80 dan 100 60 Temperatur udara panas naik dari 50

commit to user 1. Mengkaji teknologi penukar kalor jenis pipa kalor sebagai alat recovery panas pada temperatur 60 o

C, 80

o

C, dan 100

o C dengan fluida kerja etanol kadar 90 dan pada temperatur 40 o

C, 60

o

C, dan 80

o C dengan fluida kerja R-134a. 2. Mengetahui karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor dengan variasi temperatur evaporator pipa kalor terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya. 3. Mengetahui karakteristik perpindahan panas pada penukar kalor jenis pipa kalor dengan variasi kecepatan aliran udara pada saluran udara duct terhadap efektivitas perpindahan panas dan hambatan termalnya. Hasil penelitian yang didapat diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan pengetahuan tentang karakteristik pipa kalor berfuida kerja etanol kadar 90 2. Memberikan pengetahuan tentang karakteristik pipa kalor berfuida kerja R-134a pada tekanan 0,9 MPa. 3. Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada industri pengeringan maupun industri yang memanfaatkan alat recovery panas sebagai alat penukar kalor yang fleksibel, murah, ekonomis dalam penggunaanya tidak memerlukan pompa ataupun peralatan lain untuk menggerakkan fluida kerja, dan mudah dalam perawatannya. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori, berisi tinjauan pustaka yang

berkaitan dengan pipa kalor, dan pengujian commit to user karakteristik perpindahan panas pada pipa kalor. BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.

BAB IV : Data dan analisis, menjelaskan data hasil pengujian,

perhitungan data hasil pengujian serta analisis hasil dari perhitungan.

BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka Meena dkk 2006 melakukan penelitian terhadap recovery panas pada siklus pengeringan dengan CLOHPCV Closed-loop oscillating heat- pipe with check valves air-preheater yang digunakan sebagai recovery panas buangan. CLOHPCV heat-exchanger terdiri dari pipa dengan panjang 3,58 m dan diameter dalamnya 0,002 m. Evaporator dan kondensor memiliki panjang 0,19 m, bagian adiabatik sepanjang 0,08 m, kecepatan udara 0,5, 0,75, dan 1,0 ms dengan temperatur udara panas 50, 60, dan 70 o

C. Temperatur udara panas naik dari 50

o C menjadi 70 o C dan terjadi peningkatan perpindahan panas. Peningkatan kecepatan dari 0,5 ms, 0,75 ms, dan 1,0 ms menjadikan perpindahan panas menurun. Peningkatan kecepatan dari 0,5 hingga 1,0 ms menjadikan efektivitas menurun. Pada kenaikan temperatur udara panas dari 50 o C ke 70 o C efektivitas meningkat; dan kelembaban relatif berkurang sehingga dapat menghemat energi. Efektivitas perpindahan panas tertinggi dicapai pada kecepatan udara 0,5 ms dan temperatur 70 o C sebesar 0,75. Meena dan Rittidech 2008 melakukan penelitian untuk membandingkan unjuk kerja perpindahan panas dari closed-looped oscillating heat pipe and closed-looped oscillating heat pipe with check valves heat exchangers dengan fluida R-134a, etanol, dan air sebagai fluida kerjanya. Pipa kalor terbuat dari pipa tembaga dengan diameter dalam 2,03 mm, 40 belokan dengan masing-masing panjang evaporator, adiabatik, dan kondensor adalah 20, 10, dan 20 cm. Fluida kerja diisikan dalam pipa pada rasio pengisian 50. Evaporator dipanasi dengan heater dan kondensor didinginkan dengan udara, sedangkan pada bagian adiabatik diisolasi. Dari hasil pengujian didapatkan kesimpulan bahwa unjuk kerja perpindahan panas closed-looped oscillating heat pipe with check valves heat exchanger lebih baik dari pada closed-looped oscillating heat exchanger dengan fluida kerja R-134a sebesar 0,65. commit to user Hasan dkk 2003 meneliti tentang unjuk kerja pipa kalor gravitasi dengan diameter 12,5 mm dan panjang 0,5 m menggunakan air sebagai fluida kerjanya. Percobaan dilakukan untuk meneliti unjuk kerja pipa kalor pada variasi sudut inklinasi dan perbedaan fluks kalor input pada bagian evaporator. Rasio pengisian adalah 0,2. Unjuk kerja terbaik pipa kalor meningkat pada posisi vertikal dimana gaya gravitasi membantu kondensat turun dari kondensor ke evaporator. Hambatan termal meningkat dengan meningkatnya sudut inklinasi. Pada pengujian dihasilkan hambatan termal tertinggi pada posisi vertikal sebesar 3,3 o CW dicapai pada daya input 25 W. Koefisien perpindahan panas menyeluruh sebanding dengan fluks panas pada evaporator dan berbanding terbalik dengan sudut inklinasi. Koefisien perpindahan panas menyeluruh pada posisi vertikal sebesar 175 Wm 2o C dengan daya input 40 W. Suyitno dkk 2009 melakukan penelitian secara eksperimen pipa kalor dengan variasi panjang pipa, diameter pipa dan fluida kerja pipa kalor. Pada salah satu ujung pipa kalor diberi pemanas dengan heater 50 W dan pada ujung pipa kalor kedua diberi sirip dan dialiri udara dengan kecepatan 0,1 ms dengan temperatur kamar. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa efektivitas perpindahan panas pipa kalor sekitar 23 dan jauh lebih tinggi dari efektivitas perpindahan panas pipa biasa sebesar 13. Efektivitas perpindahan panas pada pipa kalor berfluida etanol-air akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar etanol. Pemakaian pipa yang berdiameter lebih besar mampu memberikan efektivitas perpindahan panas yang lebih besar. 2.2. Pipa Kalor

2.2.1. Pengertian Pipa Kalor

Sistem dua fase capillary-driven memiliki keuntungan yang lebih dari pada sistem satu fasa dimana koefisien perpindahan panas sistem dua fasa lebih besar bila dibandingkan dengan koefisien perpindahan panas sistem satu fasa. Pipa kalor adalah salah satu penukar kalor yang memanfaatkan commit to user s p c m p S a w k p t G p m k e g d p m sistem dua pengembun Pipa capillary-dri memindahk panas con Secara umu adiabatik, wadah yan kerja. struk pipa yang tenaga kap Gambar 2 penambaha menyerap k kerja berwu evaporator gradien tek dari konde proses terse Fluid menerima p a fasa unt nan fluida k a kalor me iven. Pipa kan panas d ndenser me um pipa ka dan bagian g tertutup ktur kapilie terdapat fl pilaritas ba

2.1 merupa an kalor p

kalor laten ujud uap m dan pelep kanan sepan ensor melal ebut akan te Gambar 2. da kerja panas dan tuk memin kerja. rupakan sa a kalor m dari sumbe enggunakan alor memili n kondenso pipa tertu er merupak luida kerja agi cairan akan ilustr pada evapo penguapan mengembun pasan mass njang salura lui struktu erus berlang .2. Konstruk beroperasi memindahk ndahkan k alah satu p merupakan er panas ev n kalor lat iki tiga bag or. Kompo utup, struk an tempat p a cair jenuh kembali d rasi prinsi orator, flui

n, sementara . Penambah

sa pada ak an uap. Perb ur kapiler gsung. ksi pipa kalor pada ke kan panas kalor deng penukar ka penukar vaporator m ten pengem gian: bagian onen utama ktur kapilie pada permu h dan seba dari konden p kerja p ida kerja a pada bag han massa khir konde bedaan teka wick men r dan prinsip adaan jen melalui ka gan pengua alor sistem kalor pa menuju pem mbunan flui n evaporato a pipa kalo er wick, d ukaan dalam agai struktu nsor ke ev pipa kalor terevapora gian konden inti uap pa nsor meng anan memb nuju evapo p kerjanya. nuh, fluida lor laten p apan dan dua fasa asif yang mbuangan ida kerja. or, bagian or adalah dan fluida m dinding ur kapiler vaporator. r. Dengan asi karena nsor fluida ada bagian gakibatkan uat cairan rator dan a tersebut enguapan. commit to user Jumlah panas yang dipindahkan melalui kalor laten secara umum lebih besar dibandingkan panas yang dipindahkan melalui kalor sensibel. Dengan range temperatur operasinya yang besar menyesuaikan fluida kerja, memiliki efisiensi yang tinggi, ringan, dan fleksibel maka sistem pipa kalor tersebut sangat menarik untuk diaplikasikan sebagai penukar kalor.

2.2.2. Tipe Pipa Kalor Berdasarkan Temperatur Operasi

Berdasarkan temperatur operasinya pipa kalor dapat dibedakan menjadi empat yang memiliki fluida kerja yang berbeda. Tipe pipa kalor tersebut antara lain: 1. Pipa kalor kriogenik Cryogenic heat pipes, dirancang beroperasi pada temperatur 1-200 K. 2. Pipa kalor temperatur ruanganrendah Room low-temperature heat pipes, dirancang beroperasi pada temperatur 200-550 K. 3. Pipa kalor temperatur medium Medium-temperature heat pipes, dirancang beroperasi pada temperatur 550-700 K. 4. Pipa kalor temperatur tinggi High liquid-metal-temperature heat pipes, dirancang beroperasi pada temperatur di atas 700 K. Fluida kerjanya memiliki fluks panas yang tinggi dan biasanya merupakan logam cair seperti potasium, solidum, dan perak, karena logam cair tersebut memiliki tegangan permukaan yang tinggi dan nilai kalor laten yang tinggi pula.

2.2.3. Struktur Kapiler Wick

Struktur kapiler wick merupakan aliran kapilaritas yang mengarahkan fluida kerja cair dari kondensor menuju evaporator pipa kalor. Struktur kapiler yang efektif memiliki pori-pori internal yang luas, hal ini akan memperkecil hambatan laju cairan. Ada dua tipe struktur kapiler wick yang telah dikembangkan, yaitu struktur kapiler wick homogen yang terbuat dari satu material dan struktur kapiler wick komposit yang terbuat commit to user d t w m p s p s s dari dua at tergolong la 1. S

2. S

a b c d Sala wrapped scr mesh yang permukaan semakin b permukaan semakin tin semakin be Gamba tau lebih m agi menjadi Struktur ka

a. Wrappe

b. Sintered

c. Axial gr

d. Anular

e. Crescen

f. Artery

Struktur ka a. Composit b. Screen-co c. Slab d. tunnel h satu str reen diman mana men

n. Ukuran p besar angk

nnya. Hamb nggi angka sar pula ha ar 2.3. Struk material. K beberapa j apiler wick ed screen d metal roove nt apiler wick te overed groo ruktur kap a struktur ngindikasik pori-pori pe ka mesh batan aliran mesh sema mbatan laju ktur kapiler Kedua tipe s enis, antara homogen komposit ve piler yang kapilernya kan jumlah ermukaan b maka sem n cairan dik akin ketat u cairan dar wick homo struktur ka a lain: biasa digu dirancang h pori-pori berlawanan makin keci kendalikan pula perm ri kondenso ogen Bejan d apiler wick unakan ada berdasarka persatuan dengan an l ukuran oleh keket ukaan wick or ke evapor dan Kraus, 2 k tersebut alah jenis an jumlah unit area gka mesh, pori-pori atan wick, k sehingga rator. 2003. commit to user 2 b f Gamba

2.2.4. Fluid

Fluid berdasarka fluida kerja Working Fluid Oxigen Nitrogen Ethane Methanol Toluene Acetone Ammonia ar 2.4. Struk da Kerja da kerja an temperat a berdasark Triple Point K 54,3 63,1 134,8 175,2 178,1 180,0 195,5 ktur kapiler yang diop tur operasi kan tempera Tabel 2.2. F Critical Point K 154,8 126,2 425,0 513,2 593,9 508,2 405,6 wick komp perasikan inya. Tabel atur operasi Fluida kerja Useful Range K 55-154 65-125 260-350 273-503 275-473 250-475 200-405 posit Bejan d pada pipa l 2.1 memp inya. pipa kalor. Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan Bejan dan Kraus, 2 a kalor d perlihatkan Literature n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 n, A., Kraus 2003 2003. ditentukan beberapa e s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., s, A.D., commit to user Mercury 234,3 176,3 280-1070 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003 Water 273,2 647,3 273-643 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003 Potassium 336,4 2500 400-1800 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003 Lithium 453,7 3800 500-2100 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003 Silver 1234 7500 1600-2400 Bejan, A., Kraus, A.D., 2003 R-134a 169,7 373,9 Tergantung tekanan encyclopedia.airliquide.com Etanol 150 514 - en.wikipedia.org 2.2.5. Kontrol Pada Pipa Kalor Kontrol dibutuhkan dalam sistem pipa kalor. Kegunaannya adalah untuk mengendalikan pipa kalor agar bekerja pada temperatur operasinya. Terdapat empat kontrol utama sebagai berikut:

1. Gas-loaded heat pipe. Kehadiran gas yang tidak terkondensasi

berpengaruh terhadap unjuk kerja pada kondensor. Beberapa gas yang tidak terkondensasi terdapat pada ruang uap menuju kondensor selama operasi dan gas akan menghambat bagian permukaan kondensor. Laju panas pada kondensor dapat dikendalikan dengan mengontrol volume gas yang tidak terkondensasi. Sebagai contoh self -controlled devices yang dapat dikendalikan dengan tekanan uap fluida kerja dan feedback- controlled devices yang diperlihatkan pada gambar 2. 5. commit to user G m 2 Gambar 2.6 merupakan p

2. Excess-li

kondenso dalam f kondenso 6. a,b,c meru pipa kalor fe iquid heat or dengan f fasa cair m or. upakan pipa eedback-cont pipe. Kon fluida kerja masuk dala kalor self -c trolled devic ntrol dapat a yang berle am konden controlled de ces Bejan da t juga dic ebih. Fluida nsor dan m evices dan d an Kraus, 20 apai oleh a kerja yan menghamb d,e 003. genangan g berlebih at bagian commit to user 3 Ga Gamba 3. Vapor dikenda Peningk panas ambar 2.7. E ar 2.8. Vapo flow–modu alikan den katan pana terasa pad Excess-liqui or flow–modu ulated heat ngan aliran as masuka da permuk id heat pipe ulated heat p t pipe. Un n uap yan an atau pe kaan evapo Bejan dan K pipe Bejan njuk kerja ng melewat eningkatan orator men Kraus, 2003 dan Kraus, 2 pipa kal ti bagian temperatu nyebabkan . 2003. lor dapat adiabatik. ur sumber kenaikan commit to user temperatur dan tekanan uap pada bagian evaporator. Aliran uap tersebut melewati katup pencekik throttling sehingga temperatur dan tekanan turun dan menyebabkan berkurangnya jumlah uap yang masuk di bagian kondensor.

4. Liquid flow–modulated heat pipe. Kontrol aliran cairan juga merupakan

cara efektif untuk mengendalikan unjuk kerja pipa kalor. Salah satu cara untuk mengendalikan aliran cairan adalah dengan menggunakan perangkap cairan. Perangkap ini ditempatkan pada ujung evaporator. Liquid flow–modulated heat pipe diperlihatkan pada gambar 2.9 a. Pada gambar 2.10 b memeperlihatkan tipe Gravity-operated diode heat pipe yang dirancang supaya cairan yang terkondensasi pada kondensor kembali menuju bagian evaporator dengan gaya gravitasi. Gambar 2.11. Liquid flow–modulated heat pipe Bejan dan Kraus, 2003.

2.2.6. Batas Perpindahan

Batasan masukan panas maksimum yang mungkin dapat dipindahkan oleh pipa kalor dapat dibedakan menjadi dua kategori. Batas yang disebabkan karena kegagalan pipa kalor dan batasan bukan karena kegagalan. Pada batasan karena kegagalan ditandai dengan ketidakcukupan aliran cairan ke evaporator untuk menerima panas masukan dengan demikian akan terjadi kekeringan pada struktur kapiler pada bagian evaporator. Panas masukan pipa kalor Q dihubungkan dengan laju aliran commit to user massa fluida kerja m yang bersirkulasi dan kalor laten h fg akan menghasilkan persamaan: fg h m Q =

2.1 Batasan pipa kalor yang tidak terjadi kegagalan apabila pipa kalor

beroperasi pada temperatur yang meningkat diimbangi dengan kenaikan daya input pada evaporator. Dua kategori batasan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: Pembatasan yang mengakibatkan kegagalan

1. Batas Kapiler. Kekeringan pada struktur kapiler wick pada bagian

evaporator disebabkan karena tekanan kapiler tidak mencukupi untuk memberikan aliran kondensat dari kondensor menuju evaporator.

2. Batas Pendidihan. Batas pendidihan terjadi ketika fluks panas yang

diterapkan pada evaporator menyebabkan pendidihan nukleate pada struktur kapiler wick evaporator. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya gelembung uap yang secara parsial menghalangi kondensat kembali dari kondensor ke evaporator sehingga mengakibatkan kekeringan pada struktur kapiler wick evaporator 3. Batas entrainment. Batas tersebut mengacu pada gaya geser tinggi yang terjadi pada uap yang mengalir berlawanan arah dengan cairan dari kondensor. Pada kondisi tersebut uap akan menjadi faktor penghambat laju aliran cairan dari kondensor kembali ke evaporator Pembatasan yang tidak mengakibatkan kegagalan 1. Batas Viscous, batas viscous terjadi pada pipa kalor operasi temperatur rendah dimana tekanan uap jenuh mungkin sama besarnya dengan penurunan tekanan dalam pipa kalor. Batas tersebut disebut juga dengan batas tekanan uap.

2. Batas Sonic. Batas sonic disebabkan karena densitas uap yang rendah,

laju aliran massa dalam pipa kalor yang rendah dapat mengakibatkan kecepatan uap yang sangat tinggi dan kemungkinan dapat terjadi aliran tercekik dalam lintasan uap. commit to user 3 2 D k b b R e e m

3. Batas

pada renda

2.2.7. Kara

Pada Dobson, R konfigurasi Gambar Pada berupa uda berupa uda Gambar 2. Gam R-134a. Da evaporator exit, T

c,i

merupakan Kondensor daerah kon h akan men akteristik P a pengujian R T. 2006 i sebagai ber

2.12. Konfi a pengujian

ara yang dip ara pada tem .13. Hasil pe mbar 2.9 me alam Gamb hot inlet, merupakan n temperatu r. Batas kon ndensor pip njadikan pe Perpindahan n pipa kalo

6, dengan rikut:

igurasi pengu n tersebut, panaskan se mperatur ru engujian pip Meyer d enunjukkan bar 2.9 ters , T

h,e

meru n temperat ur setelah ko ndensor dida pa kalor seh enumpukan n Panas Pip or yang di fluida ker ujian pipa ka sumber pa edang fluida uangan. a kalor pada dan Dobson, n hasil peng sebut, T

h,i

m pakan temp tur sebelum ondensor co asarkan pad hingga laju uap pada k a Kalor ilakukan ol rja refrige alor Meyer anas yang m a yang men a kondisi tran , 2006. gujian pipa merupakan peratur set m kondens old exit. La da batas pe u pengembu kondensor. leh Meyer, eran R-134 dan Dobson masuk ke e galir pada k nsien selama a kalor deng temperatu telah evapo sor cold i aju aliran m endinginan unan yang

A., dan 4a dengan