KETERAMPILAN TERAPEUTIK

DAFTAR PUSTAKA

Roland, P. S., Smith, T.L., Schwartz, S.R., Rosenfeld, R.M., Ballachanda, B, Earll, J.M., 2008, Clinical Practice Guideline: Cerumen Impaction, Otolaryngology –Head and Neck Surgery;139: S1-S21

Chang, P, Pedler, K, 2005, Ear examination :A practical guide, Australian Family Physician, 34,

Dance, D, Riley, M, Ludemann, J.P, 2009, Removal Of Ear Canal Foreign Bodies In Children: What Can Go Wrong And When To Refer, BC Med Journal ;51 ; 1 : 20-24

Guest, J.F., Greener, M.J., Robinson, A.C., Smith, A.F., 2004, Impacted Cerumen: Composition, Production, EpidemiologyAnd Management, QJ Med; 97:477 –488doi:10.1093/qjmed/hch082

Heim, S.W., Maughan, K.L., 2007, Foreign Bodies in the Ear, Nose, and Throat, Am Fam Physician;76:1185 – 9.

Holsinger, F.C., Kies, M.S., Weinstock, Y.E., Lewin, J.S., Hajibashi, S., Nolen, D.D., Weber, R., Laccourreye, O., 2008, Examination of the Larynx and Pharynx , N Engl J Med;358:e2.

Kalan, A, Tariq, M, 2000, Foreign Bodies In The Nasal Cavities: A Comprehensive Review Of The Aetiology, Diagnostic Pointers, And Therapeutic Measures; Postgrad Med J; 76: 484 – 487

Kucik, C.J., Clenney, T, 2005, Management of Epistaxis; Am Fam Physician; 71: 305-11, 312.

Pirozzo, S, Papinczak, T, Glasziou, P, 2003, Whispered Voice Test For Screening For Hearing Impairment In Adults And Children: Systematic Review, BMJ ;327:967 – 11.

Roland, P.S., Smith, T.L., Schwartz, S.R., Rosenfeld, R.M., Ballachanda, B, Earll, J.M., 2008, Clinical Practice Guideline: Cerumen Impaction, Otolaryngology –Head and Neck Surgery;139: S1-S21

Rovin, J.D, Rodgers, B.M, 2000, Pediatric Foreign Body Aspiration, Pediatrics in Review ; 21 ; 3: 86-90

DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN PEMERIKSAAN THT UNTUK LULUSAN S1/ DOKTER UMUM (KKI 2006)

Tingkat Kemampuan Keterampilan Pemeriksaan Fisik Telinga, Pendengaran dan Keseimbangan

 Inspeksi aurikula, posisi telinga dan mastoid

1 2 3 4  Memeriksa meatus auditorius eksternus dengan

1 2 3 4 otoskop  Memeriksa membrana timpani dengan otoskop

1 2 3 4  Menggunakan head mirror

1 2 3 4  Menggunakan head light

1 2 3 4  Tes pendengaran menggunakan garpu tala

1 2 3 4 (Weber, Rinne, Schwabach)  Tes pendengaran menggunakan whispering voice

Hidung dan Sinus

 Inspeksi bentuk hidung dan lubang hidung

1 2 3 4  Menilai obstruksi nasal

1 2 3 4  Rinoskopi Anterior

1 2 3 4  Transilluminasi sinus frontalis

Mulut, tenggorokan, wicara, oesophagus, leher

1 2 3 4  Inspeksi tonsil

 Inspeksi bibir dan cavum oris

1 2 3 4  Menilai mobilitas lidah

1 2 3 4  Menilai mobilitas otot-otot dasar lidah (m.

1 2 3 4 hypoglossus)  Palpasi glandula salivarius (submandibularis,

1 2 3 4 parotis)  Inspeksi basis lidah dengan laringoskop

1 2 3 4  Throat swab

1 2 3 4  Menilai suara dan wicara

1 2 3 4  Inspeksi leher

1 2 3 4  Palpasi limfonodi branchial

1 2 3 4  Palpasi kelenjar tiroid

Kemampuan Terapeutik

 Membersihkan meatus auditorius eksternus

1 2 3 4 dengan kapas  Membersihkan serumen dengan hook atau curette

1 2 3 4  Mencuci liang telinga menggunakan syringe

1 2 3 4  Menghentikan perdarahan hidung

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN THT (TELINGA)

Nama Mahasiswa

: ………………………………… Nama Penguji

BOBOT SKOR No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

Melakukan sambung rasa (senyum, salam, memperkenalkan diri,

1 menanyakan identitas pasien)

Melakukan dan melaporkan anamnesis sistem ( the Sacred Seven , 4 pilar

2 anamnesis)

PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Komunikasi efektif dengan penderita dan menjelaskan tujuan dari

3 pemeriksaan THT

4 Menyiapkan penderita 1 5 Menyiapkan alat-alat pemeriksaan THT

1 6 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

PEMERIKSAAN TELINGA

7 Melakukan inspeksi telinga dan melaporkan hasil pemeriksaan 1 8 Melakukan palpasi telinga dan melaporkan hasil pemeriksaan

1 9 Melakukan auskultasi telinga dan melaporkan hasil pemeriksaan

1 10 Memasang spekulum telinga

1 11 Melakukan pemeriksaan dengan otoskop

1 12 Melaporkan hasil pemeriksaan telinga berdasarkan hasil pemeriksaan

1 spekulum telinga dan otoskop 13 Melakukan test penala dan melaporkan interpretasinya

1 14 Mencuci tangan setelah pemeriksaan selesai

1 15 Menyimpulkan hasil pemeriksaan telinga dan dikomunikasikan kepada

1 penderita serta memberikan nasehat sehubungan dengan hasil pemeriksaan telinga

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4 JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Catatan : Untuk penjelasan penilaian aspek profesionalisme, mohon dibaca ketentuan yang ditempel pada meja penguji.

Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100%

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN THT (HIDUNG)

Nama Mahasiswa

: ………………………………… Nama Penguji

BOBOT SKOR No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

Melakukan sambung rasa (senyum, salam, memperkenalkan diri, 1 1 menanyakan identitas pasien)

Melakukan dan melaporkan anamnesis sistem ( the Sacred Seven , 4 pilar 2 2 anamnesis)

PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Komunikasi efektif dengan penderita dan menjelaskan tujuan dari 1 3 pemeriksaan THT

4 Menyiapkan penderita 1 5 Menyiapkan alat-alat pemeriksaan THT

1 6 Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN HIDUNG (RHINOSKOPI ANTERIOR)

7 Melakukan pemeriksaan hidung mulai dari inspeksi dan palpasi. 1 8 Melakukan tamponade anterior dan mengangkat tamponade

1 Melakukan pemeriksaan hidung dengan cara rinoskopi anterior, dengan

1 melaporkan keadaan : - Cuping hidung/ vestibulum nasi

- Bangunan rongga hidung - Meatus nasi inferior 9 - Konka inferior - Meatus nasi medius - Konka medius - Keadaan septum nasi - Terdapat massa/ polip/ tidak - Terdapat benda asing/ tidak 10 Mencuci tangan setelah pemeriksaan selesai

1 11 Menyimpulkan hasil pemeriksaan dan dikomunikasikan kepada penderita

1 serta memberikan nasehat sehubungan dengan hasil pemeriksaan rinoskopi anterior.

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4 JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Catatan : Untuk penjelasan penilaian aspek profesionalisme, mohon dibaca ketentuan yang ditempel pada meja penguji. Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100%

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN THT (OROFARING)

Nama Mahasiswa

: ………………………………… Nama Penguji

BOBOT SKOR No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

Melakukan sambung rasa (senyum, salam, memperkenalkan diri, 1 1 menanyakan identitas pasien)

Melakukan dan melaporkan anamnesis sistem ( the Sacred Seven , 4 pilar 2 2 anamnesis)

PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Komunikasi efektif dengan penderita dan menjelaskan tujuan dari 1 3 pemeriksaan THT

4 Menyiapkan penderita 1 5 Menyiapkan alat-alat pemeriksaan THT

1 6 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

PEMERIKSAAN OROFARING

7 Melakukan pemeriksaan bibir dan rongga mulut dan melaporkan apakah ada 1 kelainan di bibir dan rongga mulut, yaitu : bibir pecah, pecah-pecah di sudut bibir, ulkus, drolling (ngiler), tumor, trismus.

8 Melakukan pemeriksaan tonsil dan melaporkan keadaan tonsil : besarnya; 1 permukaan (halus/ berbenjol-benjol/ ulserasi/ detritus/ pelebaran kripte/ mikroabses); tonsil berlobus-lobus; hiperemis arcus, pembesaran kelenjar 1leher/ tidak.

9 Melakukan pemeriksaan lidah 1 Melakukan inspeksi : - Ada gangguan pengaruh/ tidak - Ada kelainan pada lidah : ulcerasi; tumor, ranula

Melakukan pemeriksaan otot hipoglosus dan melaporkan 10 Melakukan pemeriksaan leher :

1 a. Melakukan inpeksi leher dan melaporkan hasil pemeriksaan b. Melakukan palpasi leher dan melaporkan hasil pemeriksaan :

- Ada benjolan : ukuran massa, konsistensi, single/multipel; nyeri/tidak; tumor mudah digerakkan/ tidak, ada pembesaran limfonodi/tidak (ukuran, single/ multiple, konsistensi, nyeri tekan, fiksasi ke jaringan sekitarnya)

- Thyroid : membesar/ tidak, pembesaran limfonodi/ tidak, ikut bergerak saat menelan/ tidak, disertai serak/ tidak.

11 Melakukan pemeriksaan laringoskopi indirek dan melaporkan hasil 1 pemeriksaan

12 Mencuci tangan setelah pemeriksaan selesai 1 13 Menyimpulkan hasil pemeriksaan orofaring dan dikomunikasikan kepada

1 penderita serta memberikan nasehat sehubungan dengan hasil pemeriksaan laring dan faring.

PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME 0 1 2 3 4 JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi

yang tidak memungkinkan (tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Catatan : Untuk penjelasan penilaian aspek profesionalisme, mohon dibaca ketentuan yang

ditempel pada meja penguji.

Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100%

PEMERIKSAAN MATA

Senyum Indrakila* , Djoko Susianto* , Raharjo Kuntoyo* , Kurnia Rosyida*, Retno Widiati*,

Heru Prasetiyono*, Naziya*, Yusuf*, Dian Ariningrum**

I. Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari keterampilan Pemeriksaan Mata diharapkan mahasiswa mampu :

1. Melakukan anamnesis terhadap pasien dengan keluhan gangguan mata.

2. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan central (visus), dan buta warna.

a. Memeriksa visus.

b. Melakukan koreksi visus.

c. Mendiagnosis berbagai macam kelainan refraksi.

d. Melakukan pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara.

3. Melakukan pmeriksaan lapang pandang

a. Mengetahui batas batas lapang pandang (superior, inferior, nasal, dan temporal)

b. Melakukan pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi.

c. Menyebutkan hasil pemeriksaan lapang pandang.

4. Melakukan pemeriksaan otot ekstra okuler :

a. Menilai kesejajaran pasangan bola mata

b. Menilai ada tidaknya kelainan otot ekstra okuler.

c. Mengetahui inervasi otot ekstra okuler.

5. Melakukan pemeriksaan segmen anterior dan organ aksesorisnya (kelopak mata sampai lensa)

6. Melakukan pemeriksaan refleks fundus:

a. Menilai kejernihan media refrakta.

b. Melihat refleks fundus.

c. Membedakan refleks fundus yang normal dan abnormal.

7. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata :

a. Menilai tekanan bola mata dengan palpasi.

b. Menggunakan tonometer Schiotz.

c. Menilai hasil pemeriksaan Sebelum mempelajari keterampilan pemeriksaan mata, diharapkan mahasiswa telah

belajar tentang :

1. Anatomi mata dan organ aksesorisnya, sistem vaskularisasi dan inervasinya.

2. Fisiologi mata : proses melihat, gerakan bola mata

*Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD dr Moewardi Surakarta; **Laboratorium Keterampilan Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

II. ANAMNESIS PASIEN DENGAN KELUHAN GANGGUAN PADA MATA

Untuk dapat mengumpulkan data-data pasien dilakukan anamnesis :  Data umum : nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan.  Keluhan utama : pasien dengan gangguan pada mata biasanya datang dengan keluhan

seperti : - Mata merah - Mata gatal - Mata berair - Mata nyeri - Belekan - Gangguan penglihatan (buta, penglihatan kabur, penglihatan ganda/dobel) - Benjolan pada mata (timbilan) - Kelilipan

 Data yang harus digali dari keluhan utama : - Pada pasien dengan keluhan gangguan penglihatan ditanyakan apakah gangguan

terjadi saat melihat jauh atau dekat; onset mendadak atau gradual; di seluruh lapang pandang atau hanya sebagian; jika defek lapang pandang hanya sebagian, apakah letaknya sentral, perifer atau hanya pada satu mata. - Pada pasien dengan keluhan skotoma, ditanyakan apakah skotoma bergerak bila bola mata bergerak atau terfiksasi; apakah pasien melihat kilatan-kilatan cahaya. - Adanya gejala sistemik : demam, malaise, sakit kepala. - Jika terdapat diplopia, ditanyakan apakah diplopia horisontal atau vertikal, kedua mata atau salah satu mata, apakah persisten bila salah satu mata ditutup. - Gejala-gejala neurologis : gangguan motorik dan sensorik, gangguan syaraf kranial yang lain.

 Riwayat penyakit dahulu : hipertensi, diabetes melitus, trauma

III. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS) Alat yang digunakan :

- Trial lens - Trial frame - Kartu Snellen

Gambar 1. Trial lens dan trial frame

- Kartu Jaeger atau reading card - Astigmat dial - Kartu Ishihara

- Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m

- Penerangan yang cukup

Cara Pemeriksaan :

- Visus sentralis jauh diperiksa dengan kartu Snellen. - Jarak pemeriksaan 5 meter atau 6 meter.

Gambar 1. Cara menutup mata

Gambar 2. Kartu Snellen, atas tengah : untuk pasien dewasa;

55 kiri & kanan atas dan bawah : untuk pasien anak & buta

huruf)

Gambar 3. Kartu Jaeger untuk pemeriksaan

visus sentralis dekat

- Tutup salah satu mata (sebaiknya mata kiri dulu), untuk memeriksa visus mata kanan. Menutup bisa memakai telapak tangan kiri atau occluder yang diletakkan di depan trial frame mata kiri. - Huruf / angka / gambar / huruf E yang berbeda-beda arah dengan berbagai ukuran, makin ke bawah makin kecil, di pinggir dari tiap baris terdapat angka yang menunjuk jarak yang diperlukan bagi orang normal untuk dapat melihat dengan jelas. (contoh:Bila pemeriksaan pada jarak 5 m, penderita (dengan satu mata) hanya dapat

membaca huruf yang bertanda 10 m, maka visus mata tersebut adalah 5/10). - Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca, maka diperiksa dengan hitungan jari tangan yang berarti visusnya .../60. - Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan goyangan tangan dengan jarak 1 meter, yang berarti visusnya 1/300. - Bila tidak bisa melihat goyangan tangan, digunakan berkas cahaya dengan jarak 1

meter, yang berarti visusnya 1/  - Bila visus kurang dari 5/5 atau 6/6, maka dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris negatif atau positif (lensa sferis negatif dari kecil ke besar, lensa sferis positif dari besar ke kecil).

- Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 5/5 atau 6/6, dilakukan tes pinhole.

- Bila dengan tes pinhole visus membaik (bisa mencapai 5/5 atau 6/6), berarti terdapat kelainan refraksi yang belum terkoreksi, kemungkinan adanya astigmatisme, yang kemudian diperiksa dengan astigmat dial.

- Bila dengan tes pinhole visus tidak membaik kemungkinan terdapat kelainan organik di media refrakta (kornea, bilik mata depan, lensa, vitreous), retina maupun lintasan visual. - Cara pemeriksaan kaca mata silinder : terlebih dahulu diperiksa dengan astigmat dial. - Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling hitam atau tebal, diperiksa dengan

lensa cylindris negatif atau positif dimana axisnya tegak lurus pada garis tersebut, sampai dapat mencapai 5/5 atau 6/6.

- Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya. - Menyebutkan macam refraksinya. - Menulis resep kaca matanya. - Memeriksa visus sentralis dekat dengan kartu Jaeger atau reading card pada jarak ±33 cm. - Bila mengalami kesulitan dalam membaca dekat, kedua mata dikoreksi dengan lensa spheris positif (Presbyop). - Diperiksa tajam penglihatan terhadap warna dengan kartu Ishihara. Pasien diminta

melihat dan menyebutkan berapa angka yang tampak di kartu.

Contoh

Gambar 4. Kartu Ishihara

IV. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG DENGAN TES KONFRONTASI Alat yang digunakan :

- Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang warnanya menyolok (misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah, dsb).

Cara Pemeriksaan :

- Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas. - Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh menekan bola mata. - Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang pandang pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata pasien melihat mata pemeriksa. - Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian digerakan ke central)dari delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa. - Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. - Kemudian diperiksa mata kontralateral. - Menyebutkan hasilnya:

 Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang pandang pemeriksa.  Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang pemeriksa

(sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)

Gambar 5. Pemeriksaan konfrontasi

V. PEMERIKSAAN OTOT EKSTRA OKULER Alat yang digunakan :

- Senter - Jari telunjuk/Ballpen/ pensil

Cara Pemeriksaan :

- Penderita duduk, memandang obyek yang letaknya jauh ( ± 6 m). - Nyalakan senter dari jarak 60 cm, tepat di depan glabela penderita. - Perhatikan refleks sinar tersebut pada kornea, bila simetris berarti pasangan bola mata dalam orbita sejajar (tampak pantulan sinar di tengah pupil,sedikit ke medial). - Kemudian penderita diminta mengikuti gerakan ujung jari pemeriksa, pensil /ballpen yang digerakkan dari central ke perifer ke 6 arah kardinal tanpa menggerakkan kepala (melirik saja). - Diperhatikan gerakan kedua mata, keduanya bebas ke segala arah ataukah ada yang tertinggal. - Khusus untuk melihat gerakan bola mata ke bawah, angkatlah kedua kelopak atas dengan ibu jari dan jari telunjuk. - Untuk tes konvergensi, ujung jari/ senter/ ballpen/ pensil dari jarak ± 45 cm di depan pangkal hidung didekatkan ke arah pangkal hidung hingga jarak 5 cm sampai 8 cm, untuk menilai kekuatan konvergensi.

Gambar 6. Cara menggerakkan obyek

Gambar 7. Enam arah kardinal gerakan bola mata

VI. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR Alat yang digunakan :

- Senter - Magnifying Loupe - Lensa S+10 D - Keratoscope Placido

- Kapas steril

Gambar 8.

- Air dan sabun untuk cuci tangan Keratoscope Placido

Cara Pemeriksaan:

- Penderita duduk berhadapan pemeriksa jarak  60 cm. - Periksa dari luar kedalam mata kanan kemudian kiri, menggunakan loupe dan senter yang terang dan dapat difokuskan dengan baik. - Perhatikan kulit palpebra, adakah edema, hyperemi, haematom, benjolan-benjolan, kulit di atas benjolan terfiksasi atau dapat digerakkan. - Periksa lebar rima palpebra, kanan kiri sama lebar atau tidak, gerakan membuka dan menutup mata, ada yang tertinggal gerak atau tidak. - Palpebra menutupi daerah pupil atau tidak (normalnya menutupi ± 2 mm kornea bagian superior). - Amati silia dan margo palpebra.

- Kemudian palpebra superior dilipat ke arah luar (eversio), diamati warna mukosa, adanya benjolan-benjolan sikatriks, benda asing, bangunan-bangunan folikel, cobble’s stone, dan lain-lain.

Gambar 9. Minta pasien untuk melihat Gambar 10. Eversio palpebra superior. Pergunakan ke atas, pergunakan ibu jari untuk

tongue spatel atau lidi kapas yang diletakkan pada sedikit menekan dan menarik palpebra lipatan palpebra superior. Balik dengan cara menarik bulu inferior ke arah bawah, sehingga

mata ke arah atas, pasien diminta melirik ke arah bawah. sklera dan konjungtiva terpapar.

Untuk mengembalikannya, minta pasien melihat ke arah atas.

- Perhatikan konjungtiva bulbi, warna, oedema, bangunan-bangunan/ penonjolan- penonjolan, pelebaran pembuluh darah, berkelok-kelok atau lurus, ikut pergerakan konjungtiva atau tidak, ada sekret atau tidak, - Amati pula skleranya, adakah penipisan atau penonjolan.

0 Perhatikan kornea (meggunakan lampu senter dari arah 45 temporal kornea supaya tidak silau, sesekali boleh bergerak ke nasal) : amati kejernihan, bentuknya, ukurannya,

kecembungannya, permukaan licin/ kasar, adanya pembuluh darah, pterygium, dan lain- lain. Bila ada kelainan ditentukan pula letak dan kedalamannya. Periksa pula sensibilitas kornea menggunakan kapas yang dipilin, dengan cara kapas di usapkan ke kornea dari temporal kornea.

Gambar 14. Pemeriksaan sensibilitas kornea terhadap sentuhan. Gambar 11. Pemeriksaan sensibilitas kornea terhadap sentuhan.

- Periksa kedalaman bilik mata depan dengan sinar yang diarahkan dari temporal limbus. Tentukan dalam dan kejernihannya.

Gambar 12. Cara menilai kedalaman bilik mata depan

- Periksa reflex pupil terhadap cahaya langsung ( direct), cahaya tidak langsung (indirect). Perhatikan pula bentuk pupil, bulat atau tidak, sentral atau tidak. - Periksa iris, bentuknya, gambarannya, warnanya, adakah synechia.

Gambar 13. Pemeriksaan refleks pupil (direct)

- Periksa lensa, sebaiknya pupil dilebarkan (kalau tidak ada kontra indikasi). Sinar dari arah 30 0 -45 0 temporal kornea, perhatikan letak dan kejernihannya (shadow test, kalau tidak ada bayangan iris di lensa berarti shadow test negatif, hal ini pada lensa yang jernih atau pada katarak yang matur, dan sebaliknya). Adakah iris pigment atau bekas exudat yang menempel.

VII. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR Alat yang digunakan :

- Oftalmoskop direk. - Midriatikum yang cepat kerjanya, cepat hilang pengaruhnya..

Gambar 14. Oftalmoskop

Cara Pemeriksaan :

Gambar 15. Pemeriksaan menggunakan oftalmoskop

- Penderita duduk. - Mata penderita ditetesi midriatikum, kemudian ditunggu ± 20 menit. - Putar lensa oftalmoskop sesuai dengan refraksi mata pemeriksa - Misalnya pemeriksa adalah miop 2D dan penderita emetrop, pakailah lensa -2 (warna merah). Bila pemeriksa dan penderita adalah emetrop, pakailah 0. - Bila yang diperiksa mata kanan, oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan, gunakan mata yang kanan juga, jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa dan sebaliknya. - Pandangan penderita diminta memfiksasi suatu titik jauh tak terhingga atau ± 6m. - Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya, sedangkan jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan ukuran lensa sehingga dapat diperoleh bayangan yang paling tajam.

0 Pada jarak 30 cm , di depan temporal (±45 ) mata penderita, sinar oftalmoskop diarahkan pada pupil mata penderita .

- Perhatikan reflex fundusnya : cemerlang atau tidak cemerlang/ gelap.

VIII. PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA Alat yang digunakan :

- Tonometer Schiotz - Lidocaine 2 % atau Panthocaine eye drops - Chloramphenicol zalf atau tetes mata - Kapas alkohol 70 %

Cara Pemeriksaan:

a. Pemeriksaan Cara Subjektif (Palpasi)

- Penderita duduk tegak, melirik ke bawah. - Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola mata pada kelopak

atas kearah belakang bawah (45 0 ) dengan halus dan penuh perasaan. Tiga jari yang lain bersandar pada kening dan tulang pipi, bandingkan kanan dan kiri.

Hasilnya TN, TN -3 , TN , TN ; TN , TN , TN .

Gambar 17. Cara palpasi tekanan bola mata

b. Pemeriksaan Cara Obyektif (Tonometer Schiotz)

Persiapan alat : - Tonometer ditera dengan meletakkan tonometer tegak lurus pada lempengan pengetest, dan jarum harus menunjuk angka O. - Bersihkan dan permukaan kaki tonometer diusap dengan kapas alkohol.

Persiapan penderita : - Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan, cara pemeriksaan dan bagaimana penderita harus bersikap. - Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata penderita ditetesi

Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes, 5 menit kemudian ditetesi lagi satu tetes. - Penderita diminta memandang ke satu titik tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi kepada ibu jarinya yang diacungkan di atasnya, sehingga sumbu optik mata benar-benar vertikal. - Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer diletakkan dengan hati- hati pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar vertikal. - Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata. - Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang ditimbulkan oleh alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya simpangan jarum yang dihubungkan pada lempeng tersebut. - Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala 0 maka beban perlu ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram. - Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol. - Mata diberi zalf mata (misalnya Chloramfenicol) - Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya. - Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan jarum tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3 mmHg.

Tabel 1. Tabel Tonometer Schiotz

Gambar 18. Cara melakukan pemeriksaan tonometri Schiotz

PETUNJUK PELAKSANAAN LATIHAN

- Baca petunjuk dengan seksama dulu, pelajari anatomi dan cara pemeriksaan sebelum melakukan latihan-latihan. - Lakukan pemeriksaan secara sistematik, biasakan dari mata kanan kemudian mata kiri.

CHECKLIST PENILAIAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN VISUS & KOREKSI VISUS

Skor No.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan

4. Mempersilakan penderita duduk pada jarak 5 m/ 6 m dari Optotipe Snellen

5. Meminta penderita menutup satu matanya tanpa menekan

6. Meminta penderita memandang lurus, tidak melirik, tidak memicingkan mata

7. Meminta penderita menyebutkan angka / huruf / simbol pada Optotipe Snellen yang ditunjuk dari atas ke bawah

8. Bila huruf paling atas dari Snellen tidak dapat disebutkan oleh penderita, dapat digunakan hitung jari. Menyebutkan hasil pemeriksaan

9. Bila hitung jari tidak tampak, dapat menggunakan goyangan tangan. Menyebutkan hasil pemeriksaan

10. Bila goyangan tangan tidak tampak, dapat menggunakan lampu senter. Menyebutkan hasil pemeriksaan

11. Bila mata visus  5/5 atau 6/6 dapat melakukan dan menjelaskan uji pinhole

12. Dapat melakukan koreksi visus dengan benar

13. Dapat menggunakan dan menjelaskan pemeriksaan Astigmat Dial

14. Dapat menambahkan lensa silindris dengan axis yang benar

15. Dapat menyebutkan hasil koreksi

16. Melakukan pemeriksaan buta warna dengan benar

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan dengan jelas

4. Pemeriksa mengambil posisi duduk berhadapan dengan penderita,

dengan posisi mata sama tinggi dengan jarak 60 cm

5. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan telapak tangan

kiri, pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan

6. Meminta penderita menutup mata kanannya dengan telapak tangan kanan, pemeriksa menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri.

7. Memberitahukan terlebih dahulu kepada penderita supaya mengatakan “ya” pada saat mulai melihat obyek

8. Menggerakkan ujung jari pemeriksa perlahan-lahan dari perifer ke sentral dan dari delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa.

9. Membandingkan lapang pandang penderita dengan lapang

pemeriksa

10. Melaporkan hasil pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER

SKOR NO.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Menanyakan identitas penderita

2. Menanyakan keluhan penderita

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan

4. Mempersilakan penderita duduk memandang obyek kecil di depan yang berjarak lebih dari 6 m

5. Menyinarkan lampu senter ke arah glabela penderita

6. Mengamati pantulan sinar pada kornea, menentukan kedua mata sejajar atau tidak

7. Menggerakkan objek ke 6 arah kardinal, penderita diminta

mengikuti gerak objek dari sentral ke perifer tanpa menggerakkan kepala (saat menilai gerakan otot ke inferior, pemeriksa mengangkat kelopak atas)

8. Mengamati gerakan kedua bola mata ada yang tertinggal atau tidak

9. Menentukan otot mana yang tidak normal

10. Melakukan pemeriksaan konvergensi kedua mata

11. Melaporkan hasil pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR DAN POSTERIOR

SKOR

Aspek Keterampilan yang Dinilai

NO. 0 1 2 Segmen Anterior

1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Penderita dan pemeriksa duduk berhadapan pada jarak  60 cm.

3. Memperhatikan kelainan-kelainan pada kulit kelopak mata, lebar rima palpebra, simetris tidak dengan bantuan pen light.

4. Memperhatikan bulu matanya, teratur atau tidak, arah tumbuhnya, ada sekret atau tidak dengan bantuan pen light.

5. Melakukan eversio palpebra superior dan melakukan pemeriksaan konjungtiva palpebra superior, kemudian menarik palpebra inferior untuk memeriksa konjungtiva palpebra inferior dengan bantuan pen light.

6. Memeriksa konjungtiva bulbi dengan menarik palpebra atas memakai jari telunjuk dan palpebra bawah dengan ibu jari dengan bantuan pen light.

7. 0 Melakukan pemeriksaan kornea dengan lampu pen light dari sudut 45

temporal mata.

8. Melakukan pemeriksaan sensibilitas kornea.

9. Memeriksa kamera okuli anterior dengan pen light dari arah limbus bagian temporal .

10. Memeriksa refleks pupil direct dan indirect dengan pen light.

11. Memeriksa kejernihan lensa (pada prinsipnya untuk melihat lensa perlu ditetesi midriatikum) dengan pen light.

12. Melaporkan hasil pemeriksaan segmen anterior bola mata.

Segmen Posterior

13. Penderita diminta melihat obyek pada jarak lebih dari 6 meter.

14. Lensa oftalmoskop disesuaikan dengan refraksi pemeriksa (pemeriksa emetrop posisi lensa oftalmoskop 0)

15. Memegang oftalmoskop dengan benar.

16. Menggunakan oftalmoskop dengan benar.

0 Memeriksa fundus refleks pada jarak 30cm dari arah 45 temporal

pasien.

18. Menyimpulkan hasil pemeriksaan.(reflek fundus cemerlang atau tidak)

JUMLAH

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA

SKOR NO.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan

2. Mempersilahkan penderita duduk, melirik ke bawah

3. Meletakkan kedua jari telunjuk dan jari-jari yang lain dengan benar

4. Melakukan palpasi bola mata dengan benar

5. Menentukan hasilnya

6. Mengetes tonometer Schiotz

7. Membersihkan dan mensterilkan tonometer

8. Menerangkan kepada penderita mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan dan tentang sikap penderita

9. Mempersilakan penderita berbaring terlentang kepala horizontal

10. Meneteskan anestesi lokal ke dalam mata penderita

11. Meminta penderita memandang ke satu titik tepat diatasnya

12. Membuka kelopak mata dengan lebar tanpa menekan bola mata

13. Meletakkan tonometer dengan hati-hati tepat di tengah kornea, vertikal, tanpa menekan atau menggeser

14. Membaca angka yang ditunjuk jarum

15. Mengangkat tonometer, membersihkan alat dengan alkohol

16. Memberikan zalf atau tetes mata antibiotika

17. Menentukan tekanan bola mata dengan membaca tabel

18. Melaporkan hasil pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% = ...................

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KULIT

Indah Julianto*, Moerbono Mochtar* , M. Eko Irawanto*, Nugroho Aji*

Tujuan Pembelajaran :

Setelah mempelajari materi Keterampilan Pemeriksaan Kulit, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memberikan informasi pada pasien tentang tujuan pemeriksaan.

2. Memberikan instruksi pada pasien untuk membuka mata, baju dan mulut dengan cara yang baik.

3. Memotivasi pasien agar melakukan instruksi pemeriksa.

4. Melakukan anamnesis terhapad pasien dengan keluhan kulit.

5. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan kulit.

6. Melakukan pemeriksaan status dermatologikus berdasarkan efloresensi primer dan sekunder.

7. Melakukan inspeksi dan palpasi kulit.

8. Melaporkan dan menilai kelainan yang ditemukan.

9. Menentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit kulit.

10. Melakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan penunjang.

*Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD dr Moewardi Surakarta.

A. PENDAHULUAN

Sebelum mempelajari keterampilan pemeriksaan Kulit ini, mahasiswa diharapkan telah mempunyai pengetahuan tentang :

1. Anatomi kulit dan organ adneksanya, kuku serta rambut.

2. Fisiologi kulit dan organ adneksanya, kuku serta rambut.

3. Dasar penyakit infeksi kulit dan urogenital (diperoleh di Blok Infeksi dan Blok Urogenital) tentang infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit.

4. Dasar pemeriksaan penunjang : pemeriksaan Gram

B. ANATOMI SISTEM KULIT

Terdiri atas :

1. Lapisan kulit :

a. Epidermis : stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, stratum korneum

b. Dermis : stratum papilare, stratum retikulare

c. Subkutis : lemak

2. Adneksa kulit :

a. Kuku

b. Rambut

c. Kelenjar : kelenjar keringat ekrin dan apokrin, kelenjar sebacea.

Gambar 1. Anatomi Histologi Kulit

Gambar 2. Kuku

FISIOLOGI KULIT

1. Proteksi organ dalam dari pengaruh lingkungan

2. Absorpsi

3. Pengaturan suhu

4. Ekskresi sisa metabolisme

5. Pembentukan pigmen

6. Pembentukan vitamin D

C. KETERAMPILAN PEMERIKSAAN

Umumnya, pasien dengan penyakit kulit datang dengan keluhan-keluhan sebagai berikut :

 Gatal-gatal

 Alergi

 Kulit bersisik

 Rambut rontok

 Kulit merah dan nyeri

 Ketombe

 Kulit berminyak

 Kuku rapuh

 Gigitan serangga  Nyeri saat buang air kecil  Flek/ bercak di kulit

 Discharge urethra

 Jerawat

 Keputihan

 Bisul  Vagina (gatal, nyeri, rasa terbakar)  Hipopigmentasi

 Luka/ koreng/ kutil di kemaluan  Tahi lalat

 Anyang-anyangan

 Kutil di kulit  Kulit mati rasa

 Tanda lahir  Lecet pada pantat

ANAMNESIS PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

1. Menanyakan identitas pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, suku, alamat)

2. Menanyakan keluhan utama pasien : - Kualitas (gatal/ nyeri/ mati rasa/ tumor/ tukak) - Lokasi keluhan utama - Lamanya keluhan dirasakan

3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang : - Di mana lokasi timbul lesi pertama kali ? - Bagaimana perluasan lesi tersebut ? - Adakah pengaruh makanan atau lingkungan ? - Anggota keluarga yang lain ada yang mengalami keluhan serupa (penyakit menular

atau genetik) ? - Sudah diobati atau belum ?

4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu : - Apakah pernah menderita penyakit yang sama ? - Apakah ada riwayat alergi/ atopi ?

PERALATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMERIKSAAN STATUS DERMATOLOGI

1. Ruang dengan penerangan cukup.

2. Gelas objek & kaca penutup

3. Senter

4. Sarung tangan

5. Kaca pembesar

6. Lampu Wood

7. Blade dan scalpel

8. Larutan KOH 10%

9. Pengecatan Gram

10. Minyak emersi

11. Mikroskop

SISTEMATIKA PEMERIKSAAN STATUS DERMATOLOGI

1. INSPEKSI

Kelainan kulit

1. Lokasi : tempat di mana ada lesi

2. Distribusi lesi : - Bilateral

: mengenai kedua sisi tubuh.

- Unilateral

: mengenai salah satu sisi tubuh.

- Simetris : mengenai kedua sisi tubuh pada area yang sama. - Soliter

: hanya satu lesi.

- Herpetiformis : berupa vesikula bergerombol. - Konfluens

: dua lesi atau lebih menjadi satu.

- Diskrete

: beberapa lesi terpisah satu sama lain.

- Lokalisata : beberapa lesi terlokalisir -- <40% luas permukaan tubuh. - Regional

: mengenai regio/ area tertentu dari tubuh – 40-70% luas

permukaan tubuh.

- Generalisata : tersebar pada sebagian besar tubuh – 70-90% luas permukaan

tubuh.

- Universal : lesi tersebar di seluruh/ hampir seluruh permukaan tubuh – 90-

100% luas permukaan tubuh.

- Pada tempat yang terpajan sinar matahari - Pada telapak tangan dan kaki - Pada intertriginosa

3. Bentuk/ susunan lesi :

a. Bentuk :

1) Khas : bulat, oval, seperti ginjal

2) Tidak khas

b. Susunan :

1) Liniar

: seperti garis lurus.

2) Sirsinar/ anular : seperti lingkaran/ melingkar seperti cincin.

3) Polisiklik : tepi lesi sambung menyambung membentuk lingkaran.

4) Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-

Anaknya.

5) Iris-target : bentuk eritematosa dengan gambaran mirip iris mata.

6) Herpetiformis

: lesi lepuh yang bergerombol.

4. Batas lesi : tegas atau tidak tegas dengan kulit di sekitarnya

5. Ukuran lesi : - Milier

: sebesar kepala jarum pentul.

- Lentikular

: sebesar biji jagung.

- Numular

: sebesar uang logam, diameter 3-5 cm.

- Plakat

: lebih besar dari numular.

6. Efloresensi :

a. Primer (terjadi pada kulit yang semula normal) : - Makula

: bercak pada kulit, berbatas tegas, berupa perubahan warna

semata.

- Papula : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter 0.5

cm dan berisikan zat padat.

- Plak

: papula datar, diameter lebih dari 1 cm.

- Urtika : penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang

timbul mendadak dan hilang perlahan.

- Nodul : tonjolan berupa massa padat yang sirkumskrip, dengan ukuran bervariasi antara 0.5 – 2 cm, dapat terletak pada lapisan epidermis, dermis atau subkutan.

- Vesikel : lepuh berisi cairan serum, memiliki atap dan dasar, diameter

<0.5 cm.

- Bula

: vesikel yang berukuran lebih besar.

- Pustula : lepuh berisi nanah, bila nanah mengendap di dasar lepuh, disebut hipopion, sedangkan abses biasanya terletak pada lapisan dermis atau subkutan.

- Kista : ruangan/ kantong berdinding dan berisi cairan atau material semi solid (sel atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis. - Purpura

: warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika ditekan, terjadi karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke jaringan.

: sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.  Krusta

: kerak atau keropeng yang menunjukkan adanya cairan yang

mengering.

 Erosi : lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit sebelum stratum basalis, ditandai dengan keluarnya serum.  Ekskoriasi

: lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit melampaui stratum basalis (sampai stratum papilare) ditandai adanya bintik perdarahan dan serum.

 Ulkus : tukak atau borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar dan isi.  Likenifikasi

1) Penebalan lapisan epidermis disertai guratan garis kulit yang makin jelas, akibat garukan atau usapan yang bersifat kronis.

2) Guratan garis kulit yang jelas oleh karena adanya papula-papula halus.  Atropi

: penipisan lapisan epidermis ataupun dermis.

 Skar : digantinya jaringan normal kulit dengan jaringan fibrotik pada tempat penyembuhan luka, contoh : skar hipertrofi, keloid dan dispigmentasi.

 Sklerosis

: pengerasan atau indurasi lapisan kulit.

 Poikiloderma : kombinasi dari atropi, hiperpigmentasi, hipopigmentasi dan

teleangiekstasi.

 Teleangiektasi : dilatasi pembuluh darah superfisialis terutama yang terletak di

bagian atas pleksus retikularis dermis.

 Nikolsky’s sign : lepasan perlekatan kulit, pada penekanan yang ringan baik

pada tepi lesi maupun pada tengah lesi).

Kelainan Rambut Kelainan Kuku Kelainan Mukosa Pembesaran kelenjar getah bening regional (sesuai dengan status dermatologikus) dan generalisata

2. PALPASI

 Pasien bisa berada dalam posisi duduk atau berbaring.  Pemeriksa menggunakan jari telunjuk tangan kanan yang ditekankan pada lesi, apakah

ada perubahan warna dari eritematosa (kemerahan) menjadi kepucatan.  Dapat juga ditekan menggunakan kaca objek (diaskopi).

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS

1. Mikrobiologi :

a. Mikologi : - Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH - Kultur jamur - Pemeriksaan dengan pengecatan khusus

b. Bakteriologi : - Pengecatan Gram dari cairan tubuh - Kultur bakteri (aerob, anaerob, bakteri dengan pertumbuhan lambat seperti

Mycobacterium tuberculosis)

c. Virologi : - Pengecatan dengan Tzanck - Pengecatan histokimia HPV-DNA dengan preparat apus cairan serviks (pap

smear) - Kultur virus

2. Histopatologi :

a. Pengecatan Hematoxyllin-Eosin

b. Pengecatan dengan cat khusus yang lain

c. Imunopatologi

d. Imunofluoresensi direk dan indirek

3. Molekuler

4. Penunjang yang lain : - Dengan lampu Wood - Radiologis - Pemeriksaan kandungan cairan dan pigmen pada kulit

- Foto digital secara serial Plak eritem, skuama, krusta, batas

tegas, bentuk spt “coin lesion”, pada Dermatitis numularis

Makula hipopigmentasi, batas tegas, skuama, pada Tinea versicolor

Plak eritem, batas tegas, tepi aktif, central healing,

hiperpigmentasi, skuama, pada Tinea kruris

Likenifikasi

( dot arrow),

hiperpigmentasi

( solid arrow),

skuama

( dash

arrow), pada

Neurodermatitis

Vesikel berkelompok, dasar eritem, unilateral, krusta, pada Herpes Zoster

Urtikaria

Krusta berwarna seperti madu / honey color crusted, pada Impetigo krustosa

Keratosis seboroik : papul, plak, verukosa, batas tegas, warna coklat – hitam, di area terpapar sinar matahari, biasanya pada orang tua, genetik

Bulla (A) dan Iris target (B), pada Erythema multiforme

Atrofi kulit, tampak tipis, licin, pori- pori menghilang, kulit lebih mengkilap dan transparan

Bula hipopion, eritem pada Impetigo Bulosa

Papul, pustul, nodul pada Acne vulgaris

Makula depigmentasi pada Vitiligo

Tumor kulit destruktif membentuk ulkus & krusta, pada Basalioma

Makula

hiperpigmentasi pada

Melasma

Skar hipertrofik

Keloid

Krusta, eritema pada Dermatitis seboroik tipe infantil

Plak eritem, batas tegas, skuama berlapis, warna seperti mika, di daerah yang sering terkena trauma, pada Psoriasis vulgaris

Vesikel berkelompok, eritem, ulkus, di daerah mukokutan, pada Herpes Simpleks

Alopesia areata

Makula, eritema, bentuk kupu-kupu di wajah ( butterfly rash) pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Koilonichia (spoon nail) pada Anemia defisiensi besi berat

Kuku rapuh, warna keputihan, pada Onikomikosis

Papul verukosa pada Veruka vulgaris

Hematoma

Purpura

Petekiae dan ekimosis

Teleangiektasia (A), nodul (B) dan ulkus (C) pada karsinoma sel squamosa

CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KULIT

Nama Mahasiswa

NIM

Skor No.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

ANAMNESIS

1. Menanyakan identitas pasien

2. Menanyakan keluhan utama pasien (kualitas keluhan, lokasi, durasi)

3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang

4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu

5. PEMERIKSAAN

6. Melakukan inspeksi lesi dan menyebutkan terminologi lesi dengan benar

7. Menilai hasil pemeriksaan inspeksi kulit, kuku, rambut dan mukosa (lokasi, distribusi lesi, bentuk/ susunan lesi, batas lesi, ukuran lesi, efloresensi primer & sekunder)

8. Melakukan dan menilai hasil pemeriksaan palpasi kulit

9. Menentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dan menjelaskan alasannya

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Bila tidak dilakukan mahasiswa

1 Bila dilakukan tapi dianggap belum sempurna

2 Bila dilakukan dan dianggap sudah sempurna, atau bila item tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100%

DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KULIT UNTUK LULUSAN S1/ DOKTER UMUM (KKI 2006)

Keterampilan Level Kompetensi Examination of skin

 Inspection of skin, nails with magnifying glass

1 2 3 4  Inspection of skin with UVA- light (Wood’s lamp)

1 2 3 4  Dermographism

1 2 3 4  Skin palpation

1 2 3 4  Examination of sensory system : assessment of

1 2 3 4 sense of pain, temperature, light touch.

Terminology of skin lesions

 Skin lesions description with primary and

1 2 3 4 secondary changes, as well as size, distribution, expansion and configuration

Additional examination of dermatological problems

1 2 3 4 hydroxide slide  Preparation and assessment of methylene blue

 Preparation and assessment of potassium

1 2 3 4 slide  Preparation and assessment of gram stain

1 2 3 4  Urethral swab

1 2 3 4  Anal swab

1 2 3 4  Parasite identification

Diagnostic procedures

 Examination of genital discharge (smell, ph,

1 2 3 4 Gram stain, examination with saline, examination with potassium hydroxide)

Therapeutic skills

 Warts, cryotherapy

1 2 3 4  Acne, treatment of comedones

Prevention

 Contact tracing

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI HUBUNGAN DOKTER-PASIEN DAN TEKNIK WAWANCARA

Mardiatmi Susilohati*, Ibrahim Nuhriawangsa*, Mohammad Fanani*, Machmuroch*, Yusviek M. Hadin*, I Gusti Bagus Indro N*

Kemampuan untuk mengembangkan hubungan dokter dan pasien yang efektif memerlukan pemahaman yang benar mengenai kompleksitas perilaku manusia dan pendidikan yang terus-menerus mengenai teknik berbicara dan mendengarkan orang lain. Untuk mendiagnosis, menangani, dan mengobati penyakit yang diderita seseorang, dokter harus belajar mendengarkan.

Model Hubungan Dokter-Pasien

Hubungan dokter dan pasien mempunyai sejumlah model potensial. Dokter harus menyadari mengenai model mana yang berlaku pada seorang pasien dan mampu untuk mengubah model, tergantung pada kebutuhan tertentu dari pasien tertentu dan kebutuhan pengobatan dari situasi klinis tertentu.

Model aktif-pasif ( active-pasive models) Di mana pasien sepenuhnya pasif dan tanggung jawab diambil alih oleh dokter. Model

ini sesuai jika pasien tidak sadar, terimobilisasi, atau delirium. Model guru dan siswa ( teacher-student model)

Di mana dominasi dokter ditekankan, sedang peran pasien adalah ketergantungan dan penerimaan. Model ini sering terlihat saat pemulihan pasien dari pembedahan.

*Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD dr Moewardi Surakarta.

Model peran serta saling menguntungkan ( mutual participation model) Menyatakan persamaan antara dokter dan pasien, didasarkan pada model saling menguntungkan. Peranserta aktif diperlukan pada pengobatan penyakit kronis tertentu seperti gagal ginjal dan diabetes.

Model persahabatan ( friendship model) Adalah hubungan disfungsional/ tidak etis. Model ini sering melibatkan hubungan yang

terus menerus, sehingga menimbulkan pengaburan batas-batas antara profesionalisme dan keintiman.

Teknik Wawancara

1. Mendapatkan Rapport Mendapatkan rapport merupakan langkah pertama dari wawancara dan pewawancara

menggunakan respon empatiknya untuk mempermudah perkembangan rapport. Enam strategi untuk mengembangkan rapport : (1) menempatkan pasien dan pewawancara dalam ketenangan; (2) menemukan keluhan dan mengekspresikan rasa empati; (3) menilai tilikan pasien dan menjadi mitra; (4) menunjukkan keahlian; (5) menegakkan wibawa sebagai dokter dan ahli terapi; (6) menyeimbangkan peran sebagai pendengar yang simpatik, seorang ahli, dan orang yang berwenang.

2. Memulai Wawancara Dokter harus mengetahui nama pasiennya dan pasien mengetahui nama dokternya. Pasien

mempunyai hak untuk mengetahui posisinya dan status profesional orang yang terlibat dalam perawatannya.

Setelah memperkenalkan diri dan melakukan pemeriksaan awal lainnya, ucapan awal yang ber guna dan tepat adalah, “Dapatkah anda menceritakan mengenai masalah yang anda hadap i”

3. Wawancara Wawancara yang ideal dimulai dengan pertanyaan terbuka yang luas, dilanjutkan dengan

pertanyaan yang lebih spesifik, dan ditutup dengan pertanyaan langsung yang spesifik.

a. Refleksi : dokter mengulangi sesuatu yang telah dikatakan pasien (dengan cara suportif). Misalnya : “Tampaknya anda risau menjadi beban bagi keluarga anda”

c . Keheningan : dapat memungkinkan pasien untuk merenung, menangis, atau hanya duduk dalam lingkungan yang menerima dan auportif.

d. Konfrontasi : adalah alat untuk menunjukkan kepada pasien bahwa dokter tidak menganggap pasien tidak memberikan perhatian, atau merupakan suatu cara untuk menyangkal. Misalnya, seorang pasien yang baru saja menunjukkan usaha bunuh diri tetapi mengatakan kepada dokter bahwa hal tersebut tidak serius dapat dihadapkan dengan pernyataan, “Apa yang anda lakukan mungkin tidak membunuh anda, tetapi anda

mengatakan kepada saya bahwa anda berada dalam masalah yang serius dan anda membutuhkan pertolongan sehingga anda tidak mencoba bunuh diri lagi ”.

e. Kejelasan ( clarification) : berusaha untuk mendapatkan perincian dari pasien mengenai apa yang baru saja dikatakan pasiennya. Misalnya, “Anda merasa tertekan. Kapankah anda merasa paling tertekan ?”

f. Interpretasi : paling sering digunakan untuk menyatakan sesuatu mengenai perilaku atau pikiran yang mungkin tidak disadari oleh pasien. Contoh, “Saat anda bercerita bagaimana marahnya anda karena keluarga tidak mendukung, saya berpikir anda juga mengatakan

kepada saya betapa cemasnya anda kalau saya tidak membantu anda juga. Bagaimana menurut anda ?”

g. Penyajian terakhir : secara berkala selama wawancara, dokter mengambil waktu dan secara singkat meringkaskan apa yang telah dikatakan pasien sejauh ini.

h. Penjelasan : dokter menjelaskan rencana pengobatan kepada pasien dalam bahasa yang mudah untuk dimengerti dan membiarkan pasien berespon dan bertanya.

i. Transisi : memungkinkan dokter menyampaikan gagasan bahwa telah cukup didapatkan informasi mengenai satu subjek; hal ini mendorong pasien untuk melanjutkan kepada subjek lain.

j. Pengungkapan diri ( self-revealation) : mengungkapkan diri secara terbatas dan berhati-hati oleh dokter mungkin berguna dalam situasi tertentu. Contoh, “Saya telah menikah, tetapi

k. Dorongan positif ( positive reinforcement) : memungkinkan pasien merasa nyaman dalam menceritakan segalanya kepada dokter, bahkan mengenai hal-hal tertentu seperti kepatuhan

terhadap pengobatan. Misalnya, “Saya menghargai anda bercerita mengenai masalah pengobatan? Semakin banyak yang saya ketahui tentang apa yang terjadi dengan anda, semakin baik saya akan mengobati anda dengan cara yang anda rasakan nyaman ”.

l. Menenteramkan hati ( reassurance) : menentramkan hati pasien secara jujur dapat menyebabkan meningkatnya kepercayaan dan kepatuhan dan dapat dialami sebagai respon empatik dari dokter. Sebagai contoh, seorang pasien dengan penyakit terminal bertanya :

“Apakah saya akan menjadi sehat, dokter ?” Dokter menjawab: “Saya akan melakukan segala sesuatu yang dapat saya lakukan untuk membuat anda merasa senyaman mungkin,

dan anda perlu mengetahui sebanyak yang saya ketahui mengenai apa yang terjadi pada anda. Kita berdua tahu bahwa anda menderita penyakit yang serius. Saya ingin mengetahui dengan tepat mengenai apa yang anda pikirkan terjadi pada diri anda dan untuk memperjelas tiap pertanyaan atau kebingungan yang anda rasakan ”.

m. Nasehat : agar efektif dan bersifat empatik, nasehat dokter kepada pasien diberikan setelah pasien dibiarkan bicara bebas mengungkapkan masalahnya sehingga dokter mempunyai dasar yang adekuat untuk membuat saran-saran. Memberikan nasehat terlalu cepat dapat menyebabkan pasien merasa dokter tidak sungguh-sungguh mendengarkan. Sebagai

contoh: Pasien menyatakan “Saya tidak dapat menggunakan obat-obatan ini, hal ini membosankan saya ”. Dan dokter menjawab; “Baik, saya pikir anda lebih baik

menghentikannya, dan saya akan mulai memberikan anda obat yang baru ”. (Nasehat yang terlalu cepat diberikan). Jawaban yang lebih tepat adalah : “Saya menyesal mendengarnya. Ceritakan mengapa pengobatan ini membosankan anda, sehingga saya

mempunyai gagasan yang lebih baik mengenai apa yang dapat kita lakukan untuk membuat anda merasa lebih nyaman ”.

4. Mengakhiri wawancara : Dalam mengakhiri wawancara, dokter harus :

- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan membiarkan pasien mengetahui sebanyak mungkin mengenai rencana masa depan - Mengucapkan terima kasih atas informasi yang diperlukan dan memberitahu bahwa informasi yang disampaikan sangat membantu dalam memperjelas langkah selanjutnya. - Menjelaskan tiap peresepan obat secara singkat dan jelas - Membuat perjanjian lain atau memberikan rujukan dan beberapa petunjuk bagaimana pasien dapat mencari pertolongan secepatnya jika diperlukan sebelum waktu perjanjian

selanjutnya.

RIWAYAT PSIKIATRIK

Riwayat psikiatrik adalah catatan kehidupan pasien yang diceritakan kepada dokter dalam kata-kata pasien dan sudut pandang pasien sendiri ( autoanamnesis). Informasi tentang pasien juga bisa didapatkan dari sumber-sumber lain ( alloaanamnesis), seperti orang tua atau pasangan hidup pasien. Di samping menggali data yang kongkrit dan aktual tentang kronologi pembentukan gejala dan riwayat psikiatrik dan medis sebelumnya, dokter harus berusaha mendapatkan gambaran riwayat karakteristik kepribadian pasien, termasuk kelebihan dan kekurangan pasien. Teknik yang paling penting dalam mendapatkan riwayat psikiatrik adalah membiarkan pasien menceritakan permasalahannya dengan kata-katanya sendiri untuk membiarkan mereka merasa paling penting.

I. Data Identifikasi Data identifikasi merupakan sketsa ringkas tentang karakteristik pasien, meliputi nama

pasien, usia, status perkawinan, jenis kelamin, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, tempat dan situasi saat wawancara dilakukan, episode pertama/lebih gangguan tersebut, pasien datang sendiri, dirujuk atau dibawa orang lain.

II. Keluhan Utama Keluhan utama (dengan kata-kata pasien sendiri) menyatakan mengapa ia telah datang

atau dibawa untuk mendapatkan bantuan. Contoh : “Saya merasa sangat tertekan dan berpikir tentang membunuh diri saya sendiri ”. “Saya tidak sakit, dialah yang gila”. Pasien membisu.

III. Riwayat Gangguan Sekarang Riwayat gangguan sekarang memberikan gambaran lengkap dan kronologis tentang peristiwa yang menyebabkan kejadian sekarang ini dalam kehidupan pasien. Hal-hal yang harus tertuang dalam riwayat gangguan sekarang : onset episode terakhir, peristiwa pencetus langsung atau pemicu, perubahan perilaku pasien, perkembangan gejala pasien, peristiwa pencetus dimasa lalu yang merupakan bagian dari rantai yang menyebabkan peristiwa sekarang, pengaruhnya terhadap aktivitas kehidupan, sifat dari disfungsi (misalnya, perincian tentang perubahan faktor-faktor tertentu, seperti kepribadian, ingatan, bicara. Bila terdapat gejala psikofisiologi, harus dijelaskan lokasi, intensitas, dan fluktuasinya. Bila daya nilai realitas pasien terganggu, informasi mengenai riwayat gangguan sekarang diperoleh dari anggota keluarga atau sumber lain ( alloanamnesis).

IV. Riwayat Sebelumnya

a. Riwayat Psikiatrik Sebelumnya Informasi yang harus didapatkan pada bagian ini adalah onset gangguan episode pertama, gejala, beratnya hendaya, jenis pengobatan yang telah diterima, kekambuhan, nama rumah sakit, derajat kepatuhan terhadap pengobatan, yang kesemuanya disampaikan secara kronologis.

b. Riwayat Medik Sebelumnya Adalah penyakit medis atau bedah yang berat dan trauma berat, khususnya yang memerlukan perawatan di rumah sakit (misalnya, trauma kranioserebral, penyakit neurologis, kejang, HIV/AIDS, gangguan kesadaran), termasuk penyebab, komplikasi, dan pengobatannya. Juga tentang gangguan psikosomatik, seperti hay fever, atritis rematoid, kolitis ulseratif, asma, hipertiroidisme, gangguan gastrointestinal, pilek rekuren, dan gangguan kulit.

c. Riwayat Penggunaan alkohol atau zat lainnya Informasi yang harus didapatkan adalah jenis zat, jumlah, dan frekuensi pemakaian.

V. Riwayat Pribadi

a. Riwayat Pranatal dan Perinatal Dokter mempertimbangkan sifat situasi rumah, di mana pasien dilahirkan, apakah pasien direncanakan dan diinginkan untuk dilahirkan. Apakah terdapat masalah dengan

b. Masa anak-anak awal (sampai usia 3 tahun) Informasi yang harus didapatkan tentang kebiasaan makan (minum ASI atau susu formula, masalah makan), perkembangan awal (berjalan, berbicara, pertumbuhan gigi, perkembangan bahasa, motorik, tanda kebutuhan tidak terpenuhi seperti membantingkan kepala atau mengguncangkan tubuh, pola tidur, kecemasan pada orang asing, penyimpangan maternal, kecemasan perpisahan, pengasuh lain di rumah) toilet training (usia, sikap orang tua, perilaku tentang hal ini), masalah perilaku (menghisap ibu jari, temperamen pemarah, tiks, menubrukkan kepala, menggoncang, night terrors, mengompol atau defekasi saat tidur, menggigit jari, masturbasi yang berlebihan), kepribadian saat anak (pemalu, tidak dapat diam, overaktif, menarik diri, persisten, senang keluar, takut-takut, atletik, ramah, pola permainan), mimpi atau fantasi awal yang rekuren.

c. Masa Anak-anak Pertengahan (usia 3-11 tahun) Dokter memusatkan pada subjek penting seperti identifikasi jenis kelamin, hukuman yang digunakan di rumah, siapa yang menegakkan disiplin dan mempengaruhi pembentukan suara hati awal, pengalaman awal sekolah (reaksi pasien terhadap perpisahan dengan ibunya), persahabatan, keakraban dengan teman, peran pasien (sebagai pemimpin atau pengikut), kerjasama dengan teman, perilaku anti social, impulsivitas, agresi, gangguan belajar, perkembangan intelektual, kekejaman terhadap binatang dan masturbasi yang berlebihan juga harus digali.

d. Masa Anak-anak Akhir (pubertas sampai masa remaja) Informasi yang harus didapatkan adalah tentang hubungan sosial (sikap terhadap saudara kandung dan teman bermain, jumlah dan keakraban dengan teman, tokoh yang diidealkan, kecemasan, perilaku anti sosial, peran dalam aktivitas kelompok), riwayat sekolah (kemajuan pasien, penyesuaian dengan sekolah, hubungan dengan guru, pelajaran atau minat yang disukai, kemampuan atau bakat tertentu, aktivitas ekstrakurikuler, olah raga, kegemaran), perkembangan kognitif dan motorik (membaca dan ketrampilan intelektual dan motorik lain, disfungsi otak minimal, ketidakmampuan

e. Masa Dewasa

1. Riwayat Pekerjaan : menggambarkan pilihan pekerjaan pasien, konflik yang berhubungan dengan pekerjaan, ambisi serta tujuan jangka panjang, juga perasaan pasien tentang pekerjaannya sekarang.

2. Riwayat Perkawinan dan Persahabatan : menggambarkan usia saat perkawinan, permasalahan rumah tangga, kualitas hubungan seksual, serta bagaimana pasien melihat pasangannya. Juga hubungan persahabatan dengan seseorang dengan periode waktu yang lama.

3. Riwayat Ketentaraan : menggambarkan tentang penyesuaian umum pasien terhadap ketentaraan, apakah mereka melihat peperangan atau menderita suatu cidera.

4. Riwayat Pendidikan : gambaran tentang latar belakang pendidikan pasien.

5. Keagamaan : latar belakang keagamaan orang tua, sikap keluarga terhadap aturan agama, konflik tentang pendidikan agama anak, aktivitas keagamaan pasien serta perkumpulan yang diikuti.

6. Aktivitas sosial : menggambarkan kehidupan sosial pasien dan sifat persahabatan.

7. Situasi Hidup Sekarang : menggambarkan dimana pasien tinggal, jumlah anggota keluarga, jumlah kamar, dan susunan tempat tidur. Juga sumber penghasilan keluarga dan kesulitan keuangan.

8. Riwayat Hukum : apakah pasien pernah ditangkap? Dengan sebab apa? Riwayat penyerangan atau kekerasan dan lain-lain.

f. Riwayat Psikoseksual Meliputi keingin-tahuan awal, masturbasi infantile, aktivitas seksual, sumber pengetahuan seksual, sikap pasien terhadap seks, kekerasan seksual, onset pubertas, aktivitas seksual masa remaja seperti masturbasi, mimpi basah dan sikap terhadapnya, sikap terhadap lawan jenis, praktek seksual, masalah seksual, parafilia, pelacuran dan orientasi seksual.

h. Mimpi, khayalan, nilai hidup Mimpi yang berulang mempunyai nilai tertentu. Apa fantasi pasien tentang masa depan? Sistem nilai sosial dan moral pasien, termasuk tentang nilai pekerjaan, uang, bermain, anak-anak, orang tua, teman-teman, seks, permasalahan masyarakat, dan masalah budaya.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang pasien psikiatrik saat wawancara, yang meliputi penampilan, pembicaraan, tindakan, persepsi dan pikiran selama wawancara.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL HAL YANG HARUS DIKERJAKAN

I. Deskripsi Umum

A. Penampilan (istilah yang biasa digunakan : Mengamati bentuk tubuh, postur, tampak sehat, sakit, agak sakit, kelihatan

ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-

dan kuku, tanda kecemasan anak, kacau dsb.)

B. Perilaku dan aktivitas psikomotor Mengamati dan/atau memeriksa cara (termasuk di sini adalah manerisme, tiks,

berjalan, gerakan dan aktivitas pasien. gerakan stereotipik, hiperaktivitas, agitasi, retardasi, fleksibilitas, rigiditas dll.)

C. Sikap terhadap pemeriksa (bekerja sama, Mengamati dan merasakan sikap dan bersahabat, menggoda, apatis,

jawaban pasien saat wawancara psikiatrik. bermusuhan, merendahkan, dll.)

II. Mood dan Afek

A. Mood (adalah emosi yang meresap dan terus-menerus mewarnai persepsi

Menanyakan tentang suasana perasaan seseorang terhadap dunia. Digambarkan

pasien.

dengan depresi, kecewa, mudah marah,

B. Afek (adalah respon emosional pasien “Bagaimana perasaan anda akhir-akhir ini yang tampak, digambarkan sebagai

?” (pertanyaan terbuka)

meningkat, normal, menyempit, tumpul dan datar)

“Apakah anda merasa sedih ?” (pertanyaan tertutup)

C. Keserasian (serasi afek atau tidak serasi Mengamati variasi ekspresi wajah, irama afek)

dan nada suara, gerakan tangan, dan pergerakan tubuh.

Mengamati keserasian respon emosional (afek) terhadap masalah subjektif yang didiskusikan pasien.

III. Pembicaraan

Mengamati selama proses wawancara (digambarkan dalam kecepatan produksi

Logorrhea : bicara yang banyak sekali, bicara, dan kualitasnya, seperti banyak

bertalian dan logis

bicara, tertekan, lambat, gagap, disprosodi, spontan, keras, monoton, mutisme, dsb.)

Flight of idea : pembicaraan dengan kata-kata yang cepat dan terdapat loncatan dari satu ide ke ide yang lain, ide-ide

cenderung

meloncat/ sulit

dihubungkan. Asosiasi longgar : pergeseran gagasan-

gagasan dari satu subjek ke subjek lain yang tidak berhubungan, jika berat, pembicaraan menjadi kacau atau membingungkan (inkoheren)

IV. Gangguan Persepsi

depersonalisasi, Menanyakan tentang gangguan persepsi derealisasi)

(Halusinasi,

ilusi,

yang pernah atau sedang dirasakan oleh pasien.

“Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi lain yang tidak dapat didengar oleh orang lain? ”

“Apakah anda dapat atau pernah melihat sesuatu yang tampaknya tidak dilihat orang lain ?”

V. Pikiran

A. Proses atau bentuk pikiran (termasuk Menanyakan sesuatu permasalahan untuk disini realistik, nonrealistik, autistik, menilai bentuk dan isi pikiran pasien.

waham, orang-orang memata-matai anda ?” preokupasi, obsesi, fobia, dsb.) Waham cemburu : “Apakah anda takut

B. Isi pikiran

(termasuk

pasangan anda tidak jujur? bukti apa yang anda miliki? ”

Waham bersalah : “Apakah anda merasa bahwa anda telah melakukan kesalahan

yang berat?” Apakah anda merasa pantas mendapat hukuman? ”

“Apakah anda merasa pikiran anda disiarkan sehingga orang lain dapat mendengarnya? ” (waham siar pikir).

“Apakah anda merasa pikiran atau kepala anda telah dimasuki oleh kekuatan atau sumber lain di luar? ” (waham sisip pikir)

“Apakah anda merasa bahwa pikiran anda telah diambil oleh kekuatan atau orang lain? ” (waham penarikan pikiran)

VI. Sensorium dan kognitif

A. Kewaspadaan dan tingkat kesadaran Pengamatan dan pemeriksaan secara (sadar,

pengaburan, somnolen, objektif (kuantitatif dengan Glasgow Coma stupor,

koma,

letargi,keadaan Scale)

fugue/ fugue state)

B. Orientasi (terhadap waktu, tempat, Menanyakan tentang waktu, tempat, orang orang dan situasi)

dan situasi : “Sekarang hari apa? Tanggal berapa ? Siang/malam ? Jam berapa sekarang ? Di mana kita saat ini ? Kerjanya apa ? ”

“Siapa yang mengantar/ menunggui anda? anda kenal mereka ? ”

“Bagaimana suasana saat ini? ramai?”

C. Daya ingat (daya ingat jauh/ remote Menilai daya ingat dengan menanyakan memory, daya ingat masa lalu yang data masa anak-anak, peristiwa penting belum lama/ recent past memory, yang terjadi pada masa muda. daya ingat yang baru saja/ recent memory serta penyimpanan dan daya Peristiwa beberapa bulan yang lalu, ingat segera/ immediate retention

Peristiwa beberapa hari yang lalu, apa and recall memory). yang dilakukan kemarin, apa yang dimakan

untuk sarapan, makan siang dsb.

D. Konsentrasi dan perhatian Meminta pasien untuk mengulangi enam angka maju kemudian mundur.

Mengulang tiga kata, segera dan tiga sampai lima menit kemudian.

Pasien diminta mengurangi 7 secara berurutan dari angka 100. Pasien diminta mengeja mundur suatu kata sederhana.

E. Kapasitas membaca dan menulis Pasien diminta membaca dan mengikuti apa yang diperintahkan serta menulis kalimat sederhana tapi lengkap.

Pasien diminta mencontoh suatu gambar, seperti jam atau segilima.

Menanyakan arti peribahasa sederhana, persamaan dan perbedaan benda.

F. Kemampuan visuospasial

Pasien

menghitung uang kembalian setelah dibelanjakan, jarak antar kota.

diminta

G. Pikiran abstrak

H. Sumber informasi dan kecerdasan (dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan status social ekonomi pasien)

VII. Pengendalian impuls

(Impuls seksual, agresif, atau lainnya) Menanyakan tentang riwayat pasien sekarang dan mengamati perilaku pasien selama wawancara

VIII. Pertimbangan dan tilikan

Derajat tilikan (kesadaran dan pengertian Menanyakan kemampuan pasien dalam pasien bahwa mereka sakit) :

aspek pertimbangan sosial, misalnya saat terjadi kebakaran (pertimbangan).

1. Penyangkalan penyakit sama sekali Menanyakan kesadaran dan pengertian

2. Agak menyadari tetapi sekaligus pasien tentang penyakitnya (tilikan) menyangkal

“Tahukah anda kenapa dibawa / datang ke

3. Menyadari tetapi melemparkan

sini ? ”

kesalahan pada orang lain “Apakah anda membutuhkan pengobatan /

4. Menyadari bahwa penyakitnya

perawatan ? ”

disebabkan oleh sesuatu yang tidak

5. Tilikan intelektual : menerima bahwa pasien sakit dan disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu pada diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk pengalaman masa depan

6. Tilikan emosional sesungguhnya : kesadaran emosional tentang motif dan perasaan dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat

IX. Reliabilitas

Menilai kebenaran atau kejujuran pasien dalam melaporkan suatu situasi atau masalahnya

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI ANAMNESIS ( RAPPORT & HISTORY TAKING)

Skor NO.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Mendapatkan rapport

2. Menanyakan identitas penderita

3. Menanyakan keluhan utama

4. Menanyakan onset dan kronologi

5. Menanyakan kualitas keluhan

6. Menanyakan kuantitas keluhan

7. Menanyakan faktor-faktor pemberat

8. Menanyakan faktor-faktor peringan

9. Menanyakan gejala penyerta

10. Menanyakan riwayat penyakit dahulu

11. Menanyakan riwayat pribadi

12. Menanyakan riwayat psikoseksual

13. Menanyakan riwayat keluarga

14. Menanyakan riwayat sosial ekonomi

15. Cara berkomunikasi & ber-empati

16. Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti pasien

JUMLAH SKOR

Kriteria Penilaian :

0 : Tidak dilakukan sama sekali

1 : Dilakukan, tapi tidak sempurna

2 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor X 100%

Penguji,

Nama....................................... NIP .......................................

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Skor NO.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Menilai kesan umum pasien

2. Memeriksa perilaku dan aktivitas psikomotor

3. Memeriksa mood dan afek

4. Memeriksa pembicaraan

5. Memeriksa gangguan persepsi

6. Memeriksa bentuk pikiran

7. Memeriksa isi pikiran

8. Memeriksa tingkat kesadaran

9. Memeriksa orientasi

10. Memeriksa daya ingat

11. Memeriksa konsentrasi dan perhatian

12. Memeriksa kemampuan visuospasial

13. Memeriksa pikiran abstrak

14. Memeriksa pengendalian impuls

15. Memeriksa pertimbangan dan tilikan

JUMLAH SKOR

Kriteria Penilaian :

0 : Tidak dilakukan sama sekali

1 : Dilakukan, tapi tidak sempurna

2 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor X 100%

Penguji,

Nama....................................... NIP .......................................

TEKNIK KATETERISASI DAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

Soeharto Widjanarko*, Setyo Anton T*, Bimanggono Hernowo Murti*, Betty Suryawati**

1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan medis ini diharapkan mahasiswa dapat :

a. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter

b. Mempersiapkan penderita meliputi pemberitahuan dan menempatkan posisi

c. Mempersiapkan alat-alat secara lengkap dan memenuhi kaidah asepsis

d. Mengetahui jenis-jenis kateter yang dipakai untuk kateterisasi urin

e. Melakukan persiapan untuk pemasangan kateter

f. Melakukan pemasangan kateter urin pada laki-laki

g. Melakukan pemasangan kateter urin pada wanita

h. Melakukan aspirasi urin suprapubik i.

Mengetahui komplikasi dari pemasangan kateter dan aspirasi suprapubik

2. PENDAHULUAN

Kemampuan pemasangan kateter urin merupakan keterampilan atau skill yang penting dalam praktek klinik. Pada semester IV ini mahasiswa akan berlatih untuk melakukan pemasangan kateter urin dan aspirasi suprapubik. Dalam kegiatan ini mahasiswa selain harus dapat melakukan pemasangan kateter urin pada laki-laki dan wanita juga harus mengetahui anatomi organ traktus urinaria bagian bawah pada laki- laki dan wanita. Selain itu mahasiswa juga harus mengetahui indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi pemasangan kateter urin dan aspirasi suprapubik.

*Bagian Ilmu Bedah, sub divisi Bedah Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD dr. Moewardi Surakarta, ** Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan kedalam buli- buli ( bladder) pasien melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk menghubungkan drainase urin dari bladder ke urine bag atau container. Istilah kateterisasi ini sudah dikenal sejak jaman Hipokrates yang pada waktu itu menyebutkan tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh. Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini masih dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-buli.

3. ANATOMI TRAKTUS URINARIUS BAGIAN BAWAH

Anatomi organ saluran kencing terdiri ginjal, pelvis renalis, ureter, kandung kencing ( bladder/ vesica urinaria/ buli-buli), ostium urethra internum (OUI), urethra, ostium urethra eksternum (OUE). Urin akan mengalir dari proksimal di ginjal, ureter, baldder yang kemudian melalui urethra dikeluarkan melalui OUE. Traktus urinarius bagian bawah terdiri dari kemih ( bladder), ostium urethra internum (OUI), urethra, ostium urethra eksternum (OUE).

Vesica urinaria (kandung kencing)

Vesica urinaria merupakan organ yang berfungsi untuk menampung urine sampai kurang lebih 230-300 ml. Organ ini dapat mengecil atau membesar sesuai isi urine yang ada. Letak kandung kencing dalam rongga panggul (pelvis major) berada didepan organ pelvis lainnya dan terletak tepat dibelakang simpisis osis pubis. Organ ini berbentuk buah piramid dengan 3 sisi, apex vesicae menunjuk ke ventral kranial, satu facies cranialis merupakan sisi kanan dan kiri dan fundus vesicae sebagai basis merupakan bagian dorsal caudal. Kira-kira pada sudut cranial kanan dan kiri fundus terdapat muara ureter, sedangkan sudut caudalnya merupakan awal urethra. Tempat pada sudut caudal antara awal urethra sampai orificium urethra internum disebut cervix vesicae.

Gambar 1. Anatomi traktus urinarius pada laki-laki

Gambar 2. Anatomi traktus urinarius pada wanita

4. INDIKASI PEMASANGAN KATETER

Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis ataupun sebagai prosedur terapi. Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk dekompresi bladder pada pasien dengan retensi urine yang akut atau kronik akibat dari keadaan seperti intravesicular obstruction dari traktus urinarius atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi secara kontinyu mungkin juga diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk menghilangkan darah dan jendalan darah dari kandung kencing.

Untuk keperluan diagnosis, kateterisasi urethra dilakukan untuk mendapatkan sampel urin yang tak terkontaminasi terutama untuk tes mikrobiologi, untuk mengukur pengeluaran urine pada pasien dengan kondisi kritis, atau pada tindakan operasi atau untuk mengukur volume residual urine sesudah tindakan invasive, dimana tindakan noninvasif tidak bisa dilakukan. Kateter seharusnya tidak digunakan untuk terapi rutin kontinensia urine, jika mungkin penggunaan tindakan yang non-invasive seperti incontinence pads, intermittent catheterization, atau penile-sheath catheters harus dilakukan untuk menghindari komplikasi dari penggunaan indwelling kateter (kateter menetap). Tindakan seperti operasi untuk memperbaiki inkontinensia urin lebih efektif untuk pasien.

5. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER

Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah adanya urethral injury. Biasanya adanya trauma pada uretra terjadi pada pasien dengan trauma pelvis atau fraktur pelvis. Trauma pada uretra ditandai dengan adanya perdarahan pada meatus uretra, perineal hematoma, dan

a “high-riding” prostate gland. Jika dicurigai adanya trauma pada uertra perlu dilakukan uretrography sebelum dilakukan kateterisasi. Kontraindikasi relatif

pemasangan kateter uretra adalah adanya striktur uretra, pembadahan uratra atau bladder, atau pada pasien yang tidak kooperatif.

Gambar 3. Retrograde urethrogram menunjukkan ekstravasasi urine

6. PERSIAPAN PEMASANGAN KATETER

Tindakan kateterisasi merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan saluran uretra yang permanen. Oleh karena itu sebelum menjalani tindakan ini pasien harus diberi penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat persetujuan tindakan medik ( informed consent).

Peralatan yang disiapkan untuk pemasangan kateter urine :

a. Sarung tangan steril

b. Duk steril

c. Antiseptik (misalnya Savlon)

d. Kapas lidi steril

e. Penjepit (forcep)

f. Aquades steril (sterile water), biasanya 10 cc

g. Foley catheter (ukuran 16-18 French)

h. Syringe 10 cc

i. Lubricant (water based jelly atau jelly xylocaine) j. Collection bag dan tubing

Ukuran kateter adalah unit yang disebut French, dimana satu French sama dengan 1/3 dari

1 mm. Ukuran kateter bervariasi dari 12 FR (kecil) sampai 48 FR (besar) sekitar 3-16 mm. Kateter juga bervariasi dalam hal ada tidaknya bladder balloon dan beberapa ukuran bladder balloon. Harus di cek ukuran balon sebelum menggelembungkan balon dengan memasukkan air.

Gambar 4. Kateter self retaining yang dapat ditinggalkan di dalam buli-buli,

A. Kateter Foley, B. Kateter Pezzer, C. Kateter dua sayap, dan D. Kateter Malecot empat

sayap

Gambar 5. French silicone catheter French Foley latex catheter

Gambar 6. Double lumen catheter

Gambar 7. Kateter Foley dengan balon retensi.

(A)

(B)

Gambar 8. Aliran urine pada pemasangan kateter pada laki-laki (A) dan pada wanita (B)

7. TEKNIK KATETERISASI URETRA Teknik Kateterisasi Pada Laki-laki

Urutan teknik kateterisasi pada laki-laki adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia dipersempit dengan kain steril.

2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra eksterna.

3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbo-membranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter.

4. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna.

5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.

6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung ( urinbag).

7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal. Fiksasi kateter yang tidak betul, (yaitu yang mengarah ke kaudal) akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel uretra.

Gambar 9. Teknik kateterisasi pada pria

Teknik Kateterisasi Pada Wanita

Urutan teknik kateterisasi pada wanita adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan disinfeksi pada daerah labia dan uretra, daerah genitalia dipersempit dengan kain steril.

2. Lubrikasi kateter dengan pelicin/jelly.

Gambar 10. Teknik lubrikasi uretra. A. Desinfeksi uretra,

B. Memasukkan campuran jelly dan lidokain ke dalam uretra, C. Memasukkan kateter ke dalam uretra yang telah dilubrikasi

3. Buka labia menggunakan tangan yang tidak dominan. Pertahankan posisi tersebut sampai siap menggelembungkan balon kateter.

4. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra eksterna.

5. Pelan-pelan kateter didorong masuk hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter.

6. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli kira-kira 2 inchi lagi, yakinkan kateter sudah berada dalam bladder.

7. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.

8. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung ( urinbag)

9. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.

8. TEKNIK MELEPAS KATETER

Kateter dilepaskan dengan cara : masukkan syringe pada bagian samping kateter (pada inflation port). Keluarkan cairan sampai tidak ada yang tersisa. Kemudian tarik kateter sampai keluar semua dari uretra.

Gambar 11. Teknik pemasangan kateter pada wanita

TEKNIK ASPIRASI SUPRAPUBIK DAN KATETERISASI SUPRAPUBIK (SISTOSTOMI)

Aspirasi Suprapubik adalah prosedur untuk mendapatkan urine yang tidak terkontaminasi. Kateterisasi suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan untuk mengeluarkan urine.

Indikasi Aspirasi/Kateterisasi suprapubik adalah :

 Retensi urine (hipertrofi prostat, keganasan ginekologi, trauma tulang belakang).  Pemeriksaan urinalisis atau kultur urine pada neonatus atau pada anak kurang dari 2

tahun.  Phimosis.  Infeksi kronik pada uretra atau periuretra.  Striktur atau trauma uretra.

Kontraindikasi Aspirasi/Kateterisasi suprapubik adalah :

 Kandung kemih dalam keadaan kosong atau tidak teridentifikasi (misal pada anak yang telah mengeluarkan urine dalam waktu 1 jam, atau pada orang dewasa dengan kandung kemih tak teraba).

 Adanya tumor dalam kandung kemih.  Adanya selulitis, luka atau sikatrik pada abdomen bagian bawah.

Teknik Aspirasi Suprapubik

Gambar 12. Teknik aspirasi urine suprapubik

Teknik Kateterisasi Suprapubik Alat-alat dan bahan yang digunakan

1. Kain kasa steril.

2. Alat dan obat untuk disinfeksi (yodium povidon).

3. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.

4. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.

5. Obat anestesi lokal.

6. Alat pembedahan minor antara lain pisau, jarum jahit kulit, benang sutra (zeyde), dan pemegang jarum

7. Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional.

8. Kateter Foley (yang ukurannya tergantung pada alat trokar yang digunakan). Jika mempergunakan alat trokar konvensional harus disediakan kateter Naso-gastrik (NG tube) no 12.

9. Kantong penampung urine (urobag).

Langkah-langkah sistostomi trokar

1. Disinfeksi lapangan operasi.

2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.

3. Injeksi (infitrasi) anestesi lokal dengan lidokain 2% mulai dari kulit, subkutis hingga ke fasia.

4. Insisi kulit suprapubik di garis tangan pada tempat yang paling cembung + 1 cm kemudian diperdalam sampai ke fasia.

5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli.

6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor.

7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar urine memancar melalui sheath trokar.

8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan.

9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah diyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung atau urobag.

10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kasa steril.

Langkah-langkah kateterisasi suprapubik terlihat pada gambar 13- 15.

Gambar 13. Menusukkan alat trokar ke dalam buli-buli

Gambar 14. Setelah yakin trokar masuk di buli- buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter setengah lingkaran ditinggalkan

Gambar 16. Kateter difiksasi pada kulit abdomen

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN KATETERISASI PADA LAKI-LAKI

SKOR NO

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mempersiapkan alat –alat yang diperlukan

2 Memasang sarung tangan steril dan melakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia dipersempit dengan kain steril

3 Memasukkan pelicin 5-10 cc xylocain jelly (perbandingan lidokain : jelly = 1 : 5)

4 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna denganteknik yang aseptik

5 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk

6 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan sfingter) pada kira-kira pada daerah bulbo-membranase (yaitu daerah sfingter uretra eksterna)

7 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin dari lubang kateter

8 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna

9 Mengembangkan balon kateter dengan memasukkan 5-10 ml air steril dan meyakinkan bahwa kateter sudah terfiksasi di dalam kandung kencing

10 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung ( urin bag)

11 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah ingunal atau paha bagian proksimal

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Jumlah Skor x 100%

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN KATETERISASI PADA WANITA

SKOR NO

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mempersiapkan alat –alat yang diperlukan

2 Memasang sarung tangan steril dan melakukan disinfeksi pada genitalia dan daerah di sekitarnya, dan daerah genitalia dipersempit dengan kain steril

3 Mengolesi kateter dengan pelicin/jelly

4 Membuka labia dengan tangan yang tidak dominan, dan mempertahankan sampai mengembangkan balon

5 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna dengan teknik yang aseptis

6 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk

7 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan sfingter)

8 Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter

9 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga pertengahan kateter menyentuh meatus uretra eksterna

10 Mengebangkan balon kateter dengan memasukkan 5-10 ml air steril

11 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung (urinbag)

12 Meyakinkan bahwa kateter sudah terfiksasi di dalam kandung kencing dengan sedikit menarik kateter

13 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa 1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN ASPIRASI URIN SUPRAPUBIK

SKOR NO

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mempersiapkan alat –alat yang diperlukan.

2 Memasang sarung tangan steril.

3 Melakukan disinfeksi lapangan operasi.

4 Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.

5 Melakukan injeksi (infiltrasi) anestesi lokal pada tempat yang akan diincisi dengan lidokain 2% mulai dari kulit, subkutis hingga ke fasia + 2 jari di atas simpisis osis pubik pada linea mediana.

6 Melakukan insisi kulit 1 cm kemudian diperdalam sampai ke fasia.

7 Melakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk memastikan tempat kedudukan buli- buli.

8 Menusukkan alat trokar melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari fasia dan oto-otot detrusor.

9 Membuka alat obturator dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar urine memancar melalui sheath trokar, obturator dimasukkan kembali.

10 Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter setangah lingkaran tetap ditinggalkan.

11 Memasukkan kateter Foley melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc.

12 Meyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung atau urobag.

13 Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kasa steril.

JUMLAH SKOR

Penjelasan : 0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna 2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

26