Kandungan Ergosterol Tempe Dari Beberapa Pengrajin Tempe Di Daerah Bogor

KANDUNGAN ERGOSTEROL TEMPE DARI BEBERAPA
PENGRAJIN TEMPE DI DAERAH BOGOR

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Ergosterol
Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Humairotassa’adah Ainun Wulan

ABSTRAK
HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN. Kandungan Ergosterol Tempe dari
Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah Bogor. Dibimbing oleh SULIANTARI.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi
oleh kapang. Cara pembuatan tempe pada umumnya diawali dengan pencucian
kedelai, perebusan, perendaman, pengupasan kulit ari kedelai, pencucian kedua,
penirisan, penambahan laru, pengemasan dan fermentasi kedelai hingga menjadi
tempe yang siap dipasarkan. Selain sebagai sumber protein, tempe juga
mengandung ergosterol atau provitamin D. Ergosterol merupakan komponen
sterol yang terdapat pada dinding sel kapang yang lebih dikenal sebagai prekursor
vitamin D. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan ergosterol pada
beberapa tempe yang ada di pasaran di daerah Bogor. Penelitian diawali dengan
survei terhadap beberapa tempat pengrajin tempe di Bogor, selanjutnya dilakukan
pemilihan sampel tempe. Sampel terpilih kemudian dihitung total kapang
menggunakan metode cawan tuang dengan media APDA, diukur nilai pH
menggunakan pH meter dan dianalisis kandungan ergosterol pada tempe dengan
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan fase gerak heksana :

isopropanol, kolom zorbax silica dan diukur pada panjang gelombang 282 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pengrajin tempe di daerah Bogor
menerapkan cara pembuatan tempe yang berbeda. Jumlah total kapang tempe
berkisar antara 3,90 log CFU/g sampai 5,84 log CFU/g. Nilai pH berkisar antara
5,33 sampai 7,25 dan nilai ergosterol tempe berkisar antara 245,84 ppm sampai
681,65 ppm. Kapang yang berperan dalam pembuatan tempe dengan nilai
kandungan ergosterol tertinggi adalah Rhizopus sp.
Kata Kunci : Cara pembuatan, ergosterol, HPLC, Rhizopus sp., tempe.

ABSTRACT
HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN. Ergosterol Content of Tempeh
from Several Tempeh Producer in Bogor. Guided by SULIANTARI.
Tempeh is a food made from soybean that fermented by molds. Generally
the tempeh was made by washing the soybean, boiling, soaking, peeling the
soybean, washing, draining, adding tempeh starter, packing then fermenting the
soybean until it became tempeh that ready to be marketed. Tempeh had high
protein content other than ergosterol or provitamin D. Ergosterol was a sterol
component which can be found in cell walls of molds, ergosterol also known as
precursor of vitamin D. This research was conducted to determine the ergosterol
content of tempeh that produced in Bogor. It was started by doing survey to

several tempeh producer in Bogor. Total molds of tempeh then counted using
pour plate method with APDA as a growth medium, pH value also measured
using pH meter and analyzed the ergosterol content of tempeh using High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) instrument with heksana :
isopropanol as mobile phase, column zorbax silica and measured at 282 nm
wavelength. Total molds of tempeh varied and ranged from 3,90 log CFU/g to
5,84 log CFU/g, while the ranged of pH value was 5,33 to 7,25 and ergosterol
content was 245,84 ppm to 681,65 ppm. The mold that identified in tempeh with
high ergosterol content was Rhizopus sp.
Keywords : Ergosterol, HPLC, process of tempeh making, Rhizopus sp., tempeh.

KANDUNGAN ERGOSTEROL TEMPE DARI BEBERAPA
PENGRAJIN TEMPE DI DAERAH BOGOR

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini
dengan lancar. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini
adalah Kandungan Ergosterol Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah
Bogor.
Atas terlaksananya penelitian serta tersusunnya tugas akhir ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada :
1. Ir. Tatang Supriatna dan Sawitri Endang Puspitasari, SE. yang telah
mencurahkan doa, cinta dan kasih sayang tiada henti sebagai orang tua
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat sarjana
2. Dr. Dra. Suliantari, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

gagasan, arahan dan selalu sabar dalam membimbing serta memberi
dukungan kepada penulis
3. Dr. Tjahja Muhandri, MT dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, Msi yang telah
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji pada ujian tugas akhir
penulis.
4. Muhammad Fahmi Yoga Adnansyah, Ahmad Kamil Syams Pamungkas,
Bray, Ucrit dan semua keluarga besar yang telah mendukung penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir
5. Anindita Shabrina, Luni Aulia, Chairul Anand, Steven, M. Eka, Nicky
Marsheila, Winda Syafitri, Olivia Rezki, Melita Intan, Erick Emerseon,
teman-teman ITP48 dan FATETA 48 yang telah memberi semangat serta
bantuan dalam menyelesaikan penndidikan sarjana penulis
6. Ida Mafaza sebagai rekan dalam penelitian yang selalu membantu dalam
masa penelitian dan penyusunan tugas akhir
7. Mas Edi, Mbak Ari, Mbak Irin, Mbak Nurul, Pak Rojak, selaku staff
laboratorium yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan
kepada staff UPT, departemen dan fakultas yang telah membantu dalam
hal dokumen untuk kelulusan penulis
Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Terimakasih.


Bogor, Maret 2016
Humairotassa’adah Ainun Wulan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

2

Alat

2

Metode Penelitian

2


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Survei Pengrajin Tempe

6

Total Kapang

8

Nilai pH

9

Kandungan Ergosterol

10


Identifikasi dan Karakterisasi Kapang Tempe

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13


LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1

Hasil survei pembuatan tempe

7

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian
Total kapang tempe
Nilai pH tempe.
Struktur ergosterol
Konsentrasi ergosterol tempe (ppm) masing-masing sampel
Kapang Tempe Rhizopus sp. (perbesaran 1000x)

3
8
9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil uji ANOVA total kapang sampel tempe
Hasil uji ANOVA pH sampel tempe
Kurva standar ergosterol
Contoh peak kromatogram HPLC sampel tempe
Hasil uji ANOVA ergosterol sampel tempe
Hasil uji sifat karakteristik dari kapang Rhizopus sp.
sifat lipolitik (a), sifat proteolitik (b) dan sifat amilolitik (c)

16
17
18
19
20
21

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tempe merupakan salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang
umumnya berbahan dasar kacang kedelai dan melalui proses fermentasi. Tempe
banyak diminati oleh masyarakat karena rasa yang nikmat dan harga yang
terjangkau. Selain itu, kandungan gizi pada tempe juga sangat beragam dan daya
cerna tempe cukup tinggi dibandingkan dengan kedelai saja. Hal tersebut
dikarenakan pada proses fermentasi tempe terjadi pemecahan ikatan-ikatan
protein pada kedelai oleh kapang atau laru tempe. Pada tahap fermentasi, molekul
organik besar terdegradasi menjadi molekul organik lebih kecil, sehingga kedelai
yang semula relatif keras, menjadi lunak dan mudah dicerna (Purwoko 2004).
Tahapan fermentasi pada tempe berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan yang ada
pada kedelai oleh kapang dengan cara menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
pada kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana serta mudah dicerna oleh
tubuh manusia sehingga nilai gizi dan daya cerna meningkat (Adam dan Moss
2008). Proses fermentasi juga menurunkan beberapa senyawa antinutrisi yang
terdapat pada kedelai (Haliza et al. 2007).
Pada umumnya masyarakat mengetahui tempe sebagai sumber protein.
Selain protein, tempe juga mengandung banyak vitamin dan mineral yang
dibutuhkan tubuh seperti vitamin B12, B1, B2 niasin, magnesium, kalsium dan zat
besi, antioksidan (isoflavon) dan ergosterol. Cara pembuatan tempe di setiap
pengrajin tempe beragam dan perbedaan cara ini akan berpengaruh terhadap
kualitas serta kandungan gizi tempe yang dihasilkan.
Tempe pada umumnya terbuat dari kedelai yang ditambahkan laru sehingga
terjadi proses fermentasi. Laru tempe mengandung kapang dari kelompok
Rhizopus sp. seperti Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Kapang
Rhizopus dapat mengubah aroma langu pada kedelai menjadi aroma khas tempe
(Sukardi et al. 2008). Kapang yang terdapat dalam tempe dapat menghasilkan
suatu senyawa yaitu ergosterol atau biasa dikenal sebagai provitamin D. Menurut
Nout et al. (1987a), Rhizopus oligosporus NRRL 5905 dapat memproduksi
ergosterol pada media kedelai sebesar 60-90 µg/mg. Adanya senyawa ergosterol
atau provitamin D pada tempe saat ini belum banyak diketahui, oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan ergosterol pada tempe. Penelitian
ini dilakukan terhadap tempe yang diambil dari beberapa pengrajin tempe di
Bogor.

Perumusan Masalah
Perbedaan cara seperti lama fermentasi, lama perendaman perendaman, cara
pengupasan kulit kedelai dan banyaknya proses perebusan kedelai serta jenis laru
tempe yang digunakan akan berpengaruh terhadap kualitas serta mutu tempe yang
dihasilkan yaitu kandungan ergosterol tempe.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan
ergosterol tempe dari beberapa pengrajin dan mengisolasi serta mengidentifikasi
kapang tempe yang terdapat pada tiga tempe dengan kandungan ergosterol
tertinggi.

Manfaat Penelitian
Mengetahui apakah perbedaan metode pembuatan tempe berpengaruh
terhadap jumlah kapang dan mutu tempe yang dihasilkan terutama pada ergosterol
tempe sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada tempe.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai September 2015 di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe dari beberapa
rumah pengrajin tempe di Bogor, larutan pengencer buffer phospate, asam tartarat
10%, margarin, susu skim, pati, indikator neutral red, indikator phenolphtalein,
media Potato Dextrose Agar (PDA), aquadest, Na2So4 anhydrous, heksana,
isopropanol, gas N2, lugol, alkohol 96%, alkohol 70% dan standar ergosterol
murni.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah freezer, freeze
dryer, shaker, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), pH meter,
pisau, alumunium foil, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi bertutup, hot plate,
inkubator 30oC, autoklaf, cawan petri, gelas objek, kertas saring, vortex, corong
pisah, labu takar dan mikropipet.

Metode Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survei pengrajinpengrajin tempe. Survei dilakukan terhadap 9 rumah pengrajin tempe di Bogor,

3

yaitu pengrajin tempe A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Pemilihan tempat- tempat
pengrajin tersebut dikarenakan pengrajin tempe tersebut merupakan pemasok
utama tempe di pasaran yang ada di Bogor. Survei dilakukan untuk melihat
perbedaan tahapan, cara serta bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
tempe. Pemilihan sampel tempe dilakukan berdasarkan perbedaan tahapan proses
pembuatan tempe. Analisis yang dilakukan antara lain adalah menghitung total
kapang tempe, mengukur nilai pH dan menganalisa kandungan ergosterol tempe.
Selain itu juga dilakukan tahapan isolasi dan identifikasi kapang tempe secara
mikroskopis (slide culture) dan secara kimiawi yang meliputi uji amilolitik,
proteolitik serta lipolitik. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Survei Pengrajin
Tempe

Sampel Tempe

Pembekuan
Sampel

Freeze Dry

Analisis
pH

Analisis
Total Kapang

Isolasi
Kapang
Identifikasi
Kapang

Analisis
Ergosterol

3 sampel dengan kandungan
ergosterol tertinggi

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Survei Pengrajin Tempe
Survei dilakukan dengan cara mendatangi tempat-tempat pengrajin tempe di
Bogor, mengamati setiap tahapan yang dilakukan, mencatat bahan baku yang
digunakan seperti laru dan sumber air. Hasil survei akan menjadi dasar dalam
pemilihan sampel tempe untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya.

4

Analisis Total Kapang (BAM 2001)
Pengujian total kapang dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak
10 gram, dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pengencer (buffer phospate)
sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Seri pengenceran dibuat sampai dengan
pengenceran 10-9, kemudian dari masing-masing pengenceran (10-7 sampai 10-9)
diambil 1 ml dan diinokulasikan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan
media dengan media APDA (media PDA yang ditambahkan dengan asam tartarat
konsentrasi 10%), media dibiarkan hingga media membeku. Cawan-cawan
tersebut diinkubasi di dalam inkubator suhu 30oC selama 2-3 hari. Koloni kapang
yang terbentuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
N=

Keterangan :

N
∑C
n1
n2
d

∑C
[(1*n1) + (0,1*n2) + ... ] *d
= Jumlah koloni per ml atau per gram produk
= jumlah koloni yang terhitung
= Jumlah cawan pada pengenceran pertama
= Jumlah cawan pada pengenceran kedua
= Pengenceran pertama yang dihitung

Analisis pH (Pertiwi et al. 2014)
Sampel sebanyak 25 gram ditambahkan aquadest hingga volume larutan
250 ml. Campuran tersebut dihomogenisasi menggunakan shaker selama 15 menit
dan dilakukan pengukuran pH. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan
larutan buffer pH 4 dan pH 7.
Analisis Ergosterol (Lioe et al. 2013)
Analisis ergosterol sampel dilakukan setelah dibuat kurva standar terlebih
dahulu. Standar ergosterol diencerkan sesuai konsentrasai yang dibutuhkan
kemudian dilarutkan dengan fase gerak HPLC yaitu heksana : isopropanol 90:10
v/v dengan laju alir 1 ml/menit dan kolom yang digunakan adalah zorbax silica.
Larutan standar diinjeksikan dan diperoleh kurva standar ergosterol.
Analisis ergosterol diawali dengan tahapan persiapan sampel. Sampel tempe
yang diambil dari pengrajin tempe dibekukan di dalam freezer lalu sampel
tersebut dikeringbekukan menggunakan freeze dryer. Sampel yang telah kering
dihancurkan dan ditimbang seberat 2 gram. Sampel tempe tersebut dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bertutup dan disaponifikasi menggunakan 10 ml larutan
campuran KOH : Metanol 5%. Larutan tersebut divorteks dan dihembus
menggunakan gas N2 selama beberapa detik kemudian tabung ditutup rapat dan
dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 oC selama 30 menit. Setelah 30
menit larutan sampel didinginkan dan diekstrak menggunakan 10 ml heksana
hingga terpisah menjadi 2 fraksi. Fraksi cairan bening di bagian atas (heksana dan
ergosterol) diambil menggunakan pipet, disaring menggunakan corong yang
diberi kertas saring dan Na2SO4 anhydrous agar tidak ada air yang terbawa ke
dalam tabung reaksi bertutup lainnya. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Cairan
hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan gas N2 hingga terbentuk pasta. Pasta
tersebut kemudian dilarutkan dengan fase gerak HPLC yaitu campuran heksana
dan isopropanol dengan perbandingan 90 : 10 v/v sebanyak 10 ml, larutan

5

diencerkan menggunakan fase gerak sebanyak 10 kali tingkat pengenceran.
Larutan tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam instrumen HPLC menggunakan
syringe. Instrumen HPLC menggunakan detektor UV pada panjang gelombang
282 nm.
Luas area akan didapatkan setelah sampel diinjeksikan ke dalam instrumen
HPLC, luas area tersebut dihubungkan dengan kurva standar yang telah diperoleh
untuk menghitung konsentrasi ergosterol dan dinyatakan dalam satuan ppm.
Rumus untuk memperoleh konsentrasi ergosterol dalam sampel adalah sebagai
berikut :

Kandungan ergosterol = C x V x FP
gram sampel

Keterangan : C
V
FP

= Konsentrasi dari kurva standar (µg/ml)
= Volume larutan sampel akhir (ml)
= Faktor pengenceran dari sampel

Isolasi dan Identifikasi Kapang
Isolasi kapang dilakukan terhadap kapang tempe yang tumbuh pada media
PDA. Hasil analisis mikrobiologi berupa koloni kapang kemudian diinokulasikan
ke dalam media agar miring PDA, diinkubasi dan disimpan didalam refrigerator
untuk tahapan identifikasi kapang. Identifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu
identifikasi secara mikroskopis dan identifikasi secara kimia yang berdasarkan
atas kemampuan kapang dalam menghidrolisis pati (amilolitik), mendegradasi
lemak (lipolitik) dan protein (proteolitik). Metode identifikasi dilakukan secara
mikroskopis dengan membuat slide culture, yaitu mengambil sedikit bagian kultur
kapang dan menggoreskannya pada permukaan objek gelas yang telah ditetesi
dengan media PDA, kemudian ditutup menggunakan cover glass. Preparat ini
ditaruh di dalam cawan petri yang diberi alas kertas saring dan ditetesi gliserol
sebagai pelembab (Harrigan 1998).
Uji amilolitik dilakukan dengan cara menumbuhkan kapang pada media
PDA yang diperkaya pati sebanyak 2%, uji lipolitik dilakukan dengan cara
menumbuhkan kapang pada media PDA yang diberi indikator neutral red agar
media menjadi berwarna merah dan margarin sebagai sumber lemak sebanyak
2%, uji proteolitik dilakukan dengan cara menumbuhkan kapang pada media yang
diperkaya dengan susu skim sebagai sumber protein sebanyak 2%. Kemudian
cawan-cawan tersebut diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30 oC. Uji positif
dilakukan dengan cara meneteskan larutan lugol pada media setelah diinkubasi
untuk melihat zona bening yang terbentuk di sekitar koloni sebagai hasil positif
uji amiloltik, perubahan warna media menjadi kekuningan sebagai indikator
terdegradasinya lemak oleh kapang pada uji lipolitik, dan terbentuknya zona
bening di sekitar koloni kapang pada media sebagai indikator positif uji
proteolitik.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Survei Pengrajin Tempe
Pembuatan tempe merupakan suatu tahapan yang menentukan kualitas
akhir tempe. Setiap pengrajin tempe memiliki tahapan yang berbeda. Seperti lama
perendaman, banyaknya perebusan, pengupasan kulit kedelai, lama fermentasi,
laru, dan sumber air yang digunakan (Tabel 1). Umumnya tahapan proses setiap
pengrajin tempe sama, tetapi terdapat beberapa perbedaan yaitu pada laru yang
digunakan, sumber air, cara pengupasan kulit kedelai, lama perendaman kedelai,
banyaknya proses perebusan serta lama fermentasi kedelai hingga menjadi tempe
siap jual. Tempe A menggunakan laru murni sebagai starter pembuatan tempe,
melakukan perendaman selama 20 jam dan perebusan kedelai sebanyak 2 kali.
Pengrajin tempe lainnya melakukan perendaman selama 12 jam. Perbedaan
terdapat dalam hal cara pengupasan kulit kedelai, seperti pada pengrajin tempe D
yang masih melakukan cara pengupasan kulit kedelai secara manual dengan
menginjak-injak kedelai yang dimasukkan ke dalam karung. Perbedaan lainnya
adalah lama fermentasi yang dilakukan oleh setiap pengrajin dari 24 jam hingga
48 jam. Kedelai yang digunakan oleh semua pengrajin tempe adalah kedelai yang
dibeli dari KOPTI. Sumber air yang digunakan oleh hampir semua pengrajin
tempe adalah air sumur atau air tanah, kecuali pada tempe B menggunakan air
PAM dan tempe C menggunakan air sungai yang diendapkan.
Berdasarkan perbedaan cara pembuatan tempe seperti pada Tabel 1, maka
pengambilan sampel didasarkan pada perbedaan dalam metode pengupasan kulit
kedelai, lama perendaman, perebusan dan lama fermentasi. Sampel yang akan
diuji lebih lanjut adalah tempe dari rumah pengrajin tempe A karena
menggunakan laru murni, perendaman kedelai dilakukan selama 20 jam,
perebusan kedelai sebanyak dua kali dan lama fermentasi selama 48 jam. Tempe
B dipilih untuk mewakili lama fermentasi 36 jam, C untuk lama fermentasi 40 jam,
D karena metode pengupasan kulit kedelai yang dilakukan secara manual, F untuk
lama fermentasi 48 jam dan G untuk lama fermentasi 24 jam

Tabel 1 Hasil survei pembuatan tempe
Sampel

Lama
Perendaman

Perebusan

Pengupasan
Kulit Kedelai

Lama
Fermentasi

A

20 jam

2 kali

Alat

48 jam

Raprima murni

Sumur/tanah

B

12 jam

1 kali

Alat

36 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

PAM

C

12 jam

1 kali

Alat

40 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Air sungai yang
diendapkan

D

12 jam

1 kali

Diinjak
menggunakan
kaki

36 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

E

12 jam

1 kali

Alat

36 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

F

12 jam

1 kali

Alat

48 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

G

12 jam

1 kali

Alat

24 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

H

12 jam

2 kali

Alat

36 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

I

12 jam

1 kali

Alat

36 jam

Raprima yang dikulturkan
kembali di onggok

Sumur/tanah

Laru

Sumber air

7

8
Total Kapang
Jumlah kapang pada sampel tempe berkisar antara 3,90 sampai 5,84 log
CFU/g (Gambar 2). Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah kapang paling
banyak terdapat pada sampel tempe B yaitu sebesar 5,84 log CFU/g, diikuti tempe
C 5,48 log CFU/g, tempe D 5,20 log CFU/g, tempe G 4,95 log CFU/g, tempe A
4,68 log CFU/g dan terendah adalah sampel tempe F sebesar 3,90 log CFU/g.

Keterangan :

Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang
signifikan pada taraf signifikansi 0,05%.

Gambar 2 Total kapang tempe

Kandungan kapang pada sampel diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya lama fermentasi dan laru yang digunakan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pagarra (2009). Menurut Paggara (2009),
jumlah kapang pada tempe dipengaruhi oleh lama fermentasi. Dari hasil penelitian
Paggara (2009) pada tempe kacang hijau, jumlah kapang pada fermentasi 24 jam
adalah 7,0x105 CFU/g pada fementasi 36 jam jumlah kapang 6,9x106 CFU/g dan
waktu fermentasi 48 jam jumlah kapang mengalami penurunan hingga 4,0x106
CFU/g. Sampel A dan F dengan lama fermentasi 48 jam memiliki kandungan total
kapang 4,68 log CFU/g dan 3,88 log CFU/g. Tempe B, C, D dan G dengan lama
fermentasi 24 sampai 40 jam mempunyai kandungan total kapang 5,83 log CFU/g,
5,17 log CFU/g, 5,07 log CFU/g dan 4,92 log CFU/g.
Penelitian Kustyawaty (2009) yang mengamati laju pertumbuhan kapang
pada tempe dan dari hasil yang diperoleh, terjadi peningkatan jumlah kapang pada
waktu fermentasi 36 jam dan selanjutnya mengalami penurunan sampai dengan 48
jam. Penelitian Nurahman et al. (2012) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
kapang pada tempe kedelai hitam yang diinokulasikan beberapa jenis kapang

9
Rhizopus sp. mengalami peningkatan pada lama fermentasi 24 jam hingga 36 jam
yang kemudian mengalami penurunan setelah waktu fermentasi 36 jam.
Keempat sampel tersebut memiliki total kapang tertinggi dikarenakan
lama fermentasi tempe-tempe tersebut adalah antara 24 hingga 40 jam. Rendahnya
kandungan kapang pada tempe A dan F diduga dipengaruhi oleh lama fermentasi
tempe tersebut yaitu 48 jam.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang pada tempe
antara lain adalah kondisi lingkungan tumbuh mikroba dan perbedaan persiapan
tempe. Perbedaan cara pembuatan dan persiapan dalam fermentasi tempe di setiap
pengrajin tempe akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba, hal tersebut
dibuktikan oleh penelitian Nurdini et al. (2015) yang melakukan pengamatan
terhadap dua tempat pengrajin tempe berbeda di kota Bogor ternyata memiliki
perbedaan jumlah total kapang. Perbedaan kedua tempat pengrajin tempe tersebut
antara lain adalah banyaknya proses perebusan kedelai dan laru yang digunakan
oleh pengrajin.
Sampel B, C, D dan G memiliki jumlah total kapang yang tidak berbeda
nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf signifikansi 0,05% (Lampiran 1). Total
kapang sampel A dan F juga tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05%.

Nilai pH
Analisis pH pada sampel tempe bertujuan untuk mengetahui nilai keasaman
setiap sampel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada
sampel. Nilai pH sampel tempe berkisar antara 5,33-7,25. Hasil analisis pH
beberapa sampel tempe dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :

Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang
signifikan pada taraf signifikansi 0,05%.

Gambar 3 Nilai pH tempe.

10
Dari Gambar 3 diketahui bahwa sampel dengan nilai pH tertinggi adalah
sampel A dan terendah adalah sampel G. Faktor yang dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya nilai pH setiap sampel adalah lama fermentasi tempe. Sampel A
memiliki waktu fermentasi terlama diantara semua sampel yaitu 48 jam dan
sampel G mengalami lama fermentasi hanya 24 jam. Selama proses fermentasi,
tempe akan terjadi kenaikan pH tempe hingga jam ke-72 (Emilia 2015; Handoyo
dan Naofumi 2006). Hal tersebut diduga mungkin disebabkan karena terdapat
mikroorganisme pada tempe yang dapat mendegradasi senyawa protein menjadi
asam amino dan juga terbentuknya amonia sehingga menyebabkan kenaikan pH
tempe (Sparringa dan Owens 1999). Menurut Samson et al. (1987), kenaikan pH
tempe selama fermentasi dikarenakan amonia yang diproduksi oleh kapang.
Selain karena aktivitas proteolitik kapang selama fermentasi tempe, Bacillus juga
dapat memproduksi asam amino yang dapat meningkatkan pH (Roubos-Van et al.
2010). Lama fermentasi tempe F lebih lama dibandingkan tempe D tetapi nilai pH
tempe F lebih kecil, hal tersebut dikarenakan proses pengupasan kulit kedelai
dilakukan secara manual dengan menginjak-injak kedelai menggunakan kaki. Hal
tersebut dapat mempengaruhi perbedaan jenis mikroorganisme yang terdapat pada
kedelai. Hasil penelitian Nurdini et al. (2015) menunjukkan bahwa perbedaan cara
pembuatan tempe mempengaruhi jenis dan dinamika pertumbuhan mikroba yang
berpengaruh terhadap komposisi kimia tempe seperti nilai pH. Uji ANOVA
(Lampiran 2) menunjukkan bahwa nilai pH antar sampel berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%.

