Manajemen Mutu Dan Kesiapan Umkm Alas Kaki/Kulit Dan Konveksi Bogor Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015

MANAJEMEN MUTU DAN KESIAPAN UMKM ALAS KAKI/
KULIT DAN KONVEKSI BOGOR MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

SITI NAZLIFAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Mutu dan
Kesiapan UMKM Alas Kaki/Kulit dan Konveksi Bogor Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Siti Nazlifah
NIM H24110088

ABSTRAK
SITI NAZLIFAH. Manajemen Mutu dan Kesiapan UMKM Alas Kaki/Kulit dan
Konveksi Bogor Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dibimbing
oleh EKO RUDDY CAHYADI dan M SYAEFUDIN ANDRIANTO.
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menuntut UMKM alas
kaki/kulit dan konveksi Bogor memenuhi standar dan kebutuhan pasar. Penelitian
bertujuan mengidentifikasi karakteristik UMKM dan persepsi mutu pelaku usaha
terhadap prinsip manajemen mutu, serta mengidentifikasi kesiapan UMKM
menghadapi MEA dan pengaruh prinsip manajemen mutu terhadap kesiapan
UMKM menghadapi MEA. Pengambilan sampel menggunakan data Dinas
UMKM dan Koperasi Kota dan Kabupaten yang dilanjutkan dengan metode
snowball sampling. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, uji-T
dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMKM

konveksi lebih siap menghadapi MEA 2015 dari aspek umum, pemasaran dan
produksi/operasi/teknologi. Faktor karakteristik tingkat pendidikan pemilik dan
badan hukum usaha berpengaruh singnifikan terhadap kesiapan UMKM. Pelaku
usaha belum menerapkan manajemen mutu dengan baik, terutama pada prinsip
pendekatan sistem terhadap manajemen dan prinsip pembuatan keputusan
berdasarkan fakta, padahal kedua prinsip tersebut tersebut secara signifikan
mempengaruhi kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015.
Kata kunci: MEA, Regresi Logistik, Sistem Manajemen Mutu, UMKM

ABSTRACT
SITI NAZLIFAH. Quality Management and Readiness of Bogor Footwear/
Leather and Convection SMEs Facing ASEAN Economic Community 2015.
Supervised by EKO RUDDY CAHYADI and M SYAEFUDIN ANDRIANTO.
The implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) requires
Bogor footwear/leather and convection SMEs meet the market’s standards and
needs. The research aims to identify the characteristics of SMEs and the quality
perception of quality management system, analyze the readiness of SMEs to face
the AEC and the influence of the quality management system on the readiness of
SMEs to face the AEC. The data from Bogor SMEs sevices used, then followed
by snowball sampling method. The data analysis used are descriptive analysis, Ttest and logistic regression analysis. The result showed that convection SMEs are

more prepared in general, marketing and production/operation aspects.
Educational level of business owner and the legal entity significantly affect the
SMEs readiness facing AEC. The business owners have not implemented the
quality management well, especially on the principle of system approach to
management and the facts-based decision making, although these two principles
are significantly affect the readiness of SMEs to face AEC 2015.
Keywords: AEC, Logistic Regression, SMEs, Quality Management System

MANAJEMEN MUTU DAN KESIAPAN UMKM ALAS KAKI/
KULIT DAN KONVEKSI BOGOR MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

SITI NAZLIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya yang berlimpah, serta shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga skripsi yang berjudul
“Manajemen Mutu dan Kesiapan UMKM Alas Kaki/Kulit dan Konveksi Bogor
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015” ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Melalui prakata ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Eko Ruddy Cahyadi dan Bapak M Syaefudin selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan nasihat
serta masukan selama proses penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada keluarga tersayang yang selalu mendoakan dan
mendukung penulis. Terima kasih pula disampaikan kepada sahabat tercinta
Rienri, Grace, Uki, Tiwi dan Puteri dan teman-teman satu bimbingan Dwina,

Gina, Nifri, Alan, Surahman dan Wandes serta teman-teman seperjuangan
Manajemen angkatan 48.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta
semua pihak yang terlibat.Penulis mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan
dalam penulisan karya ilmiah ini.

Bogor, Agustus 2015
Siti Nazlifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Manajemen Mutu Terpadu

3

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001

4

Penelitian Terdahulu


6

METODE

6

Kerangka Pemikiran

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

7

Jenis Sumber Data dan Metode Pengambilan Data

7

Metode Pengambilan Sampel


8

Pengolahan dan Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Karakteristik Usaha dan Pemilik UMKM

10

Kesiapan UMKM Menghadapi AEC 2015

11

Persepsi Mutu UMKM


12

Pengaruh Manajemen Mutu terhadap Kesiapan UMKM Menghadapi
AEC 2015

13

Implikasi Manajerial

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kriteria UMKM menurut UU No.20 Tahun 2008
Karakteristik usia pemilik dan pengalaman usaha
Karakteristik badan hukum UMKM
Pengetahuan dan kesiapan UMKM terhadap MEA 2015
Kategori evaluasi persepsi mutu UMKM
Model regresi logistik karakteristik dan manajemen mutu terhadap
kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015

3
11
11
12
12
16

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian
2 Persepsi manajemen mutu UMKM

7
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data kontribusi sektor UMKM Kabupaten Bogor tahun 2009-2013
Hasil uji validitas kuesioner
Hasil uji reliabilitas kuesioner
Hasil analisis regresi logistik

