi sehingga perekonomiannya lebih
bergantung pada sektor industri. Industri penting di India antara lain
pertambangan, perminyakan, perangkat lunak, tekstil, teknologi informasi,
otomotif, film, dan kerajinan tangan. Seiring berkembangnya teknologi, kini India
muncul sebagai salah satu pemain besar dalam industri perangkat lunak dan
otomotif di pasar dunia.
Perekonomian India yang tumbuh dengan cepat dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara tersebut, terlebih penurunan
hambatan perdagangan melalui perjanjian perdagangan juga memperluas pasar
ekspor Indonesia ke India. Sejak beberapa tahun terakhir, India telah menempati
posisi keempat negara tujuan ekspor Indonesia (Kemendag 2016). Selain dengan
Indonesia, perdagangan India dengan ASEAN juga terkonsentrasi di Malaysia,
Singapura, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan pangsa pasar
terbesar untuk ekspor India di kawasan ASEAN serta sumber terbesar untuk
impor India dari kawasan ASEAN (Sikdar & Nag 2011).
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Non Tradisional
ASEAN
India

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber : World Bank (2016)
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan tahun
2005-2014
Perkembangan ekspor Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Presentase
ekspor Indonesia ke India dan ASEAN terus meningkat selama sepuluh tahun
terakhir. Sebaliknya presentase ekspor Indonesia ke negara non tradisional, yaitu
negara-negara selain India dan ASEAN, terus menurun. Ekspor Indonesia ke India
tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 13 milyar dolar AS atau sebesar
6.5% dari total ekspor Indonesia. Ekspor Indonesia ke ASEAN tertinggi juga
dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 42 milyar dolar AS atau sebesar 20.6% dari
total ekspor Indonesia. Rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke India selama
periode tahun 2005 hingga 2014 adalah sebesar 19.12% sedangkan ke ASEAN
sebesar 11.75%. Meskipun terjadi fluktuasi perdagangan antara Indonesia dengan
India dan ASEAN, namun hal ini masih dianggap wajar karena penurunan dan
peningkatan yang terjadi dalam jumlah yang sedikit.

Impor

6
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Non Tradisional
ASEAN
India

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber : World Bank (2016)
Gambar 3 Perkembangan nilai impor Indonesia berdasarkan negara asal tahun
2005-2014
Perkembangan impor Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3. Presentase
impor Indonesia dari India dan ASEAN berfluktuasi dengen kecenderungan
menurun selama sepuluh tahun terakhir. Sebaliknya presentase impor Indonesia
dari negara non tradisional, yaitu negara-negara selain India dan ASEAN,
cenderung meningkat. Impor Indonesia dari India tertinggi dicapai pada tahun
2011 yaitu sebesar 4 milyar dolar AS atau sebesar 2.4% dari total impor
Indonesia. Impor Indonesia dari ASEAN tertinggi dicapai pada tahun 2013 yaitu
sebesar 53 milyar dolar AS atau sebesar 28.8% dari total impor Indonesia. Ratarata pertumbuhan impor Indonesia dari India selama periode tahun 2005 hingga
2014 adalah sebesar 19.59% sedangkan dari ASEAN sebesar 16.42%. Jika
dibandingkan, rata-rata pertumbuhan impor Indonesia masih berada di atas ratarata pertumbuhan ekspor Indonesia baik dalam perdagangan dengan India maupun
ASEAN.
Karakteristik Indonesia dan India memiliki banyak kesamaan. Berdasarkan
klasifikasi World Bank, India termasuk ke dalam negara dengan pendapatan
menengah ke bawah, sama halnya dengan Indonesia. Keduanya pun merupakan
negara dengan populasi terbanyak dimana India menempati posisi kedua dan
Indonesia menempati posisi keempat. Selain itu, India dan Indonesia termasuk ke
dalam kelompok negara industri baru. Negara industri baru atau newly
industrialized countries merupakan klasifikasi sosial ekonomi bagi kelompok
negara berkembang yang tingkat pembangunan atau kemajuan industrinya sudah
mendekati negara-negara industri maju. Kesamaan karakteristik tersebut
diharapkan dapat memperkuat kerjasama Indonesia dan India dalam kerangka
AIFTA.
Munculnya berbagai perjanjian perdagangan yang melibatkan Indonesia
seperti AIFTA menimbulkan pro dan kontra terhadap keberlangsungan
perekonomian nasional. Dengan diturunkannya hambatan perdagangan antar
negara yang bersepakat, hal ini akan menimbulkan dua pilihan bagi Indonesia,
yaitu mampu memanfaatkan perjanjian tersebut untuk memperluas pangsa pasar
atau tidak mampu memanfaatkan perjanjian tersebut sehingga Indonesia hanya
dijadikan sebagai pasar. Implementasi AIFTA tentunya akan memengaruhi

7

perdagangan Indonesia, India, dan negara ASEAN lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, hal ini
dapat berpengaruh pada keseimbangan perekonomian nasional di masing-masing
negara khususnya di Indonesia.
Perumusan Masalah
Perjanjian perdagangan sebagai langkah nyata dari globalisasi ekonomi
memiliki dampak positif maupun negatif terhadap setiap negara yang
mengikutinya. Dampak positif yang dapat terjadi antara lain meningkatkan
investasi, meningkatkan devisa, memperluas lapangan kerja, meningkatkan daya
saing, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, memperluas diversifikasi
produk, dan memperbaiki neraca perdagangan. Sedangkan dampak negatif yang
dapat terjadi antara lain menciptakan ketergantungan dengan pihak asing maupun
produk asing, terpengaruhnya perekonomian nasioanl oleh situasi dunia,
terpengaruhnya kebijakan pembangunan nasional, terbentuknya proteksi non tarif,
dan eksploitasi sumber daya (Oktaviani et al. 2014).
Khor (2002) berpendapat bahwa globalisasi ekonomi memengaruhi
berbagai kelompok negara secara berbeda. Secara umum, dampak dari proses ini
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok negara. Kelompok pertama adalah
sejumlah kecil negara yang mempelopori atau terlibat secara penuh dalam proses
globalisasi ekonomi serta mengalami pertumbuhan dan perluasan kegiatan
ekonomi secara pesat, yaitu negara-negara maju. Kelompok kedua adalah negaranegara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sedang dan fluktuatif, yaitu
negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri dengan kerangka globalisasi
ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi seperti negara-negara industri
baru. Kelompok ketiga adalah negara-negara yang termarjinalisasikan atau yang
sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangan-tantangan yang
muncul dari proses globalisasi ekonomi, kelompok ini didominasi oleh negara
berkembang.
Kerangka kerja AIFTA tentunya akan memengaruhi perekonomian
Indonesia maupun negara-negara lainnya yang ikut berpartisipasi. Menurut Asher
et al. (2001), terdapat beberapa faktor yang berkontribusi untuk membawa kondisi
ekonomi dan politik antara ASEAN dan India ke arah yang lebih baik. Faktorfaktor tersebut adalah lingkungan keamanan dan politik, globalisasi dan
perubahan teknologi, serta kelembagaan. Potensi lainnya yang dimiliki AIFTA
adalah negara anggota memiliki pangsa pasar yang besar serta pertumbuhan
ekonomi dan aliran modal yang tinggi.
Perjanjian perdagangan yang terus berkembang menghasilkan suatu era
baru dimana batasan antar negara semakin menipis. Dengan demikian, setiap
negara dapat saling berinteraksi dengan mudahnya. Negara anggota ASEAN dan
India sepakat untuk mengurangi hambatan perdagangan dengan membentuk
AIFTA. Hal ini menandakan jalur-jalur perdagangan antar negara yang
bersangkutan semakin terbuka lebar. Salah satu hal penting dalam aktivitas
perdagangan adalah fasilitas perdagangan.
Indeks Kinerja Logistik merupakan salah satu indikator fasilitas
perdagangan yang menunjukkan kondisi logistik suatu negara berdasarkan
efisiensi proses kepabeanan, kualitas infrastruktur terkait perdagangan, kualitas

