Perbandingan Sistem Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) Di Sistem Lingkungan Terkontrol Dan Semi Alami.

PERBANDINGAN SISTEM PENANGKARAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi) DI SISTEM LINGKUNGAN
TERKONTROL DAN SEMI ALAMI

RAHMA WIDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbandingan Sistem
Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Sistem Lingkungan Terkontrol
dan Semi Alami adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Rahma Widiyanti
NIM E351130111

RINGKASAN
RAHMA WIDIYANTI. Perbandingan Sistem Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) di Sistem Lingkungan Terkontrol dan Semi Alami. Dibimbing oleh
YANTO SANTOSA dan NOVIANTO BAMBANG W.
Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan salah satu dari
beberapa jenis burung dilindungi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Meningkatnya penggemar burung ini dan status kelangkaan berakibat pada
penyediaan bibit yang menyandarkan penangkapan dari alam, sehingga akan
mengancam populasinya. Jumlah yang sangat sedikit tersebut menjadi alasan
pentingnya upaya konservasi, salah satunya adalah penangkaran. Keberhasilan
suatu usaha penangkaran yang dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi dan
pemanfaatan adalah menghasilkan keturunan yang produktif sebagai satwa rileas
dan komoditas ekonomi. Keberhasilan penangkaran sering dilihat dari aspek
ekologi maupun teknis penangkaran, tanpa melibatkan aspek finansial. Oleh

karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis, reproduksi dan
finansial penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol dan semi alami
serta menentukan tipologi keberhasilan penangkar jalak bali berdasarkan ketiga
aspek tersebut.
Penelitian dilakukan di penangkaran jalak bali sistem lingkungan terkontrol
UD Anugerah Kediri Jawa Timur dan penangkaran semi alami Tegal Bunder
Taman Nasional Bali Barat pada Januari sampai Februari 2015, dengan
menggunakan metode studi pendahuluan observasi langsung, wawancara dan
studi pustaka. Peubah yang diamati yaitu peubah teknis penangkaran, reproduksi
dan finansial. Teknis penangkaran dan reproduksi menggunakan analisis
deskriptif. Data finansial pada suku bunga bank sebesar 17% dilakuan dengan
analisis NPV, BCR, dan analisis sensitivitas. Tipologi keberhasilan penangkar
jalak bali pada penelitian ini dilihat dari peubah teknis penangkaran yang
berpengaruh, jumlah reproduksi lebih tinggi, dan nilai finansial yang lebih
menguntungkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peubah teknis di
kedua sistem penangkaran yang dikembangkan. Sedangkan jumlah reproduksi
jalak bali yang lebih tinggi adalah di sistem lingkungan terkontrol sebesar 18 ekor
per pasang per tahun. Sedangkan, di sistem penangkaran semi alami hanya 3 ekor
per pasang per tahun. Berdasarkan peubah finansial pada suku bunga investasi

sebesar 17%, penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol lebih
menguntungkan dibanding sistem semi alami dengan nilai NPV adalah
605.199.589 dan BCR 1,815, sedangkan nilai NPV di sistem semi alami yaitu
(278.038.732) dan BCR 0,669. Tipologi keberhasilan penangkar jalak bali di
sistem penangkaran yang dikembangkan berkaitan dengan aspek: (1) ketersediaan
lahan; (2) kandang, (3) pakan, (4) perawatan kesehatan, (5) reproduksi yang
dihasilkan dan keberhasilan perkembangbiakan, (6) finansial yang lebih
menguntungkan.
Kata kunci: analisis finansial, jalak bali, reproduksi, sistem lingkungan terkontrol,
sistem semi alami.

SUMMARY
RAHMA WIDIYANTI. Bali Starling comparison breeding system in a controlled
environment and semi-natural. Supervised by YANTO SANTOSA and
NOVIANTO BAMBANG W.
Bali starling (Leucopsar rothschildi) is one of several protected bird species
that have high economic value. This bird enthusiasts and increasing scarcity status
resulted in the provision of seeds that rely arrest of nature, so that it will threaten
the population. Very little amount is to be the reason the importance of
conservation efforts, one of which is captivity. The success of a business breeding

utilized for the conservation and utilization activities is to produce offspring of
animals rileas and productive as an economic commodity. Breeding success is
often seen from ecological and technical aspects of breeding, without involving
the financial aspects. Therefore, this study aims to determine the technical aspects,
reproduction and breeding financially Bali starling in the system is controlled and
semi-natural environment and determine the typology breeder Bali starling
success is based on three aspects.
The study was conducted in captivity Bali starling controlled environment
systems UD Anugerah Kediri in East Java and semi-natural breeding Tegal
Bunder West Bali National Park in January to February 2015, using the method of
direct observation, interview and literature study. Variables observed that
technical variables breeding, reproduction and financially. Data were analyzed
using descriptive analysis, calculation of costs and revenues at the bank rate by
17%, and sensitivity analysis. Typology breeder Bali starling success in this study
visits of influential technical variables, higher reproduction number, and a more
favorable financial value.
The results showed that there are differences in technical variables in both
breeding systems developed. While the number of reproductions higher Bali
starling is in a system controlled environment of 18 heads per pair per year and in
a semi-natural breeding system only three cows per pair per year. Based on the

financial variables on the rate of investment of 17%, breeding bali starling in a
controlled environment system is more profitable than semi-natural systems with
a value of 605 199 589 NPV and BCR is 1,815, while the NPV value in seminatural system that is (278 038 732) and BCR 0.669. Typology breeder Bali
starling success in breeding system developed with regard to aspects: (1) the
availability of land; (2) cage, (3) feed, (4) health care includes treatment and bird
cages, (5) reproduction relating to the number of birds produced and breeding
success, (6) which includes the financial costs and revenues to support profits.

Keywords: bali starlings, financial analysis, reproductive, system controlled
environment, semi natural system.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PERBANDINGAN SISTEM PENANGKARAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi) DI SISTEM LINGKUNGAN
TERKONTROL DAN SEMI ALAMI

RAHMA WIDIYANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian adalah penangkaran jalak bali, dengan judul
Perbandingan Sistem Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Sistem
Lingkungan Terkontrol dan Semi Alami.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA
dan Bapak Dr Ir Novianto Bambang W, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr
Ir Burhanuddin Masy’ud, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Balai Taman Nasional Bali
Barat, PEH Balai Taman Nasional Bali Barat, keluarga ibu Yuli dan keluarga
bapak Sugiarto yang telah membantu selama pengumpulan data, bapak Sofwan
yang telah membantu penulis selama kuliah di program studi KVT. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu, putri, kedua adik, serta
seluruh keluarga, teman-teman KVT 2013 atas segala doa, kasih sayang, dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Rahma widiyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3

2 METODE
Lokasi dan Waktu
Alat
Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data

3
3
3
3

3
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penangkaran Jalak Bali
Teknis Penangkaran
Reproduksi
Finansial
Tipologi Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali

7
7
7
14
16
22

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran


25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis data
Ketersediaan lahan
Jenis dan ukuran kandang
Jenis pakan jalak bali
Perkembangbiakan per pasang jalak bali
Penerimaan usaha penangkaran jalak bali
Nilai NPV dan BCR
Analisis sensitivitas

4
8
9
12
15
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Jenis kandang jalak bali
Jenis pakan jalak bali
Perbandingan biaya sistem lingkungan terkontrol dan semi alami

11
12
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Biaya penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol
Biaya penangkaran jalak bali di sistem semi alami
Penerimaan pada kedua sistem penangkaran jalak bali
Nilai finansial penangkaran jalak bali pada tingkat suku
bunga 17%
Analisis sensitivitas jalak bali dengan 4 skenario

28
29
31
32
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan salah satu dari
beberapa jenis burung dilindungi yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Setio dan
Takandjandji 2006). Keindahan morfologis dan tingkah laku satwa ini menjadi
daya tarik, baik untuk kesenangan atau hobi. Jalak bali termasuk jenis burung
yang banyak digemari oleh masyarakat (Setio dan Takandjandji 2006; Mas’ud
2010; Prakoso dan Kurniawati 2014). Kondisi ini menyebabkan jalak bali sebagai
jenis langka, dilindungi dan endemik bisa terjual dengan harga per ekornya
mencapai belasan juta rupiah (Kurniasih 1997; Mas’ud 2010).
Meningkatnya penggemar burung ini dan status kelangkaan berakibat pada
penyediaan bibit yang menyandarkan penangkapan dari alam, sehingga akan
mengancam populasinya (Mas’ud 2010; Putra et al. 2014). Bahkan Pemerintah
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar menggolongkan jalak bali sebagai
satwa dilindungi. Sampai dengan tahun 2013 jumlah populasi jalak bali di alam
sebanyak 32 ekor. Jumlah burung jalak bali di alam sangatlah rendah dan
termasuk ke dalam daftar nama hewan yang terancam punah (Gondo dan Sugiarto
2009).
Jumlah yang sangat sedikit tersebut menjadi alasan pentingnya upaya
konservasi, salah satunya adalah penangkaran. Keberhasilan suatu penangkaran
dapat diukur dari keberhasilannya meningkatkan populasi dan juga
mempertahankan genetik. Upaya pelestarian jalak bali melalui penangkaran di
Nusa Penida (Yusuf et al. 2009) menunjukan keberhasilan burung tersebut dalam
bereproduksi. Penangkaran adalah salah satu teknik konservasi ek-situ yang
paling banyak mendapatkan perhatian. Pentingnya penangkaran ditegaskan oleh
Farnkham et al (2001) dalam Hakansson (2004) dan Leus (2011) yang
menyatakan bahwa populasi yang ditangkarkan merupakan strategi asuransi
terhadap kepunahan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.69/Menhut-II/2013 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan, pengembangan penangkaran
dibagi menjadi dua, yaitu sistem lingkungan terkontrol (captive breeding) dan
pengembangbiakan berbasis semi alami. Penangkaran dengan sistem lingkungan
terkontrol adalah lingkungan buatan di luar habitat alaminya yang dikelola untuk
tujuan memproduksi jenis-jenis satwa tertentu, membuat batas yang jelas berupa
kandang atau sangkar. Sedangkan pengembangbiakan semi alami yaitu adanya
habitat semi alami yang lokasinya berada di sekitar habitat satwa yang akan
dikembangbiakan dengan luasan memadai sesuai jenis dan perilaku satwa,
dilengkapi pagar buatan maupun alam yang tidak memungkinkan keluarnya satwa.
Berbeda dengan penelitian-penelitian jalak bali yang dilakukan sebelumnya
lebih mengkaji aspek peubah habitat dan spesies (Thohari 1987; Gepak 1986;
Prana 2005; Garsetiasih dan Takandjandji 2006; Setio dan Takandjandji 2006;
Mas’ud 2010), dan model keberhasilan penangkaran jalak bali berdasarkan
peubah sosial masyarakat (Purnamasari 2014). Namun, penelitian ini mengkaji
perbedaan sistem penangkaran jalak bali. Saat ini penangkaran jalak bali dengan

2
sistem lingkungan terkontrol lebih banyak dikembangkan dibanding semi alami.
Alasannya dapat dilakukan dalam skala usaha dan modal yang kecil sampai besar
sesuai kemampuan pemilik (Mas’ud 2010). Hasil penelitian Purnamasari (2014)
menunjukkan bahwa keberhasilan penangkaran jalak bali berkorelasi positif
dengan teknis penangkaran dan modal serta biaya yang dikeluarkan. Oleh karena
itu, penelitian ini melakukan kajian tentang perbedaan sistem penangkaran jalak
bali berdasarkan peubah teknis, reproduksi dan finansial.

Perumusan Masalah
Keberhasilan suatu usaha penangkaran yang dimanfaatkan untuk kegiatan
konservasi dan pemanfaatan adalah menghasilkan keturunan yang produktif
sebagai satwa releas dan komoditas ekonomi (Alikodra 1987; Teddy 1998).
Keberhasilan ini berkorelasi dengan sistem penangkaran yang dikembangkan.
Hasil penelitian Paryadi (2006) menunjukan perbedaan sistem yang diterapkan
pada penangkaran monyet ekor panjang menyebabkan perbedaan biaya investasi
dan biaya operasional yang dikeluarkan, sedangkan sistem yang berbeda
berpengaruh terhadap aspek teknis dan produktivitas penangkaran rusa (Teddy
1998). Hal ini didukung hasil penelitian Santosa et al (2012) bahwa sistem
pengelolaan penangkaran semi alami di Pusat Penelitian Penangkaran Rusa IPB
Dramaga berpengaruh pada jumlah, mutu, dan panenan.
Kedua sistem penangkaran tersebut berbeda pada penangkaran jalak bali.
Ada beberapa faktor teknis yang dipersyaratkan dalam pemeliharaan jalak bali.
Berdasarkan Mas’ud (2010) dan Masy’ud (2013) mengatakan faktor teknis
berperan penting dalam keberhasilan usaha penangkaran. Manipulasi lingkungan
atau habitat di penangkaran yang dibuat harus disesuaikan dengan bioekologis
satwa yang kita pelihara (Alikodra 2010). Pada akhirnya pilihan sistem
penangkaran yang diterapkan dapat menjadi faktor pembatas keberhasilan dan
keuntungan investasi usaha penangkaran.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana peubah teknis penangkaran, reproduksi dan finansial penangkaran
jalak bali di sistem lingkungan terkontrol dan semi alami ?
2. Bagaimana tipologi keberhasilan penangkaran jalak bali ?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui dan membandingkan peubah teknis, reproduksi dan finansial
penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol dan semi alami.
2. Menentukan tipologi keberhasilan penangkaran jalak bali.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama bagi calon
penangkar dalam mengembangkan usaha penangkaran jalak bali, baik dengan

3
sistem lingkungan terkontrol maupun semi alami serta memberikan masukan bagi
pengelola khususnya Kementerian Kehutanan sebagai Autority Management dapat
mendukung kebijakan pelestarian dan perijinan penangkaran jalak bali ke depan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada kajian tentang peubah teknis, reproduksi, dan
finansial penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol dan semi alami.

2 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di penangkaran sistem lingkungan terkontrol UD
Anugerah Kediri Jawa Timur dan penangkaran semi alami Tegal Bunder Taman
Nasional Bali Barat. Penelitian berlangsung selama 2 bulan mulai bulan Januari
sampai bulan Februari 2015.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, perekam suara,
software exel windows 2007 dan kamera.

Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer
mencakup data teknis, reproduksi dan finansial penangkaran jalak bali di kedua
sistem penangkaran yang dikembangkan. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu
data bioekologi jalak bali, peraturan penangkaran dan suku bunga bank (Tabel 1).

Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data diawali survey pendahuluan, dilanjutkan
pengumpulan data primer dengan wawancara dan observasi lapang. Selain itu,
juga dilakukan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka.
a. Survey pendahuluan
Survey pendahuluan dilakukan berdasarkan data jumlah penangkar jalak
bali dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati. Selanjutanya, data yang
ada dipilih penangkar di sistem lingkungan terkontrol dan sistem semi alami dan
terletak di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

4
Tabel 1 Jenis Data
Jenis data

Peubah

Definisi

Metode
pengumpulan
data

1. Data Primer
Teknis Penangkaran

Reproduksi

Finansial

Perijinan
Ketersediaan
lahan
Kandang
Pakan
Penandaan
Perawatan
kesehatan
Reproduksi

Biaya
Penerimaan
Net Present
Value/ NPV
Benefit Cost
Ratio/ BCR

Syarat perijinan
Luas, lokasi penangkaran

Wawancara
Wawancara

Jenis, ukuran
Jenis, ukuran
Waktu, cara penandaan
Jenis, frekuensi perawatan

Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara

Sistem perkawinan,
Pengadaan bibit,
Perkembangbiakan
Jumlah biaya/tahun
Jumlah penerimaan/tahun
Nilai NPV pada suku
bunga bank
Nilai BCR pada suku
bunga bank

Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara

Bioekologi jalak bali
Besarnya suku bunga bank
saat penelitian
Semua peraturan tentang
penangkaran

Studi pustaka
Studi pustaka

Wawancara

2. Data sekunder
Jalak bali
Suku bunga

Jalak bali
Suku bunga

Peraturan
penangkaran

Peraturan
penangkaran

Studi pustaka

b. Wawancara
Terdapat 15 penangkar di sistem lingkungan terkontrol yang terdiri atas 5
penangkar di Jawa Tengah, 5 penangkar di Jawa Timur, dan 5 penangkar di Desa
Sumberklampok Bali. Pemilihan satu sebagai obyek penelitian di kedua sistem
penangkaran jalak bali berdasarkan pada kelengkapan data perkembangbiakan,
lokasi, biaya, dan sistem yang digunakan. Selanjutnya dilakukan wawancara
untuk mendapatkan data primer berupa peubah teknis, reproduksi dan finansial
kepada kedua penangkar jalak bali yang terpilih. Penangkar jalak bali yang
terpilih, yaitu sistem penangkaran lingkungan terkontrol di UD Anugerah dan
sistem semi alami di penangkaran Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat.
c. Observasi lapang
Kegiatan observasi lapang dilakukan terhadap aktivitas penangkaran jalak
bali oleh kedua sistem penangkaran yang dikembangkan.

5
d. Studi pustaka
Pustaka dikumpulkan melalui laporan penangkar Balai Besar KSDA Jawa
Timur, rencana pengelolaan penangkaran jalak bali milik UD Anugerah, laporan
penangkaran Balai Taman Nasional Bali Barat, statistik Balai Taman Nasional
Bali Barat, master plan pengembangan jalak bali di Taman Nasional Bali Barat
selama kurun waktu lima tahun, serta karya ilmiah yang mendukung penelitian ini.

Analisis data
Teknis Penangkaran
Teknis penangkaran yaitu semua persyaratan mengenai teknik penangkaran
berupa metode dan proses yang harus dilakukan agar menghasilkan output sesuai
tujuan. Aspek ini dianalisis secara deskriptif dengan memaparkan dan
membandingkan penangkaran jalak bali di sistem lingkungan terkontrol dan semi
alami.

Reproduksi
Data reproduksi dianalisis secara deskriptif, dengan membandingkan faktor
sistem perkawinan, pengadaan bibit, perkembangbiakan baik kelahiran dan
kematian pada kedua sistem penangkaran jalak bali yang dikembangkan.

Finansial
Perhitungan finansial dilakukan dengan mengukur kelayakan finansial usaha
penangkaran jalak bali di setiap sistem yang dikembangkan baik biaya maupun
penerimaan, kemudian diperbandingkan nilainya. Kriteria untuk menentukan
nilai-nilai tersebut digunakan persamaan menurut Djasmin (1984) adalah sebagai
berikut:
a. Net Present Value (NPV)

Keterangan :
Bt
: Pendapatan Kotor Tahunan
Ct
: Biaya tahunan
n
: Umur Ekonomis Proyek
t
: Tahun Proyek
t
(1+i) : Discounted factor (Df)

6
Penarikan kesimpulan :
- NPV < 0; artinya usaha penangkaran tersebut
tidak layak untuk
dikembangkan
- NPV= 0 ;artinya usaha penangkaran tersebut berada pada titik yang stagnan
(tidak rugi dan tidak untung)
- NPV > 0 ; artinya usaha penangkaran tersebut layak untuk dikembangkan
b. Benefit Cost Ratio (BCR)

Keterangan :
Bt
: Pendapatan Kotor Tahunan
Ct
: Biaya tahunan
n
: Umur Ekonomis Proyek
t
: Tahun Proyek
(1+i)t : Discounted factor (Df)
Penarikan kesimpulan :
- BCR < 1; artinya usaha penangkaran tersebut
tidak layak untuk
dikembangkan
- BCR > 1 ; artinya usaha penangkaran tersebut layak untuk dikembangkan

Analisis Sensitivitas
Analisis ini digunakan untuk melihat apakah kedua sistem penangkaran
yang dikembangkan, mampu bertahan pada kemungkinan paling optimis sampai
kemungkinan paling pesimis. Dalam penghitungan digunakan empat skenario,
yaitu :
1. Penurunan produksi sebesar 50%
2. Kenaikan biaya 5%
3. Suku bunga investasi tertinggi bank saat penelitian
4. Suku bunga investasi terendah bank saat penelitian

Tipologi Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali
Keberhasilan penangkaran jalak bali ditentukan berdasarkan peubah teknis
penangkaran yang berpengaruh terhadap keberhasilan reproduksi dan
perkembangbiakan, serta nilai finansial yang lebih menguntungkan antara kedua
sistem penangkaran jalak bali yang dikembangkan.