21
21
21
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah digagas sejak tahun 2007
akan diberlakukan pada akhir tahun 2015. Hal ini berimplikasi pada
meningkatknya transaksi ekonomi dan persaingan diantara negara-negara Asia
Tenggara. Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara
dan kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi pasar sekaligus
potensi produksi yang sangat besar. Posisi daya saing Indonesia sendiri pada
tahun 2015 berdasarkan Indeks Kompetitif Global yang diterbitkan oleh World
Economic Forum (2015) menempati peringkat ke-34 di dunia dan peringkat ke-4
di Asia Tenggara di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan posisi
tersebut, MEA memberikan tantangan yang sangat besar dalam memenangkan
persaingan.
Salah satu pilar dari MEA seperti tercantum dalam Cetak Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN yang diterbitkan oleh Ditjen Kerjasama ASEAN (2009) yaitu
pembangunan ekonomi yang merata. Pilar ini diterjemahkan dalam kebijakan
pengembangan UKM yang bertujuan meningkatkan daya saing dan dinamika
UKM ASEAN serta memperkuat daya saing dalam mengatasi kesulitan ekonomi
makro, keuangan dan tantangan iklim perdagangan bebas. Menurut data yang
dirilis oleh Asian Development Bank (2014), Indonesia memiliki persentase usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) terbesar dari seluruh jenis usaha
dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yaitu sebesar 99,9% atau sebanyak
56,5 juta unit usaha pada tahun 2012. Dimana negara lainnya yaitu Kamboja
memiliki UMKM sebesar 99,8%, Filipina sebesar 99,6%, Thailand sebesar 98,5%,
Vietnam sebesar 97,7%, dan Malaysia sebesar 97,3% yang jumlahnya di bawah 3
juta unit usaha.
Di Indonesia UMKM merupakan pemain utama dalam ekonomi domestik
dengan rata-rata pertumbuhan 2% per tahun (Asian Development Bank 2014).
UMKM memberikan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar dan merupakan
sumber pendapatan utama maupun sekunder bagi masyarakat miskin di berbagai
daerah. Lebih dari 90% unit usaha di Indonesia merupakan UMKM yang
merupakan usaha perorangan yang tersebar luas di seluruh daerah pedesaan, dan
oleh karena itu, memiliki peran penting dalam pengembangan keterampilan
penduduk desa (Tambunan 2006, 2009).
Kota dan Kabupaten Bogor merupakan wilayah-wilayah yang memiliki
jumlah UMKM terbesar khususnya di provinsi Jawa Barat. Menurut Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2013 tercatat ada
22.430 unit UMKM sektor industri dengan masing-masing sebanyak 7.856 unit
dan 14.574 unit untuk Kota dan Kabupaten Bogor. Pada tahun 2013, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor atas dasar harga berlaku sebesar
Rp 97,606 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 5,85% dibandingkan tahun
sebelumnya (BPS 2014), sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten
Bogor mencapai Rp 109,67 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 14,35%
dibandingkan tahun sebelumnya (BPS 2014). Di Bogor produk unggulan UKM
yang terkenal yaitu alas kaki/kulit dan UKM konveksi. Industri pengolahan

2

memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB Kota dan Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) industri pengolahan memberikan
kontribusi sebesar 27,48% terhadap PDRB Kota Bogor dan 57,62% terhadap
PDRB Kabupaten Bogor.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, industri pengolahan
merupakan kegiatan pengubahan bahan dasar (bahan mentah) menjadi barang
jadi/setengah jadi dan/atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang
lebih tinggi nilainya, baik secara mekanis, kimiawi, dengan mesin ataupun dengan
tangan. Di Kabupaten Bogor industri pengolahan yang unggulan yang terkenal
yaitu alas kaki/kulit dan konveksi atau tekstil dimana jenis usaha tersebut
memberikan kontribusi ketiga terbesar setelah jenis usaha makanan dan
perdagangan (Lampiran 1). Adapun kedua usaha tersebut memiliki beberapa
sentra usaha seperti dinyatakan oleh Widyastutik (2010) dan Dinas UKM dan
Koperasi Bogor yaitu sentra industri alas kaki/kulit berada di Kecamatan Ciomas,
Ciampea, Ciapus dan Bogor Selatan, sedangkan sentra industri konveksi berada di
Kecamatan Cibinong.
Meskipun jumlah UMKM alas kaki/kulit dan konveksi di Bogor banyak,
selama ini kondisi UMKM belum terorganisir dengan baik. Hal ini ditunjukkan
dengan belum tersedianya database UMKM yang lengkap dan diperbaharui setiap
tahunnya. Sementara itu, pelaku usaha membutuhkan bantuan pemerintah daerah
agar dapat meningkatkan mutu produknya seperti memenuhi standar, kebutuhan,
dan kualitas pasar/konsumen agar dapat bersaing dalam MEA. Kualitas produk
menjadi penting, karena apa yang ditawarkan oleh produsen harus memenuhi
kriteria yang diinginkan oleh konsumen. Oleh karena itu, pengelolaan mutu sangat
penting untuk menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan oleh
UMKM.
Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 mendefinisikan bagaimana
organisasi menerapkan praktik-praktik manajemen kualitas secara konsisten untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar. SMM ISO 9001 merupakan standar
mutu yang sudah diakui secara international, namun saat ini implementasi SMM
masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Masih sedikit usaha kecil
yang menerapkan SMM, pada kenyataannya perusahaan besar memerlukan
keterlibatan pemasok untuk mendukung implementasi SMM mereka. Sebagian
besar pemasok merupakan usaha kecil dan menengah (UKM). Sehingga UKM
harus proaktif dalam menghadapi persaingan global dan harus lebih efisien dan
efektif untuk dapat bertahan dalam lingkungan bisnis (Benjamin et al 2012).

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : 1) Bagaimana karakteristik usaha dan pemilik UMKM alas
kaki/kulit dan konveksi Bogor dalam kaitannya dengan kesiapan menghadapi
MEA 2015, 2) Bagaimana kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015, 3)
Bagaimana persepsi mutu pelaku usaha terhadap prinsip manajemen mutu yang
diterapkan selama ini dan pengaruhnya terhadap kesiapan UMKM menghadapi
MEA 2015.

3

Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk: 1) Mengidentifikasi karakteristik UMKM alas kaki/kulit dan
konveksi Bogor dalam kaitannya dengan kesiapan menghadapi MEA 2015, 2)
Mengidentifikasi kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015, 3) Mengevaluasi
prinsip manajemen mutu yang selama ini diterapkan di UMKM serta pengaruhnya
terhadap kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat 1) Bagi UMKM, khususnya objek
penelitian sebagai bahan masukan terhadap perancangan kegiatan operasioanal,
khususnya penerapan manajemen mutu, 2) Bagi akademisi, sebagai bahan
referensi dan informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya, 3) Bagi
pemerintah daerah, sebagai informasi dalam membuat kebijakan bagi UMKM
terkait perdagangan bebas MEA 2015.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu implementasi manajemen mutu pada
UMKM yang dinilai berdasarkan prinsip-prinsip Sistem Manajemen Mutu ISO
9001. Objek penelitian yaitu UMKM di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, yang
selanjutnya disebut Bogor, yang memenuhi kriteria UMKM menurut UndangUndang No. 20 Tahun 2008 berdasarkan jumlah kekayaan bersih dan omzet yang
dimiliki oleh sebuah usaha yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria UMKM menurut UU No.20 Tahun 2008
Kriteria
No.
1
2
3

Usaha
Usaha mikro
Usaha kecil
Usaha menengah

Kekayaan Bersih
(rupiah)
≤ 50 juta
>50 juta–500 juta
>500 juta–10 milyar

Omzet (rupiah)
≤ 300 juta
>300 juta–2,5 milyar
>2,5 milyar–50 milyar

Sumber: Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008

TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen kualitas terpadu atau total quality management merupakan
suatu cara meningkatkan performasi secara terus menerus pada setiap level
operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan

4

menggunakan sumber daya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz 2003).
Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary) manajemen kualitas didefinisikan sebagai
semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan
kebijaksanaan
kualitas,
tujuan-tujuan dan tanggung jawab,
serta
mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality
planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality
assurance) dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab
untuk manajemen kualitas ada pada semua level manajemen yang harus
dikendalikan oleh manajemen puncak dan implementasinya harus melibatkan
semua anggota organisasi.

