bidang Kajian : Avertebrata akuatik

KEONG AIR TAWAR PULAU JAWA (MOLUSKA, GASTROPODA)
Ristiyanti M. Marwoto, Nur R. Isnaningsih, Nova Mujiono, Heryanto, Alfiah, Riena
(Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widyasatwaloka, Jalan Raya
Jakarta Bogor Km 46, Cibinong; email:rist001@lipi.go.id)

Pendahuluan
Keong (Gastropoda) air tawar di pulau Jawa tercatat ada 62 jenis,
menyebar dari Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur (van Benthem
Jutting, 1956). Namun hasil pemantauan dan ekspedisi yang dilakukan 20
tahun terakhir, saat ini tercatat ada 66 jenis, bertambah empat jenis yakni
Pomacea canaliculata, Physastra stagnalis, P. sumatrana yang masuk ke
Indonesia sekitar tahun 1980 an dan ditemukannya Sulcospira yang diduga
jenis baru. Beberapa jenis keong menyebar luas di beberapa pulau lainnya,
namun beberapa jenis lainnya terbatas hanya di Pulau Jawa atau endemik
Jawa, seperti jenis – jenis Sulcospira sulcospira (Mousson, 1849) dan S.
pisum (Brot, 1868). Keong air tawar umumnya dijumpai di berbagai tipe
habitat seperti sungai, rawa, danau, kolam yang berair tenang atau berair
deras, pada perairan dangkal atau dalam (> 10 m). Umumnya bersifat
herbivore, namun beberapa juga karnivore, sebagian besar adalah pemakan
detritus, lumut dan aneka ganggang. Beberapa jenis keong air tawar juga
biasa dimakan, yakni keong tutut (Filopaludina spp.), keong gondang (Pila

spp.) dan keong mas (Pomacea canaliculata), atau dikumpulkan sebagai
pakan ternak itik dan lele.
Berbagai ancaman perubahan habitat perairan sungai seperti
pendangkalan, penambangan pasir, pengambilan batu, pencemaran, baik
oleh limbah pabrik, limbah rumah tangga, perubahan fungsi untuk pertanian,
pemukiman, adanya berbagai jenis bangunan menyebabkan beberapa jenis
keong juga terancam kehidupannya. Bahkan hasil pemantauan sejak tahun
2000 di beberapa sungai di Pulau Jawa, membuktikan bahwa keong jenis S.
sulcospira dan S. pisum diduga sudah hilang dari habitatnya (Köhler &
Glaubrecht, 2005; Köhler dkk., 2008; Marwoto & Isnaningsih, data tidak
diterbitkan). Kondisi ini juga dibuktikan dari hasil kegiatan di sungai – sungai
utama di Jawa Barat, yakni di Sungai Cisadane dan Ciliwung, yang
menunjukkan ada penurunan jumlah jenis keong, yakni 35,7 % di Sungai
Cisadane dan 66,7 % di Sungai Ciliwung (Wowor dkk, tidak diterbitkan). Jenis
lain yang diduga populasinya menurun dan sulit dijumpai adalah jenis
Wattebledia crosseana (Wattebled, 1884), Wattebledia insularum van
Benthem Jutting, 1956, Bithynia (Digoniostoma) truncatum (Eydoux &
Souleyet, 1852) yang umumnya hidup di rawa, kolam, atau danau dan
memerlukan tumbuhan air sebagai substrat. Ancaman penurunan populasi


