Model Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) berdasarkan Peubah Sosial Masyarakat

MODEL KEBERHASILAN PENANGKARAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) BERDASARKAN
PEUBAH SOSIAL MASYARAKAT

INTAN PURNAMASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model
Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann,
1912) berdasarkan Peubah Sosial Masyarakat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Intan Purnamasari
NIM E351130226

RINGKASAN
INTAN PURNAMASARI. Model Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) berdasarkan Peubah Sosial Masyrakat.
Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah satwa endemik
yang saat ini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB). Kegiatan pelestarian jalak bali dapat dilakukan di dalam maupun di luar
habitat alaminya, salah satunya melalui kegiatan penangkaran. Keberhasilan
penangkaran sering dilihat dari aspek ekologi spesies maupun teknik
penangkaran, tanpa melibatkan aspek orang yang melakukannya dalam
keberhasilan penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peubah
sosial yang berhubungan dengan keberhasilan penangkaran, membuat model
keberhasilan penangkaran serta menetukan tipologi penangkar jalak bali yang

berhasil.
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok pada Februari sampai Maret
2014 dengan menggunakan metode observasi langsung dan wawancara kepada 14
penangkar secara sensus dan 16 non penangkar yang dipilih secara acak. Peubah
yang diamati yaitu peubah keberhasilan penangkaran dan peubah karateristik
responden. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan regresi linier
berganda dengan bantuan software SPSS versi 20. Keberhasilan penangkaran
pada penelitian ini dilihat dari jumlah kelahiran dan kematian burung yang
ditangkarkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah sosial masyarakat berkorelasi
dengan keberhasilan penangkaran. Peubah pengetahuan lokal keberadaan jalak
bali di Desa Sumberklampok, modal yang dikeluarkan untuk memulai kegiatan
penangkaran, lama menangkar dan pengetahuan mengenai jalak bali berkorelasi
nyata dengan peubah kelahiran burung. Peubah frekuensi perawatan burung dan
biaya operasional berkorelasi nyata dengan kematian burung. Peubah penentu
keberhasilan penangkaran jalak bali yaitu pengetahuan jalak bali (X11) dan
frekuensi perawatan burung (X7). Model penduga keberhasilan penangkaran jalak
bali dibedakan menjadi dua yaitu (1) model kelahiran burung Y1 = -0.097+0.024
X11; dimana peubah pengetahuan memiliki hubungan positif yang signifikan
dengan peubah kelahiran burung, dan (2) Model kematian burung yaitu Y2 =

0.025+0,095 X7, dimana peubah frekuensi perawatan burung memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan peubah kematian burung. Tipologi penangkar jalak
bali di Desa Sumberklampok yang berhasil berkaitan dengan aspek:
(1)bpengetahuan penangkar terkait cerita keberadaan jalak bali di Desa
Sumberklampok, ekologi jalak bali serta teknik penangkaran jalak bali;
(2)bpengalaman penangkar dalam memelihara burung yang berkaitan dengan
lama waktu menangkar; (3) finansial yang mencakup modal dan biaya operasional
yang dikeluarkan oleh penangkar; dan (4) teknis penangkaran yang berkaitan
dengan frekuensi perawatan burung.
Kata kunci :

Desa Sumberklampok, jalak bali, penangkaran, peubah sosial
masyarakat

SUMMARY
INTAN PURNAMASARI. A Model of Successful Bali Mynah (Leucopsar
rothschildi Stresemann, 1912) Captive Breeding Program Based on Social
Variables. Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO SANTOSA.
Bali mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) is a critically
endangered endemic species currently confined only in Bali Barat National Park.

Conservation within and outside their natural habitats is necessary, one of such
through captive breeding program. The success of the captive breeding program
is often studied based on the ecological aspects of the species and the technical
aspects of captive breeding, overlooking the ability of the captive breeders in
determining such success.
This research was intented to identify variables influencing the performance
of bali mynah conservation in captive breeding program, determine a model of
successful bali mynah captive breeding, and determine the typology of bali mynah
success breeder. Research was conducted at Sumberklampok Village from
February to March 2014 using direct observation and interview methods
involving 14 breeders and 16 non breeders, whom were selected using random
sampling. Respondents’ characteristics and bali mynah conservation variables
were observed. Data was analyzed using chi square and regression on SPSS
version 20. The success of bali mynah captive breeding was determined by its
mortality and natality values.
Results showed that social variables were significantly correlated with
preservation variables. Local knowledge about bali mynah in Sumberklampok
village, captive breeding’s financial capital, lenght of period in conducting
captive breeding; and knowledge of bali mynah had significant correlations with
bird natality. Nursing frequency and operational cost in captive breeding had

significant correlations with bird mortality. Variables leading to a successful bali
mynah captive breeding include knowledge on bali mynah ecology (X11) and
nursing frequency (X7). Knowledge had significant positive correlation with bird
natality (Y1), and nursing frequency had significant positive correlation with bird
mortality (Y2). A model of successful bali mynah captive breeding comprised of
bird’s natality model Y1=0.097+0.024 X11; and bird’s mortality model
Y2=0.025+0,095 X7. Typology of success breeder in Sumberklampok village
related with these aspects: (1) breeder’s knowledge about bali mynah’s local
knowledge in Sumberklampok, ecology, and captive breeding technique; (2)
breeder’s experience in captive breeding which related to its length of period; (3)
financial include financial capital and operational cost per month in captive
breeding; and (4) captive breeding technique which related to the nursing
frequency.
Keywords: bali mynah, captive breeding, social variables, Sumberklampok
village

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL KEBERHASILAN PENANGKARAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) BERDASARKAN
PEUBAH SOSIAL MASYARAKAT

INTAN PURNAMASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji luar komisi pembimbing : Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS

Judul Tesis : Model Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi
Stresemann, 1912) berdasarkan Peubah Sosial Masyarakat
Nama
: Intan Purnamasari
NIM
: E351130226

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Konservasi Biodiversitas Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Juli 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Model Keberhasilan
Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) berdasarkan

Peubah Sosial Masyarakat berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa,
DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama
penelitian berlangsung dan dalam penulisan tesis ini. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Balai Taman Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar
Manuk Jegeg, Keluarga Bapak Nana Rukmana, Bapak Ismu, Bapak Abdul Kadi,
Mas Andre, Mas Ari, dan Mas Boneng yang telah banyak membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
kakak-kakak ku tercinta, seluruh keluarga besar KVT, KSHE, HIMAKOVA dan
anggrek hitam, serta teman-teman seperjuangan fast track dan sahabat-sahabat
terbaik saya atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Intan Purnamasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan


2

Manfaat

3

Kerangka Pemikiran

3

2 METODE
Lokasi dan Waktu

4

Alat dan Instrumen

4

Jenis Data

4

Teknik Pengumpulan Data

7

Analisis Data

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penangkaran Jalak Bali di Desa Sumberklampok

10

Peubah Sosial Masyarakat

11

Hubungan Peubah Sosial Masyarakat dengan Keberhasilan Penangkaran 15
Model Keberhasilan Penangkaran

16

Tipologi Penangkar Jalak Bali

21

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Jenis data
Data kegiatan penangkaran jalak bali
Hubungan peubah sosial masyarakat dengan kelahiran burung
Hubungan peubah sosial masyarakat dengan kematian burung
Hasil analisis regresi linier berganda pada model kelahiran burung
Hasil analisis regresi linier berganda pada model kematian burung

5
11
15
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kerangka pikir
Lokasi penelitian
Jenis pakan dan vitamin
Jenis kandang

3
4
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil analisis chi-square antara peubah sosial dengan kelahiran burung
Hasil analisis chi-square antara peubah sosial dengan kelahiran burung
Hasil analisis regresi linier berganda pada model kelahiran burung
Hasil analisis regresi linier berganda pada model kelahiran burung

28
33
37
39

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spesies yang termasuk ke dalam kategori terancam punah, terancam dan
rentan adalah kategori spesies yang membutuhkan upaya konservasi (IUCN 2010)
untuk menurunkan laju kepunahan mereka. Artikel 8 dan 9 dalam Konvensi
Keanekaragaman Hayati (CBD) menyatakan bahwa terdapat dua macam teknik
konservasi spesies yaitu in-situ dan ex-situ (United nations 1992). Konservasi exsitu bersifat komplementer terhadap konservasi in-situ (Wheater et al. 1993 dalam
Hakansson 2004) dan sering digunakan bagi spesies yang populasinya terancam
kepunahan. Penangkaran adalah salah satu teknik konservasi ex-situ yang paling
banyak mendapatkan perhatian. Pentingnya penangkaran ditegaskan oleh
Earnhardt et al. (2001) dalam Hakansson (2004), dan Leus (2011) yang
menyatakan bahwa populasi yang ditangkarkan merupakan strategi asuransi
terhadap kepunahan.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) merupakan satwa
endemik Bali yang berstatus terancam punah (critically endangered) (IUCN,
2012) dan saat ini habitat alaminya hanya ditemukan di Taman Nasional Bali
Barat (TNBB). Jalak bali juga termasuk kedalam satwa dilindungi oleh
Pemerintah Indonesia melalui SK Menteri Pertanian No.421/Kpts/Um/8/70
tanggal 26 Agustus 1970. Hasil inventarisasi TNBB pada tahun 2013
menunjukkan bahwa jumlah jalak bali di alam hanya tersisa 32 ekor. Jumlah yang
sangat sedikit tersebut menjadi alasan pentingnya upaya penangkaran.
Keberhasilan suatu penangkaran dapat diukur dari keberhasilannya meningkatkan
populasi dan juga mempertahankan genetik. Upaya pelestarian jalak bali melalui
penangkaran di Nusa Penida (Yusuf et al. 2009) dan juga di Kebun Binatang
Amerika (Thompson 2001) menunjukkan keberhasilan burung tersebut dalam
bereproduksi. Lebih lanjut, hasil penelitian Watiniasih et al. (2011) tidak
menunjukkan adanya perbedaan genetik antara jalak bali yang diambil secara liar
dari TNBB, hasil penangkaran di luar negeri, maupun di Nusa Penida yang
mengindikasikan bahwa penangkaran jalak bali yang dilakukan berhasil.
Frankham et al. (1986) dalam Hakansson (2004) menegaskan pentingnya
lokasi penangkaran yang mendekati habitat alami spesies yang ditangkarkan
sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan penangkaran. Desa
Sumberklampok yang merupakan desa enclave di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB), dahulu merupakan habitat alami jalak bali. Desa Sumberklampok telah
mengembangkan upaya penangkaran jalak bali sejak November 2010. Sampai
dengan tahun 2013, sebanyak 8 dari 16 penangkar jalak bali yang tergabung
dalam organisasi “Manuk Jegeg” sudah berhasil memperoleh anakan
(Purnamasari 2013).
Berbeda dengan penelitian-penelitian satwaliar yang dilakukan sebelumnya
yang lebih banyak mengkaji aspek peubah habitat dan spesies (Teddy 1998;
Prayana 2012; Purwaningsih 2012; Ratnawati 2012; Azis 2013), Purnamasari
(2013) melakukan kajian dari aspek sosial. Pentingnya peubah sosial masyarakat
dalam kegiatan pelestarian ditunjukkan oleh hasil penelitian Syarif (2010) yang
mendapatkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan tinggi pohon kedawung
dengan tingkat afeksi yang ditunjukkan oleh petani yang menanamnya. Hasil

2

penelitian Purnamasari (2013) menunjukkan bahwa keberhasilan penangkaran
jalak bali di Desa Sumberklampok berhubungan dengan keikutsertaan penangkar
dalam organisasi penangkar, pengetahuan mengenai ekologi jalak bali,
pengetahuan lokal mengenai keberadaan jalak bali di Desa Sumberklampok, dan
penghasilan. Penelitian tersebut masih pada tahap identifikasi peubah manusia
yang berkorelasi dengan keberhasilan penangkaran, sehingga perlu dilakukan
kajian lanjutan terhadap bentuk dan besaran hubungan antar peubah untuk
menduga sejauh mana peran setiap peubah dalam menentukan keberhasilan
penangkaran jalak bali.
Rumusan Masalah
Keberhasilan penangkaran sudah banyak dikaji dengan melihat dari
beragam aspek, seperti aspek ekologi satwa yang ditangkarkan (Teddy 1998;
Watiniasih et al. 2011), aspek teknik penangkaran yang dilakukan (Prayana 2012;
Purwaningsih 2012; Azis 2013) termasuk karakteristik internal manusia yang
menangkarkan (Purnamasari 2013), walaupun penelitian yang mengkaji aspek
sosial masyarakat sangat jarang ditemukan. Penelitian mengenai karakteristik
manusia umumnya masih bersifat kualitatif, belum terukur secara kuantitatif.
Kuantifikasi diperlukan untuk mendeskripsikan data secara kuantitatif,
membandingkan, menganalisis hubungan serta melakukan pendugaan atau
peramalan. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap hasil yang
diperoleh oleh Purnamasari (2013) mengenai peran setiap peubah dalam
keberhasilan penangkaran. Karakteristik manusia yang terukur secara kuantitatif
dengan demikian menjadi penting untuk dikaji terkait dengan keberhasilan
penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok. Sebagai tambahan dalam peubah
yang sudah teridentifikasi oleh Purnamasari (2013), penelitian ini juga
menambahkan peubah sosial masyarakat yang berkaitan dengan teknis
penangkaran yaitu modal, biaya operasional, curahan waktu dan frekuensi
perawatan burung. Peubah-peubah sosial masyarakat yang berperan dalam
keberhasilan penangkaran tersebut kemudian akan digunakan dalam merumuskan
tipologi penangkar jalak bali yang berhasil. Tipologi penangkar yang dihasilkan
diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya peningkatan keberhasilan
kegiatan penangkaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Peubah sosial masyarakat apa saja yang menentukan keberhasilan penangkaran
jalak bali?
2. Bagaimana model keberhasilan penangkaran jalak bali?
3. Bagaimana tipologi penangkar jalak bali yang berhasil?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menetukan peubah sosial masyarakat yang berhubungan dengan keberhasilan
penangkaran.
2. Membuat model keberhasilan penangkaran jalak bali.
3. Menentukan tipologi penangkar jalak bali yang berhasil

3

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama dalam
meningkatkan keberhasilan pelestarian jalak bali secara eksitu serta memberikan
masukan bagi pengelola kawasan konservasi dalam meningkatkan upaya
pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pelestarian satwaliar.
Kerangka Pemikiran
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) merupakan satwa
endemik Bali yang berstatus terancam punah (critically endangered) dan saat ini
habitat alaminya hanya ditemukan di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Upaya
pelestarian jalak bali dapat dilakukan baik di dalam habitat asli (insitu) maupun di
luar habitat aslinya (eksitu). Konservasi eksitu merupakan komplemen dari
konservasi insitu sehingga sering dilakukan untuk menunjang konservasi insitu
melalui kegiatan pelepasliaran satwa. Kegiatan penangkaran merupakan salah satu
bentuk konservasi eksitu dan sering digunakan pada spesies terancam kepunahan
seperti jalak bali. Keberhasilan penangkaran berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan tidak hanya dipengaruhi oleh ekologi satwa dan teknis
penangkaran tetapi dipengaruhi juga oleh faktor manusia yang melakukan
kegiatan penangkaran tersebut.
Model keberhasilan penangkaran jalak bali perlu diketahui untuk
menganalisis bentuk dan besaran antar peubah yang berperan dalam keberhasilan
penangkaran jalak bali, sehingga dapat diketahui sejauh mana peran peubah
tersebut dalam keberhasilan penangkaran. Analisis bentuk dan besaran antar
peubah yang berkorelasi diperlukan dalam menentukan peubah dominan yang
paling berperan dalam keberhasilan penangkaran. Peubah-peubah sosial
masyarakat yang berperan dalam keberhasilan penangkaran tersebut kemudian
akan digunakan dalam merumuskan tipologi penangkar jalak bali yang dapat
menunjang keberhasilan kegiatan penangkaran. Tipologi penangkar yang
dihasilkan diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya peningkatan
keberhasilan kegiatan penangkaran. Secara skematis kerangka pikir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1.
Upaya
konservasi

In-situ

Ex-situ (Penangkaran)

Bioekologi Satwa &
Teknis penangkaran

Sosial
Analisis regresi
Analisis bentuk&besaran
hubungan antar peubah

Peubah sosial yang paling
berpengaruh (utama)
Keberhasilan
penangkaran

Kelestarian
jalak bali
= Ruang lingkup penelitian

Gambar 1 Kerangka pikir

Tipologi penangkar

4

2 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng Provinsi Bali (Gambar 2). Penelitian berlangsung pada bulan
Februari sampai Maret 2014.

`

Gambar 2 Lokasi penelitian
Alat dan Instrumen
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, software SPSS
versi 20, perekam suara, dan kamera. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah panduan wawancara.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan
sekunder. Data primer yang dikumpulkan mencakup peubah keberhasilan
penangkaran jalak bali dan peubah sosial masyarakat. Data sekunder yang
dikumpulkan yaitu data bioekologi jalak bali dan data demografi masyarakat
Sumberklampok (Tabel 1).

