Bacaan Awal Mengenal Mekanisme Komite Hak Anak PBB

Bacaan Awal
Mengenal Mekanisme Komite Hak Anak PBB


Bagus Yaugo Wicaksono1





Tulisan ini menyajikan secara ringkas fungsi dan cara kerja Komite Hak Anak PBB. Diawali
dengan deskripsi sederhana tentang munculnya hukum hak asasi manusia internasional, lalu
mengarah pada Konvensi Hak Anak secara khusus. Dalam pengantar ringkas ini juga memuat
peran dan peluang masyarakat sipil untuk bekerjasama dengan Komite.




A. Pembuka
Hak Asasi Manusia (HAM) mengalami perkembangan yang cukup pesat, khususnya
menginjak abad ke 21. Buktinya, kurang dari 50 tahun, sejak 1948, pasca diadopsinya

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Konvensi-konvensi Internasional tentang
Hak Asasi Manusia dengan cepat diratifikasi oleh sebagian besar Negara di dunia.

Paket Konvensi HAM yang diberlakukan sebagai hukum internasional berasal dari Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik
(KIHSP) dan Konvensi Internasional Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (KIHSEB) serta dua
dokumen tambahan (protocol tambahan KIHSP). Paket ini kemudian dikenal dengan The
International Bill of Human Rights. Dari Bill of Rights inilah, kemudian, diturunkan kedalam
berbagai konvensi HAM internasional. Di antaranya, mencakup Konnvensi Anti Diskriminasi,
Konvensi Internasional Penghapusan Diskriminasi perempuan, Konvensi Hak Anak dan
sebagainya.

Seiring derasnya arus perkembangan HAM, seringkali menimbulkan jarak informasi semua
pihak, termasuk masyarakat sipil untuk memahami atau bahkan mengenal konvensi HAM
dan cara kerjanya. Merespon itu, tulisan sederhana ini diharapkan bisa berkontribusi untuk
memberikan informasi terkait mekanisme badan HAM berbasis traktat/konvensi; secara
khusus terbatas pada Konvensi Hak Anak.




B. HAM dan Hak Anak

Mengawali diskusi ini, penting bagi kita untuk menyeragamkan cara pandang. Akan kita
awali diskusi ini dengan menyepakati bahwa ‘membicarakan hak anak artinya tidak terlepas
dengan kontek hak asasi manusia’ secara luas. Hal ini bisa ditelisik melalui kemunculan hak
anak sebagai bagian hukum HAM internasional. Kesemua itu terkait erat dalam wadah asalusulnya, The International Bill of Human Rights (Bill of rights).


1 Koordinator Harian Perkumpulan Kaum Muda Merdeka (KAMUKA),


December 15, 2016


1


Bill of Rights terdiri dari tiga dokumen kunci (Deklarasi Universal HAM /DUHAM, Konvensi
Internasional Hak Sipil dan Politik / KIHSP dan Konvensi Internasional Hak Sosial, Ekonomi
dan Budaya/ KIHSEB) serta dua dokumen tambahan (protocol tambahan KIHSP).2


Dokumen-dokumen tersebut, secara intensif, dikembangkan sejak lahirnya Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB). Organisasi intra-pemerintah ini merupakan penerus dari Liga Bangsa
Bangsa (LBB), didirikan tahun 1919, di bawah payung hukum internasional ‘Traktat
Versailles’3. Di mana, dalam pelaksanaanya, meski LBB melahirkan konvensi internasional
penting seperti Konvensi (ILO) Internasional Labour Organization ataupun mampu
meningkatkan perhatian dunia pada perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas –
akan tetapi organisasi ini diklaim mengalami kebuntuan. David Shiman membuktikan
kegagalan LBB ini dengan menunjukan bahwa organisasi tersebut tidak bisa mencapai tujuan
utamanya yaitu ‘menjaga perdamaian dunia’; Jepang memerangi China dan Manchuria
tahun 1931; Italia menginvasi Ethiopia tahun 1935; dan Perang Dunia II pecah tahun 1939.4
Jutaan nyawa menjadi Koran sia-sia.

