Geo-cultural Park

Geo-cultural Park

Geo-Cultural Park terdapat di Kabupaten batuan beku jenis granit.

Keunikan litologi di kawasan ini berupa tersebut merupakan dataran rendah bergelombang batulempung berkerikil yang mengandung struktur

Sarolangun dengan luas kawasan 944 km 2 . Kawasan

dengan karakteristik geologi berupa batuan sedimen dropstone. Batuan ini dianggap sebagai aliran Tersier (65 juta tyl). Kehadiran Kars Bukit Bulan di kawasan ini menandakan daerah tersebut disusun lumpur yang didukung oleh longsoran bawah laut oleh batuan yang terbentuk di dalam laut. Daerah (sub-marine debris), akibat aktivitas glasial, dalam kondisi air dingin. Kejadiannya diduga berlangsung ini pun termasuk ke dalam daerah Sistem Sesar pada tepian (margin) Gondwana Land, saat akhir Besar Sumatra yang memanjang barat laut-tenggara.

Paleozoik, sekitar 250 juta tyl.

Kegiatan sesar besar tersebut menghasilkan

Pemandu geowisata sedang menjelaskan Fenomena geologi pembentukan Fosil Kayu kepada peserta Geowisata. Foto: Ronald Agusta.

keragaman geologi yang berpotensi menjadi objek

Situs-situs geologi unik di Gondwana Park sudah geowisata, seperti Sungai Batang Asai, Goa Bukit dilindungi melalui penetapan Pegunungan Tigapuluh

Bulan, Tebing Alam Sialang, Mata Air Asin, dan Bukit sebagai taman nasional. Di kawasan ini juga terdapat Garam Candi Ulu Nago.

masyarakat Suku Talang Mamak yang menempati sebagian besar hutan Sumatra Tengah. Mereka hidup

Park Sarolangun, dan Gondwana Park Pegunungan dan Gothan (1935). Fosil berumur Jura atau 300

Sebagai pendukung Geo-Cultural Park, di

Tigapuluh.

juta tahun yang lalu (tyl) ini tersingkap sangat

kawasan ini terdapat culture conservation berskala

baik di sepanjang Sungai Merangin di dalam

dunia, yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).

Paleobotani Park Merangin

Formasi Mengkarang. Kehadiran fosil Flora Jambi

Keberadaan TNBD dalam Taman Bumi Merangin

Paleobotani Park Merangin ada di Kabupaten

2 menunjukkan bahwa Formasi Mengkarang adalah

merupakan pelaksanaan dari pemanfaatan kawasan

Merangin dengan luas kawasan 1.551 km .

endapan dataran aluvium yang sangat dipengaruhi

konservasi untuk meningkatkan kesejahteraan

Kawasan ini terbagi ke dalam dua zona konservasi, aktivitas gunung api saat itu.

masyarakat sekitar sesuai pola ruang wilayah

yaitu geoconservation dan bioconservation. Geoconservation menempati dua blok, yaitu kawasan

Kabupaten Sarolangun.

Highland Park Kerinci

“Jambi Flora” yang berada di Desa Air Batu hingga

Highland Park Kerinci yang terdapat di Kabupaten

Namun, kegiatan geowisata di Geo-Cultural

Desa Biuku Tanjung dan kawasan Kars Sengayau Kerinci memiliki luas sebesar 944 km 2 . Kawasan ini

Park belum begitu berkembang. Para wisatawan

yang berada di Sungai Penuh. Sementara kawasan merupakan derah Dataran Tinggi Jambi dengan

yang selama ini banyak mengunjungi TNBD lebih

bioconservation menempati hutan lindung dan hutan

karakteristik geologi berupa daerah vulkanik dan

terfokus kepada fenomena “Orang Rimba” atau Suku

adat di Kabupaten Merangin. Salah satunya adalah tektonik yang dipengaruhi sistem Sesar Besar Sumatra

Kubu. Banyak pula yang tujuan kunjungannya untuk

Hutan Adat Guguk yang terletak di Desa Guguk yang memanjang barat laut-tenggara.

berkemah di dalam hutan. Sementara pengenalan

Kecamatan Renahpembarap.

terhadap objek keragaman dan warisan geologi

Keberadaan Gunung Kerinci dan Danau Kaldera

belum berkembang, dan geowisata belum menjadi

Hutan Adat Guguk, luas 690 ha, dikelola oleh Gunung Tujuh menandakan daerah tersebut

tujuan utama. Ke depan, setelah ditetapkan sebagai

Kelompok Pengelola Hutan Adat Guguk. Kelompok berkarakteristik gunung api. Karakteristik ini lebih

Taman Bumi Dunia Merangin, objek geowisata ini

ini merupakan wadah masyarakat desa yang dibuktikan lagi dengan hadirnya fenomena panas

harus menjadi salah satu tujuan utama. Untuk itu,

melestarikan hutan. Upaya yang dilakukan adalah bumi dan mata air panas. Sementara karakter

diperlukan perencanaan yang matang dan terinci.

memfasilitasi masyarakat kawasan hutan dan tektoniknya tampak dari terbentuknya Graben Kerinci, membantu upaya pemerintah untuk mendorong Gondwana Park berupa Danau Rawa Bento dan Danau Kerinci.

terciptanya Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Gondwana Park yang berada di Pegunungan

(PHBM) yang berkelanjutan.

Oleh karena proses geologi yang berlangsung

Tigapuluh, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Konservasi hutan di sekitar Sungai Merangin, yang terjaga berkat

sejak ratusan juta tahun lalu itu, kawasan Highland

menyendiri di daerah dataran rendah Sumatra bagian

kearifan masyarakat hutan Guguk. Foto: Ronald Agusta

Keunikan geologi Paleobotani Park Merangin

Park Kerinci memiliki keragaman geologi yang sangat

timur. Pegunungan yang sejajar sumbu panjang

adalah keberadaan fosil Flora Jambi. Fosil yang lengkap. Keragaman tersebut meliputi keragaman

Pulau Sumatra ini lokasi tertingginya mencapai 734

mula-mula ditemukan Tobler (1922) dan disebutnya pegunungan dan gunung api, keragaman danau

meter. Taman Bumi Merangin hanya mencakup

sebagai “Porfiertuff” ini mulai diteliti oleh Jongmans tektonik-vulkanik, keragaman bentang alam sungai

dalam kelompok kecil di dalam hutan, berpendidikan dan tampak seperti umumnya orang Melayu.

Kegiatan geowisata di Gondwana Park juga belum dikembangkan. Kunjungan wisata masih tertuju pada ekowisata di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Oleh karena itu, setelah menjadi taman bumi dunia nanti, objek-objek geowisata harus mulai dipromosikan melalui berbagai media sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung.

Potensi Ekonomi Kreatif

Di beberapa desa di kawasan Merangin-Jambi saat ini telah tumbuh lembaga masyarakat yang turut serta mendukung pengembangan kawasan ini sebagai taman bumi. Salah satu contoh yang menarik adalah lembaga atau organisasi bernama “Hampa”. Lembaga yang pusat kegiatannya berada pada Geoarea Paleobotani Park Merangin ini persisnya lahir

dari inisiatif masyarakat Desa Air Batu, Kecamatan Ranah Pembarap. Lembaga ini memiliki lima seksi atau bagian.

Pertama, seksi arung jeram. Seksi ini memiliki kegiatan rutin berupa pemanduan wisatawan dan melakukan pengontrolan geosite warisan geologi. Seksi ini sudah mendapatkan nilai ekonomi yang lumayan, melalui kegiatan memandu, karena kegiatan ini menjadi kegemaran wisatawan yang berkunjung ke warisan geologi di Batang Merangin.. Lembaga ini pun menyelenggarakan acara spektakuler, berupa Kejuaraan Nasional Arung Jeram pada tahun 2013.

Kedua, seksi pengembangan Seni dan Budaya. Seksi ini berhasil mengangkat kembali tarian tradisional setelah hampir 200 tahun tidak pernah ditampilkan di depan umum. Penampilan pertama tarian tersebut, yaitu pada saat kunjungan Mohd. Shafeea Leman sebagai perwakilan GGN dalam

rangka memberikan advisory menjelang pengusulan Geopark Merangin sebagai anggota GGN.

Ketiga, seksi hubungan masyarakat dan kepemudaan. Seksi ini bertugas menyosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengembangkan Geopark Merangin. Hal positif lainnya yang berhasil dilakukan “Hampa” adalah rekonsiliasi perselisihan antar pemuda dari dua desa, yang sudah bertahun-tahun tidak dapat diselesaikan, kini kembali damai.

Keempat, seksi pengembangan ekonomi kreatif. Bagian ini bergiat mengembangkan potensi ekonomi desa, seperti pengembangan homestay, rumah makan, produksi obat-obatan tradisional berupa minyak kepayang, dan pembuatan lempo duren.

Dari gambaran kegiatan lembaga “Hampa” yang tumbuh dari bawah (bottom up) itu, tampak bibit

ekonomi kreatif sudah mulai tumbuh di taman bumi Merangin. Demikian pula, taman bumi memberikan ruang untuk tumbuh-kembangnya sosial budaya.

Memang kesuksesan Geopark Merangin akan sangat bergantung kepada kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk membangun lembaga yang kuat dan mengakar di bawah, seperti yang direkomendasikan GGN, UNESCO. Untuk itu, lembaga ini harus melakukan koordinasi internal antar sektor pembangunan, pemerintah-pemerintah daerah, dan semua pihak yang berkepentingan seperti masyarakat setempat, dunia wisata, dan perguruan tinggi di Provinsi Jambi. Dengan cara itu, sinkronisasi dan upaya saling mendukung dalam hal penggunaan sumber daya akan semakin meningkat dan manfaat kehadiran geopark semakin dirasakan oleh semua pihak. Segi-segi lainnya selain unsur geologi (geodiversity, geoheritage), seperti pendidikan dan seni budaya, juga perlu ebih digali untuk lebih meningkatkan daya tarik geopark.

Lembaga ini juga harus meningkatkan koordinasi ke luar (eksternal). Kegiatan dalam hal ini antara lain berupa kordinasi dan kerja sama dengan jejaring taman bumi lainnya, baik di Indonesia, maupun dunia; dengan lembaga terkait di pemerintah pusat, perguruan tinggi, LSM, komunitas dan lembaga wisata sebagai langkah meningkatkan promosi dan kunjungan wisatawan. Hal ini dapat dikembangkan melalui pengembangan warisan geologi (geoheritage) komponen pendidikan (galeri atau museum, jalur-jalur geotrek untuk pendidikan, papan-papan interpretasi geosite yang baru, dll), serta peningkatan industri kreatif untuk memperluas dampak positif dari kehadiran geopark. Mengunjungi contoh taman bumi dunia yang berkembang baik juga dapat dilakukan dengan tujuan benar-benar untuk mengambil manfaat peningkatan pengelolaan taman bumi serta dampaknya dalam ketahanan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.

Dengan semua upaya yang telah disampaikan di atas, Taman Bumi Merangin diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru. Karema multiplier effect-nya yang luas, pada gilirannya kehadiran geopark juga dapat menumbuhkan nilai ekonomi masyarakat setempat serta mempertinggi pertumbuhan ekonomi daerah provinsi maupun nasional. Selain itu, dan ini yang jauh lebih penting, dengan adanya taman bumi di Merangin, maka diharapkan lingkungan yang berkelanjutan tetap dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan, serta ketahanan budaya sosial masyarakat setempat semakin bertambah kuat. n

Penulis adalah Penyelidik Bumi Utama di Badan Geologi, KESDM

Batu Gajah, batu granit berumur Jura, yang menurut penduduk setempat menyerupai gajah.

Profil

Adjat Sudradjat

Tinggi Gunung Selaksa Karya

Lahir dan tumbuh di dataran tinggi Priangan, bentang alam yang dikitari gunung-gunung api yang elok sekaligus menggentarkan, Adjat Sudradjat telah membuktikan kesanggupan, daya tahan, dan keuletan menempuh perjalanan hidup dan karier hingga ke titik-titik puncaknya. Sebagai pendidik, ia mencapai kedudukan guru besar. Dalam administrasi pemerintahan, ia pernah memegang jabatan direktur jenderal (dirjen). Sebagai ilmuwan, ia menguasai seni menggali dan menyampaikan pengetahuan kepada khalayak, baik akademis maupun umum, terutama melalui berbagai karya tulis.

Foto: Deni Sugandi

T pula bernuansa sastra. Di tangannya, fakta dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung (ITB).

ulisan-tulisan guru besar emeritus Fakultas

Adjat menempuh pendidikan dasar dan

Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ini menengah di tanah kelahirannya. Pada 1960, ia tidak melulu bernuansa akademis melainkan memasuki Bagian Teknik Geologi, Departemen

pengalaman tidak jarang dituangkan ke dalam Semasa kuliah, Adjat sempat menjabat sebagai ketua wadah cerita tempat imajinasi turut memungkinkan Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi ITB GEA (1962 pengetahuan menjadi lebih hidup, lebih nyata, lebih sampai 1964) dan Senat Mahasiswa ITB. membekas di benak pembaca. Dengan kata lain,

Sejak kuliah pula, ia mulai meniti karier. Mula-mula

pada sosok dan karya Profesor Adjat terlihat sebentuk

pada tahun 1962, ia menjadi asisten dosen di ITB dan

persenyawaan antara ahli geologi, pendidik, dan penulis yang baik.

Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) untuk memberikan mata kuliah Geomorfologi dan Potret

Semua itu, agaknya, bermula di kaki gunung Udara. Kemudian sejak Januari 1963, ia mulai bekerja api, gejala alam yang menjadi salah satu bidang di Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan, keahliannya yang utama.

yang memberinya beasiswa ikatan dinas.

Dari Kaki Galunggung ke Jakarta

Gelar sarjananya diraih dengan predikat cum

Menjadi

Adjat lahir di kaki Gunung Galunggung, laude pada bulan Mei 1965. Setelah menyelesaikan

narasumber pada

Tasikmalaya, pada 14 Januari 1942. Ayahnya, H. ekskursi di dasar

studinya, Adjat mengikuti pelbagai kegiatan seperti

Ahdi Sumartadipura, berasal dari Tasikmalaya dan pemetaan geologi tata lingkungan Jakarta dan

kawah Gunung

ibunya berasal dari Rangkasbitung, Banten. Ahdi sekitarnya yang menghasilkan Peta Geologi Tata

Galunggung. Foto:

bekerja sebagai mantri guru yang tempat tugasnya Lingkungan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi berskala berpindah-pindah dari satu ke lain desa di sekitar 1:100.000, ekspedisi Baruna II yang menjelajahi

Oman Abdurahman.

Hasil penelitiannya dia tuangkan dalam disertasi sebagai sekretaris IAGI kemudian terpilih sebagai daerah yang dulu dikenal sebagai “Sukapura” itu.

perairan Indonesia timur, Maluku (1967), Ertsberg-

berjudul “Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh dalam ketua umum untuk dua periode (1979-1981). Ia juga

Irian Jaya (1967-68), memetakan bahan semen di

Penyelidikan Geologi Lembah Palu, Sulawesi Tengah” menjadi anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan

Cibinong (1968), Pulau Sumbawa (1972), Kalimantan Tengah (1974-76), Sulawesi Tengah (1976-78), dan

Sidang terbuka Senat ITB untuk mempertahankan Indonesia (Perhapi), Ikatan Surveyor Indonesia (ISI),

pelbagai daerah lainnya.

disertasi itu dilaksanakan pada 2 Oktober 1982 Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dan Masyarakat di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Jalan Surapati 1, Penginderaan Jauh Indonesia.

Adjat melanjutkan studinya di bidang survei udara

Bandung. Hasilnya, Adjat lulus meraih gelar doktor

di International Institute for Aerial Surveys and Earth

dengan yudisium sangat memuaskan (cum laude).

Ia pun tercatat sebagai anggota American

Sciences di Delft, Belanda, pada 1969-1971. Dari

Association of Photogramametric Engineering,

lembaga itu, Adjat memperoleh gelar diploma dalam

Pada 1988, Adjat diangkat menjadi Sekretaris anggota National Geographic Society, Komite Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral (GSDM).

bidang Photo-interpretation for Geology dan ijazah

Eksekutif dari International Association of Volcanology

Setelah itu, ia menjabat sebagai Dirjen GSDM (1989-

Master of Science in Photogeology. Selanjutnya, ia

and Chemistry of the Earth Interior (IVCEI) dan

mengikuti berbagai kursus penginderaan jauh, di

1997) dan Dirjen Pertambangan Umum (1997-98). beberapa organisasi lainnya. Ia pun terpilih menjadi

antaranya di Bakosurtanal, Universitas Filipina, dan

Selain itu, Adjat pernah menjadi Staf Ahli Menteri ketua panitia pengarah Organisasi Antar Pemerintah

di Earth Resources Observation System Data Center,

Bidang Energi dan Komisaris Utama di PT Aneka untuk Prospeksi Bersama di Lepas Pantai Asia Pasifik. Tambang dan PT Tambang Batubara Bukit Asam, dan

Sioux Falls, South Dakota, Amerika Serikat.

anggota Dewan Riset Nasional (sejak 1993).

Ia mendapat lebih dari 80 tanda penghargaan. Di

Setelah menjabat sebagai Kepala Seksi Geologi

antaranya dari Circum Pacific Council for Energy and

Potret, Adjat kemudian menjadi Kepala Sub-Direktorat

Di bidang pendidikan, Adjat pernah menjadi Mineral Resources, Kadin, Ikatan Alumni Lemhanas, dosen luar biasa di ITB, jurusan geologi Unpad,

Vulkanologi (1976). Dan dengan terbitnya Keppres

BPPT, Fakultas Geografi Gadjah Mada, Universitas

Fakultas Pertanian Unpad, Universitas Trisakti,

No. 15 Tahun 1978, Direktorat Geologi dikembangkan

Trisakti dan Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi

menjadi empat unit, yaitu Direktorat Sumberdaya

Fakultas Geografi Gadjah Mada, AGP, dan Akademi GEA-ITB. Juga, ia memperoleh lebih dari 15 sertifikat

Mineral, Direktorat Geologi Tata Lingkungan,

Kehutanan Jawa Barat. Mata kuliah yang diberikannya

dan diploma latihan di dalam dan luar negeri.

Direktorat Vulkanologi, dan Pusat Penelitian dan

adalah geologi, penginderaan jauh, dan vulkanologi.

Pada 17 Agustus 1991 Adjat memperoleh

Pengembangan Geologi. Keempatnya berada di

Di luar negeri, Adjat pernah menjadi dosen tamu. Ia

penghargaan Tanda Kehormatan Satyalencana

bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pertambangan

pernah mengajar di Universitas Kebangsaan Malaysia Wirakarya dari Presiden Republik Indonesia atas

Umum. Dalam pemekaran tersebut, Adjat menjadi

(1976), Universiteit Utrecht (Belanda), Durham jasa-jasanya meningkatkan pemantauan gunung api

direktur pertama Direktorat Vulkanologi.

University (Inggris), Universitas Tokyo (Jepang), dan untuk menekan ancaman bahaya letusan gunung International Institute for Geo-Information Science

Di sela-sela kesibukannya sebagai Direktur

api. Pada 17 Agustus 1995, Adjat memperoleh

and Earth Observation (ITC), Enschede (Belanda).

Vulkanologi (kini: PVMBG, Badan Geologi) dan

penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa

dihadapkan pada Gunung Galunggung yang saat

Sejak tahun 1997, Adjat diangkat sebagai guru besar

Utama dari Presiden Republik Indonesia sebagai

itu sedang krisis, Adjat dapat menyelesaikan studi

di Universitas Padjadjaran (Unpad) yang dijadikan penghargaan atas jasa-jasanya yang besar terhadap

Foto ini diambil oleh Mohamad Khamid di puncak Ertsberg pada 20

Februari 1968. Adjat Sudradjat tampak duduk. Di belakang sebelah kiri adalah Dr Amrisar Kaharuddin (sekarang bermukim di Amerika

doktoralnya pada 1982. Dalam Pendidikan Program

tempat menyebarkan ilmu kebumiannya sejak 1965.

negara dan bangsa Indonesia. Bersamaan dengan

Serikat) dan sebelah kanan adalah Dr Willyarto Wibisono dokter ahli

Doktor di ITB sejak 1976 itu, ia meneliti hubungan

Dalam organisasi profesi, Adjat adalah anggota itu, Menteri Pertambangan dan Energi memberian

penerbangan ruang angkasa (dulu berdinas di Angkatan Udara dan

penginderaan jauh dengan teori lempeng tektonik.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Ia menjabat Penghargaan Dharma Karya atas karya dan jasa-jasa

pernah menjadi dokter pribadi KSAU).

Adjat di bidang pertambangan dan energi.

Sungai Rungan yang melintas sampai Palangkaraya. selama 25 tahun. Dengan status pengerjaannya Dari Banjarmasin lewat parit atau anjir, terus ke pada Pelita I baru selesai 6%, Pelita II: 22%, Pletia III: hulu sampai ke Palangkaraya aliran sungai tidak ada 41%, Pelita IV: 66%, Pelita V: 96% dan Oktober 1995 jeram. Namun, dari Palangkaraya ke hulu hingga seluruhnya selesai. Setiap lembar petanya mencakup ke perbatasan Kalimantan Barat, terus-menerus luas 165 x 110 kilometer persegi (1:250.000) dan dijumpai jeram yang panjangnya 3-4 kilometer.

55 x 55 kilometer persegi (1:100.000). Seluruhnya Untuk memetakan daerah di sana, Adjat peta itu berjumlah 239 lembar, yang terdiri dari skala 1:100.000 yaitu untuk Pulau Jawa sebanyak 58 peta dan kawan-kawan menyewa perahu penduduk, dan untuk pulau lainnya dengan skala 1:250.000

yang disebut tingting. Di sana ia kadang-kadang sebanyak 181 peta. menyaksikan perahunya naik ke pundak orang yang mengemudikannya, karena harus melalui jeram yang

Penyelesaian peta seluruh Indonesia ini agak tinggi. “Kita harus turun dari perahu, kemudian merupakan kerja keras dan pengorbanan para ahli loncat-loncat melalui bebatuan, dan perahunya geologi baik yang berada di lingkungan Departemen dipundak, dan kemudian didorongkan lagi ke sungai,

Pertambangan dan Energi (Kementerian Energi dan

begitu seterusnya,” ujar Adjat.

Sumber Daya Mineral sekarang), di perguruan tinggi,

Adjat sedang menunjukkan hasil penyelesaian peta seluruh Indonesia

maupun di lingkungan industri pertambangan.

Selain itu, selama di sana, Adjat dan kawan-kawan

kepada Presiden Soeharto di Istana

Hasil kompilasi peta itu dipresentasikan oleh Adjat

Negara, 9 Januari 1996.

hanya berkemah. Kalau kebetulan sedang senggang, Sudradjat selaku Dirjen GSDM di Istana Negara di kadang-kadang ikut menginap di rumah panjang hadapan Presiden Soeharto dan para menteri, pada masyarakat Dayak, rumah Betang. Namun, ia tak

9 Januari 1996.

Selain itu, Adjat mendapat penghargaan Satya

Di Sumbawa, Adjat dan kawan-kawan

terlalu betah diam di situ. Ia lebih memilih berkemah.

Karya Bhakti Kelas I dari Rektor Universitas Padjadjaran

Pada waktu itu, Soeharto melakukan dan penghargaan dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia

mengandalkan kuda sebagai sarana transportasi

Biasanya setelah menelusuri sungai hingga sore hari

sekitar jam 3 hingga 4, perjalanan dihentikan dan penandatanganan prasasti. Kemudian Menteri (IAGI) atas kepeloporannya di bidang vulkanologi.

ke hutan-hutan. Perjalanannya menerobos hutan

lindung yang dikelola Departemen Kehutanan. Dia

kemudian memasang flying camp.

Pertambangan dan Energi pada waktu itu, I.B.

Ikut Memetakan Bumi

melintasi hutan lebat, dari Taliwang di Pantai Barat,

Bukannya menginap di rumah betang, Adjat dan Sudjana menyerahkan seluruh peta geologi Republik Indonesia kepada Presiden Soeharto. Saat itu

Kegiatan pemetaan sebagai informasi dasar bagi Soeharto mengemukakan bahwa peta tersebut tidak

melintasi Batu Hijau yang kini menjadi pertambangan

kawan-kawan lebih memilih berkemah di sekitar

besar, sampai ke Lunyuk, tempat transmigrasi. Dari

bekas ladang temporer, karena bila berkemah di

pembangunan di Indonesia terhitung baru. Saat situ, Adjat dan kawan-kawan balik arah ke utara

dekat sungai berisiko terkena banjir yang meluap

Belanda meninggalkan Indonesia, pemetaan geologi

sampai ke Sumbawa Besar. Perjalanannya sendiri

dari sungai. “Kalau ada dangaunya, kita bikin kemah

baru selesai 4,5 persen. Selama penjajahan Jepang berlangsung sekitar lima hari lima malam.

di dalam dangau. Tapi di sana kita harus hati-hati

dan setelah kemerdekaan sampai tahun 1968 angka

karena bisa jadi ada kalajengking atau binatang lain.

itu tidak berubah. Bahkan, 94,5 persen daerah yang

Namun, dari perjalan di Sumbawa itu ada yang

Jadi, lebih baik di luar sekalian,” kata Adjat.

belum terpetakan di Indonesia dianggap merupakan

membuatnya sedih. “Suatu ketika saya pernah

daerah yang baru diketahui geologinya secara terkejut bahkan menangis karena ada kuda yang

Sementara itu, waktu yang tersedia untuk

regional dan daerah terra incognita (tanah yang tidak

melahirkan di perjalanan. Saat itu saya tidak tahu

menuliskan laporan perjalanan dan pengamatan di

dikenal). Pada awal kemerdekaan sampai dengan bahwa ada kuda yang sedang mengandung.

lapangan biasanya hanya antara jam 16.00 hingga

tahun 1968, karena keterbatasan tenaga dan sarana,

Pemiliknya barangkali juga tidak tahu. Barangkali

18.00. Pagi-pagi rombongan harus sudah berangkat

tidak banyak dilakukan kegiatan pemetaan dan karena kecil mengandungnya, sehingga tidak

lagi.

penyelidikan geologi.

kelihatan. Dan perjalanannya terlalu lama. Habis

Selama pemetaan di Kalimantan, Adjat dan

Memasuki tahun 1969, semua kegiatan turun dari Batu Hijau, rupanya kuda itu meregang

kawan-kawan harus berhadapan dengan “si

pemetaan, penyelidikan dan penelitian di terlalu kuat saat harus turun. Kuda itu akhirnya

penghisap darah”, pacet atau lintah, yang betah

bidang geologi diselenggarakan dengan sistem melahirkan ketika berjalan dan anaknya langsung

tinggal di jatuhan daun-daun. Selain lintah, ada juga

pembangunan lima tahunan (PELITA). Kebijakan mati. Ya, mungkin terlalu capai membawa beban. Itu

ancaman malaria yang sering berbuntut panjang.

pemerintah pada waktu itu didasari oleh GBHN, kira-kira jam delapan malam, ketika kita sudah mau

Saat di Kalimanyan itupun Adjat sudah melihat ada

yang pada intinya menghendaki adanya percepatan mencapai tempat yang rendah,” kenang Adjat.

sedikit-sedikit orang yang melakukan pembalakan

pembangunan di segala bidang. Pada tahun itu

Kesan kedua ada yang lucu. Katanya, “Dulu

hutan. Namun, belum pembalakan itu belum

pula, kegiatan pemetaan bersistem di bidang geologi

penerbangan ke Sumbawa itu adalah ‘Zamrud’,

termasuk penebangan yang habis-habisan.

MENCARI EMAS DI KALIMANTAN. Sungai merupakan urat nadi menuju

dimulai Indonesia.

Penjelajahannya di Sumbawa menghasilkan ke pedalaman Kalimantan. Satu-satunya cara melewati jeram adalah Dalam kegiatan monumental itu, Adjat ikut Dakota. Suatu ketika ada pesawat yang meleset,

yaitu bekas pesawat Angkatan Udara, berjenis

dengan mengangkat perahu. Dalam gambar tampak suasana yang

Peta Geologi Tinjau Pulau Sumbawa 1:250.000,

terlibat. Pertama-tama, ia terlibat sebagai anggota keluar landasan. Semua orang yang ada di dalam

menegangkan ketika rombongan pemetaan geologi sedang melintasi

sedangkan di Kalimantan Tengah menghasilkan Peta

salah satu jeram di Sungai Rungan, Kalimantan Tengah. Selain Adjat

tim pelaksanaan pemetaan geologi bersistem. pesawat itu tidak berdaya. Yang lucunya, karena di

Geologi Lembar Tewah dan Purukcahu dengan skala

Sudradjat sebagai Ketua Tim, ikut pula mahasiswa antara lain Nana

Dia ikut memetakan daerah Pulau Sumbawa dan Sulaksana (sekarang Dr. Ir. Nana Sulaksana, Ketua Program S-3 Geologi yang sama.

sana banyak kuda, pesawat itu ditarik oleh tiga atau

Kalimantan Tengah antara 1967-1976. Di balik empat kuda.”

Unpad) dan Bagus Setiardja (Ir. Bagus Setiardja, SH MH, mantan Direktur

Pemetaan geologi bersistem dapat diselesaikan

Utama Pertamina Hulu). Produk yang dihasilkan berupa Peta Geologi

pemetaan tersebut tersembul pengalaman yang Ketika melakukan pemetaan di Kalimantan Tengah Lembar Tewah, 1:250.000, peta pertama sistematik di Kalimantan.

seluruhnya pada tahun 1995. Peta yang mencakup

menantang, menggembirakan, membuatnya lucu, antara 1973-1976, Adjat merasa tertantang. Di sana, dan juga sedih. Lukisan dan teks: Adjat Sudradjat, kanvas, cat minyak, 90 x 60 cm. wilayah seluas 5,2 juta kilometer itu diselesaikan

pemataan tidak dapat dilakukan kecuali melalui pemataan tidak dapat dilakukan kecuali melalui

Hal ini misalnya terlihat pada tahun 1980, tangguh dan tanggap terhadap potensi kebumian di Direktorat Vulkanologi meminta bantuan dari Indonesia.

Asian Development Bank (ADB) untuk memperkuat kapasitas kelembagaannya. Pada tahun 1985, ahli

gunung api dari United States Geological Survey (2013) pun mengakuinya. Saat lelaki yang akrab (USGS) dikontrak untuk membantu Indonesia

Seperti Wimpy, ahli gunung api A.D. Wirakusumah

disapa Ade itu masuk ke Direktorat Vulkanologi pada mengembangkan teknologi monitoring gunung api 1980, Adjat menggagas kebijakan bagi sarjana baru sebagai realisasi dari program bantuan dari ADB. yang masuk ke Direktorat Vulkanologi. Para pegawai Ilmuwan kebumian dari Prancis juga ikut pula terlibat baru itu, khususnya sarjana geologi, ditempatkan dalam proyek tersebut. Sub Direktorat Pemetaan Gunung Api, khususnya Seksi Pemetaan Geologi Gunung Api.

Hasilnya, kata Adjat, “Berbagai macam peralatan untuk memonitor gunung api di Indonesia menjadi

Adjat sedang menunjukkan

Kata Ade, “Pemetaan geologi gunung api tersedia. Dengan bantuan keuangan dari ADB itu,

hasil penyelesaian peta seluruh

merupakan dasar dari kegunungapian. Bila pegawai

penyelidikan gunung api di Indonesia, khususnya

Indonesia kepada Presiden

baru sudah paham mengenai hal ini dan dapat monitoring gunung api, jadi mengikuti standar

Soeharto di Istana Negara, 9

Januari 1996.

menghasilkan penerbitan 2-3 peta geologi gunung internasional.” api, si pegawai bisa saja pindah ke sub-direktorat lain di lingkungan Direktorat Vulkanologi, seperti ke

Selain itu, dengan Program Pinjaman ADB, perlu dirahasiakan, bahkan kalau mungkin dijual, krisis, Adjat menerapkan prinsip satu komando. Hal Pengamatan Gunung Api, analisa gunung api, dan sehingga kekayaan alam yang dikandung Indonesia tersedia pula kesempatan untuk mengembangkan ini diakuinya, “Kalau di Vulkanologi saya bisa keras.

sumber daya manusia ahli gunung api Indonesia. diketahui secara luas.

Hal tersebut dilakukan mengingat kepentingan

panas bumi atau terus menetap di pemetaan gunung

Saat itu ada 15 ahli gunung api muda yang diberi Saat peresmian peta itu, perasaan Adjat

rakyat. Kalau semua orang bicara, rakyat bingung.

api juga bisa.”

kesempatan untuk melanjutkan studi kegunungapian

bercampur baur. Rasa sedih, senang, bangga Selain itu, pada masa Adjat menjabat di ke jenjang pascasarjana di Victoria University, Selandia

Kalau orang vulkanologi mau bicara, kita bicara

bercampur aduk. Katanya, “Sedihnya itu kok saya bisa Vulkanologi terjadi kemajuan luar biasa di bidang Baru. Untuk studi doktoral tersedia pula kesempatan

internal saja. Jadi, saya sediakan forum. Boleh

melewati satu stage yang bisa mengumpulkan semua teknologi penyelidikan gunung api. Hal ini berkaitan studi gunung api di Jepang dan Prancis.

berdebat apa saja. Tapi suara yang ke luar untuk

konsumsi publik, haruslah satu. Kalau keputusannya

orang, sehingga bisa sepakat dan mau dipaparkan.

dengan perubahan revolusioner di dunia kebumian

Dalam masa kepemimpinannya juga, Adjat Saat itu ada ratusan lembar peta yang dikerjakan oleh

harus mengungsi, semua perintah haruslah tentang

pada tahun 1960-an. Akibat perubahan tersebut,

menggencarkan publikasi kegunungapian. Sejak banyak orang yang latar pendidikannya berbeda-

keharusan mengungsi.”

aplikasi teknologi baru dalam monitoring gunung

tahun 1979, Buletin Vulkanologi dihidupkan lagi beda dan punya cara berbeda-beda, sehingga bisa

api di Indonesia sangat signifikan terasa pada tahun penerbitannya yang mati suri sejak 1961. Laporan menyebabkan percekokan yang sangat keras. Di situ,

Saking mengedepankan kepentingan masyarakat,

1985. Karena itu, Adjat mengatakan, “era baru seputar gunung api Indonesia kemudian bermunculan saya merasa seolah-olah meminta orang setengah peta daerah bahaya gunung api. Adjat melarangnya

Adjat pernah memarahi orang yang mau mengubah

dalam penyelidikan gunung api di Indonesia dapat dalam publikasi khusus, Berita Geologi, Jurnal IAGI, dipaksa supaya resonansinya mau disamakan dengan

dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode sebelum Dutch Geological Survey Annual Report, Episode, temannya yang lain. Di situ saya merasa mengurangi

karena peta itu menjadi dokumen semua orang

tahun 1960, antara 1960 – 1979, dan mulai 1979 Nature, Scientific Event Alert Network (SEAN) Bulletin, hak orang, saat peta hasil karya mereka harus komando ini ia timba dari pengalaman yang terjadi

untuk melakukan tindakan-tindakan. Prinsip satu

saat aplikasi teknollogi moderen menjadi demikian Journal of Japan Vulcanological Society, dan lain-lain. disatukan dan diterbitkan.”

di Nigeria. Negara di benua Afrika itu tidak punya ahli

berperan.”

geologi. Ketika ada gunung api yang sedang krisis,

Di sini Adjat membandingkan pembuat peta ahli gunung api yang kebanyakannya orang asing di dengan penulis buku. Menurutnya, pembuat peta sana saling berdebat tidak habis-habisnya, sehingga sama haknya dengan penulis buku. Di dalam hal itu,

rakyat bingung dan gunungnya keburu meletus.

kita sebenarnya tidak boleh ikut bercampur tangan. “Yang harus kita samakan itu ya standar-standarnya

Memang vulkanologi itu harus murni berpihak

saja,” kata Adjat.

pada kepentingan masyarakat. Di sini peran ahli gunung api khususnya, menurut Adjat, harus

Mengakrabi Gunung Api

memberi masyarakat satu arah dan sasaran yang

Pemetaan dengan gunung api sangat terkait. jelas. Kalau tidak demikian, masyarakat akan pecah, Dalam pandangan Adjat, Indonesia merupakan jalan sendiri-sendiri. “Jadi kita selalu menempatkan negara yang paling terancam oleh bahaya gunung satu-dua langkah di depan masyarakat. Kalau kita api. Dengan seratusan lebih gunung api di negeri ini,

hampir terkejar, kita harus melangkah lagi. Itulah

Adjat mengajak kita semua selalu waspada. “Dalam

yang saya coba lakukan. Saya ambil beberapa orang

hal gunung api, dengan mengetahui sifat-sifat dan mengajak ahli gunung api untuk berpikir sebelum gunung api sedikit banyak kita dapat mengetahui masyarakat tahu. Makanya jadi fokus. Kalau tidak bahayanya dan dapat menyusun peta daerah bahaya.

begitu, maka yang terjadi adalah gosip,” katanya.

Dengan memanfaatkan peta daerah bahaya ini,

Selain itu, selama menjabat di Direktorat

maka kita dapat menghindari bahaya gunung api.

Adjat (kedua dari kiri baris depan) sedang menguji seorang kandidat doktor di Universitas Padjadjaran. Foto: Nana Sulaksana.

Vulkanologi, Adjat giat menggembleng para peneliti

Janganlah tinggal di daerah bahaya gunung api.”

muda geologi. Hal ini antara lain diakui oleh Wimpy

Dalam hal manajemen di Vulkanologi dan S. Tjetjep (Dari Gunung Api hingga Otonomi Daerah, penanganan terhadap gunung api yang sedang 2002). Ia mengakui bahwa Direktorat Vulkanologi

Adjat bersama keluarga

Adjat dan rekan sejawat dari Fakultas Teknik Geologi Unpad. Foto: Deni Sugandi.

Majalah populer dan koran pun dijadikan wahana pernah bekerja di Indonesia pada perusahaan minyak mengarungi lautan ke wilayah Timur Indonesia. dengan mengenal alam, membaca isyarat alam, untuk menyebarkan warta seputar kegunungapian Shell itu menulis Structural Geology (1956). Buku

Demikian pula dalam majalah Mangle, Cupumanik, manusia sudah harus waspada terhadap proses alam Indonesia.

yang diidolakan Adjat ini beredar luas, termasuk di

dan Sunda Midan, Adjat sering menulis.

yang akan muncul. Karya ini pun dapat dijadikan

panduan dalam mitigasi dan penanggulangan Dalam kariernya di vulkanologi, Adjat terlibat Inggris yang mudah dipahami, cara penuturannya,

Indonesia. Menurut Adjat, buku ini memakai “bahasa

Tulisannya yang berjudul “Gunung di Tatar Sunda”

bencana.

pada penanganan letusan Gunung Api Dieng (1979), Galunggung (1982), Colo (1983), dan Kelud (1989). dan satu yang paling menonjol, logikanya sangat

yang sebelumnya pernah dimuatkan dalam majalah Sunda Cupumanik edisi Oktober 2009 meraih juara

Hingga sekarang, Adjat yang menikah dengan Dia juga mengunjungi gunung-gunung api di Jepang,

I Hadiah Sastra Lembaga Basa jeung Sastra Sunda Erna Suliantini Agustini dan mempunyai dua putri, Filipina, Amerika Serikat termasuk Hawaii dan Hindia dapat dijumpai di lapangan.”

memikat hati. Contoh dan analisis struktur yang dibeberkan dalam buku teksnya hampir semuanya

yaitu Pikania Dewi dan Pandania Dewi, itu tetap aktif Barat. Secara umum, Adjat sudah mengunjungi

(LBSS) untuk kategori esai 2009.

Selain artikel, terpaut dengan upaya berperan sebagai penyambung “lidah” kebumian. paling tidak 78 gunung api aktif di Indonesia.

Sementara, buku-buku yang ditulis Adjat

mempopulerkan kebumian di ranah budaya Sunda, Ia tetap aktif menulis, bahkan kian produktif. Satu

lumayan banyak, antara lain: Seputar Gunungapi dan

per satu karya tulisnya diterbitkan dalam media

Tak Lelah Menyebarkan Informasi Kebumian

Adjat juga menulis buku berbahasa Sunda. Hingga berbahasa Inggris, Indonesia, dan Sunda, baik Takdir tulisan adalah merekam dan mengawetkan

Gempabumi (tanpa tahun), Ilustrasi Geologi (1997),

kini, ia sudah menulis buku Didodoho Lahar: Lalakon tulisan ilmiah maupun populer. Ia juga tetap aktif ingatan orang atas pengalaman, pikiran, dan (1999). Selain dalam bahasa Indonesia dan Inggris,

dan Teknologi dan Manajemen Sumberdaya Mineral

Galunggung Bitu (2010), dan Wanoh ka Lakuning menyebarkan ilmu geologi di kelas kampus, seminar, perasaannya. Menyadari akan kemampuan tradisi

Jagat (2013). Melalui Didodoho Lahar, Adjat ingin

Adjat juga menulis pula dalam bahasa daerahnya,

menyampaikan mengenai aktivitas gunung berapi, kongres, ceramah, dan sebagainya.

tulis itu, Adjat Sudradjat sudah memulainya sejak Sunda. Di dalam bahasa Sunda, nampak Adjat

dini. Sejak duduk di bangku kelas 3 SMP, ia sudah berupaya untuk lebih mempopulerkan kebumian

Pengalaman Adjat memperlihatkan kearifan memuatkan cerpennya dalam surat kabar Pedoman. ke dalam ranah budaya Sunda atau ikut berupaya

khususnya gunung Galunggung yang disajikan dalam

cerita berbingkai, yakni cerita yang dikemas dalam bahwa manusia dan alam harus harmonis. Dengan Kegiatan menulis cerpen untuk kalangan remaja pun meluaskan fungsi bahasa Sunda. Dengan menulis

cerita. Buku ini layaknya novel, ada tokoh, alur, latar, demikian, kita harus mengetahui keinginan alam. pernah dilakukannya.

tema, pesan, dan amanat. Pembaca dapat mendapat

Bila pun terjadi bencana alam, maka hal tersebut

ilmu yang bermanfaat dengan alur cerita yang harus dianggap sebagai bagian dari kehidupan Hingga kini, ia telah menulis beberapa buku.

ilmu kebumian dalam bahasa Sunda, Adjat ikut andil dalam memperluas fungsi sosial bahasa Sunda yang

tidak membosankan. Karya ini pun dapat dijadikan manusia. Dengan memahami sifat-sifat alam, bahaya Tulisan ilmiahnya sudah mencapai sekitar 100 tulisan. Sementara tulisan populernya yang dimuat sastra dan seni Sunda.

selama ini terkesan hanya berkutat dalam bidang

panduan dalam mitigasi dan penanggulangan bencana alam dapat diperhitungkan dan korbannya bencana.

dapat ditekan sekecil mungkin. Kita harus senantiasa di dalam majalah dan koran dan kadang-kadang

waspada dan selalu mengikuti kaidah-kaidah alam. n menggunakan sandiasma atau nama pena A.S. Sunda dan buku berbahasa Sunda. Di media

Dalam bahasa Sunda, Adjat menulis di majalah

Demikian pula dalam Wanoh ka Lakuning Jagat,

Sumintadipura mencapai sekitar 120 tulisan.

Sunda, Adjat pernah mengumumkan tulisannya di

yang menjadi pusat perhatiannya adalah pengaruh

alam fisik terhadap kehidupan manusia. Di sini Adjat Penulis: Atep Kurnia, T. Bachtiar, dan Hawe Setiawan Untuk ihwal tulis-menulis, Adjat mengidolakan

yang memadukan pandangan seorang ahli geologi Pewawancara: T. Bachtiar, Hawe Setiawan, dan Atep Kurnia buku karya guru besar Geologi Struktur dan Geologi

majalah Baranang Siang yang terbit di Bogor dan

Bandung antara 1964-197. Di majalah itu, dengan

Fotografer: Deni Sugandi

Terapan pada Universitas Kerajaan Leiden, Belanda, menggunakan nama pena, ia pernah menulis

dengan pandangan budaya mengingatkan bahwa

pengalamannya mengikuti Ekspedisi Baruna yang

perilaku alam, seperti gunung meletus, gempa bumi,

Lamoraal Ulbo De Sitter (1902-1980). Dosen yang

dan tsunami; takkan bisa dicegah manusia. Namun,