Konversi hutan rakyat di das ciliwung hulu, kabupaten bogor: analisis land rent dan jasa lingkungan

KONVERSI HUTAN RAKYAT
Dl DAS ClLlWUNG HULU, KABUPATEN BOGOR
(Analisis Land rent dan Jasa Lingkungan)

SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESlS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Konversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung
Hulu. Kabupaten Bogor (Analisis Perbedaan Land rent dan Jasa Lingkungan)
adalah karya saya senditi dan belum diajukan dalarn bentuk apapun kepada
perguruan tinggi rnana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbian maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Maret 2006
Agus Astho Pramono
NRP A155030081


ABSTRAK

AGUS ASTHO PRAMONO. Konversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung Hulu,
Kabupaten Bogor (Analisis Land Rent dan Jasa Lingkungan). Dibimbing oleh
ERNAN RUSTIADI, dan AKHMAD FAUZI.
Penelitian ini bemsaha untuk menjawab sebagian dari permasalahan
konversi lahan di DAS Ciliwung hulu yaitu: 1) mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan penggunaan lahan petani untuk hutan rakyat, 2)
membandingkan economic land rent usaha hutan rakyat dengan usahatani
lainnya, dan 3) mengidentiikasi manfaat keberadaan hutan dan nilai jasa
lingkungan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hutan
rakyat dipengaruhi secara nyata oleh kemiringan lahan dan pekerjaan utama
pengelola lahan. Di Desa Tugu Utara dan Batulayang dengan topografi lahan
yang lebih curam, masyarakat lebih merasakan manfaat tanaman hutan untuk
upaya konse~asilahan, penghijauan dan kenyamanan. Di Gadog dan
Sukakarya masyarakat merasakan manfaat hutan untuk diambil kayu dan
buahnya. Penggunaan lahan untuk agroforestri memiliki opportunity cost yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lainnya, yaitu untuk budidaya
padi, ubi cilembu, bawang daun, pemukiman dan villa. Konversi hutan rakyat di
DAS Ciliwung hulu meningkatkan land rent yang jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai jasa lingkungan hutan rakyat yang hilang yang dirasakan
masyarakat setempat. 0leh karena itu upaya pengendalian konversi tidak dapat
bertumpu pada inisiatif masyarakat setempat saja.
Kata kunci:

agroforestri, konversi lahan, DAS Ciliwung,
lingkungan hutan

land rent, jasa

O Hak cipta milik Agus Astho Pramono, tahun 2006

Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip d m memperbanayak tanpa izin tertulis dari
Insiitut Pertan ;an Bogor, sabagion atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak,fotokopi, mikroflm, rlan sebagainya

KONVERSI HUTAN RAKYAT Dl DAS CILIWUNG HULU,
KABUPATEN BOGOR
(Analisis Land rent dan Jasa Lingkungan)


AGUS ASTHO PRAMONO
NRP. A155030081

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

: Konversi Hutan Rakyat d i DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor

(Analisis Land Rent dan Jasa Lingkungan)
Nama


: Agus Astho Pramono

NRP

: A 155030081

Disetujui
Komisi Pembimbing,

3-

Dr. Ir. Em

Rus

'

i. M.Aor.


Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu-ilmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan

Prof. Dr. lsang Gonarsyah

Tanggal Ujian: 7 Meret 2006

da Manuwoto, M.Sc.

Tanggal lulus: 2 9 MAR 2006

Prakata
Puji syukur kehadirat Allah SVVT atas rahmatNya hingga tesis yang berjudul
Konversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor (Analisis
Perbedaan Land Rent dan Jasa Lingkungan) ini terselesaikan. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih sebagai

penghargaan tertinggi kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku ketua
komisi pembimbing, dan Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. sebagai anggota komisi
pembimbing atas arahan, bimbingan

dan kesediaannya meluangkan waktu di

antara jadual kerjanya yang sangat padat.
Terima kasih kepada Bapak "Profesor" Badri di Desa Tugu Utara, Ketua
Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar yang juga Ketua Kelompok Tani Hutan
Kecamatan Cisarua, yang penuh semangat, dedikasi dan inovasi untuk lingkungan
DAS Ciliwung dan masyarakat kecil. Beliau sangat banyak membantu dalam
mengumpulkan data dan mengenal petani Tugu Utara. Obrolan-oborlan yang asyik
tentang riwayat hidup dan harapan-harapanya memberikan pelajaran hidup dan
makna yang dalam bagi penulis.
Terima kasih kepada Bapak Yaman, ketua Kelompok Tani Cimandala di
Desa Batulayang. Bapak H. Jamaludin ketua kelompok tani di Desa Gadog, atas

bantuannya dalam mencari responden dan menemani penulis selama wawancara.
Kepada saudara lwan, pemuda yang penuh harapan dan cita-cita untuk
mengorbitkan kelompok tani yang dipimpinnya. Teruslah maju. gapailah. Terima
kasih atas tumpangan menginap dan segala bantuan selama penelitian di Desa
Sukakarya.
Terima kasih kepada semua rekan-rekan PWD 2003 yang selalu kompak,
sama-sama berjuang, saling mengisi dan membantu, serta atas persahabatan yang
terbangun sejak sama-sama memulai belajar di PS PWD.
Terima kasih dengan penuh sayang teruntuk istriku tercinta Titin
Widiayastutiningsih yang cfengan sabar dan penuh perhatian menemani, memberi
semangat selama perencanaan dan penyususnan tesis, dan anak-anakku Avi dan

Anang yang memberi semangat dan harapan yang tertanam dalam, walau tanpa
ungkapan kata-kata, dan segalanya dari istri dan anak-anakku yang tidak bisa
penulis uraiakan, dan lebih dari yang bisa untuk diungkapkan dalam lembaranlembaran kertas tesis ini.
Juga tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat di
Balai Litbang Teknologi Perbenihan Bogor khususnya Bpk Jaenal Abidin, Bpk Danu.
dan kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung
selama


perencanaan,

pelaksanaan di

lapang,

pengolahan data,

sampai

terselesaikannya tesis ini. Semoga Allah memberi balasan yang berlipat. Amin.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini banyak terdapat kekurangan namun
selalu berharap tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Bogor, Maret 2006
Agus Astho Pramono

