ayat-ayat tentang objek pendidikan TUGAS MAKALAH HADIS TARBAWI AYAT-AYAT TENTANG OBJEK PENDIDIKAN

ayat-ayat tentang objek pendidikan

TUGAS
MAKALAH

HADIS TARBAWI
AYAT-AYAT TENTANG OBJEK PENDIDIKAN

KELOMPOK IV :
Ervira
Irfan
Riani

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMJANWADI PANCOR
LOMBOK TIMUR
TAHUN AJARAN 2011-2012

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirroham....

Puji syukur kami kami panjatkan kehadiran Alloh SWT. Karena dengan

rahmat dan ridhoya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Ayat- Ayat Tentang Objek Pendidikan “ dengan baik.dengan
kehadiran makalah kami ini pastinya tidak lepas dari kekurangan dan jauh

dari sempurna, oleh karena itu, kami mengaharapkan bimbingan serta kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah kami ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaan bagi kami
khususnya, dan bagi mahasiswa-mahasiswi iaih PANCOR.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

...........................................................................

I
KATA PENGANTAR
.

...........................................................................


II
DAFTAR ISI

..........................................................................

. III
BAB 1 PENDAHULUAN
.

.............................................................

1

A. Latar belakang....................................................................

1

BAB 2 PEMBAHASAN ..........................................................................
2


Tafsir Ayat-ayat tentang Obyek Pendidikan..............................

2

Kandungan surat At-Tahrim Ayat 6..........................................

3

Tafsiran surat at-taubah ayat 122............................................

5

Tafsir surat an-nisa ayat 170....................................................

6

BAB 3 PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PISTAKA


......................................................................... 6
........................................................................
........................................................................

6
8

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai
penduduk utama dalam pembangunan. Untuk memahami sumber daya manusia tersebut,
pendidikan memiliki peran yang sangat penting, hal ini sesuai dengan uu no 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk katakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Sehingga dalam kajian ini objek pendidikan yang dimaksud bisa dikatakankan sebagai
sarana untuk mengembangkan atau mendidik karakteristik bangsa baik objek pendidikan yang
formal maupun non formal


BAB II
PEMBAHASAN

Tafsir Ayat-Ayat Tentang Objek Pendidikan
Ayat-ayat tentang objek pendidikan dapat ditemukan di beberapa ayat berikut ini: AtTahrim: 6, Asy-Syu’ara: 214, At-Taubah: 122, An-Nisa’: 170. ayat-ayat ini secara seimbang
berada di surat Makkiyah dan Madaniyah. - Ayat-ayat Makkiyah dalam ruang lingkup keluarga
dan kerabat, sedangkan yang spesifik dan umum berada di ayat Madaniyah. - Definisi Objek
( peserta didik): peserta didik bersifat umum lintas usia, agama, jenis kelamin,status sosial,
budaya dsb karena ajaran Islam berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali (An-Nahl: 125,
Shad: 87) - Klasifikasi peserta didik sangat terkait dengan lembaga pendidikan yang ada, baik
yang informal, formal dan nonformal. - At-Tahrim: 6: Keluarga sebagai objek pendidikan
pertama dan utama. Kata ’Ahl’ berarti keluarga kecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan
anak-anak. - Asy-Syu’ara: 214: Keluarga besar termasuk di dalamnya kerabat yang diistilahkan
dengan ’Asyirah’. - At-Taubah: 122: komunitas formal yang melakukan pengkajian ilmu secara
intens yang diistilahkan dengan terminologi ’tha’ifah’( sekelompok kecil dari masyarakat). Dapat
dikatakan inilah peserta didik formal yang secara spesifik memiliki tanggung jawab ilmiyah dan
moral untuk memberi pengajaran kepada masyarakatnya. - An-Nisa’: 170: seluruh masyarakat
secara umum. - Etika dan sifat peserta didik (potensi positif dan negatif),
Keragaman jenis peserta didik menuntut adanya lembaga pendidikan yang berbeda juga.

- Subjek keluarga bentuk lembaga pendidikannya adalah pendidikan informal - Masyrakat
bentuk lembaga pendidikannya adalah pendidikan nonformal - Sedangkan pendidikan formal
dapat ditemukan secara implisit dalam surat At-Taubah: 122 yang disebutkan dengan istilah
’tha’ifah’ (kelompok kecil yang memiliki kemampuan untuk mengemban amanah ilmiyah
dengan konsekuensi dan tanggung jawab menyebarkannya kepada orang lain). - Pendidikan
berlangsung dari lahir hingga ke liang lahat.

kandungan Surah At Tahrim Ayat 6

artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Tafsir Ibnu Katsir
Mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala, ‫“ كقوا أ نن مكفنسك كمم نوأ نمهلليك كمم نناررا‬Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api Neraka”, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila datang
kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”) mengatakan : “Bertaqwalah
kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan
Qatadah mengemukakan : “Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada
Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah

Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka
dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan
dan cegahlah mereka.”
Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana
mereka mengatakan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat
dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada
mereka dan apa yang dilarang-Nya.
Tafsir dari Departemen Agama Pemerintah Indonesia
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang
bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah
Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk
menyelamatkan

mereka

dari

api


neraka.

Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar,
sebagaimana firman Allah SWT.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu
mengerjakannya (Q.S Taha: 132).
Dijelaskan pula dengan firman-Ny artinya ; Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat. (Q.S Asy Syu’ara’: 214).
Dari uraian diatas, dapat kita ambil poin-poin penting yang dapat kita jadikan pegangan dalam
membina diri sendiri dan orang lain :
1.

Niat yang lurus, semata-mata demi meraih ridha Allah subhanahu wa ta’ala, melaksanakan

2.
3.
4.
5.


syari’ah islam dan melaksanakan da’wah.
Proses pembinaan dimulai dari diri sendiri.
Bekal ‘ilmu adalah yang utama
Taqwa adalah kunci dalam memelihara diri kita sendiri dan keluarga kita dari api neraka.
Proses pembinaan selanjutnya dimulai dari orang-orang dekat, dimulai dari keluarga sampai

teman-teman dekat.
6. Kesabaran memegang peranan penting

Tafsir Surat At-Taubah Ayat 122

‫فنروا م‬
‫ما م‬
‫ن كن ل‬
‫م‬
‫ة فمل موؤمل ن م م‬
‫كافف ة‬
‫ل فمؤرقمةة م‬
‫فمر م‬
‫ن ل مي من ؤ م‬

‫مؤ ؤ م‬
‫مننو م‬
‫كا م‬
‫من ؤهن ؤ‬
‫ن ال ؤ ن‬
‫وم م‬
‫م ؤ‬
‫م‬
‫م‬
‫ف ف‬
‫ة ل مي مت م م‬
‫طائ م م‬
‫ف ة‬
‫م إ ممذا مر م‬
‫قنهوا مفي ال ل‬
‫م ل معمل فهن ؤ‬
‫جنعوا إ مل مي ؤهم ؤ‬
‫مه ن ؤ‬
‫ن ومل مي نن ؤذ منروا قموؤ م‬
‫دي م‬

‫ن‬
‫حذ منرو م‬
‫يم ؤ‬
Artinya

:

Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat
ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi
harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan
sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaranajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang
lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya
dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dengan demikian dapat diambil suatu
pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga
macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang
lain.
Menurut pengertian tersebut kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di
sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang
mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan
norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat
mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib
dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan
kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya.

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 170

Q.S.Al-Nisa:170
Terjemahannya: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad)itu kepadamu
dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik
bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena
sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan Allah Maha

Mengetahui

lagi

Maha

bijaksana.”

(An-Nisa’

170).

Tafsiran Ayat Berdasarkan terjemahan surat di atas dapat penulis pahami bahwa Allah
SWT memerintahkan seluruh manusia agar beriman kepada hamba-Nya dan rasul-Nya,
Muhammad SAW dan Allah SWT menyebutkan sebab diharuskannya beriman kepadanya dan
manfaat dari beriman kepadanya, serta kemuharatan yang akan didapatkan dengan tidak beriman
kepadanya Adapun sebab yang mengharuskan untuk beriman adalah, kabar Allah bahwa ia
datang

kepada

mereka

dengan

membawa

kebenaran.

Artinya, kedatangan berupa syariat itu sendiri adalah suatu kebenaran dan apa yang di bawanya
berupa syariat adalah kebenaran. Seorang yang berakal akan mengetahui bahwa tetapnya orang
dalam kejahilan mereka bingung dalam kekufuran mereka dan terus didera kebimbangan. Dan
risalah telah terputus dari mereka dan tidak sesuai dengan hikmah Allah dan

rahmatnya

Di antara hikmah dan rahmat-Nya yang agung mengutus Rasul kepada mereka sendiri agar
mengajarkan kepada mereka petunjuk dari kesesatan, dan menyimpang dari jalan lurus. Maka
dengan hanya memandang pada kerasulannya itu adalah sebuha dalil yang kuat akan kebenarankenabiannya.
Demikain juga memperhatikan apa yang di bawa olehnya syariat yang agung dan jalan yang
lurus. Di sana terdapat berita-bertia tentang hal-hal ghaib yang telah lampau dan yang akan
datang dan kabar tentang Allah dari Hari Akhir yang tidak mungkin diketahui kecuali dengan
wahyu

maupun

kerasulan.

Juga terdapat perintah kepada segala kebaikan, keshalihan, kematangan, keadilan, berbuat
baik, kejujuran, berbakti, silaturrahim dan akhlak yang terpuji, dan juga berupa larangan dari
kejahatan, kerusakan, kezhaliman, melampau batas, akhlak yang jelek, berdusta dan durhaka,
yang secara pasti dan sangat menyakinkan bahwa datangnya dari Allah dan setiap kali ilmu
seseorang hamba bertambah karenanya, akan bertambah pula keimanan dan keyakinannya. Maka
inilah

sebab

yang

mendorong

kepada

keimanan.

Adapun manfaat keimanan adalah Allah telah mengabarkan bahwa hal itu lebih baik “bagi
kalian”, baik adalah lawan dari buruk. Maka iman lebih baik bagi kaum mukmin pada tubuh,
hati, jiwa mereka, dunia dan akhirat mereka. Yang demikian itu karena pengaruh yang
diakibatkan

olehnya,

berupa

kemaslahatan

maupun

manfaat.

Setiap balasan yang segera atau tertunda, adalah buat dari keimanan. Kemenangan, petunjuk,
ilmu, amal shalih, kebahagian, kesenangan dan surga dan apa yang terkandung di dalamnya

berupa kenikmatan, semua itu adalah sebab dari Iman, sebagaimana kesengsaraan duniawi dan
ukhrawi

adalah

karena

tidak

adanya

keimanan

atau

kekurangan

Iman.

