Formulasi Insektisida Berbahan Aktif Profenofos Menggunakan Surfaktan Dietanolamida (Dea) Olein Sawit

FORMULASI IN
INSEKTISIDA BERBAHAN AKTIF
FP
PROFENOFOS
MENGGUNAKA
AKAN SURFAKTAN DIETANOLAM
OLAMIDA (DEA)
OLEIN SAWIT

HANDUWENI SURTINING DEWI
EWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Formulasi Insektisida

Berbahan Aktif Profenofos Menggunakan Surfaktan Dietanolamida (DEA) Olein
Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Handuweni Surtining Dewi
F351124061

• Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
HANDUWENI SURTINING DEWI. Formulasi Insektisida Berbahan Aktif
Profenofos Menggunakan Surfaktan Dietanolamida (DEA) Olein Sawit.
Dibimbing oleh MULYORINI RAHAYUNINGSIH dan ERLIZA HAMBALI.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia yang

konsumsinya selalu meningkat dari tahun ketahun, namun peningkatan konsumsi
ini tidak seiring dengan kapasitas produksi biji kering kedelai dalam negeri,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan kacang kering kedelai dalam negeri
pemerintah harus mengimport kacang kering kedelai setiap tahun. Salah satu
penyebab rendahnya kapasitas produksi tanaman kedelai adalah karena adanya
serangan hama ulat grayak. Pengendalian hama ulat grayak di lapangan umumnya
dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif profenofos.
Profenofos merupakan bahan aktif insektisida yang tidak boleh
diaplikasikan secara langsung karena sangat beracun, sehingga perlu untuk
dilarutkan terlebih dahulu, namun profenofos tidak dapat larut dalam air, oleh
sebab itu diperlukan suatu formulasi pelarut yang tepat dan bahan-bahan lainnya
yang dapat menunjang kinerja profenofos sehingga dapat membentuk emulsi yang
baik dan meningkatkan efektifitas insektisida profenofos. Salah satu bahan yang
digunakan untuk dapat membentuk emulsi yang baik adalah surfaktan, pada
penelitian ini digunakan surfaktan non ionik dietanolamida (DEA) olein sawit.
Pada formulasi insektisida, surfaktan DEA berperan sebagai pendispersi,
penghomogen, perekat dan perata pada emulsi insektisida yang terbentuk.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi larutan
insektisida profenofos terbaik dengan dietanolamida (DEA) sebagai surfaktannya,
selain itu juga untuk mendapatkan informasi sifat fisiko-kimia larutan insektisida

yang dihasilkan dan untuk mendapatkan informasi efektifitas kinerja larutan
insektisida yang dihasilkan dalam pengendalian hama ulat grayak.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, tahap pertama yaitu formulasi
konsentrat larutan insektisida, tahap kedua yaitu uji sifat fisiko-kimia konsentrat
larutan insektisida dan tahap ketiga yaitu uji efektifitas larutan insektisida pada
ulat grayak (LC50). Formulasi insektisida dilakukan dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor pertama merupakan konsentrasi
surfaktan DEA sebesar 0, 10, dan 15%, faktor kedua merupakan konsentrasi
bahan aktif profenofos sebesar 40, 50, 60%. Dilakukan analisis of variance
(ANOVA) pada data hasil uji sifat fisiko-kimia konsentrat larutan insektisida dan
hasil berbeda nyata diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, surfaktan DEA mampu membentuk
emulsi yang baik pada larutan insektisida profenofos dan pelarut natrium etoksida.
Perlakuan terbaik yang didapatkan dari tahap formulasi adalah larutan insektisida
dengan penambahan surfaktan DEA 10% dan bahan aktif profenofos 40%. Hasil
uji sifat fisiko-kimia menunjukkan bahwa ukuran droplet berkisar antara 1,76 –
2,07 µm, sudut kontak berkisar antara 11,575 - 24,218˚, densitas berkisar antara
0,996 – 0,998 g/cm3, tegangan permukaan berkisar antara 16,56 – 40,72 dyne/cm,
viskositas 1,032-1,078 cP dan pH berkisar antara 6, 87 – 8,22. Sedangkan hasil uji


efektifitas insektisida terhadap ulat grayak instar tiga (LC 50) adalah sebesar 574
ppm bahan aktif dalam air.
Kata kunci: dietanolamida, insektisida, profenofos,ulat grayak

