Komposisi Kimia dan Kulit Paha Itik Lokal Jantan yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica L.) pada Taraf Berbeda

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL
JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L)
PADA TARAF BERBEDA

SKRIPSI
ELVA RISKAWATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
ELVA RISKAWATI. D14202040. 2006. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Paha
Itik Lokal Jantan yang diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Beluntas
(Plucea indica. L) pada Taraf Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Ir. Rukmiasih, MS.
: Prof. Emer. Peni. S. Hardjosworo, MSc.

Itik merupakan salah satu hewan unggas air (waterfowls) yang memiliki
potensi berkembang lebih baik sebagai ternak penghasil daging daripada ayam. Itik
memiliki ketahanan terhadap penyakit lebih tinggi daripada ayam. Namun sampai
saat ini budidaya itik lokal masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki
potensi yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan betina
afkir.
Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kenyataannya
daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh
masyarakat masih terbatas. Upaya yang sering dilakukan untuk mengurangi bau amis
tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu. Upaya
lain yang dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan dengan penambahan tepung
daun beluntas (Plucea indica. L).
Beluntas merupakan sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat tradisional. Sejak lama tanaman
beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan, menambah nafsu makan, mengatasi
gangguan pencernaan, menurunkan panas serta manfaat lainnya. Namun,

penambahan daun beluntas kedalam pakan itik diduga akan memberikan pengaruh
lain selain mengurangi bau amis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan tepung daun
beluntas dalam pakan itik lokal jantan terhadap komposisi kimia daging dan kulit
paha. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas
Komplek Kandang B Fakultas Peternakan, sedangkan pengambilan data dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut
Petanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir Juli hingga November 2005. Itik
yang digunakan adalah itik lokal jantan umur satu hari (DOD) sebanyak 45 ekor,
yang dipelihara selama 10 minggu kemudian dipotong. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga
perlakuan penambahan tepung daun beluntas (0%, 1% dan 2%) dalam pakan.
Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri
dari lima ekor itik. Peubah yang diukur berupa analisis proksimat kadar air, kadar
protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging paha itik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas
dalam pakan sebesar 1 dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu daging dan kulit paha itik.
Kata-kata kunci : itik lokal jantan, tepung daun beluntas, komposisi kimia, daging,
Kulit


ABSTRACT
Chemical Composition in Meat and Skin Thigh of Domestic Male Duck
Which Given The Feed Contains of Beluntas Leaf Meal
(Pluchea indica L.) on Different Level
Riskawati, E., Rukmiasih, and Peni S. Hardjosworo
Duck meat has undesire odor. One of the effort that is used to reduce it, is by adding
beluntas leaf meal in feed diet. However, the chemical composition of meat and
skin need to be learned. Therefore, The purpose of this research is to figure the effect
of adding beluntas leaf meal in feed diet to meat and skin chemical composition of
domestic male ducks. This reaserch was conducted in Faculty of Animal Science,
Bogor Agricultrural University from Juli until November 2005. Fourty five Day Old
Ducks (DOD) were raised and given additional beluntas leaf meal to their feed in
their 5-10 weeks of age, before being killed. Completely randomize designs was used
with three beluntas leaf meal concentration adding treatment (0%; 1% and 2 %).
Each treatment consist of three replication and each of it contains five ducks. The
result shows that chemical composition of meat and skin thigh is not effected from
this adding treatment.
Keywords : domestic male duck, beluntas leaf meal, chemical composition, mea and
skin thigh.


KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL
JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS (Plucea indica. L)
PADA TARAF BERBEDA

ELVA RISKAWATI
D14202040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL

JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.)
PADA TARAF BERBEDA

Oleh
ELVA RISKAWATI
D14202040

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Desember 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Ir. Rukmiasih, MS
NIP. 131 284 605

Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, MSc.


Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc
NIP. 131 624 188

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984.
Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Sulaeman
Damanhuri dan Hj. Yeyen Nuryeni.
Penulis memulai pendidikan formal tahun 1989 di TK Amaliah, Ciawi.
Tahun 1990 melanjutkan ke sekolah dasar SDN Cibogo, Megamendung dan pada
tahun 1996 melanjutkan ke SLTP Megamendung I. Tiga tahun berselang tepat tahun
1999 penulis tercatat sebagai siswa di SMU Negeri Ciawi I. Penulis lulus dari SMU
pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis terpilih menjadi salah satu
mahasiswa IPB di Fakultas Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama di kampus penulis mengikuti dan menjadi pengurus di beberapa
Organisasi Mahasiswa. Penulis tercatat sebagai Staf Departemen Olah Raga dan Seni
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) TPB IPB tahun 2002-2004 dan tahun 2003-2004

menjadi anggota Club THT

Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak

(Himaproter). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun 2004-2005.
Beberapa pelatihan dan seminar pernah diikuti oleh penulis, diantaranya
Pelatihan Inseminasi Buatan pada Domba yang diadakan Himaproter Fakultas
Peternakan IPB tahun 2003 dan Pelatihan Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP) tahun 2005.

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan semesta alam
yang menguasai seluruh ilmu pengetahuan atas bumi, langit beserta semua isinya.
Salawat serta salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, yang menjadi
tauladan dan membawa kebenaran di dunia bagi seluruh umat manusia.
Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap dunia unggas.
Penulis dengan bangga mendapat bimbingan dan kesempatan bekerjasama dengan
dosen di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor khususnya Bagian Ilmu
Produksi Ternak Unggas.


Penulis bersama rekan-rekan melakukan serangkaian

penelitian mengenai ternak itik. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian ini adalah bahwa budidaya itik lokal sampai saat ini masih sebagai
penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil
daging, terutama dari itik jantan dan itik betina afkir.
Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Namun, pada
kenyataannya daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan
daging itik oleh masyarakat masih terbatas.
Upaya yang paling sering dilakukan untuk mengurangi bau amis tersebut
adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu.

Pada

penelitian ini penulis melakukan upaya mengurangi bau amis pada daging itik
melalui pemberian pakan yang telah dimodifikasi dengan tambahan tepung daun
beluntas.
Beluntas merupakan tanaman yang sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai obat tradisional yang berkhasiat diantaranya untuk mengurangi bau badan.
Oleh karena itu peneliti bersama tim mencoba mengaplikasikannya kepada ternak
itik dengan harapan antioksidan yang terkandung dalam tanaman beluntas tersebut
mampu mengurangi bau amis itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak
pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap komposisi kimia daging dan
kulit paha itik lokal jantan.
Penelitian mengalami beberapa kendala diawal pemeliharaan, namun secara
umum kendala tersebut mampu penulis dan tim hadapi sehingga penelitian yang

dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langaung maupun
tidak langsung. Penulis sadar bahwa tiada kesempurnaan abadi yang pernah dicapai
manusia.

Bogor, Desember 2006

Penulis

DAFTAR ISI


Halaman
RINGKASAN .................................................................................................

i

ABSTRACT ....................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

v

DAFTAR ISI ....................................................................................................

vii


DAFTAR TABEL ...........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xi

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan .................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

1
1
2

Itik Lokal .............................................................................................
Komposisi Kimia Daging Itik ...............................................................
Kadar air ...................................................................................
Kadar protein ............................................................................
Kadar lemak ..............................................................................
Kadar Abu .................................................................................
Struktur Kimia Kulit Unggas ................................................................
Beluntas (Plucea indica. Less)..............................................................

2
3
4
4
5
5
6
7

METODE ........................................................................................................

9

Lokasi dan Waktu ...............................................................................
Materi ..................................................................................................
Kandang dan Peralatan ...........................................................
Rancangan ...........................................................................................
Perlakuan .................................................................................
Peubah yang Diamati dan Analisa Data ...................................
Model .......................................................................................
Prosedur ..............................................................................................
Pembuatan Tepung Daun Beluntas .........................................
Persiapan Kandang dan Peralatan ...........................................
Pengacakan Ternak ...................................................................
Pemeliharaan dan Pengambilan Data .....................................
Pengukuran Peubah...................................................................

9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
12
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

15

Komposisi Kimia Daging Paha.............................................................
Kompopsisi Kimia Kulit paha ..............................................................

15
17

KESIMPULAN .................................................................................................

19

UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

21

LAMPIRAN

23

..................................................................................................

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL
JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L)
PADA TARAF BERBEDA

SKRIPSI
ELVA RISKAWATI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
ELVA RISKAWATI. D14202040. 2006. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Paha
Itik Lokal Jantan yang diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Beluntas
(Plucea indica. L) pada Taraf Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Ir. Rukmiasih, MS.
: Prof. Emer. Peni. S. Hardjosworo, MSc.

Itik merupakan salah satu hewan unggas air (waterfowls) yang memiliki
potensi berkembang lebih baik sebagai ternak penghasil daging daripada ayam. Itik
memiliki ketahanan terhadap penyakit lebih tinggi daripada ayam. Namun sampai
saat ini budidaya itik lokal masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki
potensi yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan betina
afkir.
Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kenyataannya
daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh
masyarakat masih terbatas. Upaya yang sering dilakukan untuk mengurangi bau amis
tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu. Upaya
lain yang dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan dengan penambahan tepung
daun beluntas (Plucea indica. L).
Beluntas merupakan sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat tradisional. Sejak lama tanaman
beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan, menambah nafsu makan, mengatasi
gangguan pencernaan, menurunkan panas serta manfaat lainnya. Namun,
penambahan daun beluntas kedalam pakan itik diduga akan memberikan pengaruh
lain selain mengurangi bau amis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan tepung daun
beluntas dalam pakan itik lokal jantan terhadap komposisi kimia daging dan kulit
paha. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas
Komplek Kandang B Fakultas Peternakan, sedangkan pengambilan data dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut
Petanian Bogor. Waktu penelitian yaitu pada akhir Juli hingga November 2005. Itik
yang digunakan adalah itik lokal jantan umur satu hari (DOD) sebanyak 45 ekor,
yang dipelihara selama 10 minggu kemudian dipotong. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga
perlakuan penambahan tepung daun beluntas (0%, 1% dan 2%) dalam pakan.
Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri
dari lima ekor itik. Peubah yang diukur berupa analisis proksimat kadar air, kadar
protein, kadar lemak dan kadar abu dari daging paha itik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas
dalam pakan sebesar 1 dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu daging dan kulit paha itik.
Kata-kata kunci : itik lokal jantan, tepung daun beluntas, komposisi kimia, daging,
Kulit

ABSTRACT
Chemical Composition in Meat and Skin Thigh of Domestic Male Duck
Which Given The Feed Contains of Beluntas Leaf Meal
(Pluchea indica L.) on Different Level
Riskawati, E., Rukmiasih, and Peni S. Hardjosworo
Duck meat has undesire odor. One of the effort that is used to reduce it, is by adding
beluntas leaf meal in feed diet. However, the chemical composition of meat and
skin need to be learned. Therefore, The purpose of this research is to figure the effect
of adding beluntas leaf meal in feed diet to meat and skin chemical composition of
domestic male ducks. This reaserch was conducted in Faculty of Animal Science,
Bogor Agricultrural University from Juli until November 2005. Fourty five Day Old
Ducks (DOD) were raised and given additional beluntas leaf meal to their feed in
their 5-10 weeks of age, before being killed. Completely randomize designs was used
with three beluntas leaf meal concentration adding treatment (0%; 1% and 2 %).
Each treatment consist of three replication and each of it contains five ducks. The
result shows that chemical composition of meat and skin thigh is not effected from
this adding treatment.
Keywords : domestic male duck, beluntas leaf meal, chemical composition, mea and
skin thigh.

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL
JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS (Plucea indica. L)
PADA TARAF BERBEDA

ELVA RISKAWATI
D14202040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL
JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG
DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.)
PADA TARAF BERBEDA

Oleh
ELVA RISKAWATI
D14202040

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Desember 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Ir. Rukmiasih, MS
NIP. 131 284 605

Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, MSc.

Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc
NIP. 131 624 188

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984.
Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Sulaeman
Damanhuri dan Hj. Yeyen Nuryeni.
Penulis memulai pendidikan formal tahun 1989 di TK Amaliah, Ciawi.
Tahun 1990 melanjutkan ke sekolah dasar SDN Cibogo, Megamendung dan pada
tahun 1996 melanjutkan ke SLTP Megamendung I. Tiga tahun berselang tepat tahun
1999 penulis tercatat sebagai siswa di SMU Negeri Ciawi I. Penulis lulus dari SMU
pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis terpilih menjadi salah satu
mahasiswa IPB di Fakultas Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama di kampus penulis mengikuti dan menjadi pengurus di beberapa
Organisasi Mahasiswa. Penulis tercatat sebagai Staf Departemen Olah Raga dan Seni
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) TPB IPB tahun 2002-2004 dan tahun 2003-2004
menjadi anggota Club THT

Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak

(Himaproter). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun 2004-2005.
Beberapa pelatihan dan seminar pernah diikuti oleh penulis, diantaranya
Pelatihan Inseminasi Buatan pada Domba yang diadakan Himaproter Fakultas
Peternakan IPB tahun 2003 dan Pelatihan Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP) tahun 2005.

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan semesta alam
yang menguasai seluruh ilmu pengetahuan atas bumi, langit beserta semua isinya.
Salawat serta salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, yang menjadi
tauladan dan membawa kebenaran di dunia bagi seluruh umat manusia.
Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap dunia unggas.
Penulis dengan bangga mendapat bimbingan dan kesempatan bekerjasama dengan
dosen di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor khususnya Bagian Ilmu
Produksi Ternak Unggas.

Penulis bersama rekan-rekan melakukan serangkaian

penelitian mengenai ternak itik. Beberapa hal yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian ini adalah bahwa budidaya itik lokal sampai saat ini masih sebagai
penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi yang besar sebagai penghasil
daging, terutama dari itik jantan dan itik betina afkir.
Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
seharusnya dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Namun, pada
kenyataannya daging itik memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan
daging itik oleh masyarakat masih terbatas.
Upaya yang paling sering dilakukan untuk mengurangi bau amis tersebut
adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbu-bumbu.

Pada

penelitian ini penulis melakukan upaya mengurangi bau amis pada daging itik
melalui pemberian pakan yang telah dimodifikasi dengan tambahan tepung daun
beluntas.
Beluntas merupakan tanaman yang sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai obat tradisional yang berkhasiat diantaranya untuk mengurangi bau badan.
Oleh karena itu peneliti bersama tim mencoba mengaplikasikannya kepada ternak
itik dengan harapan antioksidan yang terkandung dalam tanaman beluntas tersebut
mampu mengurangi bau amis itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak
pemberian tepung daun beluntas dalam pakan terhadap komposisi kimia daging dan
kulit paha itik lokal jantan.
Penelitian mengalami beberapa kendala diawal pemeliharaan, namun secara
umum kendala tersebut mampu penulis dan tim hadapi sehingga penelitian yang

dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langaung maupun
tidak langsung. Penulis sadar bahwa tiada kesempurnaan abadi yang pernah dicapai
manusia.

Bogor, Desember 2006

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .................................................................................................

i

ABSTRACT ....................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................

v

DAFTAR ISI ....................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xi

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan .................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

1
1
2

Itik Lokal .............................................................................................
Komposisi Kimia Daging Itik ...............................................................
Kadar air ...................................................................................
Kadar protein ............................................................................
Kadar lemak ..............................................................................
Kadar Abu .................................................................................
Struktur Kimia Kulit Unggas ................................................................
Beluntas (Plucea indica. Less)..............................................................

2
3
4
4
5
5
6
7

METODE ........................................................................................................

9

Lokasi dan Waktu ...............................................................................
Materi ..................................................................................................
Kandang dan Peralatan ...........................................................
Rancangan ...........................................................................................
Perlakuan .................................................................................
Peubah yang Diamati dan Analisa Data ...................................
Model .......................................................................................
Prosedur ..............................................................................................
Pembuatan Tepung Daun Beluntas .........................................
Persiapan Kandang dan Peralatan ...........................................
Pengacakan Ternak ...................................................................
Pemeliharaan dan Pengambilan Data .....................................
Pengukuran Peubah...................................................................

9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
12
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

15

Komposisi Kimia Daging Paha.............................................................
Kompopsisi Kimia Kulit paha ..............................................................

15
17

KESIMPULAN .................................................................................................

19

UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

21

LAMPIRAN

23

..................................................................................................

DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Hasil Analiss Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas.......

3

2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, paha dan kulit itik yang
Berumur 12 Minggu ................................................................................

4

3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging ..............................................

6

4. Komposisi Nutrisi Pakan Perlakuan ........................................................

10

5. Rataan Komposisi Kimia Daging Paha Itik Jantan .................................

11

6. Rataan Komposisi Kimia Daging Paha Itik Jantan..................................

17

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Tanaman Beluntas ................................................................................

8

2. Tepung Daun Beluntas .........................................................................

11

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Analisis Ragam Rataan Kadar Air Daging Paha Itik Lokal Jantan .......

23

2. Analisis Ragam Rataan Kadar Protein Daging Paha Itik Lokal Jantan

23

3. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak Daging Paha Itik Lokal Jantan

23

4. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Daging Paha Itik Lokal Jantan ......

23

5. Analisis Ragam Rataan Kadar Air Kulit Paha Itik Lokal Jantan ...........

24

6. Analisis Ragam Rataan Kadar Protein Kulit Paha Itik Lokal Jantan ....

24

7. Analisis Ragam Rataan Kadar Lemak Kulit Paha Itik Lokal Jantan ....

24

8. Analisis Ragam Rataan Kadar Abu Kulit Paha Itik Lokal Jantan ........

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan salah satu ternak unggas air (waterfowls) yang memiliki
potensi berkembang lebih baik sebagai ternak pengahasil daging daripada ayam. Itik
memiliki ketahanan terhadap penyakit lebih baik daripada ayam. Sampai saat ini
budidaya itik lokal masih sebagai penghasil telur, padahal itik juga memiliki potensi
yang besar sebagai penghasil daging, terutama dari itik jantan dan betina afkir.
Sebagai penghasil daging, itik mempunyai nilai gizi tinggi dan seharusnya
dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kenyataannya daging itik
memiliki bau amis yang menyengat sehingga penerimaan daging itik oleh
masyarakat masih terbatas. Upaya yang paling sering dilakukan untuk mengurangi
bau amis tersebut adalah dengan melakukan pengolahan dan pemberian bumbubumbu. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan dengan
penambahan tepung daun beluntas (Plucea indica. L).
Beluntas adalah sejenis tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai tanaman pagar dan sebagai obat trdisional. Sejak lama tanaman
beluntas dipercaya dapat mengurangi bau badan, menambah nafsu makan, mengatasi
gangguan pencernaan, menurunkan panas serta manfaat lainnya.
Penelitian yang penulis lakukan merupakan bagian dari rangkaian penelitian
yang mengkaji pengaruh beluntas terhadap bau daging itik. Penulis mencoba
mengkaji bagaimana komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang
pakannya ditambahkan tepung daun beluntas 1 dan 2%.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
tepung daun beluntas dalam pakan terhadap komposisi kimia (kadar air, kadar
protein, kadar lemak dan kadar abu) daging dan kulit paha itik lokal jantan pada taraf
berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA
Itik Lokal
Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang menurut Srigandono
(1998) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Philum

: Chordata

Klas

: Aves

Ordo

: Anseriformes

Famili

: Anatidae

Subfamili

: Anatinae

Tribus

: Anatini

Genus

: Anas

Spesies

: Anas plathyrynchos.

Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik
Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur
(Samosir, 1984). Srigandono (1998) menyatakan bahwa ciri khas yang dimiliki itik
Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak, dan bila dilihat dari arah
depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam. Itik Indian
Runner dijuluki sebagai pelari (Runner) karena kemampuannya berjalan dan berlari
cukup jauh. Menurut Setioko et a.l (1994) setelah sekian lama dipelihara dan
dikembangkan di Indonesia maka itik ini disebut itik rakyat atau itik lokal.
Menurut Anggraeni (1999), populasi itik di Indonesia sebagian besar
dijumpai di Pulau Jawa dan kepulauan Indonesia bagian barat. Selanjutnya
Srigandono (1997) menambahkan bahwa itik lokal menggunakan nama daerah
masing-masing, misalnya itik Mojosari yang berkembang di daerah Mojosari, itik
Tegal yang berkembang di daerah Tegal dan itik Alabio yang berkembang di daerah
Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan. Itik merupakan ternak unggas yang
mempunyai kemampuan mencerna serat lebih baik dibanding dengan ayam (Lesson
dan Summer, 1997).

Komposisi Kimia Daging Itik
Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang baik
Struktur daging pada hewan unggas dan mamalia pada umumnya adalah sama, yang
membedakan pada daging unggas serat dagingnya pendek dan lunak serta jaringan
ikatnya bersifat lebih tipis sehingga mudah dicerna. Daging unggas tersusun atas
komponen-komponen bahan pangan seperti protein lemak, karbohidrat, mineral dan
air. Komposisi daging tersebut akan tergantung pada macam otot atau daging, jenis
kelamin, umur dan spesies (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Menurut Moutney (1976), kelebihan daging unggas dibanding dengan daging
yang berasal dari ruminansia adalah kadar protein yang lebih tinggi dan kadar lemak
yang lebih rendah. Lemak tersebut sebagian besar lemak subkutan dan tidak banyak
didistribusikan pada jaringan seperti pada ruminansia. Nilai gizi daging yang tinggi
karena daging mengandung asam amino esensial, air, karbohidrat, lemak dan
komponen anorganik yang lengkap dan seimbang (Forrest et al., 1975). Komposisi
kimia daging dari beberapa unggas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Bagian yang dapat Dimakan dari Unggas
Tipe

Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Abu (%)

Ayam (fryer)

75,7

18,6

4,9

0,8

Ayam (roaster)

63,0

18,2

17,9

0,9

Ayam (Jantan dan Betina)

56,9

17,4

24,8

0,9

Itik

54,3

16,0

28,6

1,0

Angsa

51,1

16,4

31,5

0,9

Kalkun

64,2

20,1

14,7

1,0

Sumber: USDA (1975) dalam Triyantini et al,. (1997)

Daging ternak itik tergolong daging dark meat atau daging suram (Samosir,
1984). Daging itik sebagian besar mengandung serabut merah dan sebagian kecil
serabut putih. Lawrie (1995) menjelaskan bahwa perbedaan warna daging diikuti
oleh perbedaan kadar pigmen daging (myoglobin), pigmen darah (hemoglobin) dan
komponen lain yaitu lemak, vitamin B12 dan flavin. Komposisi kimia daging dada,
daging paha dan kulit itik umur dua belas hari disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat dari Daging Dada, Paha dan Kulit Itik yang
Berumur 12 Minggu
Lokasi Otot

Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Abu (%)

Dada

73,97

19,11

0,50

1,11

Paha

73,91

20,19

1,72

1,09

Kulit

60,19

13,63

22,0

0,54

Sumber: Triyantini et al., (1997)

Kadar Air
Menurut Winarno (2002), air dalam bahan makanan dibagi atas empat tipe
menurut derajat keterikatan air. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul
lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein dan garam.
Air tipe ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Tipe II, yaitu molekulmolekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat pada
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air tipe ini sulit dihilangkan.
Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan seperti
membran kapiler, serat dan lain-lain, air tipe inilah yang disebut dengan air bebas.
Air tipe ini mudah diuapkan. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan
suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Armin
(1996) menyatakan kadar air daging dapat berbeda diantara serat otot, dan kadar air
berkurang dengan bertambahnya umur.
Kadar Protein
Protein adalah substansi organik mirip lemak maupun karbohidrat dalam hal
kandungan unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Semua protein juga
mengandung nitrogen dan beberapa diantaranya mengandung fosfor dan belerang.
Protein lebih bervariasi dan lebih kompleks strukturnya dibanding lemak atau
karbohidrat (Gaman dan Sherrington, 1992).
Belitzh dan Grosch (1999) membagi protein daging dalam tiga grup besar
yaitu: 1) protein kontraktil larut dalam larutan garam (aktomiosin, tropomiosin dan
troponin); 2) protein larut air atau larutan garam lemah (mioglobin dan enzim); dan
3) protein tak larut (jaringan ikat dan protein membran).
Struktur protein umumnya dipertahankan oleh dua ikatan yang kuat (peptida
dan disulfida) dan tiga ikatan lemah (hidrogen, hidrofobik dan elektrostatik atau

garam). Protein dapat dikelompokkan menurut fungsi biologisnya yaitu, sebagai
protein struktural dan katalitik atau transport. Protein katalitik (enzim), yang
merupakan mayoritas jenis protein dapat dikelompokkan berdasarkan jenis reaksi
yang dikatalisis (Martin et al., 1984).
Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang telah ada. Protein juga merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh
karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dapat digunakan
sebagai bahan bakar jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan
lemak. Protein merupakan komponen terbesar setelah air dalam tubuh, diperkirakan
sekitar 50% dari berat kering sel yang terdapat dalam jaringan seperti daging dan hati
terdiri dari protein, dan bila dalam tenunan segar berjumlah sekitar 20%
(Winarno,2002).
Kadar Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam eter, kloroform dan benzen (Anggorodi, 1994; Lehninger, 1997). Muchtadi
dan Sugiyono, 1992 menjelaskan bahwa lemak dapat dibagi menjadi dua golongan,
pertama adalah golongan trigleserida sederhana atau lemak netral yang terdapat di
bawah kulit dan rongga badan yang merupakan sumber penyimpanan energi.
Golongan kedua adalah lemak majemuk seperti fosfolipid yang merupakan bagian
penting untuk tubuh dalam proses metabolisme.
Lemak adalah unsur makanan yang penting, tidak hanya karena nilai
kalorinya tinggi, tetapi juga karena vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan
asam-asam lemak esensial yang terdapat dalam lemak makanan alami (Martin et al.,
1984). Belitzh dan Grosch (1999) menambahkan bahwa lemak juga merupakan
komponen yang sangat mempengaruhi aroma makanan atau prekursor yang
mempengaruhi degradasi substansi aroma makanan.
Kadar Abu
Unsur-unsur mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen, yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam makanan unsur-unsur
tersebut kebanyakan terdapat berupa garam organik, misalnya natrium klorida, tetapi
beberapa mineral terdapat dalam senyawa organik, seperti sulfur dan fosfor yang

merupakan penyusun berbagai protein (Gaman dan Sherrington, 1992). Kandungan
mineral utama daging disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Mineral Utama dalam Daging
Mineral

mg/ 100g

Kalsium total

8,6

Kalsium terlarut

3,8

Magnesium total

24,4

Magnesium terlarut

17,7

Sitrat total

8,2

Sitrat terlarut

66

Fosfor organik total

233,0

Fosfor organik terlarut

95,2

Natrium

168

Kalium

244

Klorida

48

Sumber: de Man (1997)

De Man (1997) menjelaskan bahwa natrium, kalium dan fosfor terdapat
dalam jumlah nisbi besar. Jaringan otot lebih besar mengandung kalium daripada
natrium. Daging juga lebih banyak mengandung magnesium daripada kalsium. Tabel
3 memberikan informasi mengenai penyebaran mineral ini antara bentuk terlarut dan
tak terlarut. Mineral yang tak terlarut berasosiasi dengan protein karena mineral
terutama berasosiasi dengan bagian daging nonlemak. Jika cairan hilang dari daging,
unsur utama yang hilang adalah natrium, dan kehilangan kalsium, fosfor dan kalium
lebih kecil. Jaringan otot terdiri sekitar 40% cairan intrasel, cairan ekstrasel 20% dan
padatan 40%. Kalium terdapat hampir seluruhnya dalam cairan intrasel, begitu juga
magnesium, fosfat dan sulfat. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstrasel
bersama-sama dengan klorida dan bikarbonat.
Struktur dan Komposisi Kimia Kulit Unggas
Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu
lapisan epidermis, dermis (korium) dan hipodermis (subkutis). Lapisan epedermis
adalah lapisan luar kulit yang tersusun dari lapisan epitel. Sel-sel epitel ini tidak

hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga merupakan protein yang disebut
keratin. Lapisan dermis terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun oleh
tenunan pengikat. Lapisan hipodermis berfungsi pokok sebagai batas antara tenunan
kulit dan tenunan daging. Lapisan kulit unggas umumnya bersifat longgar, terdapat
banyak tenunan lemak dan pembuluh-pembuluh darah (Judoamidjoyo, 1981).
Kulit unggas mempunyai struktur yang sama dengan kelompok hewan
vertebrata lainnya, kecuali pada bagian yang tidak terlindungi bulu-bulu seperti kaki
bagian bawah yang lebih tipis (Hodges, 1974). Komposisi kimia kulit hewan secara
umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian protein dan non protein. Bagian
non protein terdiri atas lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan enzim.
Protein kulit dapat dibedakan atas protein berbentuk (fibrous protein) dan
protein tak berbentuk (globular protein). Fibrous protein terdiri atas kolagen, elastin
dan keratin. Globular protein terdiri atas albumin dan globulin (Judoamidjoyo, 1981).
Beluntas ( Pluchea indica L. )
Tanaman Beluntas (Pluchea Indica L.) menurut Asiamaya (2003) memiliki
susunan taksonomi sebagai berikut :
Kingdom

: Planta

Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Subklas

: Asteridae,

Ordo

: Asterales

Familia

: Asteraceae

Genus

: Pluchea Cass

Spesies

: Pluchea Indica (L.) Less.

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak,
dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 m. Selanjutnya disebutkan pula bahwa
beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus,
daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat.
Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Di Indonesia tanaman ini tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari panas
pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut (Asiamaya, 2003). Selanjutnya Hayne
(1987) menyatakan bahwa di Pulau Jawa tanaman beluntas tumbuh di daerah pantai
yang secara berkala menjadi kering sekali, keras atau berbatu dengan cahaya
matahari yang cukup.

Gambar 1. Tanaman Beluntas
Beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai tanaman
pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian tanamannnya baik
dalam bentuk segar maupun kering. Beluntas mengandung asam amino (leusin,
isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, asam chlorogenik,
natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C
(Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak
daun beluntas mengandung fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid dan steroid
(Ardiansyah, 2002).
Sastroamidjojo (1997) menyatakan bahwa beluntas sebagai tanaman obat
khususnya bermanfat dalam menurunkan suhu tubuh (diaforetika). Daunnya dapat
menambah nafsu makan dan membantu pencernaan. Selanjutnya disebutkan bahwa
beluntas dapat digunakan sebagai obat kencing darah, mencret, TBC pada kelenjar
leher, nyeri pada rematik, nyeri haid, sakit perut, nyeri pinggang dan pinggul,
menghilangkan bau badan, obat pegel linu, dan obat kuat untuk orang yang baru
sembuh sakit. Dalam penggunaanya daun beluntas direbus atau diseduh seperti teh
(untuk menurukan suhu tubuh, penghilang rasa nyeri dan perangsang urat syaraf),
dikukus atau ditumbuk kemudian dimakan (sebagai penghilang bau busuk dan
gangguan pencernaan).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak
Unggas komplek Kandang B, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Waktu
penelitian yaitu pada akhir bulan Juli hingga November 2005.
Materi
Penelitian ini menggunakan tepung daun beluntas yang dicampurkan kedalam
pakan, adapun daun beluntas didapatkan dari daerah Cinagara, Bogor. Itik lokal
jantan yang digunakan sebanyak 45 ekor yang berasal dari kota Cianjur, Jawa Barat.
Pakan yang diberikan selama pemeliharaan adalah pakan jenis BP 11 yang
diproduksi oleh PT. Charoen Pokhand Indonesia untuk umur 0-4 minggu, sedangkan
pada umur 4-10 minggu pakan yang digunakan adalah pakan khusus itik periode
grower yang diproduksi oleh PT. Indofeed yang telah ditambahkan tepung daun
beluntas dengan konserntrasi 0%; 1% dan 2%. Komposisi nutrisi pakan pada
perlakuan disajikan pada tabel 4.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah selenium, H2SO4, brom
kresol hijau, pelarut heksan, NaOH, asam borat, HCl dan akuades. Peralatan yang
digunakan untuk analisis kimia antara lain cawan, tanur, oven, alat ekstraksi Soxhlet,
labu Kjeldhal, erlenmeyer, eksikator, desikator, batu didih dan kertas saring.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan selama penelitian sebanyak 9 kandang dengan
ukuran masing-masing 100x100x75 cm. Setiap kandang berisi lima ekor itik dan
dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum dan lampu yang berkekuatan 60
watt. Peralatan lain yang digunakan terdiri dari alat semprot (sprayer), plastik ukuran
500 gram, timbangan, sedangkan untuk pembuatan tepung daun beluntas digunakan
mesin penggiling, plastik, wadah dan timbangan. Peralatan yang digunakan dalam
penanganan karkas adalah pisau, kompor, panci, ember, termometer, nampan plastik
dan timbangan elektrik kapasitas 5 kg dan 120 gram.

Tabel 4. Komposisi Nutrisi pakan perlakuan
Komponen

TDB*

Pakan Kontrol
85,52

99%pakan +
2%TDB
85,52

98%pakan +
2%TDB
85,53

Bahan Kering (%)

85,83

Abu (%)

15,69

6,17

6,27

6,36

Protein Kasar (%)

19,02

20,18

20,17

20,16

Serat Kasar (%)

15,80

2,85

2,98

3,11

Lemak Kasar (%)

3,70

3,25

3,25

3,26

Beta-N (%)

31,62

53,07

52,86

52,64

Kalsium (%)

2,40

0,97

0,97

1,00

Fosfor (%)

0,29

0,94

0,93

0,93

Energi Bruto
(kkal/kg)

3.448

4.108

4.101

4.095

Keterangan : * Setiyanto (2005)

Rancangan
Perlakuan
Pada saat itik mencapai umur 4 minggu, itik diberi pakan khusus periode
grower produksi PT. Indofeed yang ditambahkan tepung daun beluntas dengan
konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Pemberian pakan dengan tepung daun beluntas ini
dilakukan setelah itik mencapai umur 4 minggu dengan pertimbangan bahwa pada
usia ini organ pencernaan itik telah sempurna. Tiap-tiap perlakuan terdiri atas tiga
ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas lima ekor itik.
Peubah yang Diamati dan Analisis Data
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah komposisi kimia daging dan
kulit paha yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu. Data
yang diperoleh dalam penelitian ini diuji asumsi. Kemudian dilakukan Analisis
Ragam (ANOVA).
Model
Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola searah dengan 3 perlakuan penambahan tepung daun beluntas
dalam pakan pada taraf berbeda yaitu 0%; 1% dan 2%. Masing-masing perlakuan
terdiri dari tiga ulangan.

Model matematika Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + σi + εij
Keterangan :
Yij

= nilai pengamatan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i
ulangan ke-j

µ

= rataan umum

σi

= pengaruh penambahan tepung daun beluntas dalam pakan ke-i (i=1,2,3)

εij

= pengaruh acak pada penambahan tepung daun beluntas ke-i dan ulangan
ke-j (j=1,2,...,6)
Prosedur

Pembuatan Tepung Daun Beluntas
Tanaman beluntas diambil daunnya kemudian dilayukan selama dua hari
pada suhu kamar. Daun yang telah layu dijemur di bawah sinar mataahari selama
satu hari, kemudian dioven pada suhu 60° C selama lebih kurang 5 jam. Daun yang
telah kering digiling menjadi tepung daun beluntas.

Gambar 2. Tepung Daun Beluntas
Persiapan Kandang dan Peralatan
Sebelum ternak datang, kandang dan peralatan yang terdiri atas tempat pakan
dan tempat minum dibersihkan terlebih dahulu. Pengapuran dan penyemprotan
kandang digunakan larutan desinfektan, sedangkan tempat pakan dan tempat air
minum hanya dicuci dengan larutan desinfektan.

Pengacakan Ternak
Ternak yang digunakan dalam percobaan sebanyak 45 ekor itik lokal jantan.
Itik diberi nomor sayap (wingband) dan ditimbang pada umur 1 hari untuk
mendapatkan bobot badan awal dari masing-masing ternak, kemudian dihitung
rataan dan standar deviasinya. Data rataan dan standar deviasi tersebut digunakan
untuk menentukan keseragaman bobot awal itik yang digunakan dalam penelitian.
Itik dibagi ke dalam 9 kandang berdasarkan homogenitas bobot badan awal dan
didistribusikan secara acak. Perlakuan yang dicobakan yaitu penambahan tepung
daun beluntas dalam pakan yang terdiri atas tiga taraf 0%; 1% dan 2%. Masingmasing perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan masing-masing ulangan berisi lima
ekor itik percobaan.
Pemeliharaan dan Pengambilan Data
Itik dipelihara dari umur satu hari hingga 10 minggu. Umur 0-3 minggu itik
diberi pakan BP 11 ad libitum. Pada umur 3-4 minggu dilakukan adaptasi dengan
menggati pakan secara bertahap dengan pakan khusus grower, dua hari pertama
diberi pakan campuran BP 11 dan pakan khusus grower dengan perbandingan 75%
dan 25%. Dua hari berikutnya diberi pakan campuran dengan perbandingan 50% BP
11 dan 50% pakan khusus grower. Dua hari berukutnya diberi pakan campuran
dengan perbandingan 25% BP 11 dan 75% pakan khusus pakan khusus grower, dan
hari berikutnya diberikan pakan khusus grower 100%. Itik umur 4-10 minggu pakan
yang diberikan adalah pakan khusus grower yang ditambahkan tepung daun beluntas
dengan konsentrasi 0%; 1% dan 2%. Itik ditimbang dengan menggunakan timbangan
elektrik setiap minggu selama penelitian guna memperoleh data bobot badan,
sehingga diketahui pertambahan bobot badannya.
Pemotongan dilakukan setelah itik berumur 10 minggu. Sebelumnya itik
dipuasakan lebih kurang selama 12 jam. Sesaat sebelum dipotong dilakukan
penimbangan guna mengetahui bobot potong. Pemotongan dilakukan dengan metode
Khoser Style, yaitu dengan memotong trachea, vena jugolaris, arteri carotidea dan
oesophagus di daerah perbatasan antara kepala dan leher. Setelah itik mati dan
seluruh darah telah ke luar, itik dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 60°C
selama 30 detik dan dilakukan pembuluan. Bobot karkas didapatkan setelah proses
pemotongan, pembuluan, pengeluaran darah, pemotongan leher, kepala dan kaki

serta pengeluaran jeroan. Bagian dada dan paha serta punggung dipotong kemudian
ditimbang. Pada bagian paha selanjutnya dilakukan deboning kemudian ditimbang
bobot daging dan bobot kulit. Sebanyak 20 gram daging dan 20 gram kulit dari tiga
ekor masing-masing ulangan dari setiap perlakuan dipisahkan untuk dianalisis kimia
secara komposit.
Pengukuran Peubah
Kadar Air (AOAC, 1995). Sebanyak satu gram sampel segar dalam botol timbang
dimasukkkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 4 jam, lalu ditimbang.
Kadar air dihitung dengan rumus:
Bobot sampel (segar-kering)
Kadar air =

X 100%
Bobot sampel segar

Kadar Protein (AOAC, 1995). Sebanyak 0,25 gram sampel, ditempatkan dalam
labu Kjeldahl 100 ml dan di tambah