Kandungan Ergosterol
Ergosterol atau provitamin D merupakan salah satu jenis sterol yang
biasanya terdapat pada kapang (Pratiwi dan Anjarsari 2002). Ergosterol dikenal
juga sebagai prekursor vitamin D yang merupakan salah satu indikator dari nilai
gizi pada pangan (Feng 2006). Vitamin D pada pangan memiliki fungsi sebagai
zat pembangun bagi kesehatan tulang serta gigi. Ergosterol merupakan sterol yang
memiliki struktur mirip dengan kolesterol (Gambar 4).

Gambar 4 Struktur ergosterol (Weete, et al 2010)
Kandungan ergosterol dianalisis dengan instrumen High Performance
Liquid Chromatography (HPLC). Pengukuran kandungan ergosterol diawali

11
dengan pembuatan kurva standar ergosterol (Lampiran 3). Hasil analisis berupa
peak atau luas kromatogram (Lampiran 4) yang kemudian dimasukkan kedalam
persamaan sehingga menghasilkan konsentrasi kandungan ergosterol dalam satuan
ppm (Gambar 5). Data menunjukkan kandungan ergosterol sampel tempe
berkisar antara 245,84 ppm sampai 681,65 ppm.
Tempe dengan kandungan ergosterol tertinggi adalah tempe F, tempe B dan
tempe D. Tingginya kandungan ergosterol pada ketiga sampel tersebut diduga
mungkin berkaitan dengan waktu fermentasi tempe. Ergosterol adalah salah satu
jenis steroid yang terdapat pada fungi dan merupakan produk metabolit sekunder
(Arnezeder dan Hampel 1990; Calvo et al. 2002). Menurut Calvo et al. (2002),
produksi metabolit sekunder berkaitan dengan proses sporulasi dan biasanya
terjadi pada fase akhir pertumbuhan. Kandungan ergosterol dipengaruhi oleh fase
pertumbuhan miselium kapang dan suhu inkubasi (Nout et al. 1987b). Tempe A
dengan lama fermentasi yang sama dengan tempe F yaitu 48 jam memiliki
kandungan ergosterol sebesar 245,84 ppm. Kandungan ergosterol pada tempe A
diduga dipengaruhi juga oleh jumlah khamir yang dimiliki oleh sampel tempe A.
Dari penelitian Mafaza (2015), jumlah khamir pada tempe A 4,23 log CFU/g,
sedangkan jumlah khamir pada tempe F, B dan D berturut-turut adalah 6,05 log
CFU/g, 7,22 log CFU/g dan 9,11 log CFU/g. Menurut Passanen et al. (1999),
khamir juga dapat memproduksi ergosterol. Penelitian Feng et al. (2007)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ergosterol sebesar 12-31 % pada tempe
barley yang difermentasi dengan penambahan khamir sebanyak 104 CFU/g.
Faktor lain yang diduga ikut berperan dalam mempengaruhi kandungan ergosterol
tempe adalah adanya penggunaan laru yang dikulturkan kembali di onggok. Dari
penelitian Nurdini et al.(2015) diketahui bahwa ditemukan bakteri asam laktat
pada tempe yang menggunakan laru tempe yang dikulturkan kembali di onggok.

Keterangan :

Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang
signifikan pada taraf signifikansi 0,05%

Gambar 5 Konsentrasi ergosterol tempe (ppm) masing-masing sampel

12
Hasil uji ANOVA (Lampiran 5) menunjukkan bahwa kandungan ergosterol
sampel tempe A, C dan G berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05% dan sampel
B, D dan F tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05%.
Identifikasi dan Karakterisasi Kapang Tempe
Hasil identifikasi terhadap 3 sampel tempe dengan kandungan ergosterol
tertinggi secara mikroskopis, diketahui bahwa kapang yang berperan pada setiap
sampel tempe tersebut adalah Rhizopus sp. (Gambar 6).

Gambar 6 Kapang Tempe Rhizopus sp. (perbesaran 1000x)
Dari hasil uji amilolitik kapang (Lampiran 6) didapatkan hasil positif yaitu
terdapat zona bening di sekeliling koloni kapang yang ditetesi oleh larutan lugol.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kapang tempe memang memiliki kemampuan
untuk memecah pati. Menurut Nout dan Rombouts (1990), sifat kapang tempe
antara lain dapat mendegradasi karbohidrat selama fermentasi berlangsung (Nout
dan Rombouts 1990). Uji lipolitik, kapang juga memberikan hasil yang positif
yaitu adanya perubahan warna media menjadi kekuningan. Uji proteolitik
menunjukkan hasil positif dengan terjadinya perubahan warna media yang
berwarna putih menjadi bening di sekitar koloni kapang pada media PDA yang
telah diperkaya dengan susu skim sebanyak 2%, hal tersebut dikarenakan kapang
dapat memecah protein menjadi komponen yang lebih sederhana.
Aktivitas proteolitik akan mengubah protein kedelai tidak larut air menjadi
larut air sehingga akan lebih mudah dicerna oleh tubuh (Sopandi dan Wardah
2013). Kapang Rhizopus memiliki kemampuan dalam mendegradasi lemak dalam
kedelai menjadi asam lemak dan menggunakannya sebagai energi dalam
pertumbuhan kapang serta memiliki kemampuan untuk mendegradasi komponen
protein dalam kedelai menjadi komponen sederhana yang mudah dicerna (Rahayu
et al. 1989).

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah perbedaan cara
pembuatan tempe berpengaruh terhadap tempe yang dihasilkan seperti kandungan
kapang tempe, keasaman dan kandungan ergosterol tempe. Jumlah total kapang
tempe pada beberapa pengrajin di Bogor berkisar antara 3,88 log CFU/g sampai
5,84 log CFU/g. Nilai pH beberapa sampel tempe berkisar antara 5,33 sampai
7,25. Kandungan ergosterol beberapa sampel tempe sangat beragam, berkisar
antara 245,84 ppm (tempe A) sampai 681,64 ppm (tempe F). Hasil identifikasi
secara mikroskopis dan kimiawi menunjukkan kapang yang berperan dalam
pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus sp. yang memiliki kemampuan dalam
memecah pati, protein dan lemak karena hasil positif terhadap uji amilolitik,
proteolitik dan lipolitik.

Saran
Perlu penelitian lebih lanjut dengan melihat korelasi antara kapang Rhizopus
sp. dengan kandungan ergosterol pada tempe.

DAFTAR PUSTAKA
Adam, MR, Moss MO. 2008. Food microbiology Third Edition. England (GB):
The RSC Pub.
Arnezeder C, Hampel WA. 1990. Influence of growth rate on the accumulation of
ergosterol in yeast-cells. J Biotech 12(4): 277-282.
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Yeasts, Molds and Mycotoxins.
Washington DC(US). Food and Drug Administration.
Calvo AM, Richard AW, Jin WB, Nancy PK. 2002. Relationship between
secondary metabolism and fungal development. J Microbiol Molecul.
66(3):447-459.
Emilia Q. 2015. Perilaku Bacillus cereus selamafermentasi tempe yang diperkaya
dengan bakteri asam laktat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Feng XM. 2006. Microbial dynamics during barley tempeh fermentation
[disertasi]. Uppsala(SE): Swedish University.
Feng XM, Passoth V, Eklund-Jonsson C, Alminger ML, Schnürer J. 2007.
Rhizopus oligosporus and yeast co-cultivation during barley tempeh
fermentation-nutritional impact and real time PCR quantification of fungal
growth dynamics. J Food Microbiol. 24:393-402.
Handoyo T, Naofumi M. 2006. Structural and functional properties of fermented
soybean (tempeh) by using Rhizopus oligosporus. Intl Food Properties J. 9:
347-355.

14
Haliza W, Endang YP, Ridwan T. 2007. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal
sebagai substitusi bahan baku tempe dan tahu. J Pascapanen Pertanian. 3.
Harrigan WF. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. Academic Pr:
New York (US).
Jennessen J, Nielsen KF, Houbraken J, Lyhne EK, Schnürer J, Frisvad JC,
Samson RA. 2005. Secondary metabolite and mycotoxin production by the
Rhizopus microsporus group. J Agric Food Chem. 53, 1833-1840.
Kustyawaty ME. 2009. Kajian peran yeast dalam pembuatan tempe. J Agritech.
29 (2).
Lioe HN, Tika S, Ririn A. 2013. Validasi metode analisis kolesterol dalam telur
dengan HPLC-ELSD. JIPI. 18(3): 178-185.
Mafaza I. 2015. Keragaman khamir dan bakteri asam laktat pada beberapa tempe
dengan kandungan ergosterol tinggi di daerah bogor [skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor.
Nout MJR, Bonants-van LTMG, de Jongh P, de Koster PG. 1987a. Ergosterol
content of Rhizopus oligosporus NRRL 5905 grown in liquid and solid
substrates. J Appl Microbiol. 26(5): 456-461.
Nout MJR, Dreu MAD, Zuurbier AM, Bonants vL. 1987b. Ecology of controlled
soyabean acidification for tempe manufacture. J Food Microbiol. 4:165-172.
Nout MJR, Rombouts FM. 1990. Recent developments in tempe research. J Appl
Bacteriol. 69:609-633.
Nurahman, Mary A, Suparmo, Marsetyawan HNES. 2012. Pertumbuhan jamur,
sifat organoleptik dan aktivitas antioksidan tempe kedelai hitam yang
diproduksi dengan berbagai jenis inokulum. J Agritech. 32(1).
Nurdini AL, Nuraida L, Suwanto A, Suliantari. 2015. Microbial growth dynamics
during tempe fermentation in two different home industries. Int Food Research
J. 22(4): 1668-1674
Paggara, H. 2009. Laju pertumbuhan jamur Rhizopus sp. pada tempe kacang
hijau (Phaseolus radiatus L.). J Bionature. 10 (2).
Passanen AL, Yli-Pietila K, Pasanen P, Kalliokoski P, Tarhanen J. 1999.
Ergosterol content in various fungal species and biocontaminated building
materials. JAM . 65: 138-142.
Pertiwi, Mentari FD, Wahono HS. 2014. Pengaruh proporsi (buah : sukrosa) dan
lama osmosis terhadap kualitas sari buah stroberi (Fragaria vesca L). J Pangan
dan Agroindustri . 2(2).
Purwoko T. 2004. Kandungan isoflavon aglikon pada tempe hasil fermentasi
Rhizopus microsporus var. oligosporus: Pengaruh perendaman. J Biosmart. 6:
85-87.
Pratiwi AR, Anjarsari. 2002. Deteksi ergosterol sebagai indikator kontaminasi
cendawan pada tepung terigu. J Teknol Indust Pangan. 13.
Rahayu K, Kuswanto, Sudarmadji S. 1989. Mikrobiologi Pangan PAU Pangan
dan Gizi. Yogyakarta(ID): Universitas Gadjah Mada.
Roubos-Van dHPJ, Nout MJR, van der MJ, Gruppen H. 2010. Bioactivity of
tempe by inhibiting adhesion of ETEC to intestinal cells, as influenced by
fermentation substrates and starter pure cultures. J Food Microbiol 27(5):683644.
Samson RA, Kooji V, Dan dBE. 1987. Microbial quality of commercial tempeh in
the Netherland. JFP. 50 (2).

15
Sukardi, Wignyanto, Isti P. 2008. Uji coba penggunaan inokulum tempe dari
kapang Rhizopus oryzae dengan subsrat tepung beras dan ubi kayu pada unit
produksi tempe Sanan Kodya Malang. JTEP. 9:207 – 215.
Sopandi T, Wardah. 2013. Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik.
Yogyakarta(ID): Andi Yogyakarta.
Sparringa RA, Owens JD. 1999. Causes of alkalinization in tempe solid substrate
fermentation. J Enzyme and Microbial Technology 25, 677-681.
Sparringa RA, Kendall M, Westby A, Owens JD. 2002. Effects of temperature,
pH, water activity and CO2 concentration on growth of Rhizopus oligosporus
NRRL 2710. J Appl Microbiol. 92: 329-337.
Weete JD, Maritza A, Meredith B. 2010. Phylogenetic distribution of fungal
sterols. J Microbiol. 23 484-491.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji ANOVA total kapang sampel tempe
ANOVA
total_kapang
Sum
of
Squares
Between
4,125
Groups
Within Groups
1,135
Total
5,260

df Mean
Square
5
6
11

F

Si
g.

,825 4,362
,189

total_kapang
Duncan
sampel
N
1
F
A
G
D
C
B
Sig.

2 3,8750
2 4,6800
2 4,9200
2
2
2
,060

Subset for alpha = 0.05
2
4,6800
4,9200
5,0700
5,1700
,322

4,9200
5,0700
5,1700
5,8300
,094

3

,0
51

17
Lampiran 2 Hasil uji ANOVA pH sampel tempe

Sum
Squares
Between
Groups
Within Groups
Total

of

574822.623
66206.531
641029.154

ANOVA
ergosterol
df Mean
Square
5 114964.525

F

Sig.

31.256

.000

18 3678.141
23
pH

Duncan
Sampel
G
D
B
F
C
A
Sig.

N

Subset for alpha = 0.05
3
4

1
2
4 5.3275
4
5.9225
4
6.1750
4
4
4
1.000
1.000
1.000

5

6

6.4200
6.8125
1.000

1.000

7.3275
1.000

18
Lampiran 3 Kurva standar ergosterol

Kurva Standar
2500.00
y = 21.078x + 1.6153
R² = 0.9996

2000.00
1500.00
1000.00
500.00
0.00
0

20

40

60

80

100

120

19
Lampiran 4 Contoh peak kromatogram HPLC sampel tempe

20
Lampiran 5. Hasil uji ANOVA ergosterol sampel tempe

ANOVA
ergosterol
Sum of
Squares
574822
.623
66206.
531
641029
.154

Between
Groups
Within
Groups
Total

df

5
18

Mean
Square
11496
4.525
3678.1
41

23

ergosterol
Duncan
sampel
A
G
C
D
B
F
Sig.

N

Subset for alpha = 0.05
2
3

1
4
4 245.8364
4
350.6060
4
444.0968
4
596.8806
4
610.0708
4
681.6539
1.000
1.000
1.000
.076

F

Si
g.

31.
256

.0
00

21
Lampiran 6 Hasil uji sifat karakteristik dari kapang Rhizopus sp. sifat lipolitik (a),
sifat proteolitik (b) dan sifat amilolitik (c)

(a) Sifat lipolitik kapang

(b) Sifat proteolitik kapang

(c) Sifat amilolitik kapang

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 29
Desember 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Ir. Tatang Supriatna dan Sawitri
Endang Puspitasari, SE.
Penulis merupakan lulusan SMA Insan Kamil Bogor
pada tahun 2011 yang kemudian melanjutkan studi di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
tulis.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan
kepanitiaan. Penulis aktif dalam berorganisasi sebagai anggota pengurus
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis aktif menjalani
kepanitiaan acara seperti menjadi anggota divisi sponsorship Reds Cup 2013.
Sponsorship Foodival 2014 dan menjadi manager sepakbola FATETA dalam
acara Olimpiade Mahasiswa IPB 2014-2015.
Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis melakukan penelitian yang
berjudul Kandungan Ergosterol Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah
Bogor dibawah bimbingan Dr. Dra. Suliantari, MS. Penulis melakukan penelitian
di Institut Pertanian Bogor pada bulan April hingga bulan September 2015