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001
ISO 9000 merupakan sekumpulan standar sistem kualitas universal yang
memberikan kerangka yang sama bagi jaminan kualitas yang dapat digunakan di
seluruh dunia (Tjiptono dan Diana, 2003). Tujuan dari ISO 9000 adalah :
1. mencapai dan mempertahankan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pembeli secara berkesinambungan,
2. memberikan keyakinan kepada pihak manajemen organisasi bahwa kualitas
yang telah dimaksudkan telah dicapai dan dapat dipertahankan,
3. memberikan keyakinan kepada konsumen atau pelanggan bahwa kualitas yang
dimaksudkan telah atau akan dicapai dalam produk atau jasa yang dijual.
Menurut International Organization for Standardization (ISO), ISO 9001:
2008 mengatur tentang kriteria untuk sistem manajemen mutu dan merupakan
satu-satunya standar yang dapat disertifikasi, meskipun hal ini bukan keharusan
atau dilakukan secara sukarela. Hal ini dapat digunakan oleh setiap organisasi,
besar atau kecil, terlepas dari bidang kegiatan.
Prinsip ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu)
Agar berhasil dalam memimpin dan mengoperasikan sebuah organisasi,
perlu untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi tersebut secara sistematis
dan transparan. Keberhasilan dapat dicapai melalui implementasi dan
pemeliharaan sistem manajemen yang didesain untuk selalu memperbaiki kinerja
sambil menanggapi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan. Pengelolaan
organisasi mencakup manajemen mutu di antara disiplin manajemen lainnya.
Menurut Bayangkara, 2008 ISO 9001 mendasarkan manajemen mutu pada 8
(delapan) prinsip manajemen mutu yang terdiri dari:
a. Fokus pada pelanggan
Perusahaan bergantung pada pelanggannya sehingga hendaknya
memahami dan merealisasikan kebutuhan pelanggan saat ini dan mendatang,
serta memenuhi dan berusaha melebihi harapan pelanggan. Semakin tinggi
kemampuan untuk memenuhi harapan/keinginan pelanggan, semakin tinggi
pula potensi perusahaan untuk mendapatkan laba yang lebih besar, pasar yang
lebih luas, pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan.
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam perusahaan harus mampu merumuskan misi dan
visi perusahaan sebagai sesuatu yang khas tentang apa, bagaimana dan ke

5

c.

d.

e.

f.

g.

h.

mana perusahaan diarahkan dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya.
Pemimpin juga harus mampu menciptakan dan memelihara lingkungan
internal yang kondusif yang membuat semua personalia di dalam perusahaan
terlibat secara optimal dalam pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan.
Keterlibatan personel/ sumber daya manusia
Pemberdayaan karyawan merupakan salah satu pola pikir yang harus
dipegang dalam implementasi manajemen kualitas total. Untuk mencapai
keunggulan bersaing, perusahaan harus menjadikan keterlibatan karyawan
sebagai bagian penting dalam pengelolaan SDM-nya.
Pendekatan proses
ISO 9001:2001 mendefinisikan proses sebagai “kumpulan aktivitas yang
saling berhubungan dimana berubahnya input (material, persyaratan,
peralatan, instruksi dan lain-lain) menjadi output (barang/jasa)”. Perubahan
yang dimaksud yaitu terjadinya proses penciptaan nilai tambah pada input
yang diolah sehingga output yang dihasilkan mampu memenuhi persyaratan
pelanggan. Pendekatan proses mensyaratkan perusahaan untuk melakukan
identifikasi, penerapan, pengelolaan, dan peningkatan berkelanjutan yang
dibutuhkan dalam SMM dan mengelola interaksi masing-masing proses yang
bertujuan untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.
Pendekatan sistem pada manajemen
Pendekatan sistem terhadap manajemen didefinisikan sebagai
pengidentifikasian, pemahaman, dan pengelolaan sistem dari proses yang
saling terkait untuk pencapaian tujuan dan peningkatan sasaran perusahaan
secara efektif dan efisien.
Peningkatan berkesinambungan
Peningkatan berkesinambungan merupakan pengembangan konsep dari
peningkatan terus menerus di mana dalam pemingkatan yang
berkesinambungan dilakukan suatu stabilisasi terlebih dahulu terhadap
peningkatan yang telah dilakukan sebelumnya untuk melakukan peningkatan
berikutnya. Peningkatan berkesinambungan terhadap kinerja organisasi harus
menjadi tujuan tetap organisasi untuk mendapatkan yang terbaik dalam
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
Pembuatan keputusan berdasarakan fakta
Keputusan yang efektif biasanya dilakukan berdasarkan analisis yang
tepat serta data dan informasi akurat yang mewakili fakta yang terjadi.
Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok
Menjadikan pemasok sebagai mitra bisnis utama selain pelanggan
berarti perusahaan melibatkan pemasok dalam berbagai keputusan strategi
bisnisnya. Dengan demikian perusahaan telah mengelola rantai nilainya
dengan baik untuk menjadikan bisnisnya tumbuh dan berkembang dengan
keuntungan yang memadai. Hubungan yang saling menguntungkan harus
dikembangkan oleh perusahaan dengan pemasoknya dalam rangka
meningkatkan kemampuan kedua belah pihak dalam memberikan nilai tambah.

6

Penelitian Terdahulu
Penelitian berjudul Analyzing The Interaction Of Factors For Success Of
Total Quality Management in SMEs yang dilakukan oleh Singh (2011)
mengidentifikasi 11 faktor TQM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen
manajemen puncak, pelatihan dan pemberdayaan karyawan, pengembangan
pemasok dan koordinasi antar departemen merupakan faktor pendorong suksesnya
penerapan TQM. Megasari (2014) meneliti tentang Identifikasi Kesiapan Daya
Saing Industri Kecil Menengah Alas Kaki di Kota Mojokerto Menghadapi Pasar
Bebas ASEAN. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pemilik selalu berupaya
melakukan perbaikan mutu, menjalankan aktivitas operasional sesuai prosedur
dan memaksimalkan penggunaan teknologi untuk menjamin kualitas produk
sehingga lebih siap menghadapi pasar bebas ASEAN. Sharma dan Kodali (2008)
mengkaji elemen TQM dari 28 model, kerangka, dan penghargaan terkait
manajemen mutu berdasarkan sudut pandang manufaktur. Hasil dari penelitiannya
yaitu 9 elemen fundamental dalam penerapan TQM pada bisnis manufaktur, yaitu
focus pelanggan, fokus pemasok, kepeminpinan, manajemen sdm, proses
manajemen, manajemen pengetahuan, pengukuran kinerja, tanggung jawab sosial,
dan perbaikan berkelanjutan.