Merespon situasi ini, gerakan masyarakat dunia semakin mantab untuk mendukung
terciptanya keamanan dan perdamaian dunia. Pertemuan intra-pemerintah sedunia pun
digelar. Tahun 1945, perwakilan dari lima puluh negara menyelenggarakan konferensi, di
San Francisco. Hasilnya adalah perjanjian Piagam Bangsa Bangsa5 dan dari sinilah PBB
dibentuk. Atas perhatian yang cukup seruis dalam hal ‘menciptakan perdamaian dan
keamanan dunia’, maka, para pimpinan tertinggi komunitas-komunitas dunia, melalui PBB,
menyusun road map untuk menjamin setiap hak asasi manusia di seluruh penjuru dunia.

Tujuan utamanya untuk meingkatkan dan mendorong peghormatan hak-hak asasi manusia
dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua. Hasil akhirnya, setelah melalui pertemuan
tingkat tinggi, terciptalah sebuah dokumen inti hak asasi manusia, Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM)6.

Dokumen ini, DUHAM, ditambah dengan dua konvensi HAM, hak sipil politik dan hak
ekonomi, social dan budaya, serta dua protocol tambahan terkait hak sipil-politik, kemudian
menjadi acuan utama dalam hukum HAM internasional – disebut juga ‘The International Bill
of Human Rights’. Sampai dengan saat ini, 2015, telah ada sembilan konvensi internasional
HAM yang telah dihasilakan dari kerangka hukum internasional tersebut – salah satunya
adalah Konvensi Hak Anak, yang akan banyak kita bicarakan dalam pembahasan selanjutnya.






2 Lebih lanjut, banca pengantar International Bill of Human Rights di Fact Sheet No.2 (Rev.1), The

International Bill of Human Rights

3 Traktat Versailles (The Treaty of Versailles atau juga dikenal The Treaty of Peace) merupakan hasil dari
upaya pembantukan organisasi intra-pemerintah atas respon dari Perang Dunia I. Traktat ini disusun dalam
Konferensi Perdamaian di Versailles, Paris tahun 1919. Tujuan utama dari pembentukan organisasi ini,
berdasar dalam Traktat tersebut, adalah untuk meningkatkan kerjasama internasional dan mencapai
perdamaian dan keamanan dunia.
4 David Shiman, Teaching Human Rights, (Denver: Center for Teaching International Relations Publications,
U of Denver, 1993): 6-7.
5 Dalam piagam ini menyatakan terbentuknya sebuah organisasi internasional, kemudian dikenal dengan
Perserikatan Bangsa Bangsa.
6 Deklarasi ini diadopsi oleh PBB dalam resolusi 217 A (III), 10 Desember 1948, di Pertemuan Tingkat
Tinggi di Paris, Prancis.


December 15, 2016


2




C. Hukum Internasional: munculnya Hak dan Kewajiban Negara

Semangat hukum internasional, pada dasarnya, diarahkan untuk mencapai pranata
bernegara yang harmonis.7 Mengingat bahwa hukum internasional merupakan kode etik
yang mengikat para aktor internasional dalam hal relasi, transaksi dan permasalahan yang
melampaui batas-batas nasional.8 Maka itu, hukum ini digunakan sebagai acuan dalam
mencapai tujuan keamanan dan perdamaian dunia. Namun, dalam prakteknya, hal ini tidak
mudah untuk dicapai. Kontra argument muncul, mengingat bahwa hukum internasional
dirasa akan menembus batas kedaulatan sebuah Negara. Lalu, petanyaan mendasar
‘mengapa suatu Negara harus tunduk and berkewajiban melaksanakan hukum
internasonal?’ Tidak mudah menjawab ini.

Pada tataran teori; para kaum cerdik pandai mencoba menjawabnya. Sebagai hasilnya,
beberapa mahzab bermunculan untuk menguatkan kedudukan hukum internasional. Ada
dua mahzab fundamental yang selama ini menjadi acuan; mahzab hukum alam (natural law)
dan hukum positif (positive law). David Bederman menggambarkan konstruksi linier
terbentuknya hukum international berikut ini:

The 1763 Definitive Peace (concluding the Seven Years War or Great War for
Empire), the 1815 Final Act at Vienna (ending the French Revolution and Napoleonic

Wars, 1791–1815), the 1919 Treaty of Versailles and Covenant of the League of
Nations (completing World War I, 1914–18), and the 1945 Charter of the United
Nations (marking the end of World War II, 1939–45). (Bederman, 2002:4)


Diskusi-diskusi tentang hukum internasional bermuara pada kebutuhan negara-negara untuk
mengatur pranata bernegara. Hal ini ditunjukan dengan adanya ‘consent’ dari setiap Negara
yang menyepakati sebuah hukum internasional, baik konvensi, traktat, charter dll. Dari
persepakatan sebuah Negara yang sifatnya voluntary inilah yang nantinya akan dijadikan
sebagai dasar untuk melihat komitmen dari Negara tersebut.

Dalam sebuah hukum internasional, secara umum, Negara dianggap sebagai subyek hukum.
Mengacu pada International Court of Justice, 1949 ‘…[a] subject of International Law is an
entity capable of possessing international rights and duties and having the capacity to
maintain its rights by bringing international claims’ (ICJ, 1949: 9). Dari sini, sebuah Negara
yang secara suka rela mengikatkan diri dalam sebuah hukum internasional, maka, secara
otomatis, negara tersebut terikat dalam hak dan kewajiban yang terkandung dalam konvensi
tersebut.

Selanjutnya, pembahasan tulisan ini lebih focus pada tata-cara yang dimuat oleh Konvensi,

(lebih spesifik pada) Konvensi Hak Anak.








7 Lihat perambule dalam Piagam Bangsa Bangsa
8 Spirit of Interational Law. David J. Bederman, 2002; 1


December 15, 2016


3





D. Prosedur Badan HAM Berbasis Piagam dan Berbasis Perjanjian

Organ-organ PBB, khususnya organ HAM, secara umum, diklasifikasikan dalam dua basis
rezim yurisdiksi, organ yang berbasis pada piagam (charter-based organs) dan organ berbasis
pada perjanjian (treaty-based organs). Basis rezim yuridiksi yang pertama (charter based)
masuk dalam enam organ pokok PBB, khususnya sebagai subsidiary body dari General
Assembly. 9 Sedangkan organ berdasar perjanjian, secara mandatory dibuat berdasar
perjanjian tersebut.

Secara umum, kedua rezim organ tersebut mempunyai tipikalnya masing-masing, sesuai
dengan mandate dan fungsi yang disetujui negara peserta dalam setiap piagam atau
perjanjianya.10 Secara umum, organ yang berbasis mandate mempunyai fungsi yang sangat
luas misalnya, untuk meningkatkan kepedulian, mendurung penghormatan dan tanggap
terhadap pelanggaran HAM. Selain itu, jika dibutuhkan, mekanisme berbasis piagam ini
mempunyai kewenengan untuk mempertemukan antar negara-negara peserta. Di sisi lain,
organ berbasis pada perjanjian lebih bertanggungjawab untuk memantau pelakasanaan dari
ketentuan konvensi terkait. Dimana kapasitas anggota komite adalah sebagai indepent
expert. Berbeda dengan para anggota dalam charter based yang terdiri dari perwakilan dari
negara-negara peserta.


Pada dasarnya, kedua rezim organ tersebut mempunyai prosedur masing-masing. Treaty
based, umumnya, memiliki tiga prosedur utama, yaitu (1) reporting procedure11; (2) interstate communication procedure12; dan (3) individual communication procedure13. Sedangkan
di lain sisi, charter based, secara umum, mempunyai procedure sebagai berikut (1) universal
periodic review; (2) complain procedure; dan (3) special procedure.14