8

pelayanan logistik, kemampuan melacak pengiriman, serta ketepatan waktu
pengiriman. Rentang nilai indeks ini antara 1 dan 5 dimana 1 menunjukkan
kinerja terburuk dan 5 menunjukkan kinerja terbaik. Indeks Kinerja Logistik
negara anggota AIFTA dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Indeks Kinerja Logistik negara anggota AIFTA tahun 2010 dan 2014
Indeks Kinerja Logistik (1-5)
No.
Negara
2010
2014
1.
Brunei Darussalam
2.87
2.
Filipina
3.14
3.00
3.
India
3.12
3.08
4.
Indonesia
2.76
3.08
5.
Kamboja
2.37
2.74
6.
Laos
2.46
2.39
7.
Malaysia
3.44
3.59
8.
Myanmar
2.33
2.25
9.
Singapura
4.09
4.00
10.
Thailand
3.29
3.43
11.
Vietnam
2.96
3.15
Sumber : WDI (2016)
Berdasarkan Tabel 2, Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami peningkatan Indeks Kinerja Logistik selain Kamboja, Malaysia,
Thailand, dan Vietnam. Indonesia mendapatkan nilai sebesar 2.76 pada tahun
2010 dan meningkat menjadi 3.08 pada tahun 2014. Di antara negara anggota
AIFTA, negara yang unggul dalam fasilitas perdagangan adalah Singapura dan
Malaysia. Sedangkan Kamboja, Laos, dan Myanmar merupakan negara yang
masih lemah dalam hal fasilitas perdagangan. Fasilitas perdagangan menjadi suatu
hal yang penting dalam melakukan kegiatan ekspor impor antar negara. Adanya
peningkatan Indeks Kinerja Logistik sejak diberlakukannya AIFTA pada tahun
2010 hingga sekarang diharapkan dapat memperlancar kegiatan perdagangan yang
dilakukan Indonesia dengan negara anggota AIFTA lainnya.
Salah satu tujuan utama dari dibentuknya perjanjian perdagangan adalah
memperbaiki neraca perdagangan. Dengan adanya penurunan tarif antar negara
yang bersepakat, diharapkan pangsa pasar ekspor semakin meningkat. Nilai
neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA pada tahun 2010
dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada awal diberlakukannya AIFTA tahun 2010, neraca perdagangan
Indonesia yang positif diperoleh dari perdagangan dengan India (IND), Kamboja
(KHM), Laos (LAO), Myanmar (MMR), Malaysia (MYS), Filipina (PHL), dan
Vietnam (VNM). Pada tahun tersebut Indonesia mengalami surplus perdagangan
sebesar 1.05 milyar dolar AS. Empat tahun setelah diberlakukannya AIFTA yaitu
tahun 2014, neraca perdagangan Indonesia yang positif hanya diperoleh dari India
(IND), Kamboja (KHM), Myanmar (MMR), dan Filipina (PHL). Pada tahun
tersebut Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar 2.73 milyar dolar AS.

9
10000
Nilai neraca perdagangan
(juta US$)

