Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

Lampiran Gambar 1. Bagan Penanaman

25 cm
3 cm

22 cm

X

X

X

X

X

X

X


X

X

X

X

X

X

X

X

X

X


X

X

X

X

X

X

X

X

X

X


X

X

X

Universitas Sumatera Utara

Lampiran Gambar 2. Bagan Penelitian
25 cm

5 cm

K3(1)

K0(1)

K9(2)

K5(1)


K5(2)

K8(2)

22 cm
5cm
U
K2(3)

K4(2)

K8(1)

K3(3)

K2(1)

K6(1)


K3(2)

K5(3)

K6(3)

K0(3)

K7(3)

K7(2)

K1(1)

K4(1)

K1(3)

K9(1)


K9(3)

K0(2)

K4(3)

K7(1)

K1(2)

K6(2)

K8(3)

K2(3)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. H., H. Tanveer., M. A. Nadeem., and H. N. Asghar., 2011. Scientific Note:
Methods to Break Seed Dormancy of Rhynchosia capitata
a Summer Annual Weed. J. Chilean Journal 0f Agicultural Research
71(3).
Abubakar, Z., and Maimuna. 2013. Effect of Hydrochloric Acid, Mechanical
Scarification, Wet Heat Treatment on Germination of Seed of
Parkia Biglobosa African Locust Bean (Daurawa) Case Study of Gombe
Local Government Area. J. Appl. Sci. Environ. Manage. 17(1):119-123.
Aston, R., B. Baer., and D. Silverstein. 2006. The Incredible Pomeganate.
http://3mpub.com. Diakses pada tanggal 16 Maret 2014.
Bradley, K. 2010. Pomeganate Ingedient of Month. American Cullinary
Federation,
http://www.acfchefs.org.
Diakses
pada
tanggal
15 Maret 2014.
Bhanu, T. K. C., and V. Bhatnagar. 2009. Seed Science and Technology. Campus
Books International, New Delhi.

Copeland, L.O and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. Kluwer Academic Publishers, London.
Faustina, E., P. Yudono., dan R. Rabaniyah. 2012. Pengaruh Cara Pelepasan Aril
dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Pematahan Dormansi Benih Pepaya
(Carica papaya L.). J. Universitas Gajah Mada 1(1)
Fahmi, Z. I., 2012. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih Dengan
Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi. J. Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. hlm:3.
Holland, D., K. Hatib, and I. Bar-Ya’akov. 2009 Pomeganate: Botany,
Horticulture, Breeding. Jules Janick (ed).. Horticultural Reviews, Vol:35.
John Wiley & Sons, Inc., Israel.
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 2013.
Punica ganatum L. Diakses dari http://www.iucnredlist.org pada tanggal
18 Mei 2014.
Kartasapoetra, A. G. 1992. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Levin, G.M., 1999. Pomeganate. Turkmen Experimental Station of Genetic

Resources of Plants, Turkmenistan. Diakses dari http://ucanr.edu
pada tanggal 17 Mei 2014.
Mungnisjah W.Q., A. Setiawan, Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan
Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Gafindo
Persada. Jakarta.
Olmez, Z., F. Temel., A. Gokturk and Z. Yahyaoglu. 2007. Effect of Sulphuric
Acid and Cold Stratification Pretreatments on Germination of Pomeganate
(Punica ganatum L). J. Asian Journal of Plant Sciences
6 (2) : 427-430.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Terjemahan
oleh Lukman dan Sumaryono. ITB, Bandung.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers, Jakarta.
Suyatmi., E. D. Hastuti., dan S. Darmanti. 2011. Pengaruh Lama Perendaman dan
Konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Perkecambahan Benih Jati
(Tectona gandis Linn.f). Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi
Tumbuhan Jurusan Biologi F. MIPA UNDIP, Semarang.
Sudrajat, D. 2010. Dormansi Benih Tanaman Hutan (Tinjauan Mekanisme,
Pengendali, dan Teknik Pematahannya Untuk Mendukung Pengembangan

Hutan Rakyat). Dalam Prosiding Seminar Hasil-Hasil Pertanian. Balai
Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor. hlm.103-113.
Tim Pengampu. 2011. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Benih. Diakses dari
http://unhas.ac.id pada tanggal 18 Mei 2014.
Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian ± 25 meter
di atas permukaan laut, pada bulan Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih delima sebagai
bahan pengamatan perkecambahan, pasir, label, air, H2SO4

(aq),


KNO3

(s),

dan HCl (aq),.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak kecambah,
timbangan analitik, beaker glass, batang pengaduk, oven, handsprayer, gunting,
karung goni, ember, pisau, kalkulator, kamera, mikroskop, alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian

ini

menggunakan

Rancangan

Acak

Lengkap

(RAL)

Non-Faktorial, dengan 10 taraf perlakuan pematahan dormansi :
K0

: Kontrol (tanpa perlakuan)

K1

: perendaman benih dengan H2SO470 %

K2

: perendaman benih dengan H2SO4 80 %

K3

: perendaman benih dengan H2SO4 90 %

K4

: perendaman benih dengan KNO3 0,1 %

K5

: perendaman benih dengan KNO3 0,2 %

K6

: perendaman benih dengan KNO3 0,3 %

K7

: perendaman benih dengan HCl 50 %

K8

: perendaman benih dengan HCl 60 %

K9

: perendaman benih dengan HCl 70 %

Universitas Sumatera Utara

Jumlah unit percobaan

: 30 unit

Jumlah benih per unit

: 40 benih

Jumlah ulangan

:3

Jumlah benih tiap perlakuan

: 120 benih

Jumlah benih seluruhnya

: 1200 benih

Jumlah sampel per unit
Sampel tanam

: 30 benih (semua populasi)

Sampel kadar air benih

: 10 benih (dekstruktif)

Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier sebagai berikut :
Yij = µ + αj +εij
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 , 8, ,9
Yij

= Hasil pengamatan untuk ulangan ke-i dan perlakuan pematahan
dormansi taraf ke-j

µ

= Nilai tengah umum

αj

= Efek dan perlakuan pematahan dormansi taraf ke-j

εij

= Galat dari ulangan ke-i dan dan perlakuan pematahan dormansi taraf ke-j
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan

dengan uji beda rataan menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5 %
(Sastrosupadi, 2000).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Benih
Buah yang telah dipanen kemudian dikupas dan biji dikeluarkan. Biji yang
digunakan adalah biji yang ukurannya seragam dan tidak terserang cendawan. Biji
dibersihkan dari aril dengan menggunakan air.
Persiapan Media Perkecambahan
Media perkecambahan yang digunakan adalah media pasir dengan
ketebalan ± 4 cm. Sebelum digunakan, terlebih dahulu pasir

diayak dengan

ayakan yang berukuran 20 mesh dan disterilkan dengan cara digongseng selama
+ 30 menit untuk menghilangkan kontaminasi dari cendawan dan bakteri.
Pengukuran Kadar Air
Sebelum diberi perlakuan, benih diukur kadar air awalnya. Pengukuran
kadar air dilakukan dengan cara beberapa benih ditumbuk untuk dihaluskan dan
kemudian ditimbang bobot basahnya. Setelah itu benih dimasukkan ke dalam
oven yang dipanaskan pada suhu 1300 C selama 60 menit sampai berat benih
konstan. Kadar air benih (%) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Bobot basah – Bobot Kering
Kadar Air =

x 100% (Mugnisjah, et al.,1994)
Bobot basah

Aplikasi Perlakuan
Aplikasi perlakuan pematahan dormansi dilakukan dengan membuat
larutan H2SO4, HCl dan KNO3 sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan.
Larutan H2SO4 dibuat dengan cara mengencerkan H2SO4 (aq) pekat dengan pelarut
air pada konsentrasi 70 %, 80 % dan 90 %. Larutan HCL dibuat dengan cara

Universitas Sumatera Utara

mengencerkan HCl(aq) pekat dengan pelarut air pada konsentrasi 50 %, 60 % dan
70 %. Larutan KNO3 dibuat dengan cara melarutkan KNO3(S) pada konsentrasi
0,1 %, 0,2 % dan 0,3 % (Lampiran Tabel 1.)
Benih direndam sesuai urutan perlakuan yaitu :
K0

: Perlakuan kontrol (direndam di dalam air selama 12 jam)

K1

: Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 70 % selama 15 menit

K2

: Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 80 % selama 15 menit

K3

: Benih delima direndam di dalam larutan H2SO4 90 % selama 15 menit

K4

: Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,1 % selama 40 menit

K5

: Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,2 % selama 40 menit

K6

: Benih delima direndam di dalam larutan KNO3 0,3 % selama 40 menit

K7

: Benih delima direndam di dalam larutan HCl 50 % selama 30 menit

K8

: Benih delima direndam di dalam larutan HCl 60 % selama 30 menit

K9

: Benih delima direndam di dalam larutan HCl 70 % selama 30 menit

Pengecambahan Benih
Pengecambahan benih dilakukan pada bak kecambah dengan ukuran
25 cm x 22 cm x 4 cm sebanyak 30 benih per bak kecambah dengan kedalaman
lubang tanam pada media pasir sedalam 2 cm. Sebelum benih dikecambahkan,
terlebih dahulu benih dibilas dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa
larutan yang menempel pada kulit benih.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari hingga media menjadi
lembab dan dalam kondisi kapasitas lapang, dilakukan pemeliharaan setiap hari
sampai 30 hari setelah ditanam pada bak perkecambahan.

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan Parameter
Kadar Air Benih (%)
Pengamatan kadar

benih (%)

pada setiap taraf perlakuan dilakukan

setelah aplikasi. Kadar air benih (%) dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Bobot basah – Bobot Kering
Kadar Air =

x 100% (Mugnisjah, et al., 1994)
Bobot basah

Bobot basah diperoleh dengan cara menimbang benih yang telah diberi
perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik. Sebelum ditimbang, benih
dikeringanginkan dan digiling dengan menggunakan mortal.
Bobot kering benih diperoleh dengan cara menimbang benih yang telah
digiling dan dimasukkan ke dalam oven pengeringan 1300 C selama 60 menit
sampai berat kering benih konstan. Pengeringan benih dilakukan dengan
menggunakan metode oven suhu tinggi (Sutopo, 1993).
Uji Daya Kecambah
Analisa daya kecambah atau daya tumbuh dilakukan setelah benih
dikecambahkan selama 30 hari dengan kondisi optimum. Menurut Sutopo (1993)
untuk evaluasi kecambah digunakan kriteria sebagai berikut :
a. Kecambah normal (%).
Kriteria kecambah normal adalah :
1. Kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik
terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal
menghasilkan akar seminal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.

Universitas Sumatera Utara

2. Perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna tanpa ada kerusakan
pada jaringan-jaringannya.
3. Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik,
di dalam atau muncul dari koleoptil atau pertumbuhan epikotil yang
sempurna dengan kuncup yang normal.
4. Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi
dikotil.
Perhitungan persentase kecambah normal sebagai berikut :
Jumlah kecambah normal
Kecambah normal =

x 100% (Sutopo, 1993).
Jumlah contoh benih yang diuji

b. Kecambah abnormal (%)
Kriteria kecambah abnormal adalah :
1. Kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah, dan akar
priemernya yang pendek.
2. Kecambah yang bentuknya cacad, perkembangannya lemah atau kurang
seimbang dari bagian-bagian yang penting. Plumula yang terputar,
hipokotil, epikotil, kotiledon yang membengkok, akar yang pendek,
koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai daun; kecambah yang kerdil.
3. Kecambah yang tidak membentuk klorofil
4. Kecambah yang lunak
5. Untuk benih pohon-pohonan bila dari microphyl keluar daun dan
bukannya akar.
Perhitungan persentase kecambah abnormal sebagai berikut :
Jumlah kecambah abnormal
Kecambah abnormal =

x 100 %
Jumlah contoh benih yang diuji

Universitas Sumatera Utara

c. Benih yang belum tumbuh
Kriteria ini ditujukan untuk benih-benih yang belum berkecambah setelah
jangka waktu pengujian yang telah ditentukan.
Perhitungan persentase benih yang belum tumbuh sebagai berikut :
Jumlah benih yang belum tumbuh
Benih yang belum tumbuh =

x 100%
Jumlah contoh benih yang diuji

Laju Perkecambahan (hari)
Laju perkecambahan diukur dengan menghitung jumlah hari yang
diperlukan

untuk

munculnya

radikula

dan

plumula.

Perhitungan

laju

perkecambahan menggunakan formulasi Sutopo (1993) sebagai berikut :
N1T1 + N2T2 + … … … + NxTx
Rata- rata hari =
Jumlah total benih berkecambah
Keterangan :

N : Jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
T : Menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai
dengan akhir dan interval tertentu suatu pengamatan

Indeks Vigor
Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan rumus dari Kartasapoetra (1992) :
IV = G1 + G2 + G3 + .... + Gn
D1 D2 D3
Dn
Keterangan : IV

: Indeks Vigor

G

: Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu

D

: Waktu yang bersesuaian dengan G

N

: Jumlah hari pada perhitungan terakhir

Bobot Basah per Kecambah (g)
Bobot basah kecambah (g) diperoleh dengan cara menimbang masingmasing kecambah normal setiap perlakuan pada hari ke 30 dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara

timbangan analitik. Kecambah yang digunakan masih dalam keadaan segar dan
bersih dari pasir yang melekat.
Bobot Kering per Kecambah (g)
Bobot kering kecambah (g) diperoleh dengan cara menimbang berat
kering masing-masing kecambah normal pada perlakuan yang telah dimasukkan
ke dalam oven 900 C selama 24 jam sampai berat kecambah konstan. Sebelum
dimasukkan ke dalam oven, terlebih dahulu kecambah dibersihkan dari pasir yang
melekat.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil pengamatan dan analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa
perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air
benih, kecambah normal, benih yang belum tumbuh, laju perkecambahan dan
indeks vigor. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kecambah abnormal,
bobot basah kecambah dan bobot kering kecambah.
Kadar Air Benih
Dari hasil pengamatan diperoleh kadar air benih sebelum diberi perlakuan
adalah 13,06 %. Data pengamatan dan sidik ragam kadar air benih dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 2 dan 3. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air. Rataan
kadar air dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kadar air benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (%)
34,7 bc
30,3 cd
24,7 ef
20,7 f
27,9 de
34,7 bc
27,2 de
38,9 b
44,6 a
37,7 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Universitas Sumatera Utara

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air benih tertinggi adalah pada
perlakuan perendaman benih dengan HCl 60% (K8) yang berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Sedangkan kadar air benih terendah adalah pada perlakuan
perendaman benih dengan H2SO4 90% (K3) yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 80% (K2), namun berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
Uji Daya Kecambah
Kecambah Normal
Data pengamatan dan sidik ragam kecambah normal dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 4 dan 5. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap kecambah normal. Rataan
kecambah normal dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kecambah normal delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (%)
21,11 d
90,00 a
85,56 a
85,56 a
50,00 b
25,56 cd
42,22 bcd
37,78 bcd
55,56 b
45,56 bc

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kecambah normal tertinggi adalah pada
perlakuan perendaman benih dengan H2SO4 70 % (K1) yang tidak berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara

dengan perlakuan H2SO4 80 % (K2) dan H2SO4 90 % (K3), namun berbeda nyata
dengan perlakuan perendaman benih menggunakan KNO3 (K4, K5, K6), HCl dan
kontrol (K0). Sedangkan kecambah normal terendah adalah pada kontrol (K0)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan KNO3 0,2 % (K5), KNO3 0,3 % (K6),
dan HCl 50 % (K7), namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Kecambah Abnormal
Data pengamatan dan sidik ragam kecambah abnormal dapat dilihat pada
Lampiran 6-8. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap kecambah abnormal. Rataan
kecambah abnormal dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kecambah abnormal delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (%)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,22
2,22
0,00

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kecambah abnormal tertinggi adalah
pada perlakuan perendaman benih dengan HCl 50 % (K7) dan HCl 60 % (K8).
Sedangkan pada perlakuan kontrol (K0), perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
perlakuan KNO3 (K4, K5, K6) dan perlakuan HCl 70 % (K9) tidak terdapat
kecambah abnormal.

Universitas Sumatera Utara

Benih yang Belum Tumbuh
Data pengamatan dan sidik ragam benih yang belum tumbuh dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 9-11. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap benih yang belum
tumbuh. Rataan benih yang belum tumbuh dari perlakuan pematahan dormansi
secara kimia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Benih delima yang belum tumbuh pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (%)
78,89 a
10,00 d
14,44 d
14,44 d
50,00 c
74,44 ab
57,78 abc
60,00 abc
42,22 c
54,44 bc

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa benih yang belum tumbuh tertinggi
adalah pada kontrol (K0) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan KNO3 0,2 %
(K5), perlakuan KNO3 0,3 % (K6) dan perlakuan HCl 50 % (K7), namun berbeda
nyata dengan perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3), perlakuan KNO3 0,1 % (K4) dan
perlakuan HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9). Sedangkan benih yang belum tumbuh
terendah adalah pada perlakuan H2SO4 70% (K1) yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan H2SO4 lainnya (K2 dan K3), namun berbeda nyata nyata dengan kontrol
(K0), perlakuan KNO3 (K4, K5, K6) dan perlakuan HCl (K7, K8, K9).

Universitas Sumatera Utara

Laju Perkecambahan
Data pengamatan dan sidik ragam laju pertumbuhan dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 12 dan 13. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
pematahan

dormansi

secara

kimia

berpengaruh

nyata

terhadap

laju

perkecambahan benih. Rataan laju perkecambahan dari perlakuan pematahan
dormansi secara kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju perkecambahan benih delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (hari)
15,25 abc
14,04 bcd
13,60 cd
14,01 bcd
14,96 a-d
17,45 a
14,54 a-d
16,96 ab
13,52 cd
11,73 d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa laju perkecambahan tertinggi adalah pada
perlakuan perendaman benih dengan KNO3 0,2 % (K5) yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan KNO3 lainnya (K4 dan K6), perlakuan HCl 50% (K7) dan
kontrol (K0), namun berbeda nyata dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9). Sedangkan laju perkecambahan terendah adalah
pada perlakuan HCl 70 % (K9) yang tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan
H2SO4 (K1, K2, K3), perlakuan KN03 0,1 % (K4), perlakuan KNO3 0,3 % (K6), dan
perlakuan HCl 60 % (K8).

Universitas Sumatera Utara

Indeks Vigor
Data pengamatan dan sidik ragam indeks vigor dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 14-16. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap indeks vigor benih. Rataan
indeks vigor dari perlakuan pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada
Tabel 6
Tabel 6. Indeks vigor benih delima pada beberapa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia
Perlakuan

Rataan

K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

0,49 e
2,22 a
1,85 abc
2,04 ab
1,12 cd
0,66 de
1,01 de
0,75 de
1,36 bcd
1,20 bcd

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa indeks vigor benih tertinggi adalah pada
perlakuan H2SO4 70 % (K1) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4
lainnya (K2 dan K3), namun berbeda nyata dengan kontrol (K0), perlakuan KNO3
(K4, K5, K6) dan perlakuan HCl (K7, K8, K9). Sedangkan indeks vigor benih
terendah adalah pada kontrol (K0) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
KNO3 0,2 % (K5), perlakuan KNO3 0,3 % (K6) dan perlakuan HCl 50 % (K7),
namun berbeda nyata dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2 dan K3), perlakuan
KNO3 0,1 % (K4), perlakuan HCl 60 % dan 70 % (K8, K9).

Universitas Sumatera Utara

Bobot Basah Kecambah
Data pengamatan dan sidik ragam bobot basah kecambah dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 17-18. Dari sidik ragam bobot basah kecambah diketahui
bahwa perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot basah kecambah. Rataan bobot basah kecambah dari perlakuan
pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot basah kecambah delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia
Perlakuan
K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

Rataan (g)
0,0883
0,0866
0,0806
0,0795
0,0923
0,1161
0,0942
0,0960
0,0753
0,0782

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot basah kecambah tertinggi adalah
pada perlakuan KNO3 0,3 % (K5). Sedangkan bobot basah kecambah terendah
adalah pada perlakuan HCl 60% (K8).
Bobot Kering Kecambah
Data pengamatan dan sidik ragam bobot basah kecambah dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 19-20. Dari sidik ragam bobot kering kecambah diketahui
bahwa perlakuan pematahan dormansi secara kimia berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot kering kecambah. Rataan bobot basah kecambah dari perlakuan
pematahan dormansi secara kimia dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8. Bobot kering kecambah delima pada beberapa perlakuan pematahan
dormansi secara kimia
Perlakuan

Rataan (g)

K0 (Kontrol)
K1 (H2SO470 %)
K2 (H2SO4 80 %)
K3 (H2SO4 90 %)
K4 (KNO3 0,1 %)
K5 (KNO3 0,2 %)
K6 (KNO3 0,3 %)
K7 (HCl 50 %)
K8 (HCl 60 %)
K9 (HCl 70 %)

0,0143
0,0138
0,0134
0,0123
0,0170
0,0088
0,0140
0,0123
0,0103
0,0094

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa bobot kering kecambah tertinggi adalah
pada perlakuan KNO3 0,1 % (K4). Sedangkan bobot basah kecambah terendah
adalah pada perlakuan KNO3 0,3 % (K5).
Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan
pematahan dormansi secara kimia berpengaruh nyata terhadap parameter kadar air
benih

(%), kecambah

normal

(%), benih

yang belum

tumbuh (%),

laju perkecambahan benih (hari), dan indeks vigor , tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap parameter kecambah abnormal (%), bobot basah kecambah (g),
dan bobot kering kecambah (g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia berpengaruh nyata terhadap kadar air benih. Hal ini dapat dilihat dari
persentase kadar air tertinggi pada perlakuan perendaman benih dengan HCl 60 %
(K8) sebesar 44,6 % yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 1).
Perlakuan perendaman benih dengan HCl 60% (K8) menyebabkan kulit benih
melunak, sehingga air dapat mudah masuk dan kadar air dalam benih meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini sesuai dengan literatur Sutopo (1993) yang menyatakan bahwa larutan
asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat
kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Bahan kimia lain yang juga sering digunakan adalah : potassium hydroxide, asam
hidroclorit, potassium nitrat, dan thiourea. Utomo (2006) juga menyebutkan
bahwa larutan asam menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan
baik pada legum dan non-legum. Metode ini paling efektif digunakan untuk benih
berkulit keras.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia mampu meningkatkan persentase kecambah normal dibanding
kontrol. Hal ini dapat dilihat dari persentase kecambah normal terendah, yaitu
pada kontrol (K0) yang berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3),
KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90 % (K8 dan K9) (Tabel 2).
Kecambah normal tertinggi terdapat pada perlakuan H2SO4 70 % (K1)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 80 % dan 90 % (K2 dan K3).
Persentase yang tinggi pada perlakuan H2SO4 diduga karena struktur kulit benih
mengalami kerusakan, sehingga air dengan mudah masuk dan embrio dapat keluar
dan berkecambah. Sesuai dengan literatur Ali, et al., (2011) yang menyebutkan
bahwa mekanisme perkecambahan biji yang mungkin dipengaruhi oleh H2SO4
adalah karena kemampuan H2SO4 untuk memecah kulit biji yang mengarah ke
penyerapan air dan imbibisi benih. Olmez, et al., (2007) juga menyebutkan bahwa
di antara semua perlakuan yang diterapkan pada benih delima, perendaman dalam
H2SO4 selama 15 menit dengan stratifikasi suhu dingin selama 60 hari
menghasilkan laju perkecambahan terbaik (30 hari) dan persentasi perkecambahan

Universitas Sumatera Utara

tertinggi (75,6% dan 69,9%) diikuti oleh perlakuan perendaman dalam H2SO4
selama 15 menit dan 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecambah abnormal tertinggi
terdapat pada perlakuan perendaman dengan HCl 60% (K7) dan HCl 70 % (K8)
sebesar 2,22 %, sedangkan kecambah abnormal terendah adalah pada perlakuan
lainnya (Tabel 3). Kecambah abnormal pada perlakuan K7 dan K8 ditandai dengan
terputusnya koleoptil kecambah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia berpengaruh nyata terhadap penurunan persentase benih yang belum
tumbuh. Hal ini dapat dilihat dari persentase benih yang belum tumbuh tertinggi
yaitu pada perlakuan kontrol (K0) dan berbeda nyata dengan semua perlakuan
H2SO4 (K1, K2, K3), KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90 % (K8 dan K9) (Tabel 4).
Benih yang belum tumbuh terendah terdapat pada perlakuan H2SO4 70 %
(K1) yang tidak berbeda nyata dengan

perlakuan H2SO4 80 % dan 90 %

(K2 dan K3). Persentase yang rendah pada perlakuan H2SO4 diduga karena
perlakuan tersebut dapat mendorong perkecambahan lebih cepat sehingga
persentase benih yang belum tumbuh mengalami penurunan dibanding perlakuan
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari indeks vigor (kecepatan berkecambah) pada
semua perlakuan H2SO4 (K1, K2 dan K3) yang berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya (Tabel 6). Sesuai dengan literatur Utomo (2006) yang menyebutkan
bahwa perlakuan larutan asam umumnya dilakukan pada benih yang memiliki
dormansi ganda (fisik dan mekanis), dimana kecepatan perkecambahan meningkat
secara nyata dibanding dengan kontrol. Suyatmi, et al., (2011) juga menyebutkan
bahwa perendaman benih jati dalam H2SO4 pada konsentrasi 70% dan 89%

Universitas Sumatera Utara

selama 20, 30 dan 40 menit menghasilkan persentase perkecambahan lebih tinggi
dibanding kontrol, dikarenakan perlakuan perendaman dengan

H2SO4 lebih

optimal dan lebih cepat untuk melunakkan kulit benih daripada benih hanya
direndam dalam air pada lama perendaman yang sama.
Pada semua perlakuan perendaman benih dengan H2S04 (K1, K2, K3),
perlakuan HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9), serta perlakuan KN03 0,1 % dan
0,3 % (K4 dan K6) mengalami penurunan laju perkecambahan dibandingkan
dengan kontrol (K0). Menurut Sutopo (1993) laju perkecambahan dapat diukur
dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan untuk munculnya radikula atau
plumula. Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan benih untuk
munculnya radikula atau plumula pada perlakuan H2S04 (K1, K2, K3), perlakuan
HCl 60 % dan 70 % (K8 dan K9), serta perlakuan KN03 0,1 % dan 0,3 % (K4 dan
K6) lebih cepat dibanding dengan kontrol (K0), perlakuan KN03 0,2 % (K5) dan
perlakuan HCl 50 % (K7). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk munculnya
radikula atau plumula pada benih delima dipengaruhi oleh kemampuan benih
menyerap air dan kemampuan embrio untuk
Kartasapoetra

(1992)

menyebutkan

bahwa

keluar dan berkecambah.

kerasnya

kulit

benih

dapat

menyebabkan resistensi mekanis, dan ini menyebabkan embrio yang memiliki
daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit yang berarti pula tidak dapat
keluar untuk tumbuh sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi
secara kimia mampu meningkatkan indeks vigor benih. Hal ini dapat dilihat dari
indeks vigor benih terendah yaitu pada perlakuan kontrol (K0) dan berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara

dengan semua perlakuan H2SO4 (K1, K2, K3), KN03 0,1 % (K4), HCl 80 % dan 90
% (K8 dan K9) (Tabel 6).
Indeks vigor benih tertinggi terdapat pada perlakuan H2SO4 70 % (K1)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2SO4 80 % dan 90 % (K2 dan K3)
(Tabel 6). Menurut Kartasapoetra (1992) indeks vigor berhubungan erat dengan
kecepatan berkecambah dari suatu kelompok benih. Indeks vigor yang tinggi
menunjukkan kecepatan berkecambah benih juga tinggi dan lebih tahan terhadap
keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Perlakuan perendaman benih
dengan H2SO4 mampu meningkatkan kecepatan berkecambah dan indeks vigor
benih lebih cepat dibanding perlakuan lainnya. Ali, et al., (2011) juga
menyebutkan terjadi peningkatan bertahap dalam persentase perkecambahan,
indeks perkecambahan dan penurunan laju perkecambahan dan T50 seiring dengan
peningkatan waktu perendaman benih R.capitata dalam HCl dari

3 sampai

15 jam dan perlakuan dengan H2SO4 selama 20, 40, 60, dan 80 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa bobot basah kecambah
tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman benih dengan KNO3 0,3 % (K5)
sebesar 0,1161 g dan bobot basah kecambah terendah adalah pada perlakuan
perendaman benih dengan HCl 60% (K8) sebesar 0,0753 g (Tabel 7). Perlakuan
pematahan domansi secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
amatan bobot basah kecambah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot kering kecambah tertinggi
terdapat pada perlakuan perendaman benih KNO3 0,1 % (K4) sebesar 0,0170 g
dan bobot basah kecambah terendah adalah pada perlakuan perendaman benih
dengan KNO3 0,3 % (K5) sebesar 0,0088 g (Tabel 8). Perlakuan pematahan

Universitas Sumatera Utara

dormansi secara kimia tidak berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot
kering kecambah.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Perlakuan pematahan dormansi secara kimia dengan menggunakan H2SO4

,

HCl dan KNO3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
persentase kadar air, kecambah normal, kecambah abnormal, benih yang
belum tumbuh, laju perkecambahan, dan indeks vigor.
2. Perlakuan

pematahan

dormansi

secara

kimia

yang

terbaik

untuk

meningkatkan persentase kecambah normal dan indeks vigor benih adalah
perlakuan perendaman dengan H2SO4 70%.
Saran
Perlakuan pematahan dormansi pada benih delima dapat dilakukan dengan
perendaman menggunakan larutan H2SO4 70%.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman delima diklasifikasikan dengan kingdom Plantae, divisio
Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales,
famili

Punicaceae,

genus

Punica,

species

Punica

ganatum

L

(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 2013).
Sistem perakaran delima terbagi dua, yaitu perakaran yang tumbuh
vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman 20 - 90
cm, tergantung pada perbedaan kedalaman tanah dan kelembaban (Levin, 1999).
Warna batang kuning muda. Cabang muda kadang-kadang memiliki duri
di ujung yang sudah terlihat pada saat muda. Batang yang muda memiliki
cabang poligonal (segi empat). Ketika dewasa batang menjadi bulat. Daun muda
cenderung memiliki warna kemerahan yang berubah menjadi hijau saat dewasa.
Pada varietas dengan kulit merah muda-ungu, warna ini muncul juga pada kulit
kayu dan tangkai daun, pada bagian bawah

vena sentral, dan di tepi daun

(Holland, et al., 2009).
Daun berukuran panjang sekitar 0,75-3,5 inc dan lebar 0,4-1,2 inc.
Memiliki tangkai daun (petiolus) yang pendek. Terdapat tiga daun dalam satu
kelompok yang tersusun pada 110-1300. Daun muda berwarna kemerahan dan
akan berubah menjadi hijau ketika dewasa. Bagian atas daun berwarna hijau lebih
gelap dibanding bagian bawah daun, meskipun tangkai daun tetap berwarna
merah (Aston and Silverstein, 2006).
Delima merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga pada satu bunga
terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga delima berbentuk pir, melengkung

Universitas Sumatera Utara

dan berdaging dengan kalix yang berbentuk lonceng (mahkota). Terdapat 5-8
daun mahkota yang berkerut (Aston and Silverstein, 2006).
Buah berkembang dari ovarium dan tergolong buah berry berdaging. Buah
ini hampir berbentuk bulat dan memiliki mahkota kelopak yang menonjol. Puncak
mahkota tidak terbuka lebar, tergantung pada varietas dan tahap pematangan.
Buah terhubung ke pohon dengan tangkai pendek. Setelah buah muncul,
perubahan warna kulit sepal dalam buah berkembang terus menerus dari oranye
kemerah-merahan menjadi hijau. Pada tahap pematangan buah selanjutnya, warna
akan berubah lagi sampai mencapai karakteristik warna buah matang. Warna kulit
luar berkisar dari kuning, hijau, atau pink bercampur dengan merah muda menjadi
merah tua atau nila sampai sepenuhnya merah, merah muda atau ungu tua,
tergantung varietas dan tahap pematangan (Holland, et al., 2009).
Dormansi Benih
Ahli fisiologi benih menyatakan ada empat tahap perkecambahan :
(1) hidrasi atau imbibisi: selama kedua periode tersebut, air masuk ke dalam
embrio dan membasahi protein dan koloid lain, (2) pembentukan atau pengaktifan
enzim, yang menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik, (3) pemanjangan sel
radikel, diikuti munculnya radikel dari kulit biji (perkecambahan yang
sebenarnya), dan (4) pertumbuhan kecambah selanjutnya. Lapisan yang
membungkus embrio, yaitu endosperma, kulit biji, dan kulit buah, dapat
mengganggu masuknya air dan atau oksigen. Lapisan itu pun bertindak sebagai
penghalang mekanis agar radikula tidak muncul (Salisbury and Ross, 1992).
Dormansi yang penyebabnya terletak pada kulit benih lazim pula disebut
dormansi struktural, dapat disebabkan oleh : (1) kedapnya kulit benih terhadap air

Universitas Sumatera Utara

atau O2, (2) adanya zat penghambat, (3) adanya resistensi mekanis. Kedapnya
kulit benih terhadap air atau 02, karena kulit benih tersebut terlalu keras, terliputi
gabus atau lilin. Tentang zat penghambat dapat berada di sekitar kulit serta di
bagian-bagian dalam benih itu atau menempel pada kulit. Kerasnya kulit benih
dapat menyebabkan resistensi mekanis, dan ini menyebabkan embrio yang
memiliki daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit yang berarti pula
tidak dapat merobek kulit yang berarti pula tidak dapat keluar untuk tumbuh
sebagaimana mestinya (Kartasapoetra, 1992).
Dalam istilah pertanian benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini
disebut sebagai “benih keras”. Hal mana dapat ditemui pada sejumlah famili
tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit biji yang keras antara lain
:

Leguminosae,

Malvaceae,

Cannaceae,

Geraniaceae,

Chenopodaceae,

Convolvulaceae, Solanaceae, dan Liliaceae. Di sini pengambilan air terhalang
oleh kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula (Sutopo, 1993)
Kita dapat menyebut dormansi sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk
berkecambah walaupun (1) tersedia cukup banyak kelembaban diluar, (2) biji
dipajankan ke kondisi atmosfer yang lazim ditemukan pada tanah beraerasi baik
atau pada permukaan tanah, dan (3) suhu berada pada rentang yang biasanya
berkaitan dengan aktivitas fisioligi (Salisbury and Ross, 1992).
Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa
dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih
tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari

Universitas Sumatera Utara

benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan
lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi.
Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam (Sutopo, 1993).
Perlakuan Pematahan Dormansi
Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar
dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui

adalah perlakuan mekanis,

perlakuan kimia, perlakuan perendaman dengan air, perlakuan pemberian
temperatur tertentu dan perlakuan dengan cahaya (Sutopo, 1993).
Dormansi dapat diatasi kalau kita melakukan perlakuan-perlakuan sebagai
berikut : (1) pemarutan atau penggoresan (skarifikasi ) yaitu dengan cara
menghaluskan dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit
benih agar dapat dilalui air dan udara; (2) stratifikasi terhadap benih dengan suhu
rendah (cold stratification) ataupun suhu yang tinggi (warm stratification),
dimana benih yang mengalami dormansi fisiologis dikarenakan rendah selama
waktu tertentu; (3) penggunaan zat kimia dalam perangsangan perkecambahan
benih, dengan bahan misalnya (Kartasapoetra, 1992).
Di laboratorium dan di bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol
atau pelarut lemak lain (yang menghilangkan bahan berlilin yang kadang
menghalangi masuknya air) atau asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji
kapas dan berbagai tanaman kacangan tropika dapat sangat dipacu dengan
merendam biji terlebih dahulu dalam asam sulfat selama beberapa menit sampai

Universitas Sumatera Utara

satu

jam,

dan

selanjutnya

dibilas

untuk

menghilangkan

asam

itu

(Salisbury and Ross, 1992).
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan
untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji
menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia
lain yang juga sering digunakan adalah : potassium hydroxide, asam hidroclorit,
potassium nitrat, dan thiourea (Sutopo, 1993).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman H2SO4
Senyawa kimia yang paling umum digunakan untuk mengatasi dormansi
kulit benih adalah asam sulfat pekat. Untuk beberapa spesies perlakuan tersebut
lebih efektif dibanding perendaman air panas. Benih yang telah disimpan dalam
jangka waktu yang lama mungkin memerlukan waktu yang lebih lama dalam
perendaman asam dibanding benih segar (Bhanu and Bhatnagar, 2009).
Perlakuan perendaman dengan H2SO4 tidak mempengaruhi panjang
hipokotil, panjang radikula dan berat kering kecambah dikarenakan biji yang
mampu berkecambah setelah perlakuan H2SO4 hanya terpengaruh pada pelunakan
kulit benih dan tidak sampai ke embrio sehingga embrio tetap dapat tumbuh
dengan normal. Tetapi apabila perlakuan H2SO4 sampai pada embrio benih, maka
embrio tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga tidak sampai terjadi
perkecambahan (Suyatmi, et al., 2011).
Perlakuan asam sulfat efektif pada beberapa iklim dan spesis subtropis,
seperti Gleditsia triacanthos (1 jam) dan Ceratonia siliqua (2 jam). Diantara

Universitas Sumatera Utara

spesies

tropis

yang

efektif

dengan

perlakuan

asam

sulfat

adalah

Intsia palembanica (60 menit), Parkia javanica (15 menit), Dialium maingayi
(5 menit), Acacia albida (20 menit), Acacia nilotica (60-80 menit) dan
Acacia senegal (40 menit), Acacia planifrons (2 jam) dan Prosopis tamarugo
(7 menit) (Bhanu and Bhatnagar, 2009).
Perendaman benih dalam H2SO4 pada konsentrasi 70% dan 89% selama
20, 30 dan 40 menit menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih tinggi
dari kontrol. Hal ini dikarenakan kombinasi perlakuan ini lebih optimal dan lebih
cepat untuk melunakkan kulit benih daripada benih hanya direndam dalam air
pada lama perendaman yang sama (Suyatmi, et al., 2011).
Di antara semua perlakuan yang diterapkan pada benih delima,
perendaman dalam H2SO4 selama 15 menit dengan stratifikasi suhu dingin selama
60 hari menghasilkan laju perkecambahan terbaik (30 hari) dan persentasi
perkecambahan tertinggi (75,6% dan 69,9%) diikuti oleh perlakuan perendaman
dalam H2SO4 selama 15 menit dan 30 menit. Oleh karena itu, hasil menunjukkan
bahwa perlakuan perendaman dalam H2SO4 selama 15 menit dengan 60 hari
stratifikasi dingin dan kondisi rumah kaca dapat digunakan untuk mengatasi
dormansi perkecambahan delima (Olmez, et al., 2007).
Perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
perkecambahan karena absorbsi H2SO4 pada perendaman 20 menit sudah
mencapai titik jenuh dan pada perendaman selanjutnya tidak terjadi penyerapan
H2SO4. Jadi perbedaan waktu ini tidak mempengaruhi banyaknya H2SO4 yang
terserap oleh benih (Suyatmi, et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

Pelunakan pericarp atau kulit biji terjadi selama perlakuan awal yang
lembab dan benih diberi perlakuan awal dengan stratifikasi lembab untuk
mengatasi dormansi suhu, umumnya dapat mengatasi dormansi mekanis. Lama
stratifikasi tergantung suhu, jenis dan tingkat dormansi, namun umumnya berkisar
antara tiga hingga lima minggu. Perlakuan awal larutan asam umumnya dilakukan
pada benih yang memiliki dormansi ganda (dormansi fisik dan dormansi mekanis)
misalnya pada Pterocarpus angolensis, dimana kecepatan perkecambahan
meningkat secara nyata dibanding dengan kontrol dengan perlakuan perendaman
selama 12 menit dalam larutan asam sulfat (Utomo, 2006).
Larutan asam seperti H2SO4 menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan
dapat diterapkan baik pada legum dan non-legum. Namun tidak sesuai dengan
untuk benih yang mudah menjadi permeable karena asam akan masuk dan
merusak embrio. Metode ini paling efektif digunakan untuk benih berkulit keras
(Utomo, 2006).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman KNO3
Metode pematahan dormansi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain dengan cara mekanis, fisis maupun kimia. Metode kimia dapat
dikatakan metode yang paling praktis karena hanya dilakukan dengan
mencampurkan cairan kimia dengan biji. Larutan kimia yang terkenal murah dan
tersedia banyak di pasaran adalah KNO3. KNO3 juga sudah teruji efektif
mematahkan dormansi beberapa benih tanaman, antara lain padi dan aren
(Faustina, et al., 2012).
KNO3 adalah bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk
mendorong perkecambahan. Larutan 0,1-0,2 % KNO3 umumnya digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

setiap pengujian perkecambahan dan direkomendasikan oleh Association of
Official Seed Analysts and the Interna-tional Seed Testing Association for
Germination Tests pada banyak spesies (Copeland dan Mc Donald, 2001).
KNO3 berfungsi untuk meningkatkan aktifitas hormon pertumbuhan pada
benih. Pengaruh KNO3 yang ditimbulkan ditentukan oleh besar kecil
konsentrasinya. Perlakuan awal dengan larutan KNO3 berperan merangsang
perkecambahan pada hampir seluruh jenis biji. Perlakuan perendaman dalam
larutan KNO3 dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan
mempercepat perkecambahan (Faustina, et al., 2012).
Perlakuan Pematahan Dormansi dengan Perendaman HCl
Mekanisme perkecambahan biji yang mungkin dipengaruhi oleh H2SO4
adalah karena kemampuan H2SO4 untuk memecah kulit biji yang mengarah ke
penyerapan air dan imbibisi benih. Terjadi peningkatan bertahap dalam persentase
perkecambahan, index perkecambahan dan penurunan laju perkecambahan dan
T50 seiring dengan peningkatan waktu perendaman benih dalam HCl dari
3 sampai 15 jam dan perlakuan dengan H2SO4 selama 20, 40, 60, dan 80 menit
menunjukkan bahwa HCl dan H2SO4 mampu memecah kulit biji R. Capitata
yang keras untuk menginduksi perkecambahan (Ali, et al., 2011).
Benih yang tidak diberi perlakuan (kontrol) juga berkecambah tetapi
membutuhkan waktu yang sangat lama yaitu 17 hari setelah tanam yang
menghasilkan 60 % persentase perkecambahan dan tinggi kecambah lebih pendek
dari kecambah yang diberi perlakuan asam, skarifikasi mekanik dan uap panas
(Abubakar and Maimuna, 2013)

Universitas Sumatera Utara

HCl 50% menghasilkan persentase perkecambahan 70% hanya dalam 20
hari. HCl efektif dalam memecahkan dormansi benih dari Parkia biglobosa.
Perlakuan dengan konsentrasi HCl 50% menunjukkan efektivitas dalam
memecahkan dormansi Parkia

biglobosa. Benih yang direndam dengan

HCL 50% selama 30 menit menghasilkan persentase perkecambahan 70% dalam
21 hari waktu percobaan (Abubakar and Maimuna, 2013).
Benih yang diskarifikasi dengan HCl (36%) selama 3, 6, 9, 12, 15, dan 18
jam, perkecambahan biji secara signifikan (p