SUMMARY

HANDUWENI SURTINING DEWI. Formulation of Insecticide Profenofos
Using Surfactant Diethanolamide (DEA) Based on Palm Olein. Supervised by
MULYORINI RAHAYUNINGSIH and ERLIZA HAMBALI.
Soybean is one of the major food commodities in Indonesia that the
consumption is increasing each year,but this is not in line with thedomestic
soybean production capacity, so the government had to import soybeans each year
to full fill the domestic need. One cause of the low production capacity is the
armyworm attact. Generally, the armyworm attack controled by spread insecticide
profenofos.
Profenofos is insecticides active ingredient that should not applied directly,
because it is highly toxic. So, it need to be dissolved, but profenofos couldn’t
dissolved in water. So that, it need the right formulation between the solvent and
other ingredients which can supprot the profenofos performance, make good
emultion and increase the effectiveness of the insecticide. One of that ingredient is

surfactant. This research used surfactant diethanolamide (DEA) based on palm
olein. The function of surfactant DEA in insecticide formulation are as
homogenizer, dispersant, sticker and spreader agent.
The aims of this research are to obtain the best emultion insecticide product
based on profenofos as the active ingredients and DEA as the surfactant,
moreover it also to obtain information of the physico-chemical properties and to
obtain information of the insecticide effectiveness to control armyworm attact.
This research began from formulation of the insecticide concentrate, then
followed by physico-chemical properties test and last stage was the effectiveness
of insecticide test to armyworm (LC50). The formulation test performed with
compeletely randomized design (CRD) with two factors, first factor is DEA
concentration (0, 10, 15%) and the second factor is profenofos concentration (40,
50, 60%). The data of physico-chemical properties test was analyzed by analysis
of variance (ANOVA) and the significant result tested by Duncant Multiple
Range Test (DMRT).
The result showed that, surfactant DEA could make good emultion between
profenofos and sodium ethoxide as the solvent. The best treatment which obtain
from formulation stage is concentrate with DEA 10% and profenofos 40%. The
physico-chemical properties test result showed that droplet size is 1,76-2,07 µm,
contact angle 11,575-24,218˚, density 0,996-0,998 g/cm3, surface tension 16,5640,72 dyne/cm, viscosity 1,032-1,078 Cp and pH 6,87-8,22. The effectiveness of

the insecticide to armyworm (LC50) is 574 ppm active ingredient in water.
Keywords: armyworm, diethanolamide, insecticide, profenofos

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta DilindungiUndang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantum kan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalambentuk apa pun tanpaizin IPB

FORMULASI INSEKTISIDA BERBAHAN AKTIF PROFENOFOS
MENGGUNAKAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA (DEA)
OLEIN SAWIT

HANDUWENI SURTINING DEWI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahuwata’alasang pemilik segala ilmu diseluruh alam yang telah
melimpahkan rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Formulasi Insektisida Berbahan Aktif Profenofos
Menggunakan Surfaktan Dietanolamida (DEA) Olein Sawit. Tiada satu helai daun
pun jatuh di muka bumi ini tanpa seizinNya, maka terselesaikannya karya ilmiah

ini semata-mata karena izin dan kehedak Allah SWT.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih,
M.Si dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku komisi pembimbing atas curahan ilmu
dan arahan sejak dimulainya penelitian hingga terselesaikannya karya ilmiah ini,
serta kepada staff laboratorium SBRC, Fisiologi dan Toksikologi Serangga IPB
dan seluruh rekan-rekan atas bantuan dan kebersamaannya selama masa studi.
Selain itu, terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu, ayah,
suami dan anak-anak tercinta atas segala doa dan dukungannya baik disaat-saat
sulit maupun mudah.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat di dunia dan menjadi pemberat
timbangan amal shalih diakhirat kelak.

Bogor, Januari 2017

Handuweni Surtining Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Larutan Insektisida
Sifat Fisiko-Kimia Konsentrat Larutan Insektisida
Ukuran Droplet
Sudut Kontak
Densitas
Tegangan Permukaan
Viskositas
Derajat Keasaman (pH)
Efektifitas Larutan Insektisida Terhadap Ulat Grayak (LC50)

