Struktur, Perilaku Dan Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng Di Jawa Barat.

STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PEMASARAN IKAN
BANDENG DI JAWA BARAT

DINA AZHARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur, Perilaku Dan
Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng Di Jawa Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016
Dina Azhara
NIM H351150456

RINGKASAN
DINA AZHARA. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran Ikan Bandeng
di Jawa Barat. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan SITI JAHROH.
Jawa Barat merupakan sentra produksi ikan bandeng di Indonesia. Produksi
ikan bandeng di Jawa Barat mencapai 74 680 ton pada tahun 2012. Produksi ikan
bandeng di Indonesia didominasi oleh petani kecil (smallholder) dimana petani
kecil memiliki posisi tawar menawar yang lemah dalam pemasaran ikan bandeng.
Selain itu, harga bandeng di tingkat konsumen yang belum ditransmisikan dengan
baik pada harga bandeng di tingkat petani menandakan pemasaran belum efisien.
Efisiensi pemasaran ikan bandeng dapat dilihat dengan menganalisis
pemasaran dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar ikan bandeng.
Struktur pasar ikan bandeng melihat seberapa banyak petani dan lembaga
pemasaran ikan bandeng (pedagang atau pengolah) yang terlibat dalam pasar ikan
bandeng, dan bagaimana posisi setiap lembaga tersebut dalam pasar. Jika petani
atau pedagang ikan bandeng memiliki market power yang cukup besar maka
dengan mudah dapat mempengaruhi harga jual ikan bandeng di pasar, hal ini

terkait juga dengan jumlah pedagang yang terlibat pada proses penjualan, apabila
hanya terdapat sedikit pedagang pengumpul maka petani cenderung tidak
memiliki pilihan saat menjual ikan bandeng yang diproduksi. Sedangkan perilaku
pasar ikan bandeng terlihat dari bagaimana hubungan antar petani atau pedagang
ikan bandeng, hubungan pedagang ikan bandeng dengan pembeli dan pemasok,
serta strategi dari petani maupun pedagang dalam menjalankan fungsi pemasaran
ikan bandeng. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemasaran ikan
bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar dan
menganalisis efisiensi pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar bandeng di tingkat
pedagang besar memiliki konsentrasi yang cukup tinggi dilihat dari nilai CR4
mendekati 50 persen. Selain itu, dilihat dari nilai CR8, konsentrasi pasar ikan
bandeng juga tinggi. Pasar bandeng tidak memiliki hambatan yang signifikan
untuk masuk dilihat dari nilai MES 6.8 persen. Ada enam saluran pemasaran
bandeng di Jawa Barat, di mana agen pemasaran yang terlibat termasuk petani,
pedagang pengumpul desa, pedagang, pengecer dan prosesor. Margin pemasaran
tertinggi ditemukan pada saluran 2 (petani-pedagang pengumpul desa-pedagang
besar-pengecer). Berdasarkan analisis integrasi pasar antara harga ikan bandeng di
tingkat petani Jawa Barat dengan harga ikan bandeng di tingkat konsumen di
Jakarta pada jangka pendek, perubahan harga tidak berpengaruh signifikan. Hal

ini berarti perubahan harga bandeng di tingkat konsumen tidak mempengaruhi
harga bandeng di tingkat petani. Namun, dalam integrasi pasar ikan bandeng
dalam jangka panjang, variabel harga signifikan. Hal ini menandakan bahwa
perubahan harga bandeng di tingkat konsumen di Jakarta mempengaruhi harga
yang diterima petani bandeng di Jawa Barat dalam jangka panjang.
Kata kunci: Efisiensi pemasaran, inefisiensi pasar, integrasi pasar, konsentrasi
pasar, perikanan

SUMMARY
DINA AZHARA. Structure, Conduct and Performance of Milkfish
Marketing in West Java. Supervised by RATNA WINANDI dan SITI JAHROH.
West Java is the center of milkfish production in Indonesia. Production of
milkfish in West Java reached 74 680 tons in 2012. Production of milkfish in
Indonesia is dominated by small farmers (smallholder), where small farmers have
a weak bergaining position in milkfish marketing. In addition, the price of
milkfish at the consumer level that is not well transmitted to the price at the farm
gate indicated that the marketing system is not efficient.
Milkfish marketing efficiency can be seen by analyzing the market
structure, market conduct and market performance approach. The market structure
seeing how many milkfish farmers and milkfish marketing agencies (trader or

processor) are involved in the milkfish market, and how the position of each of
those institutions in the market. If the farmer or fish trader have a strong market
power then it can easily affect the selling price of milkfish in the market, it is also
related to the number of traders involved in the sales process, if there are very few
traders exist, then farmers do not have a selling choice. The conduct of milkfish
market seen how the relationship between the farmer and milkfish trader, milkfish
relationships with buyers and suppliers, as well as strategies of farmers and traders
in carrying out the functions of marketing fish. This study aims to analyze
milkfish marketing system in West Java through the market structure, conduct and
performance approach and to analyze efficiency of milkfish marketing in West
Java.
The results showed that the structure of the milkfish market at the wholesale
level have seen a quite high concentration of CR4 value close to 50 percent.
Moreover, judging from the value of CR8, milkfish market also have a high
concentration. The milkfish market does not have significant barriers to entry seen
from the MES value 6.8 percent. There are six milkfish marketing channels in
West Java, where the marketing agents consisted of farmers, village traders,
wholesale, retailers and processors. The highest marketing margin is found on
channel 2 (farmer - villages trader – wholesalers - retailers). Based on the analysis
of market integration between milkfish price at the farmer level in West Java and

milkfish price at the consumer level in Jakarta, in the short term, the price changes
are not significant. It means price changes at the consumer level do not affect the
price of milkfish at the farmer level in short term. However, in the long term,
milkfish market integration is significant. It means that in the long term the
milkfish price changes at the consumer level in Jakarta affect the price received by
farmers in West Java.
Keywords: Fisheries, ineficiency market, market concentration, marketing
efficiency, market integration

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PEMASARAN IKAN

BANDENG DI JAWA BARAT

DINA AZHARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji dari luar komisi:

Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM

Penguji dari program studi: Dr. Ir. Suharno, M.Adev


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Judul dari tesis ini adalah “Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran
Ikan Bandeng di Jawa Barat” yang penelitiannya dilakukan sejak bulan Maret
2016.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
selaku dosen pembimbing pertama dan Siti Jahroh, PhD selaku dosen
pembimbing kedua, yang telah memberikan banyak saran serta arahan dan
bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Netti
Tinaprilla, MM dan Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku penguji luar komisi dan
penguji dari program studi yang telah memberikan banyak saran dalam perbaikan
tesis ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
responden petani dan pedagang yang telah memberikan informasi yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tesis ini. Kemudian penghargaan penulis
sampaikan kepada staf Badan Pusat Statistik, staf Kementerian Perikanan dan
Kelautan Republik Indonesia, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Indramayu dan Kabupaten Karawang yang membantu dalam pengumpulan data
sekunder. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh anggota

keluarga terutama kedua orangtua dan teman-teman atas dukungannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2016

Dina Azhara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

vi
vii
vii

9
9
3
5
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
6
Pemasaran Perikanan
6
Analisis Efisiensi Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct and
Performance (SCP)
7
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

10
10

20

4 METODE
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

22
22
23
23
23

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Struktur Pasar
Analisis Perilaku Pasar
Analisis Kinerja Pasar

29

34
37
48

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

53
53
54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

54
58
62

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Karakteristik struktur pasar
Produksi ikan bandeng di Jawa Barat
Jumlah lembaga keuangan di Provinsi Jawa Barat tahun 2014
Jumlah responden petani berdasarkan daerah sampel lokasi
penelitian
Karakteristik petani responden
Karakteristik responden pedagang pengumpul desa (PPD)
Karakteristik Pedagang Besar (wholeseller)
Karakteristik pengecer
Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 10 pedagang besar (wholeseller)
ikan bandeng di Pelabuhan Pendaratan Ikan Muara Angke
Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 10 pedagang besar (wholeseller)
ikan bandeng di Pelabuhan Pendaratan Ikan Muara Baru
Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 15 petani ikan bandeng di Jawa
Barat
Minimum Efficiency Scale (MES) pasar ikan bandeng di PPI Muara
Angke dan Muara Baru
Aktivitas penjualan petani ikan bandeng
Fungsi pemasaran di tingkat petani
Tujuan penjualan dan alasan menjual petani
Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat PPD
Fungsi pemasaran di tingkat PPD
Bentuk perilaku pasar PPD ikan bandeng
Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat pedagang besar
Fungsi pemasaran di tingkat pedagang besar
Bentuk perilaku pasar pedagang besar ikan bandeng
Aktivitas penjualan ikan bandeng di tingkat pengecer
Fungsi pemasaran di tingkat pengecer
Bentuk perilaku pasar pedagang besar ikan bandeng
Penentuan harga ikan bandeng di setiap tingkat lembaga pemasaran
Sistem pembayaran pada setiap tingkat lembaga pemasaran
Marjin pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat
Farmer's share pada setiap saluran pemasaran ikan bandeng di Jawa
Barat
Hasil output uji stasioneritas data pada tingkat level
Hasil output uji stasioneritas data harga konsumen Jakarta pada
tingkat first difference
Tabel Hasil uji kointegrasi harga ikan bandeng tingkat konsumen
Jakarta dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa Barat
Hasil regresi ECM harga ikan bandeng tingkat konsumen Jakarta
dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa Barat
Estimasi pengaruh jangka pendek harga ikan bandeng tingkat
konsumen Jakarta dengan harga ikan bandeng tingkat produsen Jawa
Barat

13
22
31
31
32
33
33
34
35
36
37
37
38
39
39
40
40
41
42
42
43
43
44
44
46
47
48
49
50
50
51
51

52

34 Estimasi jangka panjang harga ikan bandeng tingkat konsumen
Jakarta terhadap harga bandeng tingkat petani Jawa Barat

53

DAFTAR GAMBAR
Nilai produksi perikanan budidaya tahun 2013
Produksi ikan bandeng berdasarkan negara produsen terbesar di dunia
Pergerakan harga ikan bandeng tingkat konsumen dan produsen
Model dinamis dari pendekatan SCP
Derajat penguasaan pasar
Marjin pemasaran
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Residual harga ikan bandeng di tingkat konsumen Jakarta dan harga ikan
bandeng di tingkat produsen Jawa Barat
Panjang jalan kabupaten atau kota menurut kondisi jalan di Jawa Barat
Jumlah angkutan darat di Jawa Barat tahun 2014
Saluran pemasaran ikan bandeng ukuran sedang-besar
Saluran pemasaran ikan bandeng ukuran kecil

9
2
4
12
15
18
21
28
30
30
45
45

DAFTAR LAMPIRAN
Produksi perikanan tambak di Kabupaten Indramayu
Produksi perikanan tambak ikan bandeng di Kabupaten Karawang
Harga ikan bandeng di tingkat konsumen di Provinsi DKI Jakarta
Harga ikan bandeng di tingkat petani di Provinsi Jawa Barat
Dokumentasi

58
58
59
59
60

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya perikanan tambak sangat potensial untuk dikembangkan
mengingat kondisi geografis Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang ke
empat di dunia yaitu sebesar 95 181 km1. Budidaya perikanan tambak
menggunakan air payau sehingga umumnya dilakukan di kawasan pesisir. Hingga
tahun 2013, pemanfaatan lahan tambak di Indonesia mencapai 650 509 ha dan
potensi pengembangan lahan tambak yang belum dimanfaatkan masih sangat
tinggi yaitu sebesar 2 313 822 ha (78.05 persen) (KKP 2013). Selain itu, tambak
juga merupakan jenis perikanan budidaya yang memiliki kontribusi terbesar pada
nilai produksi perikanan budidaya yaitu sebesar 38.08 persen atau Rp42.48 triliun
pada tahun 2013 (KKP 2014) (Gambar 1).

Gambar 1 Nilai produksi perikanan budidaya tahun 2013
Sumber: KKP (2014)

Komoditas perikanan tambak yang mendominasi di Indonesia adalah ikan
bandeng. Ikan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan pangan sumber
protein hewani lainnya seperti daging ayam atau daging sapi, yaitu bersifat
universal, praktis serta dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur. Sumbangan
protein ikan terhadap konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 57
persen, ini terjadi seiring dengan kecenderungan pergeseran konsumen dalam
pemenuhan kebutuhan protein hewani dari red meat kepada white meat2.

1

2

Berdasarkan artikel pada antaranews.com (http://www.antaranews.com/ berita/487732/ garispantai-indonesia-terpanjang-kedua-di-dunia)
Berdasarkan artikel pada wpi.kkp.go.id (http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/84-serial-manfaatikan/107-kontribusi-protein-ikan-2)

2
Indonesia bersama dengan negara Filipina dan Taiwan menjadi negara
produsen ikan bandeng tertinggi di dunia. Sejak tahun 2010 Indonesia menempati
posisi pertama negara produsen ikan bandeng. Peningkatan produksi ikan bandeng
di Indonesia menandakan potensi ikan bandeng masih sangat besar dan dapat
dikembangkan (Gambar 2)
.

