Evaluation of Good Salughtering Practices, Halal Assurance System and Safety Status of Goat Meat at Goat Slaughterplaces in Jambi City

EVALUASI PENERAPAN SISTEM PEMOTONGAN DITINJAU
DARI KEAMANAN DAN KEHALALAN DAGING PADA
TEMPAT PEMOTONGAN KAMBING DI KOTA JAMBI

RUPI UDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penerapan Sistem
Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat
Pemotongan Kambing di Kota Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013
Rupi Udin
NIM: D151100051

4

RINGKASAN
RUPI UDIN. Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan
dan Kehalalan Daging pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi.
Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI.
Pangan asal hewani seperti daging, susu, telur serta hasil olahannya
umumnya bersifat mudah rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung
bahaya biologis, kimiawi dan fisik, yang dikenal sebagai Potentially Hazardous
Foods (PHF). Oleh sebab itu penanganan produk tersebut harus baik dan benar.
Ada beberapa tahapan yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging
dalam mata rantai penyediaannya, salah satunya adalah tahap pemotongan di
Tempat Pemotongan Hewan (TPH).
Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem

pemotongan (Good Slaughtering Practices/GSP), Sistem Jaminan Halal (SJH),
serta menguji keamanan daging kambing pada Tempat Pemotongan Kambing di
kota Jambi ditinjau dari cemaran mikroba, cemaran logam berat dan residu
pestisida organofosfat. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif,
pengambilan sampel dilakukan secara acak terhadap sejumlah ternak yang
dipotong pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi. Evaluasi dilakukan
terhadap kualitas fisik daging (pH, warna, dan daya mengikat air), cemaran
mikroba (TPC, E.coli, coliform, Salmonella sp, dan Staphylococcus) cemaran
logam berat (Pb, Cd, dan Hg) dan residu pestisida organofosphat. Sampel yang
digunakan untuk analisis fisik dan cemaran mikroba adalah daging paha,
sedangkan sampel yang digunakan untuk analisis logam berat dan residu pestisida
adalah daging paha, hati dan ginjal.
Penerapan GSP pada semua TPH kota Jambi belum terlaksana secara
maksimal, hal ini dibuktikan dari 10 karakter penilaian TPH Jambi Timur baru
mampu melaksanakan 58.00%, TPH Telanaipura 57.50%, TPH Pasar Jambi
58.00%. Parameter SJH yang dievaluasi sebagian besar belum terpenuhi. TPH
Jambi Timur baru mampu melaksanakan SJH 47.50 % , TPH Telanaipura 49 %
dan TPH Pasar Jambi 45.50 %.
Nilai pH daging kambing pada semua TPH di kota Jambi masih berada
pada kisaran pH daging normal (5.75 dan 5.92). Daya mengikat air dalam kisaran

(37.58% – 42.56 %) dan warna dengan range skala warna (6.5 - 7.5) termasuk
dalam mutu II dengan warna merah kegelapan.
Cemaran mikroba terutama E. coli dan Coliform pada daging kambing
melebihi batas maksimum SNI (3925: 2008). E.coli yang melebihi batas
maksimum pada TPH Jambi Timur dan TPH Telanaipura. Coliform melebihi
batas maksimum pada semua TPH.
Daging, hati dan ginjal kambing di kota Jambi tidak terkontaminasi oleh
logam berat, tetapi terkontaminasi oleh residu pestisida organofosfat golongan
profenofos dan dikhlorfos. Semua sampel yang terkontaminasi menunjukkan nilai
yang tidak melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI (7317:2008)
tentang batas cemaran residu pestisida golongan organofosfat yaitu 0.05 ppm.
Kata kunci: jaminan halal, keamanan daging, tempat pemotongan hewan

SUMMARY
RUPI UDIN. Evaluation of Good Salughtering Practices, Halal Assurance System
and Safety Status of Goat Meat at Goat Slaughterplaces in Jambi City. Supervised
by HENNY NURAINI and RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI.
Food of animal origin such as a meat, milk, egg and processed product are
perishable and potentially for biological hazard, chemical, and physical known as
Potentially Hazardous Food (PHF). Hence, handling of this product must be good

and true. There are several steps that determine the quality and safety of meat in
their supply chain, one of which is the stage of salughtering in slaughterplaces.
The objective of this study to evaluate the application of slaughtering
(Good Salughtering Practice), Halal Assurance System (HAS), and meat safety at
goat slaughterplaces in Jambi city that term of microbiological contamination,
heavy metals contamination and organofosfat pesticide residues. The study used a
descriptive, randomized sampling of livestock numbers slaughtered at
slaughterplaces in Jambi city. Evaluation of physical quality of the meat (pH,
color, and water holding capacity), microbial contamination (TPC, E.coli,
coliform, Salmonella sp, and Staphylococcus) contamination of heavy metals (Pb,
Cd, and Hg) and pesticide residues organofosphat. The sample used for the
analysis of physical and microbial contamination is the leg, whereas the sample
used for the analysis of heavy metals and pesticide residues are leg, liver and
kidney.
The GSP implementations at all of slaugtherplaces in Jambi city has not
been done to maximum. This is proved from ten assessment characters of East
Jambi, Telanaipura, and Jambi Market Slaugtherplaces can be able to meet
58.00%, 57.50%, 58.00% respectively. SJH parameters were evaluated largely
unmet. East Jambi, Telanaipura, and Jambi Market Slaugtherplaces was carry of
SJH by 47.50%, 49%, 45.50% respectively.