METODE
Kerangka Pemikiran
Perdagangan bebas MEA 2015 berimplikasi pada tingkat persaingan yang
semakin tinggi. Hal tersebut menuntut para pemilik usaha untuk siap menghadapi
persaingan. Kesiapan tersebut diukur berdasarkan 3 faktor, yaitu 1) karakteristik
UMKM yang terdiri dari usia pemilik, pengalaman usaha, tingkat pendidikan, dan
bentuk badan hukum usaha, 2) jenis usaha yaitu usaha alas kaki/kulit dan
konveksi, 3) persepsi manajemen mutu UMKM yang diukur melalui delapan
Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO
9001 merupakan salah satu standar yang telah diakui secara internasional yang
dalam penerapannya, menggunakan delapan prinsip, yaitu: fokus pelanggan,
kepemimpinan, keterlibatan personel, pendekatan proses, pendekatan sistem pada
manajemen, perbaikan berkesinambungan, pendekatan fakta dalam pengambilan
keputusan, dan hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok. Faktorfaktor kemudian tersebut dianalisis sebagai variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015 sehingga dapat
diberikan rekomendasi tindakan-tindakan untuk pengembangan UMKM di masa
yang akan datang. Adapun kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar
1.

7

MEA 2015
Meningkatnya persaingan
Kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015

Karakteristik
UMKM
-Usia pemilik
-Pengalaman usaha
-Tingkat pendidikan
-Badan hukum

Persepsi Mutu UMKM

Jenis Usaha
-Alas kaki/kulit
-Konveksi

Prinsip SMM ISO 9001
-Fokus pada pelanggan
-Kepemimpinan
-Keterlibatan personel/sdm
- Pendekatan proses
-Pendekatan sistem pada
manajemen
-Perbaikan berkesinambungan
-Pembuatan keputusan
berdasarkan fakta
- Hubungan dengan pemasok

Regresi Logistik
Rekomendasi

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bogor dengan melakukan wawancara kepada
pemilik atau pengelola UMKM konveksi dan alas kaki/kulit menggunakan
instrumen kuesioner. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 sampai
dengan Januari 2015.

Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada responden dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Responden merupakan pemilik dan pengelola

8

UMKM bidang usaha alas kaki/kulit dan konveksi, sedangkan data sekunder
diperoleh dari literatur berupa buku, jurnal, data statistik serta penelitian terdahulu.

Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei dengan mewawancarai
pemilik atau pengelola UMKM. Menurut Umar (2001) metode penelitian survei
digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa
gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan
antara variabel-variabel karena hanya menggunakan data yang ada untuk
pemecahan masalah daripada menguji hipotesis. Metode pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nonprobability sampling dengan teknik
snowball sampling. Responden penelitian berjumlah 100 yang terdiri dari 39
responden pelaku usaha alas kaki/kulit dan 61 responden pelaku usaha konveksi.
Sampel dipilih berdasarkan data UMKM Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2012,
namun karena banyaknya data yang tidak valid, maka responden lain ditemukan
berdasarkan rekomendasi atau informasi dari responden awal, sehingga diperoleh
data responden baru yang memenuhi kriteria sampel.

Pengolahan dan Analisis Data
Alat analisis data yang digunakan pada penelitian ini analisis data
deskriptif dan regresi logistik, independent sample t-test dan chi kuadrat (χ2) dua
sampel. Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan objek yang diteliti
melalui sampel atau populasi. Data yang terkumpul dianalisis untuk
mengidentifikasi faktor manajemen mutu yang secara signifikan mempengaruhi
kesiapan UMKM konveksi dan alas kaki/ kulit dalam menghadapi MEA 2015.
Penelitian ini mengukur persepsi/sikap responden terhadap variabel bebas
X dan variabel terikat Y mengggunakan skala likert. Menurut Kinnear (1988)
dalam Umar (2001) skala likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap
seseorang terhadap sesuatu. Responden diminta untuk mengevaluasi diri dengan
mengisi pernyataan dalam skala likert. Evaluasi dilakukan terhadap implementasi
prinsip-prinsip Sistem Manajemen Mutu yang selama ini telah diterapkan oleh
UMKM, yang dinyatakan dalam variable penelitian. Penelitian ini menggunakan 5
(lima) skala untuk mengukur persepsi responden yaitu: 1=sangat tidak setuju,
2=tidak setuju, 3=netral, 4=setuju, 5=sangat setuju.
Variabel Penelitian
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesiapan UMKM alas
kaki/kulit dan konveksi Bogor menghadapi MEA 2015 dilihat dari aspek secara
umum, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan produksi/operasi/
teknologi yang dinyatakan dengan 0=tidak siap dan 1=siap. Variabel bebas dalam
penelitian ini merupakan delapan prinsip sistem manajemen mutu, yaitu:
1. Karakteristik UMKM:
a. Usia pemilik, yang dinyatakan dalam satuan tahun

9

b.

2.
3.

Pengalaman usaha, dinyatakan dalam satuan tahun yang diukur per tahun
2014
c. Tingkat pendidikan pemilik usaha, dinyatakan dalam pilihan: 1) tidak
bersekolah, 2) SD atau sederajat, 3) SMP atau sederajat, 4) SMA atau
sederajat, 5) D3, 6) S1, 7) Pasca sarjana
d. Badan hukum usaha, dinyatakan dalam pilihan: 1) non formal, 2)
koperasi, 3) CV, 4) PT
Jenis usaha, yaitu 1) alas kaki/kulit, 2) konveksi
Prinsip
SMM:
1) fokus
pelanggan,
2)
kepemimpinan,
3)
keterlibatan/pemberdayaan personel atau sumber daya manusia, 4)
pendekatan proses, 5) pendekatan sistem pada manajemen, 6) perbaikan
berkesinambungan, 7) pembuatan keputusan berdasarkan fakta, 8) hubungan
dan kerjasama dengan pemasok. Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk
mengukur persepsi mutu UMKM responden terhadap pelaksanaan mutu yang
selama ini telah diterapkan. Setiap prinsip dinilai berdasarkan pernyataan
yang berkisar antara 3 – 6 butir dalam bentuk skala likert. Skor rata-rata dari
setiap faktor manajemen mutu kemudian dibandingkan dengan skor alat ukur
pada rentang 1 – 5.

Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan butir-butir pertanyaan
dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan variabel
(Nugroho 2005). Uji validitas digunakan untuk mengetahui butir-butir pertanyaan
yang valid dan tidak valid. Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r – hitung >
r – tabel. Sebuah item pertanyaan akan dikatakan sahih atau valid jika mempunyai
dukungan yang kuat terhadap skor total. Dengan kata lain, sebuah item pertanyaan
dikatakan mempunyai validitas jika memiliki tinhkat korelasi yang tinggi terhadap
skor item total dengan memenuhi dua syarat yaitu: 1) korelasi dari item-item
kuesioner harus kuat dengan tingkat kesalahan maksimal 5%, 2) korelasi harus
memiliki nilai positif dengan nilai r – hitung > r – tabel (Wahyono 2009).
Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ukuran kestabilan dan konsistensi responden dalam
menjawab hal yang berkaitan dengan daftar pertanyaan yang merupakan dimensi
suatu variable dan disusun dalam bentuk suatu kuesioner (Nugroho 2005). Suatu
kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0,6.
Independent-Sample T Test
Independent-samples t test merupakan analisis yang digunakan untuk
menguji dua rata-rata dari dua sampel yang saling tidak berkaitan. Dapat pula
dikatakan bahwa prosedur ini digunakan untuk membandingkan rata-rata dua
kelompok kasus. Idealnya untuk tes ini harus secara acak ditugaskan untuk dua
kelompok, sehingga apapun perbedaan yang terjadi adalah berkaitan dengan
perlakuan (atau ketiadaan perlakuan) dan bukan faktor lain (Wahyono 2009).
Chi Kuadrat (χ2) Dua Sampel
Menguji hipotesis komparatif dua sampel independen berarti menguji
signifikansi perbedaan nilai dua sampel yang tidak berpasangan. Sampel

10

independen biasanya digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan
penelitian survey. Chi kuadrat digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua
sampel bila datanya berbentuk nominal dan sampelnya besar (Sugiyono 2011).
Regresi Logistik
Menurut Hosmer et al (2013) analisis regresi logistik digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara variabel dependen (terikat) dan satu atau lebih
variabel penjelas (bebas), dimana variabel terikat dari model regresi logistik
bersifat biner atau dikotomis (lebih dari satu). Regresi logistik berbeda dengan
regresi linear baik dari bentuk model, maupun asumsi yang digunakan, namun
secara umum prinsip yang digunakan pada regresi logistik hampir sama seperti
regresi linear. Sarwono (2013) menyatakan bahwa syarat-syarat yang dibutuhkan
dalam regresi logistik yaitu variabel bebas berskala interval sedangkan variabel
terikat berskala nominal, dan ukuran sampel yang digunakan besar untuk
meningkatkan kekuatan statistik sehingga setiap perbedaan akan dianggap
signifikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Usaha dan Pemilik UMKM Alas Kaki/Kulit dan
Konveksi di Kota dan Kabupaten Bogor
Hasil uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan pada 100 responden
menujukkan bahwa seluruh butir pertanyaan valid, yang ditunjukkan dengan r
hitung (pearson correlation) > r – tabel (0,195). Reliabilitas ditunjukkan dengan
nilai Cronbach’s Alpha (0,941) > 0,6. Hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pemilik UMKM baik alas kaki/kulit maupun konveksi didominasi oleh lakilaki dengan persentase masing-masing 97% dan 87%. Sisanya berjenis kelamin
wanita sebanyak 3% pada UMKM alas kaki/kulit dan 13% pada UMKM konveksi.
Pendidikan terakhir pemilik usaha alas kaki/kulit didominasi oleh lulusan SD
sebesar 41%, sedangkan konveksi didominasi oleh lulusan SMA sebesar 31%.
Rata-rata usia pemilik UMKM alas kaki/kulit yaitu 45 tahun, sedangkan
usia pemilik UMKM konveksi 40 tahun. Berdasarkan hasil uji independentsamples t test pada Tabel 2, signifikansi menunjukkan angka 0,887 (usia pemilik)
dan 0,130 (usia usaha) > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa varian dari usia usia
pemilik dan pengalaman usaha kedua grup (alas kaki/kulit dan konveksi) tidak
sama atau memiliki perbedaan yang signifikan, yang berarti bahwa rata-rata usia
pemilik UMKM alas kaki/kulit lebih tua dengan pengalaman usaha yang lebih
lama dibandingkan UMKM konveksi.

11

Tabel 2 Karakteristik usia pemilik dan pengalaman usaha
Karakteristik
(tahun)
Usia pemilik
Pengalaman
usaha

UMKM Alas kaki/kulit
Mean
St. dev
45,03
9,81
16,79
9,88

UMKM Konveksi
Mean
St. dev
40,23
9,58
11,34
7,83

Sig

T

0,887
0,130

2,419
3,016

Sumber: Data diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 3, 95% dari UMKM alas kaki/kulit dan 79% dari
UMKM konveksi bersifat non formal atau tidak memiliki badan hukum, yang
mana sebagian besar usaha merupakan milik perseorangan. Usaha berbentuk
koperasi memiliki persentase 2% yang merupakan UMKM konveksi. Usaha
dengan badan hukum CV memiliki persentase masing-masing 5% dan 15% untuk
UMKM alas kaki/kulit dan konveksi. UMKM berbadan hukum CV memiliki
posisi sebagai sekutu aktif atau komplementer, dimana mereka bertindak sebagai
pihak yang menjalankan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan produksi dan
operasi. Usaha yang berbentuk PT sebesar 5% yang hanya merupakan usaha
konveksi.
Tabel 3 Karakteristik badan hukum UMKM
Badan hukum
Non formal
Koperasi
CV
PT
Total

Alas kaki/ kulit
95%
0%
5%
0%
100%

Konveksi
79%
2%
15%
5%
100%

Sumber: Data diolah (2015)