Gambar 2 Produksi ikan bandeng berdasarkan negara produsen terbesar di dunia
Sumber: FAO (2014)

Budidaya ikan bandeng juga semakin diminati oleh pelaku usaha. Hal ini
terlihat dari peningkatan permintaan benih ikan bandeng (nener). Pada tahun 2010
kebutuhannya mencapai 1.78 miliar benih dan meningkat pada tahun 2012
menjadi 1.93 miliar benih. Pada tahun 2013 juga meningkat menjadi 3.02 miliar
benih3. Pihak KKP juga semakin mendorong produsen benih ikan bandeng untuk
dapat meningkatkan produksi dan kualitas benih ikan bandeng (nener) agar
mampu mencapai target produksi ikan bandeng di Indonesia.
Provinsi Jawa Barat adalah sentra produksi ikan bandeng di Indonesia.
Produksi ikan bandeng di Jawa Barat mencapai 74 680 ton pada tahun 2012 (KKP
2013). Budidaya ikan bandeng didominasi oleh petani kecil (smallholder).
Terdapat 634 043 orang pembudidaya ikan dan 245 390 rumah tangga dalam
budidaya perikanan tambak, sedangkan jumlah perusahaan perikanan tambak
sebesar 123 perusahaan (BPS 2013; KKP 2014). Selain itu, jumlah pembudidaya
ikan pada budidaya perikanan tambak juga terus mengalami pertumbuhan sebesar
6.57 persen dari tahun 2009 hingga tahun 2013 (KKP 2014).
Pendapatan petani kecil (smallholder) ikan bandeng dapat dikatakan masih
rendah. Hal ini sudah lama terjadi dan belum terdapat perbaikan yang signifikan
terhadap isu tersebut. Posisi tawar menawar petani ikan bandeng yang lemah
dalam pemasaran ikan bandeng membuat petani hanya dapat bertindak sebagai
rice taker sehingga hal ini berpengaruh terhadap pendapatan petani ikan bandeng.

3

Berdasarkan artikel pada beritadaerah.co.id (http://beritadaerah.co.id/2014/06/02/ permintaanbenih-bandeng-indonesia-terus-meningkat/)

3
Karakteristik produk pertanian yang mudah rusak (perishable),
membutuhkan banyak ruang (bulky) dan bervolume (voluminous) juga berlaku
pada produk-produk perikanan termasuk ikan bandeng. Oleh karena itu, aspek
pemasaran ikan bandeng menjadi penting untuk diperhatikan. Selain itu,
pemasaran ikan bandeng juga merupakan aspek penting yang menentukan harga
yang diterima petani ikan bandeng yang berpengaruh terhadap pendapatan petani
ikan bandeng.
Perubahan harga yang terjadi di pasar, posisi tawar menawar petani ikan
bandeng, sangat berkaitan dengan kondisi struktur dan perilaku pasar ikan
bandeng. Struktur dan perilaku pasar ikan bandeng mempengaruhi kepada kinerja
pasar ikan bandeng begitu juga sebaliknya. Struktur pasar ikan bandeng akan
menjelaskan bagaimana kondisi pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang
ikan bandeng sebagai pelaku pasar dan mempengaruhi proses pembentukan harga
ikan bandeng. Sedangkan perilaku pasar ikan bandeng mencerminkan bagaimana
para petani dan pedagang ikan bandeng bersikap dalam melaksanakan aktivitasaktivitas bisnis sehingga akan mempengaruhi besarnya biaya. Besaran biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang ikan bandeng akan mempengaruhi besaran marjin.
Biaya, harga dan marjin tersebut akan tercermin dalam kinerja pasar (market
performance) ikan bandeng. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis pemasaran ikan
bandeng dengan pendekatan SCP untuk melihat bagaimana struktur pasar yang
dihadapi oleh petani ikan bandeng serta perilaku pasar pelaku pemasaran ikan
bandeng yang akan berpengaruh terhadap pembentukan harga di tingkat petani.

Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang potensial untuk memenuhi
kebutuhan ikan bandeng di daerah pusat konsumsi seperti Jakarta dan sekitarnya.
Ikan bandeng sebagai sebuah produk tidak lepas dari aspek pemasaran. Pemasaran
pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi
dan kurangnya pemasaran yang berfungsi dengan baik akan menghambat
peningkatan kesejahteraan sosial, distribusi pendapatan, dan keamanan pangan
dari negara-negara berkembang (Urgessa 2011). Isu pemasaran yang seringkali
menghambat peningkatan kesejahteraan petani adalah harga jual petani yang
rendah dan marjin yang tinggi antara petani dan konsumen.
Harga yang rendah membuat sebagian besar petani ikan bandeng
memperoleh pendapatan yang rendah. Dalam satu musim tanam yaitu selama
enam sampai delapan bulan, petani ikan bandeng di Jawa Barat hanya memeroleh
pendapatan rata-rata sebesar 3.81 juta rupiah per hektar (Ula 2015). Jika
dikonversikan dalam rupiah per bulan, maka petani ikan bandeng hanya
memeroleh pendapatan sebesar 600 ribu rupiah per bulan per hektar. Harga yang
rendah ini disebabkan oleh posisi tawar menawar petani yang lemah dalam
pemasaram sehingga petani hanya berperan sebagai price taker (Azhara 2015).
Penentuan harga ikan bandeng di Jawa Barat baik di tingkat petani maupun
pedagang pengumpul desa umumnya mengikuti harga yang berlaku di pasar induk
(Azhara 2015). Harga yang terbentuk dipasar akan mempengaruhi pendapatan
petani sebagai produsen dalam industri atau pasar ikan bandeng. Posisi petani
sebagai price taker membuat petani hanya dapat menerima harga yang berlaku di