The value of meat goats pH is still within the range of normal meat pH
(5.75 and 5.92) at all of goat slaughterplaces. The Water Holding Capacity
(WHC) on ranges (37.58% - 42.56%) and color of meat goats on ranges (6.5 - 7.5)
are included in the Quality II with dark red color.
Microbiological contamination, especially E. coli and coliform in meat
goats was exceed the maximum limit according to Indonesian National Standard
3925: 2008. E. coli exceeded the maximum found at East Jambi and Telanaipura
Goat Slaughterplaces. Coliform exceeded the maximum limit found at all of goat
slaughterplaces.
The meat, liver and kidney goats in Jambi city showed undetectable
residues of heavy metals, but the meat and kidney goats contaminated by
organophosphate pesticide residues of dikhlorfos and profenofos groups. All of
samples that positive were contaminated demonstrate the value of which does not
exceed the maximum limit determined by Indonesian National Standard
7317:2008 about contamination limits organophosphate pesticide residue groups
are 0.05 ppm.
Keywords: halal assurance, meats safety, slaughterplaces

6


© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
Atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan Pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

EVALUASI PENERAPAN SISTEM PEMOTONGAN DITINJAU
DARI KEAMANAN DAN KEHALALAN DAGING PADA
TEMPAT PEMOTONGAN KAMBING DI KOTA JAMBI

RUPI UDIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

8

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Irma Isnafia Arif, SPt MSi

Judul Tesis

Nama
NIM

: Evaluasi Penerapan Sistem Pemotongan Ditinjau dari
Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat
Pemotongan Kambing di kota Jambi
: Rupi Udin

: D151100051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi
Ketua

Dr Ir Rarah RA Maheswari, DEA (Alm)
Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana
Sekretaris Program Magister


Prof Dr Ir Muladno, MSA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22-01-2013

Tanggal Lulus:

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan April - Juli 2012 ini adalah Evaluasi Penerapan
Sistem Pemotongan Ditinjau dari Keamanan dan Kehalalan Daging pada Tempat
Pemotongan Kambing di Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Henny Nuraini dan Dr Ir
Rarah Ratih Adjie Maheswari (Alm) selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, arahan, serta masukan mulai dari proses

penyusunan hingga ahir penulisan tesis.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Irma Isnafia selaku penguji luar
komisi dan Dr Jakaria yang telah memberikan saran dalam penulisan tesis ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Muladno selaku ketua
program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan pekerja
TPH kota Jambi yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian
berlansung, kepada Dinas Peternakan kota Jambi yang telah mengarahkan dan
membantu selama penelitian. penghargaan penulis sampaikan kepada temanteman mahasiswa pascasarjana Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
angkatan 2010.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada keluarga
tercinta, ayahanda H.Amir Pudin, ibunda Hj. Jursumi, Wirniati, Fitriani dan
Merita, atas pengertian, pengorbanan, dan doa yang menjadi pendorong semangat
dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Rupi Udin


vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. viii
1 PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3
Hipotesis Penelitian ................................................................................................ 3
2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 3
Rumah Potong Hewan (RPH) ................................................................................. 3
Good Slaughtering Practises (GSP) ........................................................................ 4
Sistem Jaminan Halal (SJH) ................................................................................... 4
Daging ..................................................................................................................... 4
Kualitas Fisik Daging ............................................................................................. 5
Mikroba Daging ...................................................................................................... 6
Cemaran Logam Berat ............................................................................................ 6
Cemaran Residu Pestisida ....................................................................................... 7
3 METODE ................................................................................................................... 8
Waktu dan Tempat .................................................................................................. 8
Bahan ...................................................................................................................... 8
Alat .......................................................................................................................... 8
Prosedur .................................................................................................................. 9
Rancangan Percobaan ............................................................................................. 9
Analisis Data ........................................................................................................... 9
Peubah Penelitian .................................................................................................... 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 12
Profil Tempat Pemotongan Hewan Kota Jambi .................................................... 12
Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP) .................................... 13
Evaluasi Penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) ................................................ 27
Kualitas Fisik Daging ........................................................................................... 44
Cemaran Mikroba Pada Daging Kambing ............................................................ 46
Cemaran Logam Berat ......................................................................................... 49
Cemaran Residu Pestisida Organofosfat (OP) ...................................................... 50
5 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 53
Simpulan ............................................................................................................... 53
Saran ..................................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................................. 57
RIWAYAT HIDUP

68

viii

DAFTAR TABEL
1 Syarat mutu mikrobiologis daging kambing ............................................................ 6
2 Batas toleransi logam berat dalam pakan pada beberapa jenis ternak menurut
NRC (mg/kg) .................................................................................................................... 7
3 Batas maksimum cemaran pestisida pada daging ......................................................... 8
4 Hasil evaluasi penerapan GSP pada TPH di kota Jambi............................................ 13
5 Hasil rekapitulasi pelaksanaan GSP pada TPH di kota Jambi .................................. 18
6 Hasil evaluasi penerapan sistem jaminan halal (SJH) pada TPH di kota Jambi ..... 27
7 Hasil rekapitulasi penerapan SJH pada TPH di kota Jambi ...................................... 29
8 Rataan pH, daya mengikat air dan warna daging kambing ....................................... 44
9 Jumlah mikroba pada daging kambing di TPH kota Jambi ....................................... 47
10 Jumlah mikroba pada air di TPH kota Jambi ............................................................ 47
11 Hasil analisis cemaran logam berat .............................................................................. 49
12 Residu pestisida organofosfat ....................................................................................... 51