8000
6000
4000
2000
2010

0
-2000

IND BRN KHM LAO MMR MYS PHL SGP THA VNM

2014

-4000
-6000
-8000
-10000

Negara mitra Indonesia di AIFTA

Sumber : World Bank (2016)
Gambar 4 Nilai neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota AIFTA
tahun 2010 dan 2014
Defisit neraca perdagangan yang dialami Indonesia setelah
diberlakukannya AIFTA tidak sesuai dengan teori maupun literatur yang ada.
Menurut Salvatore (1996), integrasi ekonomi akan membuka akses perdagangan
seluas mungkin antara satu negara dan lainnya. Selain itu, penelitian yang
dilakukan Sikdar dan Nag (2011) menyatakan bahwa AIFTA akan memberikan
keuntungan kesejahteraan positif untuk sebagian besar negara-negara ASEAN
karena adanya peningkatan perdagangan.
Literatur lain menunjukkan hasil yang sama. Penelitian yang dilakukan
Ahmed (2010) menyatakan bahwa baik India maupun ASEAN akan mencapai
keuntungan dalam hal kesejahteraan setelah diberlakukannya AIFTA. Penurunan
tarif menyebabkan pangsa pasar negara ASEAN di India meningkat secara
signifikan khususnya untuk produk pertanian (Francis 2011). Namun demikian,
AIFTA juga dapat berdampak negatif. Penelitian yang dilakukan Lestari dan
Mahyudin (2015) menunjukkan bahwa AIFTA berpotensi menyebabkan distorsi
terhadap industri lokal, sumber daya manusia, serta kebijakan pemerintah di
Indonesia.
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait AIFTA lebih banyak
melihat pengaruhnya pada perekonomian India. Maka dari itu, diperlukan
penelitian yang melihat pengaruh AIFTA terhadap perekonomian Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA?
2. Bagaimana pengaruh implementasi AIFTA terhadap perdagangan
Indonesia?
3. Sejauh mana tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :

10

1. Menganalisis kinerja perdagangan Indonesia di pasar AIFTA.
2. Menganalisis pengaruh implementasi AIFTA terhadap perdagangan
Indonesia.
3. Menganalisis tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak
antara lain:
1. Bagi pelaku ekonomi, penelitian ini mampu memberikan informasi dan
saran yang dapat meningkatkan manfaat perjanjian perdagangan bebas di
Indonesia khususnya AIFTA.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini mampu memberikan informasi dan saran
dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan manfaat perjanjian
perdagangan bebas di Indonesia khususnya AIFTA.
3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan terkait
perdagangan internasional yang diikuti Indonesia serta mengaplikasikan
teori yang telah dipelajari.
4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian
mengenai perjanjian perdagangan bebas khususnya AIFTA.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas pengaruh salah satu perjanjian perdagangan
bebas yang diikuti Indonesia yaitu AIFTA. Analisis mengenai kinerja
perdagangan Indonesia dilakukan untuk mengidentifikasi komoditas-komoditas
yang berpotensi dalam kerangka AIFTA. Analisis tersebut dilakukan melalui
beberapa perhitungan nilai perdagangan Indonesia dengan negara anggota
AIFTA. Adapun analisis mengenai pengaruh AIFTA terhadap perdagangan
Indonesia serta tingkat keberhasilan perdagangan Indonesia di pasar AIFTA
dilakukan untuk meningkatkan manfaat AIFTA bagi Indonesia. Analisis ini
mengacu pada diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan
India pada tahun 2010. Ruang lingkup penelitian ini adalah antara Indonesia
dengan negara-negara anggota AIFTA yaitu Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan India. Analisis pada
penelitian ini menggunakan komoditas dengan kode HS empat digit dengan
periode analisis tahun 2005 sampai 2014. Alat analisis yang digunakan adalah
Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra
Industry Trade (IIT) Index, fungsi permintaan ekspor, serta trade projection
approach.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses
yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Perdagangan

11

internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran
yang bersaing. Permintaan dan penawaran yang terjadi merupakan hasil interaksi
dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Setiap negara yang
melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan. Selain motif mencari
keuntungan, alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah karena
negara-negara yang berdagang berbeda satu sama lain dan bertujuan untuk
mencapai skala ekonomi (economic of scale) (Krugman & Obstfeld 2003).
Menurut Salvatore (1996), model perdagangan standar harus dilandaskan pada
empat hubungan inti, yaitu :
1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva
penawaran relatif.
2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.
3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan
permintaan relatif dunia.
4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade)
terhadap kesejahteraan suatu negara.
Volume ekspor suatu komoditas dari negara tertentu ke negara lain
merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang
disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di sisi lain, kelebihan
penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain
atau disebut sebagai kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi
oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktorfaktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu
sendiri, dan komoditas substitusinya di pasar internasional, serta hal-hal yang
dapat memengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore
1996).
Px/Py