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penangkaran Jalak Bali
Penangkaran merupakan kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis
satwa liar dan tumbuhan alam yang bertujuan untuk memperbanyak populasi
dengan mempertahankan kemurnian jenis sehingga kelestarian dan keberadaannya
di alam atau di habitat aslinya tetap terjaga yang meliputi kegiatan pengumpulan
bibit, pengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking yang
bertujuan untuk melestarikan satwaliar dan tumbuhan alam maupun
memperbanyak populasinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Thohari 1987). Hal ini didukung pula oleh Alikodra (2010) bahwa prinsip
penangkaran adalah pemeliharaan dan perkembangbiakan sejumlah satwaliar yang
sampai pada batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi untuk selanjutnya,
pengembangannya hanya diperkenankan diambil dari keturunan- keturunan yang
berhasil dari penangkaran.
Bentuk penangkaran jalak bali di kedua penangkaran, baik UD Anugerah
maupun penangkaran Tegal Bunder merupakan penangkaran exsitu, yaitu
penangkaran yang dikembangkan di luar habitat alaminya. Penangkaran UD
Anugerah merupakan salah satu dari penangkaran yang bergerak dibidang
penangkaran burung berkicau terutama burung dilindungi. Penangkaran ini
didirikan pada tahun 2008 oleh Suhono Nyoto Sardjono. Perusahaan ini
menangkarkan berbagai jenis burung baik burung yang dilindungi adalah jalak
bali (Leucopsar rothschildi). Perusahaan ini berdiri berdasarkan hobi pengelola
dalam memelihara burung, khususnya burung-burung berkicau dan burung jalak
bali. Pada tanggal 27 Juni 2008, penangkaran UD Anugerah mendapatkan izin
penangkaran berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA No.
75/IV/Set-3/2008 dan pada tanggal 20 Agustus 2009 mendapatkan Surat
Keputusan Perlindungan dan Pengawetan Alam dengan surat izin SK 99/IV8/PPA.0.0/09 sebagai pengedar. Tujuan didirikannya penangkaran UD Anugerah
adalah menghasilkan keturunan yang produktif untuk dimanfaatkan sebagai usaha
ekonomi.
Penangkaran jalak bali semi alami Tegal Bunder dimulai sejak bulan April
tahun 1995, yaitu setelah berakhirnya Proyek Penyelamatan Jalak Bali oleh ICBP
yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam, Departemen Kehutanan atau Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam, Departemen Kehutanan atau PHKA saat ini. Tujuan kegiatan penangkaran
ini adalah menghasilkan keturunan yang produktif untuk memenuhi kebutuhan
cikal bakal peliaran dalam rangka pemulihan populasi liar Jalak Bali, mampu
mengakomodir kebutuhan masyarakat peminat penangkar, dan peneliti jalak bali.

Teknis Penangkaran
Ada beberapa aspek penting dalam pemeliharaan jalak bali di penangkaran
yang perlu mendapat perhatian, agar usaha penangkaran yang dilakukan secara
teknis, reproduksi dan finansial dapat berhasil. Lebih lanjut Paryadi (2006)
menyatakan, bahwa aspek teknis penangkaran seperti perijinan, ketersediaan

8
lahan, kandang, pakan, penandaan dan perawatan kesehatan berpengaruh terhadap
keberhasilan usaha penangkaran.

Perijinan
Sebagaimana layaknya usaha di bidang lain, maka usaha penangkaran jalak
bali perlu dilengkapi dengan perijinan. Bentuk perijinan tidak berbeda untuk
kedua sistem penangkaran yang dikembangkan, karena sampai saat ini belum ada
perijinan khusus untuk masing-masing sistem penangkaran.
Syarat permohonan ijin bagi semua penangkar harus dilengkapi dengan (1)
proposal penangkaran dengan mencantumkan rencana kerja selama lima tahun,
(2) fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) bagi perorangan, (3) akte notaris
perusahaan bagi badan hukum/lembaga konservasi, (4) surat keterangan lokasi
penangkaran bagi perorangan atau fotocopy Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) bagi
badan hukum yang menyatakan usaha tersebut tidak menimbulkan gangguan pada
manusia dan lingkungan di sekitarnya, (5) dokumen legalitas yang menerangkan
asal induk berasal dari usaha penangkaran, dan (6) berita acara persiapan teknis
dan rekomendasi dari kepala Balai KSDA setempat yang selanjutnya diteruskan
ke Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati untuk diterbitkan surat ijin
penangkaran oleh Direktur Jenderal PHKA.

Ketersediaan Lahan
Setio dan Takandjandji (2006) menyatakan bahwa dalam melakukan usaha
penangkaran terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan diantaranya
adalah ketersediaan lahan penangkaran yang cocok. Ketersediaan lahan ditinjau
dari lokasi untuk pelepasan kembali ke alam maupun pemanfaatan untuk
kepentingan usaha. Lebih lanjut, Mas’ud (2010) menyatakan untuk menangkarkan
jalak bali diperlukan tempat yang harus cocok secara teknis biologis, nyaman dan
aman dari berbagai faktor pengganggu termasuk dari gangguan aktivitas manusia
dan terhindar dari kemungkinan banjir atau tergenangnya air pada waktu musim
hujan. Oleh karena itu ketersediaan lahan menjadi faktor penting dalam memulai
usaha penangkaran.
Faktor utama ketersediaan lahan yang berbeda pada kedua sistem
penangkaran jalak bali adalah luas dan lokasi penangkaran.
Tabel 2 Ketersediaan lahan

Luas lahan
Lokasi penangkaran

Sistem penangkaran
Lingkungan terkontrol
Semi alami
2
2
65m
600 m
Lokasi mendekati habitat
Lokasi penangkaran
alami jalak bali
dapat di tempatkan di
Lokasi tersedia sumber
manapun
pakan alami jalak bali

