Adaptasi Petani Lada Terhadap Perubahan Iklim di Desa Lawonua dan Desa Simbune, Sulawesi Tenggara

(1)

ADAPTASI PETANI LADA TERHADAP PERUBAHAN

IKLIM DI DESA LAWONUA DAN DESA SIMBUNE,

SULAWESI TENGGARA

Enda h Suha e nda h1, Eva Fa uziya h1, da n Ge rha rd ES M a nurung2

1

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry,2ICRAF E-mail:[email protected]

ABSTRAK - Tanaman lada merupakan komoditas tradisional yang telah dibudidayakan sejak lama dan telah dikenal luas oleh masyarakat pedesaan, memiliki peluang strategis baik secara ekonomi maupun sosial. Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu sentra produksi lada. Usaha memproduksi lada tidak terlepas dari berbagai kendala, salah satunya adalah adanya perubahan iklim yang mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tumbuh lada. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adaptasi petani lada terhadap perubahan iklim. Penelitian ini dilakukan di Desa Lawonua, Kabupaten Konawe Selatan dan Desa Simbune, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, FGD dan observasi lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lada melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim melalui perubahan kalender tanam. Tanaman lada yang biasanya ditanam ketika musim hujan yaitu sekitar bulan februari sampai dengan bulan agustus, sekarang ini menjadi bulan mei sampai juli. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dalam pengelolaan kebun lada.

Kata kunci: adaptasi, iklim, lada PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan komoditas tradisional yang telah dibudidayakan sejak lama dan telah dikenal luas oleh masyarakat pedesaan (Syakir, 2001). Lada memiliki peluang strategis baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi, lada merupakan sumber pendapatan utama bagi petani dan merupakan salah satu sumber devisa negara, 80% dari seluruh produksinya dipasok ke pasar dunia (Rukmana, 2003; Wahyono, 2009; Ali, 2011). Secara sosial, lada merupakan komoditas yang telah lama dibudidayakan dan keberadaanya menjadi penyedia lapangan kerja terutama di daerah sentra produksi (Helmiet al., 2004).

Daerah pengembangan lada adalah Lampung dengan jenis lada hitam (Lampung Black Pepper) dan Bangka dengan jenis lada putih (Muntok White Pepper). Selain itu, banyak pengembangan pertanaman lada baru di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara (Manohara et al., 2005). Sulawesi Tenggara merupakan salah satu sentra produksi lada di Indonesia yang mengembangkan tanaman lada dengan pola monokultur serta pola agroforestry.


(2)

Produksi lada di Indonesia dahulu sebelum Perang Dunia Kedua mencapai 50.000 ton lada per tahun yaitu 80% dari produksi lada dunia. Namun, produksi tersebut terus berfluktuasi dan cenderung merosot, bahkan pada akhir-akhir ini tidak pernah mampu mencapai jumlah produksi tertinggi yang pernah dicapai (Indrawanti, 2001dalamDjamhari, 2006).

Penurunan produksi antara lain disebabkan oleh perubahan iklim dan serangan OPT, serta rendahnya tingkat pemeliharaan akibat harga yang fluktuatif (BALITTRO, 2012). Serangan OPT yang sangat ditakuti oleh petani adalah Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB), karena dapat menyebar dengan cepat dan mematikan tanaman dalam waktu singkat (Manohara et al, 2005). Perubahan iklim sangat mempengaruhi perkembangan penyakit ini, curah hujan yang tinggi dan terus menerus menyebabkan terjadinya genangan di sekitar pertanaman lada. Hal ini menyebabkan tanaman lada semakin rentan terhadap penyakit BPB yang mematikan tersebut. Selain itu, terjadinya perubahan musim kemarau yang lebih panjang menyebabkan tanaman lada menjadi merana dan pertumbuhannya terhambat.

Perubahan iklim yang terjadi, sangat mempengaruhi produksi lada. Lada menjadi rentan penyakit dan terhambat pertumbuhannya. Dengan demikian, petani berusaha mengantisipasi masalah tersebut dengan berbagai upaya. Informasi mengenai adaptasi petani lada terhadap perubahan iklim tersebut akan dibahas dalam makalah ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adapatasi petani lada terhadap perubahan iklim.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di pertanaman lada milik rakyat di Desa Lawonua, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe dan Desa Simbune, Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian dimulai dari Oktober 2013 sampai dengan September 2014.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, Focus Group Disscussion(FGD) dan observasi lahan. Wawancara dan FGD dilakukan terhadap ketua kelompok tani dan para petani lada dengan jumlah 10 orang. Adapun data yang digali diantaranya adalah alur sejarah, penggunaan lahan di desa dan kelender musim terutama yang berkaitan dengan perkembangan dan pengelolaan lada. Metode ini merupakan metode PRA (Participatory Rural Appraissal) yakni sebuah kegiatan sistematis semacam survey/ riset dialogis yang memungkinkan orang-orang desa mengungkapkan dan menganalisis situasi mereka sendiri (Mikkelsen, 2003). Dengan menggunakan metode ini akan diketahui masalah dan potensi yang terdapat dalam masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Lada oleh petani di Lokasi penelitian

Desa Simbune terletak pada ketinggian 106 128 m dpl dan Desa Lawonua terletak pada ketinggian 34 66 m dpl. Ketinggian pada kedua desa tersebut,


(3)

sesuai untuk pertumbuhan lada, seperti yang diungkapkan oleh Lee & Lum (2004) yang menyebutkan bahwa lada tumbuh baik pada ketinggian di bawah 500 m dpl.

Pertanaman lada yang diteliti merupakan lahan kering tadah hujan. Berdasarkan kriteria penilai kesuburan tanah (LPT, 1984), hasil analisis tanah di lokasi penelitian menunjukkan kondisi tanah dengan kesuburan tanah sangat rendah sampai rendah. Kondisi tanah tersebut dalam jangka panjang dapat menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap infeksi patogen (Bande, 2012). Lada merupakan komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh petani di kedua desa tersebut. Namun, sejak ada program Gernas pada tahun 2009, sebagian besar petani di desa Simbune dan desa Lawonua menanam kakao. Budidaya kakao yang intensif menyebabkan terjadinya ledakan serangan hama penyakit yang sangat merugikan. Oleh karena itu, saat ini petani mulai beralih kembali menanam lada. Di desa Simbune maupun di desa Lawonua tipe pengelolaan lada ada tiga macam yaitu: monokultur (hanya ditanami lada dengan menggunakan tajar gamal), campuran antara lada dan kakao, dan lada agroforestri (dengan berbagai jenis tanaman).

Pengelolaan lada di kedua desa cenderung tidak dipelihara secara intensif. Hal ini disebabkan adanya pandangan petani yang menyebutkan bahwa lada masih dapat berbuah meski tidak dipelihara secara intensif. Kenyataan di lapangan terlihat kebun lada yang tidak dipelihara intensif secara fisik kurang sehat. Kepemilikan kebun lada di kedua desa hanya sedikit, namun saat ini lada merupakan pilihan yang cukup menarik dibandingkan dengan kakao. Hasil penelitian Janudianto et al. (2012) menyebutkan pendapatan rata-rata dari kebun lada di desa Simbune yaitu Rp 3.824.400 (12% dari pendapatan total) dan di desa Lawonua yaitu Rp 2.152.100 atau sekitar 6,8 % kontribusinya terhadap pendapatan total. Secara umum pengelolaan lada oleh petani terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengelolaan lada oleh petani

No. Uraian Desa Simbune Desa Lawonua

1. Asal bibit

tanaman Lokal/membibitkan sendiri Lokal (selatan) /membibitkansendiri 2. Tinggi bibit yang

ditanam Sulur cacing (7 ruas), sulurpanjat/ (3 ruas) Sulur panjat/sulur cacing (1-7ruas) 3. Persiapan

tempat tumbuh Penanaman tajar bersamaandengan penananam lada Pembuatan lubang tanan sekaligus membersihkan lahan

Penanaman tajar dilakukan lebih dulu (sekitar 1 bulan sebelumnya) dibanding tanaman lada (biasanya ditanam di musim kemarau)

4. Sistem

penanaman Pembuatan lubang sekitar 1mata cangkul atau sekitar 40 cm

Bibit distek langsung ditanam atau ditanam dulu dalam polybag baru kemudian ditanam

Pembuatan lubang satu matan cangkul

Bibit yang telah di stek dibiarkan 1-3 hari lalu ditanam

Pengikatan lada Dilakukan ketika tanaman


(4)

No. Uraian Desa Simbune Desa Lawonua gulma kemudian rumput dipendam di

dekat pohon agar menjadi pupuk

pohon agar menjadi pupuk 6. Pemupukan Sebagian besar tidak dipupuk Sebagian besar tidak dipupuk,

kalaupun dipupuk hanya ketika umur tanaman 1 bulan

7. Pemberantasan hama dan penyakit

Tidak pernah ada, jika ada yang terkena penyakit atau mati dibiarkan saja atau dibersihkan lalu disulam dengan yang baru

Di biarkan saja

8. Penyulaman Dilakukan setiap kali ada

tanaman yang mati Dilakukan setiap kali adatanaman yang mati

9. Penjarangan -

-10. Pemangkasan Pemangkasan tajar

Pemangkasan lada yang masih berumur muda agar mempunyai cabang yang banyak

Pemangkasan tajar

Pemangkasan lada agar banyak cabang

11. Pemanenan 1 tahun 1 kali 1 tahun 1 kali Sumber: data primer, 2013

Dampak Perubahan Iklim terhadap Tanaman Lada

Berdasarkan hasil wawancara, pada bulan Juli 2013 curah hujan di wilayah penelitian sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banjir di Desa Lawonua yang berdampak terendamnya sebagian besar kebun lada. Namun di Desa Simbune, hanya kebun-kebun lada yang berdekatan dengan sungai yang terendam banjir. Kondisi kebun lada yang terendam menyebabkan kematian lada yang tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman lada terserang penyakit busuk pangkal batang.

Menurut Manohara (2007) penyakit busuk pangkal batang merupakan penyakit yang paling membahayakan karena dapat mengakibatkan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 1). Percikan air hujan dapat membantu menyebarkan patogen ke tanaman, ditambah dengan kondisi kebun yang tergenang, sehingga patogen tersebar melalui aliran permukaan (Semangun, 2000; Manohara, 2007; Bande, 2012). Curah hujan yang tinggi mempengaruhi kelembaban. Kelembaban mempengaruhi tahap awal dan perkembangan penyakit. kelembaban mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perkecambahan spora jamur dan penetrasi inang oleh tabung kecambah. Kelembaban juga mengaktivasi jamur yang selanjutnya dapat menginfeksi tumbuhan. Kelembaban mempengaruhi perluasan dan tingkat serangan penyakit dengan meningkatkan sukulen tumbuhan inang dan selanjutnya meningkatkan kerentanan tumbuhan terhadap patogen (Agrios, 1996).


(5)

Gambar 1. Tanaman Lada yang mati oleh penyakit

Selain curah hujan, angin juga dapat memicu penyakit lebih mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya sehingga penyakit dapat menyebar dengan sangat cepat dengan bantuan angin tersebut (Mayasari dan Suroso, 2014).

Hujan yang terus-menerus selain menyebabkan banjir, juga dapat menghanyutkan humus dan zat-zat makanan lainnya karena kuatnya aliran di permukaan tanah (Mayasari dan Suroso, 2014). Kondisi tanaman yang kekurangan hara juga semakin menyebabkan tanaman lada rentan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Dengan demikian, perubahan iklim yang menyebabkan banjir terbesar yang pernah terjadi dalam kurun waktu 30 tahun di lokasi penelitian berdampak terhadap tingginya kematian lada.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, pada tahun 2014 terjadi el nino yang menyebabkan kemarau panjang di lokasi penelitian. Lada menjadi terganggu pertumbuhannya karena musim kemarau yang berkepanjangan. Salah satu syarat pertumbuhan optimal untuk lada adalah tidak terdapat bulan kering dengan curah hujan <60 mm/bulan. Lada mulai tertekan pertumbuhannya bila terdapat bulan kering >3 bulan dalam setahun, sementara sampai akhir pengamatan, bulan kering sudah mencapai 4 bulan. Bahkan dari data BMKG diketahui bahwa bulan september 2014 curah hujan di Desa Lawonua hanya 8,5 mm dan 0,1 mm di Desa Simbune. Akibat dari rendahnya curah hujan tersebut tanaman lada menjadi terganggu pertumbuhannya (Gambar 2). Supari (2014) menyatakan bahwa el nino berpengaruh kuat terhadap iklim di Indonesia. Berkurangnya curah hujan dan terjadinya kemarau panjang adalah dampak langsung yang bisa memicu masalah lain pada sektor pertanian.


(6)

Adaptasi Petani Lada terhadap Perubahan Iklim a. Perubahan musim tanam

Secara umum petani di lokasi penelitian melakukan penanaman tanaman lada ketika datang hujan. Pada musim kemarau pada umumnya petani yang akan menanam lada sudah mempersiapkan tajar berupa gamal yang akan menjadi tiang/panjatan bagi lada. Menurut petani, gamal memang akan tumbuh baik jika ditanam pada musin kemarau karena jika ditanam pada musim hujan justru akan busuk, sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik. Kegiatan petani di kebun yang berkaitan dengan lada terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.

Tabel 2. Kalender musim di Desa Simbune

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

1 Musim hujan x x x x x

2 Musim kemarau x x x x x x x

3 Persiapan lahan di kebun x x

4 pembibitan x x x x x x x x x x x x

5 penanaman tajar x x x x

6 penanaman lada x x x x x

7 Pemeliharaan

8 Pemupukan x x x x

9 pembersihan rumput x x x x x

10 Pengikatan lada x x x x x

11 pemangkasan pucuk lada x x x

12 pemangkasan tajar x x x

13 Penyulaman x x x x x x x x x x x x

14 pemanenan lada

15 musim berbunga x x x x

16 musim panen x x

17 Hama/penyakit

18 penyakit- mulai ada terlihat serangan x X x x X x - terlihat dampak/serangan

penyakit x X x x X x

- kerugian/kematian x X x x X


(7)

Tabel 3. Kalender musim di Desa Lawonua

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

1 Musim hujan x X x x x x x

2 Musim kemarau x x x x x

3 Persiapan lahan di kebun x x x x x

4 pembibitan x x x x x

5 penanaman tajar x x X x x x x x x x x x

6 penanaman lada x X x x x x x

7 Pemeliharaan

8 Pemupukan X x x x x x x x

9 pembersihan rumput x x x x x

10 Pengikatan X x x x x x

11 pemangkasan pucuk lada X x x x x x

12 pemangkasan tajar X x x x x x

13 Penyulaman X x x x x x

14 penyemprotan hama/penyakit 15 pemanenan lada

16 musim berbunga x x x

17 musim panen x x x x

18 Hama/penyakit

- mulai ada terlihat serangan

penyakit X x

- terlihat dampak/serangan

penyakit X x x x x

- kerugian/kematian x x x x

-Pengendalian Tidak/jarang dilakukan

Perubahan musim hujan menyebabkan terjadinya perubahan waktu tanam bagi petani lada. Di Desa Simbune musim tanam lada biasanya pada bulan 3 sampai 7 dan di Desa Lawonua sekitar bulan 2 sampai dengan bulan 8. Namun musim hujan dan kemarau pada tahun-tahun belakangan ini kadangkala berubah bisa lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya, sehingga waktu tanam lada menjadi sekitar bulan 5 sampai bulan 7. Perubahan siklus musim hujan dan kemarau menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam menentukan masa tanam yang pasti (Mayasari dan Suroso, 2014).

b. Pemanfaatan Infus Bambu

Musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan tanaman lada menjadi merana, pertumbuhannya terhambat. Petani lada mensiasati agar tanaman lada yang masih muda tidak mati dengan menggunakan infus bambu (Gambar 3).


(8)

Gambar 3. Infus bambu pada lada

c. Pemanfaatan Bubur Bordo

Sebelumnya diketahui bahwa petani jarang bahkan tidak melakukan upaya pengendalian penyakit. Namun, karena penyakit busuk pangkal batang dirasakan sangat merugikan petani, mereka mulai mencari informasi untuk mengatasi penyakit tersebut.

Pengendalian penyakit melalui aplikasi bubur bordo diperoleh dari kegiatan proyek Agfor in Sulawesi ICRAF yang bekerja sama dengan BALITTRO. Informasi disebarluaskan ke petani melalui penyuluhan dan uji coba pembuatan bubur bordo serta aplikasinya. Bubur bordo dibuat dari campuran 100 gram terusi (CuSO4) dalam 5 liter air yang dicampur dengan campuran 100 gram kapur dalam

5 liter air (Manohara dan Wahyuno, 2013). d. Pembuatan parit di sekitar kebun lada

Pembuatan parit bertujuan untuk mencegah genangan air di kebun lada dan mencegah infeksi dan sebaran penyakit busuk pangkal batang lada.

KESIMPULAN

Upaya-upaya adaptasi yang dilakukan petani dalam pengelolaan tanaman lada diantaranya adalah melakukan perubahan kalender tanam, pemanfaatan infus bambu, pemanfaatan bubur bordo dan pembuatan parit di sekitar kebun lada. PENGHARGAAN (acknowledgement)

Terima kasih kepada Tim Agfor in Sulawesi, ICRAF, petani di desa Lawonua dan desa Simbune, BMKG Kendari, BALITTRO sehingga kami memperoleh informasi yang bermanfaat bagi pengelolaan lada yang berkelanjutan.

REFERENSI

Agrios, G.N. (1996). Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Gajahmada University Press.

Ali, E.M. (2011) Mengembalikan kejayaan muntok white pepper.


(9)

&view=article&id=149:mengembalikan-kejayaan-muntok-white-pepper-&catid=64:workshop-revitalisasi-lada&Itemid=157. Diakses pada tanggal 2 September 2013.

[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. (2012). Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Tahun 2012-2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bande, L.A. S. (2012). Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

database/unggulan/bookletlada.pdf [24 Oktober 2013].

Djamhari. (2006). Uji pupuk (NPK dan EMAS) dan zat pengatur tumbuh (Atonik dan ethrel) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman lada (Piper nigrum). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 8, No. 1: 37-42.

Helmi, B. Djoefrie, Mugnisjah, W.Q. dan Syakir, M. (2004). Serapan Hara oleh Lada Perdu (Piper nigrumL) pada Kerapatan Tanaman dan Peupukan yang Beragam di Bawah Tegakan Kelapa. Forum Pascasarjana Vo. 27 No. 02: 145-158.

Lee, B.S & Lum, K.Y. (2004). Phytophthora Diseases in Malaysia.In:Drenth A and Guest D.I (Eds).Diversity and Managements of Phytophthora in Southeast Asia. Australian Centre for Internastional Agricultural Research. Camberra.

Manohara, D. (2007). Bercak Daun Phytophthora sebagai Sumber Inokulum Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Piper Nigrum L.). Bul. Littro. Vol. XVIII No.2:177-187.

Manohara, D., Wahyuno, D., dan Noveriza, R. (2005). Penyakit busuk pangkal batang lada dan strategi pengendaliannya. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat 17: 41-51.

Mayasari dan Suroso. (2014). Identifikasi opsi adaptasi perubahan iklim bagi petani apel di Kota Batu. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V1N2:418-427

Rukmana, R. (2003). Usaha Tani Lada Perdu. Kanisius. Yogyakarta.

Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Supari. (2014). Sejarah dampak El-Nino di Indonesia.

www.bmkg.go.id/BMKG-pusat/publikasi/artikel/sejarah-dampak-El-Nino-di-Indonesia.bmkg. Syakir. (2008). Ragam Teknologi Budidaya Lada. Balittro. Departemen Pertanian. Wahid, P. (1996). Sejarah perkembangan dan daerah perkembangan tanaman Wahyuno, D. (2009). Pengendalian Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada.


(1)

No. Uraian Desa Simbune Desa Lawonua gulma kemudian rumput dipendam di

dekat pohon agar menjadi pupuk

pohon agar menjadi pupuk 6. Pemupukan Sebagian besar tidak dipupuk Sebagian besar tidak dipupuk,

kalaupun dipupuk hanya ketika umur tanaman 1 bulan

7. Pemberantasan hama dan penyakit

Tidak pernah ada, jika ada yang terkena penyakit atau mati dibiarkan saja atau dibersihkan lalu disulam dengan yang baru

Di biarkan saja

8. Penyulaman Dilakukan setiap kali ada

tanaman yang mati Dilakukan setiap kali adatanaman yang mati

9. Penjarangan -

-10. Pemangkasan Pemangkasan tajar

Pemangkasan lada yang masih berumur muda agar mempunyai cabang yang banyak

Pemangkasan tajar

Pemangkasan lada agar banyak cabang

11. Pemanenan 1 tahun 1 kali 1 tahun 1 kali Sumber: data primer, 2013

Dampak Perubahan Iklim terhadap Tanaman Lada

Berdasarkan hasil wawancara, pada bulan Juli 2013 curah hujan di wilayah penelitian sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banjir di Desa Lawonua yang berdampak terendamnya sebagian besar kebun lada. Namun di Desa Simbune, hanya kebun-kebun lada yang berdekatan dengan sungai yang terendam banjir. Kondisi kebun lada yang terendam menyebabkan kematian lada yang tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman lada terserang penyakit busuk pangkal batang.

Menurut Manohara (2007) penyakit busuk pangkal batang merupakan penyakit yang paling membahayakan karena dapat mengakibatkan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 1). Percikan air hujan dapat membantu menyebarkan patogen ke tanaman, ditambah dengan kondisi kebun yang tergenang, sehingga patogen tersebar melalui aliran permukaan (Semangun, 2000; Manohara, 2007; Bande, 2012). Curah hujan yang tinggi mempengaruhi kelembaban. Kelembaban mempengaruhi tahap awal dan perkembangan penyakit. kelembaban mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perkecambahan spora jamur dan penetrasi inang oleh tabung kecambah. Kelembaban juga mengaktivasi jamur yang selanjutnya dapat menginfeksi tumbuhan. Kelembaban mempengaruhi perluasan dan tingkat serangan penyakit dengan meningkatkan sukulen tumbuhan inang dan selanjutnya meningkatkan kerentanan tumbuhan terhadap patogen (Agrios, 1996).


(2)

Gambar 1. Tanaman Lada yang mati oleh penyakit

Selain curah hujan, angin juga dapat memicu penyakit lebih mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya sehingga penyakit dapat menyebar dengan sangat cepat dengan bantuan angin tersebut (Mayasari dan Suroso, 2014).

Hujan yang terus-menerus selain menyebabkan banjir, juga dapat menghanyutkan humus dan zat-zat makanan lainnya karena kuatnya aliran di permukaan tanah (Mayasari dan Suroso, 2014). Kondisi tanaman yang kekurangan hara juga semakin menyebabkan tanaman lada rentan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Dengan demikian, perubahan iklim yang menyebabkan banjir terbesar yang pernah terjadi dalam kurun waktu 30 tahun di lokasi penelitian berdampak terhadap tingginya kematian lada.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, pada tahun 2014 terjadi el nino yang menyebabkan kemarau panjang di lokasi penelitian. Lada menjadi terganggu pertumbuhannya karena musim kemarau yang berkepanjangan. Salah satu syarat pertumbuhan optimal untuk lada adalah tidak terdapat bulan kering dengan curah hujan <60 mm/bulan. Lada mulai tertekan pertumbuhannya bila terdapat bulan kering >3 bulan dalam setahun, sementara sampai akhir pengamatan, bulan kering sudah mencapai 4 bulan. Bahkan dari data BMKG diketahui bahwa bulan september 2014 curah hujan di Desa Lawonua hanya 8,5 mm dan 0,1 mm di Desa Simbune. Akibat dari rendahnya curah hujan tersebut tanaman lada menjadi terganggu pertumbuhannya (Gambar 2). Supari (2014) menyatakan bahwa el nino berpengaruh kuat terhadap iklim di Indonesia. Berkurangnya curah hujan dan terjadinya kemarau panjang adalah dampak langsung yang bisa memicu masalah lain pada sektor pertanian.


(3)

Adaptasi Petani Lada terhadap Perubahan Iklim a. Perubahan musim tanam

Secara umum petani di lokasi penelitian melakukan penanaman tanaman lada ketika datang hujan. Pada musim kemarau pada umumnya petani yang akan menanam lada sudah mempersiapkan tajar berupa gamal yang akan menjadi tiang/panjatan bagi lada. Menurut petani, gamal memang akan tumbuh baik jika ditanam pada musin kemarau karena jika ditanam pada musim hujan justru akan busuk, sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik. Kegiatan petani di kebun yang berkaitan dengan lada terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.

Tabel 2. Kalender musim di Desa Simbune

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

1 Musim hujan x x x x x

2 Musim kemarau x x x x x x x

3 Persiapan lahan di kebun x x

4 pembibitan x x x x x x x x x x x x

5 penanaman tajar x x x x

6 penanaman lada x x x x x

7 Pemeliharaan

8 Pemupukan x x x x

9 pembersihan rumput x x x x x

10 Pengikatan lada x x x x x

11 pemangkasan pucuk lada x x x

12 pemangkasan tajar x x x

13 Penyulaman x x x x x x x x x x x x

14 pemanenan lada

15 musim berbunga x x x x

16 musim panen x x

17 Hama/penyakit

18 penyakit- mulai ada terlihat serangan x X x x X x - terlihat dampak/serangan

penyakit x X x x X x

- kerugian/kematian x X x x X


(4)

Tabel 3. Kalender musim di Desa Lawonua

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

1 Musim hujan x X x x x x x

2 Musim kemarau x x x x x

3 Persiapan lahan di kebun x x x x x

4 pembibitan x x x x x

5 penanaman tajar x x X x x x x x x x x x

6 penanaman lada x X x x x x x

7 Pemeliharaan

8 Pemupukan X x x x x x x x

9 pembersihan rumput x x x x x

10 Pengikatan X x x x x x

11 pemangkasan pucuk lada X x x x x x

12 pemangkasan tajar X x x x x x

13 Penyulaman X x x x x x

14 penyemprotan hama/penyakit 15 pemanenan lada

16 musim berbunga x x x

17 musim panen x x x x

18 Hama/penyakit

- mulai ada terlihat serangan

penyakit X x

- terlihat dampak/serangan

penyakit X x x x x

- kerugian/kematian x x x x

-Pengendalian Tidak/jarang dilakukan

Perubahan musim hujan menyebabkan terjadinya perubahan waktu tanam bagi petani lada. Di Desa Simbune musim tanam lada biasanya pada bulan 3 sampai 7 dan di Desa Lawonua sekitar bulan 2 sampai dengan bulan 8. Namun musim hujan dan kemarau pada tahun-tahun belakangan ini kadangkala berubah bisa lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya, sehingga waktu tanam lada menjadi sekitar bulan 5 sampai bulan 7. Perubahan siklus musim hujan dan kemarau menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam menentukan masa tanam yang pasti (Mayasari dan Suroso, 2014).


(5)

Gambar 3. Infus bambu pada lada

c. Pemanfaatan Bubur Bordo

Sebelumnya diketahui bahwa petani jarang bahkan tidak melakukan upaya pengendalian penyakit. Namun, karena penyakit busuk pangkal batang dirasakan sangat merugikan petani, mereka mulai mencari informasi untuk mengatasi penyakit tersebut.

Pengendalian penyakit melalui aplikasi bubur bordo diperoleh dari kegiatan proyek Agfor in Sulawesi ICRAF yang bekerja sama dengan BALITTRO. Informasi disebarluaskan ke petani melalui penyuluhan dan uji coba pembuatan bubur bordo serta aplikasinya. Bubur bordo dibuat dari campuran 100 gram terusi (CuSO4) dalam 5 liter air yang dicampur dengan campuran 100 gram kapur dalam 5 liter air (Manohara dan Wahyuno, 2013).

d. Pembuatan parit di sekitar kebun lada

Pembuatan parit bertujuan untuk mencegah genangan air di kebun lada dan mencegah infeksi dan sebaran penyakit busuk pangkal batang lada.

KESIMPULAN

Upaya-upaya adaptasi yang dilakukan petani dalam pengelolaan tanaman lada diantaranya adalah melakukan perubahan kalender tanam, pemanfaatan infus bambu, pemanfaatan bubur bordo dan pembuatan parit di sekitar kebun lada.

PENGHARGAAN (acknowledgement)

Terima kasih kepada Tim Agfor in Sulawesi, ICRAF, petani di desa Lawonua dan desa Simbune, BMKG Kendari, BALITTRO sehingga kami memperoleh informasi yang bermanfaat bagi pengelolaan lada yang berkelanjutan.

REFERENSI

Agrios, G.N. (1996). Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Gajahmada University Press.

Ali, E.M. (2011) Mengembalikan kejayaan muntok white pepper.


(6)

&view=article&id=149:mengembalikan-kejayaan-muntok-white-pepper-&catid=64:workshop-revitalisasi-lada&Itemid=157. Diakses pada tanggal 2 September 2013.

[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. (2012). Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Tahun 2012-2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bande, L.A. S. (2012). Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

database/unggulan/bookletlada.pdf [24 Oktober 2013].

Djamhari. (2006). Uji pupuk (NPK dan EMAS) dan zat pengatur tumbuh (Atonik dan ethrel) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman lada (Piper nigrum). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 8, No. 1: 37-42.

Helmi, B. Djoefrie, Mugnisjah, W.Q. dan Syakir, M. (2004). Serapan Hara oleh Lada Perdu (Piper nigrumL) pada Kerapatan Tanaman dan Peupukan yang Beragam di Bawah Tegakan Kelapa. Forum Pascasarjana Vo. 27 No. 02: 145-158.

Lee, B.S & Lum, K.Y. (2004). Phytophthora Diseases in Malaysia.In:Drenth A and Guest D.I (Eds).Diversity and Managements of Phytophthora in Southeast Asia. Australian Centre for Internastional Agricultural Research. Camberra.

Manohara, D. (2007). Bercak Daun Phytophthora sebagai Sumber Inokulum Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Piper Nigrum L.). Bul. Littro. Vol. XVIII No.2:177-187.

Manohara, D., Wahyuno, D., dan Noveriza, R. (2005). Penyakit busuk pangkal batang lada dan strategi pengendaliannya. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat 17: 41-51.

Mayasari dan Suroso. (2014). Identifikasi opsi adaptasi perubahan iklim bagi petani apel di Kota Batu. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V1N2:418-427

Rukmana, R. (2003). Usaha Tani Lada Perdu. Kanisius. Yogyakarta.

Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Supari. (2014). Sejarah dampak El-Nino di Indonesia.

www.bmkg.go.id/BMKG-pusat/publikasi/artikel/sejarah-dampak-El-Nino-di-Indonesia.bmkg. Syakir. (2008). Ragam Teknologi Budidaya Lada. Balittro. Departemen Pertanian. Wahid, P. (1996). Sejarah perkembangan dan daerah perkembangan tanaman Wahyuno, D. (2009). Pengendalian Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada.