Optimasi penerimaan dan belanja daerah di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat: suatu model kombinasi goal programming dan input-output

I. PENDAHULUAN
1.1. Lator Belakang

Sebelum

terjadi

krisis

ekonomi

pada tabun

1997.

Indonesia

mcrupakan salah satu negara yang berhasil pembangunan ekonominya.

Dcngan bantuan Bank Dunia dan negara-negara donor. Indonesia dari tahun


1966-1996 memiliki pertumbuhan lebih dari 5% per tahun (dengan rata-rata
7% per tahun), ekonomi makronya stabil dan stahilitas keamanannya terjamin

dengan baik.

Namun krisis ekonomi yang terjadi pada tabun 1997 telab

mcngubah wajah perekonomian Indonesia.

Nilai nominal rupiah turon

sampai 80%, tingkat inflasi mencapai 70%, dan tingkat pengangguran naik

sangat tinggi. Tingkat penganguran pada awal tahun 1988 tClcatat 17.1 %

(15.4 juta), sementara pada bulan Juli 1988 sebesar 20 juta. Pada tabun 1988
International

Labor


Organization (lLO)

mencatat penganguran.

baik

pengangguran terbuka maupun penganguran setengah tcrbuka (pekerja yang

bekerja kurang dari 35 jam per hari) sebesar 15%. Akibat krisis ekonomi
tersehut juga telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meourun tajam.

terjadi konstraksi perekonomian sehesar-13.1% pada tahun 1998.
Dari krisis ekonomi terse but disadari bahwa pembangunan ekonomi

yang dilakukan selama Orde Baru yang dilakukan dengan mengandaIkan
pada modal dari luar dan dengan pola sentralisasi tidak mempunyai"landasan
yang cukup kokoh.

mengakibatkan


Pola sentralisasi dalam pembangunan ekonomi

inisiatif dan

kontrol

masyarakat

terhadap

jalannya

pembangunan rendab sehingga menyuburkan KKN (Ko!upsi, Kolusi dan

2

Nepotisme) dan pada akhimya menyebabkan pertumbuhan eknnomi tidak
bisa tumbuh tinggi secara berkelanjutan.

Pacla pola sentralisasi juga


menyebabkan tidak cukup tertampuugnya aspirasi pembangunan masyarakat
lokal sehingga potensi daerah tidak dapat terwujud dengan baik. Seja1an
dengan penyebab terjadinnya ktisis ekonomi tersebut diatas,
mengatasinya selain

ekonomi

seperti

memerlukan pembenahan-pembenahan di

stabilitas

moneter,

penurunan

inflasi,


untuk
bidang

pembenahaD

perbankan, restrukturisasi keuangan perusaban-perusahaan swasta, privatisasi
Badan Milik Usaba Negara (BUMN) dan lain-lain, juga memerlukan adanya
desentralisasi pengelolaan pemerintahan.
Me\alui UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diberlakukan
mulai bulan lanuari 2001, pengelo\aan pemerintahan dirubah. Melalui UU
No. 22 Tahun 1999, seluruh kekuasaan pemerintah kecuali di bidang politik

luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama.,
serta kewenangan lain diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah

daerah.

Pengelolaan pembangunan secara teknis diberbagai bidang

didesentralisasikan dari pusat ke daerah dengan memberikan kewenangan

yang tinggi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan

pembangunan kepada pemerinrah daerah.

Sebelumnya pemerintah daerah

lebih banyak berfungsi sebagai pelaksana pembangunan, sekarang mereka
menjadi perancang, pelaksana,
penyandang dana pembangunan.

ー・ョァッエイセ@

pengevaluasi dan sekaligus
Sebelum era otonomi daerah, anggaran

pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah pusat, setelah otonomi
anggaran pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah daerah.

3


Kewenangan politlk sebagaimana diberikan melalui UU No. 22 Tabun
1999 diikuti oleh keweIlllDgan keuangan sehagaimana diatur dalam
perimhangan keuangan antsra pusat dan daerah sesuai dengan UU No. 25
Tabun 1999. Dengan perimhangan keuangan tersebut diharapkan pemerintah
daerah dapat memaksimalkan fungsi harunya tersebut. Melalui pelaksanaan

desentralisai diharapkan: (I) pemerintah pusat dapat berkonsentrasi pada
masalah-masalah

strategis

ekonomi

makro,

sedangkan

pelaksanan

operasional pemhangunan ditangani oleh pemerintah daerah, (2) pelayanan

pemerintah dapat memenuhi barong dan jasa publlk kepada masyarakat dapat
lebib baik, dan (3) kontrol masyarakat terbadap jalannya pembangunan
menjadi

lebib

balk

sehingga

penyimpangan-penyimpangan

jalannya

pemhangunan dapa! berkurang. Dengan ketiga hal tersebut maka ekonomi
diharapkan akan tumbuh lebib baik dan stabil.
Dari uraian di atas tcrlihat bahwa sctclah penerapan otonomi daerah,
peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi menjadi

sangat penting. Pemerintab pusat lebib berperan dalam kebijaksanaan makro,

sedangkan

pemerintah

daerah

menangani

operasional

pembangunan.