Penulis lahir di Kecamatan Srurnbung, Kabupaten Magelang pada tanggal 26
Agustus 1965. Terlahir sebagai anak kedelapan dari sepuluh bersaudara pada
keluarga Abdoelmadjid H. dan Siti Soetilah. Selepas ayahandanya pensiun dari

pegawa negeri, penulis tinggal dan dibesarkan di Kota Temanggung.
Penulis rnengawali sekolah formal di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4
Temanggung pada tahun 1971 - 1977. Kernudian melanjutkan belajar hingga tahun
1991 di Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) Negeri I Ternanggung. Pada
tahun 1991 penulis'masuk ke Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) Negeri I
Ternanggung hingga lulus pada tahun 1984
Selepas dari SMA rnelalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru)
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada Fakultas Biologi
angkatan tahun 198411985. .Studi di universitas ini diselesaikan punulis pada tahun
1991 pada Jurusan Biologi Lingkungan. Pada tahun 1994 penulis diterima sebagai
pegawai negeri di Departemen Kehutanan dan diternpatkan di Balai Teknologi
Perbenihan, Bogor. Pada tahun yang sarna penulis menikah dengan Titin
Widiyastutiningsih.
Sebagai peneliti yang bergelut di bidang perbenihan penulis aktii mengikuti
seminar-seminar, dan aktii menulis artikel semi populer maupun tulisan ilmiah di
beberapa majalah kehutanan antara lain: Tekno Benih, Buletin Perbenihan, Majalah
Kehutanan Indonesia, Surili, dan Duta Rimba. Pada tahun 2003 bapak dari Aisyah
Asti Averossy dan M. Rasyad Pangestu Jati ini melalui seleksi tertulis mendapatkan
beasiswa dari BAPPENAS untuk belajar di Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian
Bogor dengan Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................

XV

I.

PENDAHULUAN
1


1.2.

3

1.3
1.4.
1.5.
II.

..............................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................
Ruang Lingkup Studi ................................................................
Tujuan .....................................................................................
..
....................................................................
Kegunaan Penel~t~an

1.1. Latar Belakang

5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA

.................................................................................

2.1

Land rent

2.2

Tata Guna Lahan..........................................

7

2.4.

...........................
Konversi Lahan...............................................................................
Pengertian Hutan Rakyat ..............................................................

2.5.

Deforestasi dan Jasa Lingkungan Hutan bagi DAS

17

2.6.

Pengelolaan Hutan untuk

20

2.7.

Wilingnes to pay untuk Keberadaan Hutan ..................................

21

2.8.

Kondisi Penggunaan Lahan DAS di Bogor.....................................

2.9.

Rencana Tata Ruang Kawasan DAS Ciliwung Hulu. Kab. Bogor...

22
24

2.3.

......................
Konse~asiLahan DAS ........................

10
12
14

Ill. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.

Kerangka Pemikiran

.....................................................................

27

.................................................................

30

3.2. Data dan Sumber Data

3.2.1. Data Sekunder.....................................................................

30

3.2.2. ObseNasi Lapangan............................................................

30

3.2.3. Wawancara .....................................................................

30

3.3. Metode Pengambilan Contoh

31

3.4.

........................................................
Pengolahan dan Analisa Data ......................................................

32

3.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh
TerhadapPenggunaan Lahan untuk Hutan Rakyat...............
3.4.2. Analisis Economic Land Rent................................................

32
33

3.4.3. Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan dan Manfaat
Hutan ....................................................................................

34

3.4.4. Analisis Kesediaan Membayar (Wilingness to Pay)
terhadap Perbaikan Lingkungan.......................................

34

IV. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1.. Kondisi Umum Lokasi Penelitian......................................................

4.2

4.1.1. Karakteristik Fisik Lahan DAS Ciliwung Hulu........................

37

4.1 .1.1. Kecamatan Cisarua................................................

38

4.1.1.2. Kecamatan Megamendung....................................

39

4.1.2. Penguasaan dan Penggunaan Lahan...................................

39

4.1.3. Kependudukan......................................................................

42

4.1.4. Pertanian...............................................................................

45

4.1.5. Hutan Rakyat .......................................................................

47

4.1.6. Konversi Lahan.....................................................................

50

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan
Lahan untuk Hutan Rakyat...............................................................
53
5.2.1. Karakteristik Unit Contoh.......................................................

53

5.2.2. Karakteristik Responden ......................................................

56

5.2.3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Agroforestri ..................

59

4.3. Analisis Perbedaan Economic Land Rent.........................................
4.4.

4.5.

37

62

Persepsi Masyarakat Petani terhadap Lingkungan dan Hutan.......

64

4.4.1. Persepsi tentang Lingkungan dan Konversi Hutan...............

64

4.4.2. Persepsi Masyarakat tentang Manfaat Hutan.......................

65

4.4.3. Persepsi terhadap Usaha Wanatani.....................................

67

4.4.4. Pilihan Penggunaan Lahan..................................................

68

Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan (Willingness to pay)............

70

4.5.1. Karakteristik Responden.......................................................

70

4.5.2. Nilai Jasa Lingkungan...........................................................

70

4.6. Perbandingan Land Rent dan Jasa Lingkungan..............................

74

4.7. Peran Kelembagaan

76

V . SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ..........................................................................................

81

5.2. Saran................................................................................................

82

Daftar Pustaka .........................................................................................

84

Lampiran........................................................................................................

89

DAFTAR TABEL
No

Teks

Halaman

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian..................
Karakteristik fisik lahan pada lokasi penelitian...................................
Jumlah hotel di ~ecamatanMegamendung dan Cisarua tahun

2003....................................................................................................
Jumlah villa di empat desa lokasi penelitian pada tahun 2004..........
Perambahan lahan pekebunan teh oleh masyarakat........................

Jumlah penduduk tahun 1999-2005dan jumlah rumah tangga di
DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor..............................................
Jumlah penduduk menurut tingkat pendididkan di Kecamatan
Megamendung dan Cisarua tahun 2003............................................
Jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan
Megamendung dan Cisarua tahun 2003............................................

.

Banyaknya rumah tangga rumah tangga pertanian dan rumah
tangga petani gurem di Kecamatan Cisarua dan Megamendung......
Luas penggunaan dan status lahan rumah tangga pertanian di
Cisarua dan Megamendung Tahun 2003...........................................
Luas areal dan produksi hutan rakyat beberapa jenis tanaman di
DAS Ciliwung hulu.............................................................................

12. Luas (ha) dan laju pertumbuhan (%) penggunaan lahan di Kec.
Cisarua. dan Megamendung antara tahun 1995 dengan 2003..........
Karakteristik lahan responden............................................................
Karakterisitik pengelola lahan.............................................................
Karakteristik pengelola lahan berdasar luas lahan.............................
Karakteristik pengelola lahan berdasar jumlah persil yang
dikelola................................................................................................
Persepsi dan pengetahuan responden tentang manfaat hutan .........
Persepsi dan pengetahuan responden tentang usaha wanatani.......
Struktur responden VVTP....................................................................
Nilai konversi kebun campur ke penggunaan lahan lain yang tidak
berhutan di Kecamatan Cisarua.........................................................
Nilai konversi kebun campur ke penggunaan lahan lain yang tidak
berhutan di Kecamatan Megamendung.............................................

xiii

DAFTAR GAMBAR
No

Teks

1.

Kurva biaya yang menggambarkan konsep land rent........................

8

2.

Kerangka pemikiran tentang konversi hutan rakyat di DAS Ciliwung
hulu.....................................................................................................

29

Penggunaan lahan yan2 dikuasai rumah tangga pertanian di
Kecamatan Cisarua (m ).....................................................................

46

Penggunaan lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian di
Kecamatan Megamendung (m? .........................................................

46

Kondisi penggunaan lahan pada tahun 1997 dan 2003 di
Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua.................................

54

Persepsi responden terhadap perkembangan kondisi lingkungan di
wilayah Puncak..................................................................................

65

Pilihan utama penggunaan lahan (pada lahan-lahan yang selama
ini dikembangkan sebagai lahan pertanian Iperkebunan) di Kec.
Cisarua dan Kec. Megamendung.......................................................

69

Pilihan utama penggunaan lahan (pada lahan-lahan yang selama
untuk agroforestri)
di Kec. Cisarua dan Kec.
ini dikembangkan
.
Megamendung....................................................................................

70

Kurva penawaran atas perbaikan kualitas lingkungan di DAS
Ciliwung hulu..................................... :................................................

73

3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.

Halaman

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
No

Teks

Halaman

1.

Karakteristik lahan dari sampel penelitian..........................................

90

2.

Karakteristik responden dan niali W P ...............................................

95

3.

Karakteristik pengelola lahan................................... :..........................

100

4.

Analisis korelasi Pearson terhadap faktor-faktor yang diduga
berpengaruh terhadap penggunaan lahan untuk agroforestri...........

102

Out put analisis regresi logit (SPSS 11-5) terhadap faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap penggunaan lahan untuk
agroforestri..........................................................................................

105

Out put analisis regresi logit (SPSS 11,5) terhadap faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap nilai W P ...................................

108

Persepsi dan pengetahuan responden tentang wanatani dan
lingkungan di DAS Ciliwung hulu........................................................

112

5.

6.

7.

I. PENDAHULUAN
1.I. Latar Belakang
Secara umum tujuan dari perencanaan penggunaan lahan

&pat

dikelompokkan dalam efisiensi, pemerataan dan keberlanjutan. Untuk tujuan
efisiensi pen$gunaan lahan hams layak secara ekonomi, oleh karena itu tujuan
dari perencanaan adalah untuk membuat penggunaan lahan efektii dan
produktii. Selain itu penataan ruang juga harus merupakan petwujudan keadilan
dan rnelibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang
disusun haruslah dapat diterima oleh masyarakat (Dent 1993; Rustiadi et a/.
2003). Di Indonesia rencana pemanfaatan ruang sering tidak bisa dijalankan
oleh rnasyarakat karena masyarakat tidak menerima insentif ekonomi untuk
mengirnplentasikannya. Seperti yang tejadi pada kawasan DAS, berbagai
penelitian menunjukkan bahwa hutan yang berada di kawasan hulu perlu
dipertahankan eksistensinya karena memiliki fungsi hidrologis. Namun banyak
bukti menunjukkan bahwa perubahan praktek pehggunaan lahan dalam
penutupan hutan di DAS hulu seringkali mengakibatkan degradasi lahan, yang
tidak terkernbalikan lagi (irreversible), yang menurunkan nilai produktivitas lahan
hutan itu sendiri, dan juga aktivitas produksi di wilayah hilir, seperti fasiliias
tenaga air, proyek irigasi, dan perikanan yang sebagai akibat pelurnpuran
serta banjir (Aylward et a/. 1995; Kidd dan Pimental 1992).
Alikodra dan Syaukauni (2004) menyebutkan bahwa seha~sny.32535% dari satuan luas suatu wilayah adalah hutan dengan fungsi sebagi
penyangga kehidupan dan ekosistem wilayah bersangkutan. Menyadari ha1
tersebut, maka hampir di setiap perencanaan tata ruang selalu ada alokasi
lahan untuk hutan di daerah hulu, tetapi implementasinya sangat sulit
dilaksanakan. Kondisi di lapartg menunjukkan bahwa banyak kawasan hutan di
hulu, yang lahannya subur, telah beralih fungsi. Hutan yang dimiliki masyarakat
pada umumnya hanya berkembang di areal-areal lahan kering dimana budidaya
hutan bukan

pilihan utama.

Hal ini terjadi karena optimasi lahan yang

dilakukan oleh otoritas publik yang tertuang dalam rencana tata ruang seringkali
tidak sejalan dengan optimasi lahan yang secara sederhana dilakukan oleh
petani.
Demikian halnya di Bogor, karena land rent yang semakin meningkat
maka opporfunity cost masyarakat untuk mempertahankan lahannya dalam

bentuk hutan rakyat (pekarangan atau talun)

menjadi tinggi, sehingga

masyarakat lebih memilih memanfaatkan lahannya untuk aktifitas yang lebih
menguntungkan. Dalam ha1 ini konversi terjadi karena perbedaan economic
land rent, rente yang kecil dari penggunaan kehutanan mengakibatkan sulit
dicegahnya para pemilik lahan yang mengkonversi lahan berhutannya ke
penggunaan lain. Demikian pula dengan meningkatnya jumlah anggota
kelompok pendapatan menengah ke atas di wilayah Jabotabek mengakibatkan
besarnya permintaan terhadap sarana pemukiman. Beberapa dasawarsa
terakhir, meningkatnya permintaan lahan untuk tempat pemukiman, industri
wisata, dan lahan pertanian intensl di DAS Ciliwung hulu mengakibatkan
perubahan cepat terhadap hutan. Hutan milik masyarakat berangsur-angsur
menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil.
Sumbangan keberadaan hutan sebagai pendukung kehidupan dan
kesejahteraan manusia sangatlah besar, namun sebagian besar manfaatnya
berupa jasa lingkungan. Sayangnya manfaat ini tidak bisa diiangkap secara
finansial oleh pengusaha hutan rakyat karena gagal ditransaksikan di dalam
sistem ekonomi pasar. Selain itu, masa menunggu panen dari hutan yang
meningkatkan ketidakpastian usaha menyebabkan usaha hutan rakyat menjadi
kurang menarik minat para investor.
Dengan

semakin

menyempitnya

lahan-lahan

konsewasi

dan

meningkatnya kerusakan lingkungan di Jabotabek, dan diikuti dengan
berulangnya bencana alam yang berawal dari sungai, kini tiba saatnya laju
degradasi lahan DAS di hulu haws dihentikan. Untuk itu perlu dilakukan upaya
konsewasi lahan DAS hulu melalui pengendalian konversi dan pengembangan
hutan. Upaya pengendalian konversi dan pengembangan hutan yang hanya
dilakukan oleh pemerintah pada lahan milik negara atau BUMN tidaklah cukup
untuk mengatasi pennasalahan degradasi lahan DAS yang ada. Dewasa ini
keterlibatan masyakat untuk mengembangkan hutan menjadi suatu pilihan yang
tidak bisa dihindari. Namun upaya ini menghadapi kendala besar karena
konversi lahan hutan milik masyarakat akan terus berlanjut selama usahatani
hutan rakyat kurang menguntungkan dibanding dengan penggunaan lahan
untuk keperluan lainnya. Untuk mengatasi ha1 ini, salah satu strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan mekanisme insenti untuk menjembatani perbedaan
nilai ekonomi dari lahan berhutan dengan lahan untuk usaha komersil lainnya
atau melalui kebijakan perpajakan. Sistem insentif ini dapat dikembangkan

melalui pelembagaan transaksi jasa lingkungan. Dengan demikian konversi
lahan dapat ditekan, atau hutan rakyat akan menjadi suatu pilihan usaha yang
lebih menarik. Sebagai bahan pertirnbangan dalam kebijakan ini diperlukan
suatu kajian tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi hutan
rakyat, terutama kaitannya dengan land rent dan nilai jasa lingkungan.
1.2. Perurnusan Masalah
Bogor sebagai bagian dari pertumbuhan metropolitan Jabodetabek
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) terus mengalami pertumbuhan
penduduk yang cepat. Persaingan antara pertumbuhan populasi yang cepat
dengan terbatasnya sumbeidaya alam yang tersedia telah mengarahkan
kepada

meningkatnya tekanan terhadap lahan, dengan konsekuensi

meningkatnya erosi tanah, fun off, pendangkalan sungai, banjir, dan
kekeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pemukiman
di Bogor terus meningkat dan menjadi faktor terbesar yang mendorong
terjadinya konversi lahan, Gemampuan fungsi DAS di Bogor juga terus menurun
dalam mempertahankan fungsi hidrologisnya, dan luas lahan kritis terus
meningkat, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2001 lahan
kritis ini 62,86%-nya terjadi di luar kawasan hutan negara (Janudianto 2004;
Heika12004; Suwamo 2004).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor telah
membuat suatu Rencana Pemanfaatan Ruang di Bogor yang meliputi kawasan
lindung, kawasan budidaya, sektor-sektor prioritas dan sektor penunjang
(BAPEDA Kabupaten Bcgor 2003). Sebagaimana halnya dengan perencanaan
pembangunan yang pada umumnya dilakukan di Indonesia implementasi
merupakan salah satu perrnasalahan yang pelik. Semakin menurunnya kualias
lingkungan seperti tersebut di atas merupakan salah satu akibat dari lemahnya
implementasi. Upaya untuk mempertahankan wilayah-wilayah DAS yang rapuh
terhadap degradasi lahan sebagai lahan konse~asiatau kawasan resapan air.
misalnya mempertahankan hutan di lahan bsyarakat atau mempertahankan
kawasan terbuka hijau menjadi sult direalisasikan, karena jasa lingkungan yang
dihasilkan dari keberadaan hutan rnerupakan barang publik di mana
masyarakat kurang mendapatkan insenti untuk memberikan konstribusi
terhadap penyediaan dan pengelolaannya.

Menurut Whiteman (2003) investasi dalam penanaman hutan oleh
sektor swasta sangat dipengaruhi oleh pertimbangan untuk memilih investasi
alternatii. Terlepas dari beberapa perkecualian, tanaman hutan tumbuh relatif
lambat dibanding tanaman pertanian lainnya, panen kayunya hanya sekali di
akhir daur, dan harga produk hutan dipengaruhi oleh kompetisi dengan bahan
lain. Lebih jauh, karena pengelolaan hutan memerlukan jangka waktu yang
lama, resiko untuk investasinya ,manjadi suatu penghalang bagi investor
potensial. Karakteristik ini, merupakan hambatan untuk menghasilkan untung
dari pengelolaan hutan, ha1 ini menyurutkan harapan para investor. Di DAS
Ciliwung hulu yaitu di kawasan Puncak yang me~pakandaerah wisata
perrnintaan lahan untuk sarana wisata, pemukiman dan pertanian intensif
sangat tinggi sehingga opportunity cost usahatani hutan rakyat menjadi tinggi.
Namun, beberapa laporan juga menunjukkan bahwa di beberapa daerah
di luar Jawa pengembangan hutan rakyat dengan mengandalkan keunggulan
komparatifnya temyata mampu memajukan pelkernbangan daerah dan
kesejahtaraan masyarakat, antara lain kebun damar di Pesisir Krui kebun durian
campuran di gunung Palung Kalimantan Barat, sistem agruforesst "ternbawang'
di Kalimantan Barat, atau kebun karet campuran di Jambi dan Sumatra Selatan
(Momberg 2000; Salasfsky 2000; Gouyon et a/. 2000). Demikian juga dengan
hasil penelitian Hutapea (2005) yang menemukan bahwa hutan rakyat
(agrofoestry) di DAS Ciliwung hulu secara finansial sebenamya layak dan
menguntungkan. Sehingga sampai saat ini di

beberapa tempat di DAS

Ciliwung, hutan rakyat masih mampu bertahan. Dengan demikian perlu
diketahui lebih jauh seberapa besar potensi ekonomi dari hutan rakyat di DAS
Ciliwung hulu dalam peranannya sebagai pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan pendapatan masyarakat. Apakah menariknya usaha alternatif
merupakan penyebab utama yang menentukan keputusan petani untuk
mengkonversi hutan rakyat, atau karena adanya faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya ?
Pada situasi di mana usahatani hutan rakyat tidak memberikan
keuntungan yang kompetitii diperlukan suatu kebijakan yang dapat memacu
keterlibatan sektor swasta agar mau mengembangkan hutan dan mencegah
konversi hutan rakyat. Untuk itu, kebijakan pemberian insenti kepada pengelola
hutan atau menciptakan pasar untuk jasa lingkungan hutan seharusnya mulai
dipertimbangkan di wilayah Jabodetabek. Masyarakat telah rnerasakan bahwa