4
pasar induk ikan, karena petani tidak memiliki bergaining position yang kuat.
Posisi tawar menawar petani yang lemah dalam pemasaran ikan bandeng dapat
dikatakan sebagai indikasi adanya inefisiensi pemasaran.
Efisiensi pemasaran dapat dilihat dari aspek efisiensi harga. Efisiensi harga
dapat dicapai apabila masing-masing pihak yang terlibat dengan pemasaran puas
atau responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianalisa
melalui keterpaduan pasar atau integrasi pasar. Integrasi pasar melihat apakah
harga pada suatu tingkat pasar ditransmisikan dengan baik pada pasar di tingkat
lainnya. Namun perubahan harga ikan bandeng di tingkat konsumen belum dapat
ditransmisikan dengan baik kepada petani. Hal ini juga terlihat dari marjin di
tingkat pedagang pengecer yang sangat tinggi dibandingkan pedagang besar dan
pedagang pengumpul desa.
Dalam Gambar 3 terlihat bahwa harga ikan bandeng di tingkat produsen
atau petani tidak mengikuti harga ikan bandeng di tingkat konsumen. Kondisi
yang mencerminkan pemasaran yang baik adalah adanya keterkaitan harga di
tingkat konsumen dan di tingkat petani. Hal ini didukung dengan pernyataan
bahwa salah satu ciri pemasaran yang efisien yaitu perubahan harga komoditi
pada pasar yang berbeda ditransmisikan ke pasar lainnya dengan baik (World
Food Programme 2011). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan
bandeng belum efisien.

Gambar 3 Pergerakan harga ikan bandeng tingkat konsumen dan produsen
Sumber : BPS (2010-2015)

Efisiensi pemasaran ikan bandeng dapat dilihat dengan menganalisis
pemasaran dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar ikan bandeng.
Efisiensi pemasaran juga merupakan aspek dalam menilai apakah kinerja pasar
ikan bandeng sudah efisien dilihat dari struktur dan perilakunya secara simultan.
Struktur pasar ikan bandeng melihat seberapa banyak petani dan lembaga
pemasaran ikan bandeng (pedagang atau pengolah) yang terlibat dalam pasar ikan
bandeng, dan bagaimana posisi setiap lembaga tersebut dalam pasar. Penilaian
struktur pasar dapat dilihat secara keseluruhan ataupun secara vertikal. Struktur

5
pasar dilihat secara vertikal yaitu melihat struktur pasar pada tingkat lembaga
pemasaran tertentu. Jika petani atau pedagang ikan bandeng memiliki market
power yang cukup besar maka dengan mudah dapat mempengaruhi harga jual
ikan bandeng di pasar, hal ini terkait juga dengan jumlah pedagang yang terlibat
pada proses penjualan, apabila hanya terdapat sedikit pedagang pengumpul maka
petani cenderung tidak memiliki pilihan saat menjual ikan bandeng yang
diproduksi. Selain itu, tingkat konsentrasi pasar ikan bandeng juga berpengaruh
terhadap harga ikan bandeng. Jika pasar ikan bandeng semakin terkonsentrasi
maka harga ikan bandeng cenderung dipengaruhi oleh individu yang memiliki
kekuasaan baik dari sisi petani maupun pedagang. Selain itu, proses penentuan
harga ikan bandeng juga tidak terlepas dari hubungan antar individu didalamnya.
Perilaku pasar merupakan suatu bentuk sikap, tindakan atau strategi
individu yang terdapat dalam suatu pasar untuk mencapai tujuan masing – masing
individu tersebut. Perilaku pasar ikan bandeng terlihat dari bagaimana hubungan
antar petani atau pedagang ikan bandeng, hubungan pedagang ikan bandeng
dengan pembeli dan pemasok, serta strategi dari petani maupun pedagang dalam
menjalankan fungsi pemasaran ikan bandeng. Perilaku dan struktur pasar ikan
bandeng yang terbentuk akan menentukan bagaimana kinerja pasar ikan bandeng
serta efisiensi pemasaran ikan bandeng. Dari beberapa pemaparan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan
struktur, perilaku dan kinerja pasar?
2.
Apakah pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat berjalan dengan efisien?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Menganalisis pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat melalui pendekatan
struktur, perilaku dan kinerja pasar
Menganalisis efisiensi pemasaran ikan bandeng di Jawa Barat

Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.
Bagi pemerintah daerah, sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam
pengembangan pemasaran perikanan tambak khususnya budidaya ikan
bandeng
2.
Bagi stakeholder ikan bandeng, sebagai bahan informasi mengenai
pemasaran dalam agribisnis ikan bandeng.
3.
Bagi akademisi, sebagai sumber informasi untuk dapat digunakan dalam
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pemasaran ikan bandeng yang dihasilkan
melalui budidaya perikanan tambak di Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Indramayu. Unit analisis yang digunakan yaitu lembaga yang terlibat pada

6
pemasaran ikan bandeng meliputi petani, pedagang pengumpul desa, pedagang
besar dan pengecer. Penelitian ini menganalisis struktur pasar mencakup pangsa
pasar, konsentrasi pasar dan hambatan masuk pasar, perilaku pasar yaitu praktek
fungsi pemasaran, mekanisme penentuan harga dan sistem pembayaran, serta
kinerja pasar yaitu margin pemasaran dan farmer share untuk menilai efisiensi
operasional dan integrasi pasar vertikal untuk menilai efisiensi harga.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Perikanan
Terdapat dua aspek yang digunakan dalam pengertian pemasaran yaitu
aspek ekonomi dan aspek manajemen. Pengertian pemasaran dari aspek
manajemen menekankan pada beberapa hal seperti pemilihan target dan
segmentasi pasar, strategi pemasaran, dan komoditi manajemen pemasaran.
Sedangkan pemasaran dalam aspek ekonomi lebih menekankan kepada sebuah
sistem yang didalamnya terdapat fungsi–fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh
lembaga–lembaga pemasaran (Asmarantaka 2012). Definisi pemasaran lainnya
dikemukakan oleh Kohls dan Downey (1972) yaitu pemasaran merupakan
performa dari seluruh aktivitas bisnis yang mencakup aliran barang dan jasa dari
titik awal produksi pertanian sampai ke tangan konsumen akhir.
Efisiensi dalam pemasaran perlu dicapai agar mampu memberikan manfaat
yang merata baik bagi produsen, lembaga pemasaran dan termasuk konsumen.
Dalam pemasaran perikanan seringkali pembudidaya sebagai produsen menerima
harga yang relatif rendah dan selisih harga yang besar dengan konsumen. Panjang
pendeknya saluran pemasaran umumnya berpegaruh terhadap efisiensi pemasaran,
karena akan berpengaruh terhadap besaran farmer’s share dan marjin. Menurut
Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran pemasaran yang
dilalui oleh komoditas perikanan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jarak
antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi, dan
posisi keuangan pengusaha.
Pemasaran produk perikanan tidak berbeda dari pemasaran produk pertanian
lainnya. Pemasaran adalah sama pentingnya dengan produksi, pembiayaan, dan
faktor keuntungan lain yang menentukan dalam perusahaan perikanan (Gilbert,
1989). Dalam kegiatan pemasaran perikanan, petani umumnya menjual produknya
kepada pedagang pengumpul dan segala biaya pemasaran ditanggung oleh
pedagang pengumpul (Apriono et al. 2012; Bhakti et al. 2014; Azhara 2015).
Artinya, petani hanya melakukan fungsi pemasaran berupa fungsi pertukaran yaitu
penjualan. Selain itu, akses petani yang rendah terhadap fungsi pemasaran seperti
transportasi dan informasi membuat petani menjual produknya hanya pada pasar
lokal. Selain itu, petani juga tidak melakukan penyimpanan karena terkendala
biaya (Jensen 2006). Kendala ini juga dialami oleh pelaku pemasaran ikan
artisanal di negara bagian Nigeria, dimana responden menyebutkan terdapat
jaringan transportasi yang buruk, biaya transportasi yang tinggi, dan fasilitas
penyimpanan yang tidak memadai sebagai kendala utama yang dihadapi pasar
ikan artisanal di daerah penelitian tersebut (Oluwadare, 2014). Beberapa kendala

