Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi

5. Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi

Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi dan transisi pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada politik internasional.

Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden B.J. Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak

Sejarah Indonesia 217 Sejarah Indonesia 217

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya Timor- Timur dari NKRI. Presiden Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional. Untuk itu beliau banyak melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif, selama masa pemerintahan yang singkat Presiden Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam setiap pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor-Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti kasus Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi.

Diplomasi di era pemerintahan Abdurahman Wahid dalam konteks kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas

teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman terhadap disintegrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang sangat mendesak dan menjadi prioritas. Akan tetapi kebijakan politiknya itu ternyata dinilai oleh beberapa kekuatan politik dalam negeri sebagai kelemahan, terutama dalam menghadapi masalah disintegrasi dan

konflik-konflik horizontal yang terjadi di beberapa daerah Indonesia. Faktor- faktor semacam inilah yang menjadi salah satu penyebab pada awal tahun 2001, munculnya desakan dari DPR/MPR-RI agar Presiden Abdurrakhman

Wahid meletakkan jabatan selaku Presiden RI. Setelah Presiden Abdurahman Wahid turun dari jabatannya, Megawati

dilantik menjadi Presiden perempuan pertama di Indonesia pada tanggal

23 Juli 2001. Pada awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan dalam negeri menjadi agak lebih kondusif. Situasi ekonomi Indonesia mulai membaik ditandai dengan nilai tukar rupiah yang stabil. Belajar dari pemerintahan sebelumnya, Presiden Megawati lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Presiden Megawati juga

218 Kelas XII SMA/MA 218 Kelas XII SMA/MA

Barat. Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi

ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Megawati.

Pada Pemilihan Umum tahun 2004 yang merupakan pemilihan presiden secara langsung oleh masyarakat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih menjadi presiden mengalahkan Megawati. Ia dilantik menjadi presiden Republik Indonesia ke-6 pada 20 Oktober 2004.

Selama era kepemimpinnya, SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik banyak investasi asing dengan menjalin berbagai kerja sama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya. Perubahan-perubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai inisiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah. Indonesia berhubungan baik dengan negara manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia.

Ciri politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY, yaitu:

1. Terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan negara-negara lain (Jepang, China, India, dll).

2. Terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahan- perubahan domestik dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar negeri (internasional).

3. Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin hubungan dengan siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak Indonesia.