Sedang mudharat karena tidak beriman kepada beliau akan diketahui dari perkara jyang
berlawanan dengan akibat dari beriman kepadanya, dan bahwa seorang hamba itu tidaklah
memudharatkan

kecuali

dirinya

sendiri.

Allah tidak membutuhkan dirinya, karena kemaksiatan seorang pelaku maksiat tidaklah akan
memudharakanNya.

Karena

itulah

Allah

berfirman

:

“karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah”. Maksudnya,
seluruhnya adalah ciptaanNya, kerajaanNya dan di bawah pengaturan dan pengelolaanNya.
“Dan Allah Maha Mengetahui” akan segala sesuatu, “lagi maha bijaksana”dan dalam ciptaan dan
perintahNya. Dia-lah Yang Maha Mengetahui orang yang berhak mendapatkan petunjuk dan
kesesatan, Mahabijaksana dalam memberikan petunjuk dan kesesatan pada tempatnya masingmasing.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian tersebut kita dapat memahai kandungan atau tafsir dari suratsurat dan ayat-ayat yang telah diuraikan diatas yang dimana kandunganya mencangkup semua
kajian tentang kajian objek pendidikan, dimana kita diperintahkan untuk mencari ilmu seluasluasnya atau sebanyak mungkin.karena Setiap ilmu pengetahuan berguna dan dapat
mencerdaskan kehidupan kita dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib
dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan
kehidupan yang baik, Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut.

TAFSIR OBJEK PENDIDIKAN
25 05 2012

ILMU TAFSIR_TAFSIR OBJEK PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Al Qur’an, kitab umat Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan lembaranlembaran yang dibaca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun lebih dari itu, Al
Qur’an merupakan mukjizat yang abadi sampai hari akhir nanti, bahkan Al qur’an memberikan
hujjah dan sebagai penolong di hari perhitungan amal kelak. Di dalam Al Qur’an terdapat
kandungan pengetahuan yang tiada tara. Baik yang tersurat ataupun yang masih tersirat.
Umtuk mengetahui makna-makna dan hikmah-hikmah yang terdapat dalam Al Qur’an, perlu
adanya penafsiran-penafsiran tentang ayat-ayatnya, dan semua itu terdapat dalam ilmu tafsir. Di
antara ilmu-ilmu qur’an, tafsir merupakan ilmu yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Di
dalamnya terhimpun tafsir dari sudut balaghoh, nahwu, shorof, asbab nuzul, munasabah, hadits,
tarikh, dan lain sebagainya.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an diperlukan adanya ilmu yang luas. Maka dalam makalah
ini akan dicoba menguraikan tafsir tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan objek pedidikan,
yakni QS. At Tahrim: 6, QS. Asy Syu’araa: 214, QS. At Taubah: 122, dan QS. An Nisaa’: 170.
TAFSIR OBJEK PENDIDIKAN
A. QS. At Tahrim Ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah beruppa fi’il amr yang secara langsung dan tegas, yakni
lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mu’min salah
satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka.
Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada
Allah SWT.
Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya,
sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan
dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rosuloulloh SAW.
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda: setiap dari kamu
adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya,
orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas
kepemimpinannya….. (HR. Bukhary-Muslim)
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah
menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab:

“Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah
mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya
meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang
pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di
dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepadanya.
Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya
dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan
menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala laranganNya. Dan itu semua tak akan
bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga
merupakan objek pendidikan.
Dilihat dari ayat itu sendiri terdapat hubungan antar kalimat (munasabah), bahwa manusia
diharapkan seperti prilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang diperintah Allah SWT.
Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada kaum mu’minin (diri dan
keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Kesimpulan: ayat ini menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka,
yang bisa disimpulkan juga merupakan untuk tarbiyah diri dan keluarga.
B. QS. Asy Syu’araa Ayat 214
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu’ara': 214).
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung dengan
fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana dalam
ayat ini adalah kerabat-kerabat.
”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. memberikan
peringatan kepada mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut keterangan hadis yang
telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib,
tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh:
”…dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”
Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215
”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215)
Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam.
Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul
Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa
Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan
akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang
bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?”
Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling
muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, RasulullahNabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu
dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya
Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu,

dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu
Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu”
Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati.
Sebagaimana sabda Nabi SAW :
“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk
mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. BukhoryMuslim)
Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
C. QS. At Taubah: 122
”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(QS. At Taubah: 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amar yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya
mereka memperdalam ilmu agama) dan lafadz (supaya mereka membari peringatan),yang berarti
kewajiban untuk belajar dan mengajar.
Adapun proses belajar dan mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau:
”Dan darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: barangsiapa yang
mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi
sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim)
Asbab nuzulnya adalah Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan
perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan
perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa
tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa
golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan
mereka)
yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada
mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini
penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk
sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang
tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya
tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.
Kesimpulan: maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang (jihad), namun
harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses tarbiyah sangat pentingbagi
kukuhnya Islam. Rosul SAW bersabda (artinya): ”Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan
untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan

perang)” (HR. Syaikhani)
D. QS. An Nisaa’: 170
”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu.
Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena
sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170)
Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rosul (Nabi
Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.
Dalam tafsir disebutkan bahwa lafadz An Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli kafir
Mekah.
Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyariyyah,maka dakwah dan
tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.
Nabi SAW bersabda:
”Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW besabda:
sampaikanlah dariku walau sat ayat…..” (HR. Bukhory)
Kesimpulan: Maka manusia baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah
dan tarbiyah. Namun disini perlu diluruskan, bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus
dengan kekerasan dan perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah, dan argumen
yang bertanggung jawab.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan atau tarbiyah merupakan proses penting untuk melaksanakan taat kepada Allah SWT
dan menggapai ridhonya, sebab belajar dan mengajar diwajibkan dalam Islam.
Manusia seluruhnya merupakan objek pendidikan (tarbiyah dan dakwah), namun perlu adanya
prioritas untuk kedua hal tersebut, yaitu dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat,
orang Islam, dan akhirnya kepada sesama manusia (non muslim)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sayyid Ahmad Hasyimi. 1971. Mukhtarul Ahaditsun Nabawiyyah. Surabaya: Haromain.
2. Drs. Moh. Harisuddin Cholil, M. Ag. 2009. Ushul Fiqh I. Kertosono: STAI Mifathul ‘Ula.
3. K. Ahmad Subhi Musyhadi. 1981. Misbahul Anam Syarh Bulughul Marom . Pekalongan:
Maktabah Raja Murah
4. Al Allamah Abu Zakariya Al Anshory. Tanpa tahun. Riyadhus Sholihin. Surabaya: Haromain
5. Al Allamah Jalaluddin Al Mahally dan Al Allamah Jalaluddin As Suyuthi. Tanpa Tahun. Tafsir
Jalalain. Surabaya: Darul Kutub Islamiyyah.

6. http://tafsirtematis.wordpress.com/kajian-lain/
7. http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=9#Top

makalah tafsir tentang potensi manusia
MAKALAH
TAFSIR TARBAWI II
Di susun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi II
Dosen Pengampu: H. Sholahudin, M.Pd.

Di susun oleh:
1. Nailatus Sa’adah
2. Reira Kurniasari
3. Indah fitriyana
4. Sobakha Nurul Khusna
5. Mareta Sofiana
6. Khumaidah
7. Minhatul Afidah
8. Kholis Arifah

2021 111 027
2021 111 049
2021 111 054
2021 111 222
2021 111 273
2021 111 277
2021 111 291
2021 111 293

Kelas: F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PEKALONGAN
2013
AKTUALISASI NILAI AL QUR’AN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Point utama pembahasan ini adalah mencari upaya yang sungguh-sungguh agar
pendidikan Islam menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pencerdasan akal pikiran dan sekaligus pencerdasan Qalbu merupakan langkah yang
sangat efektif dalam membangun bangsa yang saat ini memerlukan generasi-generasi memiliki
kecerdasan intelektual dan cerdas Qalbunya. Kedua kecerdasan ini hanya akan diperoleh
bilamana lembaga pendidikan menggali dan menyalami nilai-nilai yang diajarkan Al-Qur’an
dalam membangun kualitas Sumber Daya Umat (SDU) yang berkualitas dengan cara
mengaktualisasikan nilai-nilai Qurani dalam system pendidikan Islam.
A.

Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai
Al-Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode

waktu tertentu, melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu. Al-Qur’an
adalah eksis bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya sangat luas seperti luasnya umat
manusia dan meliputi segala aspek kehidupan.
Bukan saja ilmu-ilmu keislaman yang digali secara langsung dari Al-Qur’an, seperti ilmu
tafsir, fikih dan Tauhid, akan tetapi Al-Qur’an juga merupakan sumber ilmu pengetahuan dan
teknologi, karena banyaks ekali isyarat-isyarat Al-Qur’an yang membicarakan peroalanperosalan sains dan teknologi dan bidang keilmuan lainnya.
Bercermin pada wahyu pertama kali turun kepada Rasulullah Saw., Allah adalah untuk
mencanangkan dan mendorong manusia agar mencari dan menggali ilmu pengetahuan, yaitu
dengan kata-kata “iqra” (Q.S. Al-‘Alaq ayat 1-5). Dalam ayat-ayat permulaan itu ada kata-kata
“qalam” yang berarti pena yang biasa menjadi lambang ilmu pengetahuan. Dengan demikian
muncul berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi melalui semangat dan spirit Al-Qur’an. Makin
banyak di gali ayat-ayat Al-Qur’an itu, makin banyak pula didapati isyarat tersebut. Hal itu
karena Al-Qur’an tidak akan habis-habisnya walaupun ditulis dengan tinta lautan yang luas,
bahkan di tambah dengan tujuh lautan lagi (Q.S. Luqman ayat 27).

Tuntunan dan anjuran untuk mempelajari Al-Qur’an dan menggali kandungannya serta
menyebarkan ajaran-ajarannya dalam praktek kehidupan masyarakat merupakan tuntunan yang
tidak akan pernah habis. Menghadapi tantangan dunia modern yang bersifat sekuler dan
materialistis, umat Islam dituntut untuk menunjukan bimbingan dan ajaran Al-Qur’an yang
mampu memenuhi kekosongan nilai moral kemanusiaan dan spiritualitas, di samping
membuktikan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang bersifat rasional dan mendorong umat manusia
untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran serta kesejahteraan. Banyak ungkapan Al-Qur’an
yang secara langsung maupun tidak tersirat mengajarkan pengembangan ilmu pengetahuan, baik
ilmu alam, social dan humaniora. Meski bukan ilmu an-sich sebagai tujuan, tetapi dari semua
isyarat tentang ilmu pengetahuan, yang diungkap oleh Al-Qur’an yang tidak dikenal pada masa
turunnya, seperti dikatakan Dr. Aurice Bucaille dalam bukunya Al-Qur’an, Bible dan Sains
Modern, telah terbukti tak satupun yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern.
Isyarat Al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan dan kebenarannya sesuai dengan ilmu
pengetahuan hanyalah salah satu bukti kemu’jizatannya. Ajaran Al-Qur’an tentang ilmu
pengetahuan tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan (science) yang bersifat fisik dan empiric
sebagai fenomena, tetapi lebih dari itu ada hal-hal nomena yang tak terjangkau oleh rasio
manusia (Q.S. 17:18, 30:7, 69:38-39). Dalam hal ini fungsi dan penerapan ilmu pengetahuan
juga tidak hanya untuk kepentingan ilmu dan kehidupan manusia semata, tetapi lebih tinggi lagi
untuk mengenal tanda-tanda, hakikat wujud dan kebesaran Allah SWT. serta mengaitkannya
dengan tujuan akhir, yaitu pengabdian kepada-Nya (Q.S. 2:164, 5:20-21, 41:53).
Nilai-nilai Qurani secara garis besar adalah nilai kebenaran (metafisis dan saintis) dan
nilai moral. Kedua nilai Qur’ani ini akan memandu manusia dalam membina kehidupan dan
penghidupannya.
B.

Aktualisasi dalam Sistem Pendidikan Islam
Sesuai perkembangan masyarakat yang semakin dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu

dan teknologi, terutama teknologi informasi, maka aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an menjadi
sangat penting. Karena tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala
dalam upaya internalisasi nilai-nilai Qur’ani sebagai upaya pembentukan pribadi umat yang
beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiri.

Secara normative, tujuan yang ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai-nilai AlQur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan
dikembangkan oleh pendidikan. Pertama, dimensi spiritual, yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia
(yang tercermin dalam ibadah dan mu’amalah). Dimensi spiritual ini tersimpul dalam satu kata
yaitu akhlak. Akhlak merupakan alat control psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat.
Tanpa akhlak, manusia akan berada dengan kumpulan hewan dan binatang yang tidak memiliki
tata nilai dalam kehidupannya. Rasulullah Saw merupakan sumber akhlak yang hendaknya
diteladani oleh orang mukmin, seperti sabdanya. “Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Pendidikan Akhlak dalam Islam tersimpul dalam prinsip “berpegang teguh pada
kebaikan dan kebijakan serta menjauhi keburukan dan kemungkaran” berhubungan erat dengan
upaya mewujudkan tujuan dasar pendidikan Islam, yaitu ketakwaan, ketundukan dan beribadah
kepada Allah SWT.
Kedua, dimensi budaya, yaitu kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Dimensi ini secara universal menitikberatkan pada
pembentukan kepribadian muslim sebagai individu yang diarahkan kepada peningkatan dan
pengembangan factor dasar (bawaan) dan factor ajar (lingkungan atau miliu), dengan
berpedoman kepada nilai-nilai keislaman. Faktor dasar dikembangkan dan ditingkatkan
kemampuan melalui bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan bertingkah laku menurut
norma-norma Islam. Sedangkan faktor ajar dilakukan dengan cara mempengaruhi individu
melalui proses dan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan
dengan norma-norma Islam seperti teladan, nasehat, anjuran, ganjaran, pembiasaan hukuman dan
pembentukan lingkungan serasi.
Ketiga, dimensi kecerdasan yang membawa kepada kemajuan, yaitu cerdas, kreatif,
terampil, disiplin, etos kerja, professional, inovatif dan produktif. Diemsni kecerdasan dalam
pandangan prikologi merupakan sebuah proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis,
kreativitas dan praktis. Kecerdasan apapun bentuknya, baik IQ, ISQ dan lain-lain saat ini diukur
dengan tes-tes prestasi di sekolah, dan bukan merupakan prestasi di dalam kehidupan. Dulu
kecerdasan itu diukur dengan membandingkan usia mental dengan usia kronologis, tetapi saat ini

tes IQ membandingkan penampilan individu dengan rata-rata bagi kelompok dengan usia yang
sama. Tegasnya dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi pemahaman nilai-nilai Al-Qur’an
dalam pendidikan.

POTENSI MANUSIA
A. Pengertian Potensi Manusia
Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang
telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan
secara maksimal.
Manusia menurut agama islam adalah makhluk Allah yang berpotensi. Dalam al-Qur’an,
ada tiga kata yang menunjuk pada manusia, yang di gunakan adalah basyar insan atau nas dan
bani Adam.
Kata basyar diambil dari akar kata yang berarti ‘penampakan sesuatu dengan baik dan
indah’. Dari kata itu juga, muncul kata basyarah yang artinya ‘kulit’. Jadi, manusia disebut
basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang. Manusia dipilih oleh
Allah sebagai khalifah di muka bumi. Alasan mengapa dipilih sebagai khalifah karena manusia
memiliki berbagai potensi.

B. Macam-Macam Potensi Manusia
Manusia

memiliki

potensi

diri

yang

dapat

dibedakan

menjadi

5

macam,

yaitu:

1. Potensi Fisik (Psychomotoric)
Potensi diri ini dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk saling membagi kepentingan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya hidung untuk mencium bau, tangan untuk
menulis, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar, dan mata untuk melihat.
2. Potensi Mental Intelektual (Intellectual Quotient)
Potensi diri ini adalah potensi kecerdasan yang terdapat di otak manusia (terutama otak
bagian kiri). Fungsi dari potensi ini yaitu untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan
menganalisis.
3. Potensi Sosial Emosional (Emotional Quotient)
Potensi diri ini sama dengan potensi mental intelektual, tetapi potensi ini terdapat di otak
manusia bagian kanan. Fungsinya yaitu untuk bertanggung jawab, mengendalikan amarah,
motivasi, dan kesadaran diri.
4. Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient)
Potensi ini merupakan potensi kecerdasan yang berasal dari dalam diri manusia yang
berhubungan dengan kesadaran jiwa, bukan hanya untuk mengetahui norma, tapi untuk
menemukan norma.
5. Potensi Daya Juang (Adversity Quetient)
Sama seperti potensi mental spiritual, potensi daya juang juga berasal dari dalam diri
manusia dan berhubungan dengan keuletan, ketangguhan, dan daya juang yang tinggi.1[1]
Sedangkan apabila kita merenungkan, sejarah kehidupan manusia di awali sejarah Nabi
Adam dan anak cucunya yang mendiami muka bumi ini. Mereka yang dibesarkan oleh
perkembangan zaman, lalu disusul dengan terwujudnya kesejahteraan di bumi ini.
Beberapa potensi manusia menurut agama islam yang diberikan oleh Allah SWT.:
1. Potensi Akal
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta,
mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini, manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi. Namun, factor subyektifitas
manusia dapat mengarahkan manusia pada kesalahan dan kebenaran.
1[1] http://za-enal.blogspot.com/2012/03/potensi-diri-dan-macammacamnya.html

2. Potensi Ruh
Manusia memiliki ruh. Banyak mendapat para ahli tentang ruh. Ada yang mengatakan
bahwa ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain mengalami ruh pada
manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Soal ruh ini memang bukan urusan
manusia karena manusia memiliki sedikit ilmu pengetahuan. Bukankah urusan ruh menjadi
urusan Tuhan. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘ruh adalah urusan Tuhan-Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”
(QS. Al-Isra’: 85)
3. Potensi Qalbu
Qalbu disini tidak dimaknai sebagai hati yang ada pada manusia. Qalbu lebih mengarah
pada aktifitas rasa yang bolak-balik. Sesekali senang, sesekali susah, kadang setuju kadang
menolak.
Qalbu berhubungan dengan keimanan. Qalbu merupakan wadah dari rasa takut, cinta,
kasih sayang, dan keimanan. Karena qalbu ibarat sebuah wadah, ia berpotensi menjadi kotor atau
tetap bersih.
4. Potensi Fitrah
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah disini tidak dimaknai melulu
sebagai sesuatu yang suci. Fitrah disini adalah bahwa sejak lahir fitrah manusia adalah membawa
agama yang benar. Namun, kondisi fitrah ini berpotensi tercampur dengan yang lain dalam
proses pembentukannya.
5. Potensi Nafs
Dalam bahasa Indonesia, nafs diserap menjadi nafsu berarti ‘dorongan kuat berbuat
kurang baik’. Sementara nafs yang ada pada manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk, tetapi
berpotensi berbuat baik. Dengan kata lain, nafs ini berpotensi positif dan negative.
Melekatnya nafs pada diri manusia cenderung berpotensi positif. Namun, potensi
negative daya tariknya lebih kuat dari pada potensi positif. Oleh karena itu manusia diminta
menjaga kesucian nafsnya agar tidak kotor.
Sebagai manusia, fitrah kita cenderung mengarah kepada hal-hal baik dan terpuji.
Namun, karena manusia diberi akal, nafsu dan syahwat. Bisa jadi kedua tipe akhlak tersebut ada
pada diri kita. Tetapi karena manusia memiliki hawa nafsu, maka dari itulah derajat manusia
lebih tinggi daripada malaikat, syetan, bahkan semua makhluk ciptaan Allah.

C. Ayat-Ayat tentang Potensi Manusia
Surat Al an’am ayat 79

‫ال مكممشلرلكينن لمنن أ نننا نونما نحلنيرفا نوال مأ نمرنض ال نسنمانوا ل‬
‫ت لإلنني‬
‫ت نفنطنر للل نلذي نومجلهني نو ن‬
‫جمه ك‬
“(Sesungguhnya aku menghadapkan diriku) aku menghadapkan diri dengan beribadah (kepada
Tuhan yang telah menciptakan) yang telah mewujudkan (langit dan bumi) yaitu Allah swt.
(dengan cenderung) meninggalkan semua agama untuk memeluk agama yang benar (dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan) Allah.”
 MUFRODAT

‫ت‬
‫نو ن‬
‫جمه ك‬

: aku menghadapkan diri

‫نفنطنر‬

: mewujudkan

‫نحلنيرفا‬

: yang benar

‫ال مكممشلرلكينن‬

: orang-orang yang mempersekutukan

 TAFSIR
Setelah Allah swt. mengisahkan kelepasan diri Nabi Ibrahim a.s. dari kemusyrikan
kaumnya, Allah swt. mengisahkan pula kelanjutan dari pada kelepasan diri itu dengan
menggambarkan sikap Ibrahim a.s dan akidah tauhidnya yang murni, yaitu Ibrahim a.s.
menghadapkan dirinya dalam ibadah ibadahnya kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi.
Dia pula yang menciptakan benda-benda langit yang terang benderang di angkasa raya dan yang
menciptakan manusia seluruhnya, termasuk pemahat patung-patung yang beraneka ragam
bentuknya.
Ibrahim a.s. cenderung kepada agama tauhid dan menyatakan bahwa agama agama
lainnya adalah batal dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang yang musyrik. Dia
seorang yang berserah diri kepada Allah swt. semata.
 Asbabun nuzul
Firman Allah:

:

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dan pada orang yang ikhlas menyerahkan

dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim
yang lurus. “ (Q.S An Nisa': 125)

Dan firman-Nya::
“Barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.”

(Q.S.

Luqman: 22)
 ASPEK TARBAWI
-

Hendaknya senantiasa mengingat Allah SWT. yang menciptakan seluruh alam.
Selalu berserah diri dan beribadah kepada Allah SWT.
Surat Al a’raaf ayat 160

‫ك‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ب لبنعنصانك‬
‫نونق نطمعنناكهكم اث من نتنمي ن‬
‫عمشنرنة أمسنبارطا أنمرما نوأمونحي مننا لإنلى كمونسى لإلذ امستنمسنقاكه نقموكمكه ألن امضلر م‬
‫عل ني ملهكم ال منغنمانم‬
‫عللنم ك ك نكل أ كنناسس نممشنربنكهمم نونظل نل مننا ن‬
‫عي مرنا نقمد ن‬
‫عمشنرنة ن‬
‫ت لمن مكه اث من ننتا ن‬
‫جنس م‬
‫جنر نفان مبن ن‬
‫ح ن‬
‫ال م ن‬
‫عل ني ملهكم ال منم نن نوال نسل منوى ك ككلوا لممن نط لي ننبا ل‬
‫ن ننرنزمقنناك كمم نونما نظل نكموننا نول نلكمن نكاكنوا أ نن مكفنسكهمم‬
‫ت نما‬
‫نوأ نن منزل مننا ن‬
‫ي نمظللكمو‬
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah
besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya:` Pukullah
batu itu dengan tongkatmu! `. Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air.
Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan
awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman):`
Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu `. Mereka tidak
menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.”
 MUFRODAT

‫نونق نطمعنناكهكم‬

: dan mereka kami bagi

‫نوأ نمونحي مننا‬
‫ب أ نلن‬
‫امضلر م‬

: dan kami wahyukan

‫ت‬
‫جنس م‬
‫نفان مبن ن‬
‫نونظل نل مننا‬

: maka memancarlah

‫ال منغنمانم‬

: awan

: pukullah
: dan kami naungkan

 TAFSIR
Allah membagi kaum Musa, baik yang beriman kepada Allah maupun yang ingkar
kepada-Nya menjadi dua belas suku yang dinamakan "Sibt". Pada suatu perjalanan di tengahtengah padang pasir, kaumnya menderita kehausan, maka Allah mewahyukan kepada Musa agar
ia memukulkan tongkatnya ke sebuah batu. Setelah Musa memukulkannya, maka terpancarlah
dari batu itu dua belas mata air, sesuai dengan banyaknya suku-suku Bani Israil. Untuk masingmasing suku disediakan satu mata air dan mereka telah mengetahui tempat minum mereka; untuk
menjaga ketertiban dan menghindarkan berdesak-desakan.
Kejadian ini merupakan mukjizat bagi Nabi Musa a.s. untuk membuktikan kerasulannya
dan untuk memperlihatkan kekuasaan Allah swt. Kalau dahulu ia memukulkan tongkatnya ke
laut sehingga terbentanglah jalan akan dilalui Bani Israil dari pengejaran Fir’aun dan tentaranya,
maka pada kejadian ini Musa memukulkan tongkatnya ke batu, sehingga keluarlah air dari batu
itu untuk melepaskan haus kaumnya. Kejadian ini di samping merupakan mukjizat bagi Nabi
Musa juga menunjukkan besarnya karunia Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada Bani Israil.
Di samping karunia itu Allah swt. menyebutkan lagi karunia yang telah diberikan-Nya kepada
Bani Israil, yaitu:
1. Allah swt. melindungi mereka dengan awan di waktu mereka berjalan di tengah padang pasir
dan di waktu panas terik matahari yang membakar itu. Jika tidak ada awan yang melindungi,
tentulah mereka terbakar oleh kepanasan matahari. Hal ini terjadi ketika mereka meninggalkan
negeri Mesir dan setelah menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai di gurun pasir di
Semenanjung Sinai dan ditimpa panas yang terik. Karena itu mereka minta agar Musa berdoa

kepada Tuhan agar memberikan pertolongan-Nya. Allah menolong mereka dengan
mendatangkan awan yang dapat melindungi mereka dari panas terik matahari.
2. Di samping itu Allah mengaruniakan pula kepala mereka makanan yang disebut "al-manna"
semacam makanan yang manis seperti madu yang turun terus-menerus dari langit sejak fajar
menyingsing sampai matahari terbit. Di samping itu dianugerahkan Allah pula kepada mereka
bahan makanan semacam burung puyuh yang disebut "salwa."
3. Allah memerintahkan kepada mereka agar memakan makanan yang halal yang baik, berfaedah
bagi jasmani dan rohani, akal dan pikiran. Allah swt telah melimpahkan karunia-Nya yang amat
besar bagi Bani Israil tetapi mereka tidak mau bersyukur, bahkan mereka mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah, ingkar kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya yang
berakibat mereka mendapat azab dan siksaan-Nya. Mereka disiksa itu semata-mata karena
perbuatan mereka sendiri, bukanlah karena Allah hendak menganiaya mereka. Tersebut dalam
sebuah hadis Qudsi:
:

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan (mengerjakan)
kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan perbuatan zalim itu (sebagai suatu perbuatan) yang
diharamkan di antaramu, maka janganlah kamu saling berbuat zalim (di antara sesamamu).
Wahai hamba-hamba-Ku, kamu sekali-kali tidak akan dapat menimbulkan kemudaratan kepadaKu, sehingga Aku memperoleh kemudaratan karenanya, dan kamu sekalian tidak dapat memberi
manfaat kepada-Ku sehingga Aku memperoleh manfaat karenanya.”
 ASPEK TARBAWI
- Hendaknya selalu bersyukur atas rejeki yang diberikan oleh Allah SWT.
- Memakan makanan yang baik dan halal.
Surat Al.mudatsir ayat 27

‫ن‬
(٢٧) ‫ٮنك نونما‬
‫نسنقكر نما أددنر ٮ‬
“Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui kedahsyatan neraka Saqar itu?”
 MUFRODAT
Neraka saqar

 TAFSIR

: ‫نسنقكر‬

Dalam ayat ini digambarkan pula betapa sifat neraka Saqar itu. Perkataan "wa ma adra
ka" (dan tahukah engkau) dalam bahasa Arab menunjukkan besar dan sangat dahsyatnya masalah
yang dipertanyakan. Apakah yang engkau ketahui tentang Saqar? Dan pasti tidak seorang pun
mengetahuinya dan mencapai hakikat sebenarnya kecuali dengan keterangan yang diberikan oleh
wahyu.
Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak mengembalikan. Artinya setiap tubuh manusia
yang dibakarnya tidak satupun yang tersisa dari daging maupun tulang. Dan dikembalikan lagi
tubuh yang telah hangus itu menjadi baru dan segar tetapi kemudian dibakarnya lagi sampai
hangus untuk kedua kali dan seterusnya.
Keterangan seperti ini kita peroleh dari ayat lain yang artinya:
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan azab……” (Q.S. An Nisa': 56).2[2]
 ASPEK TARBAWI
- Segala perbuatan baik ataupun buruk yang kita lakukan akan ada balasannya.
- Kita harus selalu mengingat bahwa siksa Allah sangatlah pedih.
Surat Al-anbiya’ ayat 34-35
ۗ

‫ٱلدنمود ل‬
‫شر نجنعلدننا نونما‬
‫خلدند نقبدللنك لنمن للبن ن س س‬
‫ت أ ننفلإمين ٱلد ك‬
‫ت نذا ل ٮ‬
‫( ٱلد ن‬٣٤) ‫ٮنقكة ن نف سدسس ك ك نكل‬
‫خـ ٮللكدونن نفكهكم لنم ن‬
(٣٥)‫خيدلر لبٱل نشلنر نون نبدكل‬
‫تكردنجكعونن نولإل نيدننا لفتدن ن ر سة نوٱلد ن‬
34. “Dan Kami tidak menjadikan seseorang manusia sebelummu dapat hidup kekal (di

dunia ini). Maka kalau engkau meninggal dunia (wahai Muhammad), adakah mereka akan
hidup selama-lamanya?”
35. “Tiap-tiap diri akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan
kesenangan sebagai cubaan; dan kepada Kamilah kamu semua akan dikembalikan.”
 MUFRODAT

:‫خلدند‬
‫ٱلد ك‬
Engkau meninggal dunia :‫ت‬
‫لنم ن‬
Hidup kekal

Setiap jiwa
2[2] http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?
pageno=2&SuratKe=74#Top. Diakses , 7 april 2013

:‫ن نف سدسس ك ك نكل‬

Dan Kami menguji

: ‫نون نبدكل‬

Cobaan

: ‫لفتدن ن ر سة‬

Akan dikembalikan

:‫تكردنجكعونن‬

 TAFSIR
Penjelasan ayat ini adalah bahwa tidak ada yang kekal dikehidupan ini. Orang-orang
musyrik bergembira jika musibah kematian menimpa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka mengatakan : “Kita menunggu ajal menimpanya”.3[3]
Ayat ini menjelaskan bahwa semua yang makhluk bernafas di muka bumi ini akan mati,
baik Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para Nabi dan Rasul sebelumnya.
Kegembiraan orang-orang musyrik atas kematian beliau tidak berguna sama sekali, karena
mereka pun juga akan mati.
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam (yang maknanya): “wahai Muhammad, Kami tidak menjadikan anak cucu
Adam hidup abadi di dunia ini sebelum kamu; sehingga Aku mengabadikan kamu; dan kamu
akan mati sebagaimana mereka”.4[4]
Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

‫ك ك نكل ن نمفسس نذالئنقكة ال منممو ل‬
‫ت ث كمن لإل ني مننا تكمرنجكعونن‬
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu
dikembalikan.” (al-‘Ankabût: 57)
Setiap orang akan menemui ajalnya. Ini tidak bisa dipungkiri, baik bagi yang pergi
berperang maupun yang tidak, dan tidak ada sesuatupun yang bisa menyelamatkan manusia dari
kematian, karena sesungguhnya ajal sudah ditentukan”.5[5] Jadi, setiap yang bernyawa di muka

3[3] Abû bakar Jâbir al-Jazâiri, Aisarut Tafasir, Maktabah Ulûm wal Hikam.
(Madinah: 2003), hlm. 412
4[4] Muhammad bin Jarîr Abû Ja’far at-Thabary, Tafsir at-Thabari. (Lebanon:
Muassasah Risâlah, 2000 ), hlm. 439
5[5] Salim Bahreisy & Said Bahreisy. Terjemahan