Pengaruh sumber khitin dan perkusor karnitin serta minya ikan lemuru terhadap kadar lemak dan kolesterol serta asam lemak omega-3 ayam broiler

PENDAHULUAN

Latar Belakang
0

Peningkatan kecerdasan sumberdaya manusia melalui ilmu dan teknologi
serta didukung oleh modal yang cukup dapat menghantarkan pesatnya kemajuan di
bidang

petemakan,

yang salah satunya adalah produksi daging ayam broiler.

Di kalangan masyarakat mash terdapat 2 (dm) kelompok konsumen daging ayam
yaitu kelompok pertama sebagai konsumen daging ayam buras, artinya bukan daging
ayam broiler clan kelompok kedua sebagai konsumen daging ayam ras yaitu ayam
broiler. Kedua kelompok tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan masingmasing, diantaranya harga

untuk daging ayam buras adalah lebih mahal

pada


satuan berat yang sama, begitu juga rasanya lebii disukai konsumen. Pada
umumnya yang menjadi masalah untuk ayam broiler adalah kandungan lemaknya
yang cukup tinggi, sehingga kurang dirninati oleh sebagian kalangan masyarakat,
Untuk

mengatasi masalah tersebut perlu dilihat kembali pola pemeliharaan dari

kedua ayam tersebut, yang salah satu aspeknya adalah aspek pakan. Ayam buras
dipelihara dengan pakan seadanya yang sebagian besar berasal dari limbah hasil
pertanian, belum mengenal obat-obatan dan tidak dikejar oleh target berat badan.
Lain halnya dengan ayam broiler yang dipelihara dalam waktu yang singkat
dengan standar pakan yang tertentu dan oleh industri makanan ternak kadangkadang kepentingan konsumen sering dilupakan, sehingga muncullah penyakit-

penyakit di kalangan masyarakat modem yang oleh para pakar dinyatakan bahwa
faktor penyebabnya adalah mengkonsumsi daging ayam broiler.
Pertambahan berat badan yang cepat pada ayam broiler wlalu diikuti oleh
banyaknya timbunan lemak dan kolesterol pada daging ayam broiler. Perlu juga
diketahui bahwa keberadaan lemak dan kolesterol di dalam tubuh ayam adalah
sangat esensial untuk kebutuhan sel.


Untuk itu berbicara tentang lemak dan

kolesterol dibutuhkan perhatian yang sangat berhati-hati, mengingat kedua senyawa
tersebut sangat besar fungsinya, namun di balik itu banyak pula bermacam-macam
penyakit yang diakibatkan oleh senyawa tersebut. Untuk mengatasi ha1 tersebut pada
penelitian ini tidak menghilangkan lemak clan kolesterol pada daging ayam broiler,
tetapi membuat supaya daging ayam broiler itu rendah kandungan lemak dan
kolesterolnya.
Cara yang dipakai untuk menurunkan kandungan lemak dan kolesterol
pada daging ayam broiler adalah melalui manipulasi ransum yang secara spesifik
digunakan 2 (dua) pendekatan yaitu yang pertama pendekatan melalui sistem
gastrointestinal yaitu bemaha agar lemak dan kolesterol yang ada pada tubuh
ayam

dapat dikeluarkan

melalui ekskreta. Hal ini

dapat


ditempuh melalui

penambahan pakan serat pada ransum ayam. Mekanisme aksi dari keberadaan serat
dalam saluran pencemaan ayam adalah untuk mengikat sebagian besar

garam

empedu untuk dikeluarkan lewat ekskreta. Karena sebagian besar garam empedu
dikeluarkan, maka tubuh

perlu mensintesis

garam empedu yang berasal dari

kolesterol tubuh, sehingga kolesterol dalam tubuh secara keseluruhan dapat

berkurang. Cara tersebut sangat mudah dilakukan mengingat hampir sebagian besar
limbah pertanian kaya akan kandungan serat dan bilamana perlu dikenlbangkan
penelitian tersendiri untuk mencari bahan serat tertentu yang ~ e m p u n y a nilai

i
ekonomi yang tinggi. Secara kimia serat dibedakan menjadi dua yaitu serat yang
larut dan serat yang tidak larut dalam air, yang keduanya mempunyai pengaruh yang
berbeda pada sistem gastrointestinal. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan
sistem selulair yaitu dengan

menambahkan

senyawa kamitin dalam ransum.

Kamitin adalah merupakan senyawa pembawa asam lemak rantai panjang dalam
menembus membran mitokondria pada P-oksidasi asam lemak. Pendekatan sistem
ini berarti bahwa tersedianya karnitin akan dapat meningkatkan P-oksidasi asam
lemak, sehingga timbunan lemak dalam bentuk kolesterol, trigliserida, garam empedu dan homon steroid dapat ditekan. Cara ini membutuhkan pemikiran yang sangat
nunit, karena membahas metabolisme di dalam sel perlu mernpelajari pengaturan
metabolisme. Untuk senyawa kamitin, secara kimia dapat disintesis oleh tubuh
dengan senyawa makronutrien yaitu lisin dan metionin dan senyawa mikronutrien
yang terdiri dari vitamin C, niasin, vitamin B-6 dan mineral Fe dengan bantuan
ensim-ensim yang spesifik. Namun berawal dari pemikiran yang sederhana
tentang P-oksidasi asam lemak dan karnitin akan mencoba peranan karnitin dalam

peningkatan dan pengaturan oksidasi asam lemak.
Melalui 2 (dua) sistem pendekatan yang telah disebutkan di atas yang
sangat besar tingkat keberhasilannya adalah melalui pendekatan gasfroinfestinalyaitu
meningkatkan jumlah serat kasar di dalam ransum. Sedangkan pendekatan secara

selulair perlu didukung oleh penelitian-penelitian lain yang menunjang, sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama dan pola pemikiran yang lebih cermat.
Apabila 2 (dua) pendekatan tersebut digabungkan maka akan mendapatkan hasil
0

yang lebih baik yang berarti lemak dan kolesterol pada daging ayam broiler dapat
diturunkan atau dibuat serendah mungkin. Di samping itu perlu ditingkatkan kualitas
lemak

melalui jumlah

asam-asam lemak tertentu yang menyusun lemak

tersebut. Salah satu asam lemak yang mempunyai


peranan penting dalam

peningkatan sumberdaya manusia dan pencegahan penyakit modem adalah asam
lemak omega-3. Asam lemak omega-3 terdapat banyak pada minyak ikan lemuru
yang

merupakan

limbah cair pengalengan

ikan

lemuru. Caranya dengan

mencampur minyak ikan lemuru pa& ransum ayam broiler, ha1 tersebut sangat
efektif mengingat tidak mungkinnya minyak ikan lemuru dikonsumsi langsung oleh
manusia. Selain karnitin ada senyawa lain yang dapat menurunkan lemak pada
broiler yaitu kemzim, sedangkan senyawa yang berupa obat yang dapat menghambai
sintesis kolesterol yaitu sodium pravastatin.
Untuk mewujudkan daging ayam broiler yang rendah kadar lemak clan

kolesterol, tetapi kaya asam lemak omega-3 perlu diadakan penelitian yang melalui
beberapa tahapan. Tahap pertama percobaan in vitro untuk mengetahui kemampuan
macam serat &lam mengikat lemak, dengan hipotesis bahwa serat yang tidak larut
mampu mengikat lemak dengan persentase yang lebih besar daripada serat yang larut.
Penelitian tahap kedua untuk mengetahui digesti lemak pada saluran pencemaan
ayam dan menentukan jenis serat terbaik, dengan hipotesis penambahan serat yang

tidak larut dalam ransum mampu mengikat lemak dalam salwan pencernaan ayam,
sehingga dikeluarkan melalui ekskreta yang mengakibatkan rendahnya kadar lenlak
dan kolesterol daging. Penelitian tahap ketiga untuk melanjutkan~uji pakan serat
terbaik yaitu khitin yang berasal dari limbah kepala udang dengan minyak ikan
lemuru sebagai sumber asam lemak omega-3 digunakan sebagai bahan penyusun
ransum basal. Penambahan kamitin dan prekursornya serta senyawa-senyawa lain
yang dapat menghambat perlemakan dan sintesis kolesterol marnpu menghasilkan
daging ayam broiler yang rendah kadar lemak dan kolesterol, tetapi kaya akan asam
lemak omega-3. Dengan hipotesis bahwa penambahan minyak ikan lemuru dalam
ransum &pat menghasilkan daging yang mengandung asam lemak omega-3.
Penambahan kamitin dan senyawa prekursomya dapat menuninkan kadar lemak dan
kolesterol daging, tetapi secara biologis prekursor kamitin tidak selalu berpengaruh
sama seperti kamitin.


Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran di atas, melalui
gasfrointestinal

dan

kombinasi antara

pendekatan

pendekatan selulair dengan minyak ikan l e m w sebagai

sumber asam lemak omega-3 dapat menghasilkan ransum yang ideal atau spesifik
untuk ayam broiler dengan sasaran : 1) kandungan lemak dan kolesterol daging dapat

diturunkan serendah mungkin. 2) dapat diperoleh informasi tentang peranan serat
terhadap

kadar


lemak

dan

kolesterol daging. 3) dapat diketahui pengaruh

kombinasi serat dan karnitin, senyawa prekursornya, kemzim

dan

sodium

asam lemak daging. 4) dapat

pravastatin terhadap kadar lemak, kolesterol dan

diketahui pengaruh kadar HDL dan LDL darah dalam menentukan kadar kolesterol
darah dan daging dan 5) dapat diketahui komposisi asam lemak,pada pakan dan
asam lemak daging, terutama pengaruh minyak ikan lemum terhadap asam lemak

omega-3 pada daging.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian, di samping untuk pengembangan ilmu pengetahuan, juga
diharapkan

dapat

memanfaatkan potensi serat yang ada di lingkungan petani

petemak di pedesaan. Dapat memanfaatkan minyak ikan lemuru sebagai limbah cair
pengalengan ikan

lemuru

secara

optimal sebagai bahan pakan broiler yang

merupakan sumber asam lemak omega-3. Sedangkan untuk industri makanan

temak merupakan informasi baru untuk menyusun ransum yang ideal yang produknya
sangat didambakan oleh

masyarakat konsumen.

Kebutuhan karnitin akan

merangsang industri kimia untuk memproduksi dengan cara ekstraksi dan
selanjutnya

dapat dikembangkan melalui jasa

mikrobia secara mikrobiologis.

Rendahnya kadar lemak dan kolesterol daging clan cukupnya asam lemak omega-3
sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, sehingga dapat mengurangi penderita
aterosklerosis.

TINJAUAN PUSTAKA

Serat
a

Peranan Serat dalam Sistem Pencernaan
Pembagian serat menurut sifatnya dibedakan menjadi 2 yaitu serat yang
terlarut dan serat yang tidak terlarut. Orang sering lupa untuk menyertakan serat
sebagai salah satu komponen makanan sehari-hari.
menunjukkan bahwa konsumsi

Padahat

hasil penelitian

serat kasar sangat berguna untuk pencegahan

berbagai penyakit modem. Diantaranya serat kasar mampu rnencegah terjadinya
sembelit, wasir, radang usus dan diare ringan. Penyakit modem lain yang dapat
diiindari adalah kanker, terutama kanker usus besar. Disini serat berjasa dalarn
mengikat zat-zat karsinogen (penyebab kanker), yang kernudian dikeluarkan dalam
bentuk kotoran. Yang talc kalah penting, serat kasar juga

berfungsi untuk

mencegah penyakit jantung koroner, karena serat kasar mampu mengikat kolesterol.
dan asam empedu untuk selanjutnya diieluarkan dalam bentuk tinja (Advertorial,

1996).
Penelitian yang dikerjakan oleh Van Der Klis dan Van Voorst (1993) dengan
menambahkan serat yang berupa karboksimetilselulosa (CMC) pada ayam broiler
dengan dosis 2% CMC dapat menwunkan waktu transit dari mulut menjadi ekskreta
sampai 60 menit. Selanjutnya Pasquier et a!. (1996) rnengadakan penelitian secara
in vitro yang menguji suatu hipotesis bahwa serat makanan yang terlarut dapat

mengubah proses emulsifikasi lemak dan kemungkinan berikutnya mempengaruhi

lipolisis trigliserida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat

makanan yang

terlarut dapat mereduksi emulsifikasi lipid dalam makanan dan akhirnya dapat
mengubah asimilasi lipid.

a

Khokhar (1994) mengadakan penelitian terhadap serat kasar yang berasal
dari 3 jenis tanaman yang diberikan pada tikus sebagai sumber serat untuk diteliti
pengaruh aktivitas ensim-ensim disakarida pada usus kecil yaitu sukrase, maltase,
laktase dan alkalinfosfatase. Temyata serat yang berasal dari ke-3 jenis tanaman
tersebut berpengaruh kurang baik terhadap aktivitas ensim sukrase, maltase dan
alkalinfosfatase dan

selanjutnya penurunan

aktivitas sangat

berarti

dengan

meningkatkan level pemberian serat dalam pakan. Razdan and Pettersson (1994a)
meneliti dengan ayam broiler yang diberi ransum kontrol dengan penambahan
serat bit gula (beetfibre) dengan level 46 gkg. Ayam pada umur 22 hari dilihat
kadar

trigliserida

plasma menunjukkan

konsentrasi yang menurun, ini

menunjukkan adanya proses adaptasi gastrointestinal terhadap tingginya kadar serat
dalam pakan. Pada hari yang ke-25 tejadi peningkatan konsentrasi short chain fatty

acid (SCFA)

caeca yang menunjukkan

tejadinya

peningkatan

fermentasi

komponen pakan. Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian tersebut oleh Sutardi
(1997)

dinyatakan bahwa selama ini peran caeca sebagai organ

pencemaan

fermentatif agak diabaikan. Perturnbuhan usus dan caeca dapat dirangsang oleh
serat, karena VFA produk pencemaan serat merupakan sumber energinya. Caeca
menyerap air sehingga berperan serta dalam termoregulasi dan osmoregulasi. Bakteri
yang hidup didalamnya mampu membuat vitamin B konipleks. Bakterinya itu

mungkin dapat direkayasa sehingga unggas dapat diberi pakan berharga murah.
Selain itu, pemberian serat mengurangi absorpsi lemak sehingga deposisi lemak
ke dalam daging dan kadm kolesterol daging ayam dapat ditekan.

a

Noy dan Sklar (1995) mengadakan penelitian terhadap pencemaan, sekresi
ensim dan laju aliran &lam usus yang ditentukan pada ayam broiler sejak dari
menetas sarnpai umur 21 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa berat

badan dan

konsurnsi pakan meningkat dengan cepat sesudah 10 hari menetas dan waktu laju
aliran pakan di dalam usus menurun kira-kira 33%. Kontribusi ileum untuk
absorpsi asarn lemak menurun setelah umur 7 hari. Digesti dalam usus kecil untuk
nitrogen meningkat dari 78% pada umur 4 hari menjadi 92% pada umur 21 hari,
padahal digesti asam lemak clan pati kira-kira hanya 82-89% pa& periode ini.
Temyata bahwa digesti pati clan lemak tidak m e ~ p ~ k afaktor
n
pembatas untuk
pertumbuhan ayam broiler. Oleh Knudsen et al. (1994) diiyatakan bahwa untuk
pencemaan lemak antara hewan percobaan tikus dan manusia adalah sama dan
terjadi perubahan apabila pakannya ditambahkan serat yang tinggi. Kemampuan
mencema serat pada manusia lebih tinggi daripada tikus percobaan.

Peranan Serat dalam Sintesis Kolesterol
Vahouny et al. (1988) menyatakan bahwa pemberian serat seluruhnya baik
yang terlarut maupun tidak

terlarut

menyebabkan reduksi dalam

absorpsi

kolesterol. Adiotomore et al. (1 990) menyatakan bahwa pengukuran gravimetri dari
pakan serat tidak memberikan

petunjuk fungsi biologi dari serat. Nishima and

Freedland (1990) menyatakan bahwa konsumsi serat tidak mempunyai pengaruh
menghambat sintesis sterol secara endogenous. Hewan percobaan dengan perlakuan
pektin terdapat

peningkatan

aktivitas

ensim 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA

reduktase. Selanjutnya diuraikan bahwa serat yang

terlarut dapat menurunkan

konsentrasi kolesterol sebab p e n m a n konsentrasi kolesterol tubuh disebabkan oleh
kemampuan serat menghambat absorpsi lemak dalam saluran pencemaan untuk
meningkatkan sintesis asam empedu. Di samping itu sintesis kolesterol endogenous
lebih

banyak digunakan sebagai substrat untuk sintesis asam

empedu.

Mekanisme lain dinyatakan bahwa serat terlarut merupakan pengaruh yang tidak
langsung dan melibatkan SCFA yang timbul dari fermentasi serat dalam caeca.
Dinyatakan pula bahwa SCFA propionat dapat menghambat sintesis kolesterol secara
endogenous. Oleh Basu et al. (1993) dinyatakan bahwa aksi hipolipidemik dari
pektin tidak jelas

berpengaruh pada jalur penghambatan tidak

langsung dalam

sintesis kolesterol dan kemungkinan p e n m a n level kolesterol plasma adalah
refleksi dari

akumulasi di dalam hati. Garcia-Diez el al. (1996)

mengadakan

penelitian untuk menyelidiki pengaruh pektii pada metabolisme kolesterol dan asam
empedu dan menerangkan mekanisme yang melibatkan pengaruh hipolipidemik
pada tikus. Sebagai kunci pengaturan ensim dalam metabolisme kolesterol
asam empedu

adalah

dan

3-hidroksi-3- metilglutaril-CoA reduktase (HMG-CoA

reduktase) dan kolesterol 7 a-hidroksilase yang akan ditentukan. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pektin dapat meningkatkan ekskresi asam empedu dalam
feses yang menyebabkan meningkatnya sintesis asam empedu secara hepatik dan

menghabiskan kolesterol dalam hati pada tikus, sehingga mengakibatkan jumlah
sintesis kolesterol yang lebih tinggi dan mereduksi konsentrasi kolesterol dalam
serum. Hal yang senada juga dinyatakan oleh Matheson et al. *(1995)
pengaruh

hipokolesterolemik

untuk serat

bahwa

yang terlarut diatur langsung

oleh

peningkatan sintesis dan kemampuan pool dari asam empedu. Hundermer et al.
(1991), Horigome et al. (1992) dan JomaIagadda et al. (1993) menyatakan bahwa
serat berperanan dalam absorpsi kolesterol yang akhirnya berpengaruh pada
konsentrasi kolesterol plasma, sintesis kolesterol hepatik, sintesis asam empedu
dan ekskresi kolesterol feses.
Serat

dalarn pakan telah meyakinkan

mampu

untuk m e n d a n

konsentrasi plasma, juga termasuk fiaksi serat yang terlarut dalam air (Evans et al.,
1992)

dan

mendukung

hipokolesterolemik

hipotesis

bahwa

lewat ikatan intraluminal

pengaruh

serat

terhadap

asarn empedu dan meningkatnya

pengeluaran kolesterol bersama-sama asam empedu feses (Overton et al., 1994).
Hunninghake et al. (1994) menyatakan penambahan serat pada pasien

yang

hiperkolesterolemia menyebabkan turunnya kolesterol total, LDL-kolesterol dan
rasio LDLIHDL tetapi tidak signifikan terhadap HDL-kolesterol dan trigliserida.
Felgines et al. (1994) menyatakan bahwa pengaruh
berpengaruh

pada metabolisme

diet yang tinggi seratnya

lipoprotein

plasma dari

hewan

percobaan

tikus. Selanjutnya dinyatakan turunnya lipid

dihubungkan

dengan penurunan

trigliserida dalam semua fraksi lipoprotein dan penurunan kolesterol dalam VLDL
dan HDL. Di samping itu pakan serat juga menurunkan konsentrasi apolipoprotein E

plasma. Gallaher el al. (1993) menyatakan bahwa diet tikus yang ditambahkan
hidroksipropil

metil

selulosa (HPMC)

dapat

berfungsi

untuk pengobatan

hipokolesterolemik. Kritchevsky and Tepper (1995) menyatakan bahwa kelinci yang
diberi 14% selulosa

dalam

pakannya dapat

menurunkan

kolesterol

hati

menjadi 62% dan selulosa berfungsi sebagai aterogenik yang dapat menurunkan
aterosklerosis dengan keras sampai mencapai 35%.
Lemak yang jenuh telah diketahui memperbaiki kolesterol serum, padahal
diet serat yang larut mempunyai pengaruh hipokolesterolemik. Penelitian pada ayam
broiler dengan sumber serat adalah barley dan wheat, sedangkan sumber lemak
adalah minyak kelapa, kuning telur yang dibuat tepung, mentega, lemak hewan dan
minyak jagung. Hasil penelitian menunjukkan semua ayam yang diberi barley
kadar total kolesterol plasma lebii rendah daripada yang mendapat wheat. Ayamayam yang diberi minyak kelapa dengan wheat mempunyai konsentrasi kolesterol
total yang tertinggi. Konsentrasi kolesterol hati tertinggi untuk semua perlakuan
dengan wheat dibandingkan

dengan yang diberi diet

barley. Lemak kasar

ekskreta yang tertinggi untuk ayam-ayam yang diberi diet barley dan bahan kering
ekskreta terendah untuk diet yang ada barley. Sebagai kesimpulan bahwa barley
yang

mempunyai kandungan serat

terlarut

yang tinggi dan memberikan efek

hipokolesterolemik pada ayam tanpa memperhatikan sumber lemak (Martinez et
a/.. 1992). Wang

el

al. (1992) mengadakan penelitian pada ayam broiler jantan

umur 14 hari yang diperlakukan dengan 3 kelompok diet yaitu : diet jagung +
bungkil kedelai, diet barley dengan ensim f3-glukanase dan diet tanpa glukanase.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pertambahan berat badan harian, konsentrasi
total kolesterol plasma, konsentrasi LDL-kolesterol dan digestibilitas lipid dan
protein adalah lebih rendah pada ayam-ayam yang diberi diet-bwley tanpa

P-

glukanase dan tertinggi pada ayam-ayam dengan diet jagung + bungkil kedelai.
Diet barley dengan P-glukanase menghasilkan rata-rata pertambahan berat badan
harian, konsentrasi total kolesterol dan LDLkolesterol plasma dan digesti lipid
lebii tinggi daripada diet yang lain. Viskositas digesta &lam usus kecil paling besar
pa& ayam-ayam dengan diet barley, yang paling kecil pada diet jagung + bungkil
kedelai. Dinyatakan pula bahwa diet barley yang ditarnbahkan ensim P-glukanase
terjadi aktivitas hidrolitik dan hewan-hewan monogastrik seperti ayam tidak dapat
mensintesis ensim P-glukanase.

Peranan Khitin dalam Sintesis Kolesterol

Khitin bersifat tidak larut dalam air dan pelarut organik pada umumnya.
Secara kimia

khitin

merupakan polimer 2-asetamido-2-deoksi-D-glukan yang

berikatan 1-4 beta. Khitin merupakan biopolimer terbanyak kedua di alam setelah
selulosa. Khitin di alam terdapat terutama sebagai penyusun kulit keras (cangkang)
krustasea, insekta serta artropoda lain dan dijumpai juga sebagai konstituen dindingdinding sel ragi dan jamur (Santoso, 1991). Menurut Wanasuria (1990) khitin
banyak dijumpai pada tepung kepala udang yang mempunyai kandungan serat kasar
yang relatif tinggi dan analisis protein sebesar 41.82%. lemak 4.12% dan ME
2050 kcal/kg. Shrapnel (1995) menyatakan bahwa konsumsi serat yang tidak

larut dapat mencegah atau melawan kanker kolon dan ini sudah terbukti secara
epjdemiologi yang kuat dan sangat konsisten.
Khitin adalah mempakan polisakarida yang terdapat p d a kutikula dari
krustasea dan serangga yang membentuk dinding sel (Maezaki et al.,

1993).

Selanjutnya diyatakan bahwa khitosan adalah merupakan nama mum untuk
kelompok khitin deasetilasi yang larut dalam asam lemah. Struktur kimia dari
khitosan sama dengan selulosa yang ada pada serat makanan. Khitosan tidak dapat
dihidrolisis oleh ensim pencemaan pada manusia, oleh karena itu diklasifikasikan
sebagai suatu serat makanan yang berasal dari hewan, tetapi khitosan mempunyai
polimer kation yang mempunyai gugus amino dalam

struktur

kimianya, yang

mempunyai perbedaan hakteristik terbesar dari serat makanan yang lain.
Ikeda et al. (1989) mengadakan penelitian pada tikus yang dikanula pada
limpanya dan diberikan secara intragastrical yang mengandung kolesterol, asarn
oleat clan

serat

yang terdiri dari

selulosa

dan

khitosan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tipe diet serat dan lemak signifikan mempengaruhi absorpsi
lemak dan tejadi interaksi antara keduanya. Khitosan l e b i efektif menurunkan
absorpsi kolesterol yang lebii daripada selulosa dan pengaruh ini lebii signifikan
jika diberikan tinggi asam oleat. Diet serat berpengaruh signifikan terhadap absorpsi
trigliserida, cenderung rendah pada khitosan dan tinggi pada kelompok selulosa.
Disimpulkan bahwa absorpsi lipid itu dipengaruhi oleh diet lemak dan diet serat.
Penelitian yang dilakukan oleh Maezaki et al. (1993) adalah laporan yang
pertama tentang pengaruh khitosan terhadap hipokolesterolemik pada manusia.

Jika 3-6 gramlhari khitosan diberikan pada diet 8 orang laki-laki yang sehat, total
kolesterol serum signifikan menwun dan jika pemberian

khitosan dihentikan,

nilainya meningkat seperti level sebelum diberikan khitosan. HDL$olesterol serum
meningkat secara signifikan oleh pemberian khitosan. Banyaknya pengeluaran
temtama asam empedu, asam kholat dan

asam khenodeoksikholat dalam feses

meningkat secara signifikan oleh pemberian khitosan. Dalam perubahan ini
tejadi p e n m a n reabsorpsi asam empedu dan keadaan ini pool kolesterol dalam

tubuh men-

dan konsekuensinya level kolesterol serum men-.

Penelitian lain

oleh Deuchi et al. (1994) yang menggunakan diet serat sebanyak 23 macam serat
baik yang larut maupun yang tidak larut dengan level 5% pada pakan dan 20%
minyak jagung.

Tikus-tikus diperlakukan selama 2 minggu dan koleksi feses

selama 3 hari. Diantara serat-serat tersebut, khitosan menarik perhatian yang dapat
meningkatkan iemak feses yang diieluarkan dan dapat mereduksi digesti lemak kirakira sampai setengah dari kontrol. Kecemaan protein tidak begitu besar dipengaruhi
oleh khitosan dan komposisi asam lemak dalam feses yang direfleksikan sesuai
dengan lemak pakan. Hasil ini menunjukkan bahwa khitosan mempunyai potensi
untuk hipokolesterolemik yang tinggi serta digesti dan absorpsi lemak dalam

traktus intestinal berinteraksi dengan pembentukan misela atau emulsifikasi lipid
pada fase absorpsi.
Penelitian pada ayam broiler dengan diet mengandung khitin dan khitosan
dengan level 30 gikg. Pada hari yang ke-10 dan 18 ayarn-ayam penelitian untuk
kontrol dan diet khitin mempunyai berat yang lebih besar, konsumsi pakan yang

lebih dan konversi pakan ratio lebih rendah daripada ayam-ayam dengan diet
khitosan. Pakan yang mengandung khitosan umwnnya mercduksi total kolesterol
plasma

dan

konsentrasi

HDL-kolesterol,

tetapi tidak signi#kan mereduksi

konsentrasi trigliserida plasma. Absorpsi diet lemak dihalangi oleh khitosan yang
diperkuat oleh observasi digesti lemak ileal mereduksi sebesar 26% dibandingkan
dengan kontroI dan ayam-ayam dengan diet khitin. Digestibilitas duodenal dari
nutrien antara ayam-ayam dengan diet mengandung khitin urnumnya lebih rendah
daripada kontrol dan ayam-ayam yang diberi khitosan, ha1 ini menunjukkan

waktu transit intestinal. Reduksi konsentrasi asam lemak rantai pendek pada caeca
ayam-ayam

yang

menggambarkan

diberi diet
adanya

khitosan dibandingkan dengan kontrol, yang

antimikrobial

alam

dari

khitosan (Razdan and

Pettersson, 1994b).

Karnitin
Kimia dan Sintesis
Kamitin dengan nama kimia 3-hidroksi-4-trimetil-aminobutirat adalah
merupakan suatu kofaktor yang esensial untuk oksidasi asam lemak rantai panjang
dalam mitokondria (Harper et aZ.,1995). Struktur kimia kamitin ada 3 konfigurasi
antara lain L-kamitin, D-karnitin dan DL-karnitin. Oleh Paulson et al., (1988) dinyatakan bahwa Lkarnitin dengan nama kimia P-hidroksi- y

- N - trimetilaminobutirat

memang terjadinya dari asam amino dan penting untuk transport asam lemak rantai
panjang kedalam mitokondria

. Sedangkan menurut

Michalak dan Qureshi (1990)

menyatakan bahwa

L-kamitin

dengan nama

kimia

P-hidroksi-y-N-trimetila-

~ninobutiratfungsi yang utama adalah memindahkan asam lemak rantai panjang
menembus membran dalam mitokondria. Selanjutnya dijelaskan tahwa aktivasi
asam lemak rantai panjang (asil CoA ester) ditransesterifikasi pada Lkarnitin oleh
ensim kamitin palmitoiltransferase I dan transfer asilkamitin lemak rantai panjang
ester dapat menembus membran dalam mitokondria dan tidak langsung oleh ensim
asilkamitintranslokase. Kemudian asil CoA lemak rantai panjang timbul lagi oleh
ensim karnitinpalmitoil transferase II ke dalam matrik mitokondria.
Feller and Rudman (1988) menyatakan bahwa karnitin membantu fungsi
fisiologi yang penting &lam

oksidasi

asam lemak dalam mitokondria, tetapi

senyawa ini tidak harus ada dalam makanan pada orang dewasa yang sehat dalam
lingkungan yang konvensional sebab

secara endogen senyawa tersebut dapat

disintesis. Rebouche ef al. (1993) menyatakan bahwa Lkamitin adalah esensial
dalam efisiensi produksi energi yang berasal dari asam lemak rantai panjang. Pada
manusia L-kamitin disintesis terutama dalam hati dan ginjal yang berasal dari
asam amino esensial yaitu lisin dan metionin. Oleh Rebouche (1986) ditunjukkan
bahwa lisin merupakan prekursor yang merupakan surnber kerangka karbon dari
karnitin pada mamalia. Hubungan antara lisin dan karnitin digambarkan sebagaimana
hubungan antara asam amino triptofan danniasin, yang akhimya dijelaskan bahwa
baik kamitin maupun niasin dapat disintesis dari asam-asam

amino esensial

prekursomya pada manusia. Feller and Rudman (1988) menyatakan bahwa untuk
sitltesis karnitin membutuhkan 4 atom karbon yang berasal dari lisin dan gugus

metilnya berasal dari metionin. Lisin dan metionin disebut makronutrien. Di
samping itu diperlukan juga mikronutrien yang berfungsi sebagai kofaktor yang
dibutuhkan untuk aktivitas ensim. Keempat mikronutrien tersebut aaalah vitamin C,
niasin, vitamin B-6 dan mineral Fe. Dalam proses biosintesisnya membutuhkan 5
macam

ensim

yaitu

dehidrogenase dan

ensim

metilase,

mitokondrial

hidroksilase, aldolase,

sitolik hidroksilase. Selanjutnya dinyatakan bahwa defisiensi

lisin, metionin, vitamin C, vitamin B-6 dan Fe semuanya menunjukkan menurunnya
level kamitin

dalam

jaringan yang salah satu penyebabnya adalah lemahnya

biosintesis karnitin.
Beberapa penelitian telah dilaporkan

tentang biosintesis kamitin, antara

lain oleh Rebouche et al. (1986) menyatakan bahwa jumlah biosintesis karnitin
pada mamalia tergantung pa& ketersediaan substrat

dan aktivitas ensim yang

mengatur jalumya. Penelitian yang dikerjakan bemsaha untuk menguji hipotesis
bahwa ketersediaan E-N-trimetillisin mempakan jumlah pembatas untuk sintesis
karnitin pada tikus yang sedang tumbuh dan evaluasi diet sebagai sumber prekursor
untuk biosintesis karnitin. Kelihatannya tikus dapat mengabsorpsi sebagian besar
90% dari dosis tracer [metil- 'HI-E-N-trimetillisin dan kira-kira 30% dimasukkan
dalam jaringan sebagai [3~-karnitin.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ketersediaan E-N-trimetillisin mempakan pembatas untuk laju biosintesis karnitin
pada tikus yang sedang bertumbuh. Rebouche (1983) mengadakan penelitian terhadap
bentuk konfigurasi kamitin secara oral terhadap konsentrasi kamitin dalam jaringan
dan bentuk konfigurasi tersebut adalah L-kamitin, D-karnitin, DL-karnitin dan

y-butirobetain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan

L-karnitin

dapat meningkatkan konsentrasi kamitin dalam serum dan jaringan, sedangkan untuk
D-kamitin dapat menurunkan konsentrasi kamitin dalam serum. Ugtuk penambahan
D L kamitin adalah kurang efektif daripada Gkamitin, sedangkan y -butirobetain
tergantung pada level suplernentasinya &lam diet.
pemberian karnitin, D-kamitin dan

Sebagai kesimpulan bahwa

y-butirobetain dapat mereduksi biosintesis

karnitin dari E-N-trimetil-L-lisin secara in vivo. Oleh Rebouche et al. (1989)
diiyatakan bahwa sintesis karnitin diestimasikan oleh perubahan dan ekskresi
kamitin serta perubahan level kamitin dalam serum dan otot. Sintesis kamitin tidak
dibatasi oleh aktivitas ensim y-butuobetain hidroksilase, tetapi sintesis kamitin E N-trimetillisin eksogenous dibatasi oleh proses ensimatis yang mengantarkan pada
senyawa intermediat final yang berupa

y -buthobetain atau oleh kemampuan

substrat untuk masuk dalam jaringan untuk proses transformasi. Pada mamalia

-

-

kamitin disintesis dari E-N-trimetillisinmelalui seri dengan 4 reaksi ensimatis
: E-N-trimetillisin

minobutiraldehid

P-hidroksi-E-N-trimetillisin

y-butirobetain-

y-N-trimetila-

karnitin.

Menurut Feller and Rudrnan (1988) menyatakan bahwa sintesis karnitin dapat
digambarkan seperti pa& Gambar 1.

AdoMel
H

LISP4

a-Ketoglutarar Suksinal
+0 2
+ C02

H

I
C~OH-C-COO
+(CHJ),N+(CH~)~
.(CH~)JN+(CH~)~
I
-C-COO
I
askorbat, ~ e ~ '
I

1

NH3

NH,

1 .Metilase

+

+

2.Hidroksilase
mitokondrial

3.Aldolase
H

-

Suksinate a-Ketonlutarat
+ CO* + 0 2

I

u

NADH NAD

+u

PI

Glisin

1

(CH3)3N'CH2CCH2COO-*-(CH3) 3N+(CH2)&OO- C--- (CH3)N(CH3 )sCHO
I
askorbat, Fez+
OH 5.Hidroksilase sitosolii
4.Dehidroaenase
L-Karnitin
y-Butirobetain
y-Butirobetain
aldehid

