Serbuk Akar Kunyit ( Curcuma Domestica Val ) Sebagai Zat Warna Alternatif pada Histoteknik

(1)

Serbuk Akar Kunyit ( Curcuma Domestica Val ) Sebagai

Zat Warna Alternatif pada Histoteknik

OLEH :

DZUL EFFENDI BIN MOHD SAIDI

070100470

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Serbuk Akar Kunyit ( Curcuma Domestica Val ) Sebagai

Zat Warna Alternatif pada Histoteknik

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

DZUL EFFENDI BIN MOHD SAIDI

070100470


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Serbuk Akar Kunyit (

Curcuma Domestica Val

) Sebagai Zat Warna

Alternatif pada Histoteknik

Nama

: Dzul Effendi Bin Mohd Saidi

NIM

: 070100470

Pembimbing

Penguji I

( dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes ) (Prof. Harun Alrasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK) NIP : 19761004 200112 2 002

Penguji II

( dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked)

Medan, 17 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH) NIP: 19540220 198011 101


(4)

ABSTRAK

Pewarnaan merupakan salah satu prosedur yang digunakan dalam bidang histoteknik. Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan mikroskop. Zat warna yang sering digunakan dalam histoteknik sakarang adalah hematoksilin dan eosin. Oleh itu, peneliti mencoba dengan menggunakan zat warna yang diperoleh dari serbuk akar kunyit (Curcuma Domestica Val) untuk dijadikan zat warna alternatif pada histoteknik. Serbuk akar kunyit (Curcuma Domestica Val) dipilih karena melihat kepada potensinya sebagai zat pewarna untuk makanan, kulit dan kraft.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari zat warna baru yang alami,

biodegradable, murah, ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan pada histoteknik. Hal ini diteliti berikutan semakin meningkatnya penggunaan zat warna untuk proses pewarnaan jaringan dalam bidang histoteknik.

Akar kunyit diproses sehingga menjadi serbuk yang kering dan dilarutkan dengan larutan-larutan yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kemudian larutan serbuk akar kunyit digunakan untuk pewarnaan pada jaringan-jaringan organ monyet yang telah diproses.

Hasil pewarnaan memberikan warna kuning kecokelatan pada sel-sel jaringan. Warna yang optimal yang dipilih adalah konsentrasi 0,5 % w/v serbuk akar kunyit dengan pelarut yang digunakan berupa 1 % HCl dalam akuades (pH 0,8) dengan lama inkubasinya 30 menit. Hasil pewarnaan yang diperoleh ialah larutan serbuk akar kunyit tidak dapat digunakan sebagai perona (counterstain) terhadap larutan hematoksilin tetapi bisa digunakan sebelum dilakukan pewarnaan hematoksilin.


(5)

ABSTRACT

Staining is one of the procedures used in the field of histotechnique. Staining is the process colouring on the tissue that has been cut so that the tissue become contrast and can be observe with a microscope. Nowdays, stain that are often used in histotechnique are haematoxylin and eosin. Therefore, the researchers tried to use the stain that obtained from tumeric root powder (Curcuma Domestica Val) to be use as an alternative in histotechnique staining. Tumeric root powder (Curcuma Domestica Val) was chosen because it saw the potential as a dye for food, skin and craft.

This study aimed to find new natural dye, biodegradable, cheap, environmentally and can be applied to histotechnique. This was investigated because the increasing use of dyes for staining the tissue in the field of histotechnique.

Turmeric root is processed so that it becomes a dry powder and reconstituted with solutions that have been set by the researcher. Then a solution of turmeric root powder is used for staining on monkey organ tissues that have been processed.

The results give a yellow-brown staining on tissue cells. Optimal color chosen is a concentration of 0.5% w / v turmeric root powder with solvents used in the form of 1% HCl in distilled water (pH 0,8) with a long incubation period of 30 minutes. Staining results obtained is a solution of turmeric root powder can not be used as a counterstain on haematoxylin solution, but can be used prior to staining with haematoxylin.

As a conclusion, the solution of tumeric root powder (Curcuma domestica Val) can be used as an alternative dye in histotechnique.


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Dipanjatkan kesyukuran kepada Zat Yang Maha Esa karena dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Judul yang dipilih adalah “Serbuk Akar Kunyit (Curcuma Domestica Val) Sebagai Zat Warna Alternatif pada Histoteknik”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peneliti banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan. Dengan ini, saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes. selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah yang banyak memberi bantuan dan ilmu pengetahuan kepada peneliti.

3. dr. Zulham, M. Biomed selaku dosen pembimbing proposal karya tulis ilmiah. 4. Prof. Harun Al Rasyid, Sp. PD, Sp.GK, dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked dan dr. Rina Amelia, MARS selaku dosen penguji waktu seminar proposal dan hasil.

5. Staf-staf lab histotogi, staf-staf lab farmasi fisik serta staf-staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu peneliti.

6. Orang tua peneliti, Mohd Saidi Embong dan Simis Abdullah yang memberi dukungan moral dan material kepada penulis sehingga peneliti termotivasi untuk melakukan penulisan dengan sebaik-baiknya.


(7)

Peneliti menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk memperbaiki kesilapan dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan agar karya yang dihasilkan berkualitas.

Peneliti mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta kepada siapa pun yang ingin memanfaatkannya.

Medan, 5 November 2010 Peneliti,

( Dzul Effendi B. Mohd Saidi ) NIM: 070100470


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Tanaman Kunyit... 4

2.2 Teknik Pewarnaan... 6

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.. 17

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 17

3.2 Definisi Operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN... 19

4.1 Jenis Penelitian... 19

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 19

4.3 Alat dan Bahan... 19

4.3.1 Alat... 19

4.3.2 Bahan... 19


(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Penelitian…... 23

5.1.3. Hasil Pewarnaan ... 23

5.2. Pembahasan... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 31

6.1. Kesimpulan... 31

6.2. Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Kunyit... 4 Tabel 4.1. Variasi Konsentrasi dan Pelarut... 21


(11)

DARTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Akar dan Serbuk Akar Kunyit... 4

Gambar 2.2. Hasil Pewarnaan HE pada Ginjal... 14

Gambar 2.3. Hasil Pewarnaan HE pada Kulit Tebal... 14

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian... 17

Gambar 5.1. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit terhadap jaringan serebelum dengan konsentrasi dan jenis pelarut ... 24

Gambar 5.2. Hasil pewarnaan bagi lama masa inkubasi larutan serbuk akar kunyit... 25

Gambar 5.3. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit yang mewarnai pada jaringan... 26

Gambar 5.4. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit sebagai counterstain terhadap hematoksilin pada jaringan... 27

Gambar 5.5. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit dan kemudian dengan hematoksilin pada jaringan... 28

Gambar 5.6. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit dan eosin pada jaringan... 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran i : Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran ii : Surat Keterangan Izin Penelitian

Lampiran iii : Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan


(13)

ABSTRAK

Pewarnaan merupakan salah satu prosedur yang digunakan dalam bidang histoteknik. Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan mikroskop. Zat warna yang sering digunakan dalam histoteknik sakarang adalah hematoksilin dan eosin. Oleh itu, peneliti mencoba dengan menggunakan zat warna yang diperoleh dari serbuk akar kunyit (Curcuma Domestica Val) untuk dijadikan zat warna alternatif pada histoteknik. Serbuk akar kunyit (Curcuma Domestica Val) dipilih karena melihat kepada potensinya sebagai zat pewarna untuk makanan, kulit dan kraft.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari zat warna baru yang alami,

biodegradable, murah, ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan pada histoteknik. Hal ini diteliti berikutan semakin meningkatnya penggunaan zat warna untuk proses pewarnaan jaringan dalam bidang histoteknik.

Akar kunyit diproses sehingga menjadi serbuk yang kering dan dilarutkan dengan larutan-larutan yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kemudian larutan serbuk akar kunyit digunakan untuk pewarnaan pada jaringan-jaringan organ monyet yang telah diproses.

Hasil pewarnaan memberikan warna kuning kecokelatan pada sel-sel jaringan. Warna yang optimal yang dipilih adalah konsentrasi 0,5 % w/v serbuk akar kunyit dengan pelarut yang digunakan berupa 1 % HCl dalam akuades (pH 0,8) dengan lama inkubasinya 30 menit. Hasil pewarnaan yang diperoleh ialah larutan serbuk akar kunyit tidak dapat digunakan sebagai perona (counterstain) terhadap larutan hematoksilin tetapi bisa digunakan sebelum dilakukan pewarnaan hematoksilin.

Kesimpulannya, larutan serbuk akar kunyit (Curcuma Domestica Val) dapat digunakan sebagai zat warna alternatif pada histoteknik.


(14)

ABSTRACT

Staining is one of the procedures used in the field of histotechnique. Staining is the process colouring on the tissue that has been cut so that the tissue become contrast and can be observe with a microscope. Nowdays, stain that are often used in histotechnique are haematoxylin and eosin. Therefore, the researchers tried to use the stain that obtained from tumeric root powder (Curcuma Domestica Val) to be use as an alternative in histotechnique staining. Tumeric root powder (Curcuma Domestica Val) was chosen because it saw the potential as a dye for food, skin and craft.

This study aimed to find new natural dye, biodegradable, cheap, environmentally and can be applied to histotechnique. This was investigated because the increasing use of dyes for staining the tissue in the field of histotechnique.

Turmeric root is processed so that it becomes a dry powder and reconstituted with solutions that have been set by the researcher. Then a solution of turmeric root powder is used for staining on monkey organ tissues that have been processed.

The results give a yellow-brown staining on tissue cells. Optimal color chosen is a concentration of 0.5% w / v turmeric root powder with solvents used in the form of 1% HCl in distilled water (pH 0,8) with a long incubation period of 30 minutes. Staining results obtained is a solution of turmeric root powder can not be used as a counterstain on haematoxylin solution, but can be used prior to staining with haematoxylin.

As a conclusion, the solution of tumeric root powder (Curcuma domestica Val) can be used as an alternative dye in histotechnique.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Kunyit (curcuma domestica val), tergolong dalam keluarga

Zingiberaceae. Kunyit memiliki bau harum namun agak pahit dan agak pedas rasanya. Serbuk akar kunyit menberikan zat warna yang berwarna kuning jika dilarutkan di dalam air. Serbuk akar kunyit juga telah lama digunakan secara tradisional terutama oleh kaum India sebagai zat warna di kulit. Selain itu, akar kunyit telah digunakan berabad-abad sebagai pewarna dan sebagai komponen pewarna makanan seperti bubuk kari dan lain-lain. Baru-baru ini kunyit juga digunakan sebagai indikator pH, sehingga kunyit menjadi substansi yang dapat digunakan secara komersial.

Akar kunyit berisi kira-kira 5% bahan pewarna diaryl heptanoid, lebih dikenal sebagai curcuminoids. Yang utama dari curcuminoid adalah curcumin (diferuloylmethane) bersama-sama dalam jumlah yang lebih kecil

dicaffeoglmethane, caffeoglferuloylmethane dan dihydrocurcumin. Selain itu, Evans (1998) menyatakan bahwa karakterisasi dari konstituen dari fraksi polisakarida curcuma menunjukkan glycans asam yang baru seperti ukanons A, B, C, dan D.

Akar kunyit mengandung beberapa senyawa pewarna, terutama curcumin (diferuloylmethane) (Evans, 1998). Prinsip pewarnaan aktif curcumin tidak jelas karena evaluasi kromatografi kolom curcumin menunjukkan adanya beberapa pecahan berwarna dan karakterisasi fraksi aktif tidak ditentukan. Kemampuan suatu pewarna untuk merona struktur jaringan spesifik ditentukan oleh faktor-faktor tertentu, salah satunya adalah keasaman zat warna. Struktur asam akan terwarnai oleh pewarna basa, sementara struktur basa akan terwarnai oleh pewarna asam (Baker & Silverton, 1976; Carleton, 1976).


(16)

Didasarkan pada metoda produksi, ada dua jenis zat warna yaitu zat warna alami dan zat warna sintetis (Carleton, 1976). Hematoxylin yang diperoleh dari pohon logwood yaitu Haematoxylum Campachianum adalah contoh zat warna alami (Baker & Silverton, 1976). Hematoksilin adalah zat warna mitra untuk eosin pada teknik pewarnaan Hematoksilin & Eosin. Ia akan membuat nukleus berwarna biru-violet atau coklat. Sedangkan eosin adalah pewarna sintetis yang mewarnai sel darah merah, sitoplasma, membran sel dan struktur di luar sel dengan memberikan warna merah muda atau warna merah. Teknik pewarnaan Hematoksilin & Eosin ini adalah teknik pewarnaan utama yang digunakan dalam studi jaringan dan sel, dan secara rutin digunakan untuk mengamati bentuk dan struktur sel.

Pewarnaan sintetis sering efisien tapi mungkin menampilkan bahaya untuk manusia dan kesehatan hewan. Hal ini telah mengakibatkan penarikan beberapa pewarna yang bahaya (Bhuyan & Saikai, 2005).

Dengan kepedulian dunia atas penggunaan bahan yang ramah lingkungan dan biodegradable, penggunaan bahan alami yang diperoleh dari tanaman telah kembali diperbolehkan (Eom et al, 2001). Penggunaan pewarna alami yang lebih murah dari tumbuhan ini dapat dipandang sebagai alternatif pewarna sintetis. Berdasarkan hal tersebut, potensi pewarna kuning dari akar kunyit perlu diteliti sebagai pewarna alami dengan potensi aplikasi pada teknik histopatologi.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah larutan serbuk akar kunyit (curcuma domestica val) dapat digunakan sebagai zat warna alami pada histoteknik?


(17)

1.3.Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum:

Mencari zat warna baru alternatif yang dapat digunakan pada histoteknik.

1.3.2. Tujuan khusus:

1. Mengetahui konsentrasi (weight/volume) optimal larutan serbuk akar kunyit.

2. Mengetahui lama inkubasi optimal larutan serbuk kunyit. 3. Mengetahui efek pH pada konsentrasi dan lama inkubasi

optimal.

4. Mengetahui pola warna serbuk akar kunyit pada sel dan berbagai jaringan.

1.4.Manfaat penelitian

1.4.1. Menemukan zat warna alami baru yang bermanfaat dalam teknik perwarnaan.

1.4.2. Bila terbukti berhasil bisa dijadikan sebagai zat warna alternatif untuk pewarnaan pada sel jaringan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kunyit

Kunyit (Gambar 2.1.) dikenal dengan nama latin Curcuma domestica val. Nama daerah untuk kunyit yaitu kunir, koneng, koneng temen (Sunda), kunyit (Aceh), kuning (Gayo), kuning, unik (Batak), kunyit (Melayu), cahang (Dayak), kunyit, janar (Banjar), kunir, kunir betis, temu kuning (Jawa), konye, temu koneng (Madura), kunyik (Sasak), huni (Bima), unyi (Bugis), kumino, unin,

unine, uninum (Ambon), rame, kandeifu, nikwai, mingguai, jaw (Irian), kunyir

(Lampung), kunidi (Sulawesi Utara) (Rukmana, 1994). Taksonomi tanaman ini dapat dilihat pada tabel 2.1.

Gambar 2.1. Akar dan Serbuk Akar Kunyit

Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Kunyit (Backer, 1968)

Kerajaan Plantae

Divisi Spermatophyta

Sub Divisi Angiospermae

Kelas Monocotyledoneae


(19)

a. Morfologi Tanaman

Tanaman kunyit adalah tanaman berumur panjang dengan daun besar berbentuk elips, 3-8 buah, panjang sampai 85 cm, lebar sampai 25 cm, pangkal daun meruncing, berwarna hijau seragam. Batang semu berwarna hijau atau agak keunguan, tinggi sampai 1,60 meter. Perbungaan muncul langsung dari rimpang, terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, yang paling bawah berwarna hijau, berbentuk bulat telur, makin ke atas makin menyempit dan memanjang, warna putih atau putih keunguan, bagian ujung berbelah-belah, warna putih atau merah jambu (Sudarsono dkk., 1996).

Bentuk bunga majemuk bulir silindris. Mahkota bunga berwarna putih. Bagian di dalam tanah berupa rimpang yang mempunyai struktur berbeda dengan Zingiber (yaitu berupa induk rimpang tebal berdaging, yang membentuk anakan, rimpang lebih panjang dan langsing) warna bagian dalam kuning jingga atau pusatnya lebih pucat (Sudarsono dkk., 1996).

b. Ekologi dan Penyebaran

Tanaman kunyit tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia, dan Filipina. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang baik tata pengairannya, curah hujan yang cukup banyak dan di tempat yang sedikit kenaungan, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dan baik ditanam di tempat yang terbuka (Prawiro, 1977).

c. Khasiat

Secara tradisional rimpang kunyit digunakan untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, anti radang, sesak nafas, antidiare, dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar digunakan sebagai lulur kecantikan dan kosmetika. Secara umum akar kunyit digunakan untuk stimulansia,


(20)

pemberi warna masakan, dan minuman serta digunakan sebagai bumbu dapur (Sudarsono dkk., 1996).

Akar kunyit (Curcuma domestica) berkhasiat melancarkan peredaran darah, antiinflamasi, antibakteri, melancarkan pengeluaran empedu, antipiretik dan ikterik hepatitis (Syukur, 2005).

d. Kandungan kimia akar kunyit

Zat warna curcuminoid suatu senyawa diarylheptanoide 3-4% terdiri dari

curcumin, dihydrocurcumin, desmethoxy curcumin dan bisdesmethoxy-curcumin

(Sudarsono dkk., 1996).

e. Sifat

Akar kunyit mempunyai bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak pedas dan dapat bertindak sebagai astringensia (Prawiro, 1977). Astringensia merupakan zat yang bekerja lokal yaitu dengan mengkoagulasi protein tetapi demikian kecil daya penetrasinya sehingga hanya permukaan sel yang dipengaruhi. Serbuk akar kunyit menberikan zat warna yang berwarna kuning jika dilarutkan didalam air. Serbuk akar kunyit juga telah lama digunakan secara tradisional terutama oleh kaum India sebagai zat warna di kulit. Selain itu, akar kunyit telah digunakan berabad-abad sebagai pewarna dan sebagai komponen pewarna makanan seperti bubuk kari dan lain-lain (Sudarsono dkk., 1996).

2.2. Teknik Pewarnaan

Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali/diamati


(21)

sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap). Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.

Dengan beberapa pengecualian, kebanyakan jaringan tidak berwarna, sehingga sulit untuk memeriksa jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop cahaya. Oleh karena itu, telah ditemukan metode-metode pewarnaan jaringan, yang tidak hanya membuat berbagai jaringan menjadi menyolok, tetapi memungkinkan pula diadakan perbedaan di antara komponen-komponen tersebut. Ini dilakukan dengan menggunakan campuran zat warna yang mewarnai komponen jaringan lebih kurang secara selektif.

Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik (garam) dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik.

Contoh zat warna basa adalah biru toluidin dan biru metilen. Hematoksilin berkelakuan seperti zat warna basa, yaitu mewarnai jaringan basofilik. Komponen ringan utama yang berionisasi dan bereaksi dengan zat warna basa melakukan hal itu karena asam dalam komposisi mereka (nukleoprotein dan mukopolisakarida asam). Zat warna asam misalnya orange G, eosin dan fuchsin asam kebanyakan mewarnai komponen basa yang ada di dalam protein sitoplasma. Sifat basa atau asam suatu zat biasanya menjelaskan reaksi pewarnaan secara kimia, tetapi juga ada dasar-dasar fisika.

Dari semua zat warna, yang paling sering digunakan adalah gabungan hematoksilin dan eosin (H&E). Banyak warna lain yang digunakan dalam berbagai prosedur histologik. Meskipun zat warna berguna dalam menggambarkan berbagai komponen jaringan, tetapi biasanya tidak memberikan keterangan mengenai sifat kimia jaringan yang sedang dipelajari.


(22)

Didasarkan pada metoda produksi, ada dua jenis zat warna, yaitu yang alami dan sintetis (Carleton, 1976). Hematoksilin diperoleh dari pohon logwood yaitu Haematoxylum Campachianum adalah contoh pewarnaan alami (Baker & Silverton, 1976). Hematoksilin adalah zat warna mitra untuk eosin di teknik pewarnaan hematoksilin dan eosin. Ia akan membuat nukleus berwarna biru-violet atau coklat. Sedangkan eosin adalah pewarna sintetis yang mewarnai sel darah merah, sitoplasma, membran sel, kalogen dan struktur di luar sel dengan memberikan warna merah muda atau warna merah.

Sebelum melakukan pewarnaan serangkaian persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Peralatan gelas harus dibersihkan dulu dan dibilas dengan akuades. 2. Timbang zat warna dengan cermat dan tepat.

3. Larutkan zat warna dalam pelarut yang benar dengan memperhatikan urutan pencampurannya, misalnya hematoksilin selalu harus dilarutkan dalam alkohol dulu sebelum ditambahkan bahan lain.

4. Aduk zat warna dengan baik agar seluruh partikel zat warna terlarut dengan baik.

5. Tuangkan larutan zat warna ke dalam wadah yang sesuai untuk proses pewarnaan dengan menyaringnya menggunakan kertas saring.

6. Siapkan juga larutan-larutan lain yang diperlukan untuk proses pewarnaan dan tuangkan dalam wadah yang sesuai.

7. Atur urutan larutan-larutan tersebut sesuai dengan prosedur proses pewarnaan. 8. Zat warna beralkohol harus ditutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol


(23)

Pelarut yang umum dipakai dalam proses pewarnaan adalah air dengan derajat keasaman yang netral (pH 7). Disamping itu juga dapat digunakan cairan pelarut lainnya seperti etilalkohol (etanol) dengan derajat konsentrasi yang bervariasi. Bila tidak ada keterangan dalam proses pelarutan yang menggunakan alkohol berarti konsentrasi alkohol yang digunakan adalah alkohol absolut dengan konsentrasi 99.9%.

Pulasan (Pewarnaan) Hematoksilin-Eosin

Pulasan (pewarnaan) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu pulasan hematoksilin-eosin (H&E). Pada pulasan H&E digunakan dua macam zat warna yaitu hematoksilin yang berfungsi untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang merupakan

counterstaining hematoksilin, digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang berbeda.

Hematoksilin merupakan zat warna alami yang pertama kali dipakai tahun 1863. Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawaan hematoksilin yang dipakai adalah bentuk oksidasinya yaitu hematein. Proses oksidasi senyawaan hematoksilin ini dikenal sebagai ripening dan dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawaan yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat.

Selama proses oksidasi berlangsung kemampuan hematoksilin untuk mewarnai inti sel akan terus berlangsung dan akan berkurang bila proses oksidasi telah selesai. Untuk memperpanjang proses ini larutan hematoksilin dapat disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam ruangan gelap. Dalam kondisi terpapar oleh cahaya sebaiknya larutan diganti sekurangnya seminggu sekali. Jenis hematoksilin yang sering dipakai adalah mayer, delafied, Erlich, Bullard dan Bohmer sedangkan counterstaining yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine.


(24)

Beberapa larutan hematoksilin yang digunakan adalah ( Jusuf, 2009) : 1. Hematoksilin Erlich

Hematoksilin Erlich adalah hematoksilin yang paling tahan lama, mudah berdifferensiasi dan warnanya relatif tahan lama. Hematoksilin ini baru bisa digunakan setelah 1-2 bulan dibuat. Waktu inkubasinya adalah 30 menit dan counterstainingnya adalah 0.5 -1% larutan eosin dalam air. Formulanya adalah sebagai berikut:

- Hematoksilin ………. 6 gram - Alkohol absolut ………. 300 ml - Akuades ..……….. 300 ml

- Glycerol ……… 300 ml

- Glacial acetic acid ……… 30 ml

- Potassium alum ……… berlebihan

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut: 1. Hematoksilin dilarutkan dalam alkohol

2. Sambil digerus dalam mortar secara perlahan-lahan tambahkan bahan lainnya secara berurutan sambil digerus

3. Akhirnya tambahkan kristal potassium alum (Aluminium potassium sulfate) sambil menggoyang-goyang botol hingga terdapat endapan kristal alum di dasar botol.

4. Botol berisi larutan hematoksilin Ehrlich kemudian ditutup secara longgar dengan gumpalan kapas dan disimpan ditempat terang selama 1-2 bulan sehingga hematoksilinnya teroksidasi menjadi haematin. Proses ini dikenal sebagai pematangan.


(25)

larutan eosin dalam air, waktu inkubasi 15-20 menit. Formula larutan pewarna ini adalah sebagai berikut:

- Hematoksilin kristal ………... 6 gram - Alkohol absolut ………. 50 ml

- Ammonium alum ……….... 55 gram

- Akuades ………. 600ml

- Glycerol ………. 150ml

Cara pembuatan larutan hematoksilin Delafield adalah sebagai berikut: 1. Larutkan kristal hematoksilin dengan alkohol absolut

2. Larutkan ammonium alum dengan akuades hingga jenuh (saturated) 3. Campurkan kedua larutan tersebut dan diamkan selama 3-5 hari 4. Saring dan tambahkan glycerol

5. Biarkan selama 3 hari dalam botol terpapar cahaya

6. Setelah 3 hari simpan dalam botol tertutup dan lindungi dari cahaya

3. Hematoksilin Mayer

Larutan Hematoksilin Mayer merupakan larutan yang dapat disimpan dalam waktu lama (berbulan-bulan), counterstaining dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu inkubasinya 10-15 menit. Formulanya adalah sebagai berikut:

- Hematoksilin kristal ……….. 1gram

- Aquades ……… 1000ml

- Sodium iodate ………0.2 gram

- Ammonium/potassium alum ………. 50gram

- Citric acid ……… 1gram

- Chloral hydrate ……… 50gram

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:

1. Larutkan ammonium/potassium alum di dalam akuades 2. Tambahkan hematoksilin dan campurkan secara baik


(26)

4. Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur dengan baik 5. Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya

4. Hematoksilin Harris

Larutan pewarna yang dapat dipakai segera setelah selesai dibuat,

counterstaining dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu inkubasinya adalah 15-20 menit. Formulanya adalah sebagai berikut:

- Kristal hematoksilin ……… 5.0 gram - Alkohol 100% ………. 50 ml

- Ammonium/potassium alum ……… 100 gram

- Distilled water ……… 1000 ml

- Merkuri oksida ……… 2.5 gram

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut (Jusuf, 2009) : 1. Larutkan hematoksilin di dalam alkohol

2. Larutkan ammonium/potassium alum di dalam distilled water dan panaskan 3. Hentikan pemanasan dan campur kedua larutan tersebut

4. Panaskan dengan cepat sambil diaduk

5. Hentikan pemanasan dan campurkan merkuri oksida ke dalamnya perlahan-lahan

6. Panaskan kembali hingga larutan bewarna ungu gelap

7. Hentikan pemanasan dan tempatkan wadah berisi larutan tersebut di dalam wadah berisi air dingin hingga larutan hematoksilin menjadi dingin


(27)

Larutan Counterstaining

Beberapa pulasan yang dipakai sebagai counterstaining larutan hematoksilin adalah eosin, safranin dan phloxine.

1. Larutan Eosin

Larutan eosin yang digunakan terdiri atas larutan stok (Stock solution) dan larutan kerja (working solution). Adapun kedua larutan ini adalah sebagai berikut:

- Eosin Y, water soluble ……….. 1.0 gram 1% Stock Alkohol-Eosin

- Distilled water ……… 20 ml

- Larutkan dan tambahkan

- Alkohol 95% ……….. 80 ml

- Eosin stock solution ……… 1 bagian

Working Eosin Solution

- Alkohol 80% ………. 3 bagian

Dibuat sesaat sebelum digunakan dan tambahkan asam asetat glasial 0.5ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik

2. Larutan Phloxine

Larutan phloxine terdiri atas larutan stock eosin, stockphloxine, working solution dan larutan Safran. Larutan-larutan tersebut adalah sebagai berikut:

- Eosin Y water soluble ……… 1 gram

Stock Eosin

- Distilled water ……… 100ml

- Phloxine B ……….. 1.5 gram

Stock Phloxine

- Distilled water ……… 100ml

- Stock Eosin ………. 100ml

Working Solution

- Stock Phloxine ……… 10ml


(28)

- Asam asetat glasial ………. 4ml 2% Alkohol Safran

- Safran du Gatinais ……….. 2 gram - Alkohol 100% ……… 100ml

Pulasan rutin yang banyak dipakai adalah: Pulasan Hematoxylin Mayer-Eosin

Pulasan ini banyak dipakai dengan beberapa pertimbangan 1. Differensiasi warna sangat jelas

2. Mewarnai inti sel dengan baik dan jelas dengan latar belakang yang tidak bewarna

3. Hasil konsisten

4. Prosedurnya sederhana

5. Dapat mewarnai preparat yang difiksasi dengan fiksasi apapun juga

Prosedur yang dipakai adalah sebagai berikut a. Deparafinisasi dengan xylol (2x2 min)

b. Hidrasi dengan serial alkohol 100% (2x2 min) – 95% (2min) – 90% (2 min) – 80% (2 min) - 70% (2min) – Distilled water (3min) c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin mayers selama 15 min d. Cuci dalam air mengalir selama 15-20menit

e. Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan ke langkah selanjutnya


(29)

h. Jernihkan dan dealkoholisasi dalam xylol 2x2min i. Tutup dengan balsem kanada

Hasil/ Interpretasi adalah

- Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu

Gambar 2.2. Hasil pewarnaan HE Gambar 2.3. Hasil pewarnaan HE pada ginjal pada kulit tebal

Pewarnaan Hematoksilin Harris-Eosin

Protokol pulasan hematoksilin Harris – eosin adalah sebagai berikut: a. Deparafinisasi dalam xylol

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari 100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin Harris selama 15 min d. Bilas dalam air mengalir dalam waktu yang singkat

e. Celup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 3-10 celup cek differensiasi warna di bawah mikroskop

f. Bilas dalam air mengalir secara singkat

g. Celup sebanyak 3-5 kali dalam larutan ammonium atau lithium karbonat


(30)

h. Cuci dalam air mengalir selama 10-20 menit Bila pencucian tidak maksimal jaringan sulit terwarna oleh eosin

i. Inkubasi dalam eosin selama 15 detik hingga 2 menit

j. Dehidrasi dalam alkohol dengan konsentrasi yang meningkat secara perlahan, masing-masing selama 2 menit

k. Inkubasi dalam xylol 2x2menit l. Tutup dengan kaca penutup

Hasil/Interpretasi hasil pulasan - Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu

Pewarnaan Hematoksilin Mayer-Phloxyne-Safran Prosedur pewarnaan adalah sebagai berikut

a. Deparafinisasi dalam xylol

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari 100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan asam pikrat jenuh selama 5 menit d. Cuci dalam air mengalir hingga seluruh asam pikrat hilang e. Inkubasi dalam larutan hematoksilin mayer selama 15 menit f. Basuh dengan air mengalir selama 20 menit

g. Warnai dalam larutan 1.5% larutan Phyloxine B selama 2 menit h. Basuh dengan air selama 5 menit


(31)

Hasil/interpretasi

- Inti bewarna biru

- Sel darah merah bewarna vermillion pink

- Tulang bewarna kuning

- Tulang rawan bewarna hijau kekuningan - Otot bewarna merah


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Hematoksilin bersifat basa bersifat asam

Larutan kunyit

Eosin bersifat asam bersifat basa

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

Komponen-komponen sel bersifat asam dan basa. Komponen sel yang bersifat asam seperti nukleus akan diwarnai oleh hematoksilin dengan warna biru-violet atau coklat. Komponen sel yang bersifat basa seperti sel darah merah, sitoplasma, membran sel, kolagen dan struktur diluar sel akan diwarnai oleh eosin dengan warna merah muda atau warna merah. Manakala larutan kunyit yang masih belum diketahui pelarutnya, apakah ia akan mewarnai komponen sel asam atau basa? Ia akan memberikan warna apa pada komponen sel? Apakah larutan kunyit dapat dijadikan zat warna baru alternatif yang dapat digunakan pada histoteknik dalam teknik pewarnaan?

3.2. Definisi Operasional

Konsentrasi : Perbandingan massa atau volume suatu solut terhadap mewarnai


(33)

pH : Lambang yang menghubungkan konsentrasi ion hidrogen ( H+) atau aktivitas suatu solusio (larutan) pada suatu

solusio standar tertentu.

Histoteknik : Metode atau proses untuk membuat sajian histologi dari spesimen tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk diamati dan dianalisis.


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Histologi dan laboratorium Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan selama Maret - November 2010.

4.3. Alat dan Bahan 4.3.1. Alat

1. Cover glass

2. Microtome

3. Microscope binocular

4. Neraca dan kelengkapannya 5. Object glass

6. pH meter

7. Paraffin oven

8. Pipet tetes 9. Staining jar

10. Waterbath 4.3.2. Bahan


(35)

6. Hematoksilin 7. Parafin

8. Perekat albumin 9. Xylene

10. Serbuk akar kunyit

11. Sediaan jaringan dari hewan monyet

4.4. Pengambilan sampel jaringan monyet

Seekor hewan monyet akan diinjeksi dengan memberikan suntikan ketamin intrakutan sebanyak 5mg/kgBB IM. Setelah hewan tertidur dilakukan sayatan abdominal dimulai dari caudal hingga manubrium sterni. Pengambilan jaringan yakni cerebelum, hepar, usus halus, colon, ginjal, pankreas dan limpa dilakukan segera dengan ketebalan + 1 cm. Jaringan yang diperoleh segera direndam dalam larutan pengawet 10% neutral buffered formalin.

4.5. Pembuatan sediaan

Jaringan-jaringan yang telah diawetkan dalam 10% neutral buffered formalin selama 24 jam akan diproses untuk parafin embedding dengan dehidrasi melalui alkohol 70 %, 90 %, 95 %, dan etanol absolut selama masing-masing 2x15 menit. Clearing (pembeningan) tercapai melalui dua kali perendaman dalam xylene selama masing-masing 15 menit. Infiltrasi (pembenaman) lilin parafin dilakukan dalam oven parafin bersuhu 60 °C selama 3 x 1 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan blok parafin menggunakan pencetak Leuckhart.

Blok parafin ini akan dipotong dengan ketebalan 8 µ m dengan menggunakan Reichert Jung 820 rotary microtome. Irisan jaringan yang diinginkan dilekatkan pada object glass berperekat albumin pada waterbath dan dikeringkan dengan suhu ruangan semalaman.


(36)

4.6. Pembuatan Larutan Serbuk Akar Kunyit

Serbuk akar kunyit diperoleh setelah dilakukan pengolahan akar kunyit. Akar kunyit yang diproses sebanyak 300 gram. Terlebih dahulu kulit akar kunyit dikupas, kemudian dicuci dengan air kran dan dipotong menjadi nipis. Setelah itu, akar kunyit dijemur di bawah sinar matahari sehingga benar-benar kering. Setelah akar kunyit yang telah dipotong mengering, ia akan dihancurkan dengan menggunakan alat pengisar sehingga menjadi serbuk. Kemudian serbuk akar kunyit itu akan ditapis untuk mendapatkan serbuk yang halus.

Larutan serbuk akar kunyit 0,1% w/v, 0,2% w/v, 0,5% w/v, 1% w/v yang terlarut dalam 100 ml masing-masing larutan berikut; air suling (akuades), 70% etanol, 1% HCl dalam akuades dan 1% NaOH dalam akuades.

Tabel 4.1. Berbagai Variasi Konsentrasi dan Pelarut yang Akan Digunakan Dalam Penelitian Ini.

Air suling 70% etanol

1% HCL dalam akuades

1% NaOH dalam akuades 0,1% w/v

0,2% w/v 0,5% w/v 1,0% w/v

4.7. Metode Pewarnaan Larutan Hematoksilin-Eosin

Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan


(37)

kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

4.8. Metode Pewarnaan Larutan Serbuk Akar Kunyit

Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan

Hematoxylin Mayer selama 5 menit dan dicuci dengan air kran mengalir selama 10 menit. Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam berbagai variasi dalam konsentrasi dan jenis pelarut (tabel 4.1) dengan lama inkubasi 15 menit. Setelah mendapatkan variasi konsentrasi dan jenis pelarut yang optimal untuk pewarnaan, selanjutnya lama inkubasi larutan serbuk akar kunyit dioptimasi dengan lama inkubasi 10 menit, 15 menit, 30 menit dan 1 jam. Selanjutnya sampel didehidrasi dengan alkohol bertingkat konsentrasi dan dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit serta ditutup dengan entellan™.

Larutan serbuk akar kunyit yang telah dioptimasi dalam variasi konsentrasi, jenis pelarut, dan lama inkubasi akan digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarnaan hematoxylin, tanpa peronaan hematoxylin, dan dengan pewarnaan eosin working solution. Larutan optimasi ini akan digunakan sebagai pewarna pada jaringan yang telah disebut pada bagian 4.4.

4.9. Analisis Data

Hasil pewarnaan yang akan diamati iaitu berupa jaringan yang diwarnai dengan larutan serbuk akar kunyit, larutan serbuk akar kunyit dengan hematoksilin dan larutan serbuk akar kunyit dengan eosin working solution. Sampel diamati dengan mikroskop binokular dan dilihat efek pewarnaanya pada sel (nukleus dan sitoplasma) dan pada beberapa komponen jaringan tertentu seperti serabut. Sampel yang telah diwarnai akan difoto.


(38)

4.10. Ethical Clearance

Persetujuan atas etika penelitian telah dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Eksperimen penyediaan slide dan mewarnai jaringan ini telah dilakukan di laboratorium Histologi dan laboratorium Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karekteristik Penelitian 5.1.2.1. Karekteristik sampel jaringan

Sampel jaringan diambil dari hewan monyet berupa hepar, colon, usus halus, ginjal, jantung dan limpa dengan ketebalan + 1 cm. Jaringan yang telah diparafinisasi dipotong dengan menggunakan

rotary microtome dengan ketebalan 8µ m. 5.1.2.2. Karekteristik larutan kunyit

Dari hasil variasi konsentrasi dan pelarut yang telah didapati dari percobaan yang dilakukan, peneliti memilih untuk menggunakan larutan serbuk akar kunyit memberikan hasil warna yang optimal pada Konsentrasi larutan 0,5 % w/v dengan pelarut 1% HCl dalam akuades dengan pH 0,8 karena hasilnya optimal dalam mewarnai jaringan. Lama masa inkubasi pula 30 menit untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang lebih optimal.

5.1.3. Hasil Pewarnaan

Dari semua jaringan yang telah diwarnai, didapati hasil daripada pewarnaan jaringan hepar, colon, usus halus, ginjal, jantung, limpa dengan


(40)

menggunakan kunyit (Cdv), kunyit-hematoksilin (Cdv-H), hematoksilin-kunyit (H-Cdv), hematoksilin-kunyit-eosin (Cdv-E) adalah seperti berikut.

5.1.3.1. Konsentrasi dan jenis pelarut larutan kunyit

Konsentrasi larutan yang paling baik berupa 0,5 % w/v serbuk akar kunyit dengan pelarut yang digunakan berupa 1% HCl dalam akuades dipilih setelah dibuat pewarnaan dengan lama masa inkubasi 15 menit pada jaringan serebelum. Ini dapat dilihat pada gambar 5.1.A dan dibandingkan dengan beberapa konsentrasi dan jenis pelarut yang lain seperti yang telah dinyatakan dalam tabel 4.1 .

Gambar 5.1. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit (Cdv) terhadap jaringan serebelum dengan konsentrasi dan jenis pelarut. A-0,5% w/v dengan

B A

C D

(Cdv,100x) (Cdv,100x)


(41)

5.1.3.2. Lama Inkubasi

Lama inkubasi yang memberikan hasil terbaik bagi konsentrasi dan jenis pelarut yang dipilih seperti diatas terhadap jaringan serebelum adalah 30 menit.

Gambar 5.2. Hasil pewarnaan bagi lama masa inkubasi larutan serbuk akar kunyit (Cdv) 0,5 % w/v dengan pelarut 1% HCl dalam akuades terhadap jaringan serebelum. A-10 menit. B-15 menit. C-30 menit. D-1 jam.

5.1.3.3. Efek pH

pH yang diukur pada larutan serbuk akar kunyit dengan konsentrasi 0,5 % w

/v dengan pelarut 1% HCl dalam akuades adalah 0,8.Ini berarti pH optimal larutan serbuk akar kunyit agar dapat mewarnai dengan baik adalah 0,8 dan bersifat asam.

A B

C D

(Cdv,100x) (Cdv,100x)


(42)

5.1.3.4. Pola Warna

Larutan serbuk akar kunyit yang telah dioptimasi (0,5 % w/v serbuk akar kunyit dengan pelarut 1% HCl dalam akuades dan masa inkubasi 30 menit ) yang telah diteliti terhadap jaringan serebelum digunakan untuk mewarnai jaringan ginjal, hepar, usus halus, colon, limpa dan pankreas. Kemudian larutan serbuk akar kunyit (Cdv) digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin (H-Cdv), digunakan sebelum pewarnaan hematoksilin (Cdv-H) dan digunakan bersama dengan pewarnaan eosin working solution (Cdv-E).

A B

C D

E F

(Cdv,40x) (Cdv,40x)


(43)

Gambar 5.4. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit sebagai counterstain

terhadap hematoksilin (H-Cdv) pada jaringan, A-Ginjal. B-Hepar. C-Usus halus. D-Limpa. E-Colon. F-Pankreas.

C D

E F

B A

(H-Cdv,40x) (H-Cdv,40x)

(H-Cdv,40x) (H-Cdv,40x)


(44)

Gambar 5.5. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit dan kemudian dengan hematoksilin (Cdv-H) pada jaringan, A-Ginjal. B-Hepar. C-Usus halus. D-Limpa. E-Colon. F-Pankreas.

A B

C

F E

D

(Cdv-H,100x) (Cdv-H,40x)

(Cdv-H,40x) (Cdv-H,100x)


(45)

Gambar 5.6. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit dan eosin (Cdv-E) pada jaringan, A-Ginjal. B-Hepar. C-Usus halus. D-Limpa. E-Colon.

A

E

D C

B

(Cdv-E,100x) (Cdv-E,100x)

(Cdv-E,100x) (Cdv-E,100x)


(46)

5.2 PEMBAHASAN

Larutan serbuk akar kunyit 0,5% Weight/Volume yang terlarut dalam 100 ml 1% HCl dalam akuades merupakan konsentrasi optimal yang diperoleh setelah percobaan ke atas sel jaringan monyet. Ia memberikan hasil dengan warna kuning kecokelatan yang jelas ke atas sitoplasma dengan lama masa inkubasinya 30 menit (Gambar 5.3). Sifat keasaman larutan serbuk akar kunyit ini dengan pH nya 0,8 membolehkan ia mewarnai dengan lebih jelas struktur yang bersifat basa iaitu struktur protein sitoplasma jaringan. Sedangkan struktur yang bersifat asam seperti nukleus tidak ternoda oleh zat warna kunyit yang bersifat asam, sesuai dengan teori (Baker & Silverton, 1976). Ini menunjukkan larutan zat warna kunyit ini bersifat asidofilik.

Apabila digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin, reaksi pewarnaan sama dengan zat warna eosin kecuali warnanya yang kuning kecokelatan pada sitoplasma. Tetapi didapati warna hematoksilin yang seharusnya mewarnai nukleus dengan warna biru-voilet hilang dalam pengamatan (Gambar 5.4). Hal ini disebabkan hematoksilin larut oleh karena konsentrasi asam klorida. Hematoksilin adalah larutan yang bersifat basa (basic dyes), warnanya akan hilang bila dicelup dengan asam klorida.

Apabila sel jaringan diwarnai oleh larutan serbuk akar kunyit dahulu kemudian diikuti dengan pewarnaan hematoksilin didapati warna biru-voilet hematoksilin masih dapat mengikat nukleus pada sel jaringan (Gambar 5.5). Hal ini membuktikan pewarnaan hematoksilin bisa dilakukan setelah pewarnaan larutan serbuk akar kunyit.

Apabila digunakan bersama dengan pewarnaan eosin working solution


(47)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Larutan serbuk akar kunyit memberikan hasil warna yang optimal pada konsentrasi larutan 0,5 % w/v dengan pelarut 1% HCl dalam akuades, lama inkubasi 30 menit serta pH 0,8 dalam mewarnai sitoplasma pada jaringan. 2. Memberikan warna kuning kecokelatan pada sitoplasma sel jaringan.

3. Larutan serbuk akar kunyit ini tidak dapat menjadi perona (counterstaining) terhadap pewarnaan hematoksilin.

4. Larutan serbuk akar kunyit dapat digunakan sebelum melakukan pewarnaan hematoksilin.

5. Larutan serbuk akar kunyit dapat digunakan sebagai zat warna alternatif pada histoteknik.

6.2 SARAN

Bagi penelitian selanjutnya, diharap dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan dapat mempertimbangkan konsentrasi dan jenis pelarut, pH serta masa inkubasi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Peneliti menyarankan supaya penelitian seterusnya agar dapat mencari pecahan warna dan karakterisasi fraksi aktif serbuk akar kunyit yang dapat mewarnai sitoplasma.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Avwioro OG, Onwuka SK, Moody JO, Agbedahunsi JM., 2007. Curcuma Longa Extracts as a Histological Dye for Collagen Fibers and Red Blood Cell. Journal of Anatomy; vol I : 1-4.

Backer, C.A., 1968. Flora of Java vol. III. N.V.P. Noordoff Groningen.

Baker FJ, Silverton RE., 1976. Introduction to Medical Laboratory Technology. London: Butterworths.

Bhuyan R, Saikia CN., 2005. Isolation of Colour Components from Native

Dyebearing Plants in Northeastern India. Bioresource Technology: 363–372.

Carleton HM., 1976. Histological Technique. Oxford: Oxford University Press.

Eom S, Shin D, Yoon K., 2001. Improving the dyeability of natural colourants on cotton by cationization. Ind J Fibre Text Res. 26:425–431.

Evans A., 1998. Pharmacopoeal and Related Drugs of Biological Origin. Pharmacognosy. London: W.B. Saunders.

Ham W, Leeson TS., 2003. FR. Histology. 4th ed. Philladelphia, PA. J.B. Lippincott Company.


(49)

Jusuf AA., 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 22-30.

Prawiro., 1977. Tanaman Kunyit. Yogyakarta.

Rukmana R., 1995. Tanaman Kunyit. Jakarta.

Sofowora A., 1993. Medicinal Plants and Traditional Medicine in Africa. Nigeria: Spectrum Books. pp. 150–153.

Sudarsono., 1996. Daftar Tanaman Obat dan Khasiatnya. Jakarta

Syukur C., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta

Zulham., 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.


(50)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dzul Effendi bin Mohd Saidi

Tempat / Tanggal Lahir : Terengganu, Malaysia / 21 Januari 1988 Agama : Islam

Alamat : Tasbi 2, blok IV No. 91, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Pengkalan Ranggon (1995) 2. Sekolah Menengah Sains Sultan Mahmud (2001)

3. Kolej Matrikulasi Pahang (2006)

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Exco Acara & Sukan PKPMI-CM 2. Naib Pengerusi kelab badminton PM-USU


(1)

Gambar 5.6. Hasil pewarnaan larutan serbuk akar kunyit dan eosin (Cdv-E) pada jaringan, A-Ginjal. B-Hepar. C-Usus halus. D-Limpa. E-Colon.

A

E

D C

B

(Cdv-E,100x) (Cdv-E,100x)

(Cdv-E,100x) (Cdv-E,100x)


(2)

5.2 PEMBAHASAN

Larutan serbuk akar kunyit 0,5% Weight/Volume yang terlarut dalam 100 ml 1% HCl dalam akuades merupakan konsentrasi optimal yang diperoleh setelah percobaan ke atas sel jaringan monyet. Ia memberikan hasil dengan warna kuning kecokelatan yang jelas ke atas sitoplasma dengan lama masa inkubasinya 30 menit (Gambar 5.3). Sifat keasaman larutan serbuk akar kunyit ini dengan pH nya 0,8 membolehkan ia mewarnai dengan lebih jelas struktur yang bersifat basa iaitu struktur protein sitoplasma jaringan. Sedangkan struktur yang bersifat asam seperti nukleus tidak ternoda oleh zat warna kunyit yang bersifat asam, sesuai dengan teori (Baker & Silverton, 1976). Ini menunjukkan larutan zat warna kunyit ini bersifat asidofilik.

Apabila digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin, reaksi pewarnaan sama dengan zat warna eosin kecuali warnanya yang kuning kecokelatan pada sitoplasma. Tetapi didapati warna hematoksilin yang seharusnya mewarnai nukleus dengan warna biru-voilet hilang dalam pengamatan (Gambar 5.4). Hal ini disebabkan hematoksilin larut oleh karena konsentrasi asam klorida. Hematoksilin adalah larutan yang bersifat basa (basic dyes), warnanya akan hilang bila dicelup dengan asam klorida.

Apabila sel jaringan diwarnai oleh larutan serbuk akar kunyit dahulu kemudian diikuti dengan pewarnaan hematoksilin didapati warna biru-voilet hematoksilin masih dapat mengikat nukleus pada sel jaringan (Gambar 5.5). Hal ini membuktikan pewarnaan hematoksilin bisa dilakukan setelah pewarnaan larutan serbuk akar kunyit.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Larutan serbuk akar kunyit memberikan hasil warna yang optimal pada konsentrasi larutan 0,5 % w/v dengan pelarut 1% HCl dalam akuades, lama

inkubasi 30 menit serta pH 0,8 dalam mewarnai sitoplasma pada jaringan. 2. Memberikan warna kuning kecokelatan pada sitoplasma sel jaringan.

3. Larutan serbuk akar kunyit ini tidak dapat menjadi perona (counterstaining) terhadap pewarnaan hematoksilin.

4. Larutan serbuk akar kunyit dapat digunakan sebelum melakukan pewarnaan hematoksilin.

5. Larutan serbuk akar kunyit dapat digunakan sebagai zat warna alternatif pada histoteknik.

6.2 SARAN

Bagi penelitian selanjutnya, diharap dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan dapat mempertimbangkan konsentrasi dan jenis pelarut, pH serta masa inkubasi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Peneliti menyarankan supaya penelitian seterusnya agar dapat mencari pecahan warna dan karakterisasi fraksi aktif serbuk akar kunyit yang dapat mewarnai sitoplasma.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Avwioro OG, Onwuka SK, Moody JO, Agbedahunsi JM., 2007. Curcuma Longa Extracts as a Histological Dye for Collagen Fibers and Red Blood Cell. Journal of Anatomy; vol I : 1-4.

Backer, C.A., 1968. Flora of Java vol. III. N.V.P. Noordoff Groningen.

Baker FJ, Silverton RE., 1976. Introduction to Medical Laboratory Technology. London: Butterworths.

Bhuyan R, Saikia CN., 2005. Isolation of Colour Components from Native

Dyebearing Plants in Northeastern India. Bioresource Technology: 363–372.

Carleton HM., 1976. Histological Technique. Oxford: Oxford University Press.

Eom S, Shin D, Yoon K., 2001. Improving the dyeability of natural colourants on cotton by cationization. Ind J Fibre Text Res. 26:425–431.

Evans A., 1998. Pharmacopoeal and Related Drugs of Biological Origin. Pharmacognosy. London: W.B. Saunders.

Ham W, Leeson TS., 2003. FR. Histology. 4th ed. Philladelphia, PA. J.B. Lippincott Company.


(5)

Jusuf AA., 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 22-30.

Prawiro., 1977. Tanaman Kunyit. Yogyakarta.

Rukmana R., 1995. Tanaman Kunyit. Jakarta.

Sofowora A., 1993. Medicinal Plants and Traditional Medicine in Africa. Nigeria: Spectrum Books. pp. 150–153.

Sudarsono., 1996. Daftar Tanaman Obat dan Khasiatnya. Jakarta

Syukur C., 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta

Zulham., 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dzul Effendi bin Mohd Saidi

Tempat / Tanggal Lahir : Terengganu, Malaysia / 21 Januari 1988

Agama : Islam

Alamat : Tasbi 2, blok IV No. 91, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Pengkalan Ranggon (1995) 2. Sekolah Menengah Sains Sultan Mahmud (2001)

3. Kolej Matrikulasi Pahang (2006)

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Exco Acara & Sukan PKPMI-CM 2. Naib Pengerusi kelab badminton PM-USU