7
pemasaran juga diamati dalam penelitian Nwabunike (2015), dimana kendala
utama untuk pemasaran ikan asap di Abakaliki Nigeria adalah masalah
pengolahan yang tidak memadai dalam ikan pemasar kios atau toko. Kendala lain
adalah masalah umum bagi pemasar yang meliputi konsumen pilihan pada ikan,
fluktuasi harga, dan ketidakmampuan untuk menjual barang atau memproduksi
dengan cepat adalah tantangan utama yang dihadapi pemasar ikan di daerah
penelitian (Nwabunike, 2015).
Dalam penentuan harga produk perikanan, petani budidaya memiliki posisi
yang cenderung lemah. Wallong et al. (2015) mengatakan bahwa pedagang
pegumpul memiliki peran penting sebagai penentu harga ikan kerapu. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bhakti et al. (2014) bahwa pada praktek
penentuan harga rumput laut, petani menjadi pihak yang paling lemah diantara
mata rantai pemasaran.
Praktek kerjasama dalam pemasaran produk perikanan terjadi pada
pemasaran rumput laut di Kabupaten Luwu (Bhakti et al. 2014). Petani budidaya
yang melakukan pinjaman kepada pedagang maka harus menjual produknya
kepada pedagang tersebut dan dikenakan pengurangan harga hingga Rp1 000 per
kg. Bentuk kerjasama pada pemasaran juga terjadi pada pemasaran ikan mas di
Kalimantan dimana pedagang pengumpul masing-masing telah memilih pedagang
pengecer sebagai langganan dan merupakan suatu ikatan kerjasama yang dijaga
secara bersama-sama, sehingga tidak mudah bagi pedagang pengumpul untuk
menjual kepada pedagang pengecer yang bukan langganannya (Lilimantik 2011).
Praktek kerjasama ini merupakan salah satu bentuk strategi yang dijalankan oleh
lembaga pemasaran dalam menghadapi persaingan.
Kondisi pemasaran perikanan di Indonesia seharusnya dapat lebih
memperhatikan petani kecil (smallholder). Dilihat dari mekanisme penentuan
harga, petani memiliki posisi tawar menawar (bergaining power) yang rendah
dibandingkan lembaga-lembaga pemasaran lainnya yang terlibat dalam pemasaran
produk perikanan.

Analisis Efisiensi Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct and
Performance (SCP)
Pendekatan structure, conduct and performance (SCP) merupakan salah
satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis pasar atau industri (Waldman
dan Jensen 2007). Struktur pasar diartikan sebagai sifat–sifat organisasi pasar
yang mempengaruhi perilaku dan kinerja pasar (Asmarantaka 2012). Kaimakoudi
(2009) melakukan penelitian tentang industri produk perikanan di Greece dan
mendapatkan bahwa perilaku usaha dipengaruhi oleh struktur pasar dan berturutturut keduanya memiliki hubungan terhadap kinerja pasar.
Penelitian mengenai struktur, perilaku dan kinerja pasar juga dilakukan
oleh Lilimantik (2011) dimana struktur pasar hasil usaha pemeliharaan ikan mas
dalam karamba di tingkat produsen hingga tingkat pedagang pengumpul
mengarah kepada pasar oligopsoni, sedangkan penjualan ikan di tingkat pedagang
pengumpul ke pedagang pengecer mengarah kepada pasar oligopoli dengan skala
pemasaran yang besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiorini (2011) dimana
struktur pasar yang dihadapi petani budidaya ikan mas cenderung membentuk

8
pasar oligopsoni. Berbeda dengan penelitian SCP pada pemasaran pisang raja di
Nigeria oleh Eronmwon et al. (2014) yang memperoleh hasil bahwa terdapat
banyak penjual dan pembeli yang dapat keluar masuk pasar dengan bebas. Hal
tersebut menunjukkan kecondongan kearah struktur pasar yang berkompetitif
murni.
Penelitian mengenai struktur pasar juga dilakukan Nzima dan Dzanja
(2015) dan didapat bahwa dominansi dari beberapa penjual di pasar menunjukkan
kompetisi yang rendah diantara para penjual. Hal tersebut dilihat dari nilai HHI
yang lebih dari 0.5 pada beberapa pasar kedelai di Malawi. Bhakti et al. (2014)
menggunakan Concentration Ratio (CR) dan Minimum Efficiency Scale (MES)
untuk melihat struktur pasar rumput laut dari segi konsentrasi pasar dan hambatan
masuk pasar pada pemasaran rumput laut di Kabupaten Luwu. Dilihat dari nilai
CR, struktur pasar rumput laut di Kabupaten Luwu termasuk kedalam oligopoli
dan berdasarkan nilai MES disimpulkan bahwa pasar rumput laut memiliki
hambatan yang cukup besar karena nilai MES yang lebih dari 10 persen (Bhakti et
al. 2014).
Market conduct (perilaku pasar) melihat strategi atau reaksi yang dilakukan
pastisipan pasar secara individu maupun kelompok (Asmarantaka 2012). Tijani et
al. (2014) melakukan analisis mengenai perilaku pasar ikan kering di Nigeria
dengan melihat praktek jual beli serta perilaku harga di pasar. Dalam pemasaran
ikan bandeng di Taiwan, sebagian besar petani (75 persen) menjual produknya
kepada pedagang besar yang menyediakan kredit dan pembayaran yang fleksibel
dan fasilitas transport, sisanya menjual melalui koperasi (Lee 1983). Studi
perilaku pasar lainnya pada pemasaran kedelai oleh Nzima dan Dzanja (2015),
dinyatakan bahwa tidak terdapat pedagang berbasis organisasi atau kelompok
pemasaran di semua pasar yang mempengaruhi kekuatan tawar menawar.
Penentuan harga ditentukan oleh masing-masing individu dan dipengaruhi oleh
permintaan (58.2 persen), biaya pemasaran (56.7 persen), kualitas dalam grading
dan kematangan (26.9 persen) dan harga pembayaran (20.9 persen) (Nzima dan
Dzanja 2015).
Kinerja pasar (market performance) dalam realita dapat terlihat dari produk
atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu (Asmarantaka 2012). Tiri et
al. (2014) menganalisis hubungan antara kendala pemasaran ikan skala kecil dan
kinerja pasar dengan menggunakan koefisien kendal. Tiri et al. (2014) mendapati
bahwa terdapat 78 % kesesuaian antara kendala pemasaran dan kinerja. Akses
terhadap fasilitas kredit, infrastruktur pasar yang buruk dan kebiasaan pencatatan
yang kurang baik adalah kendala penting yang dihadapi oleh pelaku pemasaran
ikan kecil di Nigeria (Tiri et al. 2014). Kinerja pasar kedelai dalam penelitian
Nzima dan Dzanja (2015) digambarkan dengan surplus yang tinggi pada lembaga
tingkat pedagang grosir. Selain itu efisiensi pemasaran dilihat dari nilai Marketing
Efficiency Indices yang paling tinggi (Nzima dan Dzanja 2015). Pada penelitian
Harahap (2011) menggunakan tiga indikator kinerja pasar dalam menentukan
efisiensi pemasaran ikan gurame yaitu marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio
penerimaan atas biaya. Selain ketiga indikator diatas, Apriono et al.. (2012)
menambahkan indikator profitability indeks dalam menilai efisiensi saluran
pemasaran pada komoditas ikan lele. Profitability indeks merupakan besarnya
keuntungan dibandingkan dengan biaya dari lembaga pemasaran ikan lele yang
terlibat (Apriono et al. 2012).

9
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) marjin adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual
pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Harahap (2011), Apriono
et al.. (2012) dan Setiorini (2008) mendapatkan nilai marjin pemasaran yang lebih
besar pada saluran pemasaran yang lebih panjang. Pada sistem pemasaran ikan
gurame, Harahap (2011) menyatakan bahwa nilai rasio keuntungan dan biaya
pemasaran dipengaruhi oleh volume penjualan yang berbeda. Setiawan et al..
(2008) menyatakan bahwa besarnya nilai marjin pemasaran pada tiap–tiap saluran
distribusi sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional dan tingkat
keuntungan yang diambil oleh tiap lembaga yang terlibat. Selain itu, marjin
pemasaran yang diterima tiap lembaga pemasaran di Muara gembong tidak
merata. Dalam penelitiannya, Ganesh et al. (2010) mendapati harga eceran untuk
ikan karper yang diproduksi oleh perusahaan swasta lebih rendah dari ikan karper
lokal di berbagai daerah, hal ini mencerminkan efisiensi saluran pemasaran dalam
menyediakan ikan dengan harga murah yang diangkut dengan jarak yang jauh dan
melalui sejumlah besar perantara.
Farmer’s share merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir
yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase (Asmarantaka 2012). Nilai
farmer’s share lebih besar pada saluran pemasaran yang lebih pendek (Harahap
2011; Apriono et al. 2012; Setiorini 2008). Berdasarkan studi analisis ekonomi
pemasaran ikan segar di Nigeria oleh Ali (2008), diperoleh margin pemasaran
adalah 38,37 persen, sedangkan pangsa produsen (farmer’s share) adalah 61,62
persen. Masalah yang terkait dengan pemasaran ikan mencakup pembusukan
selama penyimpanan, tingginya biaya bahan memancing dan tingginya biaya
transportasi (Ali, 2008).
Analisis regresi sederhana merupakan metode lain dalam melihat kinerja
pasar melalui elastisitas transmisi harga (Bhakti et al. 2014; Shinoj et al. 2008).
Bhakti et al. (2014) mendapatkan nilai transmisi harga dari analisis regresi
sederhana sebesar 1.2 persen dan nilai elastisitas transmisi harga yang lebih dari
satu menunjukkan bahwa pemasaran efisien. Hal ini menandakan bahwa harga
pada suatu tingkat pasar dapat ditransmisikan dengan baik pada pasar lainnya.
Shinoj et al. (2008) mendapatkan adanya integrasi pasar produk olahan ikan
pada beberapa pasar dilihat dari elastisitas transmisi harga pada hasil output Error
Correction Model (ECM). Metode regresi juga digunakan dalam menilai integrasi
pasar udang dengan melihat kointegrasi dari semua kombinasi deret harga pada
tiga pasar udang yaitu Jepang, Amerika dan Uni Eropa (Vinuya 2006). Dalam
penelitian Shinoj et al. (2008), ditemukan bahwa integrasi pasar spasial antara
pasar udang di negara India sangat lemah, mungkin karena pangsa pasar yang
lebih besar di luar negeri. Studi ini menyarankan untuk merancang strategi yang
dapat meningkatkan integrasi antar pasar ini sehingga baik nelayan dan maupun
konsumen ikan di India diuntungkan. Berbeda dengan temuan mengenai integrasi
pasar ikan di Eropa dari Nielsen et al. (2008) dimana integrasi pasar beberapa
komoditas ikan ditingkat Eropa cukup kuat pada beberapa segmen pasar. Integrasi
pasar yang cukup kuat sebagian besar terdapat pada pasar ikan segar, tetapi
integrasi pasar juga terdapat pada pasar ikan beku.