Gambar 1. Biosintesis Kamitin (Broquist)
Trimetillisin

adalah prekursor karnitin

dan merupakan sebuah kation

(Davis et al., 1993). Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa diet potasium dan
lisin yang diberikan secara oral mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
distribusi kamitin dan trimetillisin pada jaringan tikus. Penelitian sebelumnya
oleh Davis (1990) diyatakan bahwa biosintesis karnitin terutama diatur oleh
ketersediaan trimetillisin. Penelitian yang dikerjakan dengan menggunakan tikus
yang diberi diet lisin dibatasi, mengllasilkan bahwa kandungan trimetillisin dan

jumlah sintesisnya tidak berbeda dengan kelompok kontrol. Di samping itu
kandungan karnitin jaringan tidak konsisten dipengaruhi oleh banyaknya diet
lisin, hanya saja kandungan karnitin hati signifikan lebih tinggigada kelompok
kontrol. Melihat gambar biosintesis karnitin maka terlihat fungsi vitamin C (asam
askorbat) sebagai kofaktor. Oleh Ha et al. (1994) dinyatakan bahwa asam L
askorbat dibutuhkan untuk sintesis L-karnitin. Peningkatan suplementasi asam
askorbat menghasilkan pembahan ketogenesis dan penurunan akumulasi trigliserida
serta asam askorbat dapat menambah sintesis karnitin yang berfungsi dalam
perubahan stimulasi P-oksidasi asam lemak. Mikroelemen lain yang berfungsi
dalam sintesis karnitin adalah vitamin B-6. Cho and Leklem (1990) mengadakan penelitian untuk menentukan kebutuhan vitamin B-6 dalam sintesis karnitin pada
tikus. Tikus yang diberi diet defisiensi vitamin B-6 (0.04 mg piridoksinlkg
diet),

sedangkan tikus

kontrol

dengan diet 5.7 mglkg diet. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi diet defisiensi vitamin B-6 terdapat
penurunan level karnitin total yang larut dalam asam (TCN) dan level karnitin
bebas (FCN) pada jaringan. Peningkatan level TCN dan FCN terjadi setelah tikustikus diberi diet kenyang vitamin B-6 dan hasil ini memberi bukti kebutuhan vitamin

B-6 dalam biosintesis karnitin.
Penelitian yang baru-baru ini terhadap karnitin adalah oleh Hanschmann
and Kleber (1997)
karakterisasi

yang

dari ensim

mengadakan penelitian

terhadap pemumian dan

D (+)-kamitin dehidrogenase yang

berasal

dari

Agrohacierium sp. yang merupakan ensim baru dalam metabolisme kamitin.

Ensim D(+)-kamitin dehidrogenase dari Agrobacferium sp. mengkatalisis oksidasi
dari

D(+)-karnitin

menjadi 3-dehidrokamitin sebagai

tahap

permulaan

dari

degradasi D-karnitin. Senyawa-senyawa yang analog dengan D(9-karnitin (L(-)karnitin)

adalah

ketobetain,

gamma-butirobetain,

kamitin

amida,

glisin-

betain dan kholin yang mempakan inhibitor yang kompetitif dalam oksidasi D(+)kamitin.

Fungsi Biokimia dan Fisiologi
Fungsi utama dari karnitin adalah untuk transfer asam lemak rantai panjang
sebagai ester

asil-karnitin untuk

menembus membran dalam mitokondria dan

kamitin ditemukan pada beberapa bahan pangan dan terutama cukup banyak pada
daging dan produk susu (Rebouche et a!., 1984). Selanjutnya dari hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa L-karnitin didegradasi dalam saluran pencemaan pada tikus
dan keberadaan mikrdora

endogenous

bertanggmg jawab terhadap perubahan

bentuk ini.
Pearson dan Tubbs (1967) menyatakan bahwa kandungan asetilkarnitin
jantung berkurang oleh aNoxandiabetes atau diet asam lemak, tetapi tidak dapat
diperbaiki

oleh

karbohidrat.

Selanjutnya

dinyatakan bahwa dengan kondisi

pemberian asam lemak yang meningkat maka kandungan karnitin yang tidak lamt
dalam asam meningkat pada jantung, hati dan ginjal serta keadaan asilasi dari
kamitin adalah berubah sangat cepat. Sachan and Ruark (1985) menyatakan bahwa
kamitin

dan asilkamitin konsentrasinya lebih tinggi dalam jaringan usus

kecil

daripada aliran lumen. Walaupun diet yang digunakan sama dan mengandung hanya
trace asil karnitin yang larut dalam asam selalu ada dengan konsentrasi yang tinggi
pada kedua jaringan usus kecil dan

aliran lumen. Dari

basal

penelitiannya

menyatakan bahwa suplementasi karnitin meningkatkan banyaknya karnitin dalam
jaringan, tetapi hanya ada sedikit pembahan &lam distribusi kamitin clan asil
kamitin. Oleh Rhew and Sachan (1986) diadakan penelitian untuk menentukan
pengaruh lipotropik pada penambahan DL-karnitin sebagai ketergantungan
pada tikus. Hasil

dosis

penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi Iipid total dan

trigliserida signifikan lebih rendah dengan penambahan level kamitin, padahal fraksi
kamitin signifikan lebih tinggi daripada kontrol. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa pengaruh lipotropik dari diet karnitin adalah tergantung dosis clan level
penambahan

yang optimal adalah 0.8% DGkarnitin. Bartholmey and Sherman

(1986) mengadakan penelitian untuk menguji konsentrasi trigliserida pada jaringan
tikus yang

kekurangan

Fe

yang ditarnbahkan dengan karnitin atau Fe. Dari

penelitiannya diyatakan bahwa kekurangan Fe yang berat pada tikus yang masih
menyusu dan sedang disapih berhubungan dengan akumulasi lipid dalam serum
dan hati serta merugikan proses ketogenesis pada hewan beranak yang sedang
menyusui. Selanjutnya karnitin bersifat efektif dalam mereduksi level trigliserida
yang tinggi pada

manusia dan tikus. Penambahan Fe tidak

meningkatkan

kandungan karnitin dalam jaringan dan tidak mereduksi trigliserida dalam hati.
Karnitin dan Fe berpengaruh terhadap metabolisme lemak pada jaringan, tetapi

kamitin plasma bebas menurun dengan puasa. Asil kamitin yang larut dalam asam
dari plasma adalah lebih rendah pada hewan yang gemuk daripada yang kurus dan
meningkat dengan perlakuan puasa. Asil kamitin yang tidak larut dalam asam dari
plasma tidak dipengaruhi oleh kegemukan, tetapi meningkat dengan puasa. Kamitin
bebas pada otot lebih rendah pada tikus yang gemuk daripada tikus yang kurus.
Kamitin bebas pada ginjal menurun selama perlakuan puasa, sedangkan kamitin
jantung tidak dipengaruhi

oleh kegemukan atau puasa. Karnitin bebas pada hati

lebih rendah pada tikus yang gemuk daripada tikus yang kurus dan kamitin bebas
d a ~win
i
jelas menurun selama berpuasa.
Nishida et al. (1989) menyatakan bahwa kamitin merupakan faktor yang
penting dalam sintesis glikogen clan produksi ATF' pada bayi yang baru lahir. Brass
and Ruff (1989) menyatakan bahwa defisiensi vitamin B-12 yang dihubungkan
dengan p e n m a n aktivitas
akibatnya akumulasi

ensim

propionil

Lmetilmalonil CoA mutase dan sebagai

CoA dan metil malonil CoA. Pembentukan

propionil kamitin dari propionil CoA dan karnitin memberi jalur altematif untuk
memindahkan propionil CoA dari sel. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa
kamitin eksogen secara signifikan dapat menambah penggunaan kelompok propionil
melalui pembentukan asil kamitin yang berakibat menurunkan metabolisme asil
CoA pada hewan yang defisiensi vitamin B-12.
Flores et al. (1996) menyatakan bahwa kamitin sebagai senyawa eksogen
sangat penting artinya selama periode menyusui, oleh karena fungsi kamitin untuk
n~erupertahankan metabolisrne lemak yang normal. Li et al. (1992) menyatakan

bahwa absorpsi tisiologis dan farmakologis dari karnitin adalah merupakan transport
aktif

dan difusi pasif. Oleh Berger and Sachan (1991) dinyatakan

bahwa

suplementasi L-karnitin tidak mengubah absorpsi etanol dari usus hecil, tetapi dapat
menghambat

metabolisme etanol. Sheard and Krasin (1994) menyatakan

bahwa defisiensi kholin &pat mengubah konsentrasi kamitin dalarn plasma dan
jaringan. Menurut Daily and Sachan

