Akselerasi Penerapan TIK di Tanah Air
Akselerasi Penerapan TIK di Tanah Air
Pertanyaan berikutnya adalah, jika secara mikro telah terdapat sejumlah institusi pendidikan di tanah air yang TIK-‐nya telah maju dan bersedia untuk melakukan kerjasama dalam format “shared services” dan “shared resources”, maka langkah apa yang harus dilakukan untuk mempercepat akselerasi adopsi TIK secara makro atau nasional? Bagi negara sebesar Indonesia, isu yang selalu mengemuka adalah masalah “scalability” dan “sustainability”. Bagaimana agar inisiatif pengembangan TIK ini dapat diduplikasikan dan direplikasikan secara cepat ke seluruh tanah air? Bagaimana agar masing-‐masing institusi pendidikan dapat memelihara TIK yang dimilikinya selama terus-‐menerus dan Pertanyaan berikutnya adalah, jika secara mikro telah terdapat sejumlah institusi pendidikan di tanah air yang TIK-‐nya telah maju dan bersedia untuk melakukan kerjasama dalam format “shared services” dan “shared resources”, maka langkah apa yang harus dilakukan untuk mempercepat akselerasi adopsi TIK secara makro atau nasional? Bagi negara sebesar Indonesia, isu yang selalu mengemuka adalah masalah “scalability” dan “sustainability”. Bagaimana agar inisiatif pengembangan TIK ini dapat diduplikasikan dan direplikasikan secara cepat ke seluruh tanah air? Bagaimana agar masing-‐masing institusi pendidikan dapat memelihara TIK yang dimilikinya selama terus-‐menerus dan
Langkah pertama adalah dengan menggunakan model “multi level marketing”. Sekolah-‐sekolah atau kampus-‐kampus yang telah memiliki TIK canggih, baik yang dibangun sendiri maupun yang dibantu dengan dana dari pemerintah atau hibah luar negeri, membuka dirinya untuk dapat disambungkan ke institusi pendidikan mana saya yang tertarik – baik yang secara fisik berdekatan, maupun yang secara logis memiliki visi dan misi yang selaras. Jika hal ini dilakukan sampai level dua, maka dalam waktu cepat akan terdapat sejumlah komunitas sekolah dan/atau kampus yang memiliki fitur kapabilitas relatif sama dalam bidang aplikasi TIK.
Dalam model ini, institusi pendidikan unggulan menjadi node utama yang berfungsi sebagai Center Of Excellence (COE) dari komunitas “downstreamnya”. Artinya adalah, yang bersangkutan akan menjadi pemimpin atau kepala suku implementasi TIK di komunitas lembaga-‐lembaga yang ada di bawahnya.
Langkah Kedua yang perlu dilakukan adalah dengan menghubungkan keseluruhan node-‐node atau COE-‐COE yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika langkah ini dilaksanakan, maka mendadak seluruh institusi pendidikan di Indonesia telah terhubung secara virtual, sehingga trafik interaksi antar lembaga-‐lembaga pendidikan dapat meningkat secara signifikan. Pada saat inilah maka nilai atau manfaat tertinggi implementasi TIK bagi dunia pendidikan nasional akan terasa. Kedua langkah ini secara langsung menjawan isu “scalability” yang dimaksud.
Langkah terakhir merupakan strategi untuk menjawab tantangan atau isu “sustainability”. Setelah memiliki trafik yang tinggi, akibat banyaknya interaksi dan transaksi antar institusi pendidikan, maka tibalah dilakukan inisiatif kerjasama dengan pihak lain dalam kerangka PPP (Public Private Partnerships). Melalui kerangka PPP ini, bertemu tiga pihak besar yaitu Akademisi, Bisnis, dan Government (baca: ABG). Mereka saling menjalin kesepakatan tertentu, yang tentu saja saling mendatangkan manfaat bagi masing-‐masing pihak, untuk membangun sebuah inisiatif berskala nasional untuk meningkatkan daya saing. Dalam konteks ini, misalnya kerjasama yang bisa dibangun untuk menjamin adanya keberlangsungan pengembangan sistem adalah sebagai berikut:
1. Pihak swasta bekerjasama dengan pemerintah membangun infrastruktur dan fasilitas TIK yang khusus bagi institusi pendidikan di Indonesia
dengan melakukan investasi bersama;
2. Setiap COE dengan kelompok komunitas pendidikan yang telah terbentuk tadi urunan untuk membeli dan membayar produk/jasa yang tersedia
berbasis pemakaian (misalya: per transaksi atau per interaksi atau per bulan) dengan harga yang relatif murah sekali karena adanya “economy of scale” yang dijelaskan sebelumnya;
3. Keseluruhan pembayaran dari sentra-‐sentra COE ini akan dipergunakan untuk membiayai operasional infrastruktur dan fasilitas serta guna
mengembalikan modal investasi yang telah dikeluarkan sebelumnya, disamping tentu saja untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan teknologi terkait;
4. Trafik interaksi yang tinggi akan mendatangkan transaksi bisnis di antara pihak swasta dan institusi pendidikan, yang pajaknya akan menjadi
pemasukan pemerintah untuk selanjutnya diinvestasikan kembali di sektor pendidikan.
Melalui mekanisme di atas diharapkan dapat terjadi akselerasi atau percepatan adopsi TIK di dunia pendidikan di tanah air.