Mengingat peran yang demikian besar dari pemerintah daerah maka peran ini

horus dapat dimaksimalkan agar tujuan pembangunan dapat dicapaL Dana
pembangunan daerah, berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerab
(APBD)

horus


dapat

dioptimalkan

untuk

mencapai

tujuan-tujuan

pemhangunan seperti penciptaan tenaga kerja, penciptaan output dan
perolehan pajak. Dalam rangka mengoptimalkan penggunan APBD tersebut
diatas dipedukan suatu penelitian untuk meneliti penggunaan APBD dan

4

membaDgun model optimasinya sebagai dasar dalam perencanaan anggaran
pemerintah daerah

1.2.


RUJDusan Masalab

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Barat yang terletak di jalur Pantura (pantai Utara Jawa). Secara geografis,
kabupaten ini terletak diantara 1,070.52 - 1,070.36 Bujur Timur dan 60.1460.40 Lintang Selatan. Luas wilayab Kabupaten Indramayu 204,011 ba,
memanjang dari barat ke timur sepanjang jalan raya utara Pulau Jawa. Pada
umumnya wilayab ini merupakan dataran rendab dengan ketinggian dibawah 5

m di alas permukaan laut.
Ekonomi Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000 dicirikan oleh empat
seldor utarna pembentuk PDRB, yaitu: Seldor Pertarnbangan dan Penggalian
(55.2%), Pertanian (16.45%), Industri Pengolahan (12.82%), Perdagangan,
Hotel dan Restoran (8%).

Seldor Pertanian merupakan seldor yang sangat

penting karena selain memberikan konstribusi besar pada pencipataan PDRB
juga memberikan lapangan keJja terbesar di Kabupaten Indramayu. Seldor yang
memberikan lapangan kerja besar di Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000
secara berturut-turut ada1ah: Seldor Pertanian (54%), Perdagangan (15%), dan
Jasa (12%).

Pada saat ini pembangunan di Kabupaten Indramayu menghadapi
beberapa rnasalah, antara lain: (I) kualitas sumberdaya manusia yang
rendah, (2) pertumbllhan ekonomi yang rendah, (3) penganguran yang
dan (4) Pendapatan Asli Dac,ah yang rendah.

エゥョァセ@

Rendahnya knalitas

s

sumberdaya manusia di Kabupalen Indramayu ditunjukkan oleh index
sumberdaya manusianya. Pada Tabun 1999, indikator-indikator sumberdaya

manusia di Kabupaten Indramayu menunjukkan hal sebagai berikut: harapan
hidup 63.3 tahun. angka melek huruf 66.7%, rata·rata lama sekolah 3.9 tahun
dan rata-rata pengeluaran per kapita 588 ribu rupiah per tahun sehingga

menempatkan Kabupalen Indramayu dalam rangking ke 269 dari 294
kabupatenlkota di seluruh Indonesia di Bidang Pembangunan Sumberdaya

Manusia.
Dalam segi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan PORB turun dari

6.95% pada tahun 1996 menjadi -10.49% pada tahun 1998 dan 3.98% pada
lahun 2000. Akibal dari rendahnya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan
lingginya penganguran. Pada Tahun 2000, jumlah penduduk yang bekerja
sebanyak 142 783 orang, atau 94.61% dari angkatan kerja. Dihedakan
menurut witayah pedesan dan perkotan. di pedesaan orang yang bekerja
sebesar 94.68%, sedangkan di perkotaan sebesar 92.40% terhadap angkatan

kerja. Sedangkan rendahnya pendapalan daerah dapat dilihat dari rasio PAD
(Pendapalan Asli Daerah) dengan pendapatan daerah. Pada Tahun 2000,
Pendapatan AsH Daerah Kabupaten lodramayu hanya sebesar 7.67 milyar
rupiah atau banya 8.3% dari Belanja Rutin Pemerintah Daerah. Dengan
kondisi demikian maka untuk penyelenggaraan pemerintahannya sehari-hari
Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu tergantung pada dana dari
pemerintah pusat.
Untuk menghadapai masalah-masalah sosial ekonomi tersebut diatas,
pemerintah

pedu

membuat

kebijaksanan

dan

menyusun

Anggaran

6

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya sebail< mungkin. Pemerintah
Daerah perlu mengalokasikan anggarannya agar mendorong penciptaan
tenaga kerja, meningkatkan output, meningkatkan pendapatan, penerimaan
daerah dan memperbaiki mutu swnberdaya manusianya. Namun demikian
tampaknya kebijaksanaan alokasi anggaran di Kabupaten Indramayu belum
didasari oleh kerangka berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini
misalnya dapat dilibat dari alokasi APBD pada tabun 2000. Pada tabun
tersebut, anggaran lebib banyak digunakan untuk membiayai Belanja Rutin
(76%), dan dialokasikan pada seklor yang lrurang memberikan dampak pada
penciptaan tenaga kerja. Sektor Pertanian yang memberikan konstribusi pada
PDRB sebesar 16.45% dan memberi kontribusi pada penciptaan tenaga kerja
sebesar 54% hanya mendapat anggaran sebesar 3.72%, dan Sektor
Pcrtambangan yang mempunyai kontribusi sebesar 55.2% pada penciptaan

PDRB tidak mendapat alokasi anggaran. Alokasi anggaran lebih banyak
digunakan untuk pembiayaan Sektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan

Keamanan (48.15%) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi (20.13%). Disini
terlihat bahwa anggaran pemerintah lebib banyak ditujukan untuk membiayai
kegiatan intern pemerintah sendiri bukan membiayai kegiatan-kegiatan yang

langsung menciptakan nilai tambah dan penciptaan tenaga kerja di

masyakarat.
Dengan model alokasi seperti tersebut diatas maka permasalahan-

permasalahan ekonomi masyarakat tidak kunjung sclesai. Dimasa depan
diperlukan model baru dalam alokasi anggaran pemerintah daerah agar bisa

memberikan sumbangan yang Icbih besar pada pemecahan ekonomi

7

masyarakat. Model baru alokasi anggaran tersebut sebaiknya tcrkait dengan
kontribusi sektor-sektor ekonomi tcrhadap output, penciptaan tenaga kerja
dan pendapatan daerah.

Dari uraiao tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pennasalahan
utama yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah belum optimalnya
alokasi APBO Kabupaten Indramayu, dalam arti bahwa alokasi APSD oya

belum mampu memberikan dampak optimal pada penyerapan teRaga kerja,
output dan penerimaan pajak.

1.3. Tujuao

Berdasarkan rumusan pennasalahan tersebut diatas. tujuan penelitian
yang dilakukan di Kabupaten Indramayu ini meliputi:
I. Mengkaji pengaruh penerapan UU Nomor 22 dan 25 Tahuo 1999 terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
2.

Mengidentifikasi struktur ekonomi daerah, keterkaitan antar sektor, dan

kontribusi masing-masing sektor pada tujuan-tujuan pembangunan seperti
penciptaan kerja, output dan pajak.
3.

Mengkaji alokasi anggaran yang telah

berjalan, dampaknya pada

penciptaan tenaga kerja, pajak dan output daerah.
4.

Menganalisis dampak: kenaikan dan perubahan alokasi anggaran daerah
terhadap penciptaan tenaga kerja. pajak dan output daerah.

8

1.4. Ruang Lingkup
Untuk meneapoi tujuan penelitian, kegiatan penelitian akan meliputi:
I.

Pengkajian tentang perubahan kelembagaan pemerintah daerab, yang
dibatasi pada level kabupaten, dan kebijaksanaan fiskal sesudab
diterapkannya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.

2.

Pengkajian mengenai struktur ekonomi daerah.

3.

Pengkajian terhadap kontnbusi masing-masing sektor ekonomi terhadap
outPut, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak.

4.

Pengkajian tentang sumber-sumber keuangan daerah

5.

Pengkajian mengenai mekanisme alokasi anggaran pembangunan daerah

6.

Penyusunan Model Optimasi (LP
Prognunming)

セ@

Linear Programming dan GP

A10kasi Dana Pembangunan Daerah yang

セ@

Goal
dapat

memaksimumkan output, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak
dengan memperhatikan kendala yang ada
7.

Simulasi a10kasi dana pembangunan daerah dan pengarubnya pada
pencapaian tujuan pembangunan.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penon Pemerintah dalam Perekonomian
2.1.1. Kegiatan Pemerintah
Pemerintah merupakan salah satu peJaku ekonomi di dalam masyarakat.
Dalam perekonomian, pemerintah memproduksi dan menawarlam borang dan jasa

yang diproduksinya dan membeli borang dan jasa yang diperlukaDnya. Seperti
juga peJaku ekonomi 1ainnya, pemerintah harus harus melakukan kegiatannya
secara efisien agar masyarakat sejahtera
Pada rumah tangga dan perusahaan, efisiensi kegiatan produksi dan

konsumsi dilakukan dengan memaksimumkan keuntunganfmanfaat, sebagai
pengukur manfaat dan keuntungan ada lab barga barga pasar. Berbeda dengan
etSiensi pada kegiatan konsumsi dan produksi dati rumah tangga dan perusabaan,
efisiensi kegiatan pemerintah tidak diukur dengan menggunakan barga-barga
pasar karena barga-barga pasar dati barang yang diproduksi pemerintab, borang

publik, tidak ada. Jenis dan jum1ab borang publik yang diproduksi ditentukan oleh
proses politik.
Barong dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi
dikenal sebagai barong publik (public good). yang tercipta karena adanya
kegagaJan pasar (market failure). SeJain karena adanya kegagalan pasar, borang
publik diproduksi karena adanya sifat monopoli aJamiab dati borang tersebut dan
adanya tujuan untuk pemerataan pendapatan.

Menurut Stiglitz (2000). kegiatan pemerintah dapat digolongkan ke
dalam empat hal, yaitu: (I) produksi barang dan jasa, (2) reguiasi dan
subsidi produksi sektor swastalprivat, (3) pembelian barang dan jasa, yang

\0

bervariasi dari peluru kendali sampai jasa pembersihan ruangan, dan (4)
redistrihusi pendapatan (income).

Secara tradisional kegiatan pemerintab

biasanya di bidang pertahanan keamanan, pendidikan dan kesehalan.
Sedangkan Musgrave (1973) merumuskan fungsi pemerinlah kedalam liga
fungsi utama, yailu: (I) fungsi alokasi dimana pemerinlah berfungsi unluk
menyediakan harang-harang sosial, (2) fungsi dislribusi, dimana pemerinlah
berfungsi untuk menjamin kesejahteraan warganya dan adanya distribusi

kekayaan yang adil (da1am fungsi ini pemerintah dapat memungut pajak
yang tinggi pada orang kaya dan mendistribusikanya pada orang yang
miskin). dan (3) fimgsi stabilisasi, dimana pemerintah menggunakan
kebijaksanaan anggaran untuk mempertahankan pencipataan peluang kerja
yang tinggi, stabilitas harga, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang

sesuai.
Pemerintah yang merupakan institusi peiaksanan kegiatan produsen

barang publik berbeda dengan institusi swasta.

Perbedaan institusi

pemerinlah dan swasla adalah sebagai berikul: (I) individu yang
bertanggungjawab terhadap berjalannya institusi puhlik dipilih secara
langsung atau tidak langsung oleh proses pemilihan, sedangkan pada
institusi swasta personal yang bertanggung jawab dipilih oleh pamegang

saharn, (2) pemerinlah mempunyai hak memaksa, seperti menarik pajak dan
menggunakan lanah milik unluk kepenlingan publik dengan membayar
kompensasi, membatasi hak individu untuk menjual dirinya sendiri kepada
orang lain dan lain-lain.

Secara mendasar perbedaannya dengan institusi

lain dalam masyarakat adalah pemerintah mempunyai kekuatan dan

11

kemampuan untuk memaksa lembaga lain melakukan se.uatu yang tidak
bisa dilakukan oleh iustitusi swasta (Stiglitz, 2000).

Dati uraian·uraian dimuka dapat

disimpulkan bahwa fungsi

pemerintah adalab memaksimumkuu kesejahteraan masyarakat (public

welfare). Kesejahteraan masyarakat ini misalnya berupa tersedianya barangbarang

ーオ「ャゥォセ@

pendatan yang lebih merata, tcrsedianya kesempatan kerja,

stabilitas barga, dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

2.1.2.. Kegagalan Pemerintah
Pemerintah juga seringkali gagal menjalankan fungsinya secara baik,
sehingga aktivitasnya tidak efisien. Kegagalan pemerintah ini disebabkan

antara lain oleh: (1) terbatasnya informasi, (2) terbatasnya kontrol terbadap
respon pasar privat, (3) terbatasnya kontrol terbadap
「ゥイッォ。ウセ@

dan (4) adaoya

tekauan oleh proses politik (Stiglitz, 2000).
Dari kenyataan tersebut di alas, salah satu usaha untuk mengurangi
kegagalan pemerinlah adalah dengao menyediakan infurmasi yang lebib baik pada
pejabat pengamhil keputusan. Dalam hal alokasi auggarao, kegagahm pemerinlah
dapst dikuraogi dengao menyediakan informasi mengenai dampak anggarao

terhadap sasarao-sasarao pembangunan.
Keputusan dalam alokasi belaoja pemerinlah dilakukao melalui proses
politik dalam raogka memaksimumkao tecapaioya prefereusi masyarakat secara
msksimal. Prefereosi masyarakat akao kebutuhao baraog dan jasa publik ini akao

diketahui melalui debat publik para wakil rakyat dalam proses pengamhilau
keputusan alokasi anggarao pemerintah. Oleh kareus itu para pejabat eksel.:utif

12

dan wakil rakyat perIu mengetahuI c1ampok cIari alolcasi

IIDgg8f8Il

pocIa

ten:apainya tujuan pembanguuan sehingga lreputusan yang dihasilkan akan sesuai
dengan preferensi publik.

Karena setiap alokasi yang berbeda cIari belanja pemerintab akan memiliki
cIampok yang berbeda, maka daIam penentuan anggaran tercIapat piliban alokasi
yang lebih baik. Dalam ilmu ekonomi, ahematif alokasi belanja pemerintah yang
memberikan cIampok pencapllian tujuan pembangunan yang besar cIari jumlab
anggaran yang sama adalab alokasi belmlia yang lebih elisien. Pemahaman akan
ahematif belanja pemerinIah dan clampaknya pacla tujuan pembangunan tersebut
akan membantu pemerintah daIam memutuskan alokasi

IIDgg8f8Il

yang lebih

efisien.

2.1.3. Proses Penentuan Belanja Pemerintah

Masyarakat sebagai pemilik dana tidak secara Iangsung menentukan
belanja barnng-barnng publik. Di negara demokratis, masyarakat diwakili oleh
pejabat publik yang secara Iangsung alan ticIak langsung dipilihnya.

Dengan

demikian, lrepentingan mereka ditentukan oleh para wakilnya. Dengan asumsi
babwa wakil mereka mempuoyai preferensi yang sama dengan pemilihnya maka

lrepentingan masyarakat akan terwakilL

Dengan proses demokrasi maka

kepentingan masyarakat banyak akan akan tercermin dalam belanja pemerintab

2.2. BelaDja Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desentralisasi YlSkal
2.2.1. BelaDja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
BercIasarkan lokasi penggunaanya, barnng publik dibagi menjadi barnng

publik lokal (cIaerab), barnng publik nasional dan barnng publik intemasionaL

13

BanIIIg publik lokal """lah barang publik yang manfiwnya terbatas pada mereka
yang hidup di lokalitas tertentu (lampu laIu liDIas, pemadam kebakanm). BanIIIg
publik nasiooaI adalab barang publik yang manfaatnya dinikmati oleh setiap orang
di suatu oegara (pertahanan dan keamanan).

Sedangkan barang publik

internasiooaI adaIah barang publik yang manfaatnya dinikmati secara natural o\eh
seluruh peududuk dunia Penyediaan barang publik lebib baik dilakukan oleh
pemerintah daerah dibaudingkan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah
lebib bertangungjawab akau kebutuhan dan preferensi masyarakat dan memiliki
lebib besar insentifuntuk melakukau efisiensi.
Dalam kaitannya dengan elisiensi penggunaan barang publik, hipotesis

Tiebout meuyatakan bahwa kompetisi antar komunitas menghasilkan penyediaan
barang publik lokal yang \ebib efIsjen (Stiglitz, 2000). IDi suatu aIasan mengapa

interveusi dibutuhkan pemerintah pusat bila te!jadi kegagalan pasar (ekstemalitas,
khususnya berkaitan dengan pilihan lokasi dan terbatasnya kompetisi) dan
terbatasnya kemampuan redistribusi peudapatan di levellokal.

2.2..2.

Desentralisasi Fiskal dan PerekonoJDian Daerah
Pada saat ini desentra\isasi menjadi trend di banyuk negara di dunia,

dimana banyak negara meudesentralisasikan kekuatan politik, sumberdaya flSkal
dan kekllasaan pembuatan keputusan ekonomi kepada pemerintah daerah (Lin,

1991). DesentraIisasi telah dan sedang elilakukau baik di Amerika Latin, Eropa
Tintur maupon di Asia dengan berbagai alasan seperti peningkatan efisiensi dan
efektifitas pembangunan, peningkatan peudapatan, pertumbohan ekonomi,
tuntutan demokmtisasi dan lain-lain. Bird dan Vaillaneourt (1999) meuyatakan

desentralisasi diterapkan eli banyak negara dengan aIasan untuk mengefektifkan

14

dan mengefisienkan pemerintah, menstabilkan makro elronomi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara paska komunis di Eropa Tengah dan
Timur desentralisasi merupakan hasillangsung dari transisi dari sistim sosialis ke
sistem pasar dan desentralisasi (Bird dan VaillanCOurt, 2000), di Amerika Latin,
penyebab desentralisasi adalab tekanan politik dari rakyat untuk

、・ュッォイ。ウセ@

sedangkaD di Afrika desentralisasi untuk menjamin kesatuan nasional (Workl
Bank, 1999). Di Indonesia, keinginan otonomi muncul disebabkan karena
jeleknya performance kebijalcsaman pembangunan dibawah Rezim Orde Bam.

Rezim ini tidalc saja gagal dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyaraIcat tetapi juga menyingkirkan masyarakat lokal dan pemerintaban daerab
dalam proses pengambilan keputusan politik penting (Nombo, 2000).

Bird (2000) me\ibat desentralisasi dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan oleh daerah dapat dipandang dari tiga segi. PerIama, desentraJisasi
berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah
pusat ke instansi vertika\ di daerab atau ke pemerintah daerab. Kedua, de!egasi
yang berhubongan dengan suatu ウゥエオ。セ@

dimana daerah bertindak sebagoi

perwakilan pemerintah untuk melaksanskan fungsi-fungsi tertentu atas nama
pemerintah. Ketiga, devosi (pe1impaban) berhubungan dengan situasi yang bukan

saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang
dikerjakan berada di daerab.

Untuk meni1ai sejauh mana desentra1isisai telab

dilakukan tergantung apakah yang sudah di1akukan I.bib bersifat 、・ャイッョウエ。セ@
delegasi atau devosi.

Pandangan dari atas (lop down) seringkali me\ibat

desentraJiasi sebagai proses
、・ャァ。ウセ@

sedangkan pandangan dari bawah (bottom-

up) seringkaIi me1ibat desentralisasi sebagai proses devosi Untuk dapat me\ibat

IS

proses deseDIraIiasi ini secara Icbih baik, ketiga sudut podang tersebut perlu

diguDakan kareua parvlangau dari satu sudut seringkali hanya melihat unsur baik
atau unsur buruknya saja dari proses

、・ウョエイ。Qゥセ@

padahal desentralisasi se1ain

mengandung aspek-aspek yang menguntungkan juga terdapat aspek yang

merugikan.

Di bidang fiska1, desentm1isasi terjadi jika suatu negara memindabkan
kelruasaan pajak dan belanja dari pemerintah pusat ke pe_ intah daerah (World
Dengan adanya desentm1isasi fiskal maka kebijaksaman dari

Bank, 2003).

pemerintah daerab diijinkan berbeda dalam rangka memenuhi preferensi
penduduk.
Menurut Sopebkcbai (2001) di Thailand terdapat beberapa aspek dalam
densentm1isasi PerIama, Organisasi dan Administrasi. Pemerintah daerah
mempunyai

kebebasan untuk mengatur

pembangunan dan menyediakan

pelayanan publik menurut kebutuhan konstituen dan komunitas lokal mereka.
Administrasi daerah dapat memfurmulasi rencana pembangunan, kebijaksanaan
persona1ia, dan kebijakan anggaran dan finansial. Konstitusi menjamin semua

penguasa lokal hams dipilih dan dapat bekerja selama empat tahun. Kedua, Tugas
dan Tanggung jawab. Penguasa lokal bertanggungjawab untuk pembangunan dan

konservasi sumberdaya alam dan lingkungan komunitas lokal. Pemerintab pusat
akan mentransfer fungsi yang diperlukan termasuk penyediaan pelayanan publik
ke pemerintah daerab. Ketiga, Partisipasi Publik.

Konstitusi mengindikasikan

rakyat lokal dapat memonitor, mengontrol dan mengevaluasi basil dan

performance

dari

mempromosikan

administrasi

partisipasi

lokal.

masyarakat

Adalah

dalam

tugas

pemerintah

konservasi

dan

untuk
proteksi

16

sumberdaya aIam dan ling1rungan. Rakyat dapat menggugat setiap pejaboIlokal

dan organjsasi yang gagal mencapai fungsi yang dirugaskan Ice mereka.
Desentralisasi mempunyai pengaruh positif dan negatiL Roy BahI (2003)

mengidentifikasi kelebihan dan jnga kelemahan desentralisasi sebagai berikut.
Kelebihan desentralisasi :
1. Kesejabteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik
akan lebih cocok dengan permintaan penduduk.

2. Pemerintah daerab lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa
yang disediakan.
3. Penduduk memiliki keinginan untuk membayar yang lebih tinggi atas barang
dan jasa publik karena preferensi merem lebih dihargai.

4. Pendapatan pemerintah akan lebih tinggi karena pemerintah daerah lebih
mengenal objek pajak lebih baik sebingga pendapatan dari pajak lebih tinggi

Sedangkan kelemaban desentralisasi adalah:
1. Kontrol terhadap infIasi menjadi lebih sulit karena pengeluaran oleh

pemerintah daerah lebih sulit dikendalikan.

2. Usaha untuk mengoptimalkan sumber dana dalam pembangunan industri dan
infrastruktur publik akan lebih sulit.

3. Ketimpangan antar daerab menjadi lebih tinggi.
Sedangkan

Martinez

(2001)

menyatakan

bahwa

desentralisasi

berhubungan dengan efisiensi. distribusi sumberdaya regional dan stahilisasi

ekonomi makro. Pelaksa naan desentralisasi akan memperbaiki efisicnsi ekonomi
dan distribusi sumberdaya regional tetapi akan

mempersulit stahilitas ekonomi

makro. Secara imernasional desentralisai akan teIjadi eli negara yang mempunyai

17

peududuk banyak dan luas wilayah yang 1uas, populasi yang beragam, dan
mempunyai ekonomi yang tinggi sedangkan oegara yang sedang peraog atau
.....ang menghadapi petaDg akan lebib lersentra1isasi

Kalau secara teori desetralisasi secara jelas telah menjeJaskan manfiurt dan

kerugian 、・ウョエイ。ャゥセ@

demikian juga penelitian empiriIc mendukung aspek-aspelc

posiill; waIaupun bssil penerapan desentraIisasi tidak semua sarna lergantung

pada faktor di masing-masing daerah tersebut. Di Tanzania, desentraIisasi
meningkalkan partisipasi masyarakat daIam perencanaan pertanian dan kontruksi
fasilitas sosiaI, serta meningkat1can akses masyarakat terbadap kesebatan, air
bersib dan peudidikan dasar (Mara, 1990). Di China desentraIisasi mempunyai
pengaruh ke pertumbuban ekonomi melalui dampak desentraIisasi fiskaI pada
efisiensi

・ォッョセ@

desentraIisasi sumberdaya regional dan stabilitas makro

ekonomi (Martinez (2001). Peogaruh positif dati desentraIisasi ke pertumbuban
ekonomi juga disebabkan karem pengaruhnya pada pembersntasan korupsi
Peogaruh desentralisasi pada pembersntasan korupsi juga ditemukan eli Thailand
Partispasi rakyat telab membual Pemerintab daerah mejadi lebib baik dan
berlrurang level korupsinya

Hsッーィ・ォ」セ@

2001). Sedangkan Faquet (2000)

menemukan babwa desentraIisasi lelab merubab prioritas investasi dati
infrastruktur ke pendidikan, sarana air dan sanitasi dan pertanian.

2.2.3.

Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Sistim fiskaI eli Indoensia yang dikembangkan pada deleade 70 an

merupakan sistim yang tersentraIisasi Pemerintab daerah mendapat dana dari

pemerintab pusat berupa dana DIP (Daflar lsian Proyek) dan dana Inpres.
Terdapat berbagai jenis Inpres baik sebagai bantuan untuk level pemerintaban

18

yang khusus (misalnya: kabupateD, provinsi, dan desa) maupun sebogai baotuan
program-program sektoral (pembangunan sekolah dasar, kIinik kesebatan,
penghijauan, pasar, jalao, jembatan dan air minum). Dengan sistim yang demikian
pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Selama 198411985

sampai densan 1990/91 konlribusi PAD (pendapatan Asli Daerah) banya 30"10
terbadap total pengeluaran daerah (Hirawan, 1993). Sistim iDi perlu direvisi

karena kemampuan kellangan pemerintah pusat yang menuruD dan pemerintah

daerah perlu didorong untuk mencukupi ke1l8ngaDDya dari sumber dayanya
sendiri (Booth, 1988). Se1ain itu Indonesia sudah selayabya menetapkan
deseDlralisasi karena beberapa faktor yang mendukungnya, yaitu jumlah
penduduk yang banyak dan wilayah yang 1uas, adanya perbedaan antar daerah dan

sudah berkembangnya ekODOmi masyarakat.
Secara funna!, deseDlralisasi di Indonesia sudah mulai di1aksanakan
dengan adanya Undang-Undang No.5 Tabun 1975 tentang pemerintahan daerab,
namun demikian aluran hukum ini tidal< diikuti oleh pembiayaan yang jelas
sehiDgga deseDlralisasi tidal< terlaksana di 1apangan (Mahi. 2001). Demikian juga

perencanaan pembangunan dari bawah yang dimulai pada tahun 1980 kurang
berja1an efektif ktuena pada pengambilan keputusan akhir di Bappenas,
pemeriDtah daerah tidak terlibat.

Perencanaan yang dimulai dari tiDgkat

kecamatan, ke kabupaten, terus ke propinsi dan akhimya ke pusat dibawab

.

koordinasi Bappenas, pada tahap pengambilan keputusan akhir pemeriDtah daerah

tidak terhbat (Firtz, 2000). PernyataaD Firzt mungkiD tidal< sepenuhnya benar,
karena IDSlaDsi Sektoral dan Bappeda terlibat dalam pengambilan keputusan di
Bappenas,

namlln demikian mengiDgat

kuatnya peron Bappenas dalam

19

pengambilan keputusan lelsebut maka sentralisasi perencanaan pembangunan
lebib terasa.
Desentralisasi yang setwang diberlalrukan deogan landasan UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 berbeda. Penyeraban sebagaian besar
urusan pemerintahan dari pemerintah pusat Ire pemerintah daerah yang dilaIrukan
melalui UU No. 22 Tahun 1999 diikuti oleh desentralisasi pembiayaan melalui
UU No. 25 Tahun 1999. Dengan adanya konsistensi antara kewenangan dan
keuangan te"",but, diperkirakan otonomi daerah akan dapat berjaJan secara lebib

efektif (Mahi, 2002).
Pacla intinya UU No. 22 Tahun 1999 mendesentralisasikan kewenangan

pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan dan
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan kepacla pemerintah daerah,

sedangkan UU No.25 Tahun 1999 merubah secara mendasar keseimbangan
kenangan pusat dan pemerintah daerah mela1ui pembagian basil (revenue sharing)

baik dari pendapatan pajak maupun non pajak. Untuk mengetahui ketentuanlretentuan desentralisasi sebagaimana diatur dalam kedua undang-undang tersebut
berikot ini akan diuraikan latar belakang, kewenangan dan sumber-sumber

keuangan daerah menurut kedua undang-nndang tersebut.

2.2.3.1. Latar Belakang Pelaksanaan DesentraJisasi
Datam konsideran UU No. 22 Tahun 1999, disebutkan bahwa kecuali
merupakan amana! UUD 45 desentralisasi dilaksanakan sebagaijawaban terhadap

keada3D baik kondisi dalam negeri maupun tantangan global Untuk menghadapi

20

perkembongan keadaan tersebut dipandang perin UDtuk memberikan kewenaDgan
yang luas, nyata dan bertangguDgjawab kepoda daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengatunm, pembagian dan pemanfaalJm sumberdaya
nasional serta perimbongan keuangan pusat dan daenIh.
Desentraliasi

perlu

dilaksanakan

agar

pemerintah

pusat

dapat

berkonsentrasi pada hal-hal yang strategis, sementara pemerintab daerah dapat

menangani urusan pembangunan yang sifatnya rutin. Desentralisasi juga perin
diberikan karena wilayah Indonesia demikian luasnya sehingga apabila

pengelolaan pemerintahan dan ekonomi dilaksanabn secara sentralisasi maka
potensi daerah tidak bisa tergarap dengan baik dan pengelo1aannya menjadi tidak
sesuai dengan keadaan.

Dengan demikian desentraliasi mengandung barapan

babwa dengan pemberian kewenangan yang luas kepoda daerah maka pusat dan

daerah akan secara bersama-sama dapat mengotasi masa1ah-masalah domestik dan
internasional seperti tuntutan pembagian basil sumberdaya yang lebib adil,
persaingan ekonomi internasional yang lebib ketat, dan perkembangan ekonomi
serta kesejabteraan yang lebib tinggi. Kewenangan yang lebib besar pada daerah
diharapkan juga akan memungkinkan daerah mengembangkan ekonominya sesuai
dengan potensi yang dimiliki, peluang yang terbuka dan kendala yang dihadapi
o1eh masing-masing daerah

Daerah diharapkan akan dapat mengembangkan

ekonominya sesuai dengan keunggnlan komparatif yang dimiliki dan kemudian
terjadi sinergi antar daerah dalam perekonomian nasional

2.2.3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pasal tujub UU No.22 Tahun 1999 menyeboikan babwa kewenangan
daerah mencakup keweuangan dalam selurub bidang pemerintaban kecuali

21

kewenangan dalam bidang polilik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan liska!, agama serta kewenangan bidang lain.

Yang

dimaksud kewenangan bidang lain kemudian diterangkan dalam pasa1 delapan
UU yang sama,

meliputi

kebijakan tentang perencanaan nasional

dan

pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan, sistem
administrasi negara dan lembaga perekonomian negara" pembinaan dan

pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Sedangkan
kewenangan propinsi diatur dalam UU ini pada pasal sembilan, mencakup
kewenangan daIam bidang pemerintah yang bersifat lintas kabupaten dan kola,
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainoya.

Kewenangan

propinsi sebagai daerah otonom tennasuk kewenangan yang tidak atau belurn

dapat dilaksanakan daersh kabupaten dan daerab kola. Sedangkan kewenangan
propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang

pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur selaku waltH pemerintah.
Dengan berla1runya UU No. 22 Tabun 1999 ini maka kedudukan
pemerintah daerah kabupatenlkota menjadi sangat strategis, dimana pelaksanaan
pembangunan sehari-hari yang berupa proyek-proyek pembangunan sebagian
besar dilal