ANALISIS PENERAPAN SARBANES-OXLEY ACT DALAM PENGENDALIAN INTERN SIKLUS PIUTANG DAN SIKLUS PENDAPATAN USAHA (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan)

ANALISIS PENERAPAN SARBANES-OXLEY ACT DALAM
PENGENDALIAN INTERN SIKLUS PIUTANG DAN SIKLUS
PENDAPATAN USAHA
(Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
Rian Widyotomo
NIM. 1111082000035

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

i


ii

iii

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.

IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
2. Tempat, Tanggal Lahir
3. Agama
4. Alamat

5. Telepon
6. Email


: Rian Widyotomo
: Batam, 30 Oktober 1993
: Islam
: Komplek Unilever Jalan Meranti no. 14,
Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Jakarta
Selatan
: 085285570318
: riantomo@outlook.com

II. PENDIDIKAN
1. SD Bhayangkari 1 Medan
2. SMP Hang Tuah 2 Jakarta
3. SMA Negeri 90 Jakarta
4. S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 1999-2005
Tahun 2005-2008
Tahun 2008-2011

Tahun 2011-2015

III. SEMINAR DAN TRAINING
1. Peserta pada “One Think, One Step, One Purpose is Accounting” Dialog
Jurusan dan Seminar Konsentrasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Peserta pada Seminar Nasional Accounting Fair 2014 “Kredibilitas
Seorang Akuntan dalam Menghadapi Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Peserta pada Seminar Penanggulangan HIV/AIDS “Let’s Avoid
HIV/AIDS with Legal Relationship” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”

vi

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah

: Joko Raharjo

2. Ibu


: Anik Kristanti

3. Alamat

: Komplek Unilever Jalan Meranti no. 14,
Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Jakarta
Selatan

4. Anak ke Dari

: 2 dari 5 bersaudara

vii

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out how is implementation of
sarbanes-oxley act in internal control of account receivable cycle and revenue
cycle, study in PT. Telkom Kalimantan Regional Division. This research used
interview and observation method to collect data needed to be analyzed . Analysis

method used is descriptive analysis.
The result indicates that internal control in PT. Telkom Kalimantan
Regional Division had been managed corresponding to SOX and risks appearing
in control mostly appear from external and not only from internal company so
that risks could not be removed totally and risks are just able to be minimized
with good services given by Telkom to consumers.

Keywords: Sarbanes-Oxley Act, Internal Control, Account Receivable Cycle,
revenue Cycle

viii

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan
sarbanes-oxley act dalam pengendalian intern siklus piutang dan siklus
pendapatan, studi pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dan observasi dalam memperoleh data yang
diperlukan untuk dianalisis. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian intern pada PT.
Telkom Divisi Regional Kalimantan sudah dikelola sesuai dengan SOX dan
risiko-risiko yang muncul dalam pengendalian sebagian besar muncul dari
eksternal perusahaan dan tidak hanya dari internal perusahaan sehingga risikorisiko tersebut tidak dapat dihapuskan secara total dan hanya bisa diminimalisir
dengan layanan-layanan baik yang diberikan oleh Telkom kepada pelanggan.

Kata kunci: Sarbanes-Oxley Act, Pengendalian Intern, Siklus Piutang, Siklus
Pendapatan

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tidak ada kata yang lebih tepat selain ucapan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ruang, waktu, kesehatan, dan
kesempatan bagi penulis dan atas semua limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis
Penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam Pengendalian Intern Siklus Piutang
dan Siklus Pendapatan Usaha.”. Shalawat serta salam senantiasa selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah

memberikan teladan bagi semua umat manusia.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus dielesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur
Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah
anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku, ibunda Anik Kristanti dan ayahanda Joko Raharjo
tercinta atas segala kasih sayang, cinta, perhatian, semangat, dukungan,
dan doa yang tiada pernah henti, yang merupakan motivator terbesar di
hati peneliti sekaligus guru kehidupan penulis.
2. Abangku dan ketiga adikku, Cahyo Widyonarko, Danang Widyohandoyo,
Damar Widyohandoyo, dan Annisa Widya Sahara tersayang yang telah
memberikan semangat, motivasi, inspirasi, serta doa terbaiknya kepada
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita dapat menjadi anak-

x

anak yang membanggakan bagi kedua orang tua baik di dunia maupun di

akhirat kelak.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE., Msi., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Rini, Ak., CA. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing
peneliti selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna
penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah
diberikan selama ini.
6. Ibu Atiqah, SE., MS., Ak. selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan, saran, motivasi, dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.
7. Bapak Arif selaku Senior Manager Financial & Payment Collection
Telkom Divisi Regional Kalimantan yang telah bersedia meluangkan
waktu, dan memberikan bimbingan selama saya melakukan penelitian ini
di Balikpapan. Terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang telah
diberikan.
8. Seluruh Dosen dan karyawan Univeritas Islam Negeri yang telah

memberikan ilmu dan bantuan kepada peneliti selama menuntut ilmu yang
menjadi bekal bagi peneliti serta motivasi yang tidak henti-henti diberikan
kepada peneliti.
9. Sahabat-sahabat peneliti yang selalu memberikan semangat, canda, tawa,
perhatian terbaik, ada dikala suka maupun duka, serta selalu mampu
menghibur peneliti. Terimakasih atas segala bantuan, dukungan,
pembelajaran, dan nasihat-nasihat yang membangun dari kalian, semoga
kita semua sukses di kemudian hari.
10. Sahabat seperjuangan seluruh keluarga akuntansi B angkatan 2011 dan
keluarga besar akuntansi angkatan 2011. Terima kasih telah menjadi

xi

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................... viii

ABSTRAK ..................................................................................................... ix

xiii

KATA PENGANTAR ................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xviii


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xx

xiv

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1. 2 Perumusan Masalah ................................................................ 7
1. 3 Tujuan Penelitian .................................................................... 8
1. 4 Manfaat Penelitian . ................................................................. 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10
2. 1 Piutang Usaha ......................................................................... 10
2. 1. 1 Pengertian Piutang Usaha ............................................ 10
2. 1. 2 Penilaian Piutang Usaha ............................................... 13
2. 2 Pendapatan .............................................................................. 14
2. 2. 1 Pengertian Pendapatan ................................................. 14
2. 2. 2 Pengakuan Pendapatan ................................................ 16
2. 3 Pengendalian Intern ................................................................ 18
2. 3. 1 Pengertian Pengendalian Intern................................... 18
2. 3. 2 Keterbatasan Pengendalian Intern .............................. 19
2. 3. 3 Peran dan Tanggung Jawab dalam
Pengendalian Intern .................................................... 21
2. 3. 4 Komponen Pengendalian Intern ................................. 23
2. 4 Sarbanes-Oxley Act ................................................................ 40
2. 5 SOX 404: Internal Control Over
Financial Reporting (ICOFR) ................................................ 42

xv

2. 6 Penelitian Sebelumnya ............................................................ 53
2. 7 Kerangka Pemikiran ................................................................ 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 65
3. 1 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 65
3. 2 Sumber Data ........................................................................... 66
3. 3 Metode Pengumpulan Data .................................................... 67
3. 4 Metode Analisis Data ............................................................ 68
3. 5 Operasionalisasi Penelitian ................................................... 69
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 70
4. 1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................ 70
4. 1. 1 Sejarah Singkat Perusahaan .......................................

70

4. 1. 2 Visi dan Misi Perusahaan .......................................... . 73
4. 1. 3 Struktur Organisasi Perusahaan .................................. 74
4. 1. 4 Portfolio Bisnis Perusahaan ........................................ 80
4. 1. 5 Bisnis Proses SOX ...................................................... 88
4. 2 Analisis ..................................................................................

90

4. 2. 1 Tahapan-Tahapan Bisnis Proses
dalam Siklus Pendapatan .............................................

90

4. 2. 2 Risiko beserta Pengendalian dalam
Proses Penagihan (Billing) hingga
Proses Penghapusan Piutang .......................................

xvi

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 110
5. 1 Kesimpulan ............................................................................ 110
5. 2 Saran ....................................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 113

LAMPIRAN

................................................................................................

xvii

115

DAFTAR TABEL

Nomor

Keterangan

Halaman

1. 1

Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi ........ 1

2. 1

Penelitian Sebelumnya ............................................................ 53

3. 1

Operasionalisasi Penelitian ...................................................... 69

4. 1

Risiko dan Pengendalian Proses Billing & Rating POTS ....... 98

4. 2

Risiko dan Pengendalian Proses Pengakuan Pendapatan ........ 101

4. 3

Risiko dan Pengendalian Proses Penerimaan Pendapatan ...... 103

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Keterangan

Halaman

2. 1

COSO Internal Control Framework ....................................... 24

2. 2

Pemisahan Tugas ..................................................................... 31

2. 3

Kerangka Pemikiran ................................................................ 64

4. 1

Struktur Organisasi PT. Telkom .............................................. 77

4. 2

Struktur Organisasi Divisi Regional PT. Telkom .................... 78

4. 3

Entitas Anak PT. Telkom ........................................................ 79

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

4. 1

Keterangan

Halaman

Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS .................................. 114

xx

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1

Latar Belakang Masalah
Semasa terjadinya kasus Enron, WorldCom, Tyco International, Ltd.,

Adelphia Communications, dan skandal-skandal keuangan lain di awal tahun
2000, para stockholder, kreditor, dan investor lain di Amerika Serikat mengalami
kerugian jutaan atau dalam beberapa kasus mengalami kerugian milyaran dolar.
Hal ini memicu protes keras dari masyarakat dan Kongres Amerika Serikat
meresponnya dengan mengeluarkan undang-undang Sarbanes-Oxley Act pada
tahun 2002 (Reeve, Warren, & Duchac, 2012:392).

Untuk lebih jelasnya,

skandal-skandal besar yang pernah terjadi pada perusahaan-perusahaan di
Amerika dan skandal-skandal keuangan besar yang terjadi pada akhir-akhir ini
akan dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1. 1 Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi
No.

Kasus

Tahun

1.

Enron

2001

Deskripsi
Pemegang Saham kehilangan $ 74
milyar, ribuan karyawan dan investor
kehilangan rekening pensiun mereka,
dan banyak karyawan kehilangan
pekerjaan mereka.
Berlanjut ke Halaman Berikut

1

Tabel 1. 1 Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi (Lanjutan)
No.

Kasus

Tahun

2.

WorldCom

2002

3.

Tyco
International

2002

Deskripsi
Aset meningkat sebanyak $ 11 milyar,
menyebabkan 30.000 pekerjaan hilang
dan $ 180 milyar kerugian bagi
investor.
CEO dan CFO mencuri $ 150 juta dan
laba perusahaan meningkat sebesar $
500 juta.

4.

HealthSouth

2003

Angka laba diduga meningkat $ 1,4
milyar untuk memenuhi harapan
pemegang saham.

5.