10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Pemasaran
Pengertian pasar secara umum adalah sebagai tempat terjadinya transaksi
antara penjual dan pembeli. Beckman et al. (1957) mendefinisikan pasar sebagai
tempat atau dimensi dimana perpindahan kepemilikan atas suatu barang terjadi.
Hammond dan Dahl (1997) mendefinisikan pasar sebagai ruang atau dimensi
dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan harga
yang merupakan himpunan semua pelanggan potensial melalui proses pertukaran.
Saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses
transaksi jual beli tidak lagi berinteraksi secara langsung, namun dilaksanakan
bersama–sama dengan beberapa lembaga pemasaran terutama untuk menjangkau
konsumen yang berjarak dengan produsen. Sehingga dikenal konsep pemasaran
(marketing). Pemasaran memiliki makna yang lebih luas dibandingkan pasar
(market). Pemasaran (marketing) merupakan aktivitas atau kegiatan dalam
mengalirkan produk mulai dari produsen sampai ke konsumen (Asmarantaka
2012). Sementara menurut Kotler (2004) dalam Rahmawati (2013) pemasaran
dapat dibedakan menjadi definisi sosial dan definisi manajerial. Definisi sosial
pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dari pihak
lain, sedangkan definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni
menjual produk.
Dalam sistem agribisnis, pemasaran merupakan salah satu subsistem off
farm yang memegang peranan penting. Kohls dan Uhl (2002) dalam Harahap
(2011), mendefinisikan pemasaran atau tataniaga pertanian merupakan keragaan
dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian
mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencangkup
aspek input dan output pertanian.
Produk pertanian yang bersifat mudah rusak (perishable), berat (bulky) dan
membutuhkan banyak ruang (voluminous) membutuhkan suatu perlakuan khusus
dalam proses pemasaran. Pemasaran produk pertanian seringkali terdapat
permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik hasil pertanian dan konsumen,
jumlah produsen, jangkauan produk, perbedaan tempat dan efisiensi pemasaran.
Oleh karena itu, aspek pemasaran merupakan aspek penting untuk dianalisis.
Saluran Pemasaran
Setiap entitas bisnis yang menyentuh produk selama produk tersebut
berpindah dari produsen (petani) kepada konsumen adalah bagian dari saluran
pemasaran (Norwood dan Luck 2008). Saluran pemasaran melibatkan beberapa
organisasi atau entitas bisnis yang saling terkait dalam penyampaian produk
kepada konsumen. Menurut Kleih et al. (2003) saluran pemasaran (marketing
channels), di sisi lain, dibentuk oleh partisipan, dibedakan dengan teknologi,
fungsi, hubungan dan lokasi geografis. Partisipan dalam saluran pemasaran
disebut juga lembaga pemasaran.

11
Setiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran akan melakukan
fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran memiliki peran dalam meningkatkan nilai
tambah pada suatu produk. Nilai tambah produk yang diberikan dapat berupa nilai
tambah waktu, tempat dan kepemilikan.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), panjang pendeknya saluran
pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa
faktor, yaitu: jarak antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak,
skala produksi, dan posisi keuangan pengusaha. Panjang pendeknya saluran
pemasaran akan berpengaruh terhadap marjin pemasaran. Nilai marjin pemasaran
akan berpengaruh terhadap efisiensi pemasaran.
Konsep Efisiensi Pemasaran
Menurut Cramer dan Jensen (1994) efisiensi pemasaran dapat dilihat dari
dua aspek yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi harga berkaitan
dengan akurasi, presisi, dan kecepatan dengan yang harga mencerminkan tuntutan
konsumen dan disampaikan kembali melalui saluran pasar untuk produsen
(Cramer dan Jensen 1994).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), efisiensi pemasaran dapat dilihat
dari sudut pandang pengusaha dan dari sudut pandang sosial. dari sudut pandang
pengusaha swasta, efisiensi pemasaran ditujukan untuk mencapai suatu
keuntungan kompetitif dengan biaya yang lebih rendah dan jasa yang lebih baik,
sedangkan sudut pandang sosial efisiensi pemasaran terpusat pada pemenuhan
keputusan individu secara maksimum dan tidak terkait pada ukuran kualitatif saja,
ditujukan untuk melihat apakah sistem pemasaran sebagai keseluruhan bekerja
efektif dalam rangka memaksimumkan kepuasan konsumen (Hanafiah dan
Saefuddin 1983).
Menurut Kohl dan Downey (1972) efisiensi pemasaran terdiri dari:
a.
Efisiensi operasional, yaitu perubahan dalam biaya pemasaran sebagai
akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran tanpa
mempengaruhi sisi output. Efisiensi pemasaran diukur dari marjin
pemasaran dan biaya pemasaran. Indikator yang sering digunakan untuk
menilai efisiensi operasional antara lain adalah marjin pemasaran dan
farmer’s share.
b.
Efisiensi harga merupakan hasil dari kompetisi alamiah dan keseimbangan
dari kekuatan ekonomi yang terjadi di dalam proses pemasaran (Kohls dan
Downey 1972). Menurut Kohls dan Downey (1972) banyak aspek yang
terkait dengan efisiensi harga, seperti survey mengenai jumlah perusahaan
yang menyediakan produk di pasar, kemampuan perusahaan untuk masuk
kedalam pasar dan kemungkinan terjadinya kolusi antara manajer
perusahaan.
Asmarantaka (2012) berpendapat bahwa dalam menentukan efisiensi
pemasaran tidak dapat hanya melihat dari nilai marjin pemasaran yang rendah
atau farmer’s share yang tinggi. Namun, dalam menganalisis marjin tersebut,
harus melihat fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi dan kepuasan konsumen atas
produk akhir yang relatif harus setara (equivalent) (Asmarantaka 2012).

12
Konsep SCP (Structure, Conduct, Performance)
Dasar paradigma structure, conduct and performance (SCP) dicetuskan oleh
Edward Mason dan Joe Bain pada tahun 1940 dan 1950-an (Waldman dan Jensen,
2007). Paradigma ini mengemukakan pendapat bahwa adanya hubungan langsung
antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Dalam mikroekonomi, hal ini sudah
terlihat namun tidak dikemukakan secara terbuka. Model struktur, perilaku dan
keragaan pasar menekankan pada hubungan fungsional antara perusahaan atau
organisasi dengan perilaku pasar sebagai suatu kelompok yang memberikan
kondisi dasar (Mmasa et al. 2013).
Pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar digunakan oleh para
ekonom mempelajari pasar (industri). Paradigma SCP dalam menganalisis suatu
industri terus berkembang. Salah satu kerangka konsep SCP dikemukakan oleh
Waldman dan Jensen (2007) dimana kondisi dasar pasar yaitu kondisi permintaan
dan kondisi penawaran membentuk struktur pasar (market structure). Kemudian
struktur pasar mempengaruhi perilaku pasar dan perilaku pasar mempengaruhi
kinerja pasar secara simultan. Model pendekatan SCP ini juga sejalan dengan
pemikiran Luu Thanh (2003) yang menyatakan bahwa pendekatan SCP
merupakan model yang dinamis dan saling mempengaruhi antara struktur,
perilaku dan kinerja pasar. Struktur dari sebuah industri, seperti organisasi sosial
lainnya, merupakan hasil dari aktivitas manusia. Artinya, struktur pasar yang
terbentuk saat ini merupakan hasil dari perilaku individu di masa lampau yang
membentuk struktur tersebut sebagai sebuah permulaan (Baldwin 1987). Berikut
ini adalah model dinamis dari pendekatan SCP:

Market
Structure

Market
Conduct

Market
Performance

Gambar 4 Model dinamis dari pendekatan SCP
Sumber: Baldwin (1987)

Dalam sebuah pasar atau industri terdapat kekuatan permintaan dan
penawaran. Permintaan berkaitan erat dengan elastisitas harga, keberadaan barang
substitusi, pertumbuhan pasar tipe produk dan metode pembayaran. Sedangkan
penawaran terdapat indikator teknologi, bahan baku, serikat pekerja, ketahanan
produk dan lokasi (Waldman dan Jensen 2007). Seluruh indikator tersebut akan
mempengaruhi struktur pasar dimana didalam struktur pasar terdapat sejumlah
penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk pasar dan lainlain. Beberapa indikator dalam analisis struktur pasar tersebut akan
mempengaruhi tingkah laku perusahaan yang ada di pasar (market conduct).
Perilaku pasar dapat diidentifikasi melalui strategi harga dan produk yang
dilakukan perusahaan, kolusi, periklanan dan lain-lain. Kinerja pasar (market
performance) pada akhirnya akan menggambarkan hasil dari perilaku perusahaan

13
yang dimungkinkan oleh struktur pasar yang terbentuk dilihat dari harga produk
dan biaya-biaya yang mencerminkan efisiensi alokasi dan produksi. Berikut ini
adalah beberapa indikator dalam analisis pemasaran dengan pendekatan SCP:
Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan karakteristik pasar atau industri. Tingkah laku
dari sebuah organisasi dipengaruhi oleh lingkungan dan struktur pasar dimana
organisasi tersebut berada (Kohls dan Uhl 2002). Berikut ini adalah beberapa
karakteristik struktur pasar:
Tabel 1 Karakteristik struktur pasar
Karakteristik

Persaingan
sempurna

Jumlah penjual Banyak
Jumlah pembeli Banyak
Keberagaman
produk
Kemudahan
masuk pasar

Efisiensi harga

Homogen

Persaingan
monopolistik
Banyak
Banyak

Oligopoli
Beberapa
Banyak

Terdiferensiasi Identik
atau serupa
Mudah
Cenderung
Sulit
keluar masuk mahal, namun
pasar
tetap memiliki
pendatang
baru
Tinggi
Cukup baik
Baik –
(harga
(peningkatan kurang
cerminan
harga terbatas baik
dari biaya) karena barang (peningkat
substitusi)
an harga
(seringkali
dibatasi
bersaing antara oleh
kualitas)
pesaing)

Oligopsoni
Banyak
Beberapa

Monopoli
Satu
Banyak

Monopsoni
Banyak
Satu

Identik atau Menjual
Membeli
serupa
satu produk satu produk
Sulit
Sangat sulit Sangat sulit
atau
atau blocked
blocked
entry
entry
Baik –
kurang baik
(peningkatan
harga
dibatasi oleh
pesaing)

Kurang
baik
(pembeli
membayar
terlalu
tinggi)

Kurang baik
(penjual
membayar
terlalu
rendah)

Sumber :Kohls dan Uhl(2002); Hutabarat dan Rahmanto (2004); Asmarantaka (2012)

Pada pasar persaingan sempurna penentuan harga berdasarkan mekanisme
pasar yaitu pergerakan supply dan demand. Pasar persaingan sempurna didasari
oleh dua asumsi penting yaitu pertama mengenai perilaku perusahaan individual
dan kedua mengenai sifat industri tempatnya beroperasi (Lipsey et al. 1987).
Perilaku perusahaan yang dimaksud diasumsikan sebagai pengikut harga (price
taker) seperti yang disebutkan dalam Tabel 1. Sedangkan dari sisi industri,
diasumsikan industri dalam pasar persaingan sempurna memiliki ciri kebebasan
keluar masuk pasar. Setiap perusahaan dapat masuk kedalam industri tanpa
adanya hambatan. Hal ini mencerminkan suatu kondisi persaingan dimana kondisi
bersaing adalah efisien. Perusahaan di dalam struktur pasar persaingan sempurna
akan bersaing sedemikian rupa dan menghasilkan keuntungan sebesar laba normal
bagi setiap perusahaan atau individu yang ada didalamnya. Keuntungan
maksimum pada pasar persaingan sempurna terjadi saat harga sama dengan biaya
marjinal (P=MC). Namun, walaupun dikatakan efisien, pada kenyataannya pasar
persaingan sempurna tidak benar–benar ada. Pasar persaingan sempurna hanya
sebagai model acuan.
Pasar monopolistik sangat serupa dengan pasar persaingan sempurna dalam
hal persaingan harga yang ketat di antara sejumlah besar produsen atau penjual,

14
yang membedakan adalah terdapat diferensiasi antara produk–produk yang
ditawarkan penjual (Pappas dan Hirschey 1995). Differensiasi produk yang terjadi
dalam pasar monopolistik membuat perusahaan atau individu didalamnya
memiliki lebih banyak alternatif keputusan untuk mempengaruhi pasar dalam
merebut pangsa pasar dibandingkan pada struktur pasar persaingan sempurna
(Teguh 2010). Differensiasi produk yang terdapat dalam pasar monopolistik ini
juga membuat perusahaan atau individu dalam pasar mampu membuat strategi
pasar.
Pasar monopoli terjadi ketika suatu perusahaan merupakan produsen
tunggal dari sebuah produk yang tidak memiliki pengganti yang dekat, sehingga
dengan kata lain hanya terdapat satu perusahaan dalam suatu pasar atau industri
(Pappas dan Hirschey 1995). Permintaan perusahaan merupakan permintaan
pasar. Monopoli merupakan struktur pasar yang tidak efisien begitu juga dengan
oligopoli. Hal ini dikarenakan perusahaan dalam struktur pasar monopoli,
perusahaan dapat memproduksi output sedikit mungkin dan menetapkan harga
yang sangat tinggi untuk dapat mengambil seluruh surplus konsumen. Artinya,
harga yang terbentuk di pasar tidak mencerminkan biaya produksi suatu produk.
Monopoli merupakan situa