9
Sistem lingkungan terkontrol memerlukan luas lahan lebih kecil dibanding
sistem semi alami. Semakin besar ukuran populasi awal yang diinginkan, dan
modal yang cukup maka luas areal yang dibutuhkan akan semakin luas (Paryadi
2006; Mas’ud 2010; Masy’ud 2013). Penangkar jalak bali bebas menempatkan
lokasi penangkaran milik mereka, ada yang di samping, ada pula dibelakang
rumah. Pilihan ini berhubungan dengan kelancaran pekerjaan penangkaran yaitu
bertujuan mempermudah proses pemeliharaan dan pengamanan satwa.
Berbeda dengan penangkaran semi alami, luas lahan yang besar diduga
menjadi faktor penting untuk penyediaan habitat semi alami dalam
mengekspresikan perilaku biologis jalak bali. Pilihan ini mempermudah dalam
proses habituasi dan pelepasliaran jalak bali. Lokasi penangkaran sedapat
mungkin mendekati kondisi alaminya, agar jalak bali tidak mudah stress (Mas’ud
2010). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Teddy (1998) dan Kwatrina (2009)
di penangkaran rusa timor (Cervus timorensis).
Lokasi penangkaran jalak bali di sistem semi alami Tegal Bunder sudah
mencerminkan habitat alami jalak bali. Kandang berada pada tempat yang bebas
banjir pada musim penghujan, jauh dari keramaian dan kebisingan, tidak
terganggu berbagai polusi, di dalam kandang ditanami pakan alami jalak bali
selain berfungsi juga untuk pelindung, serta tersedia air yang cukup untuk minum
dan mandi burung.

Kandang
Jenis dan ukuran kandang yang digunakan di UD Anugerah dan
penangkaran Tegal Bunder berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan adanya
perbedaan tujuan dari kedua penangkaran tersebut. UD Anugerah bertujuan untuk
perkembangbiakan dalam rangka usaha pemanfaatan, sedangkan penangkaran
Tegal Bunder bertujuan perkembangbiakan untuk cikal bakal pelepasliaran. Jenis
dan ukuran kandang jalak bali adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Jenis dan ukuran kandang
Sistem
penangkaran
Lingkungan
Terkontrol

Semi alami

Jenis kandang

Ukuran kandang

1. Kandang pembesaran
2. Kandang perjodohan
3. Kandang soliter
4. Inkubator

1,5 m x 2,5 m x 3 m
1,5 m x 2 m x 3 m
0,5 m x 0,4 m x 0,35 m
1 m x 0,5 m x 0, 45 m

1. Kandang pembiakan
2. Kandang sapihan
3. Kandang perjodohan
4. Kandang karantina
5. Kandang kubah

4 m x 3 m x 2,5 m
4 m x 4 m x 2,5 m
6mx3mx2m
2,5 m x 1 m x 4 m
17,5 m, diameter 17,5

10
Jenis kandang di sistem lingkungan terkontrol UD Anugerah dibedakan
menurut umur jalak bali dan fungsi kandang. Berdasarkan umur jalak bali
dibedakan menjadi kandang anakan dan kandang remaja/dewasa. Sedangkan
berdasarkan fungsi kandang dibedakan menjadi kandang pembesaran, perjodohan,
soliter, dan inkubator (Azis 2013). Berdasarkan hasil penelitian, kandang
pembesaran berfungsi untuk membesarkan jalak bali yang berumur 3 bulan
hingga menjadi jalak bali dewasa yang siap untuk dijual. Kandang perjodohan
digunakan untuk menjodohkan indukan yang siap bereproduksi. Kandang soliter
berfungsi untuk proses adaptasi jalak bali yang baru didatangkan dari luar
sehingga terhindar dari stres dan penyakit. Terakhir adalah inkubator, digunakan
untuk membesarkan anakan jalak bali yang berumur 3-7 hari sampai berumur 1
bulan.
Dinding kandang sebaiknya dibuat terbuka dan dibatasi dengan kawat ram
dan atap menggunakan genteng atau asbes. Bahan konstruksi sederhana sampai
dengan mewah dapat digunakan, terbuat dari bahan bata, rangka besi, dan kawat,
berdiameter lebih dari 2 mm. Sebaiknya kandang dibuat lebih terlindung, dengan
cara melapisi setiap sisi kandang dengan shading net guna melindungi dari
pengaruh lingkungan luar (Setio dan Takandjandji 2006). Setiap kandang
memiliki sarana seperti kayu untuk tempat bertengger, sarang gowok, tempat
mandi, dan tempat makan (Masy’ud 1992; Azis 2013).
Tidak semua kandang yang terdapat di penangkaran UD Anugerah
mempunyai kontruksi yang permanen, diantaranya adalah kandang soliter dan
inkubator. Kandang soliter terbuat dari kayu dan besi hanya sebagai gantungan,
sedangkan kandang inkubator terbuat dari kontruksi seng dan papan. Kandang
dengan sistem permanen terdapat kelemahan yaitu kandang tersebut tidak bisa
dipindah-pindahkan sehingga terkadang sedikit merugikan. Apabila musim
penghujan burung di dalamnya tidak bisa dipindahkan yang mengakibatkan
burung akan kedinginan.
Penangkaran UD Anugerah menyediakan sarana pendukung kandang
berupa tempat makan, minum, tempat mandi, sarang dan kamera CCTV. Pada
kandang pembesaran dan kandang perjodohan, tempat pakan dan tempat minum
terbuat dari plastik dan diletakkan menempel di dinding Penggunaan plastik untuk
tempat makan dan tempat minum dikarenakan apabila tempat pakan dan tempat
minum tersebut jatuh, maka kemungkinan kecil akan pecah. Untuk meletakkan
pakan buah seperti pisang dan pepaya, pengelola Penangkaran UD Anugrah
memasang paku untuk menempelkan buah-buah tersebut. Selain itu, untuk tempat
mandi terbuat dari semen dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 40 cm dan tinggi 5
cm.
Penggunaan kamera CCTV pada kandang perjodohan digunakan untuk
memantau indukan jalak bali, memantau telur jalak bali dan untuk membantu
dalam pengamanan. Selain itu, juga terdapat daun pinus yang digunakan sebagai
bahan penyusun sarang. Bahan tersebut dimasukkan ke kotak sarang yang berada
2 meter dari lantai kadang dan sebagian lagi diletakkan di lantai kandang di
tempat yang kering.

