Elastisitas Permintaan Pangan Strategis

Elastisitas Permintaan Pangan Strategis

Elastisitas Permintaan Beras

Tabel 22 menunjukkan bahwa permintaan beras kurang elastis terhadap harga. Makanan bersifat kurang elastis karena termasuk kebutuhan pokok (Kuntjoro 1984). Nilai elastisitas harga beras sebesar -0.88 ini lebih besar dari penelitian Dianarafah (1999) dan Rachman (2001) yang mendapatkan hasil elastisitas harga beras, masing-masing sebesar -0.48 dan -0.64.

Tabel 22 Elastisitas permintaan beras

Kelas Pendapatan Variabel Nas

Rendah Sedang Tinggi

A A A A Harga beras A -0.88 -0.87 -0.98 -1.04 -0.86 -0.32

A B B B A Harga jagung B -0.15 -0.20 -0.13 -0.18 -0.21 -0.17 Harga ubi kayu B -0.09 -0.11 -0.09 -0.13 -0.25

0.13 Harga ubi jalar

0.02 0.11 0.02 0.01 0.17 -0.17

Harga mi instan B -0.05 0.05 -0.10 -0.24

A B A A Pendapatan B 0.42 0.20 0.64 0.77 0.52 -0.19 A Keterangan: Nas=Nasional; B Pengaruh nyata pada taraf 1%; Pengaruh nyata pada

taraf 10% Nilai elastisitas harga beras di desa lebih tinggi daripada di kota. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Dianarafah (1999) dengan hasil elastisitas harga taraf 10% Nilai elastisitas harga beras di desa lebih tinggi daripada di kota. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Dianarafah (1999) dengan hasil elastisitas harga

Harga jagung yang meningkat menurunkan permintaan beras. Dengan hasil tersebut, jagung dapat bersifat komplementer terhadap beras. Beras dalam bentuk nasi dikonsumsi bersamaan dengan olahan jagung sebagai pelengkap atau lauk. Elastisitas silang jagung terhadap beras lebih besar di kota dibandingkan di desa.

Nilai elastisitas pendapatan di desa lebih tinggi dibandingkan di kota. Hasil yang sama didapatkan Dianarafah (1999) dengan nilai 0.74 di desa dan

0.50 di kota, namun berbeda dengan hasil Rachman (2001) dengan nilai 0.51 di desa dan 0.78 di kota. Di desa, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan beras dalam jumlah besar. Hal ini berkaitan pula dengan nilai sosial yang lebih tinggi di desa dibandingkan di kota. Kenaikan pendapatan pada rumah tangga berpendapatan tinggi akan menurunkan permintaan beras. Dengan kata lain, pada rumah tangga berpendapatan tinggi, beras dianggap pangan inferior.

Elastisitas Permintaan Jagung

Jagung memiliki elastisitas harga yang elastis di seluruh kategori wilayah dan kelas pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa jagung (bentuk olahan tertentu) merupakan pangan mewah bagi rumah tangga di berbagai wilayah dan kelas pendapatan. Berdasarkan hasil, seluruh pangan lain yang dianalisis memiliki sifat subtitusi, kenaikan harga pangan-pangan tersebut akan meningkatkan permintaan jagung.

Nilai elastisitas pendapatan jagung secara nasional sangat kecil, bahkan mencapai angka 0.00 pada kelompok pendapatan rendah. Hal ini menunjukkan tidak ada kenaikan permintaan jagung walaupun pendapatan meningkat. Pada kelompok pendapatan sedang, kenaikan harga jagung akan menurunkan permintaannya. Hal ini diduga karena bagi rumah tangga tersebut, jagung merupakan pangan inferior.

Tabel 23 Elastisitas permintaan jagung

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

A A A A A Harga jagung A -1.36 -1.16 -1.43 -1.45 -1.49 -1.04

Harga beras B 0.26 0.32 0.12 0.07 -0.09 0.58

B Harga ubi kayu B 0.09 -0.13 0.16 0.30 0.20 -0.54

A A B Harga ubi jalar B 0.29 0.28 0.36 0.18 0.30 0.34

B 0.20 A 0.29 0.07 0.24 Pendapatan

Harga mi instan B 0.23 0.03

0.11 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%; B Pengaruh nyata pada taraf 10%

0.09 0.28 0.27 0.00 -0.24

Elastisitas Permintaan Ubi Kayu

Permintaan ubi kayu kurang elastis terhadap harganya, kecuali pada rumah tangga berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ubi kayu (bentuk olahan tertentu) merupakan pangan mewah bagi rumah tangga tersebut. Perubahan permintaan ubi kayu akibat perubahan harganya lebih elastis di kota dibandingkan dengan di desa, ditunjukkan dengan nilai elastisitas masing-masing -0.89 dan -0.54. kenaikan harga jagung akan menurunkan permintaan ubi kayu, berkaitan dengan sifat jagung sebagai komplementer dari ubi kayu. Masing- masing daerah di Indonesia memiliki bentuk campuran jagung dan ubi kayu yang khas. Kenaikan harga mi instan secara elastis, akan meningkatkan permintaan ubi kayu pada kelompok pendapatan tinggi.

Tabel 24 Elastisitas permintaan ubi kayu

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

A A A A A Harga ubi kayu A -0.61 -0.89 -0.54 -0.43 -0.61 -1.13 Harga beras

0.18 -0.15

A A A A Harga jagung A -0.28 -0.30 -0.25 -0.20 -0.35 -0.32

A A A B A Harga ubi jalar A 0.51 0.63 0.50 0.38 0.53 0.53

B B B Harga mi instan A 0.28 0.18 0.23 0.40 -0.05 1.44

B A Pendapatan B 0.16 0.05 0.46 0.53 0.09 -0.18 A Keterangan: Nas=Nasional; B Pengaruh nyata pada taraf 1%; Pengaruh nyata pada

taraf 10% Elastisitas pendapatan ubi kayu di desa jauh lebih tinggi dibandingkan di desa. Hal ini diduga karena masyarakat pedesaan masih mengkonsumsi ubi kayu sebagai pangan sumber energi. Elastisitas pendapatan paling elastis pada rumah tangga berpendapatan rendah. Rumah tangga tersebut masih memilih ubi kayu untuk dikonsumsi agar dapat memenuhi kebutuhan gizi. Hasil ini sesuai pula dengan penelitian Rachman (2001). Elastisitas pendapatan yang bernilai negatif pada kelompok pendapatan tinggi menunjukkan bahwa ubi kayu tidak dipilih kelompok tersebut untuk dikonsumsi.

Elastisitas Permintaan Ubi Jalar

Permintaan ubi jalar tidak elastis terhadap harganya, berlawanan dengan hasil yang didapat Rachman (2001) bahwa umbi-umbian bersifat elastis. Elastisitas harga ubi jalar di kota bernilai positif walaupun angkanya sangat kecil. Hal ini berarti kenaikan harga ubi jalar justru akan meningkatkan permintaannya. Perubahan permintaan jalar akibat perubahan harga ubi kayu lebih elastis pada kelompok berpendapatan rendah, sesuai dengan penelitian Rachman (2001). Kelompok ini merupakan kelompok yang paling sengsara dengan adanya kenaikan harga ubi jalar.

Tabel 25 Elastisitas permintaan ubi jalar

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

B A Harga ubi jalar A -0.20 0.03 -0.28 -0.42

-0.10 -0.18

A -0.23 A 0.16 B 0.11 0.21 A 0.47 A Harga jagung

Harga beras B 0.24

B Harga ubi kayu B 0.01 -0.26 0.08 0.18 -0.01 -0.28

A A B Harga mi instan A 0.31 0.21 0.29 0.37 0.10 1.02

B Pendapatan A 0.12 -0.01 0.34 0.37 0.25 -0.11 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%; B Pengaruh nyata pada

taraf 10% Kenaikan harga beras dan mi instan akan meningkatkan permintaan ubi jalar sehingga pangan-pangan tersebut dapat disebut sebagai pangan subtitusi ubi kayu. Jagung merupakan pangan komplementer dari ubi jalar karena kenaikan harga jagung akan menurunkan permintaan ubi jalar. Secara umum, pengaruh harga pangan lain terhadap permintaan ubi jalar lebih terlihat di kota dibandingkan dengan di desa dan pada kelompok pendapatan tinggi.

Pendapatan yang meningkat akan meningkatkan permintaan ubi kayu walaupun dalam jumlah kecil. Hasil ini berlawanan dengan hasil Rachman (2001) bahwa elastisitas pendapatan ubi jalar bersifat elastis. Permintaan ubi jalar terhadap pendapatan lebih elastis di desa dibandingkan di kota dan pada kelompok pendapatan rendah, sesuai dengan hasil penelitian Rachman (2001). Hal ini karena ubi jalar banyak dikonsumsi rumah tangga pedesaan dan rumah tangga berpendapatan rendah.

Elastisitas Permintaan Terigu dan Turunannya

Permintaan terigu dan turunannya elastis terhadap harganya, kecuali di kota. Hal ini diduga karena di kota, terigu dan turunannya termasuk kebutuhan pokok untuk dikonsumsi. Pada kelompok pendapatan sedang, terigu dan turunannya bersifat unitary elastis, perubahan permintaannya tepat sama dengan Permintaan terigu dan turunannya elastis terhadap harganya, kecuali di kota. Hal ini diduga karena di kota, terigu dan turunannya termasuk kebutuhan pokok untuk dikonsumsi. Pada kelompok pendapatan sedang, terigu dan turunannya bersifat unitary elastis, perubahan permintaannya tepat sama dengan

Tabel 26 Elastisitas permintaan terigu dan turunannya

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

Harga terigu dan

A A A A A -1.07 A -0.98 -1.08 -1.04 -1.00 -1.32 turunannya

Harga beras

0.15 0.72 B 0.11 -0.02

0.26 0.49 B Harga jagung B 0.05 0.09 0.05 0.22 -0.03

B A B Harga ubi kayu B 0.17 -0.12 0.23 0.22 0.28 -0.08

B Harga ubi jalar B 0.03 0.41 -0.08 -0.05 -0.13 0.35

A B A B Pendapatan A 0.50 0.22 0.56 0.38 0.72 0.17 A Keterangan: Nas=Nasional; B Pengaruh nyata pada taraf 1%; Pengaruh nyata pada

taraf 10%

Elastisitas Permintaan Mi Instan

Permintaan mi instan kurang elastis terhadap perubahan harganya. Elastisitas harga mi instan paling tidak elastis pada kelompok pendapatan tinggi. Hal ini karena kelompok pendapatan tinggi paling banyak mengkonsumsi mi instan. Nilai elastisitas harga yang sama antara kota dan desa menunjukkan bahwa perubahan harga mi instan memberikan pengaruh dalam jumlah yang sama terhadap permintaannya di kedua wilayah tersebut.

Tabel 27 Elastisitas permintaan mi instan

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

A A A A A Harga mi instan B -0.86 -0.85 -0.85 -0.91 -0.95 -0.59 Harga beras

0.13 B 0.03 Harga jagung

0.01 -0.14 B 0.04 Harga ubi kayu

-0.03 B -0.03

Harga ubi jalar A 0.06 0.41 -0.04

A B A Pendapatan A 0.52 0.23 0.56 0.19 0.79 0.31 A Keterangan: Nas=Nasional; B Pengaruh nyata pada taraf 1%; Pengaruh nyata pada

taraf 10%

Elastisitas pendapatan mi instan lebih tinggi di desa dibandingkan di kota. Hal ini diduga karena mi instan banyak dikonsumsi masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Nilai elastisitas pendapatan paling tidak elastis pada kelompok pendapatan rendah. Kelompok tersebut tidak banyak yang memilih mi instan untuk dikonsumsi.

Elastisitas Permintaan Mi Basah

Permintaan mi basah bersifat kurang elastis terhadap harganya. Hasil ini berbeda dengan yang didapatkan Rachman (2001) bahwa mi/terigu bersifat elastis. Tidak tersedianya nilai elastisitas bagi kelas pedapatan rendah disebabkan oleh ketidaklengkapan data yang tersedia dan terlampau kecilnya sampel yang dianalisis.

Tabel 28 Elastisitas permintaan mi basah

Kelas Pendapatan Variabel

Rendah Sedang Tinggi

A A B Harga mi basah A -0.80 -0.76 -0.82 na -0.93 -0.82 Harga beras

0.19 1.13 Harga jagung

B Harga ubi kayu B -0.35 -1.33 -0.29

na

-0.22 -0.50

Harga ubi jalar B 0.57 1.51 0.30 na

Harga mi instan B 0.95 0.54 0.30 na 0.84 1.06 Pendapatan

0.87 -0.55 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%; B Pengaruh nyata pada taraf 10%; na=not available (tidak tersedia)

0.08 -0.10

0.48 na

Beras dan mi instan memiliki elastisitas silang terhadap mi basah yang elastis pada kelompok pendapatan tinggi. Kenaikan harga ubi kayu akan menurunkan permintaan mi basah secara elastis di kota. Di sisi lain, kenaikan harga ubi jalar akan meningkatkan permintaan mi basah secara elastis di kota. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan memilih mi basah dibanding ubi jalar untuk memenuhi konsumsinya. Secara umum, pengaruh perubahan harga pangan lain terhadap permintaan mi basah lebih terlihat di perkotaan. Pendapatan yang meningkat akan meningkatkan permintaan mi basah walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Rachman (2001) bahwa mi basah memiliki elastisitas pendapatan elastis. Pada rumah tangga di kota dan berpendapatan tinggi, peningkatan pendapatan justru akan menurunkan konsumsi mi basah. Hal ini diduga karena mi basah kurang praktis untuk dikonsumsi.

Tabel 27 dan 28 menunjukkan bahwa rumah tangga berpendapatan tinggi mengurangi permintaan mi basah, namun tidak mengurangi permintaan mi instan.

Sesuai dengan hasil penelitian Ariani et al. (2000), rumah tangga berpendapatan tinggi cenderung memilih untuk mengkonsumsi pangan yang lebih praktis, seperti mi instan, sehingga konsumsinya meningkat. Konsumsi mi basah yang menurun merupakan konsumsi di dalam rumah. Rumah tangga berpendapatan tinggi lebih banyak mengkonsumsi mi basah sebagai makanan jadi yang dibeli di luar rumah karena prinsip kepraktisan.

Elastisitas Permintaan Kedelai dan Turunannya

Elastisitas harga kedelai dan turunannya bersifat elastis, kecuali di desa dan pada kelompok pendapatan sedang. Permintaan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan harga kedelai bagi bahan makanan pokok yang berprotein tinggi (Tabor 1988 diacu dalam Daris 1993). Pengaruh perubahan harga kedelai dan turunannya paling elastis terdapat pada kelompok pendapatan rendah, sesuai dengan pernyataan Kuntjoro (1984) bahwa rumah tangga yang berpendapatan rendah memperlihatkan daya konsumsi yang elastis dengan pangan nabati.

Tabel 29 Elastisitas permintaan kedelai dan turunannya

Kelas Pendapatan Variabel

Desa Rendah Sedang Tinggi

Harga kedelai dan

A A A A A -1.03 A -1.06 -0.87 -1.10 -0.94 -1.05 turunannya

Harga ikan segar B -0.06 -0.06 -0.07 0.02 0.07 -0.12

B Harga ikan asin B -0.06 -0.09

0.00 -0.03

-0.08 -0.05 Harga daging sapi B 0.05 0.01 0.14 0.56 -0.07

0.08 Harga daging ayam

B B Harga telur B -0.13 -0.08 -0.20 -0.77 -0.29 -0.05

A A A A Pendapatan A 0.33 0.32 0.24 0.51 0.47 0.33 A Keterangan: Nas=Nasional; B Pengaruh nyata pada taraf 1%; Pengaruh nyata pada

taraf 10% Kenaikan harga kedelai dan turunannya akan meningkatkan permintaannya dalam jumlah besar pada kelompok berpendapatan rendah. Selain itu, permintaan kedelai dan turunannya paling elastis pada kelompok pendapatan rendah. Kedua hal ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut lebih memilih kedelai dan turunannya untuk dikonsumsi sebagai sumber protein yang harganya lebih terjangkau.

Elastisitas Permintaan Gula Pasir

Permintaan gula pasir kurang elastis terhadap harganya. Elastisitas harga gula pasir lebih tinggi di kota dibandingkan di desa. Hal ini diduga karena masyarakat perkotaan banyak yang mengkonsumsi gula pasir. Pengaruh Permintaan gula pasir kurang elastis terhadap harganya. Elastisitas harga gula pasir lebih tinggi di kota dibandingkan di desa. Hal ini diduga karena masyarakat perkotaan banyak yang mengkonsumsi gula pasir. Pengaruh

Tabel 30 Elastisitas permintaan gula pasir

Kelas Pendapatan Variabel

Desa Rendah Sedang Tinggi

Harga gula pasir -0.79 A -0.94 A -0.75 A -0.87 A -0.76 A -0.79 A Harga gula merah

0.02 B 0.02 0.05 B -0.01

0.01 0.08 A

A A A A A Pendapatan A 0.38 0.34 0.55 0.54 0.43 0.13 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%; B Pengaruh nyata pada

taraf 10%

Elastisitas Permintaan Daging sapi

Elastisitas harga daging menunjukkan tanda negatif, sejalan dengan fungsi permintaan yang mempunyai arah yang negatif (Utari 1996). Permintaan daging sapi tidak elastis terhadap harganya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Martianto (1995) yang menyebutkan bahwa daging ternak umumnya responsif terhadap perubahan harga.

Tabel 31 Elastisitas permintaan daging sapi

Kelas Pendapatan Variabel

Desa Rendah Sedang Tinggi

A A A B A Harga daging sapi A -0.54 -0.55 -0.47 -0.43 -0.67 -0.48

Harga daging ayam 0.09 B 0.04 0.26 B -0.38

0.28 A 0.07

A B Harga telur A 0.15 0.12 0.16 0.30 0.26 0.09

A A A A Pendapatan A 0.55 0.56 0.74 0.50 0.85 0.51 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%; B Pengaruh nyata pada

taraf 10% Secara konsisten, kenaikan harga telur akan meningkatkan permintaan daging sapi di seluruh kategori wilayah dan kelas pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa telur dapat dijadikan pangan subtitusi dari daging sapi sebagai pangan hewani. Elastisitas pendapatan daging sapi lebih elastis di desa dibanding di kota. Hal ini menjadi bukti bahwa nilai sosial pangan hewani di desa masih sangat tinggi (Martianto 1995).

Elastisitas Permintaan Minyak goreng

Tabel 32 menunjukkan bahwa permintaan minyak bersifat kurang elastis terhadap perubahan harga. Sesuai dengan hasil yang diperoleh Darmawan, Rusastra dan Sjafa’at (1984), permintaan minyak juga bersifat kurang elastis Tabel 32 menunjukkan bahwa permintaan minyak bersifat kurang elastis terhadap perubahan harga. Sesuai dengan hasil yang diperoleh Darmawan, Rusastra dan Sjafa’at (1984), permintaan minyak juga bersifat kurang elastis

Tabel 32 Elastisitas permintaan minyak goreng

Variabel

Wilayah

Kelas Pendapatan

Nas

Kota

Desa Rendah Sedang Tinggi

Harga minyak

A A A A A -0.69 A -0.71 -0.68 -0.73 -0.70 -0.57 goreng

A A A A A Pendapatan A 0.43 0.41 0.54 0.65 0.41 0.23 Keterangan: Nas=Nasional; A Pengaruh nyata pada taraf 1%