1

Tabel 1 Jenis data
Jenis data
Data primer
Peubah
Pelestarian Jalak
Bali
Peubah Sosial
Masyarakat

Peubah
Jumlah kelahiran burung (Y1)
Jumlah kematian burung (Y2)
Umur (X1)
Pendidikan (X2)
Pendapatan (X3)
Tanggungan keluarga (X4)
Pengetahuan lokal (X5)

Curahan waktu (X6)

Frekuensi perawatan burung
(X7)
Modal (X8)
Biaya operasional
penangkaran(X9)
Lama menangkar (X10)

Definisi
Rata-rata dari jumlah kelahiran anakan pada setiap
indukan selama kegiatan penangkaran berlangsung
Rata-rata dari jumlah kematian burung selama kegiatan
penangkaran berlangsung
Usia responden dari lahir sampai dengan penelitian ini
berlangsung
Lama waktu menempuh pendidikan formal
Jumlah pendapatan per bulan yang diterima
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan
responden
Pengetahuan responden mengenai cerita keberadaan jalak
bali di Desa Sumberklampok pada masa lalu yang
mencakup : waktu, lokasi penyebaran, penyebab
kepunahan

Jumlah waktu per hari yang digunakan dalam kegiatan
penangkaran jalak bali dibagi dengan banyaknya jumlah
burung yang ditangkarkan
Jumlah kegiatan penangkar dalam merawat burung per
hari
Jumlah dana yang dikeluarkan saat memulai kegiatan
penangkaran
Jumlah dana yang dikeluarkan untuk biaya operasional
penangkaran jalak bali setiap bulannya
Lama waktu penangkar menjalankan kegiatan
penangkaran (bulan)

Metode Pengumpulan Data
Wawancara dan Studi pustaka
Wawancara dan Studi pustaka
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara, penilaian dilakukan dengan cara
pemberian skor dengan rentang 0-3, dimana:
0 = responden tidak mengetahui cerita
1 = responden mengetahui, dan dapat
menjelaskan 1 item pertanyaan
2 = responden mengetahui, dan dapat
menjelaskan 2 item pertanyaan
3 = responden mengetahui dan dapat
menjelaskan seluruh item pertanyaan
Wawancara dan Observasi langsung

Wawancara dan Observasi langsung
Wawancara
Wawancara
Wawancara

5

2
6

Tabel 1 Jenis data (Lanjutan)
Jenis data
Data Primer

Peubah
Pengetahuan jalak bali (X11)

Definisi
Pengetahuan responden mengenai jalak bali yang
mencakup 6 aspek: Morfologi jalak bali, Habitat,
Perilaku sosial, Reproduksi, Status Konservasi,
Teknik Penangkaran

Metode Pengumpulan Data
Wawancara, Penilaian pengetahuan dilakukan dengan
cara pemberian skor 0-3 pada
masing masing aspek pengetahuan, dimana :
Aspek Morfologi, Sosial, Konservasi dan
Penangkaran
0 = responden tidak mengetahui
1 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 1
item pertanyaan dari aspek tersebut
2 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 2
item pertanyaan
3 = responden mengetahui dan dapat menjelaskan
seluruh item pertanyaan
Aspek Habitat
0 = responden tidak mengetahui
1 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 1
item pertanyaan dari aspek tersebut
2 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 23 item pertanyaan
3 = responden mengetahui dan dapat menjelaskan
seluruh item pertanyaan
Aspek Reproduksi
0 = responden tidak mengetahui
1 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 2
item pertanyaan dari aspek tersebut
2 = responden mengetahui, dan dapat menjelaskan 4
item pertanyaan
3 = responden mengetahui dan dapat menjelaskan
seluruh item pertanyaan

Data sekunder
Jalak Bali
Lokasi
Penelitian

Jalak bali
Kondisi umum lokasi
penelitian

Data mengenai bioekologi jalak bali
Data demografi masyarakat, letak dan luas desa

Studi Pustaka
Studi Pustaka

7

Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data primer meliputi wawancara dan observasi
lapang. Selain itu dilakukan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka.
a. Wawancara
Wawancara menggunakan panduan wawancara dengan unit sampel yaitu
kepala keluarga. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 responden yang
terdiri atas 14 responden penangkar jalak bali yang diambil secara sensus serta 16
responden non penangkar yang diambil secara acak.
b. Observasi lapang
Kegiatan observasi dilakukan terhadap aktivitas penangkaran jalak bali oleh
para penangkar.
c. Studi Pustaka
Pustaka dikumpulkan melalui laporan Desa Sumberklampok tahun 2013,
laporan bulanan kelompok penangkar jalak bali, serta karya ilmiah.
Analisis Data
Hubungan Peubah Keberhasilan Penangkaran dengan Peubah Sosial
Penentuan korelasi antar peubah keberhasilan penangkaran (Y) dengan
peubah sosial masyarakat (X) dilakukan dengan menggunakan uji chi square.
Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 20. Pengujian dilakukan
terhadap 30 responden yang terdiri atas 14 responden penangkar dan 16 responden
non penangkar. Peubah keberhasilan penangkaran yang diuji adalah Y1 dan Y2,
dengan 11 peubah sosial masyarakat yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10
dan X11 yang menghasilkan 22 pasang peubah.
Hipotesa yang dibangun :
H0 = Y1/Y2 tidak berkorelasi dengan X1/X2/X3/X4/X5/X6/ X7/X8/X9/X10/X11
H1= Y1/Y2 berkorelasi dengan X1/X2/X3/X4/X5/X6/ X7/X8/X9/X10/X11
Keterangan :
Y1= kelahiran burung; Y2= kematian burung; X1= umur; X2= lama menempuh
pendidikan; X3= jumlah tanggungan keluarga; X4= penghasilan; X5= pengetahuan
lokal; X6= curahan waktu; X7= frekuensi perawatan burung; X8= modal; X9=
biaya operasional penangkaran; X10= lama menangkar; X11= pengetahuan jalak
bali.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic
significance) sebagai berikut:
1. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
2. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak atau H1 diterima
Peubah-peubah yang menunjukkan adanya korelasi kemudian dipilih
sebagai peubah penentu keberhasilan penangakaran jalak bali yang selanjutnya
akan dianalisis menggunakan regresi linier berganda.
Model Keberhasilan Penangkaran
Penentuan faktor dominan penentu keberhasilan pelestarian jalak bali
dianalisis menggunakan regresi linier berganda dengan metode stepwise yang

8

diolah dengan bantuan software SPSS versi 20 sehingga akan menghasilkan
model keberhasilan pelestarian. Keberhasilan pelestarian jalak bali di Desa
Sumberklampok dilihat dari kelahiran dan kematian burung yang ditangkarkan.
Peubah sosial masyarakat yang digunakan dalam persamaan regresi yaitu peubah
sosial masyarakat yang memiliki korelasi dengan peubah keberhasilan
penangkaran berdasarkan hasil uji chi square.
Persamaan yang digunakan adalah :
Model kelahiran burung : Y1 = b0 + b1x1+ b2x2 + ... + b11x11 + ε
Model kematian burung : Y2 = b0 +b1x1+ b2x2 + ... + b11x11 +ε
Keterangan :
Y1= kelahiran burung; Y2= kematian burung; X1= umur; X2= lama menempuh
pendidikan; X3= jumlah tanggungan keluarga; X4= penghasilan; X5= pengetahuan
lokal; X6= curahan waktu; X7= frekuensi perawatan burung; X8= modal; X9=
biaya operasional penangkaran; X10= Lama menangkar; X11= pengetahuan jalak
bali; ε= kesalahan pengganggu.
Model yang telah didapatkan, kemudian akan dilakukan pengujian secara
statistik dengan cara :
1. Uji Keandalan
Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang
dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas yaitu melihat
seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan
model (Iriawan dan Astuti 2006). Rumus untuk menghitung R² adalah :
R² =
Keterangan :
JKT
JKG

Σ(Ŷ− Ȳ)²

JKT

Σ(Y 1−

JKG

=
Ŷ)²

= jumlah kuadrat total
= jumlah kuadrat galat

2. Uji statistik t
Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas
yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t
(Ramanathan 1997) adalah:
H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat
H1 : βi ≠ 0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
1− 0
ℎ� (�− ) =


Jika ℎ� (�− ) < /2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi ) tidak
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika ℎ� (�− ) > /2 , maka terima H1 artinya
variabel bebas (Xi ) berpengaruh nyata terhadap (Y).
3. Uji statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan
(1997) adalah :
/( −1)
ℎ� =
/ (�−1)

9

Keterangan : JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom; JKG = jumlah
kuadrat galat; n = jumlah sampel; k = jumlah peubah.
Hipotesis yang digunakan yaitu :
H0 = β1 = β2 = β3 = … β = 0
H1 = β1 = β2 = β3 = … β ≠ 0
Jika ℎ� <
� maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel
(Xi ) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika ℎ� >
� , maka terima H1
yang artinya variabel (Xi ) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).
4. Uji Terhadap Multikolinier
Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu
terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat
dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor
(VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier yang berarti bahwa model regresi
sudah tepat (Iriawan dan Astuti 2006).
5. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji
heteroskedastisitas (Ghozali 2006):
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
6. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah mendekati
sebaran normal perlu dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengambilan
keputusan berdasarkan kriteria pengujian sebagai berikut (Santoso 2002):
 Jika nilai signifikansi (Sig.) > 0.05, maka data terdistribusi normal
 Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0.05, maka data tidak terdistribusi normal
7. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara
galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan
mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai
statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi
adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1.55 dan
2.46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004).

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penangkaran Jalak Bali di Desa Sumberklampok
Salah satu penurunan populasi jalak bali diakibatkan oleh kurangnya peran
serta masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian lingkungan TNBB, dibuktikan
dengan kebiasaan masyarakat sekitar kawasan TNBB yang sering masuk hutan
untuk mengambil kayu, buah, daun, rumput, menggembalakan ternak, bahkan
berburu jalak bali dan satwa lainnya (Alikodra 1987). Tindakan konservasi di
dalam kawasan tidak dapat berjalan sendiri, karena pengelolaan jalak bali secara
lestari akan sulit tercapai jika masyarakat yang ada di sekitar kawasan tidak
dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan. Fakta membuktikan bahwa masyarakat di
sekitar kawasan konservasi justru memberi pengaruh sangat penting bagi
keberhasilan pengelolaan suatu kawasan (Bayu 2000; Kusnanto 2000).
Upaya pendekatan kepada masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan
dilakukan untuk meminimalisir konflik yang terjadi akibat perbedaan
kepentingan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat guna mendapatkan manfaat
sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat (Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P. 49/Menhut-II/2008). TNBB memiliki 6 desa
penyangga dan telah banyak program pemberdayaan masyarakat yang diberikan
kepada masyarakat di desa penyangga. Program pemberdayaan masyarakat yang
diberikan masih berupa bantuan seperti bibit tanaman, itik, lebah madu maupun
burung perkutut, namun program pemberdayaan tersebut hanya memberikan
bantuan saja tanpa adanya pendampingan lebih lanjut sehingga tidak jarang
program berjalan kurang dari 3 bulan.
TNBB kemudian bekerjasama dengan ii network yang menerapkan
pendekatan lain kepada masyarakat dengan meningkatkan hubungan kepercayaan
antara TNBB sebagai pihak pengelola kawasan dengan masyarakat sekitar melalui
program pemberdayaan masyarakat secara bottom-up, salah satunya penangkaran
jalak bali di Desa Sumberklampok. Program pemberdayaan ini tidak memberikan
bantuan namun memberikan akses dan pendampingan terhadap desa. Selain itu
program yang diberikan berasal dari kemauan masyarakat bukan dari pihak TNBB
sebagai pengelola sehingga program dapat berjalan lama karena masyarakat yang
menginginkan program tersebut. Pihak TNBB tidak memberikan dana sedikitpun
kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan penangkaran. Seluruh dana yang
digunakan dalam kegiatan penangkaran tersebut berasal dari swadaya masyarakat.
Desa Sumberklampok merupakan desa enclave di Taman Nasional Bali
Barat dengan luas wilayah sebesar 28.969,67 Ha (Peraturan Desa Sumberklampok
No. 1/2011 tentang Rencana pembangunan jangka menengah Desa
Sumberklampok tahun 2011-2016). Desa Sumberklampok secara administratif
terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa
Sumberklampok terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun Tegal Bunder, Dusun
Sumberklampok dan Dusun Sumber Batok. Jumlah penduduk Desa
Sumberklampok sebanyak 3.184 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
869. Sebagian besar masyarakat Desa Sumberklampok bekerja sebagai petani
lahan kering dengan produksi utamanya jagung, cabe, kacang tanah dan ketela