4 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1
2
3
3
3
3
4
5
6
6
6

10
11
12
14
15
16
17
19
22
22
25
40

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Formulasi Konsentrat Insektisida
5
Rata-rata hasil uji fisika-kimia larutan insektisida (0,07% profenofos dalam air) 11
Hasil pengamatan uji efektifitas insektisida
20
Perbandingan Insektisida Profenofos dan Buprofezin (Ferdian 2015) dengan
DEA sebagai surfaktannya
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Alur kerangka pemikiran
4
Struktur kimia profenofos
7
Struktur kimia natrium etoksida
8
Struktur kimia dietanolamida
8
Struktur emulsi konsentrat larutan insektisida profenofos dengan DEA
9
Konsentrat larutan insektisida profenofos dan larutan insektisida 0,07%
profenofos dalam air
10
7 Konsentrat larutan insektisida tanpa surfaktan DEA dan larutan insektisida
tanpa surfaktan DEA sebesar 0,07% bahan aktif dalam air
10
8 Sebaran ukuran droplet larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air
12
9 Kurva hubungan larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air terhadap sudut
kontak
13
10 Kurva hubungan larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air terhadap
densitas
14
11 Kurva hubungan larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air terhadap
tegangan permukaan
15
12 Kurva hubungan larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air terhadap
viskositas
17
13 Kurva hubungan larutan insektisida 0,07% profenofos dalam air terhadap pH 19
14 Pengamatan mortalitas ulat grayak instar 3 pada jam ke-48
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis fisika kimia larutan insektisida
26
2 Data hasil penelitian, sidik ragam dan uji lanjut DMRT formulasi insektisida
terhadap parameter fisika kimia
27
3 Diagram alir penelitian dan dokumentasi gambar-gambar penelitian
36
4 Hasil perhitungan pengenceran konsentrat insektisida
39

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama di Indonesia.
Kebutuhan terhadap komoditas kedelai ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan kebutuhan ini dikarenakan kedelai dapat dijadikan berbagai macam
produk, baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak, maupun sebagai bahan
baku industri skala besar hingga kecil atau rumah tangga. Akan tetapi peningkatan
kebutuhan ini tidak seiring dengan kapasitas produksi dalam negeri kedelai. Data
dari Kementerian Pertanian produksi kedelai 2015 berdasarkan Angka Ramalan
(ARAM) I Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 998.870 ton biji kering kedelai,
sedangkan konsumsi masyarakat mancapai 2,54 juta ton biji kering kedelai yang
terdiri dari konsumsi langsung penduduk sebesar 2 juta ton biji kering kedelai,
pakan ternak sebesar 3.000 ton biji kering kedelai, benih sebesar 39.000 ton biji
kering kedelai, industri non makanan sebesar 446.000 ton biji kering kedelai, dan
susu sebesar 49.000 ton biji kering kedelai. Defisit kedelai ini menyebabkan
Indonesia harus mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi kedelai nasional adalah
serangan hama tanaman kedelai yaitu ulat grayak. Ulat grayak Spodoptera litura
dapat menyebabkan kehilangan panenhingga 80%, bahkan tanaman puso bila
tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsono 2008). Pengendalian hama ulat
grayak umumnya dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida berbahan aktif
profenofos.
Bahan aktif insektisida merupakan zat kimia yang tidak boleh diaplikasikan
secara langsung karena sangat beracun dan berbahaya bagi manusia dan
lingkungan, oleh sebab itu bahan aktif insektisida memerlukan pelarut dan bahan
tambahan lainnya untuk membentuk suatu formula yang tepat. Keberadaan bahan
tambahan sangat diperlukan karena memilki peranan penting dalam mekanisme
kerja bahan aktif. Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi juga dapat
menentukan bentuk formulasi insektisida. Bentuk formulasi insektisida yang ada
saat ini diantaranya adalah Emulsifiable concentrate (EC), Wettable powder
(WP), Solution concentrate (SL), Suspension concentrate (SC), Water dispersible
granules (WG), Granules(GR) dan lain-lain (Knowles 2008).
Surfaktan adalah suatu zat bersifat aktif permukaan yang memiliki molekul
yang ampifilik yaitu memiliki dua gugus yang berlainan sifat dalam satu
molekulnya yaitu gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak).
Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan
(surface tension) suatu mediumantar dua fase yang berbeda derajat polaritasnya
seperti pada cairan dengan cairan, padatan dengan cairan, ataupun gas dengan
cairan. Istilah permukaan menunjuk pada antarmuka di mana salah satu fasenya
berupa udara (gas) (Rosen 2004). Jika dilarutkan ke dalam pelarut pada
konsentrasi rendah, surfaktan akan memiliki kemampuan untuk menempatkan diri
pada antarmuka dua jenis media yang tidak saling melarut, sehingga secara
signifikan mengubah karakteristik fisik antarmuka tersebut. Bahan aktif
permukaan pada surfaktan mampu memodifikasi karakteristik permukaan suatu
cairan atau padatan, hingga bersifat sebagai bahan penggumpal, bahan pembasah,

