Optimasi penerimaan dan belanja daerah di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat: suatu model kombinasi goal programming dan input-output
I. PENDAHULUAN
1.1. Lator Belakang
Sebelum
terjadi
krisis
ekonomi
pada tabun
1997.
Indonesia
mcrupakan salah satu negara yang berhasil pembangunan ekonominya.
Dcngan bantuan Bank Dunia dan negara-negara donor. Indonesia dari tahun
1966-1996 memiliki pertumbuhan lebih dari 5% per tahun (dengan rata-rata
7% per tahun), ekonomi makronya stabil dan stahilitas keamanannya terjamin
dengan baik.
Namun krisis ekonomi yang terjadi pada tabun 1997 telab
mcngubah wajah perekonomian Indonesia.
Nilai nominal rupiah turon
sampai 80%, tingkat inflasi mencapai 70%, dan tingkat pengangguran naik
sangat tinggi. Tingkat penganguran pada awal tahun 1988 tClcatat 17.1 %
(15.4 juta), sementara pada bulan Juli 1988 sebesar 20 juta. Pada tabun 1988
International
Labor
Organization (lLO)
mencatat penganguran.
baik
pengangguran terbuka maupun penganguran setengah tcrbuka (pekerja yang
bekerja kurang dari 35 jam per hari) sebesar 15%. Akibat krisis ekonomi
tersehut juga telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meourun tajam.
terjadi konstraksi perekonomian sehesar-13.1% pada tahun 1998.
Dari krisis ekonomi terse but disadari bahwa pembangunan ekonomi
yang dilakukan selama Orde Baru yang dilakukan dengan mengandaIkan
pada modal dari luar dan dengan pola sentralisasi tidak mempunyai"landasan
yang cukup kokoh.
mengakibatkan
Pola sentralisasi dalam pembangunan ekonomi
inisiatif dan
kontrol
masyarakat
terhadap
jalannya
pembangunan rendab sehingga menyuburkan KKN (Ko!upsi, Kolusi dan
2
Nepotisme) dan pada akhimya menyebabkan pertumbuhan eknnomi tidak
bisa tumbuh tinggi secara berkelanjutan.
Pacla pola sentralisasi juga
menyebabkan tidak cukup tertampuugnya aspirasi pembangunan masyarakat
lokal sehingga potensi daerah tidak dapat terwujud dengan baik. Seja1an
dengan penyebab terjadinnya ktisis ekonomi tersebut diatas,
mengatasinya selain
ekonomi
seperti
memerlukan pembenahan-pembenahan di
stabilitas
moneter,
penurunan
inflasi,
untuk
bidang
pembenahaD
perbankan, restrukturisasi keuangan perusaban-perusahaan swasta, privatisasi
Badan Milik Usaba Negara (BUMN) dan lain-lain, juga memerlukan adanya
desentralisasi pengelolaan pemerintahan.
Me\alui UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diberlakukan
mulai bulan lanuari 2001, pengelo\aan pemerintahan dirubah. Melalui UU
No. 22 Tahun 1999, seluruh kekuasaan pemerintah kecuali di bidang politik
luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama.,
serta kewenangan lain diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
Pengelolaan pembangunan secara teknis diberbagai bidang
didesentralisasikan dari pusat ke daerah dengan memberikan kewenangan
yang tinggi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembangunan kepada pemerinrah daerah.
Sebelumnya pemerintah daerah
lebih banyak berfungsi sebagai pelaksana pembangunan, sekarang mereka
menjadi perancang, pelaksana,
penyandang dana pembangunan.
ー・ョァッエイセ@
pengevaluasi dan sekaligus
Sebelum era otonomi daerah, anggaran
pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah pusat, setelah otonomi
anggaran pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah daerah.
3
Kewenangan politlk sebagaimana diberikan melalui UU No. 22 Tabun
1999 diikuti oleh keweIlllDgan keuangan sehagaimana diatur dalam
perimhangan keuangan antsra pusat dan daerah sesuai dengan UU No. 25
Tabun 1999. Dengan perimhangan keuangan tersebut diharapkan pemerintah
daerah dapat memaksimalkan fungsi harunya tersebut. Melalui pelaksanaan
desentralisai diharapkan: (I) pemerintah pusat dapat berkonsentrasi pada
masalah-masalah
strategis
ekonomi
makro,
sedangkan
pelaksanan
operasional pemhangunan ditangani oleh pemerintah daerah, (2) pelayanan
pemerintah dapat memenuhi barong dan jasa publlk kepada masyarakat dapat
lebib baik, dan (3) kontrol masyarakat terbadap jalannya pembangunan
menjadi
lebib
balk
sehingga
penyimpangan-penyimpangan
jalannya
pemhangunan dapa! berkurang. Dengan ketiga hal tersebut maka ekonomi
diharapkan akan tumbuh lebib baik dan stabil.
Dari uraian di atas tcrlihat bahwa sctclah penerapan otonomi daerah,
peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi menjadi
sangat penting. Pemerintab pusat lebib berperan dalam kebijaksanaan makro,
sedangkan
pemerintah
daerah
menangani
operasional
pembangunan.
Mengingat peran yang demikian besar dari pemerintah daerah maka peran ini
horus dapat dimaksimalkan agar tujuan pembangunan dapat dicapaL Dana
pembangunan daerah, berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerab
(APBD)
horus
dapat
dioptimalkan
untuk
mencapai
tujuan-tujuan
pemhangunan seperti penciptaan tenaga kerja, penciptaan output dan
perolehan pajak. Dalam rangka mengoptimalkan penggunan APBD tersebut
diatas dipedukan suatu penelitian untuk meneliti penggunaan APBD dan
4
membaDgun model optimasinya sebagai dasar dalam perencanaan anggaran
pemerintah daerah
1.2.
RUJDusan Masalab
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Barat yang terletak di jalur Pantura (pantai Utara Jawa). Secara geografis,
kabupaten ini terletak diantara 1,070.52 - 1,070.36 Bujur Timur dan 60.1460.40 Lintang Selatan. Luas wilayab Kabupaten Indramayu 204,011 ba,
memanjang dari barat ke timur sepanjang jalan raya utara Pulau Jawa. Pada
umumnya wilayab ini merupakan dataran rendab dengan ketinggian dibawah 5
m di alas permukaan laut.
Ekonomi Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000 dicirikan oleh empat
seldor utarna pembentuk PDRB, yaitu: Seldor Pertarnbangan dan Penggalian
(55.2%), Pertanian (16.45%), Industri Pengolahan (12.82%), Perdagangan,
Hotel dan Restoran (8%).
Seldor Pertanian merupakan seldor yang sangat
penting karena selain memberikan konstribusi besar pada pencipataan PDRB
juga memberikan lapangan keJja terbesar di Kabupaten Indramayu. Seldor yang
memberikan lapangan kerja besar di Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000
secara berturut-turut ada1ah: Seldor Pertanian (54%), Perdagangan (15%), dan
Jasa (12%).
Pada saat ini pembangunan di Kabupaten Indramayu menghadapi
beberapa rnasalah, antara lain: (I) kualitas sumberdaya manusia yang
rendah, (2) pertumbllhan ekonomi yang rendah, (3) penganguran yang
dan (4) Pendapatan Asli Dac,ah yang rendah.
エゥョァセ@
Rendahnya knalitas
s
sumberdaya manusia di Kabupalen Indramayu ditunjukkan oleh index
sumberdaya manusianya. Pada Tabun 1999, indikator-indikator sumberdaya
manusia di Kabupaten Indramayu menunjukkan hal sebagai berikut: harapan
hidup 63.3 tahun. angka melek huruf 66.7%, rata·rata lama sekolah 3.9 tahun
dan rata-rata pengeluaran per kapita 588 ribu rupiah per tahun sehingga
menempatkan Kabupalen Indramayu dalam rangking ke 269 dari 294
kabupatenlkota di seluruh Indonesia di Bidang Pembangunan Sumberdaya
Manusia.
Dalam segi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan PORB turun dari
6.95% pada tahun 1996 menjadi -10.49% pada tahun 1998 dan 3.98% pada
lahun 2000. Akibal dari rendahnya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan
lingginya penganguran. Pada Tahun 2000, jumlah penduduk yang bekerja
sebanyak 142 783 orang, atau 94.61% dari angkatan kerja. Dihedakan
menurut witayah pedesan dan perkotan. di pedesaan orang yang bekerja
sebesar 94.68%, sedangkan di perkotaan sebesar 92.40% terhadap angkatan
kerja. Sedangkan rendahnya pendapalan daerah dapat dilihat dari rasio PAD
(Pendapalan Asli Daerah) dengan pendapatan daerah. Pada Tahun 2000,
Pendapatan AsH Daerah Kabupaten lodramayu hanya sebesar 7.67 milyar
rupiah atau banya 8.3% dari Belanja Rutin Pemerintah Daerah. Dengan
kondisi demikian maka untuk penyelenggaraan pemerintahannya sehari-hari
Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu tergantung pada dana dari
pemerintah pusat.