(1995) menyatakan bahwa kholin

dan

kamitin adalah 2 trimetilasi kuartener amin yang analog dalam struktw, tetapi
berbeda dalam fungsinya dan keduanya esensial untuk kehidupan. Dari hasil
penelitiannya disirnpulkan

bahwa peningkatan ekskresi

asil

kamitin dan

konsentrasi asam 0-hidroksibutirat pada perlakuan dengan suplementasi kholin pada
kelinci, dapat meningkatkan konsentrasi karnitin dalam jaringan yang berfungsi
terhadap konsekuensi peningkatan kapasitas oksidasi asam Iemak dalam jaringan.
Rebouche and Chenard (1991) menyatakan bahwa diet karnitin
seluruhnya
manusia.

diabsorpsi dan
Hasil

sebagian didegradasi

penelitiannya

rnenunjukkan

dalam

bahwa

tidak

saluran pencemaan

pemberian

karnitin

secara oral hanya 54-87% yang dapat dianfaatkan tubuh secara biologis. Oleh
Nalecz and Nalecz (1993) dinyatakan

beberapa penelitian baru dan data klinik

mengenai fisiologi dan patofisiologi dari peranan kamitin yang dikumpulkan pada
tahun-tahun terakhir ini menunjukkan bahwa kamitin umumnya sudah diterima
sebagai fungsi yang penting dalam sel-sel eukariotik yang berfungsi sebagai
transfer senyawa asil yang urnumnya asam lemak rantai panjang dari sitosol ke dalam
matrik mitokondria yang selanjutnya untuk dimetabolisir. Selanjutnya

dinyata-

kan pula bahwa karnitin dan esiernya untuk melindungi sel dari kerusakan
oksidasi yang dapat menghambat propagasi dari sel-sel radikal
menyokong perbaikan membran fosfolipid yang

bebas dan

teroksidasi. Alkanhal (1996)

menyatakan bahwa penambahan kamitin pada tikus temyata sangat berguna dalam
penurunan

aliran

lipid dalam tubuh, tetapi sebagai alasan

mekanismenya dari

pengaruh hipolipidemik.
Kaminska et al. (1993) menyatakan bahwa derivat asil rantai pendek dan
medium lebih berpotensi sebagai inhibitor untuk perbedaan substrat yang spesifik
dari pembawa kamitin dalam otak dibandingkan dengan jaringan yang lain. Kempen
and Odle (1993) telah meneliti peranan Lkarnitin dalam metabolisme asam lemak
rantai medium (MCFA) yaitu asam lemak dengan C 6-12. Dari hasil penelitiannya
disimpulkan bahwa kamitin berperanan dalam meningkatkan oksidasi MCFA secara
in-vivo dan kamitin dapat mengatasi masalah nutrisi yang mengandung MCFA.
Selanjutnya peneliti yang sama yaitu Kempen and Odle (1995) menyatakan bahwa
kamitin menstimulasi oksidasi asam lemak rantai medium (MCFA) tennasuk asam
oktanoat sampai 7% dan menurunkan ekskresi asam dikarboksilat sampai 45%.
Suplementasi kamitin meningkatkan konsentrasi kamitin dan asetil kamitin dalam
jaringan hati dan plasma.
Bell er al. (1992) menyatakan bahwa pemberian kamitin pada kelinci
normal

menyebabkan

peningkatan konsentrasi

karnitin plasma dan

hepatik.

Selatljutnya lipid plasma dan perubahan komposisi lipoprotein melibatkan reduksi
kolesterol total dan very low densio, lipoprotein (VLDL)- kolesterol dalam plasma

dan peningkatan

untuk intermedial densily lipoprotein

lipoprotein (LDL) dan high density lipoprorein

(IDL)

+

low density

( H D L ) plasma. Di samping itu

selama periode pemberhentian pembeiian karnitin profil sintesi:

lipid hepatik

berubah. Bianchi and Davis (1991) menyatakan bahwa sodium pivalat adalah
merupakan senyawa yang mengikat kamitin dan dikeluarkan dalam urin yang
menyebabkan terjadinya defisiensi

kamitin

sekunder yang disebabkan karena

keasaman organik. Oleh peneliti yang sama yaitu Bianchi and Davis (1996)
mengadakan penelitian untuk menentukan apakah pengosongan kamitin pada tikus
dengan memberikan pivalat menyebabkan p e n m a n dari oksidasi P-hidroksibutirat
dan perubahan dalam balms hepatik dan keton-keton tubuh dan asam lemak
bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus-tikus yang diperlakukan dengan
pivalat mempunyai jumlah penggunaan keton yang lebih rendah. Bianchi et al.
(1996) menyatakan bahwa perlakuan dengan pivalat pada tikus merupakan model
defisiensi karnitin sekunder

dan temyata

suplementasi dengan karnitin dapat

mereduksi ketosis plasma dan rendahnya trigliserida plasma dan konsentrasi asam
lemak bebas. Peneliti lain Nakajima et al. (1996) menyatakan bahwa pemberian
pivalat pada tikus tidak menyebabkan ekskresi yang berlebian karnitin bebas dalam
win. Konsumsi 20 mmolll pivalat selama 4 minggu tidak menyebabkan perubahan
metabolisme yang berat pada hati tikus.
Brady et al. (1991) menyatakan bahwa pengaruh dehidroepiandrosteron

(DHEA) dapat meningkatkan total protein mitokondria hepatik dua kali, sedangkan
pengaruh clofibrate meningkatkan total protein peroksimal hepatik lebih dari 5 kali.

Pemberian DHEA

dan

clofibrate dapat meningkatkan aktivitas ensim, reaksi

kekebalan protein, level messenger-RNA dan jumlah transkripsi untuk transferase
asil karnitin. Jumlah transkripsi dan konsentrasi messenger-RNA untuk transferase
asil kamitin berhubungan dengan peningkatan dalam aktivitasnya. Dari data ini
menunjukkan bahwa transferase palmitoil karnitin (CPT) dan transferase oktanoil
karnitin (COT) hepatik pada tikus betina terutama diatur pada level transkripsional
oleh DHEA dan clofibrate. Oleh Paul dan Sekas (1992) dinyatakan bahwa hati adalah
merupakan organ terbesar untuk sintesis karnitin dan karnitin hepatik dilepaskan ke
dalam sistem sirkulasi untuk distribusi ke jaringan-jaringan lain yang berperanan
&lam oksidasi asam lemak rantai panjang dan asam-asam amino rantai cabang. Oleh
karena itu pelepasan karnitin ke dalam sistem sirkulasi adalah penting untuk fungsi
metabolisme hati. Disimpulkan bahwa oleh perlakuan clofibrate dapat meningkatkan
konsentrasi karnitin hepatik.
Torreele et aI. (1993) mengadakan penelitian suplementasi Gkarnitin
diet ikan lele Afrika yang menghasilkan peningkatan performan perhunbuhan yang
munglun disebabkan oleh stimulasi aksi penghematan protein. Level intermediat
suplementasi kira-kira 200 mgkg adalah lebii efektif biayanya. Oleh Ji et al.
(1996) diiyatakan

