Pre Treatment of Raw Water Using Fixed Bed Reactor Technology

(1)

PRA

PERLAKUAN AIR SUNGAI SEBAGAI AIR BAKU

DENGAN TEKNOLOGI FIXED BED REACTOR

MEGA AYU YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pra-Perlakuan Air Sungai sebagai Air Baku dengan Teknologi Fixed Bed Reactor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Mega Ayu Yusuf NIM F351100061


(3)

ABSTRACT

MEGA AYU YUSUF. Pre-Treatment of Raw Water Using Fixed Bed Reactor Technology. Under supervision of SUPRIHATIN and MUHAMMAD ROMLI

Quality of raw water (river water) is decreasing, as result of industrial and domestic wastes discharge into river without any treatment. Therefore, treatment is needed to improve the raw water quality. An alternative for pre-treatment of the raw water is fixed bed reactor (FBR) system, in which organic substances can be removed biologically.In this experiment, an FBR was used to reduce concentrations of organic, ammonia, total suspended solid (TSS), color and turbidity in raw water. Three type of media were used namely honeycomb tube type made of plastic,recycled plastic bottled of drinking water and pumice. The system is equipped with circulator and aerator to support the microorganism growth on the media surface as biofilms.The experiments were conducted at HRT (Hydraulic Retention Time) between 14 hours. HRT of 3 hours was found to be optimum for the reactor with recycled plastic bottled of drinking water with removal efficiency of organic, ammonia, total suspended solid (TSS), color and turbidity are 70%, 61%, 66%, 67% and 63% respectively. With the use of fixed bed reactor is able to reduce the need of PAC to 0.07 mL and save production cost on WTP Cihideung for Rp90 720 000.00 /month.


(4)

RINGKASAN

MEGA AYU YUSUF. Pra-Perlakuan Air Sungai sebagai Air Baku dengan Teknologi Fixed Bed Reactor.Dibimbing oleh SUPRIHATIN dan MUHAMMAD ROMLI.

Air bersih sebagai sumber kehidupan persediaannya terbatas dan kualitasnya semakin menurun akibat cemaran dari hasil kegiatan industri dan rumah tangga. Sampah/limbah apabila tidak diolah dan dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan kualitas air menjadi turun. Kualitas air sungai yang dipakai sebagai sumber air baku perusahaan air minum (PAM) semakin menurun seiring dengan kenaikan jumlah penduduk, sebagai akibatnya biaya produksi semakin mahal.Pada kondisi tertentu PAM tidak dapat lagi memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat karena kualitas air olahan buruk.

Penurunan kualitas air baku mengakibatkan biaya proses pengolahan menjadi lebih besar karena bahan kimia yang dibutuhkan meningkat. Salah satu cara meningkatkan kualitas air bersih adalah dengan cara biologis. Cara biologis ini dapat dilakukan dalam suatu bioreaktor yang berisi media yang disebut sebagaifixed bedreactor. Selama operasi, gas atau liquid atau keduanya akan melewati reaktor dan bahan pengisi, sehingga akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan media padat. Metode ini merupakan sebuah cara pemurnian limbah berupa bahan organik yang ada pada air dengan bantuan bahan pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun mencemari perairan. Adapun pemanfaatan penanganan secara biologis ini seringkali digunakan untuk mengurangi kadar organik dalam perairan seperti ammonium, nitrat, dan bahan organik lainnya serta total suspended solid (TSS).

Penelitianinibertujuanuntukmengetahui pengaruh waktu tinggal pada kinerja teknologi fixed bed reactordan memperoleh kondisi proses terbaik pada fixed bed reactor dengan berbagai media yang diberikan (media plastik tipe sarang tawon, media plastik AMDK, dan media batu apung). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu meningkatnya kualitas air baku dari sungai Cihideung yang akan diolah oleh WTP IPB, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia (PAC) yang biasa digunakan untuk pengolahan air sungai. Biaya yang dikeluarkan oleh pihak Water Treatment Plant (WTP) diharapkan dapat berkurang.

Penelitian dilakukan dengan variasi waktu tinggal hidrolis (WTH) 1 sampai 4 jam untuk mendapatkan WTH terbaik. Pengukuran WTH diatur dengan cara menentukan laju alir air baku (debit), dimanauntukmendapatkanWTH 4 jam debit diaturpada 1.68 liter/menit, WTH 3 jam setara dengan debit 0.84 liter/menit, WTH 2 jam setara debit 0.56 liter/menitdan WTH 1 jam setara dengan debit 0.42 liter/menit. Kinerja masing-masing reactor diukur dengan tingkat penyisihanorganik, amonium, TSS, warna dan kekeruhan. Berdasarkan hasil analisa data penelitian dipilih WTH 3 jam dengan menggunakan media plastik AMDK dengan pertimbangan kelayakan waktu tinggal hidrolis yang tercepat tetapi efisiensi penyisihan senyawa organik,amonium, TSS, warna dan kekeruhan tertinggi. Pengoperasian fixed bed reactor dengan media plastik AMDK untuk mengolah air baku dengan WTH 3 jam mampu menyisihkan senyawa organik,


(5)

amonium, TSS, warna dan kekeruhan dengan efisiensi berturut-turut 70%, 61%, 66%, 67% dan63%. Bila WTH semakin pendek menyebabkan laju pembebanan semakin besar dan efisiensi penyisihan organik, amonium, TSS, warna dan kekeruhan semakin kecil.

Untuk membuat reaktor berkapasitas 135 m3 dengan media plastik AMDK dan WTH 3 jam diperlukan biaya investasi sebesar Rp85 287 500.00 serta biaya operasi sebesar Rp4 510 050.00 per bulan. Dengan penggunaan fixed bed reactor ini mampu menurunkan kebutuhan pemakaian koagulan hingga 0.07 mL PAC dan menghemat biaya produksi air bersih di WTP Cihideung sebesar Rp90 720 000.00 per bulan.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarangmengutip sebagianatau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan danmemperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PRA

PERLAKUAN AIR SUNGAI SEBAGAI AIR BAKU

DENGAN TEKNOLOGI FIXED BED REACTOR

MEGA AYU YUSUF

Tesis

sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar Magister Sains

PadaProgram StudiTeknologiIndustriPertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

JudulTesis :Pra Perlakuan Air Sungai sebagai Air Baku dengan Teknologi Fixed Bed Reactor

Nama :Mega Ayu Yusuf NRP : F351100061

Disetujui KomisiPembimbing

Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. St

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi DekanSekolahPascasarjana TeknologiIndustriPertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasi ldiselesaikan. Penelitian dengan judul Pra-Perlakuan Air Sungai sebagai Air Baku dengan Teknologi Fixed Bed Reactor dilaksanakan di Laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan sejak bulan Desember 2011 sampai Maret 2012.

Pada penyusunan karya ilmiah ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatinsebagai dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc, St. sebagai dosen pembimbing II yang tiada henti memberikan bimbingan dan kritik positif kepada penulis, serta Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng sebagai dosen penguji atas saran yang membangun bagi penulis. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan dan staf WTP IPB atas kerjasamanya dalam pengambilan sampel penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada orang tua dan adik terkasih, abang Junaidi tersayang, sertaseluruh keluarga atas dukungan, pengertian, kesetiaan dan pengorbanan yang tidak terhingga. Kepada rekan-rekan TIP 2010 (khususnya mbak Lya Agustina, Diklusari Isnarosi Norsita dan Riska Kartika Asri), penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan, serta kepada laboran, staf TIP, Nurhidayanti dan Bunga Cahyaputri yang telah banyak membantu penulis selama menjalankan penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang TeknologiIndustriPertanian.

Bogor, Juli 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Merauke pada tanggal 10 November 1987 sebagai anak pertama dari Ayahanda ArmanYusuf, S.Sos dan Ibunda Joice Pesik, S.Sos, MM. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Inpres Mopah Baru Merauke pada tahun 1992 sampai tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMPN 2 Merauke dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Pada tahun 2004 Penulis berhasil menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1Merauke.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2008.Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa pendidikan dari BPPS pada tahun 2010 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja sebagai staf dosen di Program Studi Teknik Pertanian Universitas Musamus Merauke, Papua.


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Hipotesis... 4

1.4 Ruang Lingkup... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 5

2.2 Teori yang Mendasari... 6

2.2.1 Karakteristik Air Baku dan Air Permukaan... 6

2.2.2 Senyawa Organik dalam Air... 7

2.2.3 Senyawa Amoniak... 8

2.2.4 Proses Nitrifikasi... 9

2.2.5 Pengaruh Senyawa Nitrogen... 2.2.6 Padatan Tersuspensi dan Kekeruhan... 2.2.7 Efisiensi Proses Penyisihan... 2.2.8 Pengertian Mikroorganisme... 2.2.9 Pengolahan Biologis... 2.2.10 Teknologi Fixed Bed Reactor... 2.2.11 Biofilm... 2.2.12 Media pada Fixed Bed Reactor... 12 13 14 15 16 18 23 27 2.3 KerangkaPemikiran... 28

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan WaktuPenelitian... 31

3.2 Bahandan Alat... 31

3.3 Metode Penelitian... 32

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Air Baku Aliran Sungai Cihideung... 37

4.2 Start – up Reaktor... 38

4.3 Perubahan Waktu Tinggal Hidrolik... 43

4.4Pengaruh WTH terhadap Penyisihan Organik, Amonium, Total Solid Suspended (TSS) dan Kekeruhan... 45

4.5Penentuan WTH dan Media Terpilih... 60


(14)

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan... 69

5.2 Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA... 71


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Waktu pengendapan untuk berbagai macam partikel... 2 Jenis bakteri pembentuk biofilm pada air dan limbah cair...

14 26 3 Debit air bakudenganwaktutinggalhidrolik... 34 4 Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandenganvariasi WTH 1-4 jam

padareaktordengan media plastiktipesarangtawon... 60 5 Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandenganvariasi WTH 1-4 jam

padareaktordengan media plastikAMDK... 60 6 Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandenganvariasi WTH 1-4 jam

padareaktordengan media batu apung... 61 7 Kualitas air bakudanhasilpengolahandengan WTH 1-4 jam

padareaktordengan media

plastiktipesarangtawon...

62 8 Kualitas air baku dan hasil pengolahan dengan WTH 1-4 jam pada

reactor dengan media plastikAMDK... 9 Kualitas air baku dan hasil pengolahan dengan WTH 1-4 jam pada

reactor dengan media batu apung... 10 Perkiraan biaya investasifixed bed reactor... 11Biaya kebutuhan listrik... 12 Total biaya operasional... 13 Konsentrasi PAC optimum pada tingkat kekeruhan berbeda...