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Proses penyembelihan ternak pada TPH A ............................................................. 14
Proses penyembelihan ternak pada TPH B.............................................................. 14
Proses penyembelihan ternak pada TPH C.............................................................. 14
Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH A ........................................... 15
Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH B ............................................ 15
Pengantungan hewan setelah disembelih pada TPH C ............................................ 16
Alat angkut karkas ................................................................................................... 16
Pengemasan karkas dengan kantong plastik ............................................................ 17
Pengemasan karkas dengan karung ......................................................................... 17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing ............................................... 57
2 Kuisioner SJH pada Tempat Pemotongan Kambing ............................................... 61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan tersedia cukup merupakan
persyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem
pangan yang memberikan perlindungan bagi kesehatan, serta berperan dalam
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pangan asal hewan
seperti daging, susu dan telur serta hasil olahannya umumnya bersifat mudah
rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung bahaya biologik, kimiawi
dan fisik, yang dikenal sebagai Potentially Hazardous Foods (PHF). Oleh sebab
itu, penanganan produk tersebut harus higienis. Persediaan pangan yang aman dan
tidak membahayakan kesehatan konsumen merupakan hal penting untuk
mencapai status gizi yang baik. Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illness) merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah, industri pangan (produsen) dan konsumen.
Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya
akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jambi (2010), populasi ternak
pedaging untuk masing-masing ternak yaitu sapi potong 177.710 ekor, kerbau
76.143 ekor, kambing 303.862 ekor, domba 61.169 ekor, ayam broiler 11.226.605
ekor, dan babi 30.544 ekor. Produksi daging masing-masing ternak adalah daging
sapi 6.348.591 ton, daging kerbau 2.737.627 ton, daging kambing 475.733 ton,
daging domba 115.643 ton, daging babi 397.860 ton, dan daging ayam broiler
14.802.455 ton. Produksi daging yang tinggi seharusnya didukung oleh tempat
pemotongan dan fasilitas yang memadai, dengan demikian diharapkan dapat
menyediakan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Ada beberapa tahapan yang sangat menentukan kualitas dan keamanan
daging dalam mata rantai penyediaannya, salah satunya adalah tahap pemotongan
di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). RPH adalah tempat untuk melaksanakan
kegiatan pemotongan hewan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berdasarkan
hasil evaluasi dan pemantauan oleh Kementerian Pertanian tahun 2010, sebagian
besar kondisi RPH di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak
memenuhi persyaratan teknis, oleh karenanya perlu penataan RPH melalui upaya
relokasi, renovasi ataupun rehabilitasi RPH.
RPH kota Jambi merupakan salah satu diantara RPH yang mendapat
penilaian baik dari Kementerian Pertanian karena telah teregistrasi, memiliki
sertifikat halal, dan higienis. Akan tetapi RPH ini hanya melakukan pemotongan
ternak sapi, kerbau dan babi. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap tempat
pemotongan ternak kambing merupakan peluang ekonomi yang menguntungkan
bagi pengusaha lokal, sehingga berdiri beberapa tempat pemotong kambing yang
belum terstandarisasi. Proses penyediaan daging pada tempat ini sangat sederhana
dan semua masih dilakukan secara manual. Minimnya pendidikan para pekerja
menyebabkan tempat pemotongan ini tidak menggunakan teknologi modern dan
pengetahuan tentang cara memotong ternak didapat secara otodidak.
Daging merupakan media yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya
beberapa mikroorganisme patogen atau pembusuk, karena daging mempunyai

2
kadar air yang tinggi (68-75%), pH umumnya {5.4-5.8}, dan kaya akan nutrisi.
Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari kontaminasi mulai saat
penyembelihan ternak hingga daging diolah dan dikonsumsi. Adanya aktivitas
mikroorganisme dalam daging akan menurunkan kualitas daging yang
ditunjukkan dengan perubahan pH, warna, aroma, dan tekstur. Kualitas dan
keamanan daging yang baik untuk dikonsumsi tidak hanya ditinjau dari sistem
pemotongan hewan. Faktor lain seperti pakan ternak juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas dan keamanan daging yang dihasilkan. Pakan ternak dalam hal
ini adalah hijauan yang merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia,
sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh
peningkatan kualitas hijauan. Hasil survei dari tempat pemotongan kambing di
Provinsi Jambi menunjukkan bahwa pada umumnya ternak kambing dipelihara
secara tradisional dengan pakan yang bersumber dari rumput lapangan atau
hijauan di lahan bekas pertanian dan ada yang berasal dari pinggiran jalan.
Keadaan ini berpeluang besar terhadap terjadinya kontaminasi pakan oleh logam
berat dan cemaran pestisida yang merupakan sumber utama terjadinya toksisitas
pada ternak. Logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd) dan timbal (Pb)
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi
daging terkontaminasi tersebut. Efek toksisitas logam berat akan terakumulasi
dalam waktu yang lama dan mampu menghambat kerja enzim sehingga
mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen atau
karsinogen bagi hewan bahkan manusia.
Berdasarkan penelitian Kuntoro (2012), kandungan logam berat Kadmium
(Cd) pada daging sapi di RPH kota Pekanbaru 0.60 ppm, melebihi Standar
Nasional Indonesia (SNI) yaitu 0.30 ppm. Sedangkan residu pestisida
organofosfat juga ditemukan pada daging sapi dari Bogor tahun 2003 yaitu 0.75
ppm (Indraningsih & Yulvian 2003). Kondisi seperti ini sudah sangat
memperihatinkan dan sudah pantas diwaspadai, tidak tertutup kemungkinan
daerah-daerah lain juga terkontaminasi logam berat dan residu pestisida
organofosfat tetapi belum dilakukan pembuktian secara ilmiah.
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas serta masih
kurangnya informasi tentang cemaran residu logam berat dan pestisida yang
terkandung dalam daging yang beredar di pasaran kota Jambi, peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih lanjut mengenai evaluasi penerapan sistem pemotongan,
kualitas fisik daging kambing di Tempat Pemotongan Kambing kota Jambi,
termasuk jaminan halal dan keamanan daging untuk dikonsumsi.

Tujuan Penelitian
Melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem pemotongan (Good
Slaughtering Practices/GSP), Sistem Jaminan Halal (SJH), serta menguji status
keamanan daging kambing pada Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi
ditinjau dari cemaran mikroba, cemaran logam berat dan residu pestisida
organoposfat.