9 Enam organ pokok PBB terdiri dari (1) General Assembly; (2) Security Council; (3) Economic and Social

Council; (4) Secretariat/secretary general; (5) International Court of Justice; dan (6) Trusteeship Council.
Awalnya, organ berbasis piagam ini berada dibawah komisi fungsional dari Dewan Ekonomi dan Sosial.
Namun, berdasar resolusi no 60/621 yang telah diadobsi oleh General Assembly tahun 2006, maka, terjadi
perubahan – dari yang awalnya adalah Commision of Human Rights, berada dibawah komisi funsionalnya
Dewan Ekonomi dan Sosial, berubah menjadi Human Rights Council sebagai subsidiary body dari General
assembly.
10 Informasi lebih jauh, lihat di Ph. Alston, ‘‘Appraising the United Nations Human Rights Regime’, hal. 3–5.--
in: Ph. Alston (ed.),The United Nations and Human Rights. A Critical Appraisal (Oxford, Clarendon Press,
1992)
11 Communication Procedure ini dimiliki oleh setiap Konvensi HAM, misalnya Konvensi Hak Sipil dan Politik

diatur dalam pasal 40; Konvensi tentang Ekonomi, Sosial dan Budaya diatur dalam pasal 16-17; Konvensi
tentang Diskriminasi Rasial diatur dalam pasal 9; Konvensi tentang Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan diatur dalam pasal 18; Konvensi Menentang Penyiksaan dalam pasal 19;
Konvensi Hak Anak dalam pasal 44; dan Konvensi tentang Pekerja Migran pasal 73.
12 Inter-state comuncation ini hanya dimiliki oleh beberapa konvensi, diantaranya Konvensi Hak Sipil dan
Politik dalam pasal 41-42; Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial dalam pasal 11-13; Konvensi
Menentang Penyiksaan dalam pasal; dan Konvensi tentang Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan
Keluarganya diatur dalam pasal 76.
13 Terkait dengan individual communication procedure, umumnya, dari konvensi HAM yang ada melekatkan
pada protocol osional mereka, seperti pada Protokol Pertama dari Konvensi Hak Sipil Politik; Opsional
Protokol dari Konvensi Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi Perempuan; Protokol Ketiga dari Konvensi
Hak Anak; Protokol Opsional dari Konvensi tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Namun selain itu,
individual communication procedure ini juga bisa langsung dimuat dalam konvensi induk mereka misalnya,
pasal 14 dari Konvensi Penghapusan Bentuk-bentuk Diskriminasi Rasial; Konvensi Menentang Penyiksaan
diatur dalam pasal 22; dan Konvensi tentang Perlindungan hak-hak Pekerja Migran diatur dalam 77.
14 Keseluruhan prosedur diatur dalam poin 5 resolusi 60/251 tentang Human Rights Council, 2006.


December 15, 2016


4



E. Komposisi Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak (KHA) merupakan hasil dari perjuangan panjang para penggiat hak anak.
Setidaknya, kemunculan awal digagas tahun 1923 – mendeklarasikan 10 hak anak. Deklarasi
ini diadobsi oleh LBB pada tahun 1924. Progress dalam kancah internasional seolah terhenti,
mengingat pada waktu itu situasi sosio-politik yang masih memanas. Isu anak bangkit
kembali paska terror Perang Dunia II yang notabene anak-anak selalu menjadi obyek
penderita. PBB, salah satunya, merupakan sebuah badan yang berperan dalam memercepat
progras hak anak kedalam hukum internasional. Tahun 1958, Deklarasi hak anak diadopsi
oleh PBB. Didorong oleh semangat untuk melindungi masadepan anak, tahun 1979, PBB
membentuk kelompok kerja khusus untuk menyusun rancangan hukum internasional hak
anak. Perdebatan panjang, melibatkan seluruh anggota PBB dimulai. Hasil akhirnya tercapai
20 tahun kemudian, tahun 1989. Konvensi Hak Anak ditetapkan sebagai hukum internasional
HAM setahun kemudian, 1990.