62 63 66 66 66 69


(16)

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Siklus Nitrogen... 10

2 Proses pengolahan air secara biologis... 17

3 Mekanisme metabolisme di dalam reaktor... 4 Pembentukan biofilm... 19 25 5 Bagan kerangka pemikiran... 29

6SkemaUp Flow Fixed Bed Reactor...... 32

7 Media penyanggapadaUp Flow Fixed Bed Reactor.... 33

8 Diagram Alir Penelitian... 9 Lokasi WTP IPB Sungai Cihideung... 35 37 10Konsentrasiamoniumselama proses start-up... 39

11Konsentrasi nitratselama proses start-up... 40

12Nilai CODselama proses start-up... 42

13Dinamika WTH terhadap COD... 44

14Penyisihan COD (a) danefisiensipenyisihan COD dengan WTH 1- 4jam padareaktordengan media plastiktipesarangtawon (R1), reaktordengan media plastikamdk( R2), danreaktordengan media batuapung (R3)... 47

15 Penyisihan amonium(a) dan efisiensi penyisihan amonium dengan WTH 1-4 jam pada reaktor dengan media plastik tipe sarang tawon (R1), reaktor dengan media plastik amdk( R2), dan reaktor dengan media batu apung (R3)... 50 16Konsentrasinitrat (a) danpeningkatannitrat (b) dengan WTH 1- 4 jam padareaktordengan media plastiktipesarangtawon (R1), reaktordengan media plastikamdk( R2), danreaktordengan media batuapung (R3)... 52

17Penyisihan TSS (a) danefisiensipenyisihan TSS (b) dengan WTH 1- 4 jam padareaktordengan media plastiktipesarangtawon (R1), reaktordengan media plastikamdk( R2), danreaktordengan media batuapung (R3)... 55


(18)

18Kekeruhan (a) danefisiensipenyisihankekeruhan (b) dengan WTH 1- 4 jam padareaktordengan media plastiktipesarangtawon (R1), reaktordengan media plastikamdk( R2), danreaktordengan media batuapung (R3)... 19Warna (a) danefisiensipenyisihanwarna (b) dengan WTH 1- 4 jam

padareaktordengan media plastiktipesarangtawon (R1), reaktordengan media plastikamdk( R2), danreaktordengan media batuapung (R3)... 20Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandengan WTH 1-4 jam

padareaktordengan media

plastiktipesarangtawon...

21Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandengan WTH 1-4 jam padareaktordengan media

plastikAMDK...

22Rata-rata efisiensipenyisihanpolutandengan WTH 1-4 jam padareaktordengan media

batuapung...

23Pengendapanpadatandengankoagulan PAC...

57

59 63 63 64 67


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat selama masa

start-up... 77

2 Efisiensipenyisihan TSS pada WTH 1-4 jam... 78

3 Efisiensipenyisihanwarnapada WTH 1-4 jam... 80

4 Efisiensipenyisihankekeruhanpada WTH 1-4 jam... 82

5 EfisiensipenyisihanCODpada WTH 1-4 jam... 84 6 Peningkatan nitratpada WTH 1-4 jam...

7 Efisiensipenyisihanamoniumpada WTH 1-4 jam... 8 Analisa Jar Test pada efluen R1, R2, R3... 9 Analisa Jar Test untuk air sungai yang diencerkan... 10 Perhitunganbiayapemakaiankoagulan (PAC)... 11 PPRI No. 82 Tahun 2001... 12 Prosedur analisa laboratorium... 13 Data kualitas air baku sungai Cihideung WTP IPB...

86 88 90 91 92 93 95 97


(20)

(21)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur utama bagi kehidupan. Dalam era kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, air merupakan elemen utama, yaitu untuk kebutuhan domestik, perikanan, peternakan, budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik dan transportasi dan bahkan sampai kebutuhan sekunder seperti rekreasi dan olahraga. Setiap orang hendaknya dapat memanfaatkan air secara bijak dan dijaga terhadap cemaran, karena air tercemar dapat menimbulkan berbagai penyakit dan beresiko terhadap kehidupan.

Ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan bertambahnya penduduk. Sebagian besar air di bumi merupakan air asin dan hanya sekitar 2.5% saja berupa air tawar. Hanya 1% dapat dikonsumsi, sedangkan sisanya merupakan air tanah dalam atau berupa es di daerah kutub.Dengan keterbatasannya ini, seharusnya orang tidak mengeksploitasi air secara berlebih. Semakin terbatas jumlah air, maka berlaku hukum ekonomi, bahwa air merupakan benda ekonomis. Banyak orang rela bersusah-susah dan berani membayar mahal untuk membeli air ketika terjadi krisis air. Masyarakat desa di negara tropis, seperti Indonesia, harus berjalan puluhan kilometer untuk mencari sumber air di musim kemarau. Sementara masyarakat perkotaan belum semuanya mendapatkan pelayanan air bersih, baik kuantitas maupun kualitas.

Air bersih sebagai sumber kehidupan ini persediaannya terbatas dan kualitasnya semakin menurun akibat cemaran dari hasil kegiatan diantaranya oleh industri dan rumah tangga menghasilkan limbah/sampah. Sampah/limbah dihasilkan apabila tidak diolah dan dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran lingkungan dimana akan menyebabkan kuantitas dan kualitas sumber-sumber air menjadi ikut tercemar.

Penyediaan air bersih di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala kompleks, mulai dari kelembagaan, teknologi, anggaran, pencemaran, maupun sikap dari masyarakat. Pengelolaan air bersih ini berpacu dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat serta perkembangan wilayah dan industri yang cepat. Tanpa disadari, krisis ekonomi di Indonesia juga ikut mengancam pasokan


(22)

air bersih. Membengkaknya biaya operasional berpengaruh terhadap kegiatan operasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai pengelola air minum karena kesulitan mendanai biaya operasi yang melonjak, terutama oleh kenaikan harga suku cadang, bahan kimia, dan tarif listrik yang meningkat. Studi yang dilakukan oleh Bappenas dan Persatuan Perusahaan Air Minum (Perpamsi) pada November tahun lalu menunjukkan, 87 dari 303 PDAM di seluruh Indonesia berada dalam kondisi kritis (US-AEP Monthly Report, Januari 1999).Selain masalah dana, PDAM juga dibelit dengan masalah efisiensi sehingga belum dapat melayani masyarakat dengan optimal. PDAM dibutuhkan masyarakat perkotaan untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan air tanah di perkotaan telah tercemar oleh bakteri dan logam. Penyedotan air tanah secara berlebihan telah menurunkan permukaan air tanah dan menyusupnya (intrusi) air laut. Penurunan permukaan air tanah dan intrusi air laut terus berlangsung, sehingga kualitas air tanah pun makin menurun. Selain itu kuantitas air tanah juga semakin berkurang karena air hujan tidak mampu mengisi air tanah disebabkan banyaknya rumah yang berdesakan, gedung bertingkat menjulang, serta jalan aspal dan permukaan tanah yang dilapisi beton,menghalangi air hujan masuk ke dalam tanah.

Adanya permasalahan kuantitas dan kualitas air tanah (ground water) yang makin merosot, menyebabkan penyediaan air bersih di masa depan akan bergantung kepada air permukaan (surface water) seperti air sungai. Padahal sungai ini sudah tercemar oleh limbah industri dan limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Seperti halnya air sungai Cihideung yang merupakan sumber air baku yang digunakan oleh IPB (Institut Pertanian Bogor). Kerap kali pihak pengolahan air baku atau WTP (Water Treatment Plant) IPB mengalami kesulitan dalam pengolahan air baku yang berasal dari sungai Cihideung. Tingkat kekeruhan air dan bahan organik terlarut sulit dikendalikan akibat perubahan cuaca yang sering terjadi di daerah Bogor. Apabila kondisi hujan terjadi tingkat kekeruhan air sungai dapat meningkat hingga 50 FTU bahkan lebih, hal ini dapat berdampak pada pengolahan air baku yaitu penambahan dosis koagulan atau PAC (Poly Aluminium Chloride) dan pada sistem UF (Unit Filtrasi) sistem ini tidak dapat dioperasikan karena alat dapat rusak apabila air baku yang diolah memiliki


(23)

tingkat kekeruhan >50 FTU. Untuk mengelola bahan baku air yang tercemar, tentu dibutuhkan teknologi dan biaya yang lebih mahal.

Penurunan kualitas air baku mengakibatkan biaya proses pengolahan menjadi lebih besar, bahan kimia yang dibutuhkan meningkat dan kualitas air olahan tidak memenuhi kriteria mutu air sebagai air baku. Salah satu cara meningkatkan kualitas air bersih adalah dengan cara biologis. Cara biologis ini dapat dilakukan dalam suatu bioreaktor yang berisi media padat. Jenis reaktor ini biasa disebut fixed bed reactor.Fixed bed reactordapat didefinisikan sebagai suatu tube silindrikal yang dapat diisi dengan partikel-partikel katalis. Selama operasi, gas atau liquid atau keduanya akan melewati tube dan partikel-partikel katalis, sehingga akan terjadi reaksi. Salah satumedia yang dapat digunakan dalam fixed bed reactoradalah media plastik, karena yang dapat dijadikan sebagai media tanam sehingga dapat dijadikan tempat tumbuh atau media untuk mikroorganisme. Metode ini merupakan sebuah cara pemurnian limbah berupa bahan organik yang ada pada air dengan bantuan bahan pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun mencemari perairan. Adapun pemanfaatan penanganan secara biologis ini seringkali digunakan untuk mengurangi kadar organik dalam perairan seperti amonium, nitrat, dan bahan organik lainnya serta total suspended solid (TSS). Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi dalam perairan maka dampaknya akan menimbulkan pencemar bagi ekosistem di perairan tersebut dan dampak tidak langsung bagi manusia oleh karena itu dibutuhkan pengendalian terlebih dahulu. Waktu tinggal dalam fixed bed reactorini sangat penting diketahui untuk mendapatkan efluen yang optimum, oleh karena itu waktu tinggal yang tepat/ optimum perlu diketahui dalam menerapkan teknologi fixed bed reactor.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkanwaktu tinggal hidrolik padafixed bed reactor

2. Mendapatkan jenis media terbaik dilihat dari kualitas air hasil olahan dan kecepatan waktu tinggal.


(24)

1.3Hipotesis

Berkaitan dengan latar belakang dan tujuan yang telah dikemukakan maka hipotesis pada penelitian ini adalah sistem mampu menurunkan kandungan bahan organik, amonium, serta parameter lain seperti nitrat, nitrit, TSS, warna, kekeruhan dan stabil terhadap kondisi gangguan (laju pembebanan)

1.4Ruang Lingkup

1. Penelitian dilaksanakan dengan cara menggunakan air baku yang bersumber dari air sungai Cihideung menggunakan up flow fixed bed reactor dengan media plastik bekas AMDK.

2. Pre-Treatment dilakukan dengan fokus terhadap pengaruh waktu kontak air dalam fixed bed reactor.

3. Parameter yang dianalisa adalah konsentrasi senyawa organik (COD), anorganik (amonium) dan sifat fisiknya (Total Solid Suspended/TSS, kekeruhan dan warna).

4. Mikroba yang digunakan berasal dari mikroba alamidi dalam air baku, dan dikembangbiakkan secara alami dalam bioreaktor.

5. Hasil analisa kualitas effluent akan dibandingkan dengan penggunaan PAC dengan cara melakukan uji Jar Test

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kualitas air baku dari sungai Cihideung yang diolah oleh WTP IPB dapat meningkat, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia (PAC) yang biasa digunakan untuk pengolahan air sungai. Biaya yang dikeluarkan oleh pihak Water Treatment Plant (WTP) diharapkan dapat berkurang.


(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu

Beberapa penelitian tentang perlakuan pendahuluan dengan menggunakan teknologi fixed bed reactor telah dilakukan. Lucero et al. (2003) telah berhasil menggunakan teknologi up flow fixed bed reactor yang dilakukan untuk mengolah limbah persawahan dengan Waktu Tinggal Hidrolik(WTH) selama 32-42 menit, laju ar influen = 1 5 Liter/menit dan menghasilkan efisiensi penyisihan COD sebesar 90-91%. Westermandan Bicudo (2006) menggunakan biofilter dengan media plastik (poly styrene) untuk mengolah limbah pada pabrik minuman keras dan menghasilkan penyisihan nitrat sebesar 62% dan BOD sebesar 34%. Farizogluet al. (2003) mengadakan penelitian untuk mengetahui kinerja biofilter aerobik menggunakan media batu kerikil sebagai biofilter untuk mengolah limbah pabrik tahu dan menghasilkan penyisihan COD sebesar 73% dan MLSS = 75%.

Watten dan Sibrell (2006) menentukan parameter kualitas (kelembaban, persen konten , pH dan konduktivitas) pada limbah landfill serta mengevaluasi efektifitas terhadap penghilangan nitrat pada air permukaan menggunakan biofilter dengan bahan pengisi batu, potongan rumputdan kompos dari landfill dan dari pencampuran tersebut dapat meningkatkan penghilangan nitrat sebesar 70%.Widayat (2010) mengkaji karakteristik reaktor biofilter dengan media plastik tipe sarang tawon terhadap penyisihan konsentrasi senyawa organik, amonia, deterjen, dan TSS dalam air baku perusahaan air minum danan menghasilkan WTH semakin pendek, laju pembebanan semakin besar dan efisiensi penyisihan organik, amonia, deterjen, dan TSS semakin kecil.Kondisi operasi terpilih pada waktu tinggal hidrolik adalah 2 jam dan suplai udara 20 L/menit dengan efisiensi penyisihan organik, amonia, deterjen, dan TSS adalah 68%, 65%, 64%, dan 74%.Li (2010) melakukan pengolahan limbah landfill dengan up flow fixed bed reactor terbaik pada WTH = 8 hari, menggunakan konsentrasi COD influen sebesar 6000 mg/L dan penyisihan COD sebesar 76%.


(26)

2.2 Teori yang Mendasari

2.2.1 Karakteristik Air Baku dan Air Permukaan

Menurut Watten dan Sibrell (2006) karakteristik air baku permukaan secara umum digolongkan menjadi :

1. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan tinggi

Air permukaan ini telah melalui permukaan tanah yang rentan terhadap erosi atau ditutupi dengan vegetasi yang rendah kerapatannya. Air ini umumnya telah stagnant di waduk atau di danau yang sedikit mengandung gulma atau tanaman air.

2. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan rendah sampai sedang

Air ini adalah seperti pada golongan yang pertama hanya telah mengalami pengendapan yang cukup lama di suatu badan air

3. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan temporer

Air permukaan ini biasanya dari daerah pegunungan, dimana pada saat tidak turun hujan airnya jernih tetapi pada saat hujan terjadi kekeruhan sesaat. Air ini mengalir melalui permukaan yang tertutup oleh vegetasi yang cukup lebat dan curam sehingga pada waktu tidak hujan menghasilkan air yang jernih, tetapi pada waktu hujan menjadi keruh karena terjadi lonjakan tingkat sedimen akibat erosi. Setelah hujan selesai sekitar 2-3 jam air kembali ke aliran dasar (base flow) dan jernih kembali.

4. Air permukaan dengan kandungan warna sedang sampai tinggi

Air yang demikian umumnya telah melalui daerah dengan tingkat humus tinggi dan akibat terlarutnya zat tanin dari sisa-sisa humus tingkat warnanya menjadi tinggi, selain itu akibat proses alami pH air menjadi asam. Air ini umumnya terdapat di daerah rawa dan gambut.

5. Air permukaan dengan kesadahan tinggi

Kesadahan paling banyak dijumpai di air laut, dan pada air permukaan tawar umumnya diakibatkan oleh Ca dan Mg dalam kadar yang tinggi yaitu lebih besar dari 200 mg/L CaCO3, sehingga air yang mengalir pada daerah batuan kapur akan mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi.


(27)

6. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah

Air seperti ini dapat dijumpai pada danau-danau yang masih belum tercemar atau air yang masih baru saja keluar dari mata air.

7. Air permukaan dengan polutan rendah sampai tinggi

Air seperti ini sering dijumpai di kota-kota besar. Aktivitas manusia melalui kegiatan domestik maupun industri mengakibatkan pencemaran, sehingga kadar polutan seperti organik, amonia, detergen, logam-logam dan pencemar lainnya meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

2.2.2 Senyawa Organik dalam Air

Metcalf dan Eddy (2003) mengatakan bahwa bahan organik terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Zat organik di alam dapat dijumpai pada air permukaan maupun bawah tanah. Senyawa organik dalam air berasal dari:

1 Alam : minyak/lemak hewan, tumbuh-tumbuhan, dan gula

2 Sintesa : berbagai macam persenyawaan yang dihasilkan oleh industri 3 Fermentasi : alkohol, aseton, gliserol, asam-asam dan sejenisnya yang berasal

dari kegiatan mikroorganisme tehadap bahan organik.

Zat organik dalam air dapat diketahui dengan menentukan angka permanganatnya, walaupun KMnO4 sebagai oksidator tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan cepat pengerjaannya. Penentuan bilangan permanganat ditujukan untuk menentukan kandungan zat organik dalam air alam, seperti air sungai, sumur dan danau (Horran 1990). Menurut Winkler (1981) di dalam pengolahan zat organik akan menghasilkan efek rasa dan bau, akibat dari pembusukan secara biologi. Warna dalam air merupakan hasil kontak air dengan reruntuhan organik, seperti tumbuhan, kayu, dan pembusukan dalam beberapa tingkatan variasi dekomposisi. Asam humat dan humus yang berasal dari pembusukan lignin dianggap sebagai penyebab utama timbulnya warna. Warna dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu warna semu (apparent color) disebabkan adanya partikel tersuspensi dan warna nyata (true color) disebabkan oleh ekstraksi dari asam organik tumbuhan yang berbentuk koloid.


(28)

Zat organik dapat disisihkan secara biologi, dengan beberapa variabel yang berpengaruh antara lain jumlah oksigen terlarut (DO), waktu kontak, senyawa pengganggu (inhibitor), jenis dan jumlah mikroorganisme pengurai (Bitton 1994). Adanya oksigen menyebabkan proses oksidasi aerob dapat berlangsung, bahan–

bahan organik akan dirubah menjadi produk – produk akhir yang relatif stabil dan sisanya akan disintesis menjadi mikroba baru. Secara umum mekanisme penguraian organik dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

Standar maksimum kandungan zat organik khususnya kloroform dalam air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air

minum sebesar 200μg/liter. Bila telah melampaui batas maksimum yang telah ditentukan tersebut maka dapat menyebabkan bau yang tidak sedap pada air minum dan dapat menyebabkan sakit perut. Adanya zat organik dalam air dapat diketahui dengan perubahan fisik dari air terutama dengan timbulnya warna, rasa, bau dan kekeruhan.

2.2.3 Senyawa Amonia

Barnes (1980) mengatakan amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ atau disebut dengan amonium. Nitrogen amonia keberadaannya di dalam air adalah sebagai amonium (NH4+), yaitu berdasarkan reaksi kesetimbangan:

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH-

Amonia dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi secara mikrobiologis zat organik yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan domestik. Adanya amonia tergantung pada beberapa faktor yaitu, sumber amonia, tanaman air yang menyerap amonia sebagai nutrien, konsentrasi oksigen dan suhu. Konsentrasi amonia dapat berubah-ubah sepanjang tahun, pada musim panas konsentrasi senyawa ini lebih rendah, hal ini disebabkan amonia diserap

CO2 + H2O + Energi Mikroba

Sel-sel baru Bahan organik + O2


(29)

oleh tumbuhan, selain itu dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu air yang tinggi yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi, sedangkan pada suhu yang rendah yaitu musim dingin pertumbuhan bakteri berkurang dan proses nitrifikasi berjalan lambat sehingga menyebabkan konsentrasi amonia pada sungai tinggi (Jennings 1991).

Menurut Dewi (1998) amonia banyak ditemukan pada air permukaan dan air tanah dari mulai kadar rendah hingga mencapai 30 mg/L lebih (air limbah). Kadar amonia yang tinggi pada air sungai menimbulkan gangguan kehidupan perairan. Keberadaan amonia pada air minum menimbulkan rasa kurang enak serta mengganggu kesehatan, sehingga pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus dibawah 1 mg/L. Barnes (1980) juga mengatakan bahwa amonia dapat menyebabkan kondisi toksik bagi kehidupan perairan. Kadar amonia bebas dalam air meningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu. Kehidupan di perairan terpengaruh oleh kehadiran amonia, dimana pada konsentrasi 1 mg/L dapat menyebabkan hewan air mati lemas karena oksigen terlarut berkurang. Senyawa amonia dalam air dapat dihilangkan secara mikrobiologi melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit dan nitrat dengan penambahan oksigen melalui proses aerasi.