Untuk menghadapai masalah-masalah sosial ekonomi tersebut diatas,
pemerintah
pedu
membuat
kebijaksanan
dan
menyusun
Anggaran
6
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya sebail< mungkin. Pemerintah
Daerah perlu mengalokasikan anggarannya agar mendorong penciptaan
tenaga kerja, meningkatkan output, meningkatkan pendapatan, penerimaan
daerah dan memperbaiki mutu swnberdaya manusianya. Namun demikian
tampaknya kebijaksanaan alokasi anggaran di Kabupaten Indramayu belum
didasari oleh kerangka berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini
misalnya dapat dilibat dari alokasi APBD pada tabun 2000. Pada tabun
tersebut, anggaran lebib banyak digunakan untuk membiayai Belanja Rutin
(76%), dan dialokasikan pada seklor yang lrurang memberikan dampak pada
penciptaan tenaga kerja. Sektor Pertanian yang memberikan konstribusi pada
PDRB sebesar 16.45% dan memberi kontribusi pada penciptaan tenaga kerja
sebesar 54% hanya mendapat anggaran sebesar 3.72%, dan Sektor
Pcrtambangan yang mempunyai kontribusi sebesar 55.2% pada penciptaan
PDRB tidak mendapat alokasi anggaran. Alokasi anggaran lebih banyak
digunakan untuk pembiayaan Sektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan
Keamanan (48.15%) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi (20.13%). Disini
terlihat bahwa anggaran pemerintah lebib banyak ditujukan untuk membiayai
kegiatan intern pemerintah sendiri bukan membiayai kegiatan-kegiatan yang
langsung menciptakan nilai tambah dan penciptaan tenaga kerja di
masyakarat.
Dengan model alokasi seperti tersebut diatas maka permasalahan-
permasalahan ekonomi masyarakat tidak kunjung sclesai. Dimasa depan
diperlukan model baru dalam alokasi anggaran pemerintah daerah agar bisa
memberikan sumbangan yang Icbih besar pada pemecahan ekonomi
7
masyarakat. Model baru alokasi anggaran tersebut sebaiknya tcrkait dengan
kontribusi sektor-sektor ekonomi tcrhadap output, penciptaan tenaga kerja
dan pendapatan daerah.
Dari uraiao tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pennasalahan
utama yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah belum optimalnya
alokasi APBO Kabupaten Indramayu, dalam arti bahwa alokasi APSD oya
belum mampu memberikan dampak optimal pada penyerapan teRaga kerja,
output dan penerimaan pajak.
1.3. Tujuao
Berdasarkan rumusan pennasalahan tersebut diatas. tujuan penelitian
yang dilakukan di Kabupaten Indramayu ini meliputi:
I. Mengkaji pengaruh penerapan UU Nomor 22 dan 25 Tahuo 1999 terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
2.
Mengidentifikasi struktur ekonomi daerah, keterkaitan antar sektor, dan
kontribusi masing-masing sektor pada tujuan-tujuan pembangunan seperti
penciptaan kerja, output dan pajak.
3.
Mengkaji alokasi anggaran yang telah
berjalan, dampaknya pada
penciptaan tenaga kerja, pajak dan output daerah.
4.
Menganalisis dampak: kenaikan dan perubahan alokasi anggaran daerah
terhadap penciptaan tenaga kerja. pajak dan output daerah.
8
1.4. Ruang Lingkup
Untuk meneapoi tujuan penelitian, kegiatan penelitian akan meliputi:
I.
Pengkajian tentang perubahan kelembagaan pemerintah daerab, yang
dibatasi pada level kabupaten, dan kebijaksanaan fiskal sesudab
diterapkannya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
2.
Pengkajian mengenai struktur ekonomi daerah.
3.
Pengkajian terhadap kontnbusi masing-masing sektor ekonomi terhadap
outPut, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak.
4.
Pengkajian tentang sumber-sumber keuangan daerah
5.
Pengkajian mengenai mekanisme alokasi anggaran pembangunan daerah
6.
Penyusunan Model Optimasi (LP
Prognunming)
セ@
Linear Programming dan GP
A10kasi Dana Pembangunan Daerah yang
セ@
Goal
dapat
memaksimumkan output, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak
dengan memperhatikan kendala yang ada
7.
Simulasi a10kasi dana pembangunan daerah dan pengarubnya pada
pencapaian tujuan pembangunan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penon Pemerintah dalam Perekonomian
2.1.1. Kegiatan Pemerintah
Pemerintah merupakan salah satu peJaku ekonomi di dalam masyarakat.
Dalam perekonomian, pemerintah memproduksi dan menawarlam borang dan jasa
yang diproduksinya dan membeli borang dan jasa yang diperlukaDnya. Seperti
juga peJaku ekonomi 1ainnya, pemerintah harus harus melakukan kegiatannya
secara efisien agar masyarakat sejahtera
Pada rumah tangga dan perusahaan, efisiensi kegiatan produksi dan
konsumsi dilakukan dengan memaksimumkan keuntunganfmanfaat, sebagai
pengukur manfaat dan keuntungan ada lab barga barga pasar. Berbeda dengan
etSiensi pada kegiatan konsumsi dan produksi dati rumah tangga dan perusabaan,
efisiensi kegiatan pemerintah tidak diukur dengan menggunakan barga-barga
pasar karena barga-barga pasar dati barang yang diproduksi pemerintab, borang
publik, tidak ada. Jenis dan jum1ab borang publik yang diproduksi ditentukan oleh
proses politik.
Barong dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi
dikenal sebagai barong publik (public good). yang tercipta karena adanya
kegagaJan pasar (market failure). SeJain karena adanya kegagalan pasar, borang
publik diproduksi karena adanya sifat monopoli aJamiab dati borang tersebut dan
adanya tujuan untuk pemerataan pendapatan.
Menurut Stiglitz (2000). kegiatan pemerintah dapat digolongkan ke
dalam empat hal, yaitu: (I) produksi barang dan jasa, (2) reguiasi dan
subsidi produksi sektor swastalprivat, (3) pembelian barang dan jasa, yang
\0
bervariasi dari peluru kendali sampai jasa pembersihan ruangan, dan (4)
redistrihusi pendapatan (income).
Secara tradisional kegiatan pemerintab
biasanya di bidang pertahanan keamanan, pendidikan dan kesehalan.
Sedangkan Musgrave (1973) merumuskan fungsi pemerinlah kedalam liga
fungsi utama, yailu: (I) fungsi alokasi dimana pemerinlah berfungsi unluk
menyediakan harang-harang sosial, (2) fungsi dislribusi, dimana pemerinlah
berfungsi untuk menjamin kesejahteraan warganya dan adanya distribusi
kekayaan yang adil (da1am fungsi ini pemerintah dapat memungut pajak
yang tinggi pada orang kaya dan mendistribusikanya pada orang yang
miskin). dan (3) fimgsi stabilisasi, dimana pemerintah menggunakan
kebijaksanaan anggaran untuk mempertahankan pencipataan peluang kerja
yang tinggi, stabilitas harga, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
sesuai.
Pemerintah yang merupakan institusi peiaksanan kegiatan produsen
barang publik berbeda dengan institusi swasta.
Perbedaan institusi
pemerinlah dan swasla adalah sebagai berikul: (I) individu yang
bertanggungjawab terhadap berjalannya institusi puhlik dipilih secara
langsung atau tidak langsung oleh proses pemilihan, sedangkan pada
institusi swasta personal yang bertanggung jawab dipilih oleh pamegang
saharn, (2) pemerinlah mempunyai hak memaksa, seperti menarik pajak dan
menggunakan lanah milik unluk kepenlingan publik dengan membayar
kompensasi, membatasi hak individu untuk menjual dirinya sendiri kepada
orang lain dan lain-lain.
Secara mendasar perbedaannya dengan institusi
lain dalam masyarakat adalah pemerintah mempunyai kekuatan dan
11
kemampuan untuk memaksa lembaga lain melakukan se.uatu yang tidak
bisa dilakukan oleh iustitusi swasta (Stiglitz, 2000).
Dati uraian·uraian dimuka dapat
disimpulkan bahwa fungsi
pemerintah adalab memaksimumkuu kesejahteraan masyarakat (public
welfare). Kesejahteraan masyarakat ini misalnya berupa tersedianya barangbarang
ーオ「ャゥォセ@
pendatan yang lebih merata, tcrsedianya kesempatan kerja,
stabilitas barga, dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2.1.2.. Kegagalan Pemerintah
Pemerintah juga seringkali gagal menjalankan fungsinya secara baik,
sehingga aktivitasnya tidak efisien. Kegagalan pemerintah ini disebabkan
antara lain oleh: (1) terbatasnya informasi, (2) terbatasnya kontrol terbadap
respon pasar privat, (3) terbatasnya kontrol terbadap
「ゥイッォ。ウセ@
dan (4) adaoya
tekauan oleh proses politik (Stiglitz, 2000).
Dari kenyataan tersebut di alas, salah satu usaha untuk mengurangi
kegagalan pemerinlah adalah dengao menyediakan infurmasi yang lebib baik pada
pejabat pengamhil keputusan. Dalam hal alokasi auggarao, kegagahm pemerinlah
dapst dikuraogi dengao menyediakan informasi mengenai dampak anggarao
terhadap sasarao-sasarao pembangunan.