Kesiapan UMKM Alas Kaki/Kulit dan Konveksi Bogor Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dilaksanakan pada akhir tahun
2015 merupakan wujud kesepakatan negara-negara ASEAN membentuk kawasan
bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar
regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya. Ekonomi di kawasan ASEAN
yang didominasi oleh usaha kecil dan menengah menjadi perhatian penting
dimana usaha-usaha tersebut membutuhkan pengembangan agar dapat bertahan
dan berkompetisi di pasar asing. Pengetahuan mengenai MEA serta strategi yang
perlu dilakukan oleh UMKM menjadi sangat penting dalam menghadapi
persaingan yang lebih ketat. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data
mengenai pengetahuan UMKM mengenai MEA serta bagaimana kesiapan
mereka menghadapi persaingan tersebut.
Pada Tabel 4, disajikan data mengenai tahu tidaknya pemilik atau
pengelola mengenai MEA. Lebih dari 50% pemilik atau pengelola mengetahui
tentang MEA. Responden mengetahui tentang MEA dari berbagai sumber seperti
media massa cetak dan eletronik, rekan bisnis maupun dari internet, namun
sebagian besar dari mereka hanya pernah mendengar dan tidak memiliki

12

pengetahuan mendetail mengenainya. Terlihat hasil dari uji chi-square pada
kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015 yang ditunjukkan dengan nilai
signifikansi atau P-value. Pada kesiapan dari aspek keuangan dan secara sumber
daya manusia nilai signifikansi lebih dari 0,05%, yang berarti bahwa baik UMKM
alas kaki/kulit maupun konveksi dari segi keuangan maupun secara sumber daya
manusia dikatakan tidak siap menghadapi MEA 2015. Ketidaksiapan UMKM
diindikasikan sebagai penyebab dari berbagai kendala seperti lemahnya
manajemen usaha, kurangnya pengetahuan mengenai pasar luar negeri,
ketidakmampuan menembus pasar asing, hambatan permodalan, rendahnya
kualitas sumber daya manusia, serta hambatan bahasa. Namun dari aspek secara
umum, pemasaran dan produksi/operasi/teknologi UMKM konveksi cenderung
lebih siap dibandingkan dengan alas kaki/kulit.
Tabel 4 Pengetahuan dan kesiapan UMKM terhadap MEA 2015
Karakteristik
Pengetahuan MEA 2015
Tahu
Tidak tahu
Total
Kesiapan Menghadapi MEA 2015
Secara umum
Pemasaran
Keuangan
Sumber daya manusia
Produksi/ operasi/ teknologi

Alas kaki/ kulit

Konveksi

54%
46%
100%
Alas kaki/ kulit
7,7%
10,3%
15,4%
12,8%
10,3%

72%
28%
100%
Konveksi
34,4%
31,1%
27,9%
21,3%
27,9%

P-Value
0,002
0,015
0,148
0,281
0,035

Sumber: Data diolah (2015)
Persepsi Mutu UMKM Alas Kaki/ Kulit dan Konveksi Bogor
Penelitian ini mengukur persepsi mutu subjektif responden yang memiliki
33 item pernyataan dengan lima pilihan jawaban, sehingga masing-masing
responden memiliki skor yang berkisar 1 – 5. Skor rata-rata diperoleh dengan
membagi jumlah skor responden pada setiap item dengan jumlah item pernyataan
sehingga diperoleh kategori seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5 Kategori evaluasi perepsi mutu UMKM
Range skor rata-rata
1,00 – 1,79
1,80 – 2,59
2,60 – 3,39
3,40 – 4,19
4,20 – 5,00

Kategori
Sangat Buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat Baik

Sumber: Data diolah (2015)
Sebagian besar responden menyatakan setuju atau telah menerapkan
prinsip-prinsip SMM pada kegiatan usahanya. Berdasarkan Gambar 2, prinsip
pendekatan sistem pada manajemen memiliki skor rata-rata terendah yaitu 2,97.
Hal ini dikarenakan UMKM banyak yang belum memiliki visi, misi dan sasaran
serta pedoman mutu seperti instruksi kerja, petunjuk pemakaian peralatan maupun
standar industri, sedangkan hubungan dengan pemasok mendapat skor rata-rata

13

tertinggi 3,99. Hal ini disebabkan UMKM memilih pemasok berdasarkan kinerja
yang memuaskan, telah menjalin hubungan kerjasama yang baik serta senantiasa
memberikan umpan balik. Pada prinsip fokus pelanggan, rata-rata pemilik
menyatakan bahwa mereka mengkomunikasikan kepada karyawan mengenai
pentingnya memenuhi kebutuhan pelanggan, memfasilitasi pelanggan dalam
memberikan umpan balik, memiliki proses efektif tentang ekspektasi pelanggan
dan mengetahui bahwa pelanggan puas. Pada prinsip kepemimpinan, rata-rata
UMKM belum memiliki visi misi, namun sudah memahami manajemen mutu dan
pentingnya bagi usaha, memotivasi karyawan dan terlibat dalam pengembangan
kualitas, memiliki rencana utilisasi karyawan serta memberikan sumber daya yang
cukup untuk perbaikan kualitas. Pada keterlibatan dan pemberdayaan personel,
sasaran kualitas dikomunikasikan kepada karyawan, serta karyawan percaya dan
serius dalam memberikan pelayanan kualitas terbaik, namun UMKM belum
melakukan kegiatan pelatihan bagi karyawan dan melibatkannya dalam penetapan
kebijaksanaan kualitas UMKM. Pada pendekatan proses, UMKM
mentransformasikan kebutuhan pelanggan ke dalam perencanaan, memiliki proses
efektif untuk menangani keluhan pelanggan, serta UMKM dapat mengidentifikasi
penyebab kualitas jelek.
Fokus pelanggan

3,86

Kepemimpinan

3,62

Keterlibatan sdm

3,55

Pendekatan proses

3,82

Pendekatan sistem pada manajemen

2,97

Perbaikan berkesinambungan

3,57

Pembuatan Keputusan berdasarkan fakta

3,29

Hubungan dengan pemasok

3,99
1

2

3

4

5

Gambar 2 Persepsi manajemen mutu UMKM

Pengaruh Faktor Manajemen Mutu Terhadap Kesiapan UMKM
Menghadapi MEA 2015
Analisis regresi logistik dilakukan untuk memperoleh sebuah model
regresi untuk memprediksi besar variabel dependen yang berupa sebuah variabel
binary menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya
(Santoso 2010). Pada penelitian ini variabel dependen berupa data kesiapan
UMKM menghadapi AEC 2015, yang dinyatakan dengan 1=siap, 0=tidak siap
secara umum, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia dan secara produksi
operasi berdasarkan 3 faktor yaitu karakteristik UMKM, jenis usaha dan

