DETEKSI KALSIUM MELALUI PEMERIKSAAN KEPADATAN TULANG PADA LANSIA DI DESA LINGGASARI, SEBAGAI UPAYA ALIH TEKNOLOGI DAN PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER KESEHATAN MENUJU DESA MANDIRI KESEHATAN

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

DETEKSI KALSIUM MELALUI PEMERIKSAAN KEPADATAN

TULANG PADA LANSIA DI DESA LINGGASARI, SEBAGAI UPAYA

  

ALIH TEKNOLOGI DAN PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER

KESEHATAN MENUJU DESA MANDIRI KESEHATAN

Oleh

  1

  2

  3

  3 Saryono , Warsinah , Atikah Proverawati , Widya Ayu Kurnia Putri

1 Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal

  

Soedirman

  2 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman

  3 Prodi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman

Email

ABSTRAK

  Tulang merupakan penyangga tubuh utama, sehingga kesehatan tulang sangat penting untuk menggerakkan anggota tubuh dan mobilisasi fisik. Kalsium sebagai bagian penyusun tulang perlu dipastikan suplainya secara normal untuk menjaga kekuatan tulang. Deteksi kadar kalsium secara langsung pada tulang memerlukan teknologi dan biaya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium melalui pemeriksaan kepadatan tulang (bone mass) pada lansia di desa Linggasari dan alih teknologi serta peningkatan pengetahuan kader kesehatan menuju desa mandiri kesehatan.penelitian ini merupakan penelitian intervensi kesehatan. Subjek dalam penelitian ini adalah para kader kesehatan dan lansia yang tinggal di desa Linggasari, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas. Analisis data kualitatif digunakan untuk mengetahui kemampuan kader dalam mendeteksi kepadatan tulang. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalat alat untuk mengukur kepadatan tulang yaitu body weight bone mass detector merk TANITA InnerScan. menunjukkan bahwa kader mampu melakukan pengukuran kepadatan tulang secara cepat menggunakan timbangan . Rerata massa tulang lansia laki-laki sebesar 2,97 kg sedangkan pada wanita sebesar 2,3 kg. Hal ini menunjukkan bahwa rerata massa tulang pada wanita dalam kategori sedang rendah, sehingga perlu upaya para lansia untuk meningkatkan intake makanan tinggi kalsium sehingga pengeroposan tulang dapat dicegah. Kader kesehatan mengetahui pentingnya kepadatan tulang dan mampu mengukur kepadatan tulang menggunakan alat sederhana. Dalam penelitian ini adalah kadar kalsium pada lansia dalam kategori sedang rendah terbukti dari kepadatan tulang rendah. Perlu upaya dini memotivasi lansia untuk meningkatkan intake kalsium sehingga kekuatan tulang tetap terjaga dengan mengoptimalkan peran kader kesehatan.

  Kata Kunci: kadar kalsium, kepadatan tulang, lansia, kader kesehatan ABSTRACT

Bone is the main body support, so bone health is very important to move the limbs and

physical mobilization. Calcium as part of the bone constituents should be ascertained

normally to maintain bone strength. Detection of calcium directly on bone requires high

technology and cost. This study aims to determine the level of calcium through

examination of bone density (bone mass) in the elderly in the village Linggasari and

transfer of technology and increased knowledge of health cadres to the village self-

  

sufficient health.This is a health intervention. Subjects in this study were health cadres and

elderly that living in the village Linggasari, District Kembaran, Banyumas. Qualitative data

analysis is used to determine the ability of cadres in detecting elderly bone density.

Instrument for data collection is body weight bone mass detector by TANITA

InnerScan.The results showed that cadres be able to measure bone mass by body weight

bone mass detector. The average of bone mass for man and women are 2.97 kg and 2.3 kg

respectively. Bone mass is refer to bone density and comparable with their calcium level in

the bone. This shows that the average calcium levels in the moderate category is low, so

the elderly need to increase the calcium intake of foods. Healthcare cadres know the

importance of bone density and be able to measure bone density using tools

simplify.Calcium levels in the elderly were low to be seen from low bone density. It

requires early efforts to motivate the elderly to increase the calcium intake so that bone

strength is maintained by optimizing the health cadres roles.

  Keywords: calcium level, bone density, elderly, health cadres PENDAHULUAN

  Osteoporosis merupakan kondisi ketika kualitas kepadatan tulang menurun, sehingga membuat tulang menjadi keropos dan rentan patah. Fraktur akibat osteoporosis terjadi setiap 3 detik di dunia (Adler et al., 2016). Kepadatan tulang atau massa tulang menentukan kekuatan tulang. Umumnya osteoporosis baru diketahui setelah ditemukan adanya keretakan pada tulang, terutama ketika pasien terjatuh (Roland B, 2017). Keretakan pada tulang pergelangan tangan, tulang pinggul, dan tulang belakang adalah kasus yang paling banyak ditemui pada penderita osteoporosis. Di Indonesia, sebanyak 23 persen wanita berusia 50-80 tahun dan 53 persen wanita berusia 70-80 tahun mengidap osteoporosis. Risiko wanita mengidap osteoporosis empat kali lebih besar dibandingkan dengan risiko pada pria. Meski umumnya osteoporosis dialami oleh wanita yang telah memasuki mas(Lemer UH, 2016), osteoporosis juga dapat terjadi pada pria, wanita yang berusia lebih muda, dan anak-anak. Kekuranganperkirakan menjadi penyebab tingginya kasus osteoporosis di Indonesia.

  Tulang yang kuat tentunya mampu menopang bobot badan dan tidak mudah mengalami patah tulang. Tulang terus menerus mengalami penghancuran dan membangun kembali sehingga tetap kuat dan tidak mudah patah. Namun karena beberapa faktor, kepadatan tulang dapat menurun, dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan pengeroposan tulang (osteoporosis). Kepadatan tulang dipengaruhi oleh banyak hal seperti nutrisi, olahraga, usia, jenis kelamin, hormonal dan lain- lain. Bertambahnya usia akan menyebabkan penurunan fungsi tubuh terutama system otot dan tulang, penurunan suplai nutrisi dan penurunan kemampuan mencerna makanan.

  Jumlah lansia yang semakin banyak di desa Linggasari, memerlukan dukungan berbagai pihak untuk menciptakan sehat di usia lanjut. Desa Linggasari, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas merupakan daerah dengan mayoritas secara ekonomi mengandalkan sektor pertanian. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan status sosial ekonominya juga rendah. Banyaknya keluhan masalah kesehatan terkait nyeri tulang, otot dan sendi seiring dengan proses penuaan menyebabkan produktivitas lansia menurun (Poliklinik Desa Linggasari, 2016). Kader posyandu lansia pernah terbentuk namun belum mulai beraktivitas dan jumlah lansia yang semakin banyak pemeriksaan kepadatan tulang (bone mass) pada lansia di desa Linggasari dan alih teknologi serta peningkatan pengetahuan kader kesehatan menuju desa mandiri kesehatan.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian intervensi kesehatan (action research). Subjek dalam penelitian ini adalah para kader kesehatan dan lansia yang tinggal di desa Linggasari, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas. Kader kesehatan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini sejumlah 20 orang dan lansia sebanyak 40 orang. Kegiatan yang dilakukan meliputi 1) pengkajian bersama kader kesehatan berkaitan dengan osteoporosis; 2) diskusi mengenai osteoporosis; 3) alih teknologi pemeriksaan kepadatan tulang dan 4) pendampingan pemeriksaan kepadatan tulang. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah body weight bone mass detector dari TANITA InnerScan. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui kemampuan kader dalam mendeteksi kepadatan tulang.

HASIL PENELITIAN

  Penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2017-September 2017 didesa Linggasari Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas. Desa Linggasari memiliki potensi sumber daya pertanian yang luas, sehingga masyarakat umumnya bekerja dalam sector pertanian. Produk unggulan desa berupa bengkoang yang masih dijual dalam bentuk mentah, belum mengalami pengolahan. Hal ini mengakibatkan keuntungan yang diperoleh masih sedikit. Jumlah lansia yang sangat banyak (lebih dari 200 lansia) membutuhkan banyaknya jumlah kader kesehatan pada posyandu lansia. Meski tingkat pendidikan yang terbatas, namun semangat pengabdian para kader kesehatan sangat tinggi terlihat dari keaktifan dan kehadiran pada saat pertemuan.

  Kegiatan yang dilakukan meliputi 1) pengkajian bersama kader kesehatan berkaitan dengan osteoporosis; 2) diskusi mengenai osteoporosis; 3) alih teknologi pemeriksaan kepadatan tulang dan 4) pendampingan pemeriksaan kepadatan tulang.

1. Pengkajian bersama kader kesehatan

  Permasalahan yang banyak dihadapi oleh para lansia di desa Linggasari adalah keluhan pegal, linu dan nyeri pada anggota gerak (ekstremitas). Hal ini terungkap pada saat survey bersama tokoh masyarakat setempat dan kader kesehatan terhadap para lansia. Keluhan nyeri semakin berat pada saat dini hari ketika udara sangat dingin dan mulai berkurang menjelang siang hari. Pada saat pengkajian juga diperoleh kesimpulan bahwa para kader kesehatan dan lansia kurang memahami bagaimana menjaga kemampuan otot dan tulang supaya tetap berfungsi normal dan mencegah terjadinya pengeroposan tulang. Diskusi mengenai osteoporosis

  Setelah ditemukan inti permasalahan kesehatan pada lansia di desa Linggasari, pada pertemuan selanjutnya dijadwalkan kegiatan peningkatan pengetahuan kader kesehatan tentang pencegahan pengeroposan tulang dan cara mengenalinya melalui diskusi terpimpin. Dalam dikusi ini, fokus pada pengertian osteoporosis, tanda gejala, cara deteksi dan cara mencegah terjadinya osteoporosis. Antusiasme kader kesehatan saat diskusi sangat terlihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan dan saling bertukar informasi pada beberapa pertanyaan gambaran yang sering ditemui di masayarakat. Kader kesehatan mengetahui pentingnya kepadatan tulang bagi kesehatan tulang.

  3. Alih teknologi pemeriksaan kepadatan tulang Pemeriksaan kepadatan tulang merupakan salah satu upaya untuk mengetahui secara dini kondisi tulang. Pemeriksaan ini cukup mahal dan tidak semua pusat pelayanan kesehatan memiliki alat tersebut. Pemeriksaan kadar kalsium juga memerlukan peralatan laboratorium yang lengkap sehingga tidak dijumpai di puskesmas. Pemeriksaan massa tulang menggunakan timbangan banyak tersedia di toko dengan harga terjangkau serta tersedia berbagai merk. Semua kader kesehatan mencoba cara mengukur massa tulang dengan timbangan, dan membandingkan dengan nilai normal dalam buku panduan. Setelah kegiatan selesai, timbangan dihibahkan kepada posyandu lansia di desa Linggasari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kader mampu melakukan pengukuran kepadatan tulang secara cepat menggunakan alat sederhana.

  4. Pendampingan pemeriksaan kepadatan tulang Setelah tahapan alih teknologi dan peningkatan pengetahuan kader kesehatan tentang pengeroposan tulang (osteoporosis), para kader mengumpulkan lansia di desa Linggasari.

  Kader kesehatan melakukan sosialisasi tentang penyakit osteoporosis, cara mengenali tanda dan gejala serta cara mendeteksi kepadatan tulang menggunakan alat yang sederhana. Fasilitator mengamati dan membantu kader kesehatan pada saat melakukan kegiatan. Beberapa pertanyaan yang sulit dibantu oleh fasilitator untuk menjelaskan pada lansia. Selanjutnya kader kesehatan melakukan pemeriksaan kepadatan tulang pada lansia. Rerata massa tulang lansia laki-laki sebesar 2,97 kg sedangkan pada wanita sebesar 2,3 kg. Massa tulang normal pada wanita usia 60 tahun atau lebih sebesar 2,5 kg dan pada laki-laki sebesar 3,2 kg. Hal ini menunjukkan bahwa rerata massa tulang pada wanita dalam kategori sedang rendah, sehingga perlu upaya para lansia untuk meningkatkan intake makanan tinggi kalsium sehingga pengeroposan tulang dapat dicegah. Kegiatan diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan target pencapaian tujuan.

  DISKUSI

  Penuaan akan berdampak pada penurunan kemampuan metabolisme tulang, sehingga orang lanjut usia (lansia) umumnya akan mengalami penurunan massa tulang hingga terjadi osteoporosis (Lee et al., 2017). Kecepatan penurunan massa tulang berbeda-beda tergantung kondisi individu dan faktor yang mempengaruhinya. Olahraga, vitamin, protein, hormonal, mineral dan nutrien lain berpengaruh terhadap kepadatan tulang (Lemer, 2017).

  Olahraga sangat berpengaruh pada kesehatan tulang. Semakin sering melakukan olahraga yang membebani tulang, maka tulang akan semakin kuat. Contoh olahraga adalah lari, jogging, aerobik, lompat tali, dancing, dan tennis. Selain olahraga yang memberi beban pada tulang, olahraga yang melatih ketahanan otot juga dapat meningkatkan kepadatan tulang di beberapa bagian tubuh. Contohnya adalah angkat beban dan gerakan mengangkat berat badan sendiri.

  Protein dan kalsium merupakan dua komponen penting untuk membentuk tulang. merupakan mineral utama pada tulang yang membuat tulang menjadi kokoh (Nuraeni I and Saryono, 2015). Sedangkan, satu per tiga bagian tulang tersusun dari kolagen (yang merupakan protein) yang memberi kelenturan pada tulang. Asupan protein yang rendah dapat mengurangi penyerapan kalsium serta memengaruhi tingkat pembentukan dan penghancuran tulang sehingga mencukupi kebutuhan protein dan kalsium setiap hari penting untuk kesehatan tulang.

  Vitamin D dan vitamin K adalah vitamin yang diperlukan untuk membentuk tulang yang kuat (Saryono, Dardjito E dan Proverawati A. 2016). Vitamin D berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang terutama untuk membantu penyerapan kalsium. Vitamin D dapat diperoleh dari sinar matahari sebagai sumber utama. Anak-anak dan orang dewasa dengan tingkat vitamin D yang rendah cenderung memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah, sehingga lebih berisiko mengalami pengeroposan tulang. Vitamin K dibutuhkan tulang untuk membantu memodifikasi protein yang terlibat dalam pembentukan tulang. Hal ini dilakukan agar protein tersebut dapat mengikat mineral dalam tulang sehingga mencegah hilangnya kalsium dalam tulang. Vitamin K ini bisa diperoleh dari berbagai macam sayuran, terutama sayuran hijau.

  Beberapa mineral lain juga dibutuhkan untuk memperkuat tulang misalnya magnesium dan zink. Magnesium berperan dalam mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Sedangkan, zink berperan dalam mendukung pembentukan sel- sel tulang dan mencegah penghancuran tulang berlebihan. Banyak makanan sumber magnesium seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, ikan, dan buah-buahan (seperti pisang, semangka, dan alpukat). Sedangkan makanan sumber zink adalah daging sapi, udang, bayam, dan tiram. Menjaga berat badan juga penting untuk meningkatkan kesehatan tulang. Beberapa penelitian membuktikan bahwa berat badan rendah merupakan faktor utama yang membuat kepadatan tulang menurun dan uga dapat mengganggu kesehatan tulang dan meningkatkan risiko patah tulang. cara untuk menguji kepadatan tulang, misalnya absorptimetri pusat (tes DXA pusat), tes kepadatan mineral tulang (BMD) dan body weight bone mass detector dengan timbangan digital. Alat pengukur massa tulang dalam bentuk timbangan memiliki kelebihan harga yang terjangkau, prosedur noninvasive, mudah dilakukan dan cepat.

  Tulang memiliki kemampuan untuk regenerasi, namun kemampuan tulang akan melemah seiring dengan bertambahnya usia. Wanita umumnya memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Oleh karena itu semua wanita di atas usia 65 tahun dihimbau untuk melakukan tes kepadatan tulang. Selain usia, ada beberapa tanda yang dapat menjadi peringatan untuk melakukan tes kepadatan tulang yaitu jika hasil rontgen tulang belakang menunjukkan adanya patah tulang atau keropos tulang, nyeri punggung dengan kemungkinan patah tulang pada tulang belakang, kehilangan tinggi badan 1 cm atau lebih dalam satu tahun dan total hingga mencapai 3 cm.

  Peningkatan pengetahuan dan alih teknologi pemeriksaan kepadatan tulang pada kader kesehatan sangat bermanfaat bagi kader untuk memonitor kesehatan lansia melalui kegiatan posyandu lansia. Alih teknologi, penyuluhan dan pendampingan terbukti merupakan teknik yang sesuai untuk mengajarkan ketrampilan kepada para kader kesehatan (Saryono, Rahmawati E and Proverawati A. 2016). Pengkajian masalah hingga pelaksanaan solusi terhadap permasalahan (sesuai tahapan dalam action research) sekaligus evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dapat mengatasi masalah secara komprehensif (Saryono, Nani D and Proverawati A, 2016).. Hasil kegiatan lebih berdaya guna dan bermanfaat bagi para lansia dan kader kesehatan .

  KESIMPULAN

  Kader kesehatan mampu mengenali penyakit pengeroposan tulang, mengetahui cara pencegahan dan cara pemeriksaan deteksi kepadatan tulang menggunakan alat sederhana. Kepadatan tulang para lansia termasuk dalam kategori sedang-rendah, sehingga diduga kadar kalsium para lansia juga rendah. Intake kalsium yang rendah akan berdampak pada proses penulangan menjadi terhambat sehingga terjadi pengeroposan tulang. Perlu upaya dini memotivasi lansia untuk meningkatkan intake kalsium sehingga kekuatan tulang tetap terjaga dengan mengoptimalkan peran kader kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

  Adler RA, Fuleihan GE, Bauer DC, Camacho PM, Clarke BL et al.,2016. Managing Osteoporosis in Patients on Long-Term Bisphosphonate Treatment: Report of a Task Force of the American Society for Bone and Mineral Research. Journal of Bone and Mineral Research, 31(1): 16-35.

  Lee WC, Guntur AR, Long F and CL. 2017. Energy Metabolism of the Osteoblast: Implications for Osteoporosis . Endocrine Reviews, 38(1) : 255 –266.

  Lemer UH, 2016. Bone Remodeling in Post-menopausal Osteoporosis. Journal of Dental Research, 85 (7):584-595. Nuraeni I and Saryono, 2015. Peningkatan asupan serat dan kalsium pada usia lanjut melalui pelatihan pembuatan produk tempe, abon, dan nugget berbahan dasar daun singkong di posyandu lansia Desa gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat oleh LPPM Universitas Muhammadyah Purwokerto 26 September 2015 Poliklinik Desa Linggasari. 2016. Buku Kunjungan Pasien, Poliklinik Desa, Tidak dipublikasikan.

  Roland B, 2017. Bone Biology and Future Targets For Osteoporosis Treatment. 17 Supplement, p16-17.p2. Saryono, Dardjito E dan Proverawati A. 2016. Strategi Penguatan Kader Dalam Mendeteksi

  Penyakit Gout/Hiperurisemia. Medsains, September 2016; 2(1) : 35 – 38. Saryono, Nani D, and Proverawati A. 2015. Peningkatan pengetahuan tentang kadar vitamin D dan kalsium pada lanjut usia melalui transfer teknologi dan pendampingan di desa Dawuhan,

  Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga. Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat oleh LPPM Universitas Muhammadyah Purwokerto 26 September 2015.

  Saryono, Rahmawati E and Proverawati A. 2016. Community empowering models to gout management: A study among Indonesian cadres and elderly. Int J Med Res Health Sci.

  2016;5(7): 28-31