2

emulsifier, pendispersi, bahan adhesif dan lain sebagainya (Georgou et al., 1992;
Hui 1996).
Salah satu jenis surfaktan yang berpotensi digunakan untuk aplikasi
insektisida ulat grayak pada tanaman kedelai adalah surfaktan dietanolamida
(DEA). DEA akan berperan dalam mendispersikan, menghomogenkan, meratakan
dan merekatkan bahan aktif dengan bahan aditif lainnya dan media pembawanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti SBRC (Surfactant
and Bioenergy Research Center) tahun 2012, surfaktan DEA memiliki nilai
tegangan permukaan yang paling rendah (20.97 dyne/cm) di bandingkan surfaktan
yang lain seperti APG (21-22 dyne/cm), etoksilat (23-25 dyne/cm), dan lauril
betain (31,17 dyne/cm) yang banyak dipakai pada industri pestisida. Oleh karena
itu surfaktan DEA sangat berpotensi untuk meningkatkan efektifitas insektisida
(Suryani, et al., 2012). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ferdian (2015)
menunjukan bahwa surfaktan DEA olein sawit mampu membentuk emulsi yang
baik dan meningkatkan efektifitas insektisida berbahan aktif buprofezin untuk
penegndalian hama wereng coklat.
DEA dapat diproduksi dari metil ester maupun dari asam lemak yang
direaksikan dengan reaktan dietanolamina. DEA yang beredar di pasaran saat ini
berasal dari minyak kelapa dan dari palm kernel oil (PKO) yang harganya cukup
mahal. Namun SBRC LPPM IPB telah dapat memproduksi surfaktan DEA
dengan bahan baku yang lebih murah, yaitu olein sawit. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu penelitian pemanfaatan surfaktan DEA untuk aplikasi
kedalam berbagai produk, salah satunya adalah insektisida.
Profenofos merupakan bahan aktif berupa cairan yang tidak dapat larut
didalam air namun dapat larut dalam pelarut organik. Umumnya, industri pestisida
menggunakan pelarut organik paraxylene yang ketersediaanya sulit didapatkan
sehingga pada penelitan ini dilakukan kajian penggunaan pelarut yang tepat dan
formulasi larutan insektisida profenofos dengan surfaktan dietanolamida olein
sawit dalam bentuk EC.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan efektifitas
insektisida profenofos dalam pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura)
dengan memanfaatkan dietanolamida (DEA) olein sawit sebagai surfaktannya.
Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mendapatkan formulasi larutan insektisida profenofos terbaik dengan
dietanolamida (DEA) sebagai surfaktannya
2. Mendapatkan informasi sifat fisikokimia larutan insektisida yang dihasilkan
3. Mendapatkan informasi efektifitas kinerja larutan insektisida yang dihasilkan
dalam pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura)

Ruang Lingkup Penelitian
1.

Surfaktan yang digunakan adalah dietanolamida (DEA) dari bahan baku olein
sawit

3

2.
3.
4.
5.

Bahan aktif insektisida yang digunakan adalah profenofos
Pelarut profenofos yang digunakan adalah natrium etoksida
Ujisifat fisiko-kimia larutan insektisida yang dihasilkan meliputi sudut
kontak, ukuran droplet, densitas, tegangan permukaan, viskositas dan pH
Uji efektifitas insektisida yang dihasilkan adalah uji LC50

2 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Aplikasi surfaktan pada formula insektisida, berperan dalam meningkatkan
kemampuan penetrasi bahan aktif ke dalam tanaman inang dan hama sasaran serta
menyebarkannya ke seluruh jaringan tanaman. Sifat utama dari surfaktan yang
dimanfaatkan dalam hal ini adalah kemampuannya membasahi (wetting ability),
menghomogenkan, menyebarkan atau mendispersi (dispersing/spreading ability),
merekatkan dan membantu penetrasi (penetrating ability).Surfaktan bekerja
dengan cara memperluas penyebaran genangan (coverage) larutan insektisida
pada permukaan daun sehingga semprotan insektisida tersebar lebih merata.
Dengan penggunaan surfaktan tersebut, permukaan daun yang tertutup larutan
insektisida menjadi lebih luas dan menjadikan larutan insektisida bertahan lebih
lama pada tanaman.
Surfaktan dietanolamida (DEA) termasuk dalam kelompok surfaktan
nonionik yang berfungsi sebagai pendispersi yang baik, penurun tegangan
permukaan dan tegangan antar muka yang cukup efektif. Saat ini DEA merupakan
bahan aktif permukaan yang mulai banyak digunakan pada produk
insektisidakarena mudah ditangani dan sistem emulsi produk yang dihasilkan
relatif stabil. Pemanfaatan surfaktan DEA olein sawit pada formulasi larutan
insektisida dengan bahan aktif profenofos diharapkan dapat membentuk emulsi
yang baik dan meningkatkan efektifitas insektisida yang dihasilkan dalam
pengendalian hama ulat grayak. Alur kerangka pemikiran dtunjukkan pada
Gambar 1.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Desember 2015. Tempat
penelitiandilakukan di laboratoriumSurfactant and Bