BAB II 2.1 Proses Pembentukan

BAB II
2.1 Proses Pembentukan
Proses pembentukan kaolin adalah karena pelapukan yang terjadi pada permukaan
atau sangat dekat dengan permukaan dan proses hydrothermal alterasi pada daerah rekahan,
patahan atau daerah dengan pemiabilitas tinggi pada batuan beku yang banyak mengandung
feldspar dimana mineral potassium aluminium silikat dan feldspar dirubah menjadi kaolin.
Dapat pula terbentuk sebagai pelapukan bantuan metamorf khususnya gneiss, sedang kaolin
sekunder merupakan hasil transportasi kaolin primer. Mineral yang termasuk dalam
kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan halloysit (Al2(OH)4SiO5.2H2O), yang
mempunyai kandungan air lebih besar dan umumnya membentuk endapan tersendiri.
Proses hidrothermal adalah proses-proses yang berkaitan dengan aktivitas
pembentukan batuan beku yang melibatkan air panas pada tahap akhir diferensiasi magma.
Larutan hidrothermal dikenal sebagai larutan sisa dari hasil akhir suatu proses
diferensiasi yang kaya akan unsur logam. Larutan hidrothermal ini dapat bergerak naik
mealui bidang rekahan, celah ataupun rongga-rongga dan bereaksi dengan batuan di
sekelilingnya.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, proses pembentukan deposit hasil aktifitas
hidrothermal dapat dikelompokkan diantaranya melalui proses penggantian (replacement)
maupun proses pengisian celah (cavity filling), selanjutnya proses alterasi hidrothermal
ditandai oleh pengaruh larutan hidrothermal yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
mineralogi dan tekstur batuan dinding. Proses yang terjadi karena alterasi hydrothermal

merupakan yang banyak berperan dalam proses terbentuknya kaolin (kaolinisasi)
Alterasi hidrothermal merupakan suatu proses ikutan yang selalu menyertai proses deposisi
atau pembentukan deposit hidrothermal. Proses ini pada 8 prinsipnya adalah proses
penggantian unsur-unsur tertentu dari mineral yang ada pada batuan dinding, yang kemudian
digantikan oleh unsur lain yang berasal dari larutan hidrothermal. Proses ini menuju kondisi
stabil melalui mekanisme pertukaran ion, yang dikontrol oleh temperatur, tekanan, kedalaman
dan komposisi cairan yang mengakibatkan perubahan tekstur dan mineralogi pada
batuan dinding.
Pengertian alterasi sendiri adalah proses ubahan mineralogis baik perubahan bentuk,
warna ataupun komposisinya. Bateman dan Jensen (1981) menyebutkan faktor pengontrol
proses perubahan tersebut diantaranya adalah adanya disintegrasi mekanis, adanya
dekomposisi kimia, pelarutan dari beberapa unsur, masuknya unsur-unsur baru dan kombinasi
dari proses-proses tersebut diatas.
Alterasi hidrothermal merupakan salah satu tipe metamorfisme yang meliputi proses
rekristalisasi dri batuan induk membentuk mineral baru yang lebih stabil akibat kontrol
perubahan tertentu, dan dapat diartikan juga sebagai proses penggantian unsur-unsur dari
mineral batuan dinding yang digantikan unsur lain dari luar. Salah satu ciri utama dari alterasi
hidrothermal adalah adanya perubahan sekumpulan mineral essensial menjadi mineralmineral baru yang lebih stabil di bawah kondisi suhu, tekanan dan komposisi larutan
hidrothermal yang tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas dan hasil alterasi hidrothermal antara lain

adalah karakteristik dan komposisi batuan asal (host rock), komposisi larutan hidrothermal,
kondisi temperatur, tekanan serta 9 perubahan fase larutan hidrothermal serta perubahan
unsur tertentu yang paling awal (seperti pelepasan H2S menjadi asam kuat).

2.2 Kenampakan
2.2.1 Sifat Fisik
a. Sifat Fisik Kaolin
Secara umum kaolin berwarna putih atau agak keputih-putihan,
kekerasan 2-2.5, bersifat plastis bila tercampur air, dengan daya hantar
listrik dan
panas yang rendah dan berat jenis antara 2,60-2,63. Sifat-sifat kaolin
akan sangat
dipengaruhi oleh komposisi mineral tanah lempung yang ada dalam
kaolin, maka
untuk mengetahui sifat-sifat fisik yang lain seperti plastisitas, kekuatan,
tekstur
dan lain-lain yang dibahas adalah sifat-sifat dari mineral penyusunnya
yaitu
mineral lempung. Menurut Kirsch (1968) sifat-sifat fisik tersebut antara
lain:

b. Flokulasi dan deflokulasi
Flokulasi adalah proses penggumpalan butir-butir lempung menjadi
gumpalan yang lebih besar, sedangkan deflokulasi adalah proses disperse
gumpalan-gumpalan yang berukuran lebih besar menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil. Flokulasi dan deflokulasi menggambarkan keadaan agresi
dari butir-butir lempung bila bercampur dengan air, dimana mineral
lempung dengan cepat menyerap air dan untuk kaolin air yang terserap
itu akan menguap pada pemanasan pada suhu 100 0C-200 0C. Proses
dispersi dapat diperkuat dengan penambahan elektrolit atau deflokulan
seperti waterglass, Na2CO3, Na2PO4 dan lain-lain. Jumlah penggunaan
deflokulan untuk proses dispersi ini tergantung pada beberapa faktor
(Grim, 1968) diantaranya adalah oleh kadar butir-butir halus yang
menunjukkan sifat-sifat koloid, jumlah dan jenis garam-garaman terlarut
yang ada dalam lempung, silikat-silikat dan elektrolit atau deflokulan yang
dipakai, sifat-sifat
mineral lempung yang ada dalam flokulan.
c. Plastisitas
Plastisitas adalah sifat yang memungkinkan lempung dapat diberi bentuk
tanpa retakan dan bentuk itu akan tetap setelah gaya pembentuknya
hilang atau dihilangkan. Lempung akan menjadi plastis beberapa saat

kemudian jika lempung tersebut bercampur dengan cairan yang
mempunyai susunan kutub seperti air. Lempung tidak akan berubah
secara plastis apabila berinteraksi dengan cairan yang bersusunan bukan
kutub seperti CCl4. Menurut Grim (1968), faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat plastisitas dari lempung diantaranya oleh adanya
pengaruh air, bahan-bahan padat dan gejala koloid yang mempengaruhi,
ukuran partikel-partikel padat dan gaya tarik antar molekul, adanya
bahan-bahan lain yang mempengaruhi sifat-sifat partikel, orientasi
partikel-partikel di dalam massa, sejarah sebelum yang telah dialami oleh
bahan. Menurut Grim (1968), kaolin memiliki batas plastisitas 25-36,3

jauh lebih kecil dibandingkan dengan montmorilonit yang plastisitasnya
86-700.
d. Thiksotropi
Thiksotropi atau daya suspensi adalah suatu sifat-sifat dari mineral
lempung yang bila tercampur dengan suatu cairan akan membentuk
suspensi. Sifat ini berkaitan dengan keplastisan. Kaolin berbutir halus
akan tetap tinggal tersuspensi di dalam air berjam-jam tanpa
menunjukkan tanda-tanda akan mengendap, bila di dalamnya
ditambahkan flokulan seperti asam, borak, MgSO4 dan lain-lain, maka

terjadi penggumpalan atau flokulasi dengan pengendapan yang
berlangsung cepat, jika ke dalam larutan ditambahkan elektrolit seperti
waterglass atau Na2CO3 akan menambah proses dispersi dan menghasilkan
suatu suspensi yang lebih permanen.
e. Tekstur
Tekstur mineral lempung meliputi ukuran dan bentuk partikel mineral
lempung yang mempengaruhi keplastisannya, kekuatan mekanis,
kemudahan dalam pengeringan dan karakter produk setelah dibakar dan
kaolin umumnya memiliki dua jenis tekstur (Grim, 1968), yaitu tekstur
mineral-mineral non plastis yang umumnya sebagai impurities bertekstur
kasar sampai halus dan tekstur mineral-mineral yang sangat halus.
f. Susut kering
Pada waktu proses pengeringan terjadi pengeluaran air sehingga
memungkinkan butir-butir lempung melekat satu dengan yang lainnya, ini
diistilahkan sebagai susut kering, yang masih terdapat air sisa dinamakan
air pori, bisa bertahan hingga pemanasan sampai dengan 110 0C.
Lempung sangat bervariasi susut keringnya. Derajat variasi susut kering
lempung identik dengan variasi jumlah air yang diperlukan untuk
menimbulkan keplastisannya, makin tinggi keplastisan lempung makin
banyak air terabsorbsi maka makin besar pula susut keringnya. Lempung

yang memiliki susut kering tinggi sukar dikeringkan tanpa timbulnya
retak-retak atau pecah-pecah, untuk mengurangi timbulnya retak atau
pecah dapat dilakukan dengan penambahan bahan non plastis seperti
pasir kuarsa, flint dan feldspar. Menurut Uun dan Asril (1990), susut kering
kaolin dibagi menjadi 3, yaitu kaolin kasar susut kering lini air 5,0-7,6 ,
untuk kaolin tercuci berkisar 3,3 - 10,8 , dan untuk kaolin sedimenter
berkisar 4,5-12,8.
g. Kekuatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kering mineral lempung
(Grim, 1968) antara lain adalah ukuran dan bentuk butir dari bagian yang
plastis dan non plastis, derajat flokulasi lempung sebelum dibakar, jumlah
butir-butir sangat halus, lamanya waktu dan temperatur pada waktu
lempung itu diperam (aging) sebelum dibentuk, jumlah air yang digunakan
untuk menguapkan massa plastis, campuran air dan bahan-bahan lain,
cara yang dipergunakan dalam menguapkan massa siap pakai, kecepatan
dan tinggi temperatur waktu pengeringan.
h. Slaking
Slaking adalah sifat dari lempung apabila kena air lalu mengambang dan
selanjutnya hancur menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
i. Warna


Warna kaolin akan dipengaruhi oleh warna dari mineral lempung
penyusunnya, dimana warna mineral lempung akan ditentukan oleh
kandungan senyawa-senyawa besi atau bahan-bahan karbon, kadangkadang juga mineral – mineral mangan dan titan dalam jumlah yang
cukup untuk mempengaruhi warna pada lempung. Warna kaolin yang
putih atau agak keputih-putihan diakibatkan oleh mineral lempung
penyusunnya bebas dari pengotoran di atas. Warna dari mineral lempung
sebelum
dan
sesudah
pembakaran
kadang-kadang
mengalami
perubahan, untuk kaolin sebelum dan sesudah pembakaran umumnya
akan tetap sama putih, namun juga bisa berubah sedikit menjadi putih
kekuningan.
2.2.2 Sifat Kimia
Seperti halnya sifat fisik yang dimiliki oleh kaolin, sifat kimiawi yang dimiliknya juga
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimiawi mineral lempung penyusunnya. Salmag (1961)
menyebutkan sifat-sifat kimiawi tersebut antara lain:

a. Pertukaran ion
Salah satu sifat yang penting dari mineral lempung adalah pertukaran elektrik pada
partikel-partikelnya dimana mineral-mineral lempung akan menarik kation dan anion dengan
cara pertukaran untuk netralisir, artinya dengan mudah digantikan oleh anion dan kation lain
saat kontak dengan ion lain pada larutan yang encer, kecuali kalau di bawah kondisi asam
yang ekstrim, pertukarannya lebih bersifat negatif. Mineral lempung cenderung menyerap
kation yang sering disebut Cation Exchange Capacity (CEC) atau Kapasitas Pertukaran
Kation, yang dapat dinyatakan sebagai jumlah ekuivalen per satuan berat pada keadaan
kering (mili ekuivalen per seratus gram). Kegunaan pertukaran ion pada mineral lempung
antara lain adalah sebagai sumber nutrisi pada soil untuk pertumbuhan tanaman terutama
sekali pada kalsium, magnesium dan kalium, walaupun ada beberapa tanaman yang dapat
memanfaatkan kalium tanpa adanya pertukaran ion pada soil; sifat fisik dari soil lempung
(kekuatan, plastisitas dan lain-lain) yang sangat tergantung pada unsur Na+ dan Ca+ ; proses
pertukaran ion memainkan peranan penting pada penghentian kation yang tidak diinginkan
seperti sebagai pembubuh organik atau dari pembuangan komponen radioaktif; dapat
diketahui imulasi cara pembentukan mineral lempung dari reaksi antar muatannya, sehingga
memudahkan dalam penyesuaian sifat katalisator dan molekuler pada lempung untuk
penggunaan tertentu (Grim, 1968) Harga CEC pada kaolin adalah 2%-15% (Milens & King,
1955 dalam (Grim, 1968), harga CEC ini adalah termasuk paling kecil dibandingkan dengan
mineral lempung lainnya.

b. Interaksi dengan air
Sifat interaksi dengan air pada mineral lempung khususnya kaolin dapat dihubungkan
dengan hal-hal berikut: sifat hidrasi pada kandungan air yang relatif rendah. Sifat mineral
lempung dalam air sangat kompleks dan penting. Pada umumnya sifat ini mempertimbangkan
penyerapan air oleh mineral lempung dari suatu keadaan yang relatif kering, yaitu interaksi
terjadi ketika molekul air menjadi lengket pada permukaan partikel dan atau berhubungan
dengan kation yang dapat berpindah. Hidrasi mineral lempung pada keadaan kering
merupakan proses eksoterm, ini dapat diuji dengan mudah oleh panas yang ditimbulkan pada
sisi gelas kimia yang dihasilkan ketika sejumlah bubuk mineral lempung dibasahi.
Penyerapan air oleh mineral lempung dapat terjadi baik oleh hidrasi permukaan kristal
ataupun oleh pertukaran kation. Pada kaolin, air hanya dapat diserap pada permukaan luar,
dimana ada dua macam yaitu siloksan dan gibsit, dan pada ujung partikel. Entalpi penyerapan
air ini sangat kecil dan dapat dihilangkan oleh kenaikan panas yang kecil.
c. Interaksi dengan bahan organik

Beberapa molekul organik, seperti pada air dapat dengan mudah diserap oleh mineral
lempung. Pada beberapa kejadian, terutama untuk molekul organik tak berkutub, kekuatan
interaksinya relatif lemah, hanya sesuai untuk penyerapan secara fisik. Namun demikian,
spesies organik berkutub atau berion dapat menjadi variasi yang luas dari reaksi kimia dengan
mineral lempung. Kelompok mineral kaolinit, smektit dan vermikulit dapat berkembang oleh

penetrasi molekul antar lapisan untuk membentuk suatu interkalasi yang komplek.
2.3 Kegunaan Kaolin
1. Industri kertas, kaolin digunakan sebagai bahan pengisi (filler material) dan sebagai
bahan pelapis (coating material)
2. Industri keramik, kaolin digunakan sebagai bahan body maupun bahan glasir untuk
meningkatkan kualitas warna produk menjadi lebih cerah
3. Industri karet, kaolin digunakan sebagai bahan vulkanisir untuk meningkatkan kekuatan
dan ketahanan karet
4. Industri cat, kaolin digunakan sebagai bahan extender prduksi cat, substitusi mewarnai
cat dan untuk membuat cat berwarna cemerlang
5. Industri plastik, kaolin digunakan untuk membuat permukaan plastik menjadi rata dan
membuat plastik resisten terhadap serangan zat-zat kimia
6. Industri Fiberglass, kaolin digunakan sebagai penguat dalam fiberglass yaitu untuk
memperbaiki proses integrasi fiber terhadap produkyang penguatannya menggunakan
plastik

2.4 Keterdapatan Kaolin di Indonesia
Cadangan endapan Kaolin paling besar terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan dan Pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan lainnya tersebar di Pulau Sumatera ,
Jawa , dan Sulawesi Utara.

Potensi endapan kaolin ini antara lain berada di Bandar Pulau (Sumut),Bonjol
Pasaman (Sumbar), Belilas dan Indragiri Hulu (Riau), Pulau Bangka Belitung, Pondok
Kelapa (Bengkulu), Garut dan Tasikmalaya (Jabar), Blitar dan Trenggalek (Jatim), Sambas
dan singkawang (Kalbar), Martapura (Kalsel), Polewali (Sulsel), dan Paniai (Papua).
2.5 Cara Penambangan
Penambangan kaolin dapat di kerjakan dengan cara tambang terbuka (open cut
mining), tunneling atau dengan cara penambangan dalam (under ground mining). Untuk
memperoleh hasil kaolin yang baik, maka hasil penambangan itu harus di murnikan terlebih
dahulu. Kaolin dapat di murnikan dengan berbagai cara, tetapi yang biasanya digunakan
sebagai berikut: suspense kaolin di alirkan melalui talang yang panjang sempit dan dangkal.
Kemudian inpurtities seperti pasir, mika dan sebagainya dapat disingkirkan dengan
jalan mengerukkan hand shovel ke atas, setelah itu suspense kaolin sidaring yang kemudian
di tampung di settling tank. Ke dalam settling tank di masukkan suatu coagulating agent
(penggumpal) misalnya alum untuk mempercepat pengendapan kaolin. Setelah itu air
jernihnya dikeluarkan, baru kemudian kaolin di filter press serta di jemur baik dengan
menggunakan panas matahari maupun dengan menggunakan oven.
2.6 Nilai Ekonomis

Nilai ekonomis di dapat dari bahan galian industri, bahan galian golongan C, dan
bahan galian hidrotermal.

Sumber : STUDI GENESA KAOLIN DAN
PEMANFAATANNYA (Studi Kasus Daerah
Kec.Semin, Kab.Gunungkidul) SEMINAR
JURUSAN Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, November 2004