Secara umum, struktur dalam KHA dapat dipilah dalam empat (4) bagian. Bagian pertama (1)
adalah mukadimah (preambule). Bagain ini memberikan ringkasan sejarah, basis sosial,
moral dan legal di mana setiap anak perlu mendapat bantuan dan perhatian khusus,
sekaligus, bentuk ajakan kerja sama komunitas internasional untuk memperbaiki kualitas
hidup anak dan pengakuan sebagai manusia seutuhnya. Bagian kedua (2) adalah kandungan
substantive hak – di sini terdiri dari pasal 1 – 41 KHA. Bagian substantif ini dikelompokan
dalam 5 kluster; hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif;
kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya; dan
langkah-langkah perlindungan khusus. Bagian ketiga (3) adalah mekanisme pelaksanaan dan
pemantauan KHA. Garis besar dari mekanisme ini diatur dalam tiga pasal dalam KHA, pasal
42 – 45 KHA. Bagian terakhir, keempat (4) adalah ketentuan pemberlakuan sebagai hukum
internasional; diatur dalam pasal 46 – 54 KHA.



F. Mekanisme pelaksanaan dan pemantauan KHA

Pelaksanaan dan pemantauan KHA diatur dalam lima (5) pasal dalam KHA, yaitu pasal 42 –
45. Diawali dengan proses pelaksanaan KHA, yang utama, diatur dalam pasal 42 KHA, yaitu
menegaskan kepada para peserta konvensi hak anak untuk sebisa mungkin
menyebarluaskan KHA pada seluruh warga negara mereka, baik anak-anak maupun orang
dewasa dengan bahasa yang bisa mereka mengerti. Selanjutnya, KHA membentuk sebuah
Komite yang berfungsi sebagai pihak khusus, berwenang untuk mereview kinerja dari negara
peserta dan memberikan rekomendasi pelaksanaan KHA, diatur dalam pasal 43 KHA. Bagi
negara peserta yang melaksanakan KHA, diwajibkan untuk menyampaikan laporan awal (di
tahun kedua) dan laporan periodic (setiap periode lima tahun). Laporan ini dikirim ke Komite
Hak Anak, yang kemudian, Komite berwenang untuk memberikan pandangan mereka, baik
apresiasi terhadap capaian maupun rekomendasi umum untuk pelaksanaan KHA
selanjutnya, hal ini diatur dalam pasal 44 KHA. Yang terakhir dalam mekanisme ini, untuk
meningkatkan efektifitas pelaksanaan KHA, negara peserta didorong untuk melakukan
kerjasama ditingkat internasional, misalkan dengan organisasi internasional semacam
Unicef, ILO, Unesco dan lainya. Mekanisme pelaksanaan dan pemantaun dapat digambarkan
kedalam bagan berikut:




December 15, 2016


5


Bagan 1. Mekanisme Pelaksanaan dan Pemantauan KHA



Konvensi Hak
Anak


Komite Hak
Agen khusus:

Anak
Unicef, ILO,
Unesco dll


Rekomendasi
Laporan
Pelaporan
umum
alternatif




Negara Peserta
KHA




Warga Negara





Selain itu, upaya untuk mendorong pelaksanaan KHA ditambah dengan adanya ‘prosedur
komunikasi’. Mekanisme baru ini dilekatkan dengan cara diadopsinya ‘protokol tambahan
KHA tentang Prosedur komunikasi’ dalam resolusi general assembly PBB, tahun 2011 lalu.
Ketentuan dalam mekanisme ini, nantinya, perseorangan / kelompok, baik yang menjadi
korban maupun mereka yang mewakili, bisa menyalurkan langsung pengalaman mereka
kepada Komite Hak Anak. Laporan ini, khsusnya terkait dengan pelanggaran dalam KHA,
maupun dua konvensi tambahan KHA15.

Berdasar kilasan dari mekanisme pelaksanaan dan pemantauan KHA diatas, dapat dilihat
peluang masyarakat sipil untuk terlibat mekanisme kerja Komite Hak Anak. Sedikitnya, ada
dua jalan yang bisa dilakukan. Pertama, masyarakat sipil bisa terlibat dalam pengiriman
informasi tambahan yang akan digunakan oleh Komite untuk memeriksa laporan dari negara
peserta KHA. Cara kedua yaitu dilakukan dengan menggunakan prosedur komunikasi yang
disediakan oleh Protokol Tambahan ke Tiga dari KHA.



G. Memahami Komite Hak Anak dan Fungsinya

Komite Hak Anak merupakan mandate langsung dari Konvensi Hak Anak. Semangat
utamanya, secara umum adalah untuk meninjau sejauh mana progress yang dilakukan oleh
negara peserta dalam pemenuhan kewajiban mereka. Namun, tugas Komite tidak hanya
sebatas pada pemantau saja, melainkan, mereka juga berwenang untuk memberikan
anjuran.



15 Dua konvensi tambahan KHA adalah (1) Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on

the sale of children, child prostitution and child pornography (CRC-OPSC) dan (2) Optional Protocol to the
Convention on the Rights of the Child on the involvement of children in armed conflict (CRC-OPAC)


December 15, 2016


6

Anggota dari Komite Hak Anak berasal dari para ahli mandiri. Mereka, ketika bertugas atas
nama Komite, masing-masing anggota berperan sebagai kapasitas ahli hak anak. Bukan
sebagai perwakilan dari negara, dari mana mereka berasal. Untuk menjunjung tinggi azas
kemandirian dari anggota Komite, mereka sengaja untuk tidak akan terlibat atau
berpartisipasi dalam diskusi dari sebuah laporan dari negara peserta di mana anggota
komite tersebut berasal.

Secara keseluruhan, anggota Komite berjumlah 18 orang ahli hak anak. Jumlah ini berbeda
dengan yang tercatat dalam KHA, dimana tertulis 10 orang angota Komite.16 Perubahan ini
dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan kinerja Komite, mengingat beban kerja Komite
yang semakin menggunung. Dimana, ketika itu, negara peserta telah mendapat jatuh tempo
untuk mengirimkan laporan periodic pertama. Di sisi lain, dengan jumlah anggota Komite
yang terbatas, situasi yang menyudutkan mereka adalah waktu pertemuan para Komite yang
sangat terbatas.

Mandate dari KHA (pasal 43 ayat 8), Komite melakukan pertemuan sekali dalam setahun.
Namun dalam prakteknya, hal itu dianggap tidak efektif, sehingga Komite kemudian
mengusulkan ke General Assembly untuk membuatnya menjadi dua sesi dalam setahun.
Selain itu, Komite juga mengusulkan diadaknya ‘pre-sessional meeting working group’, yang
kesemuanya kemudian disetujui oleh General Assembly dalam resolusi 46/112 tahun 1992.17
Pada tahun 1994, dalam pertemuan Komite, mereka mengusulkan penambahan durasi
pertemuan Komite, kali kedua. Dalam sesi itu, Komite mengusulkan penambahan sesi
pertemuan tahunan dan ‘pre-sessional working group’ dari dua kali menjadi tiga kali
setahun.18 Sejak saat itu- sampai dengan sekarang, pertemuan Komite diadakan tiga kali
setahun – dengan durasi waktu tiga minggu setiap sesi pertemuan dengan tambahan
beberapa minggu saat diadakan pertemuan ‘pre-sessional working group’.

Fungsi utama dari komite telah ditetapkan dalam pasal 44 dan pasal 45 dari KHA. Ada dua
hal yang dimandatkan dalam dua pasal itu. Fungsi pertama adalah meninjau dampak dari
progress yang telah dilakukan oleh negara peserta dalam menjalankan kewajiban KHA; dan
fungsi kedua yaitu melakukan pendampingan dan arahan dalam pelaksanaan KHA bagi
negara peserta. Kedua fungsi ini, utamanya, dilakukan dalam keranjang besar ‘reporting
procedure’.


Tahap awal yang dilakukan dalam reporting procedure adalah terkait dengan pengiriman
laporan dari negara peserta. Yang perlu ditekankan oleh Komite di sini adalah memastikan
terkait isi laporan dari negara peserta. Tentunya, pedoman Komite adalah madat dari KHA
itu sendiri. Khusunya pasak 44 KHA – diantaranya adalah memastikan supaya negara peserta
mengirimkan laporan mereka sesuai dengan yang ditetapkan dalam konvensi, yaitu
mengirimkan laporan pertama pada dua (2) tahun setelah KHA di ratifikasi, dan selanjutnya
mengirimkan laporan periodic setiap lima (5) tahun. Lanjutnya, terkait dengan konten
laporan, harus dipastikan bahwa laporan menyebutkan daftar dari langkah-langkah yang
telah dibuat negara peserta dalam memenuhi kewajiban dalam KHA. Tidak hanya itu, sebisa
mungkin, laporan juga harus menunjukan hasil dari langkah-langkah tersebut, sehingga bisa


16 Lebih lanjut lihat pasal 43 (2) KHA. Perubahan jumlah anggota Komite ini diajukan oleh anggota Komite

Hak Anak melalui mandemen pasal 43 (2) KHA dalam resolusi 150/155, tahun 1996. Namun, pemberlakuan
perubahan jumlah Komite ini baru dilakukan pada 18 November 2002, ketika, 128 negara peserta (dua
pertiga dari seluruh negara peserta KHA) menyepakati.
17 (lih. UN Doc. A/RES/46/112, 1992).
18 CRC Committee, Conclusions and Recommendations adopted on the organisation of work —
sessions of the Committee and its subsidiary bodies (UN Doc. CRC/C/24, 1994), p. 4.


December 15, 2016


7

terlacak sejauh mana anak-anak menikmati hak-hak mereka. Daftar hambatau dan/
tantangan juga harus disebutkan dalam setiap laporan. Sebisa mungkin, pelaporan tersebut
haruslah mencakup aspek hak anak secara komprehensif.

Upaya yang dilakukan Komite dalam memastikan laporan dari negara peserta berkualitas
adalah dengan cara menyusun ‘panduan pelaporan’ bagi negara-negara peserta. Panduan
pelaporan ini, secara norma legal, tidaklah mengikat bagi negara peserta – mengingat bahwa
tujuan utamanya adalah memberikan pedoman untuk memberikan pelaporan yang
komprehensif dan jika memungkinkan, menghindari permintaan data lebih dalam yang nota
bene merupakan wewenang dari Komite. Dalam arsip Komite, panduan untuk pelaporan
pertama telah diadopsi pada 15 okotober 1991.19 Sedangkan panduan untuk pelaporan
periodic, pertama kali diadopsi oleh Komite pada 199620 -- mendapat revisi akhir tahun
201021.

Setidak-tidaknya, panduan pelaporan periodic ini, dalam ranah substansi, tidak mengalami
perubahan radikal. Informasi yang dalam substansi membutuhkan rincian pelaporan yang
komprehensif dalam pelaksanaan yang telah dilakukan. Di mana, silang-kait hak dalam
setiap pasal yang harus dilaporkan dibagi kedalam delapan (8) kelompok hak yaitu (1)
langkah-langkah umum pelaksanaan; (2) definisi anak; (3) prinsip-prinsip umum; (4) hak sipil
dan kebebasan; (5) lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative; (6) kesehatan dasar
dan kesejahteraan; (7) pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya; dan (8) langkahlangkah perlindungan khsusus.22

Langkah selanjutnya, paska memastikan laporan dari negara peserta, Komite kemudian
memeriksa laporan dari negara peserta. Ada tiga (3) langkah pokok yang dilakukan dalam
tahap ini. Komite, sebagai langkah awal akan mengkaji laporan dari negara peserta dengan
mengadakan pertemuan ‘pre-sessional working group’. Pertemuan ini mengundang seluruh
dari anggota Komite Hak Anak. Selain itu, pertemuan ini juga mengundang badan-badan
khusus dari PBB terkait dengan hak anak seperti Unicef, ILO dll; dan juga melibatkan
perwakilan dari masyarakat sipil maupun individual expert (NGO). Yang menjadi catatan
adalah, pertemuan ini tertutup bagi perwakilan dari pemerintah atau pengamat.

Khususnya terkait dengan perwakilan NGO/individual exeprt yang diundang dalam
pertemuan ini adalah mereka yang telah memberikan informasi laporan (kemudian disebut
laporan alternative) kepada Komite. Untuk mempersiapkan supaya laporan alternative dari
perwakilan masyarakat sipil ini memberikan informasi yang diperlukan oleh Komite, maka,
tahun 1999 telah dibuat ‘Guidelines For The Participation Of Partners (NGOs and Individual
Experts) In The Pre-Sessional Working Group Of The Committee On The Rights Of The Child’23.
Namun, guideline yang dibuat oleh Komite ini masih cukup umum, sehingga detail informasi
yang akan diberikan oleh NGO/individual expert memungkin tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh Komite. Panduan pelaporan yang lebih detail telah dikembangkan oleh


19 Lih. UN Docs. CRC/C/5, 1991 tentang panduan umum terkait bentuk dan konten laporan pertama yang

akan dikirim oleh negara peserta atas kewajiban pada pasal 44 ayat 1 KHA.
20 Lih. UN Docs. CRC/C/58, 1996 tentang Panduan umum terkait bentuk dan konten laporan periodic,
Komite Hak Anak
21 Lih. UN Docs. CRC/C/58/Rev.2, 2010 yang diadopsi Komite dalam pertemuan sesi ke 55 pada 13
September – 1 Oktober 2010.
22 Lihat Bagus Wicaksono, Bahan Bacaan Awal: Mengenal Hak Anak, 2015
23 Lebih lanjut lihat UN Doc. CRC/C/90, 1999, Annex VIII.


December 15, 2016


8

NGO Group24 pada tahun 200625. Dalam prosedur pelaporan ini, masyarakat sipil yang akan
mengirimkan laporan alternative harus mangajukanya, selambatnya 2 bulan sebelum presession dimulai. Hasil dari pre-session ini, adalah sederatan daftar permasalahan dari hasil
perbandingan antara laporan pemerintah dengan diskusi dengan pihak non pemerintah.
Daftar permaslahan ini kemudian dikirim ke negara peserta untuk dimintai tanggapan.

Komite, pasca pre-session, akan melakukan dialog konstruktif. Pertemuan ini terbuka untuk
umum, termasuk masyarakat sipil, jurnalis maupun pihak-pihak yang tertarik dengan isu
tersebut. Pertemuan pleno ini, secara khusus, merupakan diskusi konstruktif antara para
anggota Komite dengan perwakilan dari negara peserta KHA. Khususnya, di sini, perwakilan
dari negara peserta peserta diminta untuk merespon dari daftar permasalahan yang
dikirimkan oleh Komite, hasil dari pre-session. Pertemuan dilakukan sangat singkat.
Maksimum untuk setiap pembahasan laporan dari negara peserta adalah tak lebih dari 6
jam.

Setalah dilakukanya dialog ini, Komite kemudian akan memberikan kesimpulan atas
pengamatannya (concluding observation) atau sering juga disebut dengan general
recommendation. Seperti yang telah diketahui bahwa, concluding observation ini
merupakan hasil akhir dari proses reporting procedure. proses penyusunan concluding
observation dilakukan ditempat terpisah. Bersifat rahasia dan hanya menjadi kewenangan
dari anggota Komite atas mandate dari pasal 45 (d) KHA. Umumnya, concluding observation
untuk laporan periodik mempunyai struktur sebagai berikut (1) pengantar; (2) langkahlangkah tindak lanjut yang telah dilakukan dan progress yang dicapai; (3) factor dan kesulitan
yang dihadapi untuk pelaksanaan KHA kedepan; (4) rekomendasi Komite[].




24 NGO Group merupakan gugus tugas NGO dengan jaringan internasonal yang mempunyai fungsi utama

untuk mengawal penyusunan KHA. Didirikan tahun 1983. Sejak saat itu merupakan salah satu NGO yang
berfungsi menghubungkan masyarakat sipil pada system HAM PBB; http://www.childrightsconnect.org/
25 Lih. A Guide for Non-Governmental Organizations Reporting to the Committee on the Rights of the Child:
Third Edition. NGO Group. Geneva, 2006


December 15, 2016


9