3
Manfaat Penelitian
Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas dan
keamanan daging kambing di kota Jambi, serta dapat memberikan masukan
tentang cara menghasilkan daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal)
sesuai dengan SNI.

Hipotesis Penelitian
Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi belum sepenuhnya
menerapkan Good Slaughtering Practices (GSP) dan Sistem Jaminan Halal (SJH).
Kontaminasi mikroba, logam berat dan residu pestisida organofosfot terhadap
daging kambing yang berasal dari Tempat Pemotongan Kambing kota Jambi
berada diatas batas maksimum yang ditetapkan SNI.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Potong Hewan (RPH)
Keputusan Menteri Pertanian Nomor13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang
persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan penanganan daging (meat
cutting plant) telah menetapkan persaratan teknis RPH. RPH merupakan unit
pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal
serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
1. Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama).
2. Tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem
inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk
mencegah penularan penyakit zoonosis ke manusia.
3. Tempat pemantuan survailens penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan
pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis
daerah asal hewan.
Selain itu, RPH harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a. Berlokasi yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan
serta mudah dicapai oleh kendaraan.
b. Komplek RPH harus dipagar yang berfungsi untuk memudahkan penjagaan
keamanaan.
c. Memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding
dan lantai kedap air, ventillasi yang cukup.
d. Mempunyai perlengkapan yang memadai.
e. Pekerja berpengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner
f. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk
penyimpanan babi harus terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi,
kerbau, dan kambing

4
Good Slaughtering Practises (GSP)
Good Slaughtering Practises (GSP) berfungsi untuk meminimalkan
kontaminasi mulai dari pra pemotongan, penanganan ternak di kandang,
memandikan ternak, stunning, penyembelihan, skinning, eviserasi, splitting, final
trim, pencucian karkas sampai dihasilkan produk akhir (Harris & Jeff 2003).
Menurut Swatland (1984), beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil
pemotongan ternak yang baik yaitu: (1) ternak tidak diperlakukan secara kasar; (2)
ternak tidak mengalami stress; (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus
secepat dan sesempurna mungkin; (4) kerusukan karkas harus minimal; (5) cara
pemotongan harus higienis; (6) ekonomis; dan (7) aman bagi para pekerja abatoar.
Menurut Suparno (2005), terdapat dua teknik pemotongan ternak yaitu
teknik pemotongan secara langsung dan secara tidak langsung. Pemotongan
ternak secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat dan dapat
disembelih pada bagian leher dengan memutuskan arteri carotis, vena jugularis,
dan esophagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung dengan perlakuan
pemingsanan terlebih dahulu yang bertujuan untuk memudahkan penyembelihan
ternak agar ternak tidak stress, sehingga kulit dan karkas lebih baik.

Sistem Jaminan Halal (SJH)
Menurut Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM–MUI (2008), SJH
didefinisikan sebagai suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan, dan
dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga agar proses
produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM-MUI. Sistem ini dibuat untuk
memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal,
disusun sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan
sistem yang berdiri sendiri. SJH merupakan sebuah sistem pada suatu rangkaian
produksi yang senantiasa dijiwai dan didasari pada konsep-konsep syariat dan
etika usaha sebagai input utama dalam penerapan nya. Sistem Jaminan Halal
(SJH) ini merupakan sistem yang disiapkan dan dilaksanakan untuk perusahaan
pemegang sertifikat halal yang bertujuan untuk menjamin proses produksi dan
produk yang dihasilkan adalah halal sesuai dengan aturan yang digariskan oleh
MUI. Menurut LPPOM-MUI (2012), bahwa ketentuan yang harus dipenuhi dalam
pemotongan ternak halal antara lain penyembelih beragama Islam, berakal dan
berbadan sehat, alat yang digunakan harus tajam, serta menyebut nama Allah saat
menyemblih.

Daging
Daging adalah kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah
disembelih dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik
sehingga otot yang semasa hidup ternak merupakan energi mekanis berubah
menjadi energi kimiawi yang dikenal sebagai pangan hewani (Abustam 2009).
Syamsir (2010) yang menyatakan bahwa daging adalah semua jaringan hewan dan
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dikonsumsi

5
sebagai makanan. Menurut SNI (3925-2008) daging kambing adalah bagian otot
skeletal dari karkas kambing yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh
manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku.
Menurut Matnur (2004), daging yang dikonsumsi berfungsi sebagai: (1) pokok
hidup, membentuk sel-sel di dalam tubuh/pertumbuhan dan mengganti sel-sel
yang rusak; (2) reproduksi (perkembangbiakan); dan (3) aktifitas. Jenis daging
yang umum dikonsumsi adalah daging sapi, kambing, domba, babi, ayam, bebek
atau itik, ikan; sementara daging dari beberapa jenis hewan lainnya dikonsumsi
oleh kalangan terbatas (Syamsir 2010).
Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen
dikenal melalui tiga fase perubahan/transformasi (Abustam 2009):
1. Transformasi pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi karkas
dan bagian bukan karkas (by product atau offal).
2. Transformasi kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian
karkas menjadi whole dan retail karkas untuk mendapatkan daging dan
bagian-bagian lainnya seperti lemak, tulang, aponevrose dan lain-lain.
3. Transformasi ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan
baku daging yang diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk
akhir berupa daging olahan dalam berbagai macam ragam.

