UJI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR SEBAGAI ALAT RECOVERY PANAS DENGAN FLUIDA KERJA ETANOL KADAR 90% DAN R 134a
UJI KAR
KALO
FLU
JU
RAKTERI
OR SEBAG
UIDA KER
D
URUSAN T
UNIV
ISTIK PE
GAI ALA
RJA ETAN
Diajukan seb untuk m
Sar
TH NI
TEKNIK M
VERSITA
SUR
ERPINDA
AT RECOV
NOL KAD
SKRIPSI
bagai salah memperoleh rjana Tekni
Oleh:
HOHARUDI M: I040504
MESIN FA
AS SEBEL
RAKART
2010
HAN PAN
VERY PAN
DAR 90%
satu syarat h gelar
ik
IN 48
AKULTA
LAS MAR
TA
NAS PADA
NAS DEN
DAN R-1
t
AS TEKNI
RET
A PIPA
GAN
34a
(2)
UJI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR SEBAGAI ALAT RECOVERY PANAS DENGAN FLUIDA KERJA
ETANOL KADAR 90% DAN R-134a
Disusun oleh :
Thoharudin
NIM. I0405048
Dosen Pembimbing I
Zainal Arifin., S.T., M.T.
NIP. 19730308 200003 1 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Techn. Suyitno., S.T., M.T.
NIP. 19740902 200112 1 002
Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari
... tanggal ... 2010
1.
Budi Kristiawan., S.T., M.T. ………
NIP. 19710425 199903 1 001
2.
Syamsul Hadi., S.T., M.T. ………...
NIP. 19710615 199802 1 002
3.
Muhammad Nizam., S.T., M.T., Ph. D. ………
NIP. 19700720 199903 1 001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Teknik Mesin
Dody Ariawan., S.T., M.T.
NIP. 19730804 199903 1 003
Koordinator Tugas Akhir
Wahyu Purwo Raharjo., S.T.,
M.T.
(3)
PERSEMBAHAN
Tiada kata lain selain puji syukur dan ucapan terima kasih kepada
mereka yang telah berjasa memberikan hal yang terbaik dan kepada
merekalah hasil karya dengan jerih payahku selama menempuh jenjang S-1
kupersembahkan. Sebuah skripsi yang dengan ini penulis memperoleh gelar
Sarjana Teknik lulusan Universitas Sebelas Maret. Mereka diantaranya:
Allah SWT, milikNyalah apa yang ada di bumi dan apa yang ada di
langit, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang memberikan
kelapangan dan kemudahan. Segala puji bagiNya Rabb semesta alam.
Rasulullah Muhammad SAW. Dengan risalah beliaulah penulis
memiliki semangat menuntut ilmu.
Bapak Sugiman dan Ibu Siti Jamiah, lantaran beliau berdualah
penulis terlahir ke dunia. Terima kasih atas asuhan, didikan,
bimbingan, serta segala limpahan kasih sayang kalian.
Kakakku Taufiq Ariyanto dan adikku Sidiq Nur Huda.
Bapak Zainal Arifin, ST, MT dan Dr. Techn.Suyitno, ST, MT,
semoga Allah memberikan ilmu yang bermafaat dan kesabaran.
Teman-teman "Lab. Biofuel".
Solidarity M Forever.
Almameter.
Semua orang yang dekat dan kenal dengan penulis (mereka yang
pernah bersama memberi pengalaman yang berarti dalam kehidupan
penulis).
(4)
MOTTO
“ Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada
kemudahan, maka bersama kesulitan pasti ada
kemudahan.”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
“ Wahai jin dan manusia! Jika kamu sanggup
menembus penjuru langit dan bumi, maka
tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya
kecuali dengan kekuatan/ ilmu (dari Allah). “
(Ali Imran: 110)
"Barang siapa melakukan perjalanan untuk
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan
jalannya menuju surga."
(HR. Muslim)
“Seseorang dengan tujuan yang jelas akan
membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang
sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan
membuat kemajuan walaupun ia berada di jalan
yang mulus.”
(Thomas Carlyle)
“Ciptakan mimpi indah ketika terbangun di alam
barzah.”
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas taufiq yang telah diberikan Allah SWT yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “Uji Karakteristik Perpindahan Panas Pada Pipa Kalor Sebagai Alat
Recovery Panas Dengan Fluida Kerja Etanol Kadar 90% dan R-134a” ini dengan baik.
Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam Penyelesaian Skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Zainal Arifin, S.T., M.T., selaku Pembimbing I atas bimbingannya
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr.Techn. Suyitno, S.T., M.T., selaku Pembimbing II yang telah turut
serta memberikan bimbingan yang berharga bagi penulis.
3. Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin UNS
Surakarta.
4. Bapak Didik Djiko Susilo, S.T., M.T., selaku Pembimbing Akademis yang
telah menggantikan sebagai orang tua penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Sebelas Maret ini.
5. Bapak Wahyu Purwo Raharjo, S.T., M.T., selaku koordinator Tugas Akhir
6. Ibu Eliza yang telah membantu penulis dalam mengurus seminar dan
pendadaran.
7. Seluruh dosen serta staf administrasi di Jurusan Teknik Mesin UNS, yang
(6)
8. Bapak dan ibu tercinta, adik, serta semua saudara penulis atas do’a restu, motivasi, dan dukungan material maupun spiritual selama penulis melaksanakan studi S1 di Teknik Mesin UNS.
9. Rekan-rekan sesama penghuni Lab. Perpindahan Panas dan Termodinamika:
Efril, Santa, Yusno, Ahmad, Indri, Tinneke, Taufan, Mas Bobie, Mas Agus, Mas Erro, Mas Thoyib, Mas Darmanto.
10. Rekan - rekan Teknik Mesin semua, khususnya angkatan 2005 terima kasih
atas kerjasamanya selama ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
membantu pelaksanaan dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan kita semua. Amin.
Surakarta, Juli 2010
(7)
UJI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA
KALOR SEBAGAI ALAT RECOVERY PANAS DENGAN
FLUIDA KERJA ETANOL KADAR 90% DAN R-134a
Thoharudin
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Indonesia
Email :
thoharudin@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
perpindahan panas dan hambatan termal pada pipa kalor. Pipa
kalor merupakan alat penukar kalor dengan sistem dua fasa.
Fluida kerja dalam pipa kalor menerima panas pada sisi
evaporator sehingga menguap dan membawa sejumlah panas dan
melepaskan panas tersebut pada sisi kondensor. Pada penelitian
ini pipa kalor diisi dengan etanol kadar 90% dengan rasio
pengisian 0,5 dan diisi dengan R-134a pada tekanan 0,9 MPa.
Pengujian pipa kalor dilakukan dengan memanaskan evaporator
pipa kalor pada temperatur rata-rata evaporator 60, 80, 100
oC
pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90%. Pada
pengujian pipa kalor berfluida kerja R-134a pada temperatur
rata-rata evaporator dikontrol pada 40, 60, 80
oC. Pada sisi
kondensor pipa kalor dialirkan udara dengan kecepatan 0,8, 1,0,
dan 1,2 m/s. Hasil penelitian didapatkan bahwa pipa kalor dengan
fluida kerja etanol kadar 90% memiliki efektivitas perpindahan
panas sebesar 38,25% sampai 78,28% dengan hambatan
termalnya 1,15 sampai 1,45
oC/W. Pipa kalor dengan fluida kerja
R-134a memiliki efektivitas perpindahan panas sebesar 55,40%
sampai 92,43% dengan hambatan termalnya 0,19 sampai
0,36
oC/W.
Kata kunci: pipa kalor, efektivitas perpindahan panas, hambatan
termal
(8)
EXPERIMENT OF HEAT TRANSFER CHARACTERISTIC ON HEAT PIPE AS HEAT RECOVERY DEVICE WITH ETHANOL AT CONCENTRATION
90% AND R-134a WORKING FLUID Thoharudin
Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering Sebelas Maret University
Surakarta, Indonesia
E-mail : thoharudin@gmail.com
ABSTRACT
The objective of this research is to investigate the effectiveness of heat transfer and heat pipe thermal resistance. Heat pipe heat exchanger is a heat exchanger with two-phase system. The Working fluid in heat pipe receives heat from evaporator side so that evaporates and transfers an amount of heat in condenser side. In this research, the heat pipe was filled with ethanol at concentration 90% with filling ratio of 0.5 and R-134a at pressure 0.9 MPa. Experiment was carried out by heating the heat pipe evaporator at an average temperature of 60, 80, and
100oC for heat pipe with working fluid ethanol at concentration 90%. For the
experiment of heat pipe with working fluid R-134a, an average evaporator
temperature was controlled at 40, 60, 80oC. At the side of the heat pipe condenser
air flowed at velocity of 0.8, 1.0, and 1.2 m/s. Research found that the heat pipe with working fluid ethanol at concentration 90% has heat transfer effectiveness of
38.25% to 78.28% and has a thermal resistance from 1.15 to 1.45 oC/W. Heat pipe
with working fluid R-134a has heat transfer effectiveness of 55.40% to 92.43%
and has thermal resistance from 0.19 to 0.36 oC/W.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Surat Penugasan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Motto ... iv
Halaman Abstrak ... v
Halaman Persembahan ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiii
Daftar Notasi ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 2
1.3.Batasan Masalah ... 3
1.4.Tujuan dan Manfaat ... 3
1.5.Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka ... 5
2.2.Pipa Kalor ... 6
2.2.1.Pengertian Pipa Kalor ... 6
2.2.2.Tipe Pipa Kalor Berdasarkan Temperatur Operasi ... 8
2.2.3.Struktur Kapiler (Wick) ... 8
2.2.4.Fluida Kerja ... 10
2.2.5.Kontrol Pada Pipa Kalor ... 11
2.2.6.Batas Perpindahan ... 14
2.2.7.Karakteristik Perpindahan Panas Pipa Kalor ... 16
2.2.8.Efektivitas Perpindahan Panas ... 17
2.2.9.Hambatan Termal ... 18
2.2.10. Perpindahan Panas dengan Perubahan Fasa ... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian ... 20
3.2.Alat Penelitian ... 20
3.3.Prosedur Penelitian ... 29
3.4.Analisis Data ... 32
3.5.Diagram Alir Penelitian ... 33
(10)
BAB IV DATA DAN ANALISIS
4.1.Perhitungan efektivitas perpindahan panas pipa kalor
berfluida kerja etanol kadar 90% pada temperatur
evaporator rata-rata 60oC dan kecepatan aliran udara 0,8
m/s. ... 35
4.2.Pipa Kalor dengan Fluida Kerja Etanol Kadar 90% ... 37
4.3.Pipa Kalor dengan Fluida Kerja R-134a ... 41
4.4.Perbandingan karakteristik perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a ... 46
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 49
5.2. Saran ... 49
Daftar Pustaka ... 51
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Fluida kerja pipa kalor ...
10
Tabel 3.1. Jenis pipa yang akan diuji ...
20
Tabel 3.2. Variasi pengujian ...
34
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Konstruksi pipa kalor dan prinsip kerjanya ... 7
Gambar 2.2. Struktur kapiler (wick) homogen (Bejan dan Kraus, 2003) .. 9
Gambar 2.3. Struktur kapiler (wick) komposit (Bejan dan Kraus, 2003)... 10
Gambar 2.4. a,b,c merupakan pipa kalor self -controlled devices dan d,e merupakan pipa kalor feedback-controlled devices (Bejan dan Kraus, 2003) ... 12
Gambar 2.5. Excess-liquid heat pipe (Bejan dan Kraus, 2003) ... 13
Gambar 2.6. Vapor flow–modulated heat pipe (Bejan dan Kraus, 2003) .. 13
Gambar 2.7. Liquid flow–modulated heat pipe (Bejan dan Kraus, 2003) .. 14
Gambar 2.8. Konfigurasi pengujian pipa kalor (Meyer dan Dobson, 2006) 16 Gambar 2.9. Hasil pengujian pipa kalor pada kondisi transien selama 45 menit (Meyer dan Dobson, 2006) ... 16
Gambar 2.10. Pendidihan konveksi paksa pada pipa (Incropera dan DeWitt, 2007). ... 19
Gambar 3.1. Pipa kalor ... 20
Gambar 3.2. Fin pada pipa kalor ... 21
Gambar 3.3. Saluran uji (duct) ... 22
Gambar 3.4. Hambatan termal dinding ... 22
Gambar 3.5. Pemasangan termokopel pada dinding pipa kalor ... 23
Gambar 3.6. Pemasangan termokopel pada saluran uji (duct) ... 23
Gambar 3.7. Display Termokopel ... 24
Gambar 3.8. Stopwatch ... 24
Gambar 3.9. Anemometer ... 25
Gambar 3.10. Voltmeter dan instalasinya ... 25
Gambar 3.11. Amperemeter dan instalasinya ... 26
Gambar 3.12. Rangka pengujian ... 26
Gambar 3.13. Voltage Regulator ... 27
Gambar 3.14. Dimmer ... 27
Gambar 3.15. Blower ... 27
Gambar 3.16. Lilitan nikelin pada pipa kalor ... 28
Gambar 3.17. Pompa vakum ... 28
Gambar 3.18. Manifold ... 29
Gambar 3.19. Persiapan Pengujian ... 29
Gambar 3.20. Penempatan termokopel ... 30
Gambar 3.21. Diagram alir penelitian ... 33
Gambar 4.1. Efektivitas perpindahan panas dari pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% ... 39
Gambar 4.2. Hambatan termal pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% ... 39
Gambar 4.3. Jangkauan nilai efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% ... 40
Gambar 4.4. Efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja R-134a pada tekanan kerja 0,9 MPa... 43
(13)
Gambar 4.5. Hambatan termal pipa kalor berfluida kerja R-134a pada
tekanan kerja 0,9 MPa ... 43
Gambar 4.6. NTU pada aliran menyilang (Incropera dan DeWitt, 2007) . 46
Gambar 4.7. Perbandingan efektivitas perpindahan panas pipa kalor
berfluida R-134a dan etanol kadar 90% ... 47
Gambar 4.8. Perbandingan hambatan termal pada pipa kalor berfluida
(14)
DAFTAR NOTASI
Q
= Kalor (Joule)
m&
= Laju aliran massa (kg/s)
h
fg= Kalor laten (kJ/kg)
ε
= Efektifitas perpindahan panas
Q
a= Perpindahan panas aktual (Watt)
Q
max= Perpindahan panas maksimum (Watt)
a
m&
= Laju aliran massa udara (kg/s)
c
pa= Kalor jenis udara (J/kgK)
T
∆
= Beda temperatur sebelum dan sesudah pipa kalor (K)
a
ρ
= Massa jenis udara (m
3/kg)
A
= Luas permukaan saluran (m
2)
P
e= Daya listrik (Watt)
Q
e= Kalor listrik (Joule)
v
= Voltase listrik (volt)
i
= Arus liastrik (ampere)
t
= Waktu (detik)
R
th= Hambatan termal (
o
C/W)
e
T
= Temperatur rata-rata evaporator (
oC)
c
T
= Temperatur rata-rata kondensor (
oC)
h fd,
X
= Hydrodynamic entry length (m)
D
= Diameter pipa (m)
C
mixed= Kapasitas panas fluida tercampur (W/
o
C)
C
unmixed= Kapasitas panas fluida tidak tercampur (W/
o
C)
C
udara= Kapasitas panas udara (W/
o
C)
C
R-134a= Kapasitas panas R-134a (W/
o
C)
C
max= Kapasitas panas maksimum (W/
o
C)
C
min= Kapasitas panas minimum (W/
o
C)
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. ... Data
Pengujian Pipa kalor berfluida kerja etanol kadar 90% ...
54
Lampiran B. ... Data
Pengujian Pipa kalor berfluida kerja R-134a ...
72
Lampiran C. ... Tabel
Tekanan Refrigeran 134a ...
90
Lampiran D. ... Tabel
properti udara ...
91
(16)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Seiring dengan melonjaknya jumlah konsumsi energi sekitar 2-3% tiap tahunnya (www.energi.lipi.go.id) penggunaan energi harus diupayakan seefisien mungkin guna pencegahan krisis energi agar tidak semakin meningkat. Salah satu cara penggunaan energi secara efisien adalah dengan memanfaatkan energi sisa hasil produksi.
Panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat di-recovery dengan alat recovery panas. Pada industri pengeringan misalnya, panas buangan setelah proses pengeringan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan menjadi besar karena limbah panas terbuang begitu saja. Padahal udara buangan dari proses pengeringan masih memiliki kandungan energi yang dapat dimanfaatkan lagi dalam proses pengeringan. Begitu pula pada peralatan lain seperti Air Conditioner (AC) dan Freezer, panas dari kondensor tidak termanfaatkan lagi. Salah satu peralatan recovery panas yang menjanjikan adalah pipa kalor.
Pipa kalor terdiri atas wadah yang terdapat daerah penguapan dan daerah pengembunan fluida kerja. Pemilihan fluida tergantung pada range temperatur dimana pipa kalor tersebut digunakan. Panas diberikan pada salah satu ujung pipa kalor (evaporator) sampai temperatur lokal naik menjadi temperatur jenuhnya. Karena pada kondisi jenuh, dengan pemasukan energi panas terus menerus menyebabkan fluida berubah fasa dari cair menjadi uap dimana massa jenisnya mengecil. Dengan uap bermassa jenis kecil akan bergerak ke atas menuju bagian pengembunan (condenser). Hasil pengembunan akan kembali pada ujung yang dipanasi (evaporator) dengan gaya kapilaritas dalam lapisan cairan yang dimuat dalam jalur wick pada sisi rongga dalam. Biasanya wick terdiri dari lapisan layar logam atau struktur logam yang berpori. Wick digunakan dalam pipa kalor untuk mengembalikan fluida kerja dari kondensor ke evaporator.
(17)
Pada fluida kerja, laju penguapan sebanding dengan panas yang diserap sebagai kalor laten penguapan.
Adapun keuntungan menggunakan pipa kalor sebagai penukar kalor adalah karena:
1. Mudah dan fleksibel dalam pembuatan karena hanya terdiri dari 3 komponen utama, yaitu wadah (pipa) yang tertutup rapat, fluida kerja dan struktur kapiler.
2. Mudah dalam perawatan. Pipa Kalor tidak memerlukan perawatan mekanis karena tidak ada bagian yang bergerak yang dapat rusak.
3. Penukar kalor yang ekonomis. Alat ini tidak memerlukan masukan tenaga dalam pengoperasian dan bebas dari pelumasan dan pendinginan.
4. Pipa kalor membutuhkan daya fan lebih rendah dan meningkatkan efisiensi panas sistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu penelitian tentang pipa kalor perlu dikembangkan terutama untuk recovery panas pada temperatur rendah. Penelitian ini dilakukan dengan menguji pipa kalor pada saluran udara dengan variasi temperatur evaporator pipa kalor dan laju aliran udara pada duct untuk mengetahui unjuk kerja dan hambatan termal pipa kalor pada masing-masing variasi.
1.2.Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor dengan variasi fluida kerja berupa etanol kadar 90% pada temperatur 60oC, 80oC, dan 100oC pada konstruksi tiga pipa terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya. 2. Bagaimana karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor
jenis pipa kalor berfluida kerja R-134a dengan variasi temperatur evaporator pipa kalor 40oC, 60oC, dan 80oC terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya.
(18)
3. Bagaimana karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor berfluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a dengan variasi kecepatan aliran udara pada saluran udara (duct) terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya.
1.3.Batasan Masalah
Pada penelitian ini masalah dibatasi pada:
1. Bahan pipa selubung terbuat dari tembaga, jenis wick adalah wrapped screen terbuat dari ayakan pasir dengan mesh 4, dan kontrol gravitasi.
2. Panjang daerah kondensor dan evaporator pada pipa kalor masing-masing 10 cm dan 12 cm. Sedangkan panjang adiabatik 3 cm.
3. Fluida yang mengalir pada saluran uji (duct) berupa udara pada temperatur kamar (tanpa perlakuan) dengan aliran menyilang (crossflow).
4. Perpindahan panas pada daerah adiabatik pipa kalor dan perpindahan panas pada saluran uji (duct) ke lingkungan diabaikan karena pada daerah tersebut terisolasi.
5. Fluida kerja pada temperatur rata-rata evaporator 60oC, 80oC, dan 100oC adalah etanol kadar 90% dan fluida kerja pada temperatur rata-rata evaporator 40oC, 60oC, dan 80oC adalah R-134a. Rasio pengisian etanol kadar 90% sebagai fluida kerja pipa kalor sebesar 0,5. Sedang pada fluida kerja R-134a diisikan pada tekanan 0,9 MPa (Tsat@35,53oC).
6. Pipa kalor diujikan pada saluran uji (duct) pada posisi vertikal.
7. Saluran uji (duct) berbentuk balok berongga dengan lebar x tinggi permukaan dalam 12 cm x 12 cm dengan panjang saluran 130 cm ditambah dengan pipa berdiameter 2 inch sepanjang 60 cm sebelum saluran uji (duct).
1.4.Tujuan dan Manfaat
(19)
1. Mengkaji teknologi penukar kalor jenis pipa kalor sebagai alat recovery panas pada temperatur 60oC, 80oC, dan 100oC dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan pada temperatur 40oC, 60oC, dan 80oC dengan fluida kerja R-134a.
2. Mengetahui karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor dengan variasi temperatur evaporator pipa kalor terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya.
3. Mengetahui karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor dengan variasi kecepatan aliran udara pada saluran udara (duct) terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya.
Hasil penelitian yang didapat diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang karakteristik pipa kalor berfuida kerja etanol kadar 90%
2. Memberikan pengetahuan tentang karakteristik pipa kalor berfuida kerja R-134a pada tekanan 0,9 MPa.
3. Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada industri pengeringan maupun industri yang memanfaatkan alat recovery panas sebagai alat penukar kalor yang fleksibel, murah, ekonomis dalam penggunaanya (tidak memerlukan pompa ataupun peralatan lain untuk menggerakkan fluida kerja), dan mudah dalam perawatannya.
1.5.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan pipa kalor, dan pengujian
(20)
karakteristik perpindahan panas pada pipa kalor. BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang
digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data. BAB IV : Data dan analisis, menjelaskan data hasil pengujian,
perhitungan data hasil pengujian serta analisis hasil dari perhitungan.
(21)
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Meena dkk (2006) melakukan penelitian terhadap recovery panas pada siklus pengeringan dengan CLOHP/CV (Closed-loop oscillating heat-pipe with check valves) air-preheater yang digunakan sebagai recovery panas buangan. CLOHP/CV heat-exchanger terdiri dari pipa dengan panjang 3,58 m dan diameter dalamnya 0,002 m. Evaporator dan kondensor memiliki panjang 0,19 m, bagian adiabatik sepanjang 0,08 m, kecepatan udara 0,5, 0,75, dan 1,0 m/s dengan temperatur udara panas 50, 60, dan 70oC. Temperatur udara panas naik dari 50oC menjadi 70oC dan terjadi peningkatan perpindahan panas. Peningkatan kecepatan dari 0,5 m/s, 0,75 m/s, dan 1,0 m/s menjadikan perpindahan panas menurun. Peningkatan kecepatan dari 0,5 hingga 1,0 m/s menjadikan efektivitas menurun. Pada kenaikan temperatur udara panas dari 50oC ke 70oC efektivitas meningkat; dan kelembaban relatif berkurang sehingga dapat menghemat energi. Efektivitas perpindahan panas tertinggi dicapai pada kecepatan udara 0,5 m/s dan temperatur 70oC sebesar 0,75.
Meena dan Rittidech (2008) melakukan penelitian untuk membandingkan unjuk kerja perpindahan panas dari closed-looped oscillating heat pipe and closed-looped oscillating heat pipe with check valves heat exchangers dengan fluida R-134a, etanol, dan air sebagai fluida kerjanya. Pipa kalor terbuat dari pipa tembaga dengan diameter dalam 2,03 mm, 40 belokan dengan masing-masing panjang evaporator, adiabatik, dan kondensor adalah 20, 10, dan 20 cm. Fluida kerja diisikan dalam pipa pada rasio pengisian 50%. Evaporator dipanasi dengan heater dan kondensor didinginkan dengan udara, sedangkan pada bagian adiabatik diisolasi. Dari hasil pengujian didapatkan kesimpulan bahwa unjuk kerja perpindahan panas closed-looped oscillating heat pipe with check valves heat exchanger lebih baik dari pada closed-looped oscillating heat exchanger dengan fluida kerja R-134a sebesar 0,65.
(22)
Hasan dkk (2003) meneliti tentang unjuk kerja pipa kalor gravitasi dengan diameter 12,5 mm dan panjang 0,5 m menggunakan air sebagai fluida kerjanya. Percobaan dilakukan untuk meneliti unjuk kerja pipa kalor pada variasi sudut inklinasi dan perbedaan fluks kalor input pada bagian evaporator. Rasio pengisian adalah 0,2. Unjuk kerja terbaik pipa kalor meningkat pada posisi vertikal dimana gaya gravitasi membantu kondensat turun dari kondensor ke evaporator. Hambatan termal meningkat dengan meningkatnya sudut inklinasi. Pada pengujian dihasilkan hambatan termal tertinggi pada posisi vertikal sebesar 3,3oC/W dicapai pada daya input 25 W. Koefisien perpindahan panas menyeluruh sebanding dengan fluks panas pada evaporator dan berbanding terbalik dengan sudut inklinasi. Koefisien perpindahan panas menyeluruh pada posisi vertikal sebesar 175 W/m2oC dengan daya input 40 W.
Suyitno dkk (2009) melakukan penelitian secara eksperimen pipa kalor dengan variasi panjang pipa, diameter pipa dan fluida kerja pipa kalor. Pada salah satu ujung pipa kalor diberi pemanas dengan heater 50 W dan pada ujung pipa kalor kedua diberi sirip dan dialiri udara dengan kecepatan 0,1 m/s dengan temperatur kamar. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa efektivitas perpindahan panas pipa kalor sekitar 23% dan jauh lebih tinggi dari efektivitas perpindahan panas pipa biasa sebesar 13%. Efektivitas perpindahan panas pada pipa kalor berfluida etanol-air akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar etanol. Pemakaian pipa yang berdiameter lebih besar mampu memberikan efektivitas perpindahan panas yang lebih besar.
2.2. Pipa Kalor
2.2.1. Pengertian Pipa Kalor
Sistem dua fase capillary-driven memiliki keuntungan yang lebih dari pada sistem satu fasa dimana koefisien perpindahan panas sistem dua fasa lebih besar bila dibandingkan dengan koefisien perpindahan panas sistem satu fasa. Pipa kalor adalah salah satu penukar kalor yang memanfaatkan
(23)
s p c m p S a w k p t G p m k e g d p m sistem dua pengembun Pipa capillary-dri memindahk panas (con Secara umu adiabatik, wadah yan kerja. struk pipa yang tenaga kap Gambar 2 penambaha menyerap k kerja berwu evaporator gradien tek dari konde proses terse Fluid menerima p
a fasa unt nan fluida k a kalor me iven. Pipa kan panas d ndenser) me
um pipa ka dan bagian g tertutup ktur kapilie terdapat fl pilaritas ba 2.1 merupa an kalor p kalor laten ujud uap m
dan pelep kanan sepan ensor melal ebut akan te
Gambar 2. da kerja panas dan tuk memin kerja. rupakan sa a kalor m dari sumbe enggunakan alor memili n kondenso (pipa tertu er merupak luida kerja agi cairan akan ilustr pada evapo penguapan mengembun pasan mass njang salura lui struktu erus berlang
.2. Konstruk
beroperasi memindahk
ndahkan k
alah satu p merupakan er panas (ev n kalor lat
iki tiga bag or. Kompo utup), struk
an tempat p a cair jenuh kembali d rasi prinsi orator, flui n, sementara
. Penambah sa pada ak an uap. Perb ur kapiler
gsung.
ksi pipa kalor
pada ke kan panas
kalor deng
penukar ka penukar vaporator) m ten pengem gian: bagian onen utama
ktur kapilie pada permu h dan seba dari konden
p kerja p ida kerja a pada bag han massa khir konde bedaan teka
(wick) men
r dan prinsip
adaan jen melalui ka gan pengua alor sistem kalor pa menuju pem mbunan flui n evaporato a pipa kalo er (wick), d ukaan dalam agai struktu
nsor ke ev pipa kalor
terevapora gian konden
inti uap pa nsor meng anan memb nuju evapo
p kerjanya.
nuh, fluida lor laten p
apan dan dua fasa asif yang mbuangan ida kerja. or, bagian or adalah dan fluida m dinding ur kapiler vaporator. r. Dengan asi karena nsor fluida ada bagian gakibatkan uat cairan rator dan a tersebut enguapan.
(24)
Jumlah panas yang dipindahkan melalui kalor laten secara umum lebih besar dibandingkan panas yang dipindahkan melalui kalor sensibel. Dengan range temperatur operasinya yang besar (menyesuaikan fluida kerja), memiliki efisiensi yang tinggi, ringan, dan fleksibel maka sistem pipa kalor tersebut sangat menarik untuk diaplikasikan sebagai penukar kalor.
2.2.2. Tipe Pipa Kalor Berdasarkan Temperatur Operasi
Berdasarkan temperatur operasinya pipa kalor dapat dibedakan menjadi empat yang memiliki fluida kerja yang berbeda. Tipe pipa kalor tersebut antara lain:
1. Pipa kalor kriogenik (Cryogenic heat pipes), dirancang beroperasi
pada temperatur 1-200 K.
2. Pipa kalor temperatur ruangan/rendah (Room (low)-temperature heat
pipes), dirancang beroperasi pada temperatur 200-550 K.
3. Pipa kalor temperatur medium (Medium-temperature heat pipes),
dirancang beroperasi pada temperatur 550-700 K.
4. Pipa kalor temperatur tinggi (High (liquid-metal)-temperature heat
pipes), dirancang beroperasi pada temperatur di atas 700 K. Fluida kerjanya memiliki fluks panas yang tinggi dan biasanya merupakan logam cair seperti potasium, solidum, dan perak, karena logam cair tersebut memiliki tegangan permukaan yang tinggi dan nilai kalor laten yang tinggi pula.
2.2.3. Struktur Kapiler (Wick)
Struktur kapiler (wick) merupakan aliran kapilaritas yang mengarahkan fluida kerja cair dari kondensor menuju evaporator pipa kalor. Struktur kapiler yang efektif memiliki pori-pori internal yang luas, hal ini akan memperkecil hambatan laju cairan. Ada dua tipe struktur kapiler (wick) yang telah dikembangkan, yaitu struktur kapiler (wick) homogen yang terbuat dari satu material dan struktur kapiler (wick) komposit yang terbuat
(25)
d t w m p s p s s
dari dua at tergolong la 1. S 2. S a b c d Sala wrapped scr mesh yang permukaan semakin b permukaan semakin tin semakin be
Gamba
tau lebih m agi menjadi
Struktur ka a. Wrappe b. Sintered c. Axial gr d. Anular e. Crescen f. Artery Struktur ka a. Composit b. Screen-co c. Slab d. tunnel
h satu str reen diman mana men n. Ukuran p
besar angk nnya. Hamb nggi angka
sar pula ha
ar 2.3. Struk
material. K beberapa j apiler (wick) ed screen d metal roove nt apiler (wick) te overed groo ruktur kap a struktur ngindikasik pori-pori pe ka mesh batan aliran mesh sema mbatan laju
ktur kapiler (
Kedua tipe s enis, antara ) homogen ) komposit ve piler yang kapilernya kan jumlah ermukaan b
maka sem n cairan dik
akin ketat u cairan dar
(wick) homo
struktur ka a lain: biasa digu dirancang h pori-pori berlawanan makin keci kendalikan pula perm ri kondenso
ogen (Bejan d
apiler (wick)
unakan ada berdasarka persatuan dengan an l ukuran oleh keket ukaan wick or ke evapor
dan Kraus, 2
k) tersebut alah jenis an jumlah unit area gka mesh, pori-pori atan wick, k sehingga
rator.
(26)
2 b f Gamba 2.2.4. Fluid Fluid berdasarka fluida kerja Working Fluid Oxigen Nitrogen Ethane Methanol Toluene Acetone Ammonia
ar 2.4. Struk
da Kerja da kerja an temperat a berdasark Triple Point (K) 54,3 63,1 134,8 175,2 178,1 180,0 195,5
ktur kapiler (
yang diop tur operasi kan tempera Tabel 2.2. F
Critical Point (K) 154,8 126,2 425,0 513,2 593,9 508,2 405,6
(wick) komp
perasikan inya. Tabel atur operasi Fluida kerja Useful Range (K) 55-154 65-125 260-350 273-503 275-473 250-475 200-405
posit (Bejan d
pada pipa l 2.1 memp inya. pipa kalor. Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan
dan Kraus, 2
a kalor d perlihatkan
Literature n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 n, A., Kraus
2003 2003). ditentukan beberapa e s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D.,
(27)
Mercury 234,3 176,3 280-1070 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003
Water 273,2 647,3 273-643 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003
Potassium 336,4 2500 400-1800 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003
Lithium 453,7 3800 500-2100 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003
Silver 1234 7500 1600-2400 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003
R-134a 169,7 373,9 Tergantung
tekanan encyclopedia.airliquide.com
Etanol 150 514 - en.wikipedia.org
2.2.5. Kontrol Pada Pipa Kalor
Kontrol dibutuhkan dalam sistem pipa kalor. Kegunaannya adalah untuk mengendalikan pipa kalor agar bekerja pada temperatur operasinya. Terdapat empat kontrol utama sebagai berikut:
1. Gas-loaded heat pipe. Kehadiran gas yang tidak terkondensasi berpengaruh terhadap unjuk kerja pada kondensor. Beberapa gas yang tidak terkondensasi terdapat pada ruang uap menuju kondensor selama operasi dan gas akan menghambat bagian permukaan kondensor. Laju panas pada kondensor dapat dikendalikan dengan mengontrol volume gas yang tidak terkondensasi. Sebagai contoh self -controlled devices yang dapat dikendalikan dengan tekanan uap fluida kerja dan feedback-controlled devices yang diperlihatkan pada gambar 2. 5.
(28)
G
m
2
Gambar 2.6
merupakan p
2. Excess-li kondenso dalam f kondenso
6. a,b,c meru
pipa kalor fe
iquid heat or dengan f fasa cair m
or.
upakan pipa
eedback-cont
pipe. Kon fluida kerja masuk dala
kalor self -c
trolled devic
ntrol dapat a yang berle
am konden
controlled de
ces (Bejan da
t juga dic ebih. Fluida nsor dan m
evices dand an Kraus, 20
apai oleh a kerja yan
menghamb
d,e 003).
genangan g berlebih at bagian
(29)
3
Ga
Gamba 3. Vapor
dikenda Peningk panas
ambar 2.7. E
ar 2.8. Vapo flow–modu alikan den katan pana
terasa pad
Excess-liqui
or flow–modu
ulated heat ngan aliran
as masuka da permuk
id heat pipe (
ulated heat p
t pipe. Un n uap yan an atau pe kaan evapo
(Bejan dan K
pipe (Bejan
njuk kerja ng melewat eningkatan
orator men
Kraus, 2003)
dan Kraus, 2
pipa kal ti bagian temperatu nyebabkan
).
2003).
lor dapat adiabatik. ur sumber
(30)
temperatur dan tekanan uap pada bagian evaporator. Aliran uap tersebut melewati katup pencekik (throttling) sehingga temperatur dan tekanan turun dan menyebabkan berkurangnya jumlah uap yang masuk di bagian kondensor.
4. Liquid flow–modulated heat pipe. Kontrol aliran cairan juga merupakan cara efektif untuk mengendalikan unjuk kerja pipa kalor. Salah satu cara untuk mengendalikan aliran cairan adalah dengan menggunakan perangkap cairan. Perangkap ini ditempatkan pada ujung evaporator. Liquid flow–modulated heat pipe diperlihatkan pada gambar 2.9 (a). Pada gambar 2.10 (b) memeperlihatkan tipe Gravity-operated diode heat pipe yang dirancang supaya cairan yang terkondensasi pada kondensor kembali menuju bagian evaporator dengan gaya gravitasi.
Gambar 2.11. Liquid flow–modulated heat pipe (Bejan dan Kraus, 2003).
2.2.6. Batas Perpindahan
Batasan masukan panas maksimum yang mungkin dapat dipindahkan oleh pipa kalor dapat dibedakan menjadi dua kategori. Batas yang disebabkan karena kegagalan pipa kalor dan batasan bukan karena kegagalan. Pada batasan karena kegagalan ditandai dengan ketidakcukupan aliran cairan ke evaporator untuk menerima panas masukan dengan demikian akan terjadi kekeringan pada struktur kapiler pada bagian evaporator. Panas masukan pipa kalor (Q) dihubungkan dengan laju aliran
(31)
massa fluida kerja (m&) yang bersirkulasi dan kalor laten (hfg) akan
menghasilkan persamaan:
fg
h m
Q= & (2.1)
Batasan pipa kalor yang tidak terjadi kegagalan apabila pipa kalor beroperasi pada temperatur yang meningkat diimbangi dengan kenaikan daya input pada evaporator. Dua kategori batasan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
Pembatasan yang mengakibatkan kegagalan
1. Batas Kapiler. Kekeringan pada struktur kapiler (wick) pada bagian evaporator disebabkan karena tekanan kapiler tidak mencukupi untuk memberikan aliran kondensat dari kondensor menuju evaporator. 2. Batas Pendidihan. Batas pendidihan terjadi ketika fluks panas yang
diterapkan pada evaporator menyebabkan pendidihan nukleate pada struktur kapiler (wick) evaporator. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya gelembung uap yang secara parsial menghalangi kondensat kembali dari kondensor ke evaporator sehingga mengakibatkan kekeringan pada struktur kapiler (wick) evaporator
3. Batas entrainment. Batas tersebut mengacu pada gaya geser tinggi yang terjadi pada uap yang mengalir berlawanan arah dengan cairan dari kondensor. Pada kondisi tersebut uap akan menjadi faktor penghambat laju aliran cairan dari kondensor kembali ke evaporator
Pembatasan yang tidak mengakibatkan kegagalan
1. Batas Viscous, batas viscous terjadi pada pipa kalor operasi temperatur rendah dimana tekanan uap jenuh mungkin sama besarnya dengan penurunan tekanan dalam pipa kalor. Batas tersebut disebut juga dengan batas tekanan uap.
2. Batas Sonic. Batas sonic disebabkan karena densitas uap yang rendah, laju aliran massa dalam pipa kalor yang rendah dapat mengakibatkan kecepatan uap yang sangat tinggi dan kemungkinan dapat terjadi aliran tercekik dalam lintasan uap.
(32)
3 2 D k b b R e e m 3. Batas pada renda 2.2.7. Kara Pada Dobson, R konfigurasi Gambar Pada berupa uda berupa uda Gambar 2. Gam R-134a. Da evaporator exit), Tc,i
merupakan
Kondensor daerah kon h akan men akteristik P a pengujian R T. (2006
i sebagai ber
2.12. Konfi
a pengujian ara yang dip ara pada tem
.13. Hasil pe
mbar 2.9 me alam Gamb
(hot inlet), merupakan n temperatu
r. Batas kon ndensor pip njadikan pe Perpindahan
n pipa kalo 6), dengan rikut: igurasi pengu n tersebut, panaskan se mperatur ru engujian pip (Meyer d enunjukkan bar 2.9 ters
, Th,e meru
n temperat ur setelah ko
ndensor dida pa kalor seh enumpukan
n Panas Pip or yang di fluida ker
ujian pipa ka
sumber pa edang fluida uangan.
a kalor pada dan Dobson,
n hasil peng sebut, Th,i m
pakan temp tur sebelum ondensor (co
asarkan pad hingga laju
uap pada k a Kalor ilakukan ol
rja refrige
alor (Meyer
anas yang m a yang men
a kondisi tran , 2006).
gujian pipa merupakan peratur set m kondens old exit). La
da batas pe u pengembu kondensor.
leh Meyer, eran R-134
dan Dobson
masuk ke e galir pada k
nsien selama
a kalor deng temperatu telah evapo sor (cold i aju aliran m
endinginan unan yang
A., dan 4a dengan
n, 2006).
evaporator kondensor
a 45 menit
gan fluida r sebelum orator (hot
inlet), Tc,e
(33)
fluida dingin sebesar m&c =0,562 kg/s sedang laju aliran massa pada fluida
panas sebesar m&h =0,571 kg/s.
2.2.8. Efektivitas Perpindahan Panas
Meena, P. dan Rittidech, S. (2008), menghitung efektivitas perpindahan panas (
ε
) pada pipa kalor dengan rumusmax a
) ( s Efektivita
Q Q =
ε (2.2)
Dimana Qa merupakan perpindahan panas aktual sedangkan Qmax
merupakan perpindahan panas maksimum yang bisa terjadi. Laju perpindahan panas aktual terjadi pada saluran uji dengan fluida kerja udara pada temperatur kamar. Sehingga kalor yang diserap udara (Qa) pada
kondensor dapat dihitung dengan: T
pa c a m a
Q = & ∆ (2.3)
dan
A a V a a
m& =ρ (2.4)
Dimana : am& : laju aliran massa udara (kg/s) cpa : kalor jenis udara (J/kgK)
T∆ : beda temperatur sebelum dan sesudah pipa kalor (K) aρ : massa jenis udara (m3/kg)
A : luas permukaan saluran (m2)
Laju perpindahan maksimum terjadi pada evapotaror. Input panas berasal dari aliran listrik, sehingga daya input evaporator merupakan kalor tiap satuan waktu yang dimasukkan pada pipa kalor melalui evaporator. Ramdhani, M. (2005), menuliskan daya listrik (Pe) dengan satuan watt secara
matematis dituliskan:
vi dt dq dq dw dq dw e
P = = = (2.5)
Sehingga
vit t e P e
Q = = (2.6)
(34)
v : voltase listrik (volt) i : arus liastrik (ampere) t : waktu (detik)
2.2.9. Hambatan Termal
Yang, H. dkk (2009), meneliti hambatan termal pada pipa kalor dengan mendefinisikan hambatan termal (Rth)
Q c T e T th
R = −& (2.7)
Dimana T dan e T merupakan temperatur rata-rata evaporator dan c
kondensor pipa kalor.
2.2.10. Perpindahan Panas dengan Perubahan Fasa
Pada sebuah aliran internal konveksi paksa yang dipanasi pada permukaan aliran akan muncul gelembung-gelembung pada permukaan aliran tersebut. Gelembung tersebut tumbuh dan terpisah dari permukaan aliran dipengaruhi oleh kecepatan aliran.
Perpindahan panas terjadi ketika pada liquid dingin masuk ke dalam pipa yang dipanasi dengan konveksi paksa, pada saat tersebut pendidihan dimulai. Saat terjadi pendidihan gelembung terlihat pada permukaan akan tumbuh dan terbawa ke dalam mainstream liquid. Terdapat kenaikan tajam pada koefisien perpindahan panas ketika masuk pada bubbly flow regime. Dengan naiknya fraksi volume uap, gelembung-gelembung bersatu membentuk slug (gelembung yang besar) pada uap. Pada slug flow regime diikuti oleh annular flow regime yang mana liquid membentuk film. Film tersebut bergerak sepanjang permukaan-dalam sementara uap bergerak pada kecepatan tinggi melalui inti pipa. Koefisien perpindahan panas terus meningkat melalui regime bubbly flow dan beberapa annular flow. Oleh karena itu titik kering akhirnya terlihat pada permukaan-dalam saat koefisien konveksi mulai menurun. Transition regime ditandai dengan tumbuhnya titik kering sampai permukaan seluruhnya mengering dan seluruh liquid bentukan droplet terlihat pada inti uap. Koefisien konveksi terus menurun melewati regime ini. Pada Mist regime terdapat perbedaan
(35)
k t p
kecil koefis tersebut ke permukaan
Gambar
sien konvek emudian m n.
2.14. Pendi
ksi sampai enjadi uap
dihan konve
semua drop superheate
eksi paksa pa 2007).
plet beruba ed dengan
ada pipa (Inc
ah menjadi konveksi p
cropera dan
uap. Uap paksa dari
(36)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Termodinamika dan Perpindahan Panas Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.2.Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema instalasi alat penelitian :
Spesifikasi alat penelitian :
a. Pipa
1) Konstruksi pipa
Tabel 3.1. Jenis pipa yang akan diuji.
No Jenis Pipa Panjang
Pipa
Diameter
Pipa Fluida Kerja
Jumlah Pipa
1 Pipa Kalor 25 cm 3/4 inch Etanol kadar 90% 3
2 Pipa Kalor 25 cm 3/4 inch R-134a 3
2) Tipe pipa kalor : room (low)-temperature heat pipes
3) Struktur kapiler (wick) : homogen wrapped screen
4) Kontrol : gravity operate diode
(37)
b
c
2 3
b. Fin (sirip
• Dimen
Panjan Lebar Tebal
• Jarak
• Jumlah
• Bahan
c. Saluran u
1) Pola alir
2) Fluida k
3) Dimens
) nsi :
ng : 11,5 cm : 5 cm : 1 mm : 7 mm
h : 15 sirip
n : alumuni
uji (duct)
ran : m
kerja : u
i :
Gamba
m
ium
Gambar 3.2
menyilang (
udara tempe
ar 3.1. Pipa
2. Fin pada p
(crossflow)
eratur ruanga kalor.
pipa kalor.
(38)
Balok Panjang : 130 cm Pipa Panjang : 60 cm
Lebar : 12 cm Diameter : 2 inch
Tinggi : 12 cm
Tebal dinding : 2,2 cm
Gambar 3.3. Saluran uji (duct).
Hambatan termal (R) pada dinding dapat dihitung dengan analogi listrik seperti dibawah ini :
Gambar 3.4. Hambatan termal dinding.
Sehingga hambatan termal total (Rtot) didding dapat dihitung dengan :
papan kayu R sterofoam R lapis kayu R tot
R = + +
10 . 5 66 , 8 10 . 15 8 , 23 10 . 2 66 , 8
Rtot = m K/W× −3m+ m K/W× −3m+ m K/W× −3m W K m W K m W K
m / 0,357 / 0,043 /
017 , 0
Rtot= 2 + 2 + 2
W K m / 417 , 0
Rtot = 2
Hydrodynamic entry length pada saluran dapat dihitung dengan persamaan fully develope turbulent flow dimana:
2,2 cm
12 cm
Kayu papan, R= 8,66 m K/W
Sterofoam, R= 23,8 mK/W Kayu lapis, R= 8,66 m K/W 12 cm
(39)
60 10
turb h
fd, ≤
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ ≤
D X
(3.1)
Dimana D pada pipa masuk saluran uji (duct) berdiameter 2 inch ≈ 5 cm dengan panjang 60 cm.
Sehingga,
10 12 5
60
turb h fd,
> = =
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
cm cm D
X
d. Instrumentasi dan alat tambahan
1) Instrumentasi :
• Termokopel
Termokopel yang dipasang merupakan termokopel jenis Tyang dipasang
pada saluran uji sebanyak dua buah yang ditempatkan pada sebelum dan sesudah pipa kalor. Dipasang pada pipa kalor sebanyak empat buah yang ditempatkan pada dinding kondensor dan evaporator pipa kalor. Pemasangan termokopel pada dinding kondensor dan evaporator pipa kalor direkatkan dengan lem araldite seperti pada gambar 3.5.
Gambar 3.5. Pemasangan termokopel pada dinding pipa kalor.
Sedangkan termokopel pada saluran uji (duct) ditempatkan tegak lurus
terhadap saluran uji seperti pada gambar 3.6. Dinding pipa kalor
(40)
Gambar 3.6. Pemasangan termokopel pada saluran uji (duct).
• Display Termokopel /Thermocouple reader
Display termokopel digunakan untuk menunjukkan/membaca temperatur yang diukur oleh sensor termokopel.
Gambar 3.7. Display Termokopel.
• Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk mencatat waktu pengujian. Pada pengambilan data, data temperatur dicatat tiap jeda 2 menit selama 60 menit (1 jam).
Termokopel Saluran uji (duct)
(41)
Gambar 3.8.Stopwatch.
• Anemometer
Anemometer digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran udara yang melewati saluran uji.
Gambar 3.9. Anemometer.
• Voltmeter
Voltmeter digunakan untuk mengetahui tegangan yang mengalir dalam
kawat nikelin. Voltmeter tersebut dipasang secara paralel antara voltage
(42)
Gambar 3.10. Voltmeter dan instalasinya.
• Amperemeter
Amperemeter digunakan untuk mengetahui kuat arus listrik yang mengalir
dalam kawat niklin. Amperemeter dipasang secara seri antara voltage
regulator dan kawat nikelin.
Gambar 3.11. Amperemeter dan instalasinya.
2) Alat tambahan :
• Rangka
Rangka digunakan untuk menempatkan saluran uji pipa kalor. Rangka tersebut terbuat dari besi siku.
A
V
(43)
Gambar 3.12. Rangka pengujian.
• Voltage regulator
Alat ini digunakan untuk mengatur tegangan dan arus yang masuk dari tegangan listrik PLN (220 volt) sehingga dapat diatur menurut kebutuhan.
Voltage regulator tersebut digunakan untuk mengatur tegangan yang mengalir pada kawat nikelin.
Gambar 3.13.Voltage Regulator.
• Dimmer
Alat ini disebut juga dengan rheostat dimana peralatan tersebut digunakan untuk mengatur kecepatan putaran fan.
(44)
Gambar 3.14. Dimmer.
• Blower
Fan digunakan untuk mengalirkan udara ruangan menuju saluran uji.
Gambar 3.15. Blower.
• Kawat nikelin
Kawat nikelin digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi panas. Panas yang dihasilkan digunakan untuk panas masukan pipa kalor pada daerah evaporator. Pada pipa kalor kawat nikelin tersebut berdiameter 0,5 mm dililitkan sebanyak 30 lilitan sepanjang 10 cm.
(45)
Gambar 3.16. Lilitan nikelin pada pipa kalor.
• Pompa vakum
Pompa tersebut diguanakan untuk memvakum pipa kalor sebelum pengisian fluida kerja.
Gambar 3.17. Pompa vakum.
• Manifold
Manifold digunakan untuk proses vakum dan pengisian fluida kerja pada pipa kalor.
(46)
Gambar 3.18. Manifold.
3.3.Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap pengambilan data, dimana pada tahap I merupakan penelitian untuk mendapatkan karakteristik perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja berupa etanol kadar 90% pada temperatur rata-rata
evaporator 60oC, 80oC, dan 100oC. Sedangkan pada pada tahap II penelitian
dilakukan untuk mengetahui karakteristik perpindahan panas pada pipa kalor dengan fluida kerja R-134a pada tekanan 0,9 MPa pada temperatur rata-rata
evaporator 40oC, 60oC, 80oC. Dalam pengambilan data kedua tahap penelitian
tersebut divariasikan kecepatan aliran pada saluran uji (duct). Sebelum melakukan
pengambilan data penelitian dimulai dengan persiapan sebagai berikut:
1. Menyusun saluran uji sedemikian rupa serta menempatkan pipa kalor pada
saluran uji (duct) seperti pada gambar 3. 19.
Gambar 3.20.Persiapan Pengujian.
2. Menempatkan termokopel pada dinding evaporator pipa kalor dan pada
dinding kondensor pipa kalor. Sedangkan pada saluran uji, termokopel ditempatkan pada sebelum dan sesudah pipa kalor seperti pada gambar 3.20.
(47)
Gambar 3.21. Penempatan termokopel.
3. Memasang voltmeter secara paralel dan amperemeter secara seri.
4. Menghidupkan fan dengan memutar dimmer dan mengatur putaran fan
hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji (duct) sebesar 1,0 m/s.
5. Menghidupkan pemanas dengan memutar voltage regulator.
6. Mengukur temperatur evaporator pipa kalor setelah dialiri listrik untuk
menentukan daya input berapa pemanas mencapai temperatur rata-rata
evaporator 60oC sebagai daya 1, 80oC sebagai daya 2, dan 100oC sebagai
daya 3 pada pipa kalor berfluida kerja etanol kadar 90% setelah menit ke 60.
7. Mengukur temperatur evaporator pipa kalor setelah dialiri listrik untuk
menentukan daya input berapa pemanas mencapai temperatur rata-rata
evaporator 40oC sebagai daya 4, 60oC sebagai daya 5, dan 80oC sebagai daya
6 pada pipa kalor berfluida kerja R-134a setelah menit ke 60.
Tahap I
1. Menempatkan pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% pada saluran
uji.
2. Menghidupkan fan dengan memutar dimmer dan mengatur putaran fan
hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji (duct) sebesar 0,8 m/s.
3. Menghidupkan pemanas dengan memutar voltage regulator pada daya 1.
4. Mencatat temperatur pada display termokopel tiap 2 menit selama 60 menit.
(48)
5. Mematikan pemanas dan membiarkan fan menyala hingga temperatur evaporator pipa kalor mencapai temperatur ruangan.
6. Memutar voltage regulator untuk mengatur tegangannya sehingga diperoleh
daya 2.
7. Mengulangi langkah 4 dan 5.
8. Memutar voltage regulator untuk mengatur tegangannya sehingga diperoleh
daya 3.
9. Mengulangi langkah 4 dan 5.
10. Mengatur putaran fan hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji
(duct) sebesar 1,0 m/s.
11. Mengulangi langkah 3 sampai 9.
12. Mengatur putaran fan hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji
(duct) sebesar 1,2 m/s.
13. Mengulangi langkah 3 sampai 9.
14. Matikan seluruh unit kelistrikan.
Tahap II
1. Menempatkan pipa kalor dengan fluida kerja R-134a pada saluran uji.
2. Menghidupkan fan dengan memutar dimmer dan mengatur putaran fan
hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji (duct) sebesar 0,8 m/s.
3. Menghidupkan pemanas dengan memutar voltage regulator pada daya 4.
4. Mencatat temperatur pada display termokopel tiap 2 menit selama 60 menit.
5. Mematikan pemanas dan membiarkan fan menyala hingga temperatur
evaporator pipa kalor mencapai temperatur ruangan.
6. Memutar voltage regulator untuk mengatur tegangannya sehingga diperoleh
daya 5.
7. Mengulangi langkah 4 dan 5.
8. Memutar voltage regulator untuk mengatur tegangannya sehingga diperoleh
daya 6.
9. Mengulangi langkah 4 dan 5.
10.Mengatur putaran fan hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji
(49)
commit to user
11.Mengulangi langkah 3 sampai 9.
12.Mengatur putaran fan hingga menghasilkan kecepatan udara pada saluran uji
(duct) sebesar 1,2 m/s.
13.Mengulangi langkah 3 sampai 9.
14.Matikan seluruh unit kelistrikan.
3.4.Analisis Data
Dari data yang diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis data yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap :
• Efektivitas perpindahan panas pipa kalor.
• Hambatan termal pipa kalor.
Efektivitas perpindahan panas dapat dihitung dengan data temperatur udara sebelum dan sesudah melewati pipa kalor, laju aliran massa udara pada saluran uji
(duct) dan daya input pada evaporator pipa kalor. Sedangkan hambatan termal pipa kalor dapat dihitung dengan data temperatur kondensor dan temperatur evaporator serta daya input pada evaporator pipa kalor. Dari data dan perhitungan tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik. Grafik tersebut memperlihatkan tentang :
• Hubungan efektivitas perpindahan panas pipa kalor terhadap
temperatur pada evaporator pipa kalor.
• Hubungan efektivitas perpindahan panas pipa kalor terhadap laju
aliran udara pada saluran uji.
• Hubungan hambatan termal pipa kalor terhadap temperatur pada
evaporator pipa kalor.
• Hubungan hambatan termal pipa kalor terhadap laju aliran udara pada
saluran uji.
3.5.Diagram Alir Penelitian
`
Mul
Persiapan Pengujian:
Pemanasan dinding evaporator selama 60 menit dengan
mengatur tegangan guna menentukan daya input temperatur
Daya
Terpen
Ya
Tida
(50)
Gambar 3.22. Diagram alir penelitian.
Penelitian ini didahului dengan persiapan. Persiapan tersebut ditujukan untuk menyiapkan alat dan bahan pengujian sekaligus mencari daya yang digunakan untuk mencapai temperatur evaporator yang dikehendaki. Langkah tersebut dilanjutkan dengan pengujian tahap I, pada tahap tersebut bertujuan untuk mengetahui nilai efektivitas perpindahan panas dan hambatan termal pipa kalor
(51)
berfluida kerja etanol kadar 90% pada temperatur rata-rata evaporator 60oC, 80oC,
dan 100oC. Kemudian dilanjutkan pengujian tahap II dengan temperatur
evaporator pipa kalor berfluida kerja R-134a pada temperatur rata-rata evaporator
40oC, 60oC, dan 80oC untuk dicari nilai efektivitas perpindahan panas dan
hambatan termalnya. Setelah data pengujian terkumpul dilakukan analisis data dan akhirnya menghasilkan kesimpulan tentang karakteristik perpindahan panas dan hambatan termal pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a.
3.6.Variasi Pengujian
Tabel 3.2.Variasi pengujian.
No Jenis Pipa Fluida Kerja
Temperatur Evaporator
rata-rata
Kecepatan Aliran 1
Pipa Kalor
R-134a 40oC 0,8 m/s
2 R-134a 40oC 1,0 m/s
3 R-134a 40oC 1,2 m/s
4
Pipa Kalor
R-134a 60oC 0,8 m/s
5 R-134a 60oC 1,0 m/s
6 R-134a 60oC 1,2 m/s
7
Pipa Kalor
R-134a 80oC 0,8 m/s
8 R-134a 80oC 1,0 m/s
9 R-134a 80oC 1,2 m/s
10
Pipa Kalor
Etanol kadar 90% 60oC 0,8 m/s
11 Etanol kadar 90% 60oC 1,0 m/s
12 Etanol kadar 90% 60oC 1,2 m/s
13
Pipa Kalor
Etanol kadar 90% 80oC 0,8 m/s
14 Etanol kadar 90% 80oC 1,0 m/s
15 Etanol kadar 90% 80oC 1,2 m/s
16
Pipa Kalor
Etanol kadar 90% 100oC 0,8 m/s
17 Etanol kadar 90% 100oC 1,0 m/s
(52)
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
Penelitian secara eksperimen dilakukan untuk mengetahui nilai unjuk kerja dan hambatan termal pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a. Kedua pipa kalor tersebut diuji pada temperatur evaporator yang berbeda dan
kecepatan aliran udara pada saluran uji (duct) sebesar 0,8 m/s, 1,0 m/s, dan 1,2
m/s sebagai fluida yang akan menyerap panas dari kondensor.
4.1. Perhitungan efektivitas perpindahan panas pipa kalor berfluida kerja etanol kadar 90% pada temperatur evaporator rata-rata 60oC dan kecepatan aliran udara 0,8 m/s.
Dari data percobaan diperoleh data :
Tegangan heater(v) : 9 volt
Arus yang masuk (i) : 1,85 A
Kecepatan udara pada duct (Va) : 0,8 m/s
Luas penampang duct(A) : 0,0144 m2
Temperatur udara masuk (Tin) : 29,5oC
Temperatur udara keluar (Tout) : 30,2oC
Temperatur evaporator atas (Te.a) : 63,6oC
Temperatur evaporator bawah (Te.b) : 60,3oC
Temperatur kondensor atas (Tc.a) : 34,6oC
Temperatur kondensor bawah (Tc.b) : 44,2oC
Perhitungan efektivitas perpindahan panas pada temperatur 60oC dengan kecepatan aliran udara pada duct sebesar 0,8 m/s.
Daya pemanas (heater)(Pe)
φ
cos vi Pe=
Pemanas (heater) merupakan salah satu beban listrik yang bersifat resistif atau hambatan murni, oleh karena itu nilai faktor daya sama dengan satu ( cosφ =1). Sehingga persaman dapat ditulis:
(53)
watt 65 , 16 ampere 1,85 volt 9 = × = = e e e P P vi P
Kalor yang diserap udara pada saluran uji (Qa)
T pa c a m a
Q = & ∆
Dimana : m&a =
ρ
aVaAa
ρ
diperoleh denganpembacaan tabelA.4 (Incropera dan DeWitt, 2007).C T C C T T T T o mean o o mean in out mean 9 , 29 2 5 , 29 2 , 30 2 = + = + =
Sehingga
ρ
a pada temperatur Tmean sebesar 1,1527 kg/m3 dan cpa sebesar 1006,1 J/kg.oC. Sehingga,s kg m m s m m kg m A V m a a a a a / 0133 , 0 0144 , 0 / 8 , 0 / 1527 ,
1 3 2
= × × = = & & &
ρ
watt s J Q C C kg J s kg Q T c m Q a o o a pa a a 23 , 10 / 23 , 10 ) 5 , 29 2 , 30 ( . / 1 , 1006 / 0133 , 0 = = − × × = ∆ = &Efektivitas perpindahan panas
% 44 , 61 6144 , 0 65 , 16 23 , 10 ) ( s Efektifita max
act = = = =
= watt watt P Q Q Q e a ε
Perhitungan hambatan termal pada temperatur 60oC dengan kecepatan aliran udara pada saluran uji 0,8 m/s.
Q c T e T Rth − = dimana
(54)
C C C e T T T e T o o o b e a e 3 , 60 2 6 , 63 9 , 56 2 . . = + = + = dan C C C c T T T c T o o o b c a c 4 , 39 2 2 , 44 6 , 34 2 . . = + = + = Sehingga, W C C C Q c T e T R o o o
th 1,25 /
watt 65 , 16 4 , 39 3 , 60 = − = − = &
4.2. Pipa Kalor dengan Fluida Kerja Etanol Kadar 90%.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar temperatur rata-rata evaporator menyebabkan efektivitas perpindahan panas meningkat pada kecepatan
aliran udara duct yang sama. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa:
¾ Efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja etanol
kadar 90% pada temperatur rata-rata evaporator 60oC antara 38,25%
hingga 62,28%.
¾ Efektivitas perpindahan panas pada temperatur rata-rata evaporator
80oC antara 59,87% hingga 70,35%.
¾ Sedangkan efektivitas perpindahan panas pada temperatur rata-rata
evaporator 100oC antara 74,55% hingga 78,28%.
Percobaan yang dilakukan oleh Meena dan Rittidech (2008), pengujian pada
temperatur 60, 70, dan 80oC diperoleh efektivitas perpindahan panas berturut-turut
42%, 45%, dan 48%. Pada penelitian ini efektivitas perpindahan panasnya lebih tinggi dari pada penelitian yang diperoleh oleh Meena dan Rittidech (2008) karena panjang pipa kalor pada penelitian ini 25 cm sedangkan pada Meena dan Rittidech (2008) sepanjang 50 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian Suyitno dkk (2009) bahwa penambahan panjang pipa kalor dua kalinya akan memperkecil efektivitas perpindahan panasnya sehingga turun sebesar 56%.
(55)
Pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% temperatur
evaporator rata-rata 60oC, etanol dalam pipa kalor belum mengalami perubahan
fasa (belum mendidih) sehingga perpindahan panas yang terjadi hanya sebatas
perpindahan panas secara konduksi karena titik didih etanol murni sekitar 78oC.
Pada temperatur evaporator 80oC dan 100oC, etanol telah mendidih dan kemudian
uap etanol bersirkulasi ke atas (sisi kondensor) karena massa jenis uap etanol yang semakin kecil. Pada saat uap etanol bergerak ke atas, bersamaan dengan itu terbawa sejumlah panas. Setelah sampai di kondensor, uap etanol mengalami kondensasi dan mengalir ke bawah menuju evaporator. Adanya sirkulasi etanol yang membawa panas ini menyebabkan pipa kalor mempunyai hambatan termal yang semakin rendah (lihat Gambar 4.2). Semakin tinggi temperatur rata-rata
evaporator (menuju 100oC), hambatan termal pada pipa kalor semakin rendah
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan selanjutnya mampu meningkatkan efektivitas pipa kalor.
Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1:
¾ Pada temperatur rata-rata evaporator 60oC hambatan termal pipa kalor
adalah antara 1,25oC/W sampai 1,45oC/W.
¾ Hambatan termal pipa kalor pada temperatur rata-rata evaporator 80oC
adalah antara 1,3oC/W sampai 1,34oC/W.
¾ Sedangkan hambatan termal pipa kalor pada temperatur rata-rata
evaporator 100oC adalah antara 1,12oC/W sampai 1,17oC/W.
Hal inilah yang mendasari fakta bahwa semakin besar temperatur evaporator
menyebabkan efektivitas pipa kalor pada aliran udara duct dengan kecepatan yang
sama akan mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan oleh Latha dkk (2010) bahwa penelitian ini memiliki hambatan termal yang lebih kecil. Hambatan termal penelitian Latha dkk (2010) pada daya input 15, 25, dan 40 W yang mana pada penelitian ini hampir setara dengan daya input pada temperatur rata-rata
(56)
Gambar 4.1. Efektivitas perpindahan panas dari pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90%.
Gambar 4.2. Hambatan termal pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90%.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
60 80 100
Ef
ekt
iv
it
a
s perpin
da
ha
n
p
a
na
s
Temperatur evaporator rata-rata (oC)
Kec 0,8 m/s Kec 1,0 m/s Kec 1,2 m/s
0.15 0.35 0.55 0.75 0.95 1.15 1.35
60 80 100
Hamb
atan
ter
m
al
(
oC/W)
Temperatur evaporator rata-rata (oC)
kec 0,8 m/s Kec. 1,0 m/s Kec. 1,2 m/s
(57)
t 9 d k d s p p e e d p Gambar Gam terhadap efe 90%. Secara
dalam duct m
kalor berflu
dalam duct
semakin be pendinginan pemanasan e evaporator 6 etanol kadar
dalam duct.
Pada perpindahan ¾ Pa ¾ Se pe 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% E fe k ti vit a s p erp in dah a n pa nas
r 4.3. Jangk den
mbar 4.1 jug ektivitas per a umum dap menyebabka uida kerja et menyebabk esar. Denga n yang besar etanol yang
60oC. Akibat
r 90% sema
a pipa kalor n panas pada
ada kecepata edangkan p erpindahan p
60
kauan nilai e ngan fluida
ga menunju rpindahan p at dijelaskan an terjadinya
tanol kadar kan kalor y an demikia r di sisi ko
memadai pa tnya hambat akin besar d
r dengan flu temperatur an aliran uda pada kecepa panasnya tur
0
Tempe
Kec. 0,8 m/s Kec. 1,0 m/s Kec. 1,2 m/s
efektivitas p kerja etano
ukkan penga panas pipa k n bahwa sem a penurunan
90%. Sema yang diserap an, etanol ondensor dan ada sisi evap tan termal p dengan men
uida kerja e rata-rata eva ara pada salu atan aliran run menjadi
80
eratur rata-ra
perpindahan ol kadar 90%
aruh kecepa kalor berflui makin besar efektivitas p akin besar k p dari sisi
kadar 90% n tidak diim porator khus
ada pipa kal ningkatnya k
etanol kadar
aporator 60o
uran uji 0,8
udara duct
51,3%. ata evaporator
n panas pip %.
atan aliran u ida kerja et
kecepatan a perpindahan kecepatan al kondensor % mengalam mbangi deng usnya pada lor dengan f kecepatan al
90% nilai C adalah: m/s sebesar
t 1,0 m/s
100
r (oC)
a kalor
udara duct
anol kadar aliran udara panas pipa liran udara pipa kalor mi proses gan jumlah temperatur fluida kerja liran udara efektivitas 62,28%. efektivitas
(1)
commit to user
kecil karena nilai unmixed
mixed
C C
semakin besar menuju nilai 1 sehingga efektivitas perpindahan panas semakin kecil seperti terlihat pada gambar 4.6.
Pada temperatur evaporator rata-rata 60oC, dapat diketahui bahwa pipa kalor berfluida kerja R-134a memiliki:
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 76,55% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 0,8 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,24oC/W.
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 80,59% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 1,0 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,24oC/W.
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 92,43% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 1,2 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,24oC/W.
Pada temperatur evaporator rata-rata 80oC, dapat diketahui bahwa pipa kalor berfluida kerja R-134a memiliki:
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 80,32% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 0,8 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,19oC/W.
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 90,21% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 1,0 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,19oC/W.
¾ Efektivitas perpidahan panas sebesar 92,33% pada kecepatan aliran udara dalam duct sebesar 1,2 m/s dan pada kecepatan udara tersebut pipa kalor memiki hambatan termal sebesar 0,22oC/W.
Pada temperatur 60oC dan 80oC R-134a pada tekanan 0,9 MPa sudah sepenuhnya berubah fasa menjadi uap dan bersirkulasi menuju kondensor. Hal ini mengakibatkan semakin besar laju aliran udara dalam duct maka semakin besar efektivitas perpindahan panasnya karena kapasitas panas aliran fluida kerja dalam pipa kalor menjadi lebih kecil dari kapasitas panas udara yang mengalir dalam
duct (
min max 134 C
C C
C C
C
a R
udara
unmixed
mixed = =
−
(2)
ditambah maka nilai unmixed
mixed
C C
akan semakin besar menuju nilai tak hingga,
dengan semakin besarnya unmixed
mixed
C C
menuju nilai tak hingga maka efektivitas perpindahan panas akan meningkat seperti terlihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. NTU pada aliran menyilang (Incropera dan DeWitt, 2007). Tabel 4.1. Perbandingan nilai kapasitas panas.
Kecepatan udara
Trata-rata evaporator 40oC Trata-rata evaporator 60oC Trata-rata evaporator 80oC
CR-134a
(W/oC)
Cudara
(W/oC)
࢛ࢊࢇ࢘ࢇ
ࡾିࢇ
ε
CR-134a(W/oC)
Cudara
(W/oC)
࢛ࢊࢇ࢘ࢇ
ࡾିࢇ
ε
CR-134a(W/oC)
Cudara
(W/oC)
࢛ࢊࢇ࢘ࢇ
ࡾିࢇ
ε
0,8 m/s ∞ 13,36 0 3,56 13,38 3,75 5,95 13,27 2,23
1,0 m/s ∞ 16,75 0 3,45 16,66 4,83 5,66 16,57 2,93
1,2 m/s ∞ 20,15 0 3,54 19,99 5,65 4,69 19,99 4,26
4.4. Perbandingan karakteristik perpindahan panas pipa kalor dengan
fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a.
Perbandingan karakteristik pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a pada temperatur rata-rata evaporator 60oC dan 80oC. Pada gambar 4.7 terlihat bahwa efektivitas perpindahan panas pada pipa kalor dengan fluida kerja R-134a lebih tinggi dari pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% pada tiap variasi baik temperatur rata-rata evaporator maupun variasi kecepatan udara. Pada temperatur rata-rata evaporator 60oC dan kecepatan aliran udara 1,2 m/s efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja R-134a lebih tinggi hingga 2,4 kalinya pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90%.
(3)
commit to user
E d k p p h k f p t s Efektivitas p dari pipa kal kalor denga pada pipa ka pada temper hambatan te kalinya ham fluida kerja pada tempe tekanan 0,9 sedangkan k Gambar 4.7 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Efek tivitas per p indahan pan a s perpindahan lor dengan f an fluida keralor dengan ratur rata-ra ermal pipa k mbatan terma pipa kalor R eratur 60oC
MPa sebe kalor pengua
7. Perbandin
% % % % % % % % % % % panas pipa fluida kerja e rja R-134a j fluida kerja ata evaporat
kalor denga al pipa kalo R-134a lebih
dan 80oC sar 166,62 apan (hfg) eta
ngan efektiv 134a dan 60 Temperatur 0, 1,0 1,2 0, 1,0 1,2 kalor denga etanol kadar jauh lebih r a etanol kad tor 60oC dan an fluida ker r dengan flu h mudah me
karena kalo kJ/kg (Tab anol murni se
vitas perpind n etanol kada
r evaporator 8 m/s R134a 0 m/s R134a 2 m/s R134a 8 m/s Etanol 90% 0 m/s etanol 90% 2 m/s etanol 90%
an fluida ker 90% karena rendah dari dar 90%. Ter
n kecepatan rja etanol k uida kerja R
nguap dari p or penguapa el A.4 Cen ebesar 845 k
dahan panas p ar 90%. r rata-rata (o %
% %
rja R-134a l a hambatan t
pada hamba rlihat pada g n aliran uda kadar 90% s R-134a. Hal pada etanol
an (hfg) R-ngel dan Bo kJ/kg (xa.yin
pipa kalor be
80 oC) ebih tinggi termal pipa atan termal gambar 4.8 ara 1,2 m/s sebesar 5,5 ini karena kadar 90% 134a pada oles, 1983) ng.com). erfluida
(4)
R-Gambar 4 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Hambatan te
rmal
(
oC/
Watt)
4. 8. Perband 0
0 0 0 0 0 0 0 0
dingan hamb dan et 60
Temper
batan termal tanol kadar 9
atur evaporat
0,8 1,0 1,2 0,8 1,0 1,2
pada pipa ka 90%.
tor rata-rata (
8 m/s R-134a 0 m/s R-134a 2 m/s R-134a 8 m/s etanol 90% 0 m/s etanol 90% 2 m/s etanol 90%
alor berfluid 80
(oC)
% % %
(5)
commit to user
BAB V PENUTUP5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan:
1. Teknologi alat recovery panas berupa pipa kalor telah berhasil dikembangkan dan diteliti efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya.
2. Efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dalam penelitian ini berkisar 38,25%-78,28% dengan hambatan termal berkisar 1,15-1,45oC/W.
3. Efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja R-134a dalam penelitian ini berkisar 55,40%-92,43% dengan hambatan termal berkisar 0,19-0,36oC/W.
4. Efektivitas perpindahan panas pipa kalor dengan fluida kerja R-134a lebih tinggi dari pada efektivitas pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90%. Hambatan termal pipa kalor dengan fluida kerja R-134a lebih rendah dari hambatan pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% pada tiap variasi temperatur rata-rata evaporator maupun laju kecepatan udara duct.
5. Efektivitas perpindahan panas pada pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a semakin besar dengan meningkatnya temperatur rata-rata evaporator.
6. Hambatan termal pipa kalor dengan fluida kerja etanol kadar 90% dan R-134a semakin kecil dengan semakin meningkatnya temperatur rata-rata evaporator.
5.2. Saran
1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan perbandingan karakteristik beberapa refrigeran sebagai fluida kerja pipa kalor.
2. Sebaiknya dalam desain pipa kalor untuk pengering sebagai recovery panas menggunakan R-134a sebagai fluida kerja karena memiliki efektivitas perpindahan panas yang lebih tinggi.
(6)