14

manajemen mutu UMKM. Analisis dilakukan dengan batuan software SPSS v22.
Adapun hasil dari analisis adalah sebagai berikut:
Kelayakan model regresi ditentukan berdasarkan angka probabilitas (nilai
Hosmer dan Lemeshow goodness of fit test) yaitu lebih besar dari 0,05 untuk
semua model. Hasil ini menunjukkan bahwa model regresi biner layak digunakan
pada analisis selanjutnya karena tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang
diprediksi dan yang diamati, sedangkan kelayakan model keseluruhan dilihat dari
angka overall precentage. Hasil pendugaan parameter logit menyatakan bahwa
model regresi logistik yang digunakan cukup baik, dengan rata-rata kemampuan
memprediksi dengan sebesar 93%, 85%, 91%, 92% dan 93%. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai log likelihood sebesar 43,90; 35,54; 44,12; 38,19; dan
26,73. Menurut Sarwono (2013), jika nilai log likelihood semakin kecil dan
mendekati nol, maka nilai tersebut semakin menggambarkan kecocokan model.
Pada Tabel 6, disajikan variabel yang secara signifikan mempengaruhi
kesiapan UMKM secara umum, kesiapan pemasaran, kesiapan keuangan,
kesiapan sumber daya manusia dan kesiapan produksi/operasi/teknologi pada taraf
signifikansi 1%, 5%, dan 10%. Pada kesiapan secara umum, prinsip manajemen
mutu fokus pelanggan, pendekatan sistem terhadap manajemen, dan peningkatan
berkesinambungan memiliki pengaruh yang signifikan. Dari kesiapan secara
pemasaran, prinsip manajemen mutu fokus pelanggan, kepemimpinan, dan
pendekatan sistem terhadap manajemen berpengaruh signifikan. Pada kesiapan
secara keuangan, variabel tingkat pendidikan pemilik usaha dan bentuk badan
usaha serta prinsip manajemen mutu pendekatam sistem terhadap manajemen dan
peningkatakan berkesinambungan memiliki pengaruh signifikan. Prinsip
manajemen mutu fokus pelanggan, tingkat pendidikan serta bentuk badan hukum
usaha memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan UMKM mengahadapi
MEA secara sumber daya manusia. Sedangkan pada kesiapan
produksi/operasi/teknologi
peningkatan berkesinambungan,
pengambilan
keputusan berdasarkan fakta, dan hubungan dengan pemasok berpengaruh
signifikan terhadap kesiapan UMKM.
Maka secara berurutan variabel-variabel yang paling banyak mempengaruhi
kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015 yaitu fokus pelanggan, pendekatan
sistem terhadap manajemen, peningkatan berkesinambungan, tingkat pendidikan
pemilik usaha, serta bentuk badan hukum usaha. Sedangkan jenis usaha tidak
mempengaruhi UMKM dalam kesiapannya menghadapi MEA 2015.
Pada Tabel 6 disajikan model regresi logistik pengaruh prinsip karakteristik,
jenis usaha dan manajemen mutu UMKM terhadap kesiapan menghadapi MEA
2015. Besarnya pengaruh masing-masing variabel ditunjukkan oleh nilai odds
ratio. Pada faktor karakteristik usaha, variabel tingkat pendidikan dan badan
hukum memiliki berpengaruh signifikan terhadap kesiapan menghadapi MEA
2015. Tingkat pendidikan pemilik usaha dapat mempengaruhi kemampuan
pemilik, pengelola serta karyawan dalam melakukan kegiatan usaha. Menurut
Sarma et al (2014), disadari atau tidak, pendidikan formal berperan penting dalam
pengembangan usaha. Pendidikan yang kurang menunjang telah mengakibatkan
lemahnya posisi pelaku usaha, sehingga rentan terhadap penipuan dan kerugian.
Badan hukum usaha merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan
eskpor UMKM seperti yang dinyatakan oleh Rumahboro (2015).

15

Fokus pelanggan merupakan elemen penting dalam penerapan manajemen
mutu. Semakin tinggi implementasi fokus pelanggan dalam kegiatan bisnis, maka
semakin siap UMKM menghadapi perdagangan bebas. Hal ini dikarenakan
pengelola akan lebih memahami kebutuhan pelanggan dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan dan bukan keuntungan semata. Kepemimpinan yang baik
akan membawa organisasinya kepada kesuksesan. Pemimpin harus memahami
kegiatan bisnisnya, pihak-pihak yang terlibat serta hal-hal yang harus dilakukan
terkait usahanya. Pendekatan sistem pada manajemen meliputi kegiatan
pengelolaan proses untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pembuatan
dan pelaksanaan visi, misi, dan sasaran akan membantu dalam menjalankan bisnis
dan bersaing di pasar bebas, namun pada saat ini hanya 33% UMKM yang
memiliki visi, misi dan sasaran.
Peningkatan berkesinambungan meliputi perbaikan terus-menerus agar
kualitas produk meningkat. Pemerikasaan dan pengawasan pada proses produksi
merupakan langkah pencegahan yang penting dilakukan, namun hanya 7% dari
responden yang menyatakan telah melakukannya. Pengambilan keputusan
berdasarkan data pelaporan dan catatan akan membantu dalam pengambilan
keputusan yang lebih baik. Sehingga keputusan yang diperoleh akan lebih tepat
karena berdasarkan fakta atau kondisi usaha yang sesungguhnya. Hal ini tentunya
akan memperbesar kesiapan menghadapi MEA 2015. Menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan pemasok memberikan keuntungan bagi UMKM
dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Hal tersebut disebabkan bahan baku
menentukan kualitas produk akhir sehingga penting apabila pemasok dipilih
berdasarkan kinerjanya.

16

Tabel 6 Model regresi logistik karakteristik dan manajemen mutu terhadap kesiapan UMKM menghadapi MEA 2015
Kesiapan Menghadapi MEA 2015
No.

Variabel

Secara umum
Coeff

1
2
3
4
5
6
7
8

Usia pemilik
-0,011
Pengalaman usaha
-0,071
Tingkat pendidikan
-0,006
Badan hukum
0,727
Jenis usaha
1,285
Fokus pelanggan
3,315*
Kepemimpinan
-0,714
Keterlibatan &
-1,095
pemberdayaan sdm
9
Pendekatan proses
-0.594
10
Pendekatan sistem
1,973***
terhadap manajemen
11
Peningkatan
1,927***
berkesinambungan
12
Keputusan
1,584
berdasarkan fakta
13
Hubungan dengan
-1,670
pemasok
Konstanta
5,730
***Signifikansi pada taraf nyata (α) 1%
**Signifikansi pada taraf nyata (α) 5%
*Signifikansi pada taraf nyata (α) 10%

Sumber: Data diolah (2015)

Odds
Ratio
0,989
0,932
0,994
2,070
3,615
27.535
0,490

Pemasaran

Keuangan

SDM

Produksi/ operasi/
teknologi
Odds
Coeff
Ratio
0,047
1,048
-0,046
0,955
0,087
1,091
0,597
1,817
0,832
2,297
1,185
3,271
-0,347
0,707

0,032
-0,075
0,115
0,676
0,388
2,540**
3,028***

1,0332
0,927
1,122
1,965
1,473
12,679
0,048

0,037
0,037
0,717**
0,938**
0,287
3,344*
-1,845

1,037
1,038
2,049
2,673
1,332
28,329
0,158

0,011
0,049
0,559**
0,731***
0,366
2,394**
-0,363

Odds
Ratio
1,011
1,050
1,748
2,078
1,442
10,962
0,696

0,335

0,635

1,888

0,828

2,289

-0,100

1,105

0,092

1,097

0,552

-0,160

0,853

0,515

0,598

-0,116

0,891

0,155

1,167

28,745

2,997**

20,018

0,247

1,281

0,356

1,427

7,189

Coeff

3,358**

Odds Ratio

Coeff

Odds Ratio

Coeff

0,146

-1,556

0,211

1,749***

0,174

-1,701

0,182

1,840***

0,159

4,873

0,634

1,885

-0,957

0,384

1,141

4,112

2,175**

8,803

0,188

-1,110

0,330

0,825

0,438

1,774

0,170

2,132**

0,119

0,003

7,625

0,000

11,570

0,000

7,120

0,001

4,115

0,016

17

Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua karakteristik usaha dan enam
prinsip sistem manajemen mutu yang mempengaruhi secara signifikan kesiapan
UMKM dalam menghadapi MEA 2015. Namun komitmen pelaku usaha terhadap
beberapa prinsip masih lemah. Implikasi manajerial dari hasil penelitian ini
adalah:
1. Pendidikan formal pemilik UMKM dan bentuk hukum usaha memiliki peran
penting. Semakin tinggi tingkat pendidikan pemilik UMKM maka
kemungkinan pengelolaan keuangan dan karyawan akan semakin baik. Begitu
pula dengan badan hukum usaha, UMKM yang memiliki badan hukum,
memiliki pertanggungjawaban yang lebih besar kepada pihak internal dan
eksternal. Dengan adanya bentuk hukum usaha, kemungkinan untuk
memperoleh pinjaman dana dari bank akan semakin mudah, sehingga dapat
dilakukannya pengembangan usaha.
2. UMKM harus berfokus pada kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan
UMKM dengan memahami desain produk yang diinginkan pelanggan,
terutama pada UMKM konveksi yang sistem produksinya dilakukan
berdasarkan pesanan. Pada UMKM alas kaki/kulit, pengelola diharapkan
menyediakan layanan pasca pembelian seperti jasa perbaikan apabila produk
yang dibeli mengalami kerusakan.
3. Pemilik maupun pengelola harus dapat memimpin pihak-pihak internal
UMKM terutama dalam penentuan dan pencapaian visi dam misi UMKM.
Penciptaan visi dan misi bersama akan meningkatkan keterikatan antara
karyawan dengan UMKM dan akan menurunkan tingkat turnover karyawan
yang mana hal tersebut banyak dihadapi oleh para pengusaha alas kaki/kulit
dan koveksi Bogor.
4. Pendekatan sistem terhadap manajemen perlu dilakukan untuk menyiapkan
UMKM khususnya dalam aspek pemasaran. Salah satunya dengan
menerapkan standar mutu produk seperti SNI, ISO 9000 atau ISO 14000 agar
dapat meningkatkan kredibilitas produk dan usaha di mata pelanggan.
5. Perbaikan berkesinambungan dilakukan dengan cara terus belajar dan
memperbaiki kelemahan-kelemahan UMKM, memberikan pelatihan bagi
karyawan secara berkelanjutan, meningkatkan penggunaan teknologi terkini
baik dalam hal produksi seperti penggunaan mesin, maupun penggunaan
teknologi informasi untuk memperluas jangkauan pasar.
6. Agar pengambilan keputusan didasarkan pada fakta dan informasi, UMKM
perlu memiliki database seperti laporan keuangan, laporan kegiatan produksi,
dan catatan persediaan untuk membantu dalam proses perencanaan dan
kegiatan evaluasi UMKM.
7. UMKM perlu membina hubungan dengan pemasok yang lebih intensif dan
saling menguntungkan dengan cara melibatkan pemasok dalam proses
perencanaan, misalnya pemsasok ikut serta dalam diskusi bersama pelanggan
dan pengelola UMKM mengenai desain produk untuk dapat menentukan
bahan baku yang tepat untuk jenis/desain produk tertentu.
8. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, implikasi kebijakan yang dapat diambil
pemerintah yaitu dengan memfasilitasi UMKM dalam menerapkan prinsipprinsip tersebut. Dinas Koperasi dan UMKM Kota dan Kabupaten Bogor

18

diharapkan dapat memberikan pelatihan tenaga kerja, mengundang tenaga
profesional untuk memberikan pembekalan mengenai perdagangan bebas
MEA 2015, pengarahan mengenai mekanisme perdagangan internasional, dan
penerapan manajemen mutu pada UMKM berdasarkan ISO 9001 sehingga
UMKM lebih siap menghadapi MEA 2015. Pihak akademisi juga dapat
melakukan seminar dan pelatihan bagi para pengusaha alas kaki/kulit dan
konveksi Bogor khususnya yang mana merupakan bentuk pengabdian kepada
masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilakukan mengenai
manajemen mutu dan kesiapan UMKM alas kaki/kulit dan konveksi bogor
menghadapi MEA 2015, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik tingkat pendidikan pemilik UMKM dan badan hukum UMKM
memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan UMKM menghadapi MEA
2015 dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dari pemilik UMKM dan
semakin formal badan hukum UMKM maka semakin siap UMKM dalam
menghadapi MEA 2015.
2. UMKM konveksi lebih siap menghadapi MEA 2015 dari aspek umum,
pemasaran dan produksi/operasi/teknologi dibandingkan usaha alas kaki/kulit,
namun pada aspek keuangan dan sumber daya manusia kedua jenis UMKM
tersebut dinyatakan tidak siap menghadapi MEA 2015.
3. Dari delapan prinsip manajemen mutu terdapat enam prinsip yang
berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan UMKM menghadapi MEA
2015 yaitu fokus pelanggan, kepemimpinan, pendekatan sistem terhadap
manajemen, peningkatan berkesinambungan, pengambilan keputusan
berdasarkan fakta, dan hubungan/kerjasama dengan pemasok, dimana
penerapan prinsip pendekatan sistem terhadap manajemen dan prinsip
pembuatan keputusan berdasarkan fakta masih menunjukkan komitmen yang
lemah.

Saran
1. Pemerintah