Kualitas Fisik Daging
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa,
tipe ternak, jenis kelamin), umur ternak dan pakan. Sedangkan faktor setelah
pemotongan antara lain pelayuan, metode pemasakan, bahan tambahan seperti
bahan pengempuk daging (Alberle et al. 2001). Menurut Lawrie (2003), warna
daging sangat bervariasi menurut spesies, fungsi otot setiap ternak, umur, kondisi
penanganan dan penyimpanan, namun demikian warna daging pada dasarnya
dipengaruhi oleh kandungan mioglobin otot. Aktifitas otot yang tinggi
menyebabkan peningkatan kandungan mioglobin serta peningkatan intensitas
warna daging yang dihasilkan.
Nilai pH daging sangat dipengaruhi oleh cadangan glikogen dalam otot.
Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimat otot pada saat post mortem
tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. penurunan
pH pada saat post mortem dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik.
Faktor instrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas
diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik adalah temperatur lingkungan,
perlakuan sebelum pemotongan dan suhu penyimpanan (Lawrie 2003).
Daya mengikat air mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat fisik
daging antara lain warna daging, tekstur, keempukan, dan susut masak (Aberle et
al. 2001). Daya mengikat air juga dipengaruhi oleh pH daging, umur ternak, dan
jenis kelamin. Menurut Grun et al. (2006) daya ikat air juga dipengaruhi oleh
kondisi serat daging (panjang sarkomer, kekuatan ionik, tekanan osmotik, dan
kondisi rigormortis daging), kandungan protein, dan lemak daging.

6
Mikroba Daging
Daging segar umumnya terkontaminasi dengan sejumlah besar bakteri
termasuk bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi makanan seperti Bacillus
cereus, Clostridium perfringens, Clostridium jejuni, Eschericia coli, Listeria
monocytogenes, Salmonella sp dan Staphylococcus aureus (Mosupye dan Holy
2005). Ternak yang dipotong secara higienis mengandung 10 3 - 104/cm2 setelah
pemotongan (Bem & Hechelman 1995). Lebih lanjut Buckle et al. (2009)
menyatakan bahwa jumlah bakteri dalam daging akan terus meningkat tergantung
penanganan dan pencemaran selanjutnya. Bakteri patogen yang ditemukan dalam
daging adalah Salmonella, Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitico,
Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinium. Mikroba berbahaya yang
meracuni makanan khususnya daging yang dikaitkan dengan kontaminasi saluran
pencernaan adalah Salomonella, Staphylococcus aureus, Entero patogenic, dan
Eschericia coli (ICSMF 1980).
Menurut Lawrie (2003), umumnya yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba di dalam daging dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam
(intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik). Faktor intrinsik terdiri atas nilai nutrisi
daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi
penghalang atau penghambat.
Syarat mutu mikrobiologis daging kambing Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Nomor 3925: 2008 tentang mutu karkas dan daging kambing
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu mikrobiologis daging kambing
No
1
2
3
4
5

Jenis uji
Total Plate Count
Coliform
Staphylococcus aureus
Salmonella sp
Eschericia coli

Satuan
cfu/g
cfu/g
cfu/g
per 25 g
cfu/g

Persyaratan
maksimum 1 x 106
maksimum 1 x 102
maksimum 1 x 102
negatif
maksimum 1 x 101

Sumber: SNI 3925:2008

Cemaran Logam Berat
Sejumlah logam berat juga terdapat dalam tubuh makhluk hidup baik pada
tanaman, hewan, bahkan pada tubuh manusia yang bersifat merugikan karena
menyebabkan toksik atau racun. Logam yang menyebabkan racun bagi makhluk
hidup umumnya digolongkan pada logam berat. Menurut Saeni (1989), logam
berat adalah unsur yang mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm 3 yang terletak
dibagian kanan bawah sistem periodik diantaranya adalah ferum (Fe), timbal (Pb),
krom (Cr), kadmium (Cd), seng (Zn), air raksa (Hg), mangan (Mn), dan arsen
(As). Pencemaran logam berat pada air berdampak pada hewan-hewan air,
sedangkan pada manusia ataupun hewan ternak pencemaran logam berat dapat
berasal dari air, tanaman, udara, dan tanah yang terakumulasi logam berat
(Darmono 2008).
Menurut Badan Penelitian Kanada (National Research Council/NRC)
jumlah maksimum kandungan logam yang diperbolehkan untuk dikonsumsi

7
ternak sehingga produk asal ternak tersebut aman untuk dikonsumsi oleh manusia
adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Batas toleransi logam berat dalam pakan pada beberapa jenis ternak
menurut NRC (mg/kg)
Logam
Al
-inorg.
-org.
Cd
-klorida
-oksida
Cu
Fe
Pb
Ni
Se
Zn

Sapi
1000
50
100
0.5
1000
3000
100
1000
30
50
2
500

Domba
1000
50
100
0.5
1000
3000
25
500
30
50
2
300

Babi
200
50
100
0.5
1000
3000
250
3000
30
1000
2
1000

Ayam
200
50
100
0.5
1000
3000
300
1000
30
300
2
1000

Kuda
200
50
100
0.5
1000
3000
800
500
30
20
2
500

Kelinci
200
50
100
0.5
1000
3000
200
500
30
50
2
500

Sumber: National Research Council/NRC (1980)

Tidak semua logam berat akan menyebabkan toksisitas pada ternak.
Menurut Saeni (1989), dari sekian banyak jenis logam berat seperti: Fe, Pb, Cr,
Cd, Zn, Cu, Hg, Mn, dan As, hanya terdapat empat logam berat yang bersifat
merugikan dan bersifat toksik baik pada ternak maupun manusia diantaranya: As,
Cd, Pb, dan Hg. Lebih lanjut Darmono (2008) menyebutkan bahwa logam yang
sering menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia adalah tembaga (Cu),
timbal (Pb), dan mercuri (Hg). Batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 7387:
2009 untuk daging dan produk turunannya antaralain Pb, Cd dan Hg secara
beruurutan adalah 1.0 mg/kg, 0.3 mg/kg dan 0.3 mg/kg.

Cemaran Residu Pestisida
Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah,
membasmi, dan mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti
binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesehatan
manusia (FAO 1986). Resiko penggunaan pestisida bagi lingkungan secara umum
yaitu dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dengan segala akibatnya,
seperti kematian hewan non target, penyederhanan rantai makanan alami,
penyederhanaan keanekaragaman hayati, dan sebagainya (Djojosumarto 2000).
Berdasarkan SNI 7317:2008 batas cemaran residu pestisida golongan organofosfat
dapat dilihat pada Tabel 3.

88
Tabel 3 Batas maksimum cemaran pestisida pada daging
No

1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Pestisida
Organofosfat
Diazinon
Metidation
Klorpirifos
Malathion
Profenofos
Fenitrotion
Triazofos
Metil Klorpirifos

Batas
Maksimum
(mg/kg)

No.

2.00
0.02
1.00
0.05
0.05
0.01
0.05

9
10
11
12
13
14
15
16

Jenis Pestisida
Organofosfat
Demetoat
Dichlorvos
Etrimfos
Methacifos
Metil Azinfos
Metil Paration
Phosphamidon
Metil Pirimiphos

Batas
Maksimum
(mg/kg)
0.05
0.05
0.01
0.01
0.05
0.01

Sumber: SNI 7313:2008

3 METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 pada Tempat
Pemotongan Kambing di kota Jambi. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium
Pascapanen (Bogor), Laboratorium Saraswanti (Bogor) dan Laboratorium Klinik
dan Kesehatan Masyarakat (Jambi).

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kambing (otot
bagian paha), hati dan ginjal dari Tempat Pemotongan Kambing di kota Jambi.
Adapun bahan untuk analisis mikrobiologi adalah plate count agar (PCA),
buffered pepton water (BPW) 0.1%, brilliant green lactose bile agar (BGLBB),
laury sulfate tryptose broth (LSTB), eschericia coli broth (ECB), Levine eosine
methylene blue agar (L-EMBA), methyl red-voges proskauer (MR-VP), kalium
cyanide broth (KCB), simmons citrate agar (SCA), baird-parker agar (BPA), egg
yolk tellurite emultion, brain heart infusion broth (BHIB), triple sugar agar
(TSA), coagolase rabbit plasma dengan ethylene diamine tetra acetate (EDTA).
Bahan untuk uji residu pestisida antara lain aseton/asetonitril heksana, H 2SO4 dan
NHO3.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan Petri, pipet serologis, tabung
reaksi, tabung Durham, gelas ukur, Beaker glass, Erlenmeyer, botol medium,
inkubutor, Stomacher, colony counter, penangas air, tube mixer, timbangan, clean
banch, gunting, pinset, plastik steril, timbangan, rak tabung, gelas preparat, jarum

9
inokulum diameter 3 mm, mortar, rotary evaporator, pH-meter, photo ghrapic
colour standard, carver press, planimeter, kromatograf gas dan atomic
absorbance spechtrofotometry (AAS).

Prosedur
Evaluasi GSP dan SJH dilakukan dua tahap, tahap pertama pada minggu
kedua penelitian dan tahap berikutnya dilakukan setelah empat minggu kemudian.
Masing-masing tempat pemotongan diambil dua sampel daging, dua sampel
ginjal, dan dua sampel hati. Berat masing-masing sampel ± 250 gram.
Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu pada minggu kedua penelitian dan
berikutnya empat minggu kemudian. Dilakukan evaluasi terhadap kualitas fisik
daging (pH, warna, dan daya mengikat air), cemaran mikroba (Total Plate Count/
TPC, E.coli, coliform, dan Salmonella) cemaran residu kimia (residu logam berat
dan residu pestisida organofosfat). Sampel yang digunakan untuk analisis fisik
dan cemaran mikroba pada daging adalah jaringan otot bagian paha, sedangkan
sampel yang digunakan untuk analisis residu logam berat (Pb, Cd, dan Hg) dan
residu pestisida (golongan organofosfat) adalah otot bagian paha, hati dan ginjal.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Pengambilan sampel secara
Purposive Sampling berdasarkan kriteria: 1) TPH telah terdaftar di Dinas
Peternakan Kota Jambi, 2) Melakukan pemotongan secara berkelanjutan, 3) Skala
pemotongan diatas 50 ekor/bulan, dan 4) Direkomendasikan oleh dinas
peternakan untuk diteliti

Analisis Data
Hasil penilaian GSP dan SJH pada TPH di kota Jambi dianalisis secara
deskriptif dan dibandingkan dengan literatur yang mendukung. Hasil uji
laboratorium dianalisis dan dibandingkan dengan nilai SNI tentang kualitas fisik,
cemaran mikrobiologis, residu logam berat dan residu pestisida pada daging
kambing.
Peubah Penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah evaluasi penerapan
sistem pemotongan (GSP), penerapan sistem jaminan halal (SJH), pengujian
terhadap kualitas fisik daging (warna, daya mengikati air, dan pH), cemaran
mikrobilogis (TPC, E.coli, Salmonella sp, dan coliform), cemaran logam berat
(Pb, Cd, dan Hg), dan residu pestisida golongan organofosfat.

10
1. Evaluasi Penilaian GSP dan SJH pada Tempat Pemotongan Kambing di
kota Jambi
Evaluasi penerapan GSP dan SJH diidentifikasi dengan menggunakan
kuisioner penilaian yang mencakup parameter penilaian pelaksanaan GSP dan
SJH di TPH yang sebelumnya telah diberi pembobotan berdasarkan titik kritis
pada tiap-tiap parameter. Indikator penilaian terdiri atas dua pilihan yaitu pilihan
“ya” dan “tidak”. Penilaian “ya” digunakan untuk setiap parameter yang
terlaksana sesuai prosedur, sedangkan penilaian “tidak” untuk parameterparameter yang belum atau tidak terlaksana sesuai prosedur. Penilaian GSP
mengacu pada SK Menteri Pertanian Nomor 431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang
syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging. Penilaian SJH
mengacu pada LPPOM-MUI (2011) tentang pedoman pengelolaan rumah potong
hewan halal.