Px/Py

Px/Py
SB
PB

SA
Sw

Ekspor
Pw

E*

PA

Impor
Dw

DB

DA
QA

Negara A

X

Qw

Perdagangan Internasional

X

QB

Negara B

Sumber : Salvatore (1996)
Gambar 5 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan parsial
Gambar 5 menjelaskan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional,
negara A memiliki harga domestik lebih rendah (PA) dibandingkan dengan harga
domestik di negara B (PB). Hal ini dikarenakan produksi di negara A lebih besar
dibandingkan dengan konsumsi domestiknya, sehingga terjadi excess supply di
negara A, sedangkan di negara B terjadi excess demand. Ketika negara B membeli
barang dari negara A yang memiliki harga lebih murah maka mengakibatkan

X

12

terjadinya perdagangan internasional antar kedua negara. Hal ini menyebabkan
harga yang berlaku di perdagangan internasional berada di antara PA dan PB yaitu
PW. Dengan adanya perdagangan internasional maka akan memberikan
kesempatan negara A untuk melakukan ekspor dan negara B untuk melakukan
impor. Selanjutnya keseimbangan di pasar internasional akan terjadi di titik E*.
Teori Keseimbangan Umum
Teori keseimbangan umum pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras
pada abad ke-19. Walras menyusun model keseimbangan pasar kompetitif pada
sebuah sistem ekonomi pertukaran (exchange economy) dimana tidak terdapat
kegiatan produksi. Dengan demikian, semua agen ekonomi adalah para konsumen
sehingga aggregate supply sama dengan aggegrate demand yang dimiliki
konsumen. Pada pendekatan keseimbangan umum, perubahan dalam suatu pasar
akan berakibat perubahan pula di pasar lainnya. Pendekatan ini memperlakukan
pasar sebagai suatu sistem. Secara sederhana, teori keseimbangan umum dapat
dijelaskan dengan menggunakan model ekonomi dua pasar (Salvatore 1996).
Analisis keseimbangan umum sudah memperhatikan dampak pemberlakuan tarif
suatu komoditas terhadap komoditas lain, serta reaksi konsumen karena perbedaan
harga relatif terhadap perubahan kombinasi konsumsi (Oktaviani et al. 2014).
Y
PB = 1 120
Negara 1

100
E

PB = PB’ = 1

1

III

2

E*

40
20
X

X
80

60

40

20

20
20

40

80

120 140
PB’ = 1

Negara 2

40
60

E’

80
III’
Y

Sumber : Salvatore (1996)
Gambar 6 Perdagangan internasional ditinjau dari analisis keseimbangan umum
Untuk menyederhanakan analisis, ansumsi-asumsi yang digunakan adalah:
(1) hanya ada dua negara di dunia, yaitu Negara 1 dan Negara 2 atau gabungan
negara-negara lainnya (rest of world atau ROW), (2) hanya terdapat dua produk
dalam perdagangan, (3) pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna, dan (4)
perekonomian berada dalam kondisi full employment.