11

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Jenis kandang jalak bali
(a) kandang kubah; (b) kandang sapihan; (c) inkubator; (d) kandang soliter

Pada kandang soliter, tempat pakan dan minum digantung di dinding
kandang. Kandang soliter menyediakan lampu penerangan yang berfungsi untuk
menghangatkan burung serta untuk meminimalisir kehadiran hewan pemangsa
seperti tikus yang biasanya sering menyerang pada malam hari pada ruangan yang
gelap.
Inkubator yang terdapat di Penangkaran UD Anugrah menggunakan
inkubator yang otomatis dalam mengatur suhu yang terdapat di dalam inkubator
tersebut, sehingga tidak perlu menggunakan lampu penerangan yang digunakan
untuk menghangatkan anakan jalak bali yang baru dipindahkan dari induknya.
Sarang yang terbuat dari tumpukan daun pinus digunakan untuk menaruh piyik
jalak bali agar piyik tersebut menjadi nyaman (Azis 2013).
Kondisi ini berbeda dengan penangkaran sistem semi alami Tegal Bunder,
semua kandang mempunyai kontrukusi yang permanen. Guna mendapatkan
kandang seperti habitat alaminya, maka minimum digunakan lima jenis kandang
yaitu kandang pembiakan, kandang perjodohan, kandang sapihan, kandang
karantina dan kandang kubah (TNBB 2010; Mas’ud 2010).
Kandang pembiakan berfungsi untuk mengembangbiakan burung dan
memelihara pasangan induk yang akan berkembang biak. Kandang sapihan
disiapkan untuk menyapih dan membesarkan anak yang sudah berumur satu
bulan. Kandang perjodohan bertujuan untuk menjodohkan jalak bali atau mencari
pasangan sebelum dilepaskan di dalam kandang perkembangbiakan. Kandang
karantina untuk keperluan mengkarantina burung-burung yang baru datang dari
luar penangkaran, agar mudah beradaptasi, mencegah kemungkinan adanya
penyakit yang menular. Terakhir adalah kandang kubah, disiapkan untuk melatih
jalak bali sebelum di lepas ke habitat aslinya atau berfungsi sebagai kandang
praliar.
Kandang pembiakan dibuat dengan model semi tertutup. Sebagian atap
terbuka, cukup diberikan kawat ram dan sebagian lainnya tertutup genteng untuk
melindungi sarang, tempat pakan, maupun tempat berlindung. Kandang sapihan
semua dinding dibuat terbuka dan di dalam kandang ditanami tanaman-tanaman.
Semua kandang di penangkaran Tegal Bunder dilengkapi sarana pendukung
seperti tempat makan dan minum, tempat berteduh/bertengger, sarang, dan tempat
mandi.

12
Pakan
Pada penangkaran satwa, pakan menjadi unsur penting yang menentukan
keberhasilan penangkaran, karena selain sebagai sumber energi juga menempati
biaya terbesar. Biaya pakan mencapai 60% bahkan lebih dari seluruh komponen
biaya operasional (Mas’ud 2010). Begitu pula pada penangkaran jalak bali, pakan
merupakan unsur penting. Makanan bahkan sebagai faktor pembatas bagi usaha
penangkaran. Selain itu, dalam penyediaan pakan harus cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehingga makanan yang diberikan berfungsi secara efektif dan efisien.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah kecocokan antara pakan dan jalak
bali yang ditangkarkan.

(a) (b)
Gambar 2 Jenis pakan jalak bali
(a) Pisang; (b) Kroto basah
Pemilihan pakan berbeda untuk kedua sistem penangkaran jalak bali. Faktor
utama dalam pemilihan pakan yaitu ukuran pakan yang diberikan. Pada sistem
lingkungan terkontrol, pemilihan dan penyediaan pakan menjadi unsur utama bagi
keberhasilan penangkaran, selain itu pakan merupakan hal penting untuk
perkembangbiakan jalak bali (Azis 2013; Purnamasari 2014). Pemilihan pakan
untuk jalak bali yang dipelihara harus diperhatikan kebiasaan makan/food habit
(Mas’ud 2010; Lariman 2011).
Tabel 4 Jenis pakan jalak bali
Faktor
pemilihan pakan
Jenis dan ukuran
pakan

1.
2.
3.
4.
5.

Sistem penangkaran
Lingkungan terkontrol
Semi alami
Pisang 100 gr
1. Pisang 90 gr
Pepaya 90 gr
2. Pepaya 90 gr
Ulat Hongkong, kroto,
3. Ulat Hongkong 8 gr
cacing 20 gr
4. Telur semut 8 gr
Jangkrik 2 ekor
5. Jangkrik 2 ekor
Voer 100 gr
6. Pakan buatan 15 gr

Pemberian pakan utama di UD Anugerah dilakukan secara intensif sehari
satu kali pada pukul 06.00 – 7.30 dengan kriteria yang berkualitas diantaranya
adalah mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan oleh burung, makanan harus

13
segar, tidak berjamur, dan mudah dicerna oleh burung (Forum 2012). Pakan
utama berupa voer dan jangkrik, sedangkan pakan tambahan diantaranya kroto,
ulat hongkong dan buah. Pakan yang diberikan di penangkaran UD Anugerah
dinilai cukup bervariasi sehingga membuat jalak bali tidak bosan memakan pakan
yang diberikan (Azis 2013).
Pada penangkaran semi alami Tegal Bunder, pakan utama jalak bali berupa
serangga, cacing, pisang, pepaya, ulat hongkong dan jangkrik. Frekuensi
pemberian pakan tidak berbeda dengan UD Anugerah yaitu dilakukan sebanyak
satu kali setiap hari. Sedangkan pakan alami jalak bali di alam adalah juwet,
kemloko, dadap, talok, ciplukan dan kelayu (Kurniasih 1997; Ginantra et al. 2009;
Riany dan Aunorohim 2013). Kondisi ini sesuai dengan vegetasi yang menyusun
habitat jalak bali di Taman Nasional Bali Barat adalah lebih banyak tanaman yang
memproduksi buah dan biji.

Penandaan
Pelaksana penangkaran wajib melakukan penandaan atau sertifikasi
terhadap indukan maupun hasil penangkarannya. Untuk memudahkan asal usul
penangkaran penandaan dilengkapi dengan sertifikat. Penandaan dilakukan sama
untuk semua jalak bali yang berada di penangkaran baik sistem lingkungan
terkontrol maupun semi alami. Pemberian tanda (tagging) diperlukan untuk
mengetahui silsilah, umur, nama pemilik penangkaran, dan pengontrolan.
Penandaan diberikan pada usia 1 sampai dengan 14 hari untuk mempermudah
pemasangan dan tidak melukai kaki jalak bali dengan menggunakan bahan seperti
cincin yang terbuat dari platina.