akibat adanya jenis keong invasif juga terjadi, yakni menurunnya populasi
keong gondang Pila ampullacea (Linne, 1758), P. polita (Deshayes, 1830), P.
scutata (Mousson, 1848) yang terdesak dengan hadirnya keong hama
Pomacea canaliculata yang biasa dikenal sebagai keong mas atau keong
murbei. Saat ini hampir di semua tipe perairan dijumpai keong P. canaliculata
dan menyebar luas di hampir semua pelosok wilayah Indonesia. Sebagai
contoh di Rawa Pening sekitar tahun 1970 –an masih dijumpai keong P.polita
namun hasil koleksi tahun 2011 seluruh rawa telah dipenuhi keong mas
P.canaliculata dan tidak dijumpai lagi keong Pila. Kondisi ini menunjukkan
bahwa beberapa jenis keong air tawar memiliki kemampuan adaptasi yang
berbeda. Ketika habitat sudah tidak layak untuk kelangsungan hidupnya
karena persaingan makanan dengan jenis lain, adanya perubahan habitat dan
perubahan kualitas air, beberapa jenis yang rentan cenderung mati namun
beberapa jenis yang lebih tahan akan mampu melangsungkan kehidupannya
bahkan bila tidak ada predator, jenis ini akan mendominasi perairan.
Banyak faktor yang terkait dengan habitat, diantaranya adalah sumber
pakan dan tempat berlindung, substrat untuk melekatkan telur, atau tempat
terlindung dari predator, bagi keong dewasa dan anakan – anakannya.
Predator utama keong air tawar adalah burung air, itik, ikan, kepiting dan
primata.


A

B

C

Gambar 1. Jenis-jenis Sulcospira dari Jawa : (A). Sulcospira sulcospira keong endemik Jawa
yang diduga punah (Foto: F. Köhler : type), (B). Sulcospira testudinaria yang menyebar luas di
Pulau Jawa. (Foto:N.R.Isnaningsih), (C). Sulcospira sp. jenis baru dari Tasikmalaya (Foto:
N.R.Isnaningsih)

Di alam, beberapa jenis keong selain menjadi sumber pakan hewan
lain, juga berperan sebagai pengurai serasah, pemakan detritus, algae dan
sebagai perantara kehidupan berbagai jenis cacing parasit yang juga
menyerang manusia. Oleh karena itu, mempelajari keanekaragaman jenis
keong air tawar berguna untuk mendukung kegiatan lain seperti memprediksi
tingkat pencemaran suatu perairan, menjaga siklus alami dan memberantas
penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit atau dalam hal penanggulangan
keong hama dan pencegahan meluasnya jenis-jenis keong invasif.

Penyusunan “leaflet” dimaksudkan untuk mempermudah pengguna
mengenal keanekaragaman jenis – jenis keong air tawar dari Pulau Jawa. Hal
paling mudah adalah mengenali bentuk cangkang, meskipun untuk jenis –
jenis tertentu memerlukan pengamatan lebih lanjut seperti pengamatan tutup
cangkang, bentuk gigi dan bentuk anakan atau “embrio” di dalam tubuh
induknya (untuk jenis – jenis yang bersifat ovovivipar).

Bahan dan Cara Pengenalan Jenis
Spesimen keong air tawar yang dipresentasikan dalam leaflet ini
adalah jenis – jenis yang tercatat hidup di perairan tawar Pulau Jawa. Seluruh
spesimen adalah koleksi ilmiah awetan yang disimpan di MZB (Museum
Zoologi Bogor, Puslit Biologi – LIPI di Cibinong). Gambar disusun sesuai
dengan urutan sistematikanya, yakni dimulai dengan Family (Suku), Genus
(Marga), Species (Spesies/Jenis). Gambar – gambar (foto) cangkang yang
disajikan dimaksudkan untuk mempermudah mengenal nama jenis keong air
tawar dari Jawa. Pengenalan jenis secara umum biasanya berdasarkan
bentuk cangkang seperti dalam Gambar 2, juga ukuran cangkang pada
Gambar 1 dan tersaji skala ukuran rata-rata tinggi dan lebar cangkang pada
setiap jenis. Warna cangkang keong air tawar tidak umum digunakan sebagai
karakter pembeda, namun demikian setiap Marga memiliki warna khas,

seperti Marga Pomacea yang memiliki warna cangkang kuning cerah atau
kuning kehijauan. Sedangkan warna cangkang Suku Pachychilidae umumnya
berwarna coklat tua, atau coklat kehitaman. Warna cangkang Suku
Lymnaeidae umumnya transparan atau berwarna pucat, putih kekuningan
atau kuning cerah. “Sculpture” atau ornamen pada permukaan cangkang
seperti guratan – guratan, tonjolan – tonjolan, duri – duri, rusuk tegak dan
rusuk lingkar, seringkali juga dijadikan karakter untuk mengenal jenis keong
air tawar. Pola warna yang beraneka pada Suku Neritidae tidak selalu
membedakan jenis, karena satu jenis tertentu memiliki variasi pola warna
cangkang yang berbeda. Pada Suku ini karakter bentuk cangkang, gerigi
pada tepi kolumela dan bentuk tutup cangkang lebih utama sebagai karakter
untuk membedakan jenis.

Deskripsi cangkang umumnya memakai istilah – istilah bagian
cangkang seperti dalam Gambar 3 dan lebih detil dengan karakter bentuk
rangkaian gigi (radula) seperti dalam Gambar 4.

Tinggi
aperture


Tinggi cangkang

Seluk

Lebar
aperture

Lebar cangkang

Gambar 2. Bagan cara pengukuran cangkang dan mulut cangkang (aperture)

Berbagai bentuk cangkang keong air tawar yang umum dijumpai di
Jawa dapat dilihat pada gambar di bawah :

A

B

C


D

E
Gambar 3. Bentuk-bentuk cangkang keong air tawar :
(A) bentuk gulungan benang,
(B) bentuk gulungan benang berbahu, (C) bentuk cakram, (D) bentuk membulat,
(E) bentuk contong.

puncak
menara

sulur
seluk akhir
(body whorl)

Pusar
(umbilicus)
Kolumela
(columella)


mulut cangkang
(aperture)

bibir luar
(outer lip)

Gambar 4. Bagan cangkang dan bagian – bagiannya

Rangkaian gigi keong biasanya dipakai sebagai penanda karakter
suatu Suku, biasanya setiap marga memiliki karakter rangkaian gigi yang
mirip satu sama lain. Perbedaan yang mencolok pada gigi tengah erat
kaitannya dengan substrat tempat hidupnya. Bila gigi tengahnya lebar
biasanya keong menyukai substrat keras seperti batu dan kayu, sebaliknya,
bila gigi tengah sempit maka substrat yang disukai adalah pasir berlumpur.

Gambar 5. Berbagai bentuk rangkaian gigi keong air tawar. Kiri: keong Stenomelania,
Tengah: keong Pomacea., Kanan: Sulcospira testudinaria.

Habitat Keong Air Tawar
Keong umumnya menyukai daerah yang terlindung.

Beberapa
catatan tentang habitat keong air tawar selalu dikemukakan baik ketika
mendeskripsi suatu jenis baru, maupun ketika mempelajari distribusi atau
sebaran suatu jenis. Substrat pada habitat keong sangat erat kaitannya
dengan bentuk umum radula. Habitat yang umum adalah sungai, rawa,
danau, sawah, kolam, aliran – aliran irigasi atau selokan, parit dan anak-anak
sungai. Beberapa jenis keong telah beradaptasi hingga mampu hidup di
perairan dengan aliran air tenang atau deras, kedalaman mulai < 25 cm atau
> 8 m. Selain habitat, substrat tempat keong melekatkan dirinya juga salah
satu hal yang penting untuk diketahui dan dipelajari. Berbagai jenis substrat
seperti batu, kerikil, pasir, tumbuhan air, akar tumbuhan sangat erat kaitannya
dengan perikehidupan keong seperti yang berkaitan dengan jenis pakan,
tempat melekatkan telur atau melahirkan anakan – anakannya dan tempat
sembunyi dari predator dan cahaya matahari.

Gambar 6. Habitat keong air tawar . Atas: sungai arus deras dan berbatu.
Bawah : perairan tenang dan berlumpur

Cara Koleksi dan Pengawetan untuk Penelitian
Koleksi keong secara umum dilakukan pada beberapa bagian sungai,

danau, rawa, anak sungai, kolam baik dibagian tepi, maupun bagian tengah.
Beberapa jenis biasanya dijumpai menempel pada substrat batu, tumbuhan
air atau akar – akar pohon yang terendam di sungai, bahkan juga pada
batang-batang pohon, ranting – anting atau serasah dedaunan
yang
terendam di sungai. Keong biasanya melimpah di bawah naungan yang
teduh, seperti di balik batu, akar, di bawah serasah dedaunan, atau
membenamkan cangkang di dalam pasir berlumpur. Habitat keong, waktu,
nama tempat, nama daerah harus dicatat sebelum mengambil koleksi
(sampel). Pengambilan gambar/foto habitat dan keong ketika masih hidup
diperlukan untuk mengetahui warna tubuh lunaknya.
Keong diambil dengan tangan, atau dengan alat berupa pinset,
serokan atau ayakan, yang terbuat dari bambu, plastik atau logam. Keong
yang diperoleh di simpan dalam wadah beserta keterangannya yang dapat
dilengkapai dengan data GPS ketepatan lokasi pengambilan. Tambahkan
awetan 70 % ethanol (alkohol) dan ditutup rapat. Anatomi tubuh lunak keong
juga penting dalam penelitian. Untuk mempermudah mendapatkan tubuh
lunak keong tanpa memecahkan cangkang, dianjurkan untuk merendam
keong (10 – 20 ekor) dengan campuran air dan sedikit kristal menthol.
Setelah keong mati lemas, biasanya bagian kepala agak menjulur keluar,

pindahkan dalam botol yang berisi alkohol 70%, dan siap diamati.
Pengamatan biasanya menggunakan “dissecting” mikroskop.

Gambar 7. Cara koleksi keong air tawar : Kiri, mengambil dengan tangan, Tengah: mengambil
dengan ayakan/saringan, Kanan: mengambil dengan pinset.

Bahan Bacaan
Haynes, A. 2001. A Revision of the genus Septaria Ferussac,1803
(Gastropoda:Neritimorpha). Annalen des Naturhistorischen Museums
in Wien. 103B : 177-229.
Haynes, A. 2005. An evaluation of members of the genera Clithon
Monfort,1810 and Neritina Lamarck,1816 (Gastropoda:Neritidae).
Molluscan Research 25(2) : 75-84.
Köhler F., M. Glaubrecht. 2005. Fallen into oblivion-the systematic affinities of
the enigmatic Sulcospira Troschel, 1858 (Cerithioidea: Pachychilidae),
a genus of viviparous freshwater gastropods from Java. The Nautilus,
119(1): 15-26.
Köhler F., N. Brinkmann, M. Glaubrecht. 2008. Convergence caused
confusion: on the systematic of the freshwater gastropod Sulcospira
pisum (Brot, 1868) (Cerithioidea, Pachychilidae). Malacologia, 50(12): 331-339.
Marwoto, R.M. & Ayu S. Nurinsiyah. 2009. Keanekaragaman keong air tawar
marga Filopaludina di Indonesia dan status taksonominya
(Gastropoda: Viviparidae). Prosiding Seminar Nasional Moluska 2,
Bogor, 11-12 Februari: 202-213.
van Benthem-Jutting, W.S.S. 1956. Systematic studies on the non-marine
Mollusca of the Indo-Australian archipelago 5. Critical revision of the
Javanese freshwater gastropods. Treubia, 23(2): 259-477.

Ucapan Terima Kasih
Kegiatan pembuatan “leaflet” dibiayai LIPI melalui Kegiatan Program
Insentif Riset Penelitian dan Perekayasa LIPI, tahun anggaran 2011. Seluruh
kegiatan dilakukan di Laboratorium Malakologi, Bidang Zoologi, Puslit Biologi
– LIPI di Cibinong. Ucapan terima kasih disampaikan untuk sdr.Ayu
Nurinsiyah M.Si, sdr. Ir. Eka (kontribusi foto Filopaludina spp. dan Pomacea
canaliculata).
Foto: N. Mujiono;R.M. Marwoto; N.R.Isnaningsih (Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI)

PUSAT PENELITIAN BIOLOGI – LIPI
2011