13

Gambar 6 menunjukkan bahwa setelah perdagangan berlangsung, Negara
1 akan memproduksi 130X dan 20Y (titik E yang identik dengan titik E*). Negara
tersebut akan mengkonsumsi 70X dan 80Y (titik E ditarik dari pusat sumbu atau
0), sedangkan 60X dan 60Y sisanya akan diperdagangkan dengan Negara 2.
Sementara itu, Negara 2 memproduksi 40X dan 120Y (titik E’ yang identik
dengan titik E*). Negara 2 mengkonsumsi 100X dan 60Y (titik E’ ditarik dari
pusat sumbu atau 0), sementara sisanya akan diperdagangkan dengan Negara 1.
Perdagangan internasional akan berada dalam kondisi ekuilibrium bila
kedua negara saling mempertukarkan 60X dan 60Y berdasarkan harga relatif
PB=1 yang ditunjukkan oleh titik perpotongan antara kurva tawar menawar
Negara 1 dan Negara 2 (titik E*). Harga relatif komoditas dalam kondisi
keseimbangan tersebut adalah PB=1. Harga relatif berlaku dalam transaksi
domestik di masing-masing negara. Dengan demikian, produsen, konsumen, dan
pedagang di kedua negara akan melakukan transaksi atas dasar harga relatif yang
sama. Titik E milik Negara 1 yang terletak pada kurva indiferen III mengukur
jumlah tingkat konsumsi negara tersebut diukur dari pusat sumbu atau titik 0,
sementara itu titik E yang sama mengukur jumlah produksi barang X dan Y
Negara 1 ditarik dari titik E’ .
Secara teori, perdagangan bebas akan memberikan manfaat yang
maksimal bagi kedua negara. Namun pada kenyataannya masih terjadi distorsi
pasar sebagai akibat adanya campur tangan atau intervensi pemerintah. Bentuk
intervensi pemerintah yang sering dilakukan yaitu pengenaan tarif. Tarif
merupakan pajak atau bea yang dikenakan terhadap suatu produk yang masuk
atau keluar dari suatu negara. Dampak pemberlakuan tarif bisa berbeda antar
negara. Pada negara-negara kecil yang tidak mampu memengaruhi harga dunia,
penerapan tarif hanya akan mengubah harga di negara tersebut sementara harga
dunia tidak mengalami perubahan. Sebaliknya, pada kasus negara besar,
penerapan tarif akan mampu memengaruhi harga dunia.
QF,DF
D1
D2

slope = -P*M/P*F(1+t)

Q2

Q1

slope = -P*M/P*F

QM,DM

Sumber : Krugman dan Obstfeld (2003)
Gambar 7 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara
kecil
Dampak pemberlakuan tarif pada negara kecil dapat dilihat pada Gambar
7. Diasumsikan bahwa suatu negara kecil mengekspor produk manufaktur dan
mengimpor produk makanan. Negara tersebut menjual produk manufakturnya

14

pada harga dunia yang telah ditentukan (P*M) dan membeli produk makanan pada
harga dunia yang telah ditentukan pula (P*F). Sebelum diberlakukannya tarif,
perekonomian memproduksi pada titik Q1 dan mengkonsumsi pada titik D1
dimana kurva kemungkinan produksi bersinggungan dengan garis anggaran.
Ketika pemerintah memberlakukan tarif sebesar t pada produk makanan,
harga domestik akan meningkat menjadi –P*M/P*F(1+t) dan kemiringan harga
relatif menjadi lebih landai. Menurunnya harga relatif manufaktur menyebabkan
output manufaktur menurun, sementara output makanan meningkat. Pergeseran
pada produksi ditunjukkan oleh pergerakan titik Q1 menjadi Q2. Dari sisi
konsumen, tarif menyebabkan konsumsi makanan menurun dan konsumsi
manufaktur meningkat. Pergeseran pada konsumsi ditunjukkan oleh pergerakan
titik D1 menjadi D2 yang terletak pada garis anggaran baru, tetapi pada kurva
indiferen yang bersinggungan dengan slope yang sama yang melewati titik
produksi Q2.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pemberlakuan tarif menyebabkan
kesejahteraan negara kecil berkurang. Hal ini disebabkan produsen tidak lagi
memproduksi pada titik yang memaksimalkan nilai pendapatan pada harga dunia
dan konsumen tidak lagi memilih titik yang memaksimalkan kesejahteraan pada
garis anggaran. Pemberlakuan tarif juga menyebabkan perdagangan antar negara
berkurang.
DF-QF,Q*F-D*F
M1
slope = (P*M/P*F)2

