Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
B. Kebijakan Aplikatif Dalam Penanggulangan Terorisme
1. Pengertian Tindak Pidana Terorisme
Usaha menanggulangi tindak pidana terorisme memerlukan kerja keras dari Pemerintah Indonesia melalui aparat penegak hukumnya dan peran serta
masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana terorisme.
Menurut Sudarto tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar
dalam hukum pidana dan juga merupakan suatu pengertian yuridis. Istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti ”strafbaar feit” dan hingga saat ini
pembentuk undang-undang senantiasa menggunakan istilah tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan.
59
Secara dogmatif masalah pokok yang berhubungan dengan Hukup Pidana ada 3 tiga hal, yaitu :
a. Perbuatan yang dilarang
b. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu.
59
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, hal 38-39.
c. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar itu.
Pengertian Tindak Pidana Terorisme menurup Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 adalah : Tindak Pidana Terorisme
adalah suatu perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
Pasal 5 dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 mengatur hal yang menarik dan bersifat khusus, yaitu : Tindak Pidana Terorisme
dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana
dengan tujuan politik, yang menghambat proses ekstradisi. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 5 tersebut dimaksudkan agar
tindak pidana terorisme tidak dapat berlindung di balik latar belakang, motivasi, dan tujuan politik untuk menghindarkan diri dari penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan penghukuman terhadap pelakunya. Ketentuan ini juga untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
perjanjian ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain.
Pengecualian tindak pidana terorisme dari tindak pidana politik yang ada di Indonesia, ternyata berbeda dengan yang ada di negara lain. Sebagai
perbandingan misalnya yang diatur dalam Undang-Undang Terorisme di Negara Inggris dan Negara Canada dan Singapura.
a. Negara Inggris, Terorism act 2000. UK
60
Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan dengan ciri-ciri :
1. Aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian
berat terhadap harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan resiko
serius bagi kesehatan atau keselamatan publik atau bagi seseorang tertentu yang didesain secara serius untuk campur tangan atau
mengganggu sistem elektronik.
2. Penggunaan atau ancaman didesain untuk mempengaruhi pemerintah
atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu dari publik. 3.
Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan politik, agama atau ideologi.
4. Penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi yang
melibatkan senjata api dan bahan peledak.
b. Negara Kanada, Departemen of Justice, 2002 : 2
61
Tindak pidana terorisme merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan politik, agama atau ideologi yang
mengancam masyarakat atau keamanan nasional dengan pembunuhan, secara serius menyakiti atau membahayakan seseorang, menyebabkan hak
milik menjadi rusak secara serius, menyakiti atau dengan mengganggu barang-barang yang berguna, fasilitas atau sistem.
c. Negara Singapura
Negara Singapura juga memasukkan dalam peraturannya mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme yang menyangkut ”terrorist act
often contain elements of warfare, politics and propaganda”, yang artinya suatu kejahatan yang bermotif politik yang dilakukan dengan propaganda-
propaganda. Dalam perundang-undangan terorismenya, Singapura juga
60
Muladi, Op. Cit.
61
Abdul Wahid, Op.Cit. hal. 78-79
mengatur perlindungan terhadap diplomat-diplomat negara asing dan fasilitas-fasilitas internasional.
62
Ketentuan pengaturan tindak pidana terorisme dengan motif-motif politik sebagaimana terdapat di Inggris, Kanada dan Singapura sebagaimana
tersebut di atas, kemungkinan didasarkan pada pandangan bahwa kejadian- kejadian terorisme yang seringkali terjadi banyak dilatarbelakangi faktor
politik, bahkan agama atau ideologi tertentu. Sedangkan untuk negara Indonesia yang multi etnis dan multi agama, terorisme tidak didasarkan pada
faktor politik, agama maupun ideologi tetapi terfokus pada cara untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu kekerasan dan ancaman kekerasan
yang mempunyai akibat luar biasa yaitu hilangnya nyawa manusia atau rusaknya harta benda dan menimbulkan rasa takut terhadap manusia secara
luar biasa. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, perbuatan-perbuatan
yang melanggar dan berhubungan dengan tindak pidana terorisme dibagi dalam 2 dua kelompok, yaitu :
1. Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam Bab III, dari Pasal 6 sampai
dengan Pasal 19. 2.
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam Bab III, dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 24.
62
Ibid.
Kelompok pertama memuat 35 tiga puluh lima perumusan Tindak Pidana Terorisme dari Pasal 6 termasuk juga percobaan, pembantuan dan
permufakatan jahat. Sedangkan kelompok kedua mengatur tindak pidana yang berkaitan dengan proses penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh orang-orang yang mencegah, merintangi atau menggagalkan proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Tindak Pidana Terorisme.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Terorisme