Kata kunci: Model Pembelajaran, Keaktifan Siswa, Berfikir Kritis Pendahuluan - MODEL PEMBELAJARAN PEMBENTUKAN KONSEP UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

  

MODEL PEMBELAJARAN PEMBENTUKAN KONSEP UNTUK MENGEMBANGKAN

KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

  oleh:

  

Edi Kusnadi & Diny Fitriyani

  Prodi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

  Universitas Islam Nusantara, Bandung

  

ABSTRAK

  Berbagai persepsi negatif terhadap pembelajaran Pedidikan Kewarganegaraan (PKn) sering menjadi keluhan, bahwa mata pelajaran PKn membosankan dan tidak menarik. Hal itu terjadi dari cara guru mengajar di kelas, guru lebih sering menggunakan model pembelajaran yang membosankan, salah satunya adalah model pembelajaran ceramah. Model tersebut kurang mengembangkan keterampilan berfikir kritis peserta didik. Dengan kondisi tersebut mata pelajaran PKn tidak efektif. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana model pembentukan konsep dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan (PKn). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 14 Bandung, di kelas XII DKV 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa: Penerapan model pembentukan konsep dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan berfikir kritis, Respon peserta didik terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangat baik, peserta didik aktif mengikuti pembelajaran PKn, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan, dan peserta didik mudah memahami materi yang di sampaikan oleh guru. Kemampuan berfikir kritis peserta didik berkembang dalam bentuk kemampuan menganalisis, mensintesis, membuat keputusan, dan atau mampu memberikan kesimpulan secara baik.

  Kata kunci: Model Pembelajaran, Keaktifan Siswa, Berfikir Kritis Pendahuluan

  Pendidikan merupakan sektor utama dan paling penting untuk mengembangkan sumber daya manusia, baik hubungannya dengan kepentingan pribadinya, maupun untuk keberdayaan kualitas bangsa dan negaranya. Seperti halnya yang tercantum dalam undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yaitu: “Menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

  Dengan demikian maka pendidikan hakekatnya secara umum sangat penting untuk membangun kepribadian yang selaras dengan nilai-nilai kehidupan sosial bangsanya. Pendidikan dikembangkan pada jenjang pendidikan formal dan non formal. Salah satu mata pelajaran untuk mengembangkan pendidikan tersebut adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dalam membangun kesadaran nasionalisme dan patriotisme sebagaimana menurut UU No 20 Tahun 2003. Oleh karena itu PKn harus dipelajari dan dikuasai oleh segenap warga negara sebagai sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka mampu mengembangkan kualitas dirinya sekaligus kekuatan bangsanya. Maka PKn harus mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif sehingga peserta didik bisa menyukai pembelajaran PKn.

  Berbagai persepsi negatif terhadap pembelajaran PKn sering menjadi keluhan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) membosankan dan tidak menarik. Selain itu menurut Taofik sebagai guru PKn di SMK N 14 Bandung mengatakan bahwa peserta didik tidak menyukai pembelajaran PKn karena materi PKn berisi pasal-pasal sehingga peserta didik sulit untuk memahaminya. Hal ini disebabkan pelajaran PKn dirasakan terlalu banyak hapalan dan bersifat normatif. Namun demikian pada kenyataannya sesungguhnya masih banyak yang menikmati keasyikan belajar PKn, karena isi materi pembelajarannya bersifat kontekstual dengan kehidupan sehari-hari. Dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di kembangkan tiga ranah aspek potensi manusia yang meliputi aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir peserta didik, Afektif berhubungan dengan sikap atau perilaku peserta didik, dan Psikomotor berhubungan dengan keterampilan sosial peserta didik.

  Namun karena peserta didik beranggapan pembelajaran PKn membosankan maka peneliti melakukan penelitian pada ranah kognitif. Hal lain bahwa berdasarakan pengamatan peneliti, peserta didik di SMK N 14 Bandung kurang antusias pada proses pembelajaran di kelas mereka cenderung pasif, sedangkan dalam pembelajaran adaptif dan produktif lebih aktif dan mampu berpartisipasi. Dalam pembelajaran PKn ditemukan pula bahwa kemampuan belajar peserta didik lemah dalam hal : 1) Mengemukakan pendapat dalam belajar klasikal di kelas 2) Keterlibatan dalam proses belajar, umumnya peserta didik sangat bergantung kepada stimulasi guru 3) Penguasaan konsep materi yang diajarkan. Berdasarakan pertimbangan tersebut maka peneliti ingin mengembangkan potensi berfikir dan melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran secara optimal dengan menggunakan Model Pembelajaran Pembentukan Konsep. Model pembelajaran pembentukan konsep yaitu model pembelajaran yang dapat memunculkan rasa ingin tahu peserta didik tentang materi yang akan disampaikan oleh pembelajar, dan dapat pula melatih peserta didik dalam berfikir kritis. Apabila materi pembelajaran PKn di sampaikan dengan menggunakan model pembelajaran pembentukan konsep maka peserta didik akan lebih berfikir secara logik/ rasional dan didukung dengan fakta yang bersifat empiris, sehingga proses pembelajaran pun yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan dapat dikembangkan secara optimal.

  Berfikir kritis adalah berfikir yang mampu menguraikan konsep, membuat kesimpulan, dan dapat memutuskan atau menyimpulkan sesuatu yang benar dan salah serta baik dan buruk. Tingkatan berfikir kritis menurut Donosoepoetro (1993:10) 1) mengetahui (knowledge), 2) memahami (understanding), 3) menerapkan (application), 4) menganalisis (analysis), 5) mensintesis

  

(synhesis), 6) mengevaluasi (evaluation)”, sedangkan berfikir kritis tingkat tinggi meliputi 1)

  menganalisis (analysis), 2) mensintesis (synhesis), 3) mengevaluasi (evaluation)”, Donosoepoetro (1993:11). Permasalahan tersebut mendasari penelitian ini dalam menerapkan model pembelajaran Pembentukan Konsep untuk meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis peserta didik. Model pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi solusi dari masalah- masalah yang muncul dalam pembelajaran PKn.

  Metode

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sukmadinata (2006 : 60) “ Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menganalisi fenomena peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu atau kelompok”. Mengingat setting lokasi penelitian dilaksanakan dengan latar kelas di sekolah, maka metode penelitian yang sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif tersebut adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research (CAR). Menurut Kemiss dan Taggart “ Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta –pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik – praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik – praktik tersebut” (Iskandar. 2012:22).

  Pembahasan

1. Penerapan Model Pembelajaran Pembentukan Konsep untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis.

  Proses pembelajaran dengan menggunakan konsep adalah proses pembelajaran yang sangat menyenangkan bagi peserta didik, mereka tidak merasa jenuh dalam mengikuti proses belajar. Konsep- konsep yang di berikan, dapat memunculkan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi yang di sampaikan, atribut- atribut dari konsep juga menumbuhkan rasa penasaran peserta didik akan maksud dan tujuan dari konsep yang di sajikan, sehingga dengan itu dapat memancing peserta didik untuk berbicara di depan kelas.

  Peserta didik mampu menemukan konsep dan menghubungkan atribut- atributnya menjadi sebuah konsep yang utuh dan benar, peserta didik kreatif dalam mencari konsep, karena selain mencari dari materi yang telah diberikan, peserta didik pun mencari konsep sendiri dengan menghubungkan pengalaman pribadi mereka di luar sekolah. Dengan itu maka proses pembelajaran dengan menggunakan konsep dapat melatih peserta didik dalam berfikir kritis, Sehingga pada siklus I, siklus II dan siklus III terjadi perubahan hasil penilaian yang di dapat oleh peserta didik, hasil yang di dapat sesuai dengan teknik penggunaan model pembelajaran konsep. Pada siklus I menggunakan model pembelajaran ceramah dan Tanya jawab dengan kategori “Cukup”, siklus II dengan model pembelajaran permainan kategorinya “Baik”, dan siklus III dengan model pembelajaran inquiry kategori yang di dapat adalah “Sangat baik”.

  Adapun temuan-temuan pada setiap perubahan siklus, yaitu sebagai berikut:

  a. Peserta didik sudah mampu mengemukakan ide dan pendapatnya dengan jelas dan lancar, terutama pendapatnya tentang pers yang berkembang di indonesia.

  b. Peserta didik mampu menghubungkan konsep dengan atribut- atributnya menjadi sebuah penjelasan yang bermanfaat bagi mereka, sehingga dengan menghubungkan konsep dan atribut- atributnya mereka mengerti tentang pengertian pers, fungsi pers, perkembangan pers, kode etik jurnalistik dll.

  c. Peserta didik mempunyai rasa antusias dalam memberikan contoh konsep, mereka mencari contoh konsep selain dari materi yang diberikan tetapi juga mencari dari internet yang mereka cari sendiri.

  d. Peserta didik mempunyai keberanian untuk berbicara di depan kelas, setiap peserta didik berlomba- lomba untuk tampil di depan kelas, karena mereka merasa sudah paham dan mengerti menentukan konsep dari sebuah materi.

  e. Peserta didik dapat membuat kesimpulan dan mampu memecahkan masalah yang terbaik, dengan mereka memahami konsep, maka mereka sudah mengerti membuat kesimpulan dari keseluruhan materi yang telah di sampaikan.

  f. Kerjasama antar peserta didik pun terjalin dengan baik dan terorganisir, pada saat diskusi kelompok mereka saling bekerja sama dan tidak ada peserta didik yang cuek sendiri, sehingga mereka menunjukan kekompakannya. Dengan melihat hasil di atas, maka proses belajar dengan menggunakan konsep

  guru tidak memberikan materi kepada peserta didik secara menyeluruh tetapi peserta didik mencari materinya sendiri sehingga dengan itu proses pembelajaran lebih bermakna dan berkesan. Keadaan itu semua dapat di hubungkan dengan teori Konstruktivisme. Dimana “teori kontrukstivisme adalah suatu teori belajar yang menekankan bahwa para

  siswa sebagai pembelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan secara individual, Carin (dalam Anggriamurti, 2009)”. Teori itu sangat cocok pada proses pembelajaran dengan menggunakan konsep, yang pada pelaksanaannya peserta didik aktif dan kreatif dalam membangun pemikirannya sendiri untuk menciptakan konsep- konsep yang berhubungan dengan materi yang diberikan oleh guru, sehingga dengan itu proses belajar berlangsung dengan menyenangkan, guru hanya sebagai fasilitator, materi yang di berikan kepada peserta didik mudah mereka pahami, dan peserta didik membangun pengetahuannya sendiri, dengan itu maka proses pembelajaran dengan menggunakan konsep telah terlaksana dengan baik.

  “Teori Kognitivisme adalah Model kognitif yang memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada, Piaget (Hudoyono, 1988:45)”. Teori ini dapat dihubungkan dengan pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep, dimana peserta didik dapat memperoleh informasi dari konsep- konsep yang diberikan dan akhirnya mereka dapat menyimpan dan menemukan hubungan dari konsep- konsep yang telah diberikan, sehingga dapat menjadi sebuah pengetahuan yang bisa mereka serap, dari penjelasan dan kedua teori di atas dapat diketahui bahwa proses pembelajaran PKn yang dilaksanakan di kelas XII DKV 2 tidak membosankan dan peserta didik mengikuti proses pembelajaran PKn dengan baik.

  

2. Respon Peserta didik dalam Proses Pembelajaran PKn dengan Menggunakan

Konsep

  Peserta didik beranggapan pembelajaran PKn itu membosankan, alasannya karena terlalu banyak hapalan, tetapi dengan pembelajaran PKn menggunakan konsep respon peserta didik sangat baik dalam mengikuti proses belajar, mereka menunjukan kegembiraan dan ikut serta secara aktif dalam proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan terhadap respon peserta didik di bagi menjadi empat aspek yaitu : 1) Pemahaman terhadap konspe yang diberikan 2) Kemampuan berinteraksi satu sama lainnya, saling bertanya dan menjelaskan 3) Kemampuan membuat gagasan 4) Kemampuan menyampaikan gagasan. Ke empat aspek tersebut di teliti saat proses pembelajaran berlangsung, yang dilakukan pada siklus I, siklus II, dan siklus III, sehingga menghasilkan penilaian sebagai berikut : Siklus I dengan jumlah 26 yaitu kategori “Cukup”, siklus II berjumlah 33 dengan kategori “Cukup”, dan siklus III dengan jumlah 48 kategori “Baik”.

  Dalam proses pembelajaran, peserta didik mampu menganalisis materi, membuat gagasan baru, dan dapat menentukan konsep yang berhubungan dengan materi yang di sampaikan. Peserta didik pun memiliki rasa antusias dalam mempresentasikan hasil pemikirannya, peserta didik tidak menunjukan kejenuhan, mereka mampu berfikir dan mengembangkan pemahamannya. Berbagai pendapat mereka ungkapkan karena mereka paham tentang materi yang di sampaikan. Guru tidak harus selalu menyampaikan materi, tetapi dengan konsep peserta didik dapat mencari materi sendiri, dengan itu maka dapat melatih sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami dan mencari materi pembelajaran sendiri, oleh karena itu dalam proses pembelajaran PKn tidak ada lagi keluhan- keluhan dari peserta didik akan pembelajaran PKn yang membosankan, tetapi hanya respon positif yang diberikan peserta didik terhadap pembelajaran PKn.

  Menurut Gagne ( Mukminan, 1997:27) “Teori pemrosesan informasi adalah pembelajaran yang terjadi melalui proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar”. Teori ini menekankan pada respon peserta didik terhadap proses pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep. Konsep yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan proses berfikir mereka, sehingga hasil pemikirannya dapat menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat bagi peserta didik, selain itu teori belajar menurut Van Hiele (1954) dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : a. Tahap Pengenalan

  Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu konsep yang berisikan atribut- atributnya secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui hubungan dari konsep dengan atribut- atributnya.

  b. Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal atribut- atribut dari konsep yang telah diberikan.

  c. Tahap Pengurutan Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan dari atribut-atribut dengan konsep.

  d. Tahap Deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.

  e. Tahap Akurasi Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

  Dari tahap- tahap tersebut, respon peserta didik dalam pembelajaran PKn, dengan menggunakan konsep terlaksana sesuai dengan ke lima tahap tersebut, sehingga proses pembelajaran PKn terjadi secara aktif. Kedua teori tersebut yaitu teori pemrosesan informasi dan teori belajar menurut Van Hiele sangat cocok dengan respon peserta dalam proses pembelajaran PKn, maka dengan itu proses pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep telah terlaksana dengan baik.

3. Kemampuan Berfikir Kritis Peserta didik dengan Menggunakan Konsep

  Pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep dapat melatih berfikir kritis peserta didik dalam proses belajar. Konsep dan atribut- atributnya yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbukan proses berfikir peserta didik, karena mereka mempunyai rasa ingin tahu dan penasaran dengan melihat konsep yang diberikan, sehingga mereka mempunyai keinginan untuk menemukan maksud dan tujuan dari konsep tersebut.

  Pada siklus I peserta didik masih pada tahap mengenal tentang pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep, sehingga hasil berfikir kritis peserta didik masih biasa, sedangkan pada siklus II dan Siklus III peseta didik sudah mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hasil berfikir kritis peserta didik hanya mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 75, meskipun awalnya masih ada yang mendapat nilai di bawah KKM yaitu 65 dan 70, tetapi pada setiap siklusnya hasil berfikir kritis peserta didik mengalami perubahan yang sangat baik. Hasil akhir yang di dapat oleh peserta didik yaitu: Nilai 75 dengan presentase 70,00%, Nilai 70 dengan presentase 16,67%, dan Nilai 65 dengan presentase 13,33%.

  Dari penjelasan di atas diketahui bahwa hasil berfikir kritis peserta didik semakin bertambah pada setiap siklusnya, apalagi pada siklus III peserta didik menunjukan hasil yang lebih baik. Dalam proses pembelajaran menggunakan konsep peserta didik aktif mengikuti pembelajaran di kelas, sehingga dengan adanya partisipasi dari peserta didik, maka proses belajar lebih menyenangkan dan materi yang di sampaikan oleh guru dapat mudah di pahami oleh peserta didik, dengan peserta didik mudah memahami materi pelajaran, maka pada saat pemberian soal evaluasi peserta didik sudah paham dan mengerti maksud dan tujuannya. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pembelajaran PKn kelas XII adalah 75, sebelum menggunakan konsep mereka sulit untuk menempuh KKM tersebut, sedangkan dengan menggunakan konsep mereka mampu menempuh KKM yang telah di tentukan. Hasil yang di dapat pada siklus I, siklus II, dan siklus III mengalami perubahan dimana nilai yang di dapat oleh peserta didik semakin tinggi dan mampu mencapai batas KKM, oleh karena itu proses berfikir kritis pada pembelajaran PKn dengan menggunakan konsep di katakana telah berhasil.

  Tahapan berfikir kritis menurut Bloom di bagi menjadi lima bagian yaitu : a. mengetahui (knowledge), b. memahami (understanding), c. menerapkan (application), d. menganalisis (analysis), e. mensintesis (synhesis), f. mengevaluasi (evaluation)”. Bagian- bagian tersebut dapat dijadikan penilaian dalam berfikir kritis, tetapi dalam penelitian ini penilaian yang digunakan melalui tiga kategori yaitu: menganalisis (analysis), mensintesis

  

(synhesis), dan mengevaluasi (evaluation)”, Donosoepoetro (1993:11), ketiga kategori

  tersebut di jadikan acuan dalam menilai sejauh mana peserta didik mampu berfikir kritis, penilaian dilakukan dengan memberikan soal evalusi kepada peserta didik, dan ternyata penggunaan konsep sangat membantu peserta didik berfikir kritis, proses berfikir kritis dengan menggunakan konsep dapat dihubungkan dengan teori Bloom, yaitu:

  1) Pengetahuan (Knowledge) Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, prinsip dan dasar.

2) Pemahaman (Comprehension)

  Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, table, diagram, arahan, peraturan, dsb.

  3) Aplikasi (Aplication)

  Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. 4) Analisis (Analysis)

  Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

  5) Sintetis (Synthetis) Satu pola tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlibat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

  6) Evaluasi (Evaluation)

  Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Ke enam aspek ini merupakan bagian dari penilaian dalam kemampuan berfikir kritis peserta didik, tetapi sebagaimana di jelaskan sebelumnya bahwa dari ke enam aspek tersebut hanya di ambil tiga aspek yaitu menganalisis (analysis), mensintesis (synhesis),dan mengevaluasi (evaluation), Donosoepoetro (1993:11), ketiga aspek itu diambil karena merupakan bagian berfikir kritis tingkat tinggi. Apabila peserta didik dinilai dari ketiga aspek tersebut maka mereka dikatakan telah mampu berfikir kritis yang sangat tinggi, karena ketiga aspek tersebut merupakan ranah yang paling tinggi dalam berfikir kritis menurut Bloom. Model pembentukan konsep akhirnya dapat membantu peserta didik dalam berfikir kritis, oleh karena untuk melatih berfikir kritis peserta didik, sangat lah tepat menggunakan model pembelajaran pembentukan konsep. Selain teori bloom, teori yang tepat berhubungan dengan berfikir kritis dengan menggunakan konsep adalah teori pemrosesan informasi menurut Robert Gagne, yang mengatakan bahwa proses pembelajar terdiri dari delapan fase yaitu : a) motivasi; b) pemahaman; c) pemerolehan; d) penyimpanan; e) ingatan kembali; f) generalisasi; g) perlakuan, h) umpan balik. Delapan fase tersebut masuk ke dalam proses pembelajaran dengan menggunakan konsep, dimana peserta didik memiliki motivasi yang kuat dalam mengikuti pembelajaran,selain itu peserta didik mampu memahami materi dengan mudah, sehingga dengan itu mereka dapat mengetahui tujuan dari materi yang di sampaikan secara cepat dan tepat. Kedua teori tersebut cocok di hubungkan dengan berfikir kritis dengan menggunakan konsep, dengan itu semua maka, dapat melatih berfikir kritis peserta didik kelas XII DKV 2 dan hasilnya pun sudah sesuai KKM.

  Kesimpulan

  Hasil penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran pembentukan konsep dalam PKn mampu mengembangkan keterampilan berfikir kritis. Penggunaan konsep pada pembelajaran sangat membantu peserta didik untuk berfikir, karena dari konsep yang diberikan membuat mereka penasaran terhadap materi yang akan di sampikan oleh guru. Konsep- konsep yang diberikan membuat peserta didik mempunyai keinginan berbicara di depan kelas, mengeluarkan pendapat, memberikan contoh, bahkan membuat kesimpulan dari materi yang di sampaikan, sehingga proses berfikir mereka lebih cepat dan akhirnya menumbuhkan proses berfikir yang sangat tinggi, yaitu berfikir kritis. Penilaian berfikir kritis dilakukan melalui tahapan berikut ini: 1) menganalisis (analysis), 2) mensintesis (synhesis), 3) mengevaluasi (evaluation). Tahap- tahap itu membantu penilaian sejauh mana peserta didik dapat berfikir kritis, sehingga penggunaan konsep membantu peserta didik dalam meningkatkan berfikir kritis. Kemampuan peserta didik dengan menggunakan konsep dalam penelitian ini menunjukan peningakatan yang baik, tetapi di tunjang oleh optimalisasi peserta didik seperti : motivasi, minat, dan proses berfikir peserta didik, apabila muncul optimalisasi dari peserta didik , maka materi ajar yang di sampaikan oleh guru akan mudah dipahami oleh peserta didik dan peserta didik akan berfikir kritis, sehingga proses pembelajaran terlaksana dengan baik.

  Pustaka Donosoepoetro. (1993). Pendidikan Berpikir. Surabaya: Airlangga University Press.

  Fisher, Alec. (2009). Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga. Hassoubah,Z. (2007). Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan). Bandung: Yayasan Nuansa Cendia.

  Indrawati. (2005). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Bandung: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru IPA. Iskandar. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Referensi (GP Press Group). Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama. Singarimbun & Effendi. (2009). Belajar Konsep. Jakarta: Erlangga. Sukmadinata, Nana, Syaodh. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Undang-undang RI, Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: DEPDIKNAS.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA KESEHATAN MELALUI PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING SISWA KELAS VIII-A SMPN 1 KEDUNGJAJANG. Oleh: Suhasan (SMPN 1 Kedungjajang Lumajang) – JURNAL JP3

0 0 7

METODE PENELITIAN - EVALUASI KINERJA GURU EKONOMI (STUDI KOMPARASI DI SEKOLAH KEMENDIKBUD DAN SEKOLAH KEMENAG) Oleh: RONI WIRANATA – JURNAL JP3

0 0 10

METODE PENELITIAN - PENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION(GI) DI KELAS IX C SMP NEGERI 01 PASIRIAN Oleh: WIN SANTJOJO – JURNAL JP3

0 0 11

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYUSUN RPP MELALUI SUPERVISI AKADEMIK. Oleh: NURSYAMSU SUBAGYO – JURNAL JP3

0 2 11

Latar Belakang - STUDI TERHADAP MINAT BELAJAR EKONOMI DI SMA NEGERI 2 BATU (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI IPS). Oleh: DWI YANUARINDAH PUTRI – JURNAL JP3

0 0 11

39 PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH BENGKULU DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN PROGRAM SIARAN BERITA “PEKARO” RBTV oleh : Juliana Kurniawati Kundori Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar Medan ABSTRAK - PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH BENGK

0 7 17

29 ANALISIS MULTI DIMENSI PADA PEMBANGUNAN EKONOMI DI KABUPATEN JEPARA oleh : Ulfa Nadra Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar Medan ABSTRACT - ANALISIS MULTI DIMENSI PADA PEMBANGUNAN EKONOMI DI KABUPATEN JEPARA

0 0 9

Kata Kunci : Pemilihan Kepala Daerah, Dinasti Politik, Penyimpangan Pendahuluan - TAFSIR POLITIK: GEJALA DEMOKRASI VERSUS DINASTI PADA PILKADA SERENTAK 2015

0 0 12

Kata Kunci: Keaksaraan Fungsional, life skill, perempuan Pendahuluan - PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN AKRET BERBASIS LIFE SKILL PADA PEREMPUAN PEDESAAN

0 0 8

Kata Kunci : persepsi, masyarakat, Pemilu2014, demokrasi. Pendahuluan - PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PENYELENGGARAAN PEMILU

0 0 8