pelurnpuran dan banjir kirirnan yang disebabkan oleh rnelernahnya fungsi
hidrologis dari DAS Ciliwung hulu yang terjadi selarna ini telah banyak
rnengakibatkan kerugian di wilayah hilir. Dengan dernikian, jasa hutan sebagai
pelindung lahan DAS yang selarna ini tidak terkuantifikasi dan dihargai secaw
ekonomi selayaknya rnulai mendapatkan penghargaan b e ~ p apernbayaran
kepada pelaku penanarnan hutan di wilayah DAS hulu, sehingga petani akan
rnerniliki insentif untuk rnernpertahankan dan rnengernbangkan hutan di lahan
rniliknya. Dalam ha1 ini, seberapa besar penghargaan rnasyarakat terhadap
keberadaan hutan merupakan faktor penting yang perlu dipertirnbangkan.
Transaksi tidak akan berjalan baik

apabila masyarakat sendiri rnerniliki

kecenderungan rnenghargai surnber daya

hutan terlalu rendah (under

valuation), sehingga kesanggupan rnasyarakat untuk rnernbeli jasa lebih k&il
dari nilai opportunity cost dari rnernpertahankan hutan.
Berkaitan dengan upaya rnencegah laju konveni dan rnengernbangkan
hutan rakyat rnelalui rnekanisrne insentif atau perdagangan jasa lingkungan
maka dapat dirurnuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar peranan usahatani hutan rakyat sebagai pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan pendapatan keluarga petani, dan apakah yang
rnelatarbelakangi keputusan petani untuk melakukan usahatani hutan rakyat
atau rnengkonveninya.

2. Berapa nilai jasa lingkungan yang diiimbulkan oleh hutan rakyat baik jasa
lingkungan yang bisa dinikrnati langsung oleh rnasyarakat seternpat.
maupun yang dirasakan rnanfaatnya oleh masyarakat di wilayah hilir.
3. Bagairnana persepsi dan penghargaan rnasyarakat terhadap keberadaan

hutan di DAS hulu.
4. Seberapa besar keuntunganl kesempatan yang hilang yang dihadapi petani

di DAS Ciliwung hulu apabila rnereka rnernutuskan untuk menanarn hutan
atau rnernpertahankan hutan yang ada, yang didasarkan pada perbedaan
nilai ekonorni dari lahan berhutan dengan lahan untuk usaha komersil
lainnya?
1.3. Ruang Lingkup Studi
Sesuai dengan judul peneliian dan peitirnbangan waktu dan dana,
rnaka ruang lingkup peneliian dibatasi pada studi yang berkaitan dengan faktor-

faktor penyebab konversi lahan, dan nilai jasa lingkungan hutan di DAS
Ciliwung hulu bagi masyarakat setempat.
1.4. Tujuan
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah
dikemukanan penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan pengetahuan dan
informasi mengenai faktor-faktor yang menjadi latar belakang

terjadinya

konversi hutan rakyat. Secara spesifik tujuan penelitian adalah:

-

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk mempertahankan
hutan rakyat.

-

Mengetahui perbandingan economic land rent antara lahan untuk usaha tani
hutan rakyat dengan lahan untuk penggunaan lain di DAS Ciliwung hulu

- Mengidentifikasi

manfaat keberadaan hutan di DAS Ciliwung hulu yang

dirasakan oleh masyarakat, dan kesediaan membayar masyarakat terhadap
manfaat tersebut jika

dilakukan

upaya

pencegahan konversi dan

pengembangan hutan ~ ~ ' D A
Ciliwung
S

1.5. Kegunaan Penelian
Peneiitian ini akan memberikan informasi ekonomi yang dapat
dimasukkan dalam kerangka kerja perencanaan tata ruang atau tata guna
lahan, terutama bagaimana informasi tentang perubahan land rent dan jasa
lingkungan dapat menjadi bagian penting dalam suatu kerangka kerja
perencanaan tata guna lahan. Hasil penelitian ini berguna bagi penyusun
kebijakan Pemerintah Daerah Bogor, khususnya BAPPEDA. Selain itu hasil
penelitian ini bermanfaat bagi Dinas Kehutanan dalam program perencanaan
pengembangan hutan rakyat, penghijauan, pengelolaan DAS, dan konservasi
lahan, serta
umumnya.

penelitian dan pengembangan hutan rakyat dan DAS pada

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Land Rent

Sumberdaya lahan adalah salah satu faktor utarna yang sangat penting
untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable). Lahan adalah
kornponen dasar dari sistern sumberdaya alarn dari setiap negara. Sumberdaya
Alam merupakan basis bagi pembangunan ekonorni berkelanjutan di sebagian
besar negara, terutarna negara-negara berkembang di Asia di mana pertanian
masih sebagai surnber penting dalam perekonornian (Onchan 1993). Lahan
menjadi sernakin penting karena dengan pertarnbahan jumlah penduduk yang
tinggi, rnaka terus terjadi tekanan-tekanan pada permiritaannya (demand for
land). Sedangkan dari sisa persediaan (supply), lahar; dalarn suatu tatanan
ruang tertentu (suatu wilayah, atau kawasan kota) persediaannya tetap (fixed),
sehingga nilainya rnenjadi meningkat dari waktu ke waktu.

Keadaan ini

rnenyebabkan penggunaan lahan-lahan sernakin benaing (Anwar 1996).
Mather (1986) menyatakan bahwa secara sederhana konsep land rent
(economic land rent) rnengacu pada nilai bersih dari return yang diperoleh dari
penggunaan lahan pada suatu periode waktu. Hal ini setara dengan
pendapatan bersih yang rnerupakan sisa dari pendapatan kotor (gross income)
dikurangi biaya produksi. Pendapatan kotor tergantung pada volume produksi
dan harga per unit produk. Harga pada gilirannya tergantung pada hubungan
antara perrnintaan dan penawaran.
Anwar (1996) rnenyatakan bahwa tidak seperti halnya dalam pasar
kornodiias lainnya, di rnana keadaan perrnintaan dan penawaran rnenentukan
operasi pasar bersifat dinamik, sebaliknya dalam pasar lahan interaksi tidak
diientukan oleh kekuatan-kekuatan daya tank persaingan bebas sernata. %at
lahan kualiisnmya tidak hornogen dimana tiap bidang lahan bersifat khas,
karena dientukan oleh seperangkat faktor yang menentukannya, seperti sifat
fisik, lokasi, keadaan lingkungan sekitar dll. Para pelaku dalarn pasar lahan juga
sangat beragarn yang mempunyai tujuan dan harapan-harapan serta strategi
yang sangat berbeda-beda.
Badowe (1986) menggambarkan land rent dengan kuwa biaya seperti
dalarn Gambar 1. Land rent adalah surplus yang dilukiskan oleh empat persegi
panjang LMRP yang merupakan sisa setelah biaya variabel input (empat

persegi panjang MNSR) dikurangkan dari total nilai produk, yang diwakili oleh
empat persegi panjang besar LNSP. Land rent sarna dengan AR-AC kali satuan
output produksi.

UNIT OF OUTPUT
Garnbar 1 K U N ~
biaya yang menggarnbarkan konsep land renf (Surnber:
Barlowe. 1986)
Lahan merupakan multiactivities area dan multi manfaat yang
akan menentukan tingkat persaingan dan harga atau land rent, terutama
lokasi-lokasi yang mempunyai tanah subur, iklim yang baik dan di bawah
pengaruh lokal eksternal ekonomi yang kondusif. Harga lahan menjadi
ukuran tingginya permintaan dan persaingan lahan yang mencapai
puncaknya di daerah perkotaan (Rustiadi et a/. 2003).
Land rent dipengaruhi oleh kelas lahan (grade of land). Jurnlah land rent
yang dihasilkan oleh setiap kelas lahan tergantung pada hubungan antam
tingkat harga dan biaya. Dengan sernakin tinggi harga atau sernakin rendah
biaya, land rent rneningkat. Land rent juga dipengaruhi deh perbedaan lokasi.
Lahan yang sernakin jauh dari pasar rnenyebabkan tingginya biaya angkutan.
dan biaya ini secara proposional akan berpengaruh terhadap jumlah output
yang bisa tejual. Akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan bersih per output
yang diierirna (Barlowe 1986). Berkaiian dengan perbedaan letak lahan, Johann
Heinrich von Thunen's ilrnuwan dari Jerman rnerupakan peletak dasar teori
lokasi yang berkaiin dengan upaya optirnasi pernanfaatn lahan. Kesimpulan
penting yang dapat diambil dari pengernbangan teori Van Thunen's adalah: (1)

kecenderungan semakin menurunnya keuntungan akibat makin jauhnya lokasi
produksi dari pasar. Namun terdapat perbedaan laju penurunan (gradien) antar
komodiis, (2) jumlah pilihan yang menguntungkan menurun dengan
bertambahnya jarak ke kotal pusat pasar (Rustiadi et al. 2003). Haris dan
Ullman (1945) dalam Rustiadi et al. (2003) menyatakan bahwa meskipun model
konsentrik dan sektoral yang diilustrasikan von Thunen's itu ada, tetapi
kenyataan di lapangan tidaklah qderhana. Ternyata ada beberapa pusat dalam
suatu kota, yang berfungsi sebagai inti (nucleus), sehingga model yang
dikembangkan untuk menggunakan lahan perkotaan adalah multiple nuclei
concept. Model seperti ini banyak dijumpai di kota-kota besar di Indonesia.
Dalam teori von Thunen's diasumsikan bahwa secara fisik lahan adalah
homogen (Greenhut 1956). pengaruh lokasi dipisahkan dengan faktor-faktor
lainnya. Namun pada kenyataannya ada faktor-faktor selain lokasi yang
berpengaruh terhadap penentuan penggunaan lahan. Ely dan Wehnvein (1964)
menyatakan bahwa land rent selain dipengaruhi oleh lokasi juga ditentukan
oleh perbedaan tanah, iklim, topografi, dan faktor fisik lainnya. Hal ini juga
menyebabkan perbedaan dalam intensitas penggunaan, produksi, pendapatan
dan sewa. Tiap luasan lahan dipengaruhi oleh dua ha1tersebut yaitu lokasi dan
produktifas, land rent adalah hasil gabungan kedua-duanya

Selanjutnya

menurut Ely dan Wehrwein (1964). perbedaan lahan dalam kaitannya dengan
perbedaan kesuburan atau lokasi bukanlah penyebab land rent, namun semata
menjelaskan mengapa satu bidang lahan memberikan hasil yang lebih banyak
dibanding yang lainnya.
Sejalan dengan Ely dan Wehnvein (1964). Anwar (1996) menyatakan
bahwa karena lahan merupakan sumberdaya yang sifat kemampuannya
berbeda satu sama lain (heterogenous) yang dibedakan menurut nilai kualiias
intrinsiknya (kesuburan dan topografinya), maka tiap lahan mempunyai
keunggulan produktifias di atas rata-rata dari lahan lainnya. Surplus
keuntungan di atas rata-rata tersebut disebut Ricardian rent. Keunggulan nilai
sebiiang lahan juga ditentukan oleh perbedaan lokasi (locational rent), di
samping lahan juga mempunyai nilai perlindungan terhadap lingkungan
(environmental rent). Rustiadi et al. (2003) menyatakan bahwa environmental
rent adalah rent yang timbul karena setiap bidang lahan mempunyai fungsi
ekologis. Jika penggunaan lahan tersebut mengganggu fungsi ekologis, maka
akan terjadi biaya sosial yang diianggung oleh orang lain.