Perawatan Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan
keberhasilan penangkaran jalak bali (Yunanti 2012). Salah satu kendala terbesar
dalam penangkaran jalak bali adalah munculnya serangan penyakit yang bisa
datang kapan saja, dan apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan
kematian.
Kebersihan dalam kandang dan sekitarnya sangat membantu dalam
produktivitas jalak bali yang ditangkarkan oleh Penangkaran UD Anugrah.
Kandang yang tidak bersih akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.
Kegiatan perawatan pada kandang dilakukan pada pagi hari dengan cara:
1. Mengganti air yang digunakan untuk mandi dan untuk minum.
2. Mengganti pakan yang tersisa dengan pakan yang baru.
3.
Menyapu, menyikat dan menyemprot pada bagian kandang yang terdapat
kotoran yang melekat.
Selain perawatan harian, Penangkaran UD Anugrah juga melakukan
perawatan bulanan yaitu dengan cara menyemprot desinfektan pada kandang
dengan campuran obat kutu dan cairan antiseptik. Selain itu penangkaran UD
Anugerah juga memberikan penanganan secara cepat terhadap penyakit yang
diderita jalak bali dan memberikan suplemen tambahan berupa vitamin untuk

14
menjaga daya tahan tubuh jalak bali serta menggunakan jasa dokter hewan.
Berdasarkan laporan tentang perawatan kesehatan di UD Anugerah telah
dilakukan secara baik.
Frekuensi perawatan burung yang tinggi mempengaruhi keberhasilan
penangkaran jalak bali yang dilakukan, karena akan mengurangi tingkat kematian.
(Purnamasari 2014). Namun pada kondisi tertentu, khususnya pada masa
reproduksi perawatan harus dikurangi untuk menghindari stres. Hal ini sejalan
dengan Mas’ud (2010) menyatakan kegiatan pembersihan kandang harus
dikurangi saat musim kawin dan pengeraman telur, kegiatan pembersihan
kandang sebaiknya dilakukan 2-3 hari sekali. Selain itu dalam perawatan jalak
bali perlu dilakukan pemisahan anak lebih awal untuk mencegah kematian akibat
dipatuk induknya.
Pada penangkaran Tegal Bunder perawatan kesehatan jalak bali dilakukan
dengan memberikan vitamin tambahan yang dimasukan dalam pakan dan
pembersihan kandang yang dilakukan setiap hari. Namun pemeriksaan kesehatan
oleh dokter hewan dengan test medis melalui contoh spesimen tinja atau bulu
dilakukan setiap satu tahun satu kali. Dari pengamatan managemen perawatan
kesehatan di penangkaran Tegal Bunder telah dilakukan dengan baik namun
masih perlu ditingkatkan terutama perhatian menyangkut kebersihan kandang.

Reproduksi
Reproduksi jenis-jenis satwa liar yang dilakukan secara intensif dalam
penangkaran, memiliki proses pemeliharaan yang pada dasarnya sama dengan
pengembangbiakan pada hewan ternak (Thohari 1987). Pengetahuan tentang
biologi dan perilaku reproduksi jenis satwa yang ditangkarkan sangat penting
karena dapat memberikan arah pada tindakan manajemen yang diperlukan guna
menghasilkan produksi satwa yang ditangkarkan sesuai harapan.

Sistem Perkawinan
Penggunaan sistem yang berbeda menyebabkan proses reproduksi juga
berbeda. Sistem perkawinan jalak bali yang dikembangkan di penangkaran UD
Anugerah dan Tegal Bunder adalah sistem monogami, yakni sistem perkawinan di
mana setiap induk betina hanya dipasangkan dengan seekor jantan dalam satu
kandang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masy’ud (1992) di penangkaran
Kebun Binatang Surabaya dan Putra et al (2014) di Bali Bird Park. Campur
tangan manusia dilakukan dalam mengatur pemilihan pasangan. Sistem
monogami yang dikembangkan tidak bersifat tetap, artinya pasangan yang
dibentuk bisa diganti atau dipasangkan lagi dengan yang lain.
Penentuan pasangan dilakukan dengan membiarkan jalak bali memilih
pasangannya sendiri, dengan cara menempatkan beberapa pasang jalak bali yang
sudah dewasa kelamin di dalam satu sangkar. Berdasarkan perilakunya akan
ditetapkan pasangan untuk masing-masing jalak bali apabila menunjukan
ketidakcocokan maka pasangan akan diganti dengan yang lain.

15
Pengetahuan mengenai bioekologi jalak bali, lamanya menangkar
berhubungan dengan tingkat keberhasilan perkawinan dan kelahiran burung.
Waktu menangkarkan yang semakin lama dan meningkat akan memberikan
pengalaman kepada penangkar dalam pengelolaan penangkaran sehingga dapat
menunjang keberhasilan penangkaran. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya nilai
kelahiran pada tahun pertama dan mulai meningkat pada tahun selanjutnya
(Purnamasari 2014).

Pengadaan Bibit
Menurut Mas’ud (2010), pemilihan bibit jalak bali yang dijadikan sebagai
indukan harus sehat, energik (aktif), nafsu makannya baik, kotorannya tidak keras
atau tidak encer, mata jernih, bulu halus, bulu bersih putih mengkilat, dan
gerakannya lincah. Di Penangkaran UD Anugrah, pemilihan bibit jalak bali untuk
dijadikan indukan telah memenuhi syarat sehat dan tidak cacat. Selain itu, jantan
usia minimal berumur satu tahun dan untuk betina usia minimal delapan bulan.
Pengadaan bibit berasal dari sesama penangkar jalak bali (Azis 2013). Induk
berasal dari pembelian yang diperoleh dari para penangkar jalak bali yang lain.
Pada penangkaran Tegal Bunder, asal-usul induk yang diberdayakan dalam
kegiatan penangkaran ini, antara lain individu yang berasal dari peninggalan ICBP
dan selanjutnya diperoleh secara kerjasama pelestarian dengan Taman Burung
Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Safari Indonesia (TSI), Kebun
Binatang Surabaya (KBS), BKSDA DKI, hasil pertukaran individu dengan
individu dengan penangkar di Bandung, Madiun, dan Denpasar, serta berasal dari
hasil sitaan (TNBB 2010).