Keputusan dalam alokasi belaoja pemerinlah dilakukao melalui proses
politik dalam raogka memaksimumkao tecapaioya prefereusi masyarakat secara
msksimal. Prefereosi masyarakat akao kebutuhao baraog dan jasa publik ini akao
diketahui melalui debat publik para wakil rakyat dalam proses pengamhilau
keputusan alokasi anggarao pemerintah. Oleh kareus itu para pejabat eksel.:utif
12
dan wakil rakyat perIu mengetahuI c1ampok cIari alolcasi
IIDgg8f8Il
pocIa
ten:apainya tujuan pembanguuan sehingga lreputusan yang dihasilkan akan sesuai
dengan preferensi publik.
Karena setiap alokasi yang berbeda cIari belanja pemerintab akan memiliki
cIampok yang berbeda, maka daIam penentuan anggaran tercIapat piliban alokasi
yang lebih baik. Dalam ilmu ekonomi, ahematif alokasi belanja pemerintah yang
memberikan cIampok pencapllian tujuan pembangunan yang besar cIari jumlab
anggaran yang sama adalab alokasi belmlia yang lebih elisien. Pemahaman akan
ahematif belanja pemerinIah dan clampaknya pacla tujuan pembangunan tersebut
akan membantu pemerintah daIam memutuskan alokasi
IIDgg8f8Il
yang lebih
efisien.
2.1.3. Proses Penentuan Belanja Pemerintah
Masyarakat sebagai pemilik dana tidak secara Iangsung menentukan
belanja barnng-barnng publik. Di negara demokratis, masyarakat diwakili oleh
pejabat publik yang secara Iangsung alan ticIak langsung dipilihnya.
Dengan
demikian, lrepentingan mereka ditentukan oleh para wakilnya. Dengan asumsi
babwa wakil mereka mempuoyai preferensi yang sama dengan pemilihnya maka
lrepentingan masyarakat akan terwakilL
Dengan proses demokrasi maka
kepentingan masyarakat banyak akan akan tercermin dalam belanja pemerintab
2.2. BelaDja Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desentralisasi YlSkal
2.2.1. BelaDja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
BercIasarkan lokasi penggunaanya, barnng publik dibagi menjadi barnng
publik lokal (cIaerab), barnng publik nasional dan barnng publik intemasionaL
13
BanIIIg publik lokal """lah barang publik yang manfiwnya terbatas pada mereka
yang hidup di lokalitas tertentu (lampu laIu liDIas, pemadam kebakanm). BanIIIg
publik nasiooaI adalab barang publik yang manfaatnya dinikmati oleh setiap orang
di suatu oegara (pertahanan dan keamanan).
Sedangkan barang publik
internasiooaI adaIah barang publik yang manfaatnya dinikmati secara natural o\eh
seluruh peududuk dunia Penyediaan barang publik lebib baik dilakukan oleh
pemerintah daerah dibaudingkan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah
lebib bertangungjawab akau kebutuhan dan preferensi masyarakat dan memiliki
lebib besar insentifuntuk melakukau efisiensi.
Dalam kaitannya dengan elisiensi penggunaan barang publik, hipotesis
Tiebout meuyatakan bahwa kompetisi antar komunitas menghasilkan penyediaan
barang publik lokal yang \ebib efIsjen (Stiglitz, 2000). IDi suatu aIasan mengapa
interveusi dibutuhkan pemerintah pusat bila te!jadi kegagalan pasar (ekstemalitas,
khususnya berkaitan dengan pilihan lokasi dan terbatasnya kompetisi) dan
terbatasnya kemampuan redistribusi peudapatan di levellokal.
2.2..2.
Desentralisasi Fiskal dan PerekonoJDian Daerah
Pada saat ini desentra\isasi menjadi trend di banyuk negara di dunia,
dimana banyak negara meudesentralisasikan kekuatan politik, sumberdaya flSkal
dan kekllasaan pembuatan keputusan ekonomi kepada pemerintah daerah (Lin,
1991). DesentraIisasi telah dan sedang elilakukau baik di Amerika Latin, Eropa
Tintur maupon di Asia dengan berbagai alasan seperti peningkatan efisiensi dan
efektifitas pembangunan, peningkatan peudapatan, pertumbohan ekonomi,
tuntutan demokmtisasi dan lain-lain. Bird dan Vaillaneourt (1999) meuyatakan
desentralisasi diterapkan eli banyak negara dengan aIasan untuk mengefektifkan
14
dan mengefisienkan pemerintah, menstabilkan makro elronomi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara paska komunis di Eropa Tengah dan
Timur desentralisasi merupakan hasillangsung dari transisi dari sistim sosialis ke
sistem pasar dan desentralisasi (Bird dan VaillanCOurt, 2000), di Amerika Latin,
penyebab desentralisasi adalab tekanan politik dari rakyat untuk
、・ュッォイ。ウセ@
sedangkaD di Afrika desentralisasi untuk menjamin kesatuan nasional (Workl
Bank, 1999). Di Indonesia, keinginan otonomi muncul disebabkan karena
jeleknya performance kebijalcsaman pembangunan dibawah Rezim Orde Bam.
Rezim ini tidalc saja gagal dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyaraIcat tetapi juga menyingkirkan masyarakat lokal dan pemerintaban daerab
dalam proses pengambilan keputusan politik penting (Nombo, 2000).
Bird (2000) me\ibat desentralisasi dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan oleh daerah dapat dipandang dari tiga segi. PerIama, desentraJisasi
berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah
pusat ke instansi vertika\ di daerab atau ke pemerintah daerab. Kedua, de!egasi
yang berhubongan dengan suatu ウゥエオ。セ@
dimana daerah bertindak sebagoi
perwakilan pemerintah untuk melaksanskan fungsi-fungsi tertentu atas nama
pemerintah. Ketiga, devosi (pe1impaban) berhubungan dengan situasi yang bukan
saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang
dikerjakan berada di daerab.
Untuk meni1ai sejauh mana desentra1isisai telab
dilakukan tergantung apakah yang sudah di1akukan I.bib bersifat 、・ャイッョウエ。セ@
delegasi atau devosi.
Pandangan dari atas (lop down) seringkali me\ibat
desentraJiasi sebagai proses
、・ャァ。ウセ@
sedangkan pandangan dari bawah (bottom-
up) seringkaIi me1ibat desentralisasi sebagai proses devosi Untuk dapat me\ibat
IS
proses deseDIraIiasi ini secara Icbih baik, ketiga sudut podang tersebut perlu
diguDakan kareua parvlangau dari satu sudut seringkali hanya melihat unsur baik
atau unsur buruknya saja dari proses
、・ウョエイ。Qゥセ@
padahal desentralisasi se1ain
mengandung aspek-aspek yang menguntungkan juga terdapat aspek yang
merugikan.
Di bidang fiska1, desentm1isasi terjadi jika suatu negara memindabkan
kelruasaan pajak dan belanja dari pemerintah pusat ke pe_ intah daerah (World
Dengan adanya desentm1isasi fiskal maka kebijaksaman dari
Bank, 2003).
pemerintah daerab diijinkan berbeda dalam rangka memenuhi preferensi
penduduk.
Menurut Sopebkcbai (2001) di Thailand terdapat beberapa aspek dalam
densentm1isasi PerIama, Organisasi dan Administrasi. Pemerintah daerah
mempunyai
kebebasan untuk mengatur
pembangunan dan menyediakan
pelayanan publik menurut kebutuhan konstituen dan komunitas lokal mereka.
Administrasi daerah dapat memfurmulasi rencana pembangunan, kebijaksanaan
persona1ia, dan kebijakan anggaran dan finansial. Konstitusi menjamin semua
penguasa lokal hams dipilih dan dapat bekerja selama empat tahun. Kedua, Tugas
dan Tanggung jawab. Penguasa lokal bertanggungjawab untuk pembangunan dan
konservasi sumberdaya alam dan lingkungan komunitas lokal. Pemerintab pusat
akan mentransfer fungsi yang diperlukan termasuk penyediaan pelayanan publik
ke pemerintah daerab. Ketiga, Partisipasi Publik.
Konstitusi mengindikasikan
rakyat lokal dapat memonitor, mengontrol dan mengevaluasi basil dan
performance
dari
mempromosikan
administrasi
partisipasi
lokal.
masyarakat
Adalah
dalam
tugas
pemerintah
konservasi
dan
untuk
proteksi
16
sumberdaya aIam dan ling1rungan. Rakyat dapat menggugat setiap pejaboIlokal
dan organjsasi yang gagal mencapai fungsi yang dirugaskan Ice mereka.
Desentralisasi mempunyai pengaruh positif dan negatiL Roy BahI (2003)
mengidentifikasi kelebihan dan jnga kelemahan desentralisasi sebagai berikut.
Kelebihan desentralisasi :
1. Kesejabteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik
akan lebih cocok dengan permintaan penduduk.
2. Pemerintah daerab lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa
yang disediakan.
3. Penduduk memiliki keinginan untuk membayar yang lebih tinggi atas barang
dan jasa publik karena preferensi merem lebih dihargai.
4. Pendapatan pemerintah akan lebih tinggi karena pemerintah daerah lebih
mengenal objek pajak lebih baik sebingga pendapatan dari pajak lebih tinggi
Sedangkan kelemaban desentralisasi adalah:
1. Kontrol terhadap infIasi menjadi lebih sulit karena pengeluaran oleh
pemerintah daerah lebih sulit dikendalikan.
2. Usaha untuk mengoptimalkan sumber dana dalam pembangunan industri dan
infrastruktur publik akan lebih sulit.
3. Ketimpangan antar daerab menjadi lebih tinggi.
Sedangkan
Martinez
(2001)
menyatakan
bahwa
desentralisasi
berhubungan dengan efisiensi. distribusi sumberdaya regional dan stahilisasi
ekonomi makro. Pelaksa naan desentralisasi akan memperbaiki efisicnsi ekonomi
dan distribusi sumberdaya regional tetapi akan
mempersulit stahilitas ekonomi
makro. Secara imernasional desentralisai akan teIjadi eli negara yang mempunyai
17
peududuk banyak dan luas wilayah yang 1uas, populasi yang beragam, dan
mempunyai ekonomi yang tinggi sedangkan oegara yang sedang peraog atau
.....ang menghadapi petaDg akan lebib lersentra1isasi
Kalau secara teori desetralisasi secara jelas telah menjeJaskan manfiurt dan
kerugian 、・ウョエイ。ャゥセ@
demikian juga penelitian empiriIc mendukung aspek-aspelc
posiill; waIaupun bssil penerapan desentraIisasi tidak semua sarna lergantung
pada faktor di masing-masing daerah tersebut. Di Tanzania, desentraIisasi
meningkalkan partisipasi masyarakat daIam perencanaan pertanian dan kontruksi
fasilitas sosiaI, serta meningkat1can akses masyarakat terbadap kesebatan, air
bersib dan peudidikan dasar (Mara, 1990). Di China desentraIisasi mempunyai
pengaruh ke pertumbuban ekonomi melalui dampak desentraIisasi fiskaI pada
efisiensi
・ォッョセ@
desentraIisasi sumberdaya regional dan stabilitas makro
ekonomi (Martinez (2001). Peogaruh positif dati desentraIisasi ke pertumbuban
ekonomi juga disebabkan karem pengaruhnya pada pembersntasan korupsi
Peogaruh desentralisasi pada pembersntasan korupsi juga ditemukan eli Thailand
Partispasi rakyat telab membual Pemerintab daerah mejadi lebib baik dan
berlrurang level korupsinya
Hsッーィ・ォ」セ@
2001). Sedangkan Faquet (2000)
menemukan babwa desentraIisasi lelab merubab prioritas investasi dati
infrastruktur ke pendidikan, sarana air dan sanitasi dan pertanian.
2.2.3.
Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Sistim fiskaI eli Indoensia yang dikembangkan pada deleade 70 an
merupakan sistim yang tersentraIisasi Pemerintab daerah mendapat dana dari
pemerintab pusat berupa dana DIP (Daflar lsian Proyek) dan dana Inpres.
Terdapat berbagai jenis Inpres baik sebagai bantuan untuk level pemerintaban
18
yang khusus (misalnya: kabupateD, provinsi, dan desa) maupun sebogai baotuan
program-program sektoral (pembangunan sekolah dasar, kIinik kesebatan,
penghijauan, pasar, jalao, jembatan dan air minum). Dengan sistim yang demikian
pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Selama 198411985
sampai densan 1990/91 konlribusi PAD (pendapatan Asli Daerah) banya 30"10
terbadap total pengeluaran daerah (Hirawan, 1993). Sistim iDi perlu direvisi
karena kemampuan kellangan pemerintah pusat yang menuruD dan pemerintah
daerah perlu didorong untuk mencukupi ke1l8ngaDDya dari sumber dayanya
sendiri (Booth, 1988). Se1ain itu Indonesia sudah selayabya menetapkan
deseDlralisasi karena beberapa faktor yang mendukungnya, yaitu jumlah
penduduk yang banyak dan wilayah yang 1uas, adanya perbedaan antar daerah dan
sudah berkembangnya ekODOmi masyarakat.
Secara funna!, deseDlralisasi di Indonesia sudah mulai di1aksanakan
dengan adanya Undang-Undang No.5 Tabun 1975 tentang pemerintahan daerab,
namun demikian aluran hukum ini tidal< diikuti oleh pembiayaan yang jelas
sehiDgga deseDlralisasi tidal< terlaksana di 1apangan (Mahi. 2001). Demikian juga
perencanaan pembangunan dari bawah yang dimulai pada tahun 1980 kurang
berja1an efektif ktuena pada pengambilan keputusan akhir di Bappenas,
pemeriDtah daerah tidak terlibat.
Perencanaan yang dimulai dari tiDgkat
kecamatan, ke kabupaten, terus ke propinsi dan akhimya ke pusat dibawab
.
koordinasi Bappenas, pada tahap pengambilan keputusan akhir pemeriDtah daerah
tidak terhbat (Firtz, 2000). PernyataaD Firzt mungkiD tidal< sepenuhnya benar,
karena IDSlaDsi Sektoral dan Bappeda terlibat dalam pengambilan keputusan di
Bappenas,
namlln demikian mengiDgat
kuatnya peron Bappenas dalam
19
pengambilan keputusan lelsebut maka sentralisasi perencanaan pembangunan
lebib terasa.
Desentralisasi yang setwang diberlalrukan deogan landasan UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 berbeda. Penyeraban sebagaian besar
urusan pemerintahan dari pemerintah pusat Ire pemerintah daerah yang dilaIrukan
melalui UU No. 22 Tahun 1999 diikuti oleh desentralisasi pembiayaan melalui
UU No. 25 Tahun 1999. Dengan adanya konsistensi antara kewenangan dan
keuangan te"",but, diperkirakan otonomi daerah akan dapat berjaJan secara lebib
efektif (Mahi, 2002).
Pacla intinya UU No. 22 Tahun 1999 mendesentralisasikan kewenangan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan dan
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan kepacla pemerintah daerah,
sedangkan UU No.25 Tahun 1999 merubah secara mendasar keseimbangan
kenangan pusat dan pemerintah daerah mela1ui pembagian basil (revenue sharing)
baik dari pendapatan pajak maupun non pajak. Untuk mengetahui ketentuanlretentuan desentralisasi sebagaimana diatur dalam kedua undang-undang tersebut
berikot ini akan diuraikan latar belakang, kewenangan dan sumber-sumber
keuangan daerah menurut kedua undang-nndang tersebut.
2.2.3.1. Latar Belakang Pelaksanaan DesentraJisasi
Datam konsideran UU No. 22 Tahun 1999, disebutkan bahwa kecuali
merupakan amana! UUD 45 desentralisasi dilaksanakan sebagaijawaban terhadap
keada3D baik kondisi dalam negeri maupun tantangan global Untuk menghadapi
20
perkembongan keadaan tersebut dipandang perin UDtuk memberikan kewenaDgan
yang luas, nyata dan bertangguDgjawab kepoda daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengatunm, pembagian dan pemanfaalJm sumberdaya
nasional serta perimbongan keuangan pusat dan daenIh.
Desentraliasi
perlu
dilaksanakan
agar
pemerintah
pusat
dapat
berkonsentrasi pada hal-hal yang strategis, sementara pemerintab daerah dapat
menangani urusan pembangunan yang sifatnya rutin. Desentralisasi juga perin
diberikan karena wilayah Indonesia demikian luasnya sehingga apabila
pengelolaan pemerintahan dan ekonomi dilaksanabn secara sentralisasi maka
potensi daerah tidak bisa tergarap dengan baik dan pengelo1aannya menjadi tidak
sesuai dengan keadaan.
Dengan demikian desentraliasi mengandung barapan
babwa dengan pemberian kewenangan yang luas kepoda daerah maka pusat dan
daerah akan secara bersama-sama dapat mengotasi masa1ah-masalah domestik dan
internasional seperti tuntutan pembagian basil sumberdaya yang lebib adil,
persaingan ekonomi internasional yang lebib ketat, dan perkembangan ekonomi
serta kesejabteraan yang lebib tinggi. Kewenangan yang lebib besar pada daerah
diharapkan juga akan memungkinkan daerah mengembangkan ekonominya sesuai
dengan potensi yang dimiliki, peluang yang terbuka dan kendala yang dihadapi
o1eh masing-masing daerah
Daerah diharapkan akan dapat mengembangkan
ekonominya sesuai dengan keunggnlan komparatif yang dimiliki dan kemudian
terjadi sinergi antar daerah dalam perekonomian nasional
2.2.3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pasal tujub UU No.22 Tahun 1999 menyeboikan babwa kewenangan
daerah mencakup keweuangan dalam selurub bidang pemerintaban kecuali
21
kewenangan dalam bidang polilik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan liska!, agama serta kewenangan bidang lain.
Yang
dimaksud kewenangan bidang lain kemudian diterangkan dalam pasa1 delapan
UU yang sama,
meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional
dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan, sistem
administrasi negara dan lembaga perekonomian negara" pembinaan dan
pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Sedangkan
kewenangan propinsi diatur dalam UU ini pada pasal sembilan, mencakup
kewenangan daIam bidang pemerintah yang bersifat lintas kabupaten dan kola,
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainoya.
Kewenangan
propinsi sebagai daerah otonom tennasuk kewenangan yang tidak atau belurn
dapat dilaksanakan daersh kabupaten dan daerab kola. Sedangkan kewenangan
propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur selaku waltH pemerintah.
Dengan berla1runya UU No. 22 Tabun 1999 ini maka kedudukan
pemerintah daerah kabupatenlkota menjadi sangat strategis, dimana pelaksanaan
pembangunan sehari-hari yang berupa proyek-proyek pembangunan sebagian
besar dilal
1.1. Lator Belakang
Sebelum
terjadi
krisis
ekonomi
pada tabun
1997.
Indonesia
mcrupakan salah satu negara yang berhasil pembangunan ekonominya.
Dcngan bantuan Bank Dunia dan negara-negara donor. Indonesia dari tahun
1966-1996 memiliki pertumbuhan lebih dari 5% per tahun (dengan rata-rata
7% per tahun), ekonomi makronya stabil dan stahilitas keamanannya terjamin
dengan baik.
Namun krisis ekonomi yang terjadi pada tabun 1997 telab
mcngubah wajah perekonomian Indonesia.
Nilai nominal rupiah turon
sampai 80%, tingkat inflasi mencapai 70%, dan tingkat pengangguran naik
sangat tinggi. Tingkat penganguran pada awal tahun 1988 tClcatat 17.1 %
(15.4 juta), sementara pada bulan Juli 1988 sebesar 20 juta. Pada tabun 1988
International
Labor
Organization (lLO)
mencatat penganguran.
baik
pengangguran terbuka maupun penganguran setengah tcrbuka (pekerja yang
bekerja kurang dari 35 jam per hari) sebesar 15%. Akibat krisis ekonomi
tersehut juga telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meourun tajam.
terjadi konstraksi perekonomian sehesar-13.1% pada tahun 1998.
Dari krisis ekonomi terse but disadari bahwa pembangunan ekonomi
yang dilakukan selama Orde Baru yang dilakukan dengan mengandaIkan
pada modal dari luar dan dengan pola sentralisasi tidak mempunyai"landasan
yang cukup kokoh.
mengakibatkan
Pola sentralisasi dalam pembangunan ekonomi
inisiatif dan
kontrol
masyarakat
terhadap
jalannya
pembangunan rendab sehingga menyuburkan KKN (Ko!upsi, Kolusi dan
2
Nepotisme) dan pada akhimya menyebabkan pertumbuhan eknnomi tidak
bisa tumbuh tinggi secara berkelanjutan.
Pacla pola sentralisasi juga
menyebabkan tidak cukup tertampuugnya aspirasi pembangunan masyarakat
lokal sehingga potensi daerah tidak dapat terwujud dengan baik. Seja1an
dengan penyebab terjadinnya ktisis ekonomi tersebut diatas,
mengatasinya selain
ekonomi
seperti
memerlukan pembenahan-pembenahan di
stabilitas
moneter,
penurunan
inflasi,
untuk
bidang
pembenahaD
perbankan, restrukturisasi keuangan perusaban-perusahaan swasta, privatisasi
Badan Milik Usaba Negara (BUMN) dan lain-lain, juga memerlukan adanya
desentralisasi pengelolaan pemerintahan.
Me\alui UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diberlakukan
mulai bulan lanuari 2001, pengelo\aan pemerintahan dirubah. Melalui UU
No. 22 Tahun 1999, seluruh kekuasaan pemerintah kecuali di bidang politik
luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama.,
serta kewenangan lain diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
Pengelolaan pembangunan secara teknis diberbagai bidang
didesentralisasikan dari pusat ke daerah dengan memberikan kewenangan
yang tinggi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembangunan kepada pemerinrah daerah.
Sebelumnya pemerintah daerah
lebih banyak berfungsi sebagai pelaksana pembangunan, sekarang mereka
menjadi perancang, pelaksana,
penyandang dana pembangunan.
ー・ョァッエイセ@
pengevaluasi dan sekaligus
Sebelum era otonomi daerah, anggaran
pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah pusat, setelah otonomi
anggaran pembangunan lebih banyak dikelola oleh pemerintah daerah.
3
Kewenangan politlk sebagaimana diberikan melalui UU No. 22 Tabun
1999 diikuti oleh keweIlllDgan keuangan sehagaimana diatur dalam
perimhangan keuangan antsra pusat dan daerah sesuai dengan UU No. 25
Tabun 1999. Dengan perimhangan keuangan tersebut diharapkan pemerintah
daerah dapat memaksimalkan fungsi harunya tersebut. Melalui pelaksanaan
desentralisai diharapkan: (I) pemerintah pusat dapat berkonsentrasi pada
masalah-masalah
strategis
ekonomi
makro,
sedangkan
pelaksanan
operasional pemhangunan ditangani oleh pemerintah daerah, (2) pelayanan
pemerintah dapat memenuhi barong dan jasa publlk kepada masyarakat dapat
lebib baik, dan (3) kontrol masyarakat terbadap jalannya pembangunan
menjadi
lebib
balk
sehingga
penyimpangan-penyimpangan
jalannya
pemhangunan dapa! berkurang. Dengan ketiga hal tersebut maka ekonomi
diharapkan akan tumbuh lebib baik dan stabil.
Dari uraian di atas tcrlihat bahwa sctclah penerapan otonomi daerah,
peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi menjadi
sangat penting. Pemerintab pusat lebib berperan dalam kebijaksanaan makro,
sedangkan
pemerintah
daerah
menangani
operasional
pembangunan.
Mengingat peran yang demikian besar dari pemerintah daerah maka peran ini
horus dapat dimaksimalkan agar tujuan pembangunan dapat dicapaL Dana
pembangunan daerah, berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerab
(APBD)
horus
dapat
dioptimalkan
untuk
mencapai
tujuan-tujuan
pemhangunan seperti penciptaan tenaga kerja, penciptaan output dan
perolehan pajak. Dalam rangka mengoptimalkan penggunan APBD tersebut
diatas dipedukan suatu penelitian untuk meneliti penggunaan APBD dan
4
membaDgun model optimasinya sebagai dasar dalam perencanaan anggaran
pemerintah daerah
1.2.
RUJDusan Masalab
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Barat yang terletak di jalur Pantura (pantai Utara Jawa). Secara geografis,
kabupaten ini terletak diantara 1,070.52 - 1,070.36 Bujur Timur dan 60.1460.40 Lintang Selatan. Luas wilayab Kabupaten Indramayu 204,011 ba,
memanjang dari barat ke timur sepanjang jalan raya utara Pulau Jawa. Pada
umumnya wilayab ini merupakan dataran rendab dengan ketinggian dibawah 5
m di alas permukaan laut.
Ekonomi Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000 dicirikan oleh empat
seldor utarna pembentuk PDRB, yaitu: Seldor Pertarnbangan dan Penggalian
(55.2%), Pertanian (16.45%), Industri Pengolahan (12.82%), Perdagangan,
Hotel dan Restoran (8%).
Seldor Pertanian merupakan seldor yang sangat
penting karena selain memberikan konstribusi besar pada pencipataan PDRB
juga memberikan lapangan keJja terbesar di Kabupaten Indramayu. Seldor yang
memberikan lapangan kerja besar di Kabupaten Indramayu pada Tahun 2000
secara berturut-turut ada1ah: Seldor Pertanian (54%), Perdagangan (15%), dan
Jasa (12%).
Pada saat ini pembangunan di Kabupaten Indramayu menghadapi
beberapa rnasalah, antara lain: (I) kualitas sumberdaya manusia yang
rendah, (2) pertumbllhan ekonomi yang rendah, (3) penganguran yang
dan (4) Pendapatan Asli Dac,ah yang rendah.
エゥョァセ@
Rendahnya knalitas
s
sumberdaya manusia di Kabupalen Indramayu ditunjukkan oleh index
sumberdaya manusianya. Pada Tabun 1999, indikator-indikator sumberdaya
manusia di Kabupaten Indramayu menunjukkan hal sebagai berikut: harapan
hidup 63.3 tahun. angka melek huruf 66.7%, rata·rata lama sekolah 3.9 tahun
dan rata-rata pengeluaran per kapita 588 ribu rupiah per tahun sehingga
menempatkan Kabupalen Indramayu dalam rangking ke 269 dari 294
kabupatenlkota di seluruh Indonesia di Bidang Pembangunan Sumberdaya
Manusia.
Dalam segi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan PORB turun dari
6.95% pada tahun 1996 menjadi -10.49% pada tahun 1998 dan 3.98% pada
lahun 2000. Akibal dari rendahnya pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan
lingginya penganguran. Pada Tahun 2000, jumlah penduduk yang bekerja
sebanyak 142 783 orang, atau 94.61% dari angkatan kerja. Dihedakan
menurut witayah pedesan dan perkotan. di pedesaan orang yang bekerja
sebesar 94.68%, sedangkan di perkotaan sebesar 92.40% terhadap angkatan
kerja. Sedangkan rendahnya pendapalan daerah dapat dilihat dari rasio PAD
(Pendapalan Asli Daerah) dengan pendapatan daerah. Pada Tahun 2000,
Pendapatan AsH Daerah Kabupaten lodramayu hanya sebesar 7.67 milyar
rupiah atau banya 8.3% dari Belanja Rutin Pemerintah Daerah. Dengan
kondisi demikian maka untuk penyelenggaraan pemerintahannya sehari-hari
Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu tergantung pada dana dari
pemerintah pusat.