Freddie Mac

2003

Terdapat $ 5 miliar laba yang salah saji.
Penipuan akuntansi besar yang diduga
mencapai $ 3,9 miliar, bersama dengan
tawaran kecurangan dan manipulasi
harga saham.

6.

American
Insurance Group

2005

7.

Lehman Brothers

2008

8.

Bernie Madoff

2008

9.

Satyam

2009

10.

Olympus

2011

Mengubur kerugian sebesar $ 1,7
milyar selama 13 tahun

11.

Tesco

2014

Melebih-lebihkan laba yang
diestimasikan sebesar £ 263 juta

12.

Toshiba

2015

CEO Melebih-lebihkan laba sebesar £
780 juta dalam beberapa tahun

Menyembunyikan lebih dari $ 50 miliar
pinjaman yang disamarkan sebagai
penjualan.
Ditipu investor dari $ 64,8 milyar
melalui skema Ponzi terbesar dalam
sejarah.
Mendorong pendapatan sebesar $ 1,5
miliar.

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber
Skandal-skandal seperti yang telah dijelaskan di atas terjadi disebabkan
adanya kecurangan yang berasal dari internal perusahaan (manajemen), seperti
contoh kasus yang menyatakan target laba operasi secara berlebih yang dilakukan

2

oleh Chief Executive & Vice Chairman Toshiba. Menurut investigator
independen, Tanaka (Chief Executive Toshiba) dan Sasaki (Vice Chairman
Toshiba) telah menetapkan target laba operasi berlebih yang harus dicapai untuk
setiap kepala divisi. Dalam Toshiba, ada budaya perusahaan di mana seseorang
tidak bisa melawan keinginan atasan. Karena itu, ketika manajemen puncak
menyajikan “tantangan”, presiden divisi, manajer lini dan karyawan di bawah
mereka terus melakukan praktik akuntansi yang tidak pantas untuk memenuhi
target sesuai dengan keinginan atasan mereka. Oleh karena itu, dapat diambil
kesimpulan bahwa manajemen puncak Toshiba melakukan praktik kecurangan ini
dengan unsur kesengajaan dan sangat mudah bagi manajemen dalam melakukan
kecurangan untuk tidak terdeteksi oleh auditor (The Guardian Newspaper, 2015).
Dalam meminimalisir terjadinya fraud, regulator pasar modal Amerika
Serikat, atau yang biasa dikenal dengan US SEC (United States Securities and
Exchange Commissions) menetapkan bahwa seluruh perusahaan publik yang
listed di New York Stock Exchange (NYSE) diharuskan mengikuti sebuah
prosedur yang dibuat oleh US SEC yang mana di dalam prosedur tersebut
bertujuan untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan dan untuk meningkatkan
kepercayaan investor. Tidak hanya dalam laporan keuangan suatu perusahaan,
akan tetapi, berisi tentang peraturan-peraturan yang mengacu pada standar
pengendalian intern untuk perusahaan. Prosedur ini ini disebut dengan undangundang Sarbanes-Oxley Act (Peter, 2010).
Tujuan undang-undang Sarbanes-Oxley ini adalah mengembalikan
keyakinan dan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan perusahaan serta
3

menjaga hak-hak dari pemegang saham suatu perusahaan. Untuk melakukan itu,
SOX

menekankan

pentingnya

pengendalian

intern

yang

efektif.

SOX

mengharuskan perusahaan mempertahankan pengendalian intern yang kuat dan
efektif terhadap pencatatan transaksi dan pembuatan laporan keuangan.
Pengendalian seperti itu sangat penting karena dapat mencegah kecurangan dan
pembuatan laporan keuangan yang menyesatkan (Yesshy, 2010)
Pengendalian intern mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan
agar perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui proses yang
seefektif dan seefisien mungkin. Pengendalian intern diharapkan dapat mencegah
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi yang akan menghambat operasional
perusahaan. SOX yang dikeluarkan oleh SEC berisi tentang prosedur dan sanksi
yang melibatkan pengendalian intern dalam suatu perusahaan. Pada 2003, The
Securities and Exchange Comission (SEC) mengimplementasikan Section 404 di
dalam SOX yang mana mengharuskan perusahaan untuk menguji prosedurprosedur yang mengawasi sistem internal yang memastikan laporan-laporan
keuangan yang akurat (Peter, 2010).
Dengan US SEC menerbitkan SOX, otomatis perusahaan-perusahaan yang
listed di NYSE harus mematuhi pernyataan-pernyataan yang ada di dalam SOX
itu sendiri. Indonesia memiliki BUMN yang namanya sudah listed di bursa efek
New York tersebut, BUMN tersebut yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
(Telkom). Sehingga PT. Telkom tidak hanya mematuhi peraturan dari BapepamLK saja, akan tetapi, juga wajib mematuhi peraturan yang dibuat oleh US SEC
yang berupa undang-undang SOX. SOX mengharuskan pengendalian intern atas