11

pohon. Sebagian lagi menggantungkan hidupnya dari pekerjaan mencari kayu
bakar untuk dijual. Desa Sumberklampok memiliki tingkat kemajemukan etnis
dan sosial yang tinggi, terdiri dari penduduk asli Bali, Jawa, Madura dan Bugis
(Ismu 2008).
Kegiatan penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok dimulai sejak
November 2010. Penangkaran tersebut bertujuan untuk (1) meningkatkan
ekonomi masyarakat; (2) meningkatkan peran serta masyarakat dalam konservasi
jalak bali secara eksitu; dan (3) mengembalikan citra Desa Sumberklampok
melalui konservasi jalak bali. Saat ini terdapat 16 orang penangkar dan satu
kelompok sosial yang bernama Yayasan Ainul Yaqin yang telah memiliki surat
izin resmi menangkarkan jalak bali. Penangkar jalak bali di desa tersebut
tergabung dalam kelompok penangkar yang bernama Manuk Jegeg. Manuk Jegeg
memberikan akses bagi masyarakat Desa Sumberklampok untuk ikut berpatisipasi
dalam pelestarian jalak bali melalui kegiatan penangkaran.
Sebanyak 14 orang penangkar telah memulai kegiatan penangkaran jalak
bali sedangkan sisanya masih dalam tahap mempersiapkan sarana dan prasarana
penangkaran serta menunggu adanya pinjaman indukan jalak bali. Sebagian besar
penangkar (75%) memperoleh pinjaman indukan dari Asosiasi Pelestari Curik
Bali (APCB) sejak Juni 2011 sedangkan sisanya menangkarkan jalak bali milik
Yayasan Ainul Yaqin dengan sistem bagi hasil. Sebanyak 8 dari 14 penangkar
telah berhasil memperoleh anakan jalak bali (Tabel 2).
Tabel 2 Data kegiatan penangkaran jalak bali
Penangkar
Jumlah induk
Jumlah kelahiran
Jumlah kematian
ke(pasang)
burung (individu)
burung (individu)
1
1
2
2
2
2
22
8
3
3
10
9
4
1
0
0
5
1
16
14
6
3
24
10
7
1
0
0
8
1
14
5
9
1
4
3
10
1
0
0
*)
11
0
0
0
12
3
15
7
13 *)
0
0
1
14
1
0
0
*)
= penangkar yang hanya memelihara anakan burung
Peubah Sosial Masyarakat
Kegiatan pelestarian dapat dipengaruhi oleh karakteristik internal manusia
yang melakukannya dan juga tingkat kebutuhannya. Karakteristik internal
merupakan karaktersitik individu atau ciri yang dimiliki seseorang yang
berhubungan dengan aspek kehidupan dan lingkungannya (Sampson 1976 dalam
Rakhmat 2001). Lebih lanjut Sujarwo (2004) menyatakan bahwa untuk

12

mengetahui perilaku masyarakat terhadap objek tertentu, karakteristik individu
merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui karena pada hakekatnya
perilaku manusia digerakkan oleh faktor dari dalam diri individu itu sendiri. Hasil
penelitian Suparta (2001) menunjukkan bahwa faktor internal individu seperti
umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, penguasaan lahan, dan
pengalaman seseorang berpengaruh terhadap tindakannya dalam berusaha. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Amba (1998) bahwa karakteristik seperti umur,
pendidikan, dan lainnya dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauan
seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Umur (X1)
Umur merupakan suatu indikator mengenai suatu perubahan yang terjadi
pada manusia (Sujarwo 2004), dimana umur menggambarkan pengalaman
seseorang yang mengakibatkan adanya perbedaan tindakan berdasarkan umur
yang dimiliki (Halim 1992). Berdasarkan hasil penelitian, sebaran umur
penangkar jalak bali bervariasi antara 39 sampai 72 tahun. Sebanyak 85.71%
penangkar termasuk kedalam kelas umur produktif (15-65 tahun) (Lembaga
Demografi FE-UI 1980) dan termasuk dalam kelas umur dewasa (Santrock 1996).
Lama Menempuh Pendidikan (X2)
Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan
daya pikir seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas
pengetahuannya (Sujarwo 2004). Pendidikan akan mempengaruhi cara bertindak
dan berfikir seseorang (Amba 1998). Semakin tinggi pendidikan diharapkan
semakin baik pula cara berfikir dan cara bertindak untuk terlibat dalam suatu
kegiatan. Aprollita (2008) mengkategorikan pendidikan berdasarkan lama
menempuh pendidikan yaitu ≤6 tahun (rendah), 7-11 tahun (sedang), dan 12-21
tahun (tinggi). Sebagian besar (57.14%) penangkar termasuk kedalam kategori
pendidikan rendah.
Jumlah Tanggungan Keluarga (X3)
Besarnya keluarga sangat terkait dengan tingkat pendapatan seseorang,
semakin besar jumlah tanggungan keluarga menyebabkan seseorang memerlukan
tambahan pengahasilan yang lebih tinggi untuk menutupi biaya kehidupannya.
Sujarwo (2004) menyatakan bahwa semakin besar tanggungan keluarga maka
dibutuhkan tingkat aktifitas yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Jumlah tanggungan keluarga para penangkar berada pada sebaran 1≤ x