Untuk menghadapai masalah-masalah sosial ekonomi tersebut diatas,
pemerintah
pedu
membuat
kebijaksanan
dan
menyusun
Anggaran
6
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya sebail< mungkin. Pemerintah
Daerah perlu mengalokasikan anggarannya agar mendorong penciptaan
tenaga kerja, meningkatkan output, meningkatkan pendapatan, penerimaan
daerah dan memperbaiki mutu swnberdaya manusianya. Namun demikian
tampaknya kebijaksanaan alokasi anggaran di Kabupaten Indramayu belum
didasari oleh kerangka berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini
misalnya dapat dilibat dari alokasi APBD pada tabun 2000. Pada tabun
tersebut, anggaran lebib banyak digunakan untuk membiayai Belanja Rutin
(76%), dan dialokasikan pada seklor yang lrurang memberikan dampak pada
penciptaan tenaga kerja. Sektor Pertanian yang memberikan konstribusi pada
PDRB sebesar 16.45% dan memberi kontribusi pada penciptaan tenaga kerja
sebesar 54% hanya mendapat anggaran sebesar 3.72%, dan Sektor
Pcrtambangan yang mempunyai kontribusi sebesar 55.2% pada penciptaan
PDRB tidak mendapat alokasi anggaran. Alokasi anggaran lebih banyak
digunakan untuk pembiayaan Sektor Pemerintahan Umum dan Pertahanan
Keamanan (48.15%) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi (20.13%). Disini
terlihat bahwa anggaran pemerintah lebib banyak ditujukan untuk membiayai
kegiatan intern pemerintah sendiri bukan membiayai kegiatan-kegiatan yang
langsung menciptakan nilai tambah dan penciptaan tenaga kerja di
masyakarat.
Dengan model alokasi seperti tersebut diatas maka permasalahan-
permasalahan ekonomi masyarakat tidak kunjung sclesai. Dimasa depan
diperlukan model baru dalam alokasi anggaran pemerintah daerah agar bisa
memberikan sumbangan yang Icbih besar pada pemecahan ekonomi
7
masyarakat. Model baru alokasi anggaran tersebut sebaiknya tcrkait dengan
kontribusi sektor-sektor ekonomi tcrhadap output, penciptaan tenaga kerja
dan pendapatan daerah.
Dari uraiao tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pennasalahan
utama yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah belum optimalnya
alokasi APBO Kabupaten Indramayu, dalam arti bahwa alokasi APSD oya
belum mampu memberikan dampak optimal pada penyerapan teRaga kerja,
output dan penerimaan pajak.
1.3. Tujuao
Berdasarkan rumusan pennasalahan tersebut diatas. tujuan penelitian
yang dilakukan di Kabupaten Indramayu ini meliputi:
I. Mengkaji pengaruh penerapan UU Nomor 22 dan 25 Tahuo 1999 terhadap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
2.
Mengidentifikasi struktur ekonomi daerah, keterkaitan antar sektor, dan
kontribusi masing-masing sektor pada tujuan-tujuan pembangunan seperti
penciptaan kerja, output dan pajak.
3.
Mengkaji alokasi anggaran yang telah
berjalan, dampaknya pada
penciptaan tenaga kerja, pajak dan output daerah.
4.
Menganalisis dampak: kenaikan dan perubahan alokasi anggaran daerah
terhadap penciptaan tenaga kerja. pajak dan output daerah.
8
1.4. Ruang Lingkup
Untuk meneapoi tujuan penelitian, kegiatan penelitian akan meliputi:
I.
Pengkajian tentang perubahan kelembagaan pemerintah daerab, yang
dibatasi pada level kabupaten, dan kebijaksanaan fiskal sesudab
diterapkannya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
2.
Pengkajian mengenai struktur ekonomi daerah.
3.
Pengkajian terhadap kontnbusi masing-masing sektor ekonomi terhadap
outPut, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak.
4.
Pengkajian tentang sumber-sumber keuangan daerah
5.
Pengkajian mengenai mekanisme alokasi anggaran pembangunan daerah
6.
Penyusunan Model Optimasi (LP
Prognunming)
セ@
Linear Programming dan GP
A10kasi Dana Pembangunan Daerah yang
セ@
Goal
dapat
memaksimumkan output, penyerapan tenaga keJja dan penerimaan pajak
dengan memperhatikan kendala yang ada
7.
Simulasi a10kasi dana pembangunan daerah dan pengarubnya pada
pencapaian tujuan pembangunan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penon Pemerintah dalam Perekonomian
2.1.1. Kegiatan Pemerintah
Pemerintah merupakan salah satu peJaku ekonomi di dalam masyarakat.
Dalam perekonomian, pemerintah memproduksi dan menawarlam borang dan jasa
yang diproduksinya dan membeli borang dan jasa yang diperlukaDnya. Seperti
juga peJaku ekonomi 1ainnya, pemerintah harus harus melakukan kegiatannya
secara efisien agar masyarakat sejahtera
Pada rumah tangga dan perusahaan, efisiensi kegiatan produksi dan
konsumsi dilakukan dengan memaksimumkan keuntunganfmanfaat, sebagai
pengukur manfaat dan keuntungan ada lab barga barga pasar. Berbeda dengan
etSiensi pada kegiatan konsumsi dan produksi dati rumah tangga dan perusabaan,
efisiensi kegiatan pemerintah tidak diukur dengan menggunakan barga-barga
pasar karena barga-barga pasar dati barang yang diproduksi pemerintab, borang
publik, tidak ada. Jenis dan jum1ab borang publik yang diproduksi ditentukan oleh
proses politik.
Barong dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi
dikenal sebagai barong publik (public good). yang tercipta karena adanya
kegagaJan pasar (market failure). SeJain karena adanya kegagalan pasar, borang
publik diproduksi karena adanya sifat monopoli aJamiab dati borang tersebut dan
adanya tujuan untuk pemerataan pendapatan.
Menurut Stiglitz (2000). kegiatan pemerintah dapat digolongkan ke
dalam empat hal, yaitu: (I) produksi barang dan jasa, (2) reguiasi dan
subsidi produksi sektor swastalprivat, (3) pembelian barang dan jasa, yang
\0
bervariasi dari peluru kendali sampai jasa pembersihan ruangan, dan (4)
redistrihusi pendapatan (income).
Secara tradisional kegiatan pemerintab
biasanya di bidang pertahanan keamanan, pendidikan dan kesehalan.
Sedangkan Musgrave (1973) merumuskan fungsi pemerinlah kedalam liga
fungsi utama, yailu: (I) fungsi alokasi dimana pemerinlah berfungsi unluk
menyediakan harang-harang sosial, (2) fungsi dislribusi, dimana pemerinlah
berfungsi untuk menjamin kesejahteraan warganya dan adanya distribusi
kekayaan yang adil (da1am fungsi ini pemerintah dapat memungut pajak
yang tinggi pada orang kaya dan mendistribusikanya pada orang yang
miskin). dan (3) fimgsi stabilisasi, dimana pemerintah menggunakan
kebijaksanaan anggaran untuk mempertahankan pencipataan peluang kerja
yang tinggi, stabilitas harga, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
sesuai.
Pemerintah yang merupakan institusi peiaksanan kegiatan produsen
barang publik berbeda dengan institusi swasta.
Perbedaan institusi
pemerinlah dan swasla adalah sebagai berikul: (I) individu yang
bertanggungjawab terhadap berjalannya institusi puhlik dipilih secara
langsung atau tidak langsung oleh proses pemilihan, sedangkan pada
institusi swasta personal yang bertanggung jawab dipilih oleh pamegang
saharn, (2) pemerinlah mempunyai hak memaksa, seperti menarik pajak dan
menggunakan lanah milik unluk kepenlingan publik dengan membayar
kompensasi, membatasi hak individu untuk menjual dirinya sendiri kepada
orang lain dan lain-lain.
Secara mendasar perbedaannya dengan institusi
lain dalam masyarakat adalah pemerintah mempunyai kekuatan dan
11
kemampuan untuk memaksa lembaga lain melakukan se.uatu yang tidak
bisa dilakukan oleh iustitusi swasta (Stiglitz, 2000).
Dati uraian·uraian dimuka dapat
disimpulkan bahwa fungsi
pemerintah adalab memaksimumkuu kesejahteraan masyarakat (public
welfare). Kesejahteraan masyarakat ini misalnya berupa tersedianya barangbarang
ーオ「ャゥォセ@
pendatan yang lebih merata, tcrsedianya kesempatan kerja,
stabilitas barga, dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2.1.2.. Kegagalan Pemerintah
Pemerintah juga seringkali gagal menjalankan fungsinya secara baik,
sehingga aktivitasnya tidak efisien. Kegagalan pemerintah ini disebabkan
antara lain oleh: (1) terbatasnya informasi, (2) terbatasnya kontrol terbadap
respon pasar privat, (3) terbatasnya kontrol terbadap
「ゥイッォ。ウセ@
dan (4) adaoya
tekauan oleh proses politik (Stiglitz, 2000).
Dari kenyataan tersebut di alas, salah satu usaha untuk mengurangi
kegagalan pemerinlah adalah dengao menyediakan infurmasi yang lebib baik pada
pejabat pengamhil keputusan. Dalam hal alokasi auggarao, kegagahm pemerinlah
dapst dikuraogi dengao menyediakan informasi mengenai dampak anggarao
terhadap sasarao-sasarao pembangunan.