bahwa penelitian pada

karnitin dapat meningkatkan

sintesis

ikan Salmon dengan suplementasi

protein dan menyebabkan pembahan

glukoneogenesis dan metabolisme nitrogen. Chatzifotis et al. (1996) mengadakan
penelitian pada ikan dengan menambahkan karnitin dengan dosis penambahan 2
gkg pakan dan hasilnya bahwa komposisi asam lemak dari total lipid dalam hati

menunjukkan

penman

untuk

kadar

asam

eikosapentaenoat (EPA), asam

dokosaheksaenoat (DHA) dan total asam-asam lemak rantai panjang dengan C 20-24.
Honeyfield and Froseth (1991) menyatakan bahwa karnitin pada babi tidak
merupakan

fakt01 pembatas untuk

metabolisme energi pada anak babi dan

kemampuan bertahan hidup anak babi yang lebih besar ditentukan oleh adanya
lemak dalam diet induk maupun cukupnya lisin &lam diet. Oleh Coffey ef al.
(1991) dinyatakan bahwa diet yang rendah karnitin pa& babi tidak berpengaruh
secara in vitro pada produksi P-hidroksibutirat atau oksidasi palmitat pada otot
longissimus dan

diet yang rendah karnitin tidak mengubah status glukosa atau

lipid plasma dan keton.
Wyatt and Goodman (1993) mengadakan penelitian pada broiler untuk
mengevaluasi Gkamitin dalam pakan dengan lemak yang tinggi terhadap performan
pertumbuhan dan komposisi total karnitin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pakan dengan 1.25% lisin menwunlm lemak abdomen dan lemak karkas secara
signifikan bila dibandingkan dengan ayam-ayam yang diberi 1% atau 1.5%
lisin. Terjadi inte.raksi antara lemak dan karnitin terhadap lemak abdomen dan
lemak karkas. Suplementasi karnitin pa& broiler ternyata dapat mereduksi lemak
karkas, tetapi mekanisme yang terjadi belum diketahui. Barker and Sell (1994)
mengadakan penelitian untuk menentukan pengaruh penambahan karnitin terhadap
performan

dan komposisi karkas pada kalkun muda dan

ayarn broiler. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penambahan Lkarnitin tidak berpengaruh terhadap
berat badan, efisiensi pakan, daging dada atau komposisi karkas dari kalkun muda

ataupun broiler. Hal ini

disebabkan

pada unggas yang

sedang berturnbuh

penggunaan konsentrasi yang lebih besar, nlengingat terbatasnya

kapasitas

absorpsi yang terdapat pada usus untuk kamitin dan pertimbangan degradasi
mikrobia terhadap karnitin dalam usus. Leibetseder (1995) mengadakan penelitian
terhadap fungsi karnitin dan pengaruhnya pada unggas. Penelitian yang pertarna
menyimpulkan bahwa performan broiler

dan lemak abdomen dipengaruhi oleh

penambahan lemak, sedangkan lisin clan metionin yang diharapkan temyata
tidak

&pat

menggantikan kamitin.

penambahan 500 mg
menurunkan

L-karnitin

konsentrasi

Untuk

pada ayam

kolesterol

dalam

penelitian yang

kedua

dengan

petelw komersial ternyata dapat
kuning

telur.

Sedangkan

penelitian yang ketiga dengan penarnbahan karnitin pada parentstok broiler yang
berpengaruh terhadap penetasan. Penetasan akan meningkat dari 83% menjadi 87%
untuk

penambahan 50 mg kamitin dan dari 82.4% menjadi

85.3% untuk

penambahan 100 mg karnitin.

Lemak

Penyakit yang Ditimbulkan oleh Lemak
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang akhir-air ini
kedudukannya bergerak ke peringkat teratas sebagai penyebab kematian penduduk
negara berkembang usia di atas 40 tahun terutama yang bermukim di kota-kota besar
(Sulistiyani, 1996). Berbagai himpunan profesi di bidang kesehatan dan gizi selama

dekade terakhir ini makin gencar mengeluarkan anjuran kepada masyarakat untuk
mengurangi konsumsi lemak dan kolesterol agar terhindar dari penyakit jantung
koroner (Raharjo, 1995). Kolesterol di dalam tubuh justru bagian terbesar
disintesisldibentuk jaringan hati tubuh sendiri. Lemak dalam darah bisa berupa
kolesterol ataupun dapat berupa trigliserida (lemak netral). Hiperlipidemia ini
tentu sangat berbahaya, karena lemak tersebut terutama kolesterol dapat tercecer dan
mengendap pada lapisan dalam dinding pembuluh-pembuluh darah. Apabila endapan
kolesterol ini terjadi pada pembuluh darah otak dan atau pembuluh darah koroner,
maka lama-kelamaan akan terjadi penyurnbatan (karena kedua jenis pembuluh
darah ini tidaMkurang sekali memiliki

percabangadlcolateral).

Penyumbatan

pembuluh darah otak akan menirnbulkan gangguan yang disebut stroke, sedangkan
penyumbatan pembuluh darah koroner akan menimbulkan serangan jantung koroner
(Soerjodibroto, 1995). Oleh Indrati (1995) dinyatakan bahwa stroke merupakan
penyakit tingkat golongan ke-2 dari 10 besar di Indonesia. Penyakit stroke dapat'
mengakibatkan pendarahan otak, kelurnpuhan clan tidak tergantung pada faktor
ekonomi si penderita. Aterosklerosis bertambah berat dengan tambahnya usia, karena hilangnya fase kontraksi pembuluh darah. Terdapat hubungan antara aterosklerosis dengan tinggi kadar lipid atau lemak darah terutama kadar gula atau
kolesterol dalam darah. Raharjo (1995) menyatakan tahapan aterosklerosis secara
kronologis sebagai berikut: setelah terjadinya luka pada lapisan endothelium pembuluh darah, monocyte (salah satu jenis sel darah putih) dan juga leukocyte (sel
darah putih) akan melekat pada bagian yang terluka. Selanjutnya monocyte tersebut
bermigrasi menembus lapisan endothelium menuju lapisan intima dan disana beru-

bah nlenjadi sel penangkap (scavanger cell) atau juga dikenal sebagai macrophage. Kolesterol yang diangkut dalam LDL ditangkap oleh macrophage. Proses
ini berjalan terus hingga macrophage berubah ~nenjadifoam cell. Dengan semakin
banyaknya foam ceN yang terbentuk maka akan diikuti oleh adanya timbunan lemak di bawah lapisan endothelium. Akhimya timbunan lemak bisa merusak lapisan
endothelium yang ada di atasnya. Hal ini menyebabkan terjadinya luka yang lebih
lebar lagi pada lapisan endothelium. Luka yang baru ini selanjutnya mengulangi
proses melekatnya monocyte dan seterusnya hingga terbetuknya sumbatan yang
mempersempit penampang pembuluh darah. Hal ini selanjutnya bisa menimbulkan
akibat yang fatal. Indrati (1995) menyatakan bahwa pada dasarnya ada 2 macam
kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL) merupakan kolesterol berefek jelek
karena menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan high density lipoprotein
(HDL) merupakan kolesterol bagus. Lemak jenuh

cenderung meningkatkm

kadar kolesterol dan trigliserida darah. Hudyono dan Raharja (1995) menyatakan
adanya hipotesis bahwa peninggian kadar kolesterol mempunyai peranan dalam
teja