Barlowe (1986) meyatakan bahwa land rent dapat juga menggambarkan
tingkat perbaikan kualiias lingkungan, atau pertimbangan kenyamanan
(amenity), seperti: tetangga yang menyenangkan. pemandangan yang menarik,
akses yang mudah ke sumber air, atau kedekatan dengan fasilias pendidikan
dan rekreasi
2.2. Tata Guna Lahan
Ricardian rent, locational rent dan environmental rent seringkali tidak
berkorelasi, sehingga diperlukan suatu trade o f yaitu apakah lingkungan dan
transportasi ataukah kualiias lingkungan yang diutamakan. Berdasarkan ha1
tersebut, penyusunan persediaan dan peruntukan lahan disusun dan
direncanakan. Perencanaan yang optimum adalah perencanaan yang berupaya
mengoptimalkan ketiga jenis rent tersebut. Karena tanpa perencanaan sulit
dicapai optimalisasi ketiga rent tersebut (Rustiadi et al. 2003). Perencanaantata
guna lahan menurut Dent (1993) addah cara sistematik dalam menghasilkan
suatu penggunaan terbaik untuk sumberdaya yang terbatas, melalui: (I)
mengkaji kebutuhan sekarang dan masa datang dan evaluasi terhadap
keberlanjutan lahan; (2) mengidentifikasi dan memecahkan konflik dalam
persaingan penggunaan lahan, seperti kebutuhan individual dan kepentingan
umum, dan kebutuhan sekarang dan generasi masa datang; (3) mencari dan
menentukan pilihan lestari dalam pemenuhan kebutuhan; (4) mengantisipasi
terjadinya perubahan kebutuhan; dan (5) belajar dari kesalahan. Selanjutnya
Dent (1993) menyatakan bahwa tujuan dari setiap perencanaan harusnya
spesifik seperti didefinisikan sebagai ' the best use of land.
Tujuan dari perencanaan dapat dikelompokkan dalam efisiensi,
pemerataan dan acceptability, serta keberlanjutan (Dent 1993; F A 0 1993 ).
Pemanfaatan lahan yang paling efisien secara ekonomi menurut Anwar (1996)
adalah tingkat penggunaannya yang mencapai hasil manfaat maksirnal yang
dapat diperoleh dari lahan tersebut. Tujuan penggunaan ini dapat dicapai
dengan cara mengalokasikan lahan untuk berbagai keperluan yang bersaing. di
antara alternatif penggunaan lahan yang mungkin, sampai nilai lebih atau
surplus (rent) dari satuan lahan terakhir (marginal u n l lahan) memberikan
marginal rent = VMR mencapai kesamaan. Prinsip ini disebut "equimarginal
principle". Sedangkan untuk tujuan pemerataan. FA0 (1993) menyatakan
bahwa penggunaan lahan juga hams diierima secara sosial, disamping layak

secara ekonomi. Tujuannya meliputi ketahanan pangan, lapangan kerja, dan
keamanan pendapatan bagi rnasyarakat di wilayah perdesaan.

Perbaikan

lahan dan redistribusi lahan mungkin merupakan upaya untuk mengurangi
kesenjangan atau untuk mengurangi kerniskinan absolut. Penggunaan lahan
juga hams berkelanjutan (sustainable), yaitu mampu mernenuhi kebutuhan
pada saat sekarang tanpa mengganggu generasi masa depan. Ini harus
direncanakan untuk masyarakat secara keseluruhan, karena konsewasi tanah,
air dan sumberdaya lahan lainnya sering diluar keinginan dari pengguna secara
individual.

Onchan (1993)

menyatakan bahwa

pembangunan yang

berkelanjutan telah menjadi semakin menarik bagi pembuat kebijakan dan
perencana, baik di negara berkembang maupun negara maju, terutama di
dekade terakhir. Dalam pengelolaan lahan, keberlanjutan memiliki implikasi
pada intesifikasi penggunaan lahan dan suatu upaya peningkatan produktivitas
sumberdaya lahan tanpa merusaknya secara permanen.
Dent (1993) menyebutkan beberapa prinsip yang bisa dipakai dalam
penggunaan khan yaitu:
1) Mengeloh lahan untuk merawat dan mernperbaiki produktivitasnya dengan
menjaga tanah miring dari erosi, menjaga kesuburan tanah melalui sistem
nutrisi tanaman yang terintergrasi, dan pembuangan limbah yang aman.
2) Meminimalkan hilangnya produktivitas lahan dengan rnenjaga lahan
pertaniandari ekspansi perkotaan dan industri.
3) Mengkaji dan mernpersiapkan untuk resiko yang bisa diprediksi seperti

kekeringan,

banjir, dan tanah longsor. Hal ini tidak sepenuhnya bisa

dihindari, sehingga perlu persiapan untuk melakukan tindakan rehabiiasi.
Sedangkan fokus dari perencanaan tataguna lahan adalah:
1) PerenCanaan adalah untuk masyarakat. Petani, para pengguna lahan

lainnya, dan masyarakat yang tergantung pada lahan adalah fokus utama
dalam perencanaan tata guna lahan, sehingga rencana tata guna lahan
harus dapat diierima masyarakat.
2) Lahan tidaklah sama. Lahan adalah jelas merupakan fokus dalam

perencanaan tata gum lahan. Area yang berbeda akan memberikan
peluang dan permasatahan pengeblaan yang berbeda-beda. Oleh karena
itu, sumber daya lahan adalah subjek perubahan, dengan demikian
inforrnasi tentang lahan ini adalah penting dalam perencanaan tata guna
lahan.

3) Teknologi.

Elemen ketiga, adalah pengetahuan dan teknologi tataguna

lahan seperti agronomi, silvikultur, pemetiharaan ternak, dan penggunaan
lahan lainnya.

Teknologi yang sesuai haws dipertimbangkan. Hal ini

mungkin memiliki implikasi sosial dan lingkungan yang seharusnya
dimasukkan dalam proses perencanaan.
4) Integrasi. Perencanaan tataguna lahan harus merupakan informasi yang

terintegrasi tentang kesesuaian lahan, permintaan terhadap produk atau
kegunaan atternatif, dan peluang lahan untuk memenuhi permintaan
tersebut pada

saat sekarang dan di masa mendatang. Perencanaan

tataguna lahan bukanlah sektoral. Suatu pendekatan integrasi yang haws
dilakukan berkaiin dengan perencanaan strategis pada tingkat nasional
untuk didetailkan dalam prayek individual dan program-program pada
tingkat kabupaten dan desa (Dent 1993; F A 0 1993 ).

2.3. Konversi Lahan
Utomo (1992) mknyatakan bahwa konversi lahan mengandung
pengettian perubahan penggunaan lahan oleh manusia. Konversi lahan dapat
bersifat perrnanen dan juga dapat bersifat sementara. Jika lahan sawah
berubah menjadi kawasan pemukiman maka konversi ini bersifat permanen.
Akan tetapi jika sawah berubah menjadi perkebunan tebu, maka konversi
tersebut bersifat sementara, karena pada tahun berikutnya dapat dijadikan
sawah lagi. Konversi lahan yang permanen biasanya memiiiki dampak yang
lebih besar daripada konversi lahan sementara.
Dari sejumlah tipe konversi, alih fungsi sawah menjadi non sawah serta
perubahan kawasan non budidaya menjadi budidaya merupakan tipe konversi
lahan yang paling menonjol. Pada konversi sawah, yang memiliki peran besar
adalah industri karena memiliki nilai tambah lebih besar; sementara itu pada
konversi kawasan nonbudidaya yang memiliki peran lebih dominan adalah
tekanan penduduk (Utomo 1992).
Proses alih fungsi lahan menurut Winoto (1995) dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu: 1) sistem kelambagaan yang dikembangkan oleh masyarakat. 2)
sistem non kelembagaan. Kedua faktor tersebut diperkuat pula oleh strategi
pembangunan wilayah yang yang bias terhadap pembangunan perkotaan
dengan basis ekonomi yang bertumpu pada pembangunan industri. Strategi ini
menyebabkan terpusatnya investasi perdesaan ke sektor perkotaan, sedangkan

sektor perdesaan hanya mendapat imbas dari perekonomian kota. Sumberdaya
berkualiias di perdesaan kemudian tersedot ke perkotaan. Akibatnya petani
akan menjual tanahnya untuk penggunaan non pertanian sebagai respon akibat
ketidakmenentuan perkembangan kota. Sedangkan menurut Manuwoto (1992)
secara umum konversi lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1) Faktor sosial atau kependudukan yang berkait erat dengan peruntukan
lahan bagi pemukiman atau perumahan secara luas. Peruntukan lahan
untuk pemukiman ini semakin besar bila dikaitkan dengan kebutuhan
penyediaan fasiliias sosial yang memadai.
2) Kegiatan

ekonomi

dan

pembangunan,

yaitu

berbagai

kegiatan

pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat.
3) Penggunaan jenis teknologi. Faktor ini mempengaruhi pemanfaatan lahan.
atau dapat dikatakan mempercepa! alih fungsi lahan. Pemilihan teknologi
yang digunakan dapat menyebabkan efisiensi penggunaan lahan,
mempercepat proses alih fungsi lahan. dan juga merubah potensi lahan.
4) Kebijakan pembangunan makro. Kebijakan yang diambil oleh suatu
pemerintah akan sangat mempengaruhi seluruh jalannya sistem kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
Semra kelembagaan menurut Utomo (1992) masalah konversi lahan
dan masalah tumpang tindih dalam pemanfaatan lahan terjadi karena: 1) pola
pemanfaatan lahan masih sektoral, 2) delineasi antar kawasan belum jelas. 3)
kriteria kawasan belum jelas. 4) koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, 5)
pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria masih lemah, 6) penegakan
hukum masih lemah.
Alih fungsi lahan merupakan keputusan dari penggunaan lahan oleh
masyarakat. Menurut Jayadinata (1992) faktor penentu dalam penggunaan
lahan bersifat sosial, ekonomi dan kepentingan umum. Perilaku masyarakat
(social behaviourj menjadi penentu dalam penggunaan lahan, karena terdapat
nilai-nilai sosial dalam hubungan dengan penggunaan lahan, yaitu yang
berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan
pemerintah, peninggalan kebudayaan, pola tradisional, dan sebagainya.
Penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan
kehidupan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, daya guna dan biaya adalah
merupakan pertimbangan penting. Kepentingan umum juga merupakan penentu

dalam penggunaan lahan.

Kepentingan umum ini meliputi: kesehatan.

keamanan, moral, kemudahan. keindahan, kenyamanan dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan semakin berkurangnya lahan-lahan hutan
karena berubah fungsi terutama untuk kegiatan pertanian, Wienum dalam
Subenuh (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
konversi lahan hutan antara lain adalah:
1) Kompetisi lahan antara pertanian dan kehutanan. Kehutanan sering tidak
mampu bertahan terhadap tekanan-tekanan untuk menambah lahan
pertanian karena adanya prioritas kebijakan uyang diberikan kepada
pertanian.
2) Adanya berbagai skala waktu dalam siklus produksi. Pertanian lebih banyak
membeiikan hasil-hasil semi tahunan, tetapi kehutanan memberikan
pendapatan yang lebih lambat.
3) Kurang memadainya pengetahuan tentang kemungkinan-kemungkinan

peluang di sektor kehutanan dan kurangnya perhatian terhadap upaya
perbaikan teknik-teknik manajemen tanaman pangan yang dipentingkan
para petani.
4) Kadangkala hasil-hasil industri mengambil posisi untuk menggantikan hasilhasil tanaman hutan.

2.4. Pengertian Hutan Rakyat
Di dalam Undang-undang UUPK No: 5 Tahun 1967 tentang ketentuan
pokok kehutanan istilah yang digunakan untuk hutan rakyat adalah hutan milik,
yaitu lahan milik rakyat yang diianami dengan pepohonan (Simon 2001).
Menurut Alrasyid (1979) hutan rakyat didefinisikan sebagai

hutan yang

dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan rnilik yang d i n a m i pohon.
yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu
badan usaha seperti koperasi (Alrasyid 1979).
Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanarnannya, hutan rakyat
dapat digolongkan ke dalam bentuk-bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat
campuran dan hutan rakyat dengan sistem agroforestri atau tumpangsari
(Departemen Kehutanan 1988; APHl 1995). Hutan rakyat mumi merupakan
hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan
diusahakan secara homogen atau rnonokuhur. Hutan rakyat campuran adalah
hutan akyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanamami

secara carnpuran. Hutan rakyat agroforestri rnerupakan hutan rakyat yang
rnernpunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya.
seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada
satu lokasi.
Bentuk hutan rakyat di Jawa banyak dijurnpai antara lain dalam bentuk
hutan campuran atau agroforestri yaitu berupa pekarangan atau di Jawa Barat
disebut talun (Simon 2001). Sistern talun merupakan sistern hutan rakyat yang
yang awal dikernbangkan secara tradisional. Talun yang berupa kebun
carnpuran ini sedikit banyak rnirip dengan hutan. Di Bogor kebun-kebun
tradisional menghasilkan dan berkembang secara alami, dan hanya
rnernerlukan perawatan minimal. Petani rnengarahkan proses produksi sernatarnata hanya untuk rnenunjang kebutuhan sehari-hari di luar makanan pokck
(Michon & Mary 2000). Talun didominasi oleh carnpuran berbagai tanarnan
keras dan barnbu, yang rnernbentuk tiga strata. Bentuk talun dapat bermacarnrnacam, seperti pohon-pohonan yang rnenghasilkan kayu bakar atau kayu
bangunan, kebun bambu atau suatu campuran pohon-pohonan termasuk pohon
buah-buahan (Kartasubrata 2003). Pekarangan adalah lahan sekiar rurnah
yang diumbuhi campuran tanarnan semusim dan tanaman keras, disertai
adanya berbagai binatang liar dan hewan ternak. Pekarangan rnerupakan
sistem dengan batas-batas tertentu mernpunyai rnanfaat ekonomi biofisik dan
sosio-kultura