2. Penentuan Sifat Fisik Daging Kambing
Warna Daging kambing (SNI 3925:2008). Warna daging diukur dengan
menggunakan standar warna daging berdasarkan SNI 3925:2008. Penilaian warna
dilakukan dengan melihat warna permukaan daging dan mencocokannya dengan
standar warna. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor standar warna yang
paling sesuai dengan warna daging tersebut. Standar warna daging memiliki skala
1-9. Semakin tinggi skor warna maka daging dinyatakan semakin gelap,
sebaliknya semakin rendah skor warna maka daging semakin terang. Standar
warna daging mulai dari merah muda sampai merah tua.
Daya Mengikat Air (Metode Hamm 1975 dalam Soeparno 2005). Daya
mengikat air ditentukan dengan menggunakan daging sebanyak 0.3 g yang
selanjutnya diletakkan di atas kertas saring jenis Whatman 41 dengan diameter 9
cm diantara dua lempeng besi. Kemudian sampel diberi tekanan sebesar 39
kg/cm2 selama 5 menit. Setelah daerah yang tertutup sampel menjadi rata serta
luas daerah basah disekitarnya diukur dan diberi tanda untuk memudahkan
pengenalan. Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup
daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Luas
daerah yang tertutup sampel dihitung dengan menggunakan planimeter.
Kandungan air daging dapat diukur dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
Area basah

: luas penyerapan air pada kertas saring setelah diberi tekanan
selama 5 menit

% DMA/WHC =

11
Nilai pH Daging (AOAC 1995). Pengukuran pH daging dilakukan
dengan menggunakan pH meter dengan cara mengambil daging sebanyak 5 g
yang dihaluskan dan dimasukkan ke dalam glas yang selanjutnya diencerkan
dengan aquades sebanyak 50 ml kemudian dihomogenkan selama satu menit.
Sebelum pH daging diukur, pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan buffer pH
4 dan buffer pH 7. Setelah dikalibrasi pengukuran derajat keasaman daging
dilakukan dengan menempatkan elektroda pada sampel sehinggga nilai pH dapat
tertera pada layar.

3. Cemaran Mikroba pada Daging
Pengujian mikroba pada daging mengacu kepada (SNI 2897: 2008).
Penghitungan TPC dengan menggunakan metode cawan tuang (pour plate). E.coli
dan Coliform berdasarkan metode most probable number (MPN). Prinsip
pengujian pertumbuhan jumlah Salmonella sp pada media selektif melalui empat
tahapan yaitu pra pengayaan (pre-enrichment), pengayaan (enrichment) kemudian
dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi. Metode pengujian
Staphylococcus dengan cara menghitung cawan secara sebar pada permukaan
media.

4. Cemaran logam berat
Analisis logam berat (pb, Cd, dan Hg) mengacu kepada (SNI 01: 2896:
1998). Prinsipnya adalah mengukur mineral seperti kalium, besi, posfor dan
logam berat seperti timbal, tembaga dan kadmium. Analisi logam beratnya
menggunakan Atomic Absorbance Specthrofotometry (AAS).

5. Uji Residu Pestisida (Komisi Pestisida 1997).
Pengujian residu pestisida mengacu kepada (Komisi Pestisida 1997).
Analisis dilakukan dengan menggunakan gas kromatrografi dengan detektor FPD
(flama photometric detector).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Tempat Pemotongan Hewan Kota Jambi
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) kota Jambi merupakan satu di antara
RPH yang mendapat penilaian bagus dari Kementerian Pertanian. Salah satu di
antara 20 RPH di seluruh Indonesia yang telah memenuhi Standar Nomor Kontrol
Veteriner atau telah teregistrasi dan memiliki sertifikat halal, higienis dan
identitas jelas (Tribun Jambi). RPH ini hanya melakukan pemotongan ternak sapi,
kerbau dan babi. Kota Jambi juga memiliki tempat-tempat pemotongan kambing
yang berdiri sejak lama (1985) dan dimiliki secara perorangan. Tempat
pemotongan kambing di Jambi Timur contohnya, ini merupakan tempat
pemotongan kambing yang sudah berumur +25 tahun dan awalnya pemilik tempat
pemotongan ini hanya seorang peternak kambing yang memiliki 2 ekor kambing.
Berkat kegigihan dan kepiawaian dalam mengelola usaha hingga sekarang Tempat
Pemotongan ini mampu memenuhi permintaan pasar mencapai 300 ekor/bulan.
Tingginya pangsa pasar daging kambing di kota Jambi menimbulkan persaingan
tersendiri bagi pengusaha lokal untuk mendirikan usaha pejualan kambing
sekaligus tempat pemotongannya, sehingga pada tahun 2005 berdiri tempat
penjualan kambing Aqikah dan lengkap dengan tempat pemotongannya di
Kecamatan Telanaipura. Kebutuhan kambing di tempat pemotongan mencapai
150 ekor/bulan.
Berbeda dengan tempat pemotongan yang lain di Kecamatan Pasar Jambi
terdapat tempat pemotongan kambing yang merupakan warisan dari orangtua
kepada anaknya. Berdiri sejak tahun 1985 sampai sekarang masih produktif,
ditempat pemotongan ini mampu memenuhi kebutuhan pasar hingga 180
ekor/bulan. Tiga Tempat Pemotongan Kambing ini merupakan tempat
dilakukannya penelitian. walaupun masih ada tempat-tempat pemotongan
kambing di Kota Jambi yang tidak di publikasikan dan hanya memproduksi
daging untuk kalangan terbatas, akan tetapi pemilihan tempat pemotongan ini
berdasarkan rekomendasi dari dinas setempat, karena dianggap layak dan perlu
dievaluasi.
Untuk memenuhi kebutuhan kambing di kota Jambi para pemasok
mendatangkan kambing dari berbagai propinsi antara lain: Bandar Lampung
(Kota Metro, Pringsewu), Jawa Timur (Kediri), dan Jawa Barat (Garut). Harga
jual yang tinggi dikalangan peternak menyebabkan para pemasok kambing tidak
membeli kambing di kota Jambi. Jenis kambing yang mendominasi adalah jenis
Peranakan Etawa (PE). Kambing PE merupakan keturunan hasil persilangan
antara kambing kacang dan kambing etawa. Ciri-ciri kambing PE adalah warna
bulunya antara hitam putih dan coklat putih, kaki cenderung panjang, tanduk
tumbuh mengarah ke belakang kepala, telinga panjang menggantung, muka
cembung dan memiliki tubuh yang kompak sehingga baik sebagai ternak
pedaging (Devendra 1994). Selain kambing PE juga ada kambing kacang dan
domba hanya saja dalam jumlah yang sedikit. Pada saat penelitian berlansung
semua tempat pemotongan kambing di Kota Jambi mendapat pasokan ternak
kambing dari kota Metro (Bandar Lampung).

13
Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP)
Kualitas daging sangat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Untuk mendapatkan daging yang baik harus memahami tatacara
penanganan ternak sebelum dan setelah pemotongan. Menurut Swatland (1984),
syarat untuk mendapatkan hasil pemotongan yang baik adalah sebagai berikut:
Ternak tidak diperlakukan secara kasar, tidak mengalami stress, penyembelihan
dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, kerusakan karkas
harus minimal, cara pemotongan harus higienis dan aman bagi para pekerja. Good
Slaughtering Practice (GSP) merupakan seluruh praktik di Tempat Pemotongan
Hewan yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk
menjamin keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai
pangan (CAC 2004). Pelaksaan GSP harus didukung oleh ketersediaan sarana dan
prasarana yang baik, dimulai dari proses awal produksi sampai karkas siap untuk
dipasarkan. Penerapan GSP pada semua TPH kota Jambi belum terlaksana secara
maksimal, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran para
pekerja untuk menghasilkan daging yang ASUH, tidak memiliki sarana
pendukung, seperti: alat pengerek karkas (Hoist), mesin gergaji karkas atau
daging (bone saw electric), dan lain sebagaianya. Hasil evaluasi penerapan GSP
di TPH kota Jambi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil evaluasi penerapan GSP pada TPH di kota Jambi
No

Parameter

Bobot
Nilai

Pengamatan
TPH A
Ya
Tidak
1 Penerimaan dan Penanmpungan
7.50
6.25
1.25
2 Pemeriksaan antemortem
12.50
4.50
8.00
3 Persiapan pemotongan ternak
7.50
6.25
1.25
4 Proses penyembelihan
20.00
13.5
6.50
5 Pengulitan
7.50
7.50
0.00
6 Pengeluaran jeroan
12.50 12.50 0.00
7 Pemeriksaan postmortem
12.50
0.00 12.50
8 Pembelahan karkas
7.50
7.50
0.00
9 Pelayuan (aging)
5.00
0.00
5.00
10 Pengangkutan karkas
7.50
0.00
7.50
Total Komulatif
100
58.00 42.00
TPH A= Jambi Timur; TPH B= Telanaipura; TPH C= Pasar Jambi

Pengamatan
TPH B
Ya
Tidak
4.50
3.00
4.50
8.00
6.25
1.25
13.5
6.50
7.50
0.00
12.50 0.00
0.00 12.50
7.50
0.00
0.00
5.00
1.25
6.25
57.50 42.50

Pengamatan
TPH C
Ya
Tidak
2.75
4.75
0.00
12.5
6.25
1.25
13.5
6.50
7.50
0.00
12.50 0.00
0.00 12.50
7.50
0.00
0.00
5.00
0.00
7.50
58.00 42.00

Penerapan GSP pada semua TPH kota Jambi belum terlaksana secara
maksimal, hal ini dibuktikan dari 10 karakter penilaian TPH Jambi Timur baru
mampu melaksanakan 58.00%, TPH Telanaipura baru mampu melaksanakan
57.50%, TPH Pasar Jambi baru mampu melaksanakan 58.00%. Penerapan GSP
pada setiap TPH di kota Jambi hampir sama karena memiliki fasilitas yang
modelnya sama dan penanganan juga dilakukan dengan cara yang sama. Gambar
proses penyembelihan pada masing-masing TPH dapat dilihat pada gambargambar di bawah ini.

14

Gambar 1 Proses penyembelihan ternak pada TPH Jambi Timur

Gambar 2 Proses penyembelihan ternak pada TPH Telanaipura

Gambar 2 Proses penyembelihan ternak pada TPH Pasar Jambi

15
Pada pelaksaan GSP terdapat beberapa penyimpangan dari yang
seharusnya. Tahapan penampungan ternak, semua TPH melakukan dengan cara
yang kurang memperhatikan keselamatan ternak sehingga menyebabkan ternak
stres, pada TPH Telanaipura ternak tetap diberi makan sampai beberapa saat
sebelum dilakukan pemotongan. dan juga tidak dilakukan pemisahan antara ternak
yang diduga sakit (dikandang isolasi) dengan ternak yang sehat sehingga sangat
besar peluang penularan penyakit antar ternak.
Tahapan pemotongan ternak, tidak dilakukan penimbangan ternak sebelum
dipotong, penimbangan hanya dilakukan setelah menjadi karkas, pemeriksaan
antemortem pada TPH Jambi Timur dan Kota Jambi tidak dilakukan oleh d