4

pelaporan keuangan

dan garansi dari manajemen PT. Telkom agar seluruh

informasi

laporan

dalam

keuangan

adalah

akurat

dan

dapat

dipertanggungjawabkan. Untuk memenuhi persyaratan dari SOX, PT. Telkom
sudah mengadakan perbaikan intern melalui transformasi organisasi dan aplikasi
dari kebijakan Good Corporate Governance (GCG) (Laporan Tahunan PT.
Telkom, 2014). Pengendalian intern atas pelaporan keuangan ini sudah menjadi
prioritas untuk memperbaiki sistem (Reeve, Warren, & Duchac, 2012:393).
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (biasa disebut dengan PT. Telkom)
adalah satu-satunya BUMN telekomunikasi serta penyelenggara layanan
telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT. Telkom melayani jutaan
pelanggan di seluruh Indonesia dengan rangkaian lengkap layanan telekomunikasi
yang mencakup sambungan telepon kabel tidak bergerak (POTS) dan telepon
nirkabel tidak bergerak, komunikasi seluler, layanan jaringan dan interkoneksi
serta layanan internet dan komunikasi data. PT. Telkom juga menyediakan
berbagai layanan di bidang informasi, media dan edutainment, termasuk cloudbased and server-based managed services, layanan e-Payment dan IT enabler, eCommerce dan layanan portal lainnya (Laporan Tahunan PT. Telkom, 2014).
Salah satu yang berkontribusi dalam pendapatan terbesar dari layanan
yang diberikan oleh PT. Telkom adalah berasal dari layanan telepon kabel tidak
bergerak, atau yang biasa disebut dengan Plain Old Telephone Service (POTS),
Layanan telepon kabel tidak bergerak ini memiliki sebuah bisnis proses yang
mengacu pada SOX yang mana pada tahap awal memproses data-data dari
pelanggan yang akan berlayanan atau yang sudah berlayanan produk PT. Telkom

5

sebelumnya, yaitu dengan cara memelihara atau memutakhirkan parameter yang
berupa parameter tarif dan parameter numbering, dan juga dengan cara
memproses call data recording (CDR) dari pelanggan yang berlangganan.
Kemudian, kedua proses tersebut diproses dalam billing (penagihan) yang mana
jika sudah masuk dalam proses billing, selanjutnya, perusahaan akan mengakui
pendapatan dari piutang tersebut. Dalam proses ini akan kita ketahui piutang dari
Telkom akan bertambah, begitu pula akan menambah pendapatan dari telkom, dan
jika billing tersebut sudah dilunasi pada hari jatuh temponya, maka akan terjadi
aliran kas masuk yang berasal dari pengumpulan piutang usaha tersebut dan
proses ini masuk ke dalam penerimaan pendapatan dari POTS itu sendiri. Telkom
juga mengantisipasi adanya piutang yang tidak tertagih dari pelanggan yang
berlangganan layanan POTS. Telkom mengantisipasi piutang tidak tertagih
tersebut melalui proses penyisihan dan penghapusan piutang usaha dalam bisnis
prosesnya yang mana nantinya masuk pada proses klaim dan restitusi serta
berujung pada proses pencabutan sementara (isolir) atau pencabutan permanen
layanan karena permintaan pelanggan atau karena pelanggan yang tidak
membayar tagihan (Siklus Pendapatan POTS PT. Telkom, 2015).
Melihat dari penjelasan proses-proses siklus piutang dan pendapatan di
atas, kecurangan (fraud) atau salah saji (error) dalam suatu bisnis proses sangat
mungkin terjadi sehingga dapat merugikan perusahaan. Dalam hal ini, sistem
pengendalian intern menjadi penting karena piutang usaha sebuah perusahaan
merupakan bagian terbesar dari aset lancar serta menjadi salah satu bagian yang
cukup besar dari total aset perusahaan dan dapat mempengaruhi pendapatan

6

perusahaan. Kecurangan-kecurangan atau salah saji yang terjadi dalam bisnis
proses siklus piutang dan pendapatan ini dikategorikan sebagai risiko dalam siklus
yang harus dikelola Telkom yang dapat dikendalikan secara manual oleh entitasentitas yang berperan mengontrol bisnis proses atau secara terotomatisasi yang
diperankan oleh aplikasi yang keseluruhan proses ini termasuk dalam sistem
pengendalian intern dalam bisnis proses dan mengacu pada standar-standar dari
Sarbanes-Oxley Act yang terangkum dalam section 404 (Laporan Tahunan PT.
Telkom, 2014).
Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh guna
mengetahui bagaimana sebenarnya penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam
pengendalian intern piutang dan pendapatan usaha yang diterapkan pada PT.
Telkom Divisi Regional Kalimantan, sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat
sebuah penelitian skripsi dengan judul : “Analisis Penerapan Sarbanes Oxley Act
dalam Pengendalian Intern Siklus Piutang dan Siklus Pendapatan Usaha (Studi
Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan)”.
1. 2

Perumusan Masalah
Telkom dengan statusnya yang listed di NYSE, membuat Telkom harus

mematuhi peraturan dari US SEC sebagai regulator pasar modal di Amerika
Serikat. Dan skripsi ini menitikberatkan pada bagaimana pelaksanaan SarbanesOxley Act dalam pengendalian intern terhadap piutang dan pendapatan usaha yang
berfokus pada layanan telepon kabel tidak bergerak (POTS) pada PT. Telkom
Divisi Regional Kalimantan dengan mendasarkan rumusan masalah pada:

7

1. Bagaimanakah tahapan-tahapan dalam bisnis proses SOX yang diterapkan
oleh Telkom pada siklus piutang dan pendapatan layanan telepon kabel
tidak bergerak (POTS)?
2. Apakah penyebab risiko-risiko (risks) yang muncul dan bagaimanakah
pengendalian-pengendalian (controls) untuk meminimalisir risiko-risiko
(risks) yang berfokus pada penagihan (billing) piutang hingga penerimaan
pendapatan dalam siklus piutang dan pendapatan pada POTS?
1. 3

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan tahapan-tahapan dalam bisnis proses SOX yang diterapkan
oleh Telkom pada siklus piutang dan pendapatan layanan telepon kabel
tidak bergerak (POTS).
2. Mengetahui penyebab risiko-risiko (risks) yang muncul dan mengetahui
pengendalian (controls) yang dilakukan untuk meminimalisir risiko-risiko
(risks) yang berfokus pada penagihan (billing) piutang hingga penerimaan
pendapatan pada siklus piutang dan pendapatan pada POTS.

1. 4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, perusahaan, serta

pihak lain yang membaca hasil penelitian ini sebagai berikut :

8

1. Bagi peneliti, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang
berkaitan dengan Sarbanes-Oxley Act dalam pengendalian intern piutang
dan pendapatan usaha.
2. Bagi PT. Telkom, sebagai bahan informasi bagi pihak manajemen
mengenai pengendalian intern terhadap piutang usaha.
3. Bagi akademisi, memberikan referensi dan wawasan terhadap penelitian
akuntansi

yang berhubungan

dengan

Sarbanes-Oxley Act

dalam

pengendalian intern terhadap piutang dan pendapatan usaha dan bisa
dijadikan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Piutang Usaha

2. 1. 1 Pengertian Piutang Usaha
Piutang usaha meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas
lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Dalam kegiatan
perusahaan yang normal, biasanya piutang akan dilunasi dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun sehingga digolongkan dalam aset lancar. Menurut Reeve,
Warren, & Duchac (2012:442) “Account receivable are normally expected to be
collected within a relatively short period, such as 30 or 60 days. They are
classified on the balance sheet as a current asset”.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 1 yang diterbitkan IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset
lancar, jika:
a. entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk
menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal;
b. entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;
c. entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan
setelah periode pelaporan; atau

10

d. kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus
Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya
untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah
periode pelaporan.
Menurut IFRS (International Financial Reporting Standart) IAS 1 (Revised
2009) Precentation of Financial Statement “Account Receivable is amount owed to
the company for services performed or products sold but not yet paid for”.
Piutang usaha menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:347)
“Account receivable are oral promises of the purchaser to pay for goods and
services sold. They represent “open accounts” resulting from short-term
extensions of credit. A company normally collects them within 30 to 60 days”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang adalah
klaim atas uang, barang, atau jasa kepada pelanggan, perusahaan, dan pihak-pihak
lainnya. Piutang masuk ke dalam aset lancar karena biasanya jangka waktu
pelunasan piutang bisa dalam 30 atau 60 hari atau kurang dari setahun. Dalam
transaksinya, piutang usaha bisa tidak diperkuat dengan janji tertulis yang mana
dalam janji pembayarannya hanya secara lisan saja. Akan tetapi, piutang usaha
juga dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan
diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Menurut Reeve, Warren,
& Duchac (2012:442) “Notes receivable are amount that customers owe for
which formal, writtent instrument of credit has been issued. As long as notes

11

receivable are expected to be collected within a year, they are normally classified
on the balance sheet as a current asset”.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa piutang usaha
(trade receivables) dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya perjanjian
ke dalam dua kelompok, yaitu piutang usaha (account receivable) dan wesel tagih
(notes receivable). Selain piutang (account receivable) dan wesel tagih (notes
receivable), ada yang disebut dengan piutang non usaha (non-trade receivables /
other receivables). Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan
barang dan jasa kepada pihak luar. Piutang atau hal-hal lain yang termasuk nontrade receivables menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:347), adalah:
a. Piutang kepada pegawai dan karyawan
b. Piutang kepada anak perusahaan
c. Deposito yang dibayar untuk menutupi kerusakan atau kehilangan yang
potensial
d. Deposito yang dibayar sebagai garansi dari kinerja atau pembayaran
e. Piutang dividen dan bunga
f. Klaim terhadap:
a) perusahaan asuransi
b) terdakwa
c) pemerintah untuk pengembalian pajak
d) pengangkut umum untuk barang-barang yang rusak atau hilang
e) kreditor untuk barang-barang yang dikembalikan, rusak atau hilang
f) pelanggan untuk item-item yang dikembalikan

12

Untuk non-trade receivables atau bisa pula disebut dengan other
receivables, biasanya perusahaan melaporkannya secara terpisah pada laporan
posisi keuangan. Menurut Reeve, Warren, & Duchac (2012:443) “Other
receivables are normally listed separately on the balance sheet. If they are
expected to be collected within one year, they are classified as current assets. If
collection is expected beyond one year, they are classified as noncurrent assets
and reported under the caption investments.”
2. 1. 2 Penilaian Piutang Usaha
Menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:350), perusahaan menilai
dan melaporkan piutang pada nilai kas yang dapat direalisasi (cash realizable
value), yaitu jumlah bersih yang diharapkan dalam penerimaan kas. Menentukan
cash realizable value memerlukan pengestimasian piutang yang tidak tertagih dan
pengembalian atau penyisihan yang diakui. Terdapat dua metode akuntansi untuk
mencatat piutang yang tidak tertagih, yaitu :
a. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)
Dalam metode direct write-off ini, ketika perusahaan menentukan piutang
yang tak tertagih, maka akan menambah kerugian perusahaan dan masuk ke
dalam akun Bad Debt Expense. Bad Debt Expense akan menggambarkan
kerugian-kerugian aktual perusahaan sebagai akibat dari tidak tertagihnya piutang.
Jurnalnya adalah sebagai berikut:

13

Bad Debt Expense

xxx

Account Receivable

xxx

b. Metode Penyisihan (Allowance Method)
Metode allowance menggunakan pengestimasian berapa piutang yang tak
tertagih pada akhir periode. Metode ini memastikan perusahaan menyatakan
piutang pada laporan posisi keuangan pada nilai kas yang dapat direalisasi (cash
realizable value). Cash realizable value adalah jumlah bersih yang diharapkan
perusahaan pada penerimaan kas. Dalam metode ini, jumlah piutang tak tertagih
yang telah diestimasi mengurangi piutang dalam laporan posisi keuangan. Jurnal
untuk metode ini dibuat pada akhir periode dan termasuk ke dalam jurnal
penyesuaian, jurnalnya adalah sebagai berikut:
December 31

Bad Debt Expense

xxx

Allowance for doubtful Accounts
2. 2

xxx

Pendapatan

2. 2. 1 Pengertian Pendapatan
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 23 yang diterbitkan
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode
jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari

14

kontribusi penanam modal. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh entitas untuk dirinya
sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan
nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke entitas dan tidak
mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan dari
pendapatan.
Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) no. 3 yang
diterbitkan oleh Financial Accounting Standars Board (FASB), pendapatan
adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva sebuah entitas atau pelunasan
kewajiban sebuah entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode
tertentu yang dihasilkan oleh penyampaian atau produksi barang, pemberian jasa,
atau pelaksanaan aktivitas lain yang menjadi bagian dari operasi-operasi pusat
atau utama entitas yang sedang berjalan.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan adalah
arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva sebuah entitas atau pelunasan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang mana peningkatan ini
dihasilkan oleh produksi barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang menjadi
bagian dari operasi perusahaan dan kenaikan ekuitas ini bukan berasal dari
kontribusi penanam modal.

15

2. 2. 2 Pengakuan Pendapatan
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 23 yang diterbitkan
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), kriteria pengakuan pendapatan adalah
berbeda pada setiap transaksinya, yaitu dijelaskan sebagai berikut:
a.

Penjualan Barang
Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut

dipenuhi:
a) entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara
signifikan kepada pembeli;
b) entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan
kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual;
c) jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
d) kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi
tersebut akan mengalir kepada entitas tersebut; dan
e) biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan
tersebut dapat diukur dengan andal.
b.

Penjualan Jasa
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi

dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui
dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil
transaksi dapat diestimasi dengan andal jika seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:

16

a) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
b) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut dapat diperoleh entitas;
c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur
dengan andal; dan
d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.
c.

Bunga, Royalti, Dividen
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang

menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui atas dasar, jika:
a) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan diperoleh entitas; dan
b) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.
Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut:
a) bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif seperti yang
dijelaskan di PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran paragraf 8 dan PA 17-20;
b) royalti diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang
relevan; dan
c) dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran
ditetapkan.

17

2. 3

Pengendalian Intern

2. 3. 1 Pengertian Pengendalian Intern
Pengendalian intern merupakan suatu aktivitas yang sangat penting dalam
suatu perusahaan. Pengendalian intern dapat membantu perusahaan dalam
mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Menurut
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (Boynton & Johnson,
2006:391), pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh
aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk
memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini :
a. Keandalan pelaporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi operasi
Menurut Romney & Steinbart (2006:229), pengendalian intern (internal
control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk
menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan
memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan
kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian intern melaksanakan tiga fungsi
penting, yaitu :
a. Pengendalian pencegahan (preventive control), yaitu mencegah timbulnya
suatu masalah sebelum mereka muncul. Contohnya, mempekerjakan
personil akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan tugas yang

18

memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas
dan informasi.
b. Pengendalian pemeriksaan (detective control), yaitu dibutuhkan untuk
mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Contohnya,
pemeriksaan salinan atas perhitungan, mempersiapkan rekonsiliasi bank
dan neraca saldo setiap bulan.
c. Pengendalian korektif (corrective control), dibutuhkan untuk memecahkan
masalah yang ditemukan oleh pengendalian pemeriksaan. Pengendalian ini
mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab
masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan
mengubah

sistem

agar

masalah

di

masa

mendatang

dapat

diminimalisasikan atau dihilangkan. Contoh dari pengendalian ini
termasuk pemeliharaan kopi cadangan (backup copies) atas transaksi dan
file utama, dan mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan
memasukkan data, seperti juga kesalahan dalam meyerahkan kembali
transaksi untuk proses lebih lanjut.
2. 3. 2 Keterbatasan Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan
yang melekat, yang mana menjelaskan mengapa pengendalian intern hanya dapat
memberikan jaminan yang beralasan, tidak peduli sebaik apapun desain dan
operasi dari pengendalian intern tersebut. Dalam AU 319.16-18, Consideration of
Internal Control in a Financial Statement Audit (Boynton & Johnson, 2006:393),

19

keterbatasan atau kelemahan yang melekat pada sistem pengendalian intern antara
lain :
a. Kesalahan dalam pertimbangan
Kadang-kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan
pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak memadai, kendala
waktu, atau prosedur-prosedur lainnya.
b. Kemacetan
Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena
personel salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat
kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau
permanen dalam personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat
berkontribusi pada terjadinya kemacetan.
c. Kolusi
Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan
suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain,
konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan
sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern (misalnya, kolusi
antara tiga karyawan mulai dari departemen personel, manufaktur, dan
penggajian untuk membuat pembayaran kepada karyawan fiktif, atau
skedul pembayaran kembali antara seorang karyawan dalam departemen
pembelian dan pemasok atau antara seorang karyawan di departemen
penjualan dengan pelanggan).

20

d. Penolakan manajemen
Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis
untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi
mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status
ketaatan (misalnya, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan
pembayaran

bonus

atau

nilai

pasar

dari

saham

entitas,

atau

menyembunyikan pelanggaran dari perjanjian hutang atau ketidaktaatan
terhadap hukum dan peraturan). Praktik penolakan (override) termasuk
membuat penyajian salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya
seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan
transaksi penjualan fiktif.
e. Biaya versus manfaat
Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat
yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari
biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus
membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi
hubungan antara biaya dan manfaat.
2. 3. 3 Peran dan Tanggung Jawab dalam Pengendalian Intern
Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (Boynton &
Johnson, 2006:394), setiap pihak di dalam organisasi memiliki suatu tanggung
jawab, dan merupakan bagian dari pengendalian intern suatu organisasi.
Tanggung jawab dari beberapa pihak dan perannya adalah sebagai berikut:

21

a. Manajemen
Tanggung jawab manajemen adalah mendirikan pengendalian intern yang
efektif. Secara khusus, manajemen senior seharusnya mengatur “tone at
the top” untuk kesadaran pengendalian dalam organisasi dan melihat
semua komponen dari pengendalian intern adalah pada tempatnya.
Manajemen senior yang memegang pimpinan unit-unit organisasi (divisidivisi) harus akuntabel untuk sumber daya dalam unit-unit mereka. CEO
dan CFO dari perusahaan-perusahaan publik harus membuat penilaian dari
kecukupan pengendalian intern atas laporan keuangan juga.
b. Dewan Direktur dan Komite Audit
Dewan direktur, sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan dan
pengawasan umum, harus menentukan bahwa manajemen bertanggung
jawab untuk mendirikan dan memperbaiki pengendalian intern. Komite
audit mempunyai kepentingan peran pengawasan dalam proses pelaporan
keuangan.
c. Auditor Internal
Auditor internal harus menguji dan mengevaluasi kecukupan dari
pengendalian

intern

dari

entitas

secara

periodik

dan

membuat

rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan. Mereka adalah bagian dari
komponen pengawasan dari pengendalian intern, dan pengawasan yang
aktif dari internal auditor mungkin memperbaiki keseluruhan lingkungan
pengendalian.

22

d. Personel Entitas lain
Peran dan tanggung jawab dari semua personel lain yang menyediakan
informasi, atau menggunakan informasi dari sistem yang memasukkan
pengendalian intern harus mengerti bahwa mereka mempunyai sebuah
tanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah-masalah dengan
ketidakpatuhan

terhadap

pengendalian-pengendalian

atau

tindakan-

tindakan yang ilegal yang mana mereka menjadi sadar terhadap tingkat
yang lebih tinggi dalam organisasi.
e. Auditor Independen
Ketika

menjalankan

prosedur-prosedur

penilaian

risiko,

auditor

independen mungkin menemukan defisiensi dalam pengendalian intern
yang mana dia mengkomunikasikan ke manajemen dan komite audit,
bersamaan dengan rekomendasi-rekomendasi dan perbaikan-perbaikan.
Penerapan-penerapan ini adalah yang utama terhadap pengendalian
laporan keuangan dan termasuk tingkat yang lebih rendah dalam
pengendalian pemenuhan dan operasi.
2. 3. 4 Komponen Pengendalian Intern
Terdapat lima komponen pengendalian intern menurut COSO (Romney &
Steinbart, 2006:231-251), yaitu lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian,
penilaian risiko, informasi dan komunikasi serta pengawasan atau pemantauan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:

23

Gambar 2. 1 COSO Internal Control Framework

Sumber: Metodologi ICOFR PT. Telkom
a. Lingkungan Pengendalian.
Inti dari bisnis apapun adalah orang-orangnya---ciri perorangan termasuk
integritas, nilai- nilai etika, dan kompetensi---serta lingkungan tempat
beroperasi. Mereka adalah mesin yang mengendalikan organisasi dan
dasar tempat segala hal terletak. Lingkungan pengendalian terdiri dari
faktor-faktor berikut ini :
a) Komitmen atas integritas dan nilai – nilai etika
Merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen untuk
menciptakan struktur organisasional yang menekankan pada
integritas dan nilai-nilai etika. Perusahaan dapat mengesahkan
integritas sebagai prinsip dasar beroperasi, dengan cara secara aktif
mengajarkan dan mempraktikkannya. Pihak manajemen harus
mengembangkan kebijakan yang tertulis dengan jelas, yang secara
eksplisit mendeskripsikan perilaku yang jujur dan tidak jujur.

24

Kebijakan- kebijakan ini harus secara khusus mencakup isu-isu
yang tidak pasti atau tidak jelas, seperti konflik kepentingan dan
penerimaan hadiah.
b) Filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi
Filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi dapat dinilai dengan
cara menjawab pertanyaan berikut :


Apakah

pihak

manajemen

mengambil

risiko

yang

tidak

sepantasnya untuk mencapai tujuan perusahaan, atau apakah pihak
manajemen menilai potensi risiko dan penghargaan sebelum
bertindak?


Apakah pihak manajemen mencoba untuk memanipulasi ukuranukuran kinerja seperti pemasukan bersih, agar kinerja dapat
terlihat dalam pandangan yang lebih baik?



Apakah pihak manajemen menekan para pegawai untuk mencapai
hasil apapun metode yang dipergunakan, atau apakah pihak
manajemen menuntut perilaku yang beretika? Dengan kata lain,
apakah pihak manajemen yakin bahwa hasil dapat membenarkan
cara?

c) Struktur organisasional
Struktur organisasional perusahaan menetapkan garis otoritas dan
tanggung jawab, serta menyediakan kerangka umum untuk
perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasinya. Aspekaspek penting struktur organisasi termasuk sentralisasi atau

25

desentralisasi otoritas, penetapan tanggung jawab untuk tugas-tugas
tertentu, cara alokasi tanggung jawab mempengaruhi permintaan
informasi pihak manajemen, dan organisasi fungsi sistem informasi
dan akuntansi. Struktur organisasi yang sangat kompleks dan tidak
jelas dapat menunjukkan masalah yang lebih serius.
d) Badan audit dewan komisaris
Seluruh perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange
harus memiliki komite audit yang secara keseluruhan terdiri dari
komisaris

(pegawai)

dari

luar

perusahaan.

Komite

audit

bertanggung jawab dalam mengawasi struktur pengendalian
internal

perusahaan,

proses

pelaporan

keuangannya,

dan

kepatuhannya kepada hukum, peraturan dan standar yang terkait.
Komite tersebut bekerja dekat dengan auditor eksternal dan internal
perusahaan. Salah satu tanggung jawab komite ini adalah
menyediakan penyediaan independen atas nama pemegang saham
perusahaan, terhadap para manajer perusahaan. Peninjauan ini
berfungsi

untuk

meningkatkan

memeriksa

kepercayaan

integritas

publik

yang

manajemen

dan

berinvestasi,

atas

kesesuaian pelaporan keuangan.
e) Metode untuk memberikan otoritas dan tanggung jawab
Pihak manajemen harus memberikan tanggung jawab untuk tujuan
bisnis tertentu terhadap departemen terkait, serta kemudian
membuat mereka bertanggung jawab untuk mencapai tujuan

26

tersebut. Otoritas dan tanggung jawab dapat diberikan melalui
deskripsi pekerjaan secara formal, pelatihan pegawai, dan rencana
operasional, jadwal dan anggaran. Salah satu hal yang sangat
penting adalah peraturan yang menangani masalah seperti standar
etika berperilaku, praktik bisnis yang dapat dibenarkan, peraturan
persyaratan dan konflik kepentingan. Buku pedoman dan kebijakan
prosedur adalah alat yang penting untuk memgberikan otoritas dan
tanggung jawab. Buku pedoman tersebut menjelaskan tentang
kebijakan manajemen sehubungan dengan penanganan setiap
transaksi.

Sebagai

tambahan,

buku

pedoman

tersebut

mendokumentasikan sistem dan prosedur yang dipergunakan dalam
proses transaksi.

Termasuk didalammya akun organisasi,

kopi contoh berbagai

dan

formulir serta dokumen. Buku pedoman

tersebut membantu dalam referensi bagi para pegawai, dan alat
yang berguna dalam melatih pegawai baru.
f) Kebijakan dan praktik-praktik dalam sumber daya manusia
Kebijakan dan praktik-praktik mengenai pengontrakkan, pelatihan,
pengevalusaian, pemberian kompensasi, dan promosi pegawai
mempengaruhi kemampuan organisasi untuk meminimalkan
ancaman, resiko, dan pajanan. Para pegawai harus dipekerjakan
dan dipromosikan berdasarkan seberapa baik mereka memenuhi
persyaratan pekerjaan mereka. Data riwayat hidup, surat referensi,
dan pemeriksaan atas latar belakang, merupakan cara-cara yang

27

penting untik mengevaluasi kualifikasi para pelamar pekerjaan.
Program pelatihan harus membuat pegawai baru mengetahui
dengan baik tanggung jawab mereka, dan juga kebijakan serta
prosedur organisasi. Terakhir, kebijakan yang berhubungan dengan
kondisi bekerja, pemberian kompensasi, insentif bekerja, dan
kemajuan karir dapat merupakan dorongan yang kuat dalam
pelayanan yang efisian dan kesetiaan. Kebijakan pengendalian
tambahan dibutuhkan bagi para pegawai yang memilik akses ke kas
atau properti lainnya. Mereka harus diminta mengambil libur
tahunan, dan selama waktu tersebut, fungsi pekerjaan mereka harus
dilaksanakan oleh anggota staf lainnya. Banyak penipuan pegwai
yang ditemukan ketika pelaku tiba-tiba terhalang oleh sakit atau
kecelakaan yang memaksa mereka harus mengambil cuti. Rotasi
tugas secar periodik diantara pegawai utama dapat mencapai hasil
yang sama. Tentu saja keberadaan kebijakan semacam ini
menghalangi penipuan dan meningkatkan pengendalian internal.
Terakhir, jaminan asuransi kesetiaan para pegawai utama
melindungi perusahaan dari kerugian yang ditimbulkan oleh
tindakan penipuan yang disengaja oleh para pegawai yang diikat
tersebut.
g) Pengaruh- pengaruh eksternal
Pengaruh-pengaruh eksternal yang mempengaruhi lingkungan
pengendalian adalah termasuk persyaratan yang dibebankan oleh

28

bursa efek, oleh Financial Accounting Standards Board (FASB)
dan oleh Securities and Exchange Commission (SEC) termasuk
dalam pengaruh eksternal juga persyaratan peraturan lembaga,
seperti bank, sarana umum (utility), dan perusahaan asuransi.
Termasuk dalam contoh adalah ketentuan pengendalian internal
oleh Foreign Corrupt Practices Act yang dibuat oleh SEC dan
audit lembaga keuangan yang dibuat oleh Federal Deposit
Insurance Corporation (FDIC).
b. Aktivitas Pengendalian
Kebijakan dan prosedur pen