slope = (P*M/P*F)1

M2
F

1
3

2

O

QM-DM,D*M-Q*M

Sumber : Krugman dan Obstfeld (2003)
Gambar 8 Dampak tarif pada analisis keseimbangan umum untuk kasus negara
besar
Selanjutnya, dampak pemberlakuan tarif pada negara besar dapat dilihat
pada Gambar 8. Diasumsikan terdapat dua negara, yaitu Negara A yang
mengekspor produk manufaktur dan mengimpor produk makanan dan Negara B
yang merupakan mitra dagangnya. Kurva penawaran Negara B diwakili oleh OF.
Kurva penawaran Negara A sebelum diberlakukannya tarif diwakili oleh OM1.
Keseimbangan perdagangan bebas ditentukan oleh perpotongan OF dan OM1
(titik 1) dengan harga relatif manufaktur di pasar dunia (P*M/P*F)1.
Ketika Negara A memberlakukan tarif, kurva penawaran akan bergeser
dari titik 1 ke titik 2. Secara lebih umum, kurva penawaran akan menyusut
menjadi OM2, melewati titik 2. Pergeseran tersebut akan mengubah terms of

15

trade. Keseimbangan baru terjadi di titik 3 dengan harga relatif manufaktur
(P*M/P*F)2 > (P*M/P*F)1. Dengan demikian, tarif memperbaiki terms of trade.
Namun pemberlakuan tarif berdampak ambigu pada kesejahteraan Negara A. Di
satu sisi, jika kondisi perdagangan tidak membaik, tarif akan mengurangi
kesejahteraan. Di sisi lain, peningkatan terms of trade cenderung meningkat
kesejahteraan.
Teori Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage)
yang dipopulerkan oleh David Ricardo pada tahun 1817 menyatakan bahwa
meskipun suatu negara kurang memiliki keunggulan absolut terhadap negara lain
dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang
kurang memiliki keunggulan absolut harus melakukan spesialisasi dalam
memproduksi serta mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih
kecil dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar
(Salvatore 1996).
David Ricardo juga menjelaskan bahwa keunggulan komparatif memiliki
sifat yang dinamis, sehingga suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif
pada komoditas tertentu diharuskan mampu mempertahankan dan bersaing
dengan negara lain. Keunggulan atas dasar efisiensi membuat sebuah negara
memiliki keunggulan komparatif (Krugman & Obstfeld 2003). Hukum
keunggulan komparatif David Ricardo didasarkan pada sejumlah asumsi
sederhana, yaitu :
1. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditas.
2. Perdagangan bersifat bebas.
3. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun
tidak ada mobilitas antara dua negara.
4. Biaya produksi konstan.
5. Tidak terdapat biaya transportasi.
6. Tidak ada perubahan teknologi.
7. Menggunakan teori nilai tenaga kerja.
Hukum keunggulan komparatif diperkuat oleh keunggulan komparatif
berdasarkan Teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory) yang dikemukakan
oleh Haberler pada tahun 1936. Teori ini menyatakan bahwa biaya suatu
komoditas adalah jumlah komoditas kedua yang harus dikorbankan untuk
memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan
komoditas pertama. Teori Kepemilikan Faktor atau teori Heckscher-Ohlin (H-O)
menjelaskan bahwa suatu negara akan melakukan ekspor pada produk yang
memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah, sehingga produk tersebut
mampu diekspor ke negara lain dengan harga murah. Negara akan melakukan
impor pada produk yang apabila diproduksi di dalam negeri memerlukan sumber
daya yang relatif langka dan mahal (Salvatore 1996).

16

Teori Perdagangan Baru
Teori perdagangan baru (new trade theory) yang muncul sejak tahun 1980an merupakan suatu model yang berusaha mengatasi kekurangan dari teori
perdagangan standar dengan mengaitkan beberapa realitas perdagangan melalui
cara yang lebih kompleks yaitu dengan memasukkan berbagai faktor yang lebih
lengkap. Teori perdagangan baru menggabungkan empat inovasi dalam ekonomi
neoklasik, yaitu pasar yang tidak sempurna, perilaku strategis dan ekonomi
industri baru, teori pertumbuhan baru, serta argumen ekonomi politik
(Deraniyagala & Fine 2001).
Bentuk perdagangan yang termasuk dalam teori perdagangan baru adalah
perdagangan intra industri (intra-industry trade),