Perkembangbiakan Anakan Jalak Bali
Menurut Setio dan Takandjandji (2006), reproduksi merupakan kunci
keberhasilan dalam penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas,
faktor utama yang mempengaruhi hal ini salah satunya adalah kelahiran dan
kematian.
Tabel 5 Perkembangbiakan per pasang jalak bali

Jumlah telur/pasang
/bertelur
Jumlah reproduksi/tahun
Daya tetas telur
Kelahiran piyik
Angka kematian piyik
Produktivitas anakan

Sistem penangkaran
Lingkungan terkontrol
Semi alami
4 butir
3 butir
12 kali
49,60%
23 ekor
24%
18 ekor

4 kali
31,18%
4 ekor
12,85%
3 ekor

16
Reproduksi jalak bali di penangkaran UD Anugerah berlangsung sepanjang
tahun, sehingga jumlah telur yang berhasil menetas untuk sepasang indukan
sebanyak 48 butir per tahun serta produktivitas anak yang mampu dihasilkan
hanya sejumlah 18 ekor per tahun. Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan hasil
analisis daya tetas telur dan tingkat mortalitas piyik di penangkaran jalak bali
Kebun Binatang Surabaya, yaitu sebesar 51,97% dan 27,07% (Masy’ud 1992).
Berbeda di sistem penangkaran semi alami Tegal Bunder jalak bali hanya
mampu bertelur sebanyak empat kali setahun. Reproduksi jalak bali diperkirakan
berlangsung pada bulan September sampai Desember (Alikodra 1987). Oleh
karena itu telur yang dihasilkan sebanyak 12 butir per tahun dan produktivitas
anak yang dapat bertahan hidup adalah 3 ekor per tahun. Menurut Gepak (1986),
Alikodra (1987), Thompson dan Brown (2001) masa reproduksi jalak bali di
habitat alami diduga berhubungan dengan perbedaan musim dan tersedianya
makanan dalam jumlah yang cukup sehingga cuaca dan musim sangat
berpengaruh pada proses reproduksi.
Jumlah telur, kelahiran dan kematian anak yang dihasilkan ternyata
menunjukan angka yang lebih tinggi di UD Anugerah dibandingkan penangkaran
Tegal Bunder, hal ini diduga dipengaruhi oleh pengaturan perkembangbiakan,
perawatan, pembesaran anak dan frekuensi perawatan burung berhubungan nyata
dengan kematian burung (Purnamasari 2014). Menurut Masy’ud (2010)
perkembangbiakan jalak bali di penangkaran pada dasarnya dapat diatur, sehingga
dapat memberikan hasil yang lebih maksimal. Di penangkaran UD Anugerah,
pengaturan ini dilakukan melalui pengaturan masa penyapihan anak. Jalak bali
yang telah bertelur dan menetaskan anaknya dilakukan penyapihan pada umur 14
hari, sehingga induk dapat bertelur kembali. Bersamaan dengan proses percepatan
penyapihan induk diberikan makanan yang berkualitas baik dan ditambahkan
dengan vitamin. Proses pembesaran piyik di Penangkaran UD Anugrah dilakukan
dengan cara pengelola mengambil piyik yang telah berumur 3 – 7 hari kemudian
dipindahkan ke inkubator. Suhu di dalamnya disesuaikan dengan suhu nyaman
jalak bali yaitu sekitar 29°C supaya piyik tersebut tetap hangat dan nyaman.
Menurut Setio dan Takandjandji (2006), pembesaran piyik yang dilakukan
di Penangkaran UD Anugrah dilakukan dengan cara hand rearing. Hand rearing
adalah proses penanganan piyik dengan cara memisahkan atau mengambil burung
dari induknya untuk kemudian dipelihara dan dibesarkan oleh penangkar secara
lebih intensif sampai burung bisa dianggap mandiri. Namun kadang teknik ini
akan menyebabkan kematian piyik lebih tinggi apabila tidak dilakukan dengan
telaten dan pengetahuan yang memadai. Akan tetapi, pada penangkaran Tegal
Bunder piyik dibiarkan dipelihara oleh induknya secara alami, sehingga
mengurangi kematian. Hal terbukti bahwa angka kematian piyik di penangkaran
Tegal Bunder lebih kecil dibanding di UD Anugerah.

Finansial
Biaya
Biaya adalah semua sumber daya yang ada dalam satu unit kegiatan
tertentu yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Selain itu biaya

17
juga dianggap sebagai pengorbanan dalam upaya penyediaan pelayanan atau
kegiatan program guna mencapai tujuan yang diinginkan (Gittinger 1986).
Tidak ada perbedaan jenis biaya di kedua sistem penangkaran jalak bali,
namun yang berbeda adalah besaran dan komponen pendukung dari biaya
tersebut. Penangkaran jalak bali menggunakan jenis biaya investasi, biaya tetap,
dan biaya variabel. Biaya investasi umumnya digunakan dalam waktu yang
relative lama, biaya ini berhubungan dengan pembangunan atau
pengembangan infrastruktur. Berdasarkan hasil wawancara biaya investasi pada
penangkaran jalak bali terdiri dari biaya pengadaan lahan, perijinan, pembuatan
kandang, pembangunan pagar, penyediaan sarana dan prasarana kandang. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Kwatrina (2009) pada penangkaran rusa.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan
volume kegiatan tertentu, besar kecilnya biaya ini dipengaruhi oleh strategi
manajemen, sedangkan yang termasuk dalam biaya tetap adalah gaji pegawai,
operasional perkantoran, dan pemeliharaan sapras. Terakhir adalah biaya
variabel yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan per unit konstan, antara lain biaya pakan dan
perawatan satwa (Santosa et.al 2012).
Hasil penelitian Purnamasari (2014) menyatakan bahwa modal dan biaya
berkorelasi positif terhadap keberhasilan penangkaran jalak bali. Modal
khususnya berhubungan dalam keberhasilan kelahiran burung. Penangkar
jalak bali yang memiliki tingkat kelahiran burung tinggi yaitu penangkar yang
memulai kegiatan usahanya dengan modal usaha yang cukup. Jumlah modal
yang dikeluarkan utamanya akan mempengaruhi kesesuaian kandang yang
akan dibuat baik dari segi ukuran, bahan penyusun, letak dan sarana yang ada
di dalamnya (Setio dan Takandjandji 2006). Faktor kandang inilah yang akan
berpengaruh terhadap angka kelahiran burung. Tingkat kesesuaian kandang
diduga mampu meningkatkan angka kelahiran. Faktor biaya berhubungan
dengan kematian burung, biaya kegiatan penangkaran yang dikeluarkan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pakan dan vitamin untuk burung,
perawatan kesehatan serta pemeliharaan kandang (Mas’ud 2010). Kebutuhan
kegiatan penangkaran yang menunjang keberhasilan penangkaran
membutuhkan biaya yang tinggi.

Gambar 3 Perbandingan biaya sistem lingkungan terkontrol dan semi alami

18
Penangkaran sistem lingkungan terkontrol UD Anugerah menggunakan
modal yang bersumber dari modal sendiri sedangkan penangkaran sistem semi
alami Tegal Bunder menggunakan dana dari pemerintah. Oleh karena itu agar
penangkaran yang didirikan berjalan dengan baik maka analisis pembiayaan
diperlukan (Djasmin 1984). Dengan analisis biaya dapat diketahui besarnya
modal uang yang dibutuhkan dalam setiap periode usaha (Aprilia 2005).
Total b