Jumlah lalat rumah, musca domestica yang berhasil menjadi dewasa pada feses ayam yang diberi pakan serbuk kunyit, Curcuma domestica Val

JUMLAH LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG
BERHASIL MENJADI DEWASA PADA FESES AYAM YANG
DIBERI PAKAN SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.)

EPI KUMALA DEWI A.

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

ABSTRAK
EPI KUMALA DEWI A. Jumlah Lalat Rumah (Musca domestica) yang berhasil
menjadi dewasa pada feses Ayam yang diberi Pakan Serbuk Kunyit (Curcuma
domestica Val.). Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UMI CAHYANINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan larva lalat rumah
rumah (Musca domestica) pada media feses ayam yang diberi pakan serbuk kunyit
(Curcuma domestica Val.). Penelitian ini menggunakan 80 ekor ayam petelur
berumur 2 minggu dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. KS1 yaitu
kelompok ayam yang diberi pakan yang dicampur dengan serbuk kunyit jumlah
rendah, KS2 jumlah sedang, dan KS3 jumlah tinggi serta kelompok kontrol yang
tidak diberi kunyit (KN). Pemberian pakan tersebut dilakukan selama 6 hari

berturut-turut. Sebagai pembanding ditambahkan 2 kelompok perlakuan dari feses
ayam kelompok KN yaitu KP1 dan KP2. Kedalam kelompok KP1 ditambah 3
gram serbuk kunyit dan kelompok KP2 ditambah 6 gram serbuk kunyit.
Selanjutnya feses dari semua kelompok ayam dijadikan media perkembangan
larva lalat rumah stadium instar pertama (L1). Setelah satu minggu dihitung
jumlah lalat yang berhasil menjadi dewasa dari masing-masing perlakuan.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa persentase rata -rata
keberhasilan menjadi lalat rumah (Musca domestica) dewasa pada setiap
perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05)

JUMLAH LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG
BERHASIL MENJADI DEWASA PADA FESES AYAM YANG
DIBERI PAKAN SERBUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.)

EPI KUMALA DEWI A.

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul Skripsi

: Jumlah Lalat Rumah (Musca domestica)
yang berhasil menjadi dewasa pada feses Ayam
yang diberi Pakan Serbuk Kunyit
(Curcuma domestica Val.).

Nama

: Epi Kumala Dewi A.

NRP

: B01400006


Disetujui,
Pembimbing I

Drh. Susi Soviana, M.Si
NIP. 131 878 127

Pembimbing II

Dr. Drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS
NIP. 131 124 821

Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia -Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, yang berjudul Jumlah Lalat Rumah (Musca domestica) yang berhasil
menjadi dewasa pada feses Ayam yang diberi Pakan Serbuk Kunyit (Curcuma
domestica Val.) sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat
sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Selama pelaksanaan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan,
semangat serta bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Drh. Susi Soviana, MSi. dan Dr. Drh. Hj. Umi Cahyaningsih, M.S. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada
Drh. R. Ipin R. Manggung selaku dosen Pembimbing Akademik dan Dr. Drh.
Akhmad Arif Amin selaku dosen penguji.
Penulis sangat terharu utamanya pada Mama dan almarhum papaku yang
tercinta. Kakak-kakak perempuanku Arni Achmad Amp, Dra. Megawati Achmad,
Drh. Atira Achmad, Ir. Jumarthi Achmad serta Adikku Eya yang telah
menyayangiku, memanjakanku dan memberikan semangat, materi serta doa yang
tulus. I love u all. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada Papah Dr.Ir.
Wahyudin maulana MS. atas segala bimbingan dan nasehatnya, kakak-kakak

iparku yang baik, kak Mus, kak Alan, kak Rapiq ”thanx yach udah sayang ama
epi”. My friend Nur, Uly, Nirma, Ena, Fania, Reti, Nidia, Erlina, Wati, Ludi,
Ning, Koko, Abang Donwil, Tyta, Teh Emi, atas segala perhatian dan bantuannya.
serta karya kecilku ini buat Nadira, Eji, Didi, Nada ”sang keponakan yang luculucu dan memberikan keceriaan di keluarga.”
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan bagi generasi-generasi
penerus bangsa ini.
Bogor, Januari 2006

Epi Kumala Dewi A.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 17 April 1983 dari ayah
Alm. H. Achmad L. dan Ibu H. Mutiara. Penulis merupakan anak ke-enam dari
tujuh bersaudara.
Tahun 1994, penulis lulus dari SDN 24 Macanang dan diterima di SLTP
Negeri 2 Watampone. Pada Tahun 1997 penulis diterima di SMU Negeri 1
Watampone. Lalu pada Tahun 2000 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran

Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mendapat beasiswa. Penulis
juga pernah menjadi anggota Himpro Satwa Liar (SATLI) dan Himpro Hewan
Kesayangan (HKSA) periode 2002-2003. Selain itu penulis juga aktif AIKIDO
(seni bela diri jepang) yang ada di IPB.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Tujuan....................................................................................................

1

3

TINJAUAN PUSTAKA
Lalat Rumah (Musca domestica) ...........................................................
Morfologi.........................................................................................
Siklus Hidup ....................................................................................
Perilaku Lalat Rumah (Musca domestica) ......................................
Peran Lalat Rumah Dalam Peternakan Ayam.................................
Kunyit (Curcuma domestica Val.).........................................................
Klasifikasi........................................................................................
Sejarah.............................................................................................
Morfologi.........................................................................................
Kandungan.......................................................................................
Manfaat............................................................................................

4
4
6
8
9

10
10
10
11
13
13

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu.................................................................................
Alat dan Bahan ......................................................................................
Prosedur Pelaksanaan............................................................................
Pengadaan Larva Lalat Rumah ( Musca domestica) ......................
Penyediaan Serbuk Kunyit (Curcuma domestica Val.) ...................
Perlakuan ........................................................................................
Analisis data ...........................................................................................

15
15
15
15

15
16
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 20
Kesimpulan............................................................................................ 20
Saran ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
LAMPIRAN....................................................................................................... 23

DAFTAR TABEL

1

2

Halaman
Persentase rata-rata lalat rumah (Musca domestica) dewasa
pada feses dari ayam yang diberi pakan serbuk kunyit

(Curcuma domestica Val ) dengan jumlah serbuk kunyit bertingkat ........
17
Persentase rata-rata peningkatan lalat rumah (Musca domestica)
dewasa dibandingkan dengan kontrol negatif (KN) pada feses
dari ayam yang diberi pakan serbuk kunyit
(Curcuma domestica Val.) dengan jumlah serbuk kunyit bertingkat ........

19

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Siklus Hidup Lalat Rumah (Musca domestica).............................................
6
2 Telur Lalat Rumah(Musca domestica) ..........................................................

7

3 Larva Lalat Rumah (Musca domestica) ........................................................

7


4 Pupa Lalat rumah (Musca domestica)...........................................................

8

5 Lalat Rumah Dewasa (Musca domestica) .....................................................

8

6 Bunga kunyit (kiri) dan Daun kunyit (kanan) ...............................................

11

7 Rimpang kunyit ( Curcuma domestica Val.) .................................................

12

8 Persentase rata-rata lalat rumah (Musca domestica) dewasa
pada feses dari ayam yang diberi pakan serbuk kunyit
(Curcuma domestica Val) dengan jumlah serbuk kunyit bertingkat.............

18

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

2

Persentase rata-rata lalat rumah ( musca domestica) dewasa
pada feses ayam yang diberi pakan serbuk kunyit
( curcuma domestica val.) dengan jumlah serbuk kunyit bertingkat .........

24

Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) dan Uji Wilayah Berganda
Duncan .......................................................................................................

25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat potensial dalam
pengembangan produk-produk peternakan. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan
masyarakat dilakukan program Swasembada Daging pada tahun 2005 yang
dicanangkan oleh Direktorat Jendral Produksi Peternakan Departemen Pertanian.
Kesuksesan program tersebut sangat ditent ukan oleh kerjasama yang baik dari
seluruh elemen yang berkaitan dengan dunia peternakan.
Diantara beragamnya industri peternakan yang sedang berkembang,
peternakan ayam adalah yang paling pesat pertumbuhannya. Hal ini disebabkan
karena daging unggas dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein
hewani dengan harganya yang relatif terjangkau jika dibandingkan dengan daging
ternak ruminansia. Industri peternakan ayam ternyata dapat pula menimbulkan
masalah yang cukup serius terutama bila limbah dan kotor an yang berasal dari
kandang dibiarkan menumpuk dan basah (Lestari 2000).
Tinja atau feses ayam merupakan media yang amat disukai oleh lalat-lalat
pengganggu sebagai tempat perkembangbiakannya. Koesharto et al. (1986)
mengemukakan bahwa lalat pengganggu yang umum dijumpai di peternakan
ayam petelur adalah lalat dari famili Muscidae, terutama lalat rumah

Musca

domestica (Diptera: Muscidae) dan lalat Ophyra chalcogaster. Feses unggas
merupakan sumber protein untuk pematangan telur Musca domestica (Bread et al.
1974 dalam Wulandari 2004).
Lalat

rumah

sebenarnya

adalah

serangga

kosmopolitan

yang

keberadaannya selalu mengikuti kegiatan manusia dan ternak. Lalat ini sangat
mudah berkembang biak karena cepat beradaptasi dengan lingkungan dan tingkat
reproduksinya sangat tinggi. Bila populasi masih dalam batas-batas yang normal
maka dampak negatif dari kehadirannya tidak terlalu dirasakan. Sebaliknya
populasinya cukup besar dapat menimbulkan masalah baik di bidang sanitasi,
estetika serta produktivitas ternak. Ker ugian yang dapat diakibatkan oleh lalat
rumah ini di peternakan misalnya adalah mengganggu ketenangan hewan ternak,
menyebabkan feses menjadi basah dan menghasilkan gas amoniak (NH3) yang

berdampak terhadap pernafasan, meninggalkan bercak hitam pada kandang serta
telur unggas dan bertindak sebagai vektor mekanis dari bibit-bibit penyakit seperti
virus, bakteri, kista protozoa dan telur cacing.
Meskipun

kehadiran

lalat

rumah

ini

amat

mengganggu,

tetapi

sesungguhnya ia mempunyai fungsi di alam adalah sebagai serangga perombak
bahan organik dari kotoran yang dihasilkan unggas. Namun karena populasinya
yang cepat sekali bertambah serta perilakunya dalam mencari makanan, maka
kehadirannya dapat mengganggu dan merugikan kehidupan manusia serta
ternaknya (Koesharto et al. 1986). Lalat mempunyai kebiasaan memuntahkan
cairan lambungnya dan muntahan itu dapat mencemari makanan manusia. Adanya
pulvili, labela dan sejumlah bulu -bulu halus pada bagian tubuhnya memungkinkan
lalat rumah berperan sebagai penyebar penyakit (Levine 1990).
Pengendalian lalat rumah (Musca domestica) di peternakan ayam telah
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya perbaikan sanitasi dan pemberian
insektisida. Secara sepintas penggunaan insektisida sangat mudah akan tetapi
pemakaiannya yang berulang dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap produk peternakan dan lingkungan. Dalam usaha untuk
mengurangi penggunaan dan menekan dampak negatif insektisida dicari bahan
alternatif lain yang murah, aman dan mudah yang salah satunya adalah
menggunakan tanaman obat. Salah satu tanaman obat yang digunakan adalah
rimpang kunyit. Di Indonesia rimpang kunyit adalah salah satu bahan bumbu
masak selain jahe, temulawak, dsb. Rimpang kunyit berwarna kuning jingga,
kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari
rimpang induk dan anak rimpang. Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut
empu atau kunir lelaki sedangkan anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya
seperti jari (tabung).
Penelitian ini menggunakan kunyit untuk mengetahui potensinya dalam
mengurangi populasi lalat. Rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini
sebenarnya digunakan untuk mengatasi Eimeria tenella pada ayam dan
diharapkan feses ayam dapat digunakan untuk mengatasi populasi lalat.
Sebagaimana diketahui feses ayam merupakan media perkembangan pradewasa
lalat rumah. Tanaman kunyit merupakan jenis rimpang yang mengandung minyak

atsiri 3-5% dan kurkumin (pewarna kuning). Menurut Wijayakusumah et.al.
(1992) disamping minyak atsiri, rimpang kunyit juga mengandung pati, tanin dan
zat pahit.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan larva
lalat rumah (Musca domestica) pada media feses ayam yang diberi pakan serbuk
kunyit (Curcuma domestica Val. ).

TINJAUAN PUSTAKA
Lalat Rumah ( Musca domestica )
Diptera merupakan salah satu ordo terbesar dari serangga dengan
keragaman jenis yang tinggi dan sebagian besar tersebar secara kosmopolitan
yang artinya dapat ditemukan di sebagian besar belahan bumi. Istilah “ Diptera “
menunjukkan bahwa kelompok serangga ini memiliki dua pasang sayap pada
masa embrional. Pasangan sayap belakang mengalami perubahan bentuk dan
fungsi menjadi alat keseimbangan berupa sepasang kenop bertangkai yang disebut
halter sedang sepasang sayap lainnya menjadi sayap sejati. Kebanyakan Diptera
bertubuh lunak serta mempunyai kepentingan ekonomi yang cukup besar (Borror
et al. 1992).
Klasifikasi Musca domestica Linn dalam West (1951) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Diptera

Subordo

: Cylorrhapha

Famili

: Muscidae

Subfamili

: Muscinae

Genus

: Musca

Spesies

: Musca domestica

Morfologi
Musca domestica adalah lalat yang bersifat kosmopolitan dan selalu
ditemui dalam setiap aktivitas manusia, khususnya di dalam rumah. Karena itulah
lalat ini secara umum dikenal sebagai lalat rumah (house fly). Sesuai dengan
namanya lalat ini lebih aktif pada tempat yang terlindung cahaya. Lalat jenis ini
banyak ditemukan di peternakan ayam, kandang kuda, sampah, feses hewan dan
peternakan lainnya (Borror et al. 1992).

Musca domestica atau lalat rumah adalah serangga berukuran sedang
dengan panjang tubuh 6-7 mm (West 1951). Menurut Soulsby (1974), ukuran
tubuh lalat jantan yaitu 5,6-6,5 mm, sedangkan lalat betina berukuran 6,5-7,5 mm.
Secara umum lalat rumah dibagi atas tiga bagian yaitu kepala, dada (toraks) dan
perut (abdomen).
M. domestica mempunyai kepala yang besar dan berwarna hitam
kecoklatan. Kepala dilengkapi dengan sepasang

mata

besar dan menonjol,

sepasang sungut terletak di depan mata dan tiap sungut terdiri atas ruas dasar
berbentuk gada dengan sehelai rambut yang bercabang-cabang tumbuh di atasnya
(Kadarsan et al. 1983 ). Bagian mulut terdapat probosis. Di bagian posterior dari
probosis terdapat labella yang akan melebar saat lalat makan. Labella inilah yang
berfungsi untuk menghisap dan mengabsorbsi cairan atau makanan yang bersifat
cair. Bahan makanan yang keras terlebih dahulu dibasahi dengan sekresi air liur
lalat (Service 1996).
Antena seekor lalat rumah (Musca domestica) terdiri atas tiga ruas. Ruas
pertama yaitu ruas dasar disebut batang dasar (scape) , ruas kedua adalah tungkai
pedikal (pedikel) dan sisanya adalah ruas ketiga yaitu flagellum. Antena
merupakan alat sensorik yang penting untuk mendeteksi keberadaan udara dan
bau-bauan (Axtell 1986).
Untuk membedakan jenis kelamin lalat ini bisa diamati dari matanya, lalat
jantan memiliki mata holoptic (kedua perangkat mata majemuk berdekatan)
dibandingkan dengan lalat betina dengan mata dichoptic (kedua perangkat mata
majemuk berjauhan).
Toraks pada lalat rumah berwarna kuning kehijauan sampai hijau gelap.
Pada sisi dorsalnya terlihat 4 garis longitudinal berwarna gelap yang berjalan
hingga perbatasan skutum (Soulsby 1974). Daerah toraks terbagi atas tiga ruas
yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Pada tiap ruas terdapat sepasang
kaki, sedangkan pasangan sayap terdapat pada bagian mesotoraks. Sayap pada
lalat rumah sangat transparan dan mengandung bebera pa buah vena. Tiga pasang
kaki yang dimiliki mempunyai bagian-bagian pokok yang sama yaitu koksa,
trokhanter, femur, tibia, tasus dan pretarsus. Pada pretarsus terdapat kuku dan
struktur bantalan. Struktur bantalan terdiri atas arolium (bantalan diantara kuku)

dan pulvili (bantalan di dasar kuku) (Partosoedjono 1992). P ulvili ditumbuhi bulubulu halus yang bisa mengeluarkan cairan lengket (West 1951).
Abdomen pada lalat rumah berwarna kekuningan. Pada bagian tengahnya
terdapat garis berwarna hitam memanjang sampai ruas keempat (Soulsby 1974).
Ruas pertama abdomen tidak berkembang dengan baik, sedangkan ruas lainnya,
yaitu ruas kedua, ketiga dan keempat berkembang. Lalat betina dilengkapi
ovipositor yaitu suatu organ yang berguna untuk meletakkan telur pada tempat
yang sesuai.

Siklus Hidup
Lalat rumah (Musca domestica) mengalami metamorfosis sempurna,
diawali dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Untuk bertelur, lalat memilih
tempat-tempat yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah
dan bahan busuk lainnya (Kadarsan 1983).
LARVA

TELUR
PUPA

LALAT DEWASA
Gambar 1 Siklus Hidup Lalat Rumah (Musca domestica)
(Sumber: Bajan 2005)
Telur berbentuk oval menyerupai pisang berwarna putih sampai krem,
berukuran panjang 1 mm dan lebar 0,26 mm. Kedua ujung-ujungnya tumpul dan
bulat, ujung anterior lebih lonjong (West 1951). Telur menetas kurang dari 24 jam
setelah diletakkan, tergantung pada keadaan cuaca. Pada suhu 15-20 oC, periode
menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 o C hanya 8-12 jam.
Musca domestica bertelur secara berkelompok pada bahan organik yang basah
tetapi tidak cair (Chong dan Zairi 1995 dalam Permatasari 2002). Setiap

kelompoknya mengandung 100-150 butir telur. Dalam waktu sekitar 10-20 jam
telur menetas menjadi larva (Kadarsan 1983).

Gambar 2 Telur Lalat Rumah
(Musca domestica)
(Sumber: Bajan 2005)

Gambar 3 Larva Lalat Rumah
(Musca domestica)
(Sumber: Arkive 2005)

Larva berukuran 6-12 X 1-2 mm, dan mempunyai 12 segmen (satu
segmen kepala, 3 segmen thorak, dan 8 segmen abdomen). Larva berwarna putih
dan berbentuk silindris dengan bagian posterior lebar dan tumpul, sedangkan di
bagian anterior berbentuk runcing. Kulit pembungkus larva terbentuk dari selaput
luar (kutikula) dan lapis dalam yaitu epitelium. Larva tidak mempunyai mata atau
anggota badan walaupun mempunyai beberapa duri di bagian ventral yang
berfungsi membantu pergerakan (Axtell 1986).
Dalam perkembangan larva terdapat 3 bentuk instar. Instar I dan II
lamanya 24 jam. Instar ketiga lamanya 3 hari atau lebih. Larva I dan II tembus
cahaya dan larva III putih kekuningan. Larva tersebut mempunyai sepasang
spirakel posterior yang bersklerosis yang berbentuk khusus dan dapat menjadi ciri
identifikasi larva. Larva memakan bakteri, jamur dan bahan yang membusuk.
Sebelum menjadi pupa, larva tersebut tidak makan dan migrasi ke tempat kering
dan dingin (Chong dan Zairi 1995 dalam Permatasari 2002).
Ketika pupa terbentuk, kulit larva akan mengkerut dan membentuk
puparium yang silinder. Selanjutnya kutikula mulai mengeras. Stadium pupa
berlangsung 4-5 hari pada suhu 30 o C. Pupa lebih suka hidup pada kelembaban
rendah daripada larva (West 1951).

Gambar 4 Pupa Lalat rumah (Musca domestica)
(Sumber: Cervenka 2000)
Lalat dewasa muncul dari puparium dengan membuka ujung bagian depan
pupa, dengan cara memompa kantong yang berisi udara (ptilinium) yang berada di
depan kepala pupa. Pada mulanya, lalat tersebut lunak, berwarna abu-abu dan
sayapnya kuncup. Selama lalat beristirahat sayapnya direntangkan kemudian
kutikula mengeras dan menjadi gelap. Lalat muda mulai aktif dan mencari makan
setelah sayapnya direntangkan yaitu 2-24 jam setelah keluar dari pupa (Chong dan
Zairi 1995 dalam Permatasari 2002).

Gambar 5 Lalat Rumah Dewasa (Musca domestica)
(Sumber: Cervenka 2000)

Perilaku Lalat Rumah (Musca domestica)
Aktivitas lalat dewasa lebih banyak dilakukan pagi dan siang hari yaitu
mulai pukul 06.00-12.00 dengan aktivitas puncaknya pukul 09.00-11.00. Aktifitas
lalat terutama adalah mencari makanan untuk kelangsungan hidupnya dan
berkembangbiak. Lalat mencari makanan biasanya di sampah-sampah organik
yang mula i membusuk, feses, bahkan makanan manusia. Kebiasaan lalat untuk
bolak-balik antara feses dan makanan manusia serta mencari makanan di tempat
yang kotor menyebabkan lalat ini berbahaya bagi kesehatan.
Lalat jantan melakukan perkawinan segera setelah kemunculannya dari
pupa sedangkan lalat betina memberikan respon paling cepat tiga hari setelah

kemunculannya (Kettle 1984). Pola kopulasi lalat rumah didahului oleh proses
pendekatan yang dilakukan oleh lalat jantan pada saat terbang. Bila lalat betina
siap ma ka kopulasi dilakukan di darat, dengan posisi jantan berada diatas betina
dengan arah yang sama (West 1951).
Pola percumbuan lalat jantan yaitu mula -mula lalat jantan melakukan
pendekatan kemudian hinggap di punggung betina. Pada saat hinggap sayapnya
mengembang keluar dan kaki terangkat. Maksudnya untuk mencegah betina
menolak percumbuan (Tobin dan Stofafalano 1973 dalam Permatasari 2002).

Peran Lalat Rumah Dalam Peternakan Ayam
Lalat-lalat pengganggu dalam peternakan ayam (Diptera:Muscidae)
merupakan masalah rutin dalam pengelolaan ayam terutama ayam petelur.
Walaupun tidak merugikan secara langsung, namun populasinya yang cepat
melonjak akan membawa dampak negatif terhadap produksi ayam, sanitasi
kandang, penularan penyakit unggas dan menurunnya nilai estetika. Peningkatan
jumlah lalat pengganggu dalam peternakan seiring dengan menurunnya mutu
manajemen peternakan (Koesharto et al. 2000).
Kerugian yang dapat diakibatkan oleh lalat rumah ini di peternakan
misalnya mengganggu ketenangan dari hewan ternak, menyebabkan feses menjadi
basah dan menghasilkan gas amoniak (NH3 ) serta meninggalkan bercak hitam
pada kandang serta telur unggas.
Koesharto et al. (1986) melaporkan bahwa lalat pengganggu yang umum
dijumpai di peternakan ayam petelur adalah lalat da ri famili Muscidae, terutama
Musca domestica (Diptera: Muscidae) dan lalat Ophyra chalcogaster.
Dalam dunia kesehatan masyarakat peran Musca domestica menjadi
penting karena dapat menjadi vektor mekanik berbagai penyakit yang diakibatkan
oleh berbagai macam organisme patogen seperti virus, bakteri, protozoa dan
cacing. Lalat ini juga dapat bertindak sebagai inang antara beberapa cacing
parasit. Adanya pulvili, labela dan sejumlah bulu-bulu halus pada bagian tubuh
memungkinkan lalat rumah berperan sebagai penyebar penyakit. Hal ini ditunjang
oleh perilaku lalat rumah yang suka berpindah-pindah antara makanan dan feses
untuk makan dan bertelur (Levine 1990).

Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Klasifikasi
Klasifkasi kunyit (Curcuma domestica Val.) menurut Hariyanto (1991)
adalah sebagai berikut:
Alam

: Tumbuhan

Division

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub kelas

: Zingiberidae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Curcuma

Spesies

: Curcuma domestica Val.

Sejarah
Kunyit oleh Valeton diperkenalkan ke dunia ilmu pengetahuan dengan
nama Curcuma domestika Val., menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma
longa Koen. Tanaman ini telah lama dibudidayakan di India, tetapi asal tanaman
ini diduga dari daerah Chosin Cina dan Asia Tenggara (Purseglove 1981).
Di Indonesia setiap daerah memberikan nama yang berbeda untuk kunyit
seperi unyi (Bugis), kunyi (Makassar), uni (Toraja), koneng (Sunda), kunyet
(Aceh), kuning (Gayo), kunyit (Melayu), dan kunir (jawa) (Wijayakusumah et al.
1992).
Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom.
Pada tahun 77 atau 78 sesudah Masehi Dioscorides menyebutkan tanaman ini
sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tapi bila dikunyah terasa pahit. Dalam
dunia perdagangan tanaman kunyit ini terkenal agak belaka ngan, tetapi kunyit ini
ada kelebihannya mengandung zat warna kuning yang dipakai sebagai bahan
pewarna, sehingga penggunaannya menjadi lebih berarti. Selain bahan pewarna ia
banyak dipakai sebagai bumbu masakan dan obat-obatan. Digunakan dan terkenal
di Cina, Kamboja, Pilipina, Malagasi, Brazalia, Malaysia dan Indonesia (Darwis
et al.1991).

Kunyit tumbuh baik pada tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan,
dengan drainase yang baik. Kunyit dapat ditemukan dari dataran rendah sampai
ketinggian 2000 m, tumbuh liar di hutan jati, umumnya dibudidayakan atau
ditanam di pekarangan (Wijayakusumah et al. 1992).

Morfologi
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan yang
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar di sekitar
hutan/bekas kebun.
Kunyit dapat tumbuh di daerah tropis atau subtropik, dan memerlukan
iklim panas dengan kelembaban tinggi serta mempunyai curah hujan 1000 sampai
2000 mm/tahun. Di daerah yang curah hujannya kurang dari 1000 mm/tahun
maka memerlukan irigasi. Budidaya kunyit dapat dilakukan pada ketinggian
sampai 1200 m di atas permukaan laut, pada tanah berpasir sampai tanah
bertekstur liat. Pada tanah berbatu-batu dan tanah liat kurang baik untuk
perkembangan rimpang (Purseglove et al. 1981).

Gambar 6 Bunga kunyit (kiri) dan Daun kunyit (kanan)
(Sumber: Katzer 1999)
Tanaman kunyit merupakan tanaman herba, tinggi dapat mencapai 100
cm. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan
(Soedibyo1998). Daunnya lemas tidak berbulu, permukaan licin ta npa bintikbintik, berwarna hijau muda. Dalam satu batang semu terdapat 6-10 lembar daun,
berselang seling sesuai menurut kelopaknya. Bentuk daun lebar panjang,

meruncing ke ujung seperti mata lembing (Darwis et al. 1991). Menurut Soedibyo
(1998) kunyit me mpunyai daun tunggal, lanset memanjang, helai daun berjumlah
3-8, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm,
pertulangan menyirip, berwarna hijau pucat.
Menurut Darwis et al. (1991), bunga kunyit berbentuk kerucut runcing
berwarna kuning atau kuning muda. Setiap bunga mempunyai 3 lembar kelopak
bunga dan 3 lembar tajuk bunga, 4 helai benangsari. Salah satu dari keempat
benangsari itu berfungsi sebagai alat pembiakan sedangkan 3 helai berubah
bentuknya menjadi daun bunga. Lembaran bunga yang di tengah paling besar,
berbibir menonjol keluar dari tajuk bunga, yang kelihatannya lebih menarik.
Kepala putik terdiri dari 3 bagian, sedang bakal buah berruang 3, letaknya di
bagian bawah. Buahnya jarang ditemukan, tapi jenis lain kabarnya ada yang
berbuah. Menurut Wijayakusumah et al. (1992) Perbungaan majemuk, terminal,
gagang berambut, bersisik, panjang gagang 16-40 cm, warnanya putih atau kuning
muda.
Rimpang kunyit berwarna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai
kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk dan anak rimpang.
Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Anak
rimpang letaknya lateral dan berbentuk seperti jari (tabung). Kadang-kadang
terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Besar rimpang, panjang 2-6 cm,
lebar 0,5-3 cm, tebal 0,3-1 cm (Wijayakusumah et al. 1992).

Gambar 7 Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)
(Sumber: Katzer 1999)
Rimpang kunyit rasanya pahit dan getir dengan bau yang khas, warna
jingga kecoklatan dari luar, sedang bagian dalamnya berwarna jingga terang atau

agak kuning. Pertumbuhan rimpang lebih melebar terutama setelah tanaman
berumur 5 bulan dan mulai memasuki fase berbunga, biasanya berkisar antara 7-8
bulan setelah tanam, dimana daun-daun terbawah mulai menguning (Purseglove et
al. 1981).

Kandungan
Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri dengan senyawanya antara
lain fellandrene, zingiberene, curcumene, turmeron dan karbinol. Selain itu,
rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung
alkaloid kurkumin (Soedibyo 1998).
Menurut Wijayakusumah et al. (1992) rimpang kunyit mengandung
minyak atsiri 3-5 %, kurkumin (pewarna kuning), pati, tanin dan zat pahit.
Di dalam rimpang kunyit terkandung senyawa kimia yang mempunyai
keaktifan fisiologi yang terdiri atas dua kelompok yaitu kurkuminoid dan minyak
atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa kurkumin dan keturunannya yang
mempunyai

aktivitas

biologis

berspektrum

luas

seperti

koleretik,

hipokolesteremik, antiimflamasi, antibakteri, antioksidan, spasmolitik dan
antihepatotoksik (Sudiarto 1989).

Manfaat
Secara tradisional kunyit telah sering digunakan sebagai bumbu masak,
yaitu sebagai pemberi aroma baik dari rimpangnya maupun dari daunnya (Farrel
1985 dalam Sudiarsih 1999). Di Jawa kunyit digunakan sebagai ramuan jamu
karena

khasiatnya

menyejukkan,

membersihkan,

mengeringkan

dan

menghilangkan gatal. Rimpangnya yang terasa panas, pahit, pedas berkhasiat
sebagai obat pencahar, gangguan pencernaan, pelembut kulit, memperbaiki warna
kulit, mempercepat proses kelahiran, menyegarkan badan dan mena mbah nafsu
makan (Darwis et al.1991).
Zat kurkumin yang dikandungnya mempunyai khasiat sebagai anti bakteri
dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan
empedu agar supaya kerja pencernaan lebih sempurna sedangkan minyak atsiri
yang dikandungnya mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan, dengan

demikian membantu menyembuhkan penyakit maag dan mengurangi pekerjaan
usus yang terlalu berat (Darwis et al. 1991 ).
Menurut Ulfah (2005) minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan alami
untuk menurunkan bau kotoran dan jumlah mikroorganisme patogen dari kotoran
ternak sehingga feses menjadi lebih kering, kurang berbau dan kandungan NH3
feses juga lebih rendah.
Dalam bidang keamanan pangan, minyak atsiri kunyit memberikan efek
antimikroba sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan (Lukman
1984 dalam Sudiarsih 1999).
Kunyit juga memiliki efek penghambatan terhadap perkembangan
Sitophilus zeamais (Kumbang jagung) yaitu dalam bentuk daya tolak (repellent)
dan daya cegah (anti feedant) yang dapat menghambat perkembangan serangga
Sitophilus zeamais (Sudiarsih 1999).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium, Laboratorium Entomologi dan
Protozoologi, Departemen Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Berlangsung sejak bulan November 2002 sampai dengan
Februari 2003.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan biasa, tabung
plastik, wadah plastik, cawan petri, pinset, karet gelang, nampan plastik, kantungkantung plastik, penggerus, label dan kain kasa.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larva lalat rumah (Musca domestica)
hasil biakan di lab Entomologi stadium instar I (L1), feses ayam, serbuk kunyit,
pakan ayam, sekam dan air.

Prosedur Pelaksanaan
Pengadaan Larva Lalat Rumah ( Musca domestica)
Beberapa pasang lalat rumah dewasa dimasukkan ke dalam kandang lalat.
Di dalam kandang disediakan media untuk tempat pradewasa lalat berkembang
yang terdiri atas campuran sekam, pakan ayam serta air dengan perbandingan
volume 1:1:1. Sebagai sumber pakan lalat dewasa disediakan kapas yang dibasahi
air gula. Setelah beberapa hari media yang telah berisi telur dikeluarkan dari
kandang. Selanjutnya, telur -telur ditempatka n ke dalam cawan petri dan larva
instar 1 (L1) yang muncul digunakan dalam penelitian ini.

Penyediaan Serbuk Kunyit (Curcuma domestica)
Rimpang kunyit yang masih segar dibersihkan, diiris tipis kemudian
dijemur dengan dianginkan sampai kering. Kunyit yang telah kering digerus
sampai diperoleh serbuk kunyit yang halus. Selanjutnya serbuk kunyit ditimbang
dan dibuat tiga kelompok yaitu KS1 (jumlah rendah), KS2 (jumlah sedang) dan
KS3 (jumlah tinggi).

Perlakuan
Delapan puluh ekor ayam petelur berumur 2 minggu dibagi menjadi empat
kelompok perlakuan yaitu kelompok ayam yang diberi campuran pakan dan
serbuk kunyit sebanyak KS1, KS2 dan KS3 serta kelompok ayam yang diberi
pakan tanpa serbuk kunyit (KN). Pemberian pakan dilakukan selama 6 hari
berturut-turut.
Sebagai pembanding ditambahkan 2 kelompok perlakuan yaitu KP1 dan
KP2. KP1 adalah media perkembangan larva lalat rumah dengan menggunakan
feses dari kelompok (KN) ditambah 3 gram serbuk kunyit sedangkan KP2 adalah
media perkembangan larva lalat rumah menggunakan feses KN ditambah 6 gram
serbuk kunyit.
Pengambilan feses ayam dilakukan pada hari ke -3 dan hari ke-6 pemberian
campuran pakan. Feses dari masing-masing perlakuan dimasukkan kedalam
tabung plastik dan ditimbang. Feses yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan
kedalam wadah plastik dan dilakukan uji efikasi. Uji efikasi dilakukan dengan
cara mencampur 3 gram feses dengan media perkembangan lalat perbandingan
berat 1:1. Media perkembangan lalat terdiri atas sekam, pakan ayam dan air
dengan perbandingan volume 1:1:1.
Kemudian ke dalam masing-masing media ditambahkan 20 larva lalat
rumah stadium 1 (L1), lalu ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan karet
gelang. Setiap perlakuan menggunakan 3 kali ulangan. Kemudian dilakukan
pengamatan setelah satu minggu untuk menghitung jumlah lalat rumah (Musca
domestica) yang berhasil menjadi dewasa.

Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA),
dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan′s Multiple Range Test)
untuk menguji perbedaan diantara perlakuan yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan penghitungan jumlah lalat rumah
(Musca dometica) dewasa terlihat pada pengambilan feses dihari ke-3 pemberian
pakan serbuk kunyit jumlah KS2 persentase rata-rata lalat rumah dewasa sangat
tinggi sebesar (95,00%), sedangkan persentase rata -rata lalat rumah dewasa sangat
rendah pada KP1 sebesar (41,67%). Pada pengambilan feses dihari ke -6
pemberian pakan serbuk kunyit jumlah KS3 persentase rata-rata lalat rumah
dewasa sangat tinggi sebesar (73,33%), sedangkan persentase rata -rata lalat rumah
dewasa sangat rendah pada KP1 sebesar (41,67%). Hasil yang diperoleh secara
lebih rinci ditunjukkan pada tabel 1 dan gambar 8.
Tabel 1 dan Gambar 8 terlihat adanya kecenderungan peningkatan
persentase jumlah larva lalat menjadi dewasa seiring dengan peningkatan jumlah
serbuk kunyit yang diberikan. Hal ini terutama dapat dilihat pada hari ke -3 setelah
pemberian pakan serbuk kunyit pada kelompok perlakuan KS2 persentase ratarata lalat rumah dewasa sangat tinggi (95,00%) jika dibandingkan dengan
kelompok KN (70,00%).

Tabel 1 Persentase rata-rata lalat rumah (Musca domestica) dewasa pada feses
dari ayam yang diberi pakan serbuk kunyit (Curcuma domestica Val)
dengan jumlah serbuk kunyit bertingkat.
PERLAKUAN

Pengambi
lan feses
dihari ke-

KN

KS1

3
6

70,00a ±18,02
70,00a ±18,02

65,00a ±39,68
66,67à ±32,53

KS2
95,00a ±8,66
50,00a ±44,44

KS3
81,67a ±7,63
73,33a ±5,77

KP1
41,67a±12,58
41,67a±12,58

KP2
71,67a ±18,92
71,67a ±18,92

Keterangan: Huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p