Keputusan dalam alokasi belaoja pemerinlah dilakukao melalui proses
politik dalam raogka memaksimumkao tecapaioya prefereusi masyarakat secara
msksimal. Prefereosi masyarakat akao kebutuhao baraog dan jasa publik ini akao
diketahui melalui debat publik para wakil rakyat dalam proses pengamhilau
keputusan alokasi anggarao pemerintah. Oleh kareus itu para pejabat eksel.:utif
12
dan wakil rakyat perIu mengetahuI c1ampok cIari alolcasi
IIDgg8f8Il
pocIa
ten:apainya tujuan pembanguuan sehingga lreputusan yang dihasilkan akan sesuai
dengan preferensi publik.
Karena setiap alokasi yang berbeda cIari belanja pemerintab akan memiliki
cIampok yang berbeda, maka daIam penentuan anggaran tercIapat piliban alokasi
yang lebih baik. Dalam ilmu ekonomi, ahematif alokasi belanja pemerintah yang
memberikan cIampok pencapllian tujuan pembangunan yang besar cIari jumlab
anggaran yang sama adalab alokasi belmlia yang lebih elisien. Pemahaman akan
ahematif belanja pemerinIah dan clampaknya pacla tujuan pembangunan tersebut
akan membantu pemerintah daIam memutuskan alokasi
IIDgg8f8Il
yang lebih
efisien.
2.1.3. Proses Penentuan Belanja Pemerintah
Masyarakat sebagai pemilik dana tidak secara Iangsung menentukan
belanja barnng-barnng publik. Di negara demokratis, masyarakat diwakili oleh
pejabat publik yang secara Iangsung alan ticIak langsung dipilihnya.
Dengan
demikian, lrepentingan mereka ditentukan oleh para wakilnya. Dengan asumsi
babwa wakil mereka mempuoyai preferensi yang sama dengan pemilihnya maka
lrepentingan masyarakat akan terwakilL
Dengan proses demokrasi maka
kepentingan masyarakat banyak akan akan tercermin dalam belanja pemerintab
2.2. BelaDja Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desentralisasi YlSkal
2.2.1. BelaDja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
BercIasarkan lokasi penggunaanya, barnng publik dibagi menjadi barnng
publik lokal (cIaerab), barnng publik nasional dan barnng publik intemasionaL
13
BanIIIg publik lokal """lah barang publik yang manfiwnya terbatas pada mereka
yang hidup di lokalitas tertentu (lampu laIu liDIas, pemadam kebakanm). BanIIIg
publik nasiooaI adalab barang publik yang manfaatnya dinikmati oleh setiap orang
di suatu oegara (pertahanan dan keamanan).
Sedangkan barang publik
internasiooaI adaIah barang publik yang manfaatnya dinikmati secara natural o\eh
seluruh peududuk dunia Penyediaan barang publik lebib baik dilakukan oleh
pemerintah daerah dibaudingkan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah
lebib bertangungjawab akau kebutuhan dan preferensi masyarakat dan memiliki
lebib besar insentifuntuk melakukau efisiensi.
Dalam kaitannya dengan elisiensi penggunaan barang publik, hipotesis
Tiebout meuyatakan bahwa kompetisi antar komunitas menghasilkan penyediaan
barang publik lokal yang \ebib efIsjen (Stiglitz, 2000). IDi suatu aIasan mengapa
interveusi dibutuhkan pemerintah pusat bila te!jadi kegagalan pasar (ekstemalitas,
khususnya berkaitan dengan pilihan lokasi dan terbatasnya kompetisi) dan
terbatasnya kemampuan redistribusi peudapatan di levellokal.
2.2..2.
Desentralisasi Fiskal dan PerekonoJDian Daerah
Pada saat ini desentra\isasi menjadi trend di banyuk negara di dunia,
dimana banyak negara meudesentralisasikan kekuatan politik, sumberdaya flSkal
dan kekllasaan pembuatan keputusan ekonomi kepada pemerintah daerah (Lin,
1991). DesentraIisasi telah dan sedang elilakukau baik di Amerika Latin, Eropa
Tintur maupon di Asia dengan berbagai alasan seperti peningkatan efisiensi dan
efektifitas pembangunan, peningkatan peudapatan, pertumbohan ekonomi,
tuntutan demokmtisasi dan lain-lain. Bird dan Vaillaneourt (1999) meuyatakan
desentralisasi diterapkan eli banyak negara dengan aIasan untuk mengefektifkan
14
dan mengefisienkan pemerintah, menstabilkan makro elronomi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara paska komunis di Eropa Tengah dan
Timur desentralisasi merupakan hasillangsung dari transisi dari sistim sosialis ke
sistem pasar dan desentralisasi (Bird dan VaillanCOurt, 2000), di Amerika Latin,
penyebab desentralisasi adalab tekanan politik dari rakyat untuk
、・ュッォイ。ウセ@
sedangkaD di Afrika desentralisasi untuk menjamin kesatuan nasional (Workl
Bank, 1999). Di Indonesia, keinginan otonomi muncul disebabkan karena
jeleknya performance kebijalcsaman pembangunan dibawah Rezim Orde Bam.
Rezim ini tidalc saja gagal dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyaraIcat tetapi juga menyingkirkan masyarakat lokal dan pemerintaban daerab
dalam proses pengambilan keputusan politik penting (Nombo, 2000).
Bird (2000) me\ibat desentralisasi dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan oleh daerah dapat dipandang dari tiga segi. PerIama, desentraJisasi
berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah
pusat ke instansi vertika\ di daerab atau ke pemerintah daerab. Kedua, de!egasi
yang berhubongan dengan suatu ウゥエオ。セ@
dimana daerah bertindak sebagoi
perwakilan pemerintah untuk melaksanskan fungsi-fungsi tertentu atas nama
pemerintah. Ketiga, devosi (pe1impaban) berhubungan dengan situasi yang bukan
saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang
dikerjakan berada di daerab.
Untuk meni1ai sejauh mana desentra1isisai telab
dilakukan tergantung apakah yang sudah di1akukan I.bib bersifat 、・ャイッョウエ。セ@
delegasi atau devosi.
Pandangan dari atas (lop down) seringkali me\ibat
desentraJiasi sebagai proses
、・ャァ。ウセ@
sedangkan pandangan dari bawah (bottom-
up) seringkaIi me1ibat desentralisasi sebagai proses devosi Untuk dapat me\ibat
IS
proses deseDIraIiasi ini secara Icbih baik, ketiga sudut podang tersebut perlu
diguDakan kareua parvlangau dari satu sudut seringkali hanya melihat unsur baik
atau unsur buruknya saja dari proses
、・ウョエイ。Qゥセ@
padahal desentralisasi se1ain
mengandung aspek-aspek yang menguntungkan juga terdapat aspek yang
merugikan.
Di bidang fiska1, desentm1isasi terjadi jika suatu negara memindabkan
kelruasaan pajak dan belanja dari pemerintah pusat ke pe_ intah daerah (World
Dengan adanya desentm1isasi fiskal maka kebijaksaman dari
Bank, 2003).
pemerintah daerab diijinkan berbeda dalam rangka memenuhi preferensi
penduduk.
Menurut Sopebkcbai (2001) di Thailand terdapat beberapa aspek dalam
densentm1isasi PerIama, Organisasi dan Administrasi. Pemerintah daerah
mempunyai
kebebasan untuk mengatur
pembangunan dan menyediakan
pelayanan publik menurut kebutuhan konstituen dan komunitas lokal mereka.
Administrasi daerah dapat memfurmulasi rencana pembangunan, kebijaksanaan
persona1ia, dan kebijakan anggaran dan finansial. Konstitusi menjamin semua
penguasa lokal hams dipilih dan dapat bekerja selama empat tahun. Kedua, Tugas
dan Tanggung jawab. Penguasa lokal bertanggungjawab untuk pembangunan dan
konservasi sumberdaya alam dan lingkungan komunitas lokal. Pemerintab pusat
akan mentransfer fungsi yang diperlukan termasuk penyediaan pelayanan publik
ke pemerintah daerab. Ketiga, Partisipasi Publik.
Konstitusi mengindikasikan
rakyat lokal dapat memonitor, mengontrol dan mengevaluasi basil dan
performance
dari
mempromosikan
administrasi
partisipasi
lokal.
masyarakat
Adalah
dalam
tugas
pemerintah
konservasi
dan
untuk
proteksi
16
sumberdaya aIam dan ling1rungan. Rakyat dapat menggugat setiap pejaboIlokal
dan organjsasi yang gagal mencapai fungsi yang dirugaskan Ice mereka.
Desentralisasi mempunyai pengaruh positif dan negatiL Roy BahI (2003)
mengidentifikasi kelebihan dan jnga kelemahan desentralisasi sebagai berikut.
Kelebihan desentralisasi :
1. Kesejabteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik
akan lebih cocok dengan permintaan penduduk.
2. Pemerintah daerab lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa
yang disediakan.
3. Penduduk memiliki keinginan untuk membayar yang lebih tinggi atas barang
dan jasa publik karena preferensi merem lebih dihargai.
4. Pendapatan pemerintah akan lebih tinggi karena pemerintah daerah lebih
mengenal objek pajak lebih baik sebingga pendapatan dari pajak lebih tinggi
Sedangkan kelemaban desentralisasi adalah:
1. Kontrol terhadap infIasi menjadi lebih sulit karena pengeluaran oleh
pemerintah daerah lebih sulit dikendalikan.
2. Usaha untuk mengoptimalkan sumber dana dalam pembangunan industri dan
infrastruktur publik akan lebih sulit.
3. Ketimpangan antar daerab menjadi lebih tinggi.
Sedangkan
Martinez
(2001)
menyatakan
bahwa
desentralisasi
berhubungan dengan efisiensi. distribusi sumberdaya regional dan stahilisasi
ekonomi makro. Pelaksa naan desentralisasi akan memperbaiki efisicnsi ekonomi
dan distribusi sumberdaya regional tetapi akan
mempersulit stahilitas ekonomi
makro. Secara imernasional desentralisai akan teIjadi eli negara yang mempunyai
17
peududuk banyak dan luas wilayah yang 1uas, populasi yang beragam, dan
mempunyai ekonomi yang tinggi sedangkan oegara yang sedang peraog atau
.....ang menghadapi petaDg akan lebib lersentra1isasi
Kalau secara teori desetralisasi secara jelas telah menjeJaskan manfiurt dan
kerugian 、・ウョエイ。ャゥセ@
demikian juga penelitian empiriIc mendukung aspek-aspelc
posiill; waIaupun bssil penerapan desentraIisasi tidak semua sarna lergantung
pada faktor di masing-masing daerah tersebut. Di Tanzania, desentraIisasi
meningkalkan partisipasi masyarakat daIam perencanaan pertanian dan kontruksi
fasilitas sosiaI, serta meningkat1can akses masyarakat terbadap kesebatan, air
bersib dan peudidikan dasar (Mara, 1990). Di China desentraIisasi mempunyai
pengaruh ke pertumbuban ekonomi melalui dampak desentraIisasi fiskaI pada
efisiensi
・ォッョセ@
desentraIisasi sumberdaya regional dan stabilitas makro
ekonomi (Martinez (2001). Peogaruh positif dati desentraIisasi ke pertumbuban
ekonomi juga disebabkan karem pengaruhnya pada pembersntasan korupsi
Peogaruh desentralisasi pada pembersntasan korupsi juga ditemukan eli Thailand
Partispasi rakyat telab membual Pemerintab daerah mejadi lebib baik dan
berlrurang level korupsinya
Hsッーィ・ォ」セ@
2001). Sedangkan Faquet (2000)
menemukan babwa desentraIisasi lelab merubab prioritas investasi dati
infrastruktur ke pendidikan, sarana air dan sanitasi dan pertanian.
2.2.3.
Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Sistim fiskaI eli Indoensia yang dikembangkan pada deleade 70 an
merupakan sistim yang tersentraIisasi Pemerintab daerah mendapat dana dari
pemerintab pusat berupa dana DIP (Daflar lsian Proyek) dan dana Inpres.
Terdapat berbagai jenis Inpres baik sebagai bantuan untuk level pemerintaban
18
yang khusus (misalnya: kabupateD, provinsi, dan desa) maupun sebogai baotuan
program-program sektoral (pembangunan sekolah dasar, kIinik kesebatan,
penghijauan, pasar, jalao, jembatan dan air minum). Dengan sistim yang demikian
pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Selama 198411985
sampai densan 1990/91 konlribusi PAD (pendapatan Asli Daerah) banya 30"10
terbadap total pengeluaran daerah (Hirawan, 1993). Sistim iDi perlu direvisi
karena kemampuan kellangan pemerintah pusat yang menuruD dan pemerintah
daerah perlu didorong untuk mencukupi ke1l8ngaDDya dari sumber dayanya
sendiri (Booth, 1988). Se1ain itu Indonesia sudah selayabya menetapkan
deseDlralisasi karena beberapa faktor yang mendukungnya, yaitu jumlah
penduduk yang banyak dan wilayah yang 1uas, adanya perbedaan antar daerah dan
sudah berkembangnya ekODOmi masyarakat.
Secara funna!, deseDlralisasi di Indonesia sudah mulai di1aksanakan
dengan adanya Undang-Undang No.5 Tabun 1975 tentang pemerintahan daerab,
namun demikian aluran hukum ini tidal< diikuti oleh pembiayaan yang jelas
sehiDgga deseDlralisasi tidal< terlaksana di 1apangan (Mahi. 2001). Demikian juga
perencanaan pembangunan dari bawah yang dimulai pada tahun 1980 kurang
berja1an efektif ktuena pada pengambilan keputusan akhir di Bappenas,
pemeriDtah daerah tidak terlibat.
Perencanaan yang dimulai dari tiDgkat
kecamatan, ke kabupaten, terus ke propinsi dan akhimya ke pusat dibawab
.
koordinasi Bappenas, pada tahap pengambilan keputusan akhir pemeriDtah daerah
tidak terhbat (Firtz, 2000). PernyataaD Firzt mungkiD tidal< sepenuhnya benar,
karena IDSlaDsi Sektoral dan Bappeda terlibat dalam pengambilan keputusan di
Bappenas,
namlln demikian mengiDgat
kuatnya peron Bappenas dalam
19
pengambilan keputusan lelsebut maka sentralisasi perencanaan pembangunan
lebib terasa.
Desentralisasi yang setwang diberlalrukan deogan landasan UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 berbeda. Penyeraban sebagaian besar
urusan pemerintahan dari pemerintah pusat Ire pemerintah daerah yang dilaIrukan
melalui UU No. 22 Tahun 1999 diikuti oleh desentralisasi pembiayaan melalui
UU No. 25 Tahun 1999. Dengan adanya konsistensi antara kewenangan dan
keuangan te"",but, diperkirakan otonomi daerah akan dapat berjaJan secara lebib
efektif (Mahi, 2002).
Pacla intinya UU No. 22 Tahun 1999 mendesentralisasikan kewenangan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan dan
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan kepacla pemerintah daerah,
sedangkan UU No.25 Tahun 1999 merubah secara mendasar keseimbangan
kenangan pusat dan pemerintah daerah mela1ui pembagian basil (revenue sharing)
baik dari pendapatan pajak maupun non pajak. Untuk mengetahui ketentuanlretentuan desentralisasi sebagaimana diatur dalam kedua undang-undang tersebut
berikot ini akan diuraikan latar belakang, kewenangan dan sumber-sumber
keuangan daerah menurut kedua undang-nndang tersebut.
2.2.3.1. Latar Belakang Pelaksanaan DesentraJisasi
Datam konsideran UU No. 22 Tahun 1999, disebutkan bahwa kecuali
merupakan amana! UUD 45 desentralisasi dilaksanakan sebagaijawaban terhadap
keada3D baik kondisi dalam negeri maupun tantangan global Untuk menghadapi
20
perkembongan keadaan tersebut dipandang perin UDtuk memberikan kewenaDgan
yang luas, nyata dan bertangguDgjawab kepoda daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengatunm, pembagian dan pemanfaalJm sumberdaya
nasional serta perimbongan keuangan pusat dan daenIh.
Desentraliasi
perlu
dilaksanakan
agar
pemerintah
pusat
dapat
berkonsentrasi pada hal-hal yang strategis, sementara pemerintab daerah dapat
menangani urusan pembangunan yang sifatnya rutin. Desentralisasi juga perin
diberikan karena wilayah Indonesia demikian luasnya sehingga apabila
pengelolaan pemerintahan dan ekonomi dilaksanabn secara sentralisasi maka
potensi daerah tidak bisa tergarap dengan baik dan pengelo1aannya menjadi tidak
sesuai dengan keadaan.
Dengan demikian desentraliasi mengandung barapan
babwa dengan pemberian kewenangan yang luas kepoda daerah maka pusat dan
daerah akan secara bersama-sama dapat mengotasi masa1ah-masalah domestik dan
internasional seperti tuntutan pembagian basil sumberdaya yang lebib adil,
persaingan ekonomi internasional yang lebib ketat, dan perkembangan ekonomi
serta kesejabteraan yang lebib tinggi. Kewenangan yang lebib besar pada daerah
diharapkan juga akan memungkinkan daerah mengembangkan ekonominya sesuai
dengan potensi yang dimiliki, peluang yang terbuka dan kendala yang dihadapi
o1eh masing-masing daerah
Daerah diharapkan akan dapat mengembangkan
ekonominya sesuai dengan keunggnlan komparatif yang dimiliki dan kemudian
terjadi sinergi antar daerah dalam perekonomian nasional
2.2.3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pasal tujub UU No.22 Tahun 1999 menyeboikan babwa kewenangan
daerah mencakup keweuangan dalam selurub bidang pemerintaban kecuali
21
kewenangan dalam bidang polilik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter dan liska!, agama serta kewenangan bidang lain.
Yang
dimaksud kewenangan bidang lain kemudian diterangkan dalam pasa1 delapan
UU yang sama,
meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional
dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan, sistem
administrasi negara dan lembaga perekonomian negara" pembinaan dan
pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Sedangkan
kewenangan propinsi diatur dalam UU ini pada pasal sembilan, mencakup
kewenangan daIam bidang pemerintah yang bersifat lintas kabupaten dan kola,
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainoya.
Kewenangan
propinsi sebagai daerah otonom tennasuk kewenangan yang tidak atau belurn
dapat dilaksanakan daersh kabupaten dan daerab kola. Sedangkan kewenangan
propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur selaku waltH pemerintah.
Dengan berla1runya UU No. 22 Tabun 1999 ini maka kedudukan
pemerintah daerah kabupatenlkota menjadi sangat strategis, dimana pelaksanaan
pembangunan sehari-hari yang berupa proyek-proyek pembangunan sebagian
besar dilal