Senyawa amonia dapat mengurangi keefektifan klor yang biasanya digunakan sebagai tahap akhir dalam pengolahan air untuk mereduksi mikroorganisma dan bahan organik yang tersisa. Asam hipoklorid dapat bereaksi dengan amonia membentuk kloramin dengan daya disinfektan rendah (Benefiled dan Randall 1980).

2.2.4 Proses Nitrifikasi

Senyawa nitrogen merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan, karena nitrogen merupakan salah satu nutrien utama yang berperan dalam pertumbuhan organisme hidup. Senyawa ini merupakan komponen dasar protein yang keberadaannya di perairan digunakan oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk memproduksi sel. Nitrogen di atmosfir sebagian besar dalam bentuk gas nitrogen, jumlahnya ± 78% dan sangat terbatas dalam lingkungan air.


(30)

Pada umumnya gas nitrogen ini tidak dapat dipergunakan secara langsung oleh makhluk hidup, hanya beberapa organisme khusus yang dapat mengubahnya ke dalam bentuk organik nitrogen dan proses yang terjadi dinamakan fiksasi. Peran senyawa nitrogen dalam proses pertumbuhan diketahui dari bentuk serta perubahannya yang terjadi di alam dalam suatu siklus yang disebut siklus nitrogen. Gambar 1 menunjukkan siklus nitrogen yang terjadi di lingkungan perairan (Manahan 1994).

Gambar 1 Siklus Nitrogen (Manahan 1994)

Senyawa nitrit merupakan bahan peralihan dalam siklus biologi. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi biokimia amonium, tetapi sifatnya tidak stabil karena pada kondisi aerobik terbentuk nitrit, dan dengan cepat nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter. Nitrat dalam kondisi anaerobik direduksi menjadi ntrit yang selanjutnya hasil reduksi tersebut dilepas sebagai gas nitrogen. Nitrit yang ditemui pada air minum dapat juga berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai industri untuk mengalirkan air dari sistem distribusi PAM. Pada air permukaan, konsentrasi nitrit sangat rendah, tetapi konsentrasi yang tinggi ditemukan pada air limbah dan rawa atau tempat dimana kondisi anaerobik sering dijumpai. Di Indonesia konsentrasi nitrat di dalam air minum tidak boleh melebihi 10 mg/L (Alerts dan Santika 1984). Proses nitrifikasi didefinisikan sebagai


(31)

konversi nitrogen amonium (N-NH4) menjadi nitrit (N-NO2) yang kemudian menjadi nitrat (N-NO3) yang dilakukan oleh bakteri autotropik dan heterotropik (Grady dan Lim 1980).

Proses nitrifikasi ini dapat dibagi dalam dua tahap yaitu:

1 Tahap nitritasi, merupakan tahap oksidasi ion amonium (NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) oleh bakteri nitrosomonas dengan reaksi berikut:

NH4++ 1½ O2→ NO2- + 2H++ H2O + 2,75 KJ Nitrosomonas

2 Tahap nitrasi merupakan tahap oksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-) oleh bakteri nitrobacter dengan reaksi berikut:

NO2-+ ½O2→ NO3-+ 75 KJ Nitrobacter

Secara keseluruhan proses nitrifikasi adalah sebagai berikut: NH4++ 2 O2→ NO3- + 2H++ H2O

Menurut Arifin (1994) kedua reaksi diatas adalah reaksi eksotermik (reaksi yang menghasilkan energi). Jika kedua jenis bakteri tersebut ada, baik di tanah maupun di perairan maka konsentrasi nitrit akan berkurang karena nitrit dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat. kedua bakteri ini dikenal sebagai bakteri autotropik yaitu bakteri yang dapat mensuplai karbon dan nitrogen dari bahan-bahan anorganik dengan sendirinya. Bakteri ini menggunakan energi dari proses nitrifikasi untuk membentuk sel sintesa yang baru. Sedangkan bakteri heterotropik merupakan bakteri yang membutuhkan bahan-bahan organik untuk membangun protoplasma. Walaupun bakteri nitrifikasi autotropik keberadaannya lebih banyak di alam, proses nitrifikasi dapat juga dilakukan oleh bakteri jenis heterotropik (Arthobacter) dan jamur (Aspergillus).

Horran (1990) berpendapat bahwa senyawa N-NH4+ yang ada di perairan akan dioksidasi menjadi nitrat tetapi mengingat kebutuhan O2 yang cukup besar maka akan terjadi penurunan oksigen di dalam perairan tersebut sehingga mengakibatkan kondisi septik. Pada proses pengolahan senyawa N-NH4+ secara biologis kebutuhan O2 cukup besar sehingga kebutuhan O2 yang tinggi dapat dipenuhi dengan cara memperbesar transfer O2 ke dalam instalasi pengolahan.


(32)

Pada reaktor biofilter seperti yang digunakan dalam penelitian ini transfer O2 yang besar dapat diperoleh dengan cara menginjeksikan udara ke dalam reaktor. Adanya injeksi udara menggunakan blower diharapkan akan terjadi kontak antara gelembung udara dan air yang diolah, dengan luas kontak yang sebesar-besarnya.

Miwa (1991) menyatakan ada beberapa faktor pengontrol proses nitrifikasi dalam pengolahan air , yaitu:

1 Konsentrasi oksigen terlarut (Dissolved Oksigen)

Proses nitrifikasi merupakan proses aerob dan berjalan baik jika oksigen terlarut > 1 mg/L.

2 Suhu

Kecepatan pertumbuhan bakteri nitrifikasi dipengaruhi oleh temperatur antara 8 30°C, sedangkan temperatur optimalnya sekitar 30°C.

3 pH

pH optimal bakteri nitrosomonas dan nitrobacter antara 7.5 – 8.5 dan aktivitasnya akan mengalami penurunan pada pH di bawah 6 atau diatas 9.

2.2.5 Pengaruh Senyawa Nitrogen

Manahan (1994) mengatakan bahwa senyawa nitrogen dalam jumlah yang berlebih dengan berbagai bentuk dalam siklusnya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, diantaranya:

1 Proses eutrofikasi yaitu dengan kehadiran senyawa nitrat dengan konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang dalam jumlah yang tidak terkendali sehingga air kekurangan oksigen terlarut dan akibatnya kondisi perairan menjadi septik.

2 Proses nitrifikasi mengakibatkan konsentrasi oksigen terlarut berkurang sehingga mengakibatkan kerusakan kehidupan air.

3 Senyawa nitrit dapat membahayakan kesehatan karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah sehingga pengikatan oksigen oleh hemoglobin terganggu (metahaemoglobin).

4 Nitrat direduksi menjadi nitrit di dalam usus manusia, sehingga dapat menyebabkan penyakit eyanosis (metahemoglobin) terutama terjadi pada bayi atau yang lebih dikenal dengan penyakit blue-baby.


(33)

5 Konsentrasi senyawa amonia> 1 mg/L akan menyebabkan korosi pada pipa, terutama yang terbuat dari tembaga.

2.2.6 Padatan Tersuspensi dan Kekeruhan

Air mengandung bermacam-macam senyawa polutan baik yang tersuspensi, berupa koloid maupun yang terlarut.Senyawa-senyawa polutan yang ada dalam air tersebut, secara umum dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yakni senyawa atau zat yang terlarut (dissolved substances), padatan tersuspensi (suspended solids, SS), dan partikel koloid (colloidal particles).Zat terlarut adalah semua senyawa yang larut dalam air, dengan ukuran kurang dari beberapa nanometer.Senyawa-senyawa ini umumnya berupa ion positif atau ion negatif.Selain itu juga termasuk gas-gas yang terlarut misalnya oksigen, karbondioksida, hidrogen sulfida dan lain-lain.Zat padat tersuspensi merupakan senyawa bentuk padat yang berada dalam kondisi tersuspensi dalam air.Padatan tersebut kemungkinan berasal mineral-mineral misalnya pasir yang sangat halus, silt, lempung atau berasal dari zat organik misalnya asam humus, asam vulvat yang merupakan hasil penguraian jasat tumbuh-tumbuhan atau binatang yang telah mati.Di samping itu, padatan tersuspensi ini juga dapat berasal dari mikroorganisme misalnya plankton, bakteria, alga, virus dan lain-lainnya.Semua elemen-elemen tersebut umumnya menyebabkan kekeruhan atau warna dalam air.Kekeruhan dalam air juga dapat disebabkan oleh keberadaan partikel koloid dalam air. Partikel koloid hampir sama dengan padatan tersuspensi hanya mempunyai ukuran yang lebih kecil yakni kurang dari 1 μm (mikron), dengan

kecepatan pengendapan yang sangat rendah sekali. Proses koagulasi-flokulasi adalah merupakan proses dasar pengolahan air untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan partikel-partikel koloidal. Poses ini biasanya dilakukan pada tahap akhir dari proses pemisahan zat cair dan zat padat (Degremont 1991).

Dispersi koloid dalam air merupakan partikel-partikel bebas yang tertahan dalam air dalam bentuk suspensi.Hal ini disebabkan karena ukuran partikel yang sangat halus (1-200 nm), hidrasi oleh air dan adanya muatan listrik permukaan.Suatu koloid dikatakan stabil apabila tidak dapat menggumpal secara alami.Faktor yang paling mempengaruhi stabilitas koloid dalam air adalah ukuran


(34)

partikelnya.Partikel dengan ukuran yang lebih besar, ratio luas permukaan partikel terhadap berat partikel kecil sehingga pengendapan secara gravitasi menjadi dominan.Beberapa contoh waktu pengendapan untuk berbagai jenis partikel dapat dilihatseperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Waktu pengendapan untuk berbagai macam partikel

Diameter partikel Tipe

partikel Waktu pengendapan dalam 1 meter air Luas spesifik m2/m3

mm µm Å

10 104 108 Kerikil 1 detik 6.102

1 103 107 Pasir 10 detik 6.103

10-1 102 106 Pasir halus 2 menit 6.104

10-2 10 105 Lempung 2 jam 6.105

10-3 1 106 Bakteri 8 hari 6.106

10-4 10-1 105 Koloid 2 tahun 6.107

10-5 10-2 104 Koloid 20 tahun 6.108

10-6 10-3 103 Koloid 200 tahun 6.109

Sumber : Dumont (2009)

2.2.7 Efisiensi Proses Penyisihan

Perhitungan penyisihan senyawa polutan didasarkan atas perbandingan pengurangan konsentrasi zat pada titik masuk dan keluar terhadap konsentrasi zat di titik masuk. Tingkat efisiensi yang didapat merupakan gabungan antara hasil asimilasi oleh mikroorganisme heterotrof dan proses biologis oleh mikroorganisme. Perhitungan tingkat efisiensi ini dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

Eff-C = Cin - Cout X 100 % Cin

dimana ;

Eff-C = Persentase penyisihan konsentrasi zat (%) Cin = Konsentrasi zat dalam titik masuk (mg/L)


(35)

2.2.8 Pengertian Mikroorganisme

Menurut Lay dan Hastowo (1992), mikroorganisme atau mikroba adalah substansi bersel satu yang membentuk koloni atau kelompok dimana satu sama lain dalam koloni tersebut saling berinteraksi. Dalam pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan sumber energi, karbon dan nutrisi. Berdasarkan kebutuhan nutrisinya bakteri dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Heterotrop yaitu bakteri yang mengambil karbon dari karbon organik saja. 2. Autotrop yaitu bakteri yang menggunakan CO2 dan HCO3- sebagai sumber

karbon tunggal.

3. Fakultatif autotrop yaitu bakteri yang menggunakan senyawa organik maupun CO2 sebagai sumber karbon.

Lay dan Hastowo (1992) juga menyatakan bahwa bakteri memerlukan energi untuk melakukan aktivitasnya. Berdasarkan sumber energi bakteri dapat dibedakan menjadi:

1. Phototrop yaitu bakteri yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi. 2. Chenamotrop yaitu bakteri yang menggunakan reaksi kimia (reaksi reduksi

oksidasi bahan organik).

Setiap jenis mikroorganisme dapat hidup baik pada rentang temperatur tertentu. Temperatur yang paling baik utuk aktivitas mikroorganisme disebut temperatur optimal. Berdasarkan hal itu bakteri dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Bakteri Psikrofil (oligotermik) yaitu bakteri yang hidup pada temperatur antara 0oC – 30oC dengan temperatur optimum 10oC – 20oC.

2. Bakteri Mesofil (mesotermik) yaitu bakteri yang hidup pada temperatur antara 5oC – 60oC dengan temperatur optimum 25oC – 40oC.

3. Bakteri Termofil (politermik) yaitu bakteri yang hidup pada suhu antara 40oC -80oC dengan temperatur optimum 55oC – 65oC.

Metcalf dan Eddy (2003) menyatakan bahwa jenis-jenis mikroorganisme yang sering dijumpai pada proses pengolahan biologis adalah bakteri, jamur, protozoa, alga, crustacea dan virus. Sel bakteri adalah sel yang paling berperan dan banyak dipakai secara luas di dalam proses pengolahan air baku sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat dianggap sama dengan bakteri.


(36)

Menurut Miwa (1991), beberapa jenis dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur, lumut, protozoa dan invertebrata adalah habitat dalam biofilm tertentu, walaupun demikian bakteri, jamur dan lumut biasanya merupakan mayoritas. Bakteri dan jamur mengambil zat-zat gizi dan zat-zat lainnya, sedangkan protozoa dan invertebrata diharapkan hidup dari mereka. Kematian biomassa dari mikroorganisme akan diuraikan oleh bakteri dan di dalam biofilm tersebut ada sejenis rantai makanan.

2.2.9 Pengolahan Biologis

Miwa (1991) mengatakan bahwa di dalam proses pengolahan air yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas mikroorganisma biasa disebut dengan proses biologis. Proses pengolahan secara biologis dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air dengan beban BOD yang sangat tinggi. pengolahan air yang mengandung polutan zat organik dapat dilakukan secara biologis. Pada prinsipnya proses biologis akan mengubah bahan-bahan pencemar yang berbentuk koloid atau terlarut yang ada didalam air baku menjadi bentuk lain dalam bentuk gas, maupun jaringan sel yang dapat dipisahkan dengan proses fisis seperti pengendapan. Begitupun juga dengan Pelezar dan Chan (1996) mengatakan bahwa pengolahan biologis didefinisikan sebagai proses pemurnian sendiri di dalam air dengan penyesuaian kondisi yang sesuai untuk meningkatkan efisiensi. Dalam beberapa penelitian kualitas air sungai menyatakan apabila zat pencemar dibuang pada hulu mengalir ke hilir melalui sungai, dengan berjalannya waktu sejumlah konsentrasi polutan akan berkurang, hilang atau tereduksi pada derajat konsentrasi tertentu, gejala ini dikenal dengan pemurnian sendiri oleh sungai (self cleaning service). Aktivitas ini berjalan alami, mikroorganisme sebagai peran utama pada proses penyisihan ini tumbuh, menempel pada permukaan kerikil dan tumbuhan air di sungai.


(37)

Pengolahan air limbah secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya. Proses biologis dengan biakan melekat berbeda dengan biakan tersuspensi dimana proses pengolahan air dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor, RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya (Bitton 1994). Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis dapat dilihat pada Gambar2.


(38)

2.2.10 Teknologi Fixed Bed Reactor

Dalam proses pengolahan air yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik polutan tersebut (Miwa 1991). Fixed bed reactor adalah reaktor berbentuk pipa besar yang didalamnya berisi katalisator padat. Bisanya digunakan untuk reaksi fasa gas atau cair dengan katalisator padat.Katalisator disini digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme.Cara pemurnian limbah dengan bantuan bahan pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun mencemari perairan.

Fixed bedreactor biasanya terdiri dari katalis partikel padat (stationary solid catalyst particle) yang bereaksi dengan aliran fluida. Aliran fluida bisa berupa gas atau liquid (atau campuran keduanya) (Elma2010).Keuntungan penggunaan fixed bed reactor, antara lain relatif stabil terhadap perubahan kualitas influen dan keberadaan senyawatoksik, konsentrasi biomassa yang tinggi dan waktu retensi solid yang panjang dapat dicapai (Malone and Timothy 2006), mudah dalam proses aklimatisasi dan mampu mengatasi influen limbah yang bervariasi tanpa kesalahan proses (Umana 2008).

Salah satu penjelasan mengenai peningkatan aktivitas biodegradasi yaitu dimulai dengan peningkatan jumlah dari konsentrasi biomassa dalam pertumbuhan sistem.Aktivitas yang tinggi ini juga dilengkapi untuk meningkatkan konsentrasi dari nutrien yang melekat di dalam biofilm.(Madigan1997). Sehubungan dengan bentuknya yang berlumpur, biofilm tersebut menjerab zat partikulat dari pengolahan air, jadi konsentrasi nutrien dalam biofilm biasanya lebih tinggi dibandingkan air yang bebas dari kandungan organik. Tingginya konsentrasi nutrien dapat menyebabkan tinggi pula laju pertumbuhan mikroorganisme dan mempertinggi aktivitas degradasi.Penjelasan mengenai peningkatan aktivitas biodegradasi lainnya dapat dilihat dari perbedaan fisik antara lekatan dan suspensi mikroorganisme.Perbedaan ini dapat menunjukkan kecepatan laju pertumbuhan, aktivitas metabolik yang meningkat, dan hambatan besar atau keracunan (Cohen 2000).


(39)

Menurut Bitton (1994), mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm dalam suasana aerobik secara sederhana dapat dilihat pada Gambar3.

Gambar3 Mekanisme metabolisme di dalam reactor (Bitton 1994)

Gambar ini menunjukkan suatu sistem metabolisme yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada pada medium, lapisan air yang diolah dan lapisan udara yang terletak di luar. Senyawa polutan yang ada di dalam air seperti amonium, nitrat, phospor, dan senyawa organik lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energy yang dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa. Cara misalnya pada sistem RBC yakni melalui kontak dengan udara luar, pada sistem trickling filter dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem fixed bedreactor tercelup dengan mengunakan blower udara dan dibantu dengan pompa sirkulasi.

Di dalam proses biologis ini apabila ini apabila lapisan biofilm cukup tenang, maka pada bagian luar lapisan biofilm akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S,dan jika


(40)

konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh baktri sulfat yang ada di dalam biofilm. Pada zona aerobik, nitrogen-amonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat kemudian pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Dalam proses biologis terjadi kondisi aerobik dan anaerobik pada saar bersamaan , oleh karena itu dengan sistem biofilm ini proses penyisihan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah (Bitton 1994).

Menurut Metcalf dan Eddy (2003) proses metabolisme pada mikroorganisme adalah sebagai berikut:

Oksidasi

COHNS + O2 + bakteri CO2 + NH3 + produk +energy akhir (Materi organik) Sintesa

COHNS + O2 + bakteri + energi C5H7NO2(Materi organik) Respirasi

C5H7NO2 + 5 O2 5 CO2 + NH3 + 2H2O + energi

Pelezar dan Chan (1996) mengatakan bahwa pengolahan biologi efektif dalam menyisihkan bahan-bahan organik. Beberapa factor yang mempengaruhi efisiensi proses pengolahan antara lain:

1. Suhu (temperatur) air

Suhu optimal antara 20oC-30oC dan efisiensi pengolahan akan berkurang pada temperature yang lebih rendah atau lebih tinggi.

2. Nilai pH

Nilai pH optimal antara 7-7,5 3. Oksigen terlarut

Oksidasi dan penguraian dari zat-zat organik, nitrifikasi amonia dengan mikroorganisme membutuhkan oksigen, sehingga apabila menginginkan efisiensi lebih tinggi perlu ditambahkan aerasi atau suplai udara.

4. Penghambat

Kehadiran dari beberapa pencemar seperti logam berat, minyak, zat organik berbahaya, tanah dan pasir halus yang tersuspensi menutup lapisan biofilm dapat menghambat aktivitas biologis.Sehingga efisiensi pengolahan berkurang.


(41)

5. Frekuensi kontak

Frekuensi kontak dapat diartikan sebagai kapasitas pengolahan per unit luas permukaan biofilm. Frekuensi kontak antara air yang akan diolah dengan biofilm semakin tinggi maka efisiensi penyisihan akan meningkat.

Dalam proses pengolahan air yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik polutan tersebut (Miwa 1991). Fixed bed reactordidefinisikan sebagai suatu tube silindrikal yang dapat diisi dengan partikel-partikel katalis. Selama operasi, gas atau liquid atau keduanya akan melewati tube dan partikel-partikel katalis, sehingga akan terjadi reaksi, baik reksi kimia maupun raksi biologis (Yariv 2001). Katalisator disini digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Cara penanganan limbah dengan bantuan bahan pengendali biologis sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun mencemari perairan.

Fixed bed reactorbiasanya terdiri dari katalis partikel padat (stationary solid catalyst particle) yang bereaksi dengan aliran fluida. Aliran fluida bisa berupa gas atau liquid (atau campuran keduanya) (Elma 2010). Keuntungan penggunaan fixed bed reactor, antara lain relatif stabil terhadap perubahan kualitas influen dan keberadaan senyawa toksik, konsentrasi biomassa yang tinggi dan waktu retensi solid yang panjang dapat dicapai, mudah dalam proses aklimatisasi dan mampu mengatasi influen limbah yang bervariasi tanpa kesalahan proses (Umana et al. 2008).

Biofilm heterogen biasa tumbuh di dalam media yang digunakan bioreaktor. Biofilm tersebut dapat menyebabkan korosif bila berada di air permukaan, namun pada bioreaktor-bioereaktor tertentu biofim ini menjadi sesuatu yang menguntungkan seperti pada bioreaktor trickling filters, submerged, aerated fixed bed reactors, dan rotating disc reactors (Wiesmann et al.2007).

Fixed bed reactorberoperasi secara aerobik dimana pada area bawah reaktor terdapat aerator, fixed bed reactorini memproduksi aliran dua fase pada sistem tiga fase dengan aliran naik ke atas (up flow) (Westerman 2006). Biomassa yang terdapat dalam bioreaktor ini dapat melekat pada permukaan media dan juga


(42)

tersuspensi didalam air seperti flok. Hal yang tidak mudah untuk menghindari hambatan pada daerah biofilm yang memiliki ketebalan yang besar dan dengan laju alir yang rendah. Sehingga fixed bed reactorharus dibersihkan sewaktu-waktu dengan meningkatkan laju alir air (Schulz dan Menningmann 1999).

Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyisihan bahan organik dan kotoran yang berada dalam air (influent) dibutuhkan laju bioreaksi yang rendah dalam reaktor yang memiliki biofilm di dalamnya sehingga dibutuhkan juga laju substrat yang rendah.Tujuan lainnya yaitu untuk mengontrol kesatabilan biofilm karena adanya aliran air ke dalam biofilm tersebut (Martinov et al.2010). Menurut Blackwell (2010), energi yang digunakan pada bioreaktor dengan sistem aerasi (sehingga terbentuk gas dalam CO2) dalam pengolahan limbah cair memiliki empat fungsi utama, yaitu untuk menghilangkan karbon (senyawa organik), proses nitrifikasi, menghillangkan phosphor, pencuci hama, menghilangkan kotoran berupa mikroorganisme.

Grady dan Lim (1980) menyatakan ada beberapa keuntungan dari jenis reaktor biofilter ini antara lain:

1. Pengoperasiannya mudah

Di dalam proses pengolahan air sistem biofilm, dengan dilakukan ataupun tanpa dilakukan sirkulasi lumpur tidak menimbulkan masalah bulking seperti yang terjadi pada proses dengan biakan tersuspensi misalnya pada sistem lumpur aktif, oleh karena itu pengelolaannya lebih mudah.

2. Lumpur yang dihasilkan sedikit

Lumpur yang dihasilkan proses biofilm relatif lebih kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif, dimana 30–60% dari organik yang dihilangkan diubah menjadi lumpur aktif (biomasa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30%. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur aktif.

3. Tepat untuk mengolah air dengan konsentrasi polutan rendah maupun tinggi. Proses pengolahan air dengan sistem biofilm ini mikroorganisme melekat pada permukaan media penyangga, sehingga pengontrolan proses pengolahan terhadap aktivitas mikroorganisma lebih mudah. Proses biofilm cocok


(43)

digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah sampai konsentrasi tinggi.

4. Tahan terhadap fluktuasi jumlah air baku maupun konsentrasi polutan

Mikroorganisma dalam proses biofiltrasi melekat pada permukaan unggun media, akibatnya konsentrasi biomassa mikroorganisme persatuan luas atau volume media relatif besar sehingga tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban hidrolik.

5. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil

Jika suhu air baku turun aktifitas mikroorganisme berkurang, tetapi oleh karena didalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan lapisan biofilm cukup tebal maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.

2.2.11 Biofilm

Biofilm adalah kumpulan selmikroorganisme, khususnya bakteri, yang melekat di suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang dikeluarkan oleh bakteri.Biofilm terbentuk karena mikroorganisme cenderung menciptakan lingkungan mikro dan relung (niche) mereka sendiri.Biofilm memerangkap nutrisi untuk pertumbuhan populasi mikroorganisme dan membantu mencegah lepasnya sel-sel dari permukaan pada sistem yang mengalir.Permukaan sendiri adalah habitat yang penting bagi mikroorganisme karena nutrisi dapat terjerap pada permukaan sehingga kandungan nutrisinya dapat lebih tinggi daripada di dalam larutan.Konsekuensinya, jumlah dan aktivitas mikrobaa pada permukaan biasanya lebih tinggi daripada di air.Bukti-bukti menunjukkan bahwa pembentukan biofilm lebih disukai oleh mikroorganisme, dan hampir semua permukaan yang terkena kontak dengan mikroba dapat mendukung pembentukan biofilm. Selain bakteri, mikroorganisme lainnya seperti alga dan khamir (fungi bersel satu) juga dapat membentuk biofilm (Madigan et al. 2006)

Biofilm terbentuk karena prakarsa koloni bakteri dan sianobakteri yang melekat pada batuan tersebut.Sampai saat ini, fosil tersebut adalah fosil organisme hidup tertua yang diketahui sehingga biofilm diperkirakan sudah ada pada awal


(44)

mula kehidupan di bumi.Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme, produk ekstraseluler, detritus, polisakarida sebagai bahan pelekat, dan air yang adalah bahan penyusun utama biofilm dengan kandungan hingga 97% (Rodser et al. 2004).Polisakarida (polimer dari monosakarida atau gula sederhana) yang diproduksi oleh mikroba untuk membentuk biofilm termasuk eksopolisakarida (EPS) yaitu polisakarida yang dikeluarkan dari dalam sel. EPS yang disintesis oleh sel mikrobaa berbeda-beda komposisi dan sifat kimiawi dan fisikanya.Beberapa adalah makromolekul yang bersifat netral, namun mayoritas bermuatan karena keberadaan asam uronat (Asam glukuronat), Asam D-galakturonat, dan Asam D- manuroniat. Ada biofilm yang bersifat kaku karena EPS-nya terdiri dari ikatan ß-1,4 atau ß-1,3 glikosida (ikatan monosakarida monomer penyusun polisakarida) seperti EPS xanthan gum yang dihasilkan oleh Xanthomonas campestris tetapi ada juga yang bersifat fleksibel karena memiliki

ikatan α-1,2 atau α-1,6 glikosida yang banyak ditemukan pada dekstran. Beberapa contoh EPS selain xanthan gum adalah asam kolanat yang diproduksi oleh Escherichia coli, alginat oleh P. aeruginosa, dan galaktoglukan oleh Vibrio cholerae. Bahan-bahan penyusun biofilm yang lain contohnya adalah protein, lipid, dan lektin (Prescott et al. 2002).

Struktur dari suatu biofilm adalah unik tergantung dari lingkungan tempatnya berada, contohnya adalah kandungan nutrisi dan keadaan fisik.Selain itu, di alam, sangat jarang terdapat biofilm yang hanya terdiri dari satu spesies, biasanya biofilm tersusun dari beberapa spesies dalam lapisan-lapisan yang berbeda (Romeo 2008).Mikroorganisme fotosintetik ada di permukaan paling atas, mikroorganisme kemoorganotrof anaerob fakultatif di bagian tengah, sedangkan di bagian dasar adalah mikroorganisme anaerob pereduksi sulfat. Pada bagian atas, cahaya matahari lebih mudah didapat sehingga dapat digunakan untuk fotosintesis, sedangkan bagian tengah dapat dihuni oleh mikroba kemoorganotrof fakultatif anaerob karena dapat mentolerir kandungan udara yang sedikit serta banyak dapat mengakses bahan organik sebagai sumber energinya (Zhang et al. 1998).

Pada bagian dasar, tidak terdapat kandungan udara sehingga mikroba anaerob pereduksi sulfat dapat tumbuh dan energi dengan cara mereduksi sulfat.


(45)

Pemodelan habitat mikroba-mikroba tersebut dapat diamati menggunakan Kolom Winogradsky. Struktur biofilm yang lebih kompleks dapat berbentuk empat dimensi (x,y,z, dan waktu) dengan agregat sel, pori-pori, dan saluran penghubung. Tergantung dari kondisi lingkungannya, biofilm dapat menjadi sangat besar dan tebal sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang contohnya pada lingkungan air laut dapat terbentuk stromatolit.Struktur dan ukuran biofilm sangat bergantung pada konsentrasi substrat (Rigent et al. 1999).

Gambar 4 Pembentukan biofilm (Rigent et al. 1999)

Komunikasi antar sel penting bagi perkembangan dan pemeliharaan biofilm.Pelekatan suatu sel pada suatu permukaan adalah hasil dari sinyal untuk mengekspresikan gen-gen pembentuk biofilm.Gen-gen ini mengkodekan protein-protein untuk mensitensis sinyal komunikasi antarsel dan memulai pembentukan polisakarida. Pada bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, molekul sinyal yang utama adalah komponen yang disebut homoserin lakton yang berfungsi sebgai agen kemostatik untuk mengumpulkan sel-sel P. aeruginosa yang berdekatan (melalui mekanisme quorum sensing) dan membentuk biofilm. Ada 5 tahap pembentukan biofilm yaitu:

1. Pelekatan awal: mikroba melekat pada permukaan suatu benda dan dapat diperantarai oleh fili (rambut halus sel) contohnya pada P.aeruginosa. 2. Pelekatan permanen: mikroba melekat dengan bantuan eksopolisakarida

(EPS).


(46)

4. Maturasi II: proses pematangan biofilm tahap akhir, mikroba siap untuk menyebar.

5. Dispersi: Sebagian bakteri akan menyebar dan berkolonisasi di tempat lain (Stoodley et al. 1999).

Alasan bakteri membentuk biofilm adalah karena daya tahan hidup/sintasan (survival) meningkat dan pertumbuhan menjadi lebih baik (Wimpenny dan Colasanti 1997). Setidaknya ada empat alasan yang mendasari hal tersebut:

1. Pertahanan

Biofilm berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bagi bakteri dengan cara meningkatkan resistensi terhadap gaya fisik yang dapat menyapu bersih sel-sel yang tidak menempel, fagositosis oleh sel-sel-sel-sel sistem imun (kekebalan) tubuh, dan penetrasi dari senyawa beracun seperti antibiotik. Bakteri di dalam biofilm lebih resisten 10-1.000 kali dibandingkan bila tidak di dalam biofilm. 2. Pelekatan pada relung

Dengan menggunakan biofilm, bakteri dapat melekat pada permukaan yang kaya akan nutrisi seperti jaringan sel hewan, atau permukaan substrat pada sistem yang mengalir contohnya permukaan batu di dalam aliran air.

3. Kolonisasi

Pembentukan biofilm membantu sel-sel bakteri untuk hidup berdekatan dan membentuk koloni.Contohnya adalah Pseudomonas aeruginosa yang berkoloni dengan biofilm sehingga memfasilitasi komunikasi antar sel dengan molekul sinyal, dan meningkatkan peluang pertukaran materi genetik. Di alam, biofilm adalah cara hidup alami bagi beberapa bakteri tertentu dengan alasan terbatasnya nutrisi, tidak seperti medium buatan yang kaya akan nutrisi bagi bakteri.

Tabel 2 Jenis bakteri pembentuk biofilm pada air dan limbah cair Bakteri gram positif Bakteri gram negatif Mikroorganisme lain Corynebacterium spp. Acinetobacter spp. Candida spp.

Enterococcus spp. Escherichia coli Candida albicans Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa Candida tropicalis Streptococcus pneumoniaeSerratia marcescens Mycobacterium chelonae


(47)

4. Pengolahan limbah

Pemanfaatan biofilm untuk mengolah limbah sudah diaplikasikan saat ini contohnya untuk mengolah limbah cair.Pada biofilm di fasilitas pengolahan limbah cair, terdapat berbagai macam mikroba yang dapat menguraikan senyawa-senyawa baik organik maupun inorganik pada limbah.Misalnya saja bakteri pengoksidasi sulfur (S) yang berperan untuk mendaur ulang sulfur, lalu bakteri pengikat Uranium (U) yaitu Desulfovibrio desulfuricans.Alat yang digunakan untuk mengolah limbah dengan biofilm berupa bioreaktor yang memiliki biofilm contohnya sequencing batch biofilm reactor (SBBR).

2.2.12 Media pada Fixed Bed Reaktor 2.2.12.1 Batu Apung

Batu Apung Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunung api yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunung api (Fauzi2010). Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara (2009) komposisi kimia dari batu apung adalah sebagai berikut : CaO = 2.86%, MgO = 2.57%, Al2O3 = 17.59%, SiO2 = 60.56%, Fe2O3 = 4.08%.

Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis. Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur vesikuler dengan ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi. Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan terhadap pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air).Mempunyai sifat pengantar panas yang rendah dan kekuatan tekan antara 30-20 kg/cm2(Wesley 2001).


(48)

2.2.12.2 Media Biakan Kemasan Plastik Tipe Sarang Tawon

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada media biakan (penyangga) adalah kecepatan aliran bentuk, jenis dan konfigurasi media. Media biakan yang baik harus mempunyai beberapa syarat antara lain :

1.Luas permukaan besar

2.Tidak bersifat racun (toksik) terhadap mikroorganisme 3.Sifat fisika dan kimia stabil

4.Celah difusi udara dapat dilewati oleh lapisan biofilm yang mati dan terlepas. Media yang digunakan dapat berupa kerikil, batu pecah (split), media plastik (polivinil klorida), dan partikel karbon aktif dan lainnya. Media yang sering digunakan pada proses biologis khususnya biofilter adalah media plastik tipe sarang tawon. Kelebihan media plastik tipe sarang tawon ini antara lain :

1.Luas permukaan per satuan volume (luas spesifik) besar antara 85-226 m2/m3 2.Volume rongga besar (±95%) sehingga resiko kebuntuan kecil

3.Ringan, mudah diaplikasikan dan dapat disusun sampai ketinggian 10 m. Di dalam reaksi biofilter, mikroorganisme tumbuh melapisi keseluruhan permukaan media dan pada saat beroperasi air mengalir melalui celah-celah media kemudian kontak dengan lapisan mikroba (biofilm). Proses awal pertumbuhan mikroba dan pembentukan lapisan film pada media membutuhkan waktu 14-60 hari, yang dikenal dengan proses pematangan (Watten 2006). Pada awalnya tingkat efisiensi penyisihan sangat rendah yang kemudian akan mengalami peningkatan setelah terbentuknya lapisan film biologis. Mekanisme perpindahan masa yang terjadi pada permukaan media dinyatakan sebagai berikut :

1.Difusi substansi air (mengandung polutan) ke dalam masa mikroba yang melapisi media

2.Reaksi peruraian bahan organik maupun anorganik oleh mikroba

3.Difusi hasil penguraian ke luar dari badan air yang mengandung polutan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, air baku mengalami penurunan kualitas sehingga sumber air baku berupa air sungai di beberapa


(49)

tempat sudah tidak memenuhi kriteria mutu air baku. Penurunan kualitas air baku menyebabkan pemakaian bahan kimia untuk proses koagulasi meningkat sehingga biaya pengolahan semakin mahal. Zat pencemar yang berasal dari limbah domestik maupun industri seperti organik, amonia, nitrit dan nitrat dapat direduksi dengan proses biologis. Penerapan perlakuan pendahuluan air baku menggunakan teknologi fixed bed reactordengan beberapa media yang diberikan berupa media batu apung,plastik komersil dan plastik AMDK diharapkan dapat mereduksi zat pencemar, sehingga kualitas air baku meningkat dan pemakaian bahan kimia dapat ditekan sehingga biaya operasional lebih murah.

Indikator keberhasilan pada teknologi fixed bed reactoryang dilakukan ini dapat ditentukan dengan cara melihat efisiensi reduksi polutan, kecepatan reduksi polutan yang berkaitan dengan waktu tinggal hidrolik yang paling singkat namun efisiensi penyisihan zat pencemarnya tinggi, serta kualitas hasil air olahan dilihat dari beberapa parameter yang diamati. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas kemudian dirumuskan dalam bentuk diagram alir seperti disajikan dalam Gambar4.

Limbah pertanian, peternakan, perikanan, dll.

Limbah industri Limbah domestik

Pencemaran Air sungai

Penerapan Fixed bed reactor

-kualitas air olahan meningkat -biaya pengolahan

turun


(50)

(51)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Water Treatment Plant (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat.Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium TML (Teknologi Manajemen Lingkungan) Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.Penelitian dimulai pada bulan November 2011 hingga Maret 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi bahan-bahan dalam fixed bed reactor, jar test dan bahan untuk analisa sampel. Bahan utama berupa air sungai, air sungai yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air dari aliran sungai Cihideung. Dalam jar test dibutuhkan air sungai yang memiliki tingkat kekeruhan berbeda-beda serta PAC (Poly Alumunium Chloride). Kemudian bahan yang diperlukan untuk analisis antara lain yaitu amonium molybdate, SnCl2, Asam borat, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N, NaCl, H2SO4 pekat, asam oksalat 0.01 N, H2SO4 8 N, dan aquades.

Peralatan utama yang terdiri dari fixed bed reactor, media penyangga dari plastik tipe sarang tawon, plastik bekas AMDK, dan batu apung, terdapat pompa sirkulasi, pompa aerasi, keran pengatur, sistem kelistrikan dan sistem perpipaan dirakit selanjutnya diletakkan pada tempat dekat dengan pipa intake, sebelum instalasi pengolahan air. Peralatan pembantu yang terdiri dari alat sampling dan alat pengukur DO, suhu dan pH. Peralatan laboratorium dipersiapkan di Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan TIN-IPB. Alat-alat tersebut untuk membantu analisis antara lain yaitu spektrofotometer, timbangan, pH meter, hot plate, buret, dan Kjeldahl. Dalam mengambil sample juga dibutuhkan alat berupa drum pengangkut. Untuk menguji hubungan antara hasil (efluent dari fixed bed reactor) pada setiap perlakuan dengan penggunaan PAC optimum digunakan jar test dengan enam baker glass dalam sekali runing.


(1)

Lampiran 10 Perhitungan biaya pemakaian koagulan (PAC) Dari data yang diperoleh. siketahui bahwa:

 Harga PAC = Rp 10.000.-/kg ~ Rp 4.025.-/ l (asumsi densitas PAC ฀ 1 kg/l)

 Penurunan absolut tingkat kekeruhan setelah proses pengolahan (pada waktu kontak : 3 jam) = 70 FTU

 Penurunan pemakaian PAC optimum pada penurunan tingkat kekeruhan absolut sebesar 70 FTU = (0.12-0.05) ml/L = 0.07 ml/L

 Penurunan biaya pemakaian PAC dilihat dari penurunan tingkat kekeruhan: Penurunan biaya/liter air = ∆ PAC ptimum x harga PAC

= x

= x x

= Rp. 0.7/L air

Berdasarkan data yang diperoleh dari WTP Cihideung. debit produksi air bersih/ hari = 12.5 L/detik dalam 1 unit (didalam pengolahan air bersih IPB terdapat 4 unit WTP). Maka bila dihitung total air yang diproduksi/ diolah per harinya adalah sebagai berikut:

 Total produksi volume air/hari = x x 4

= x x 4

= 4.320.000 L air/hari Maka. penghematan biaya pemakain PAC per hari

= Rp 0.7/ 1 L air x 4.320.000 L air/hari = Rp 3.024.000/ hari

Bila dikonversi. penghematan biaya pembelian PAC per bulan = Rp 3.024.000/ hari x 30 hari/ bulan


(2)

Lampiran 11 PPRI No. 82 Tahun 2001

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PEGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

1 2 3 4 5 6 7

FISIKA

Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional. residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L

KIMIA ORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 6-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut. maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total Fosfat sbg P mg/L 0.2 0.2 1 5

NO3 sbg N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0.5 (-) (-) (-) Bagi perikanan. kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0.02 mg/L. sebagai NH3

Arsen mg/L 0.05 1 1 1

Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Baron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05

Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01

Khrom (VI) mg/L 0.05 0.05 0.05 0.01

Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional. Cu ≤ 1 mg/L Besi mg/L 0.3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara

konvensional. Fe ≤ 5 mg/L Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 0.3 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional. Pb ≤ 0.1 mg/L

Mangan mg/L 0.1 (-) (-) (-)

Air raksa mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005

Seng mg/L 0.05 0.05 0.05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional. Zn ≤ 5 mg/L

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0.02 0.02 0.02 (-)

Fluorida mg/L 0.5 1.5 1.5 (-)

Nitri sebagai N mg/L 0.006 0.006 0.006 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional. NO2-N ≤ 1 mg/L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0.03 0.03 0.03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Belerang sbg H2S mg/L 0.002 0.002 0.002 (-) Bagi pengolahan air minum secara


(3)

1 2 3 4 5 6 7

MIKROBIOLOGI

Total Coliform jml/100 ml 1000 5000 10000 10000 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional. total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

RADIOAKTIFITAS

Groos A Bq/L 0.1 0.1 0.1 0.1

Groos B Bq/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan lemak µg/L 1000 1000 1000 (-) Deterjen sbg MBAS µg/L 200 200 200 (-)

Fenol µg/L 1 1 1 (-)

BHC µg/L 210 210 210 (-)

Aldrin/Dieldrin µg/L 17 (-) (-) (-)

Chloridane µg/L 3 (-) (-) (-)

DDT µg/L 2 2 2 2

Heptachlor epoxide µg/L 18 (-) (-) (-)

Lindane µg/L 56 (-) (-) (-)

Methoxychlor µg/L 35 (-) (-) (-)

Endrin µg/L 1 4 4 (-)

Keterangan : mg = miligram. µg = mikrogram. ml = mililiter. L = Liter. Bq = Bequerel. MBAS = Methylene Blue Active Substance. ABAm = Air Baku Air Minum. Logam berat merupakan logam terlarut. Nilai di atas merupakan batas maksimum kecuali untuk pH dan Do. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.

Nilai DO merupakan batas minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk. parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Tanda ≤ adalah lebih kecil sama dengan. tanda < adalah lebih kecil.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd.


(4)

Lampiran 12 Prosedur analisa laboratorium a) Amonium (NH4+). APHA. 2005

Pemeriksaan amonium dilakukan dengan metode Kjeldahl yang biasa digunakan dalam uji TKN (Total Kjeldahl Nitrogen). yaitu dengan menambahkan NaOH 6N dan asam borat yang telah diberi indikator mensel ke dalam alat distilator. Perbandingan antara pemakaian sampel dan pereaksi (NaOH dan asam borat) adalah 1:1. Perubahan warna yang terbentuk (dari ungu menjadi hijau) dititrasi dengan H2SO4 0.02N hingga berwarna ungu. Kemudian konsentrasi NH4 dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

NH4 (mg/L) =

Keterangan : V = Volume b) Nitrat (NO3-). SNI-06-2480-1991

Analisa nitrat dilakukan dengan menggunakan metode yang terdapat di dalam SNI 06-2480-1991. Metode tersebut merupakan metode pengujian kadar nitrat dengan alat spektrofotometer secara brusin sulfat. Sampel dengan volume 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer bervolume 50 ml. Setelah itu ke dalam erlenmeyer tersebut dimasukkan pereaksi NaCl sebanyak 2 ml dan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml. diaduk perlahan dan biarkan dingin. Setelah dingin ke dalam erlenmeyer tersebut dimasukkan brushin sebanyak 0.5 ml. Setelah semua pereaksi tercampur. erlenmeyer tersebut dipanaskan pada suhu 90oC selama 20 menit dan kemudian didingankan. Setelah dingin sampel siap dibaca dalam alat spektrofotometer tipe DR-2500 dengan panjang gelombang 410 nm. Hasil yang terbaca dalam spektrofotometer diplotkan dalam kurva standar yang telah disiapkan.

c) Phosphat (PO43-). APHA. 2005

Pemeriksaan phosphat dilakukan dengan acuan APHA edisi ke 21 yaitu 50 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml kemudian ditambahkan 4 ml ammonium molybdate. 0.5 ml SnCl2. Setelah ditetesi SnCl2 sampel didiamkan selama 10 menit dan kemudian sampel dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang


(5)

gelombang 690 nm. Hasil yang terbaca dalam spektrofotometer tipe DR-2500 diplotkan dalam kurva standar.

d) TSS (Total Suspended Solid)

Dalam analisa TSS kali ini menggunakan metode absorbansi cahaya dengan menggunakan alat spektrofotmeter tipe DR/2000 menggunakan metode yang disediakan yaitu method 630 (mg/L) yang membutuhkan panjang gelombang senilai 810 nm.

e) Kekeruhan

Pemeriksaan kekeruhan dilakukan dengan cara yang sama dengan metode pada TSS. hanya saja pada uji kekeruhan ini menggunakan method 750 (FTU turbidity) kemudian panjang gelombang disetting hingga 455 nm.

f) Warna

Pemeriksaan warna dilakukan dengan spektrofotometer DR/2000. Nilai warna (PtCo) dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang antara 450.

g) pH


(6)

Lampiran 13 Data kualitas air baku sungai Cihideung WTP IPB bulan Maret 2012

Tanggal standar air baku WTP 1 WTP 2 WTP 3 WTP 4

pH suhu NTU pH suhu TDS NTU pH suhu TDS NTU pH suhu TDS NTU pH suhu TDS NTU pH suhu TDS 01/03/2012 7.8 24.2 60 7.3 24 34 2.6 7.1 23.7 49 5.17 7.2 24.3 43 6.8 7.3 24.3 41 58 7.3 24.4 49 02/03/2012 7.8 24.5 4 7.3 24.5 41 1.48 7.2 24.1 43 5.12 7.3 24.9 45 4.21 7.6 24.8 43 4.8 7.7 24.9 45 03/03/2012 7.8 30.3 16.1 7.3 30.2 46 1.83 7.2 31.3 49 5.68 7.3 29.5 47 7.69 7.5 30.1 48 3.51 7.6 30.1 52 04/03/2012 7.8 25.2 21 7.3 25.3 40 1.17 7.4 25 50 4.71 7.2 25.1 49 3.8 7.4 28.5 50 5.6 7.5 25.3 48 05/03/2012 7.7 31.5 37 7.6 28.8 50 1.26 7.6 28 47 2.18 7.7 27.9 46 2.93 7.7 27.9 49 7.8 7.6 28 49 06/03/2012 7.7 31.1 16 7.6 28.9 51 1.07 7.6 28.1 48 1.78 7.7 27.9 47 1.24 7.6 28.2 50 3.78 7.6 28 49 07/03/2012 7.8 23.4 21.8 7.4 25.4 45 1.79 7.3 25.4 51 2.86 7.3 25.4 46 2.9 7.4 25.6 51 1.08 7.4 25.2 46 09/03/2012 7.8 23.5 21 7.5 24.6 47 2.47 7.2 24.7 51 3.43 7.2 24.4 45 3.83 7.4 24.3 44 1.34 7.2 24.4 46 10/03/2012 7.8 30.2 23 7.4 30.6 50 2.57 7.3 30 50 4.71 7.5 30.1 50 2.7 7.6 30.7 49 1.07 7.5 30.3 51 11/03/2012 7.8 25.3 19 7.5 25 50 2.52 7.6 25.4 51 2.5 7.4 25.2 48 3.2 7.2 25.5 50 1.7 7.4 25.1 53 12/03/2012 7.8 25.1 15 7.5 25.2 46 2.4 7 25 48 3.67 7.4 25.2 47 1.52 7.4 25.5 49 2.78 7.7 25.4 56 13/03/2012 7.8 24.1 17 7.2 24.3 46 1.45 7.1 20.6 51 3.31 7.1 24.6 47 3.24 7.2 24.5 47 2.35 7.2 24.7 62 14/03/2012 7.8 24.2 16 7.3 23.8 47 1.68 7.3 23.4 59 3.95 7.4 24.1 46 3.83 7.4 24.3 47 2.81 7.5 24.2 49 15/03/2012 7.8 25.3 20 7.3 25 40 1.64 7.3 24.8 55 4.82 7.4 25 48 2.65 7.6 24.6 50 3.38 7.4 24.8 53 16/03/2012 7.8 24.5 18 7.3 24.6 50 1.97 7.4 24.7 52 3.4 7.6 24.7 48 2.96 7.7 24.8 48 2.92 7.4 25 53 17/03/2012 7.8 30.4 18 7.1 30 48 1.5 7.2 30.5 50 2.65 7.5 30.5 49 3.75 7.6 30.6 50 2.15 7.4 30.4 51 18/03/2012 7.8 25.1 18 7.4 25.2 50 2.17 7.3 25 51 3.25 7.3 25.3 50 3.25 7.5 25.2 51 2.2 7.5 25.3 52 19/03/2012 7.8 27.9 21 7.5 26.8 54 1.79 7.5 25 52 2.55 7.3 26.3 51 1.64 7.3 25.7 52 1.62 7.3 26.3 51 20/03/2012 7.8 29.2 17 7.5 26.8 53 1.24 7.5 26.1 53 2.9 7.4 26.5 50 3.59 7.3 26.5 50 2.32 7.2 26.7 50 21/03/2012 7.7 32.3 29 7.6 29.1 54 2.95 7.6 28.1 52 2.77 7.4 27.8 51 1.63 7.4 27.7 51 3.11 7.3 27.7 50 22/03/2012 7.8 31.3 29 7.4 28.8 56 1.09 7.5 27.7 51 3.76 7.3 28.2 50 3.68 7.3 28 50 2.11 7.3 28.3 51 23/03/2012 7.8 25.3 25 7.8 25.5 52 1.17 7.3 28.3 56 2.17 7.6 25.2 52 2.7 7.4 25.5 49 2.17 7.6 25.1 52 24/03/2012 7.8 30.5 25 7.2 30.3 50 1.17 7.4 25.1 50 4.55 7.3 30.5 53 2.91 7.4 30.2 52 2.13 7.2 30.6 54 25/03/2012 7.8 25.3 21 7.3 25.1 52 1.62 7.3 30.6 53 2.65 7.2 25.1 55 2.27 7.5 25.1 52 2.17 7.1 25 52 26/03/2012 7.8 25.7 20 7.3 25.2 49 1.4 7.3 25 53 2.7 7 25.7 56 2.37 7 25.8 52 2.71 7.9 25 55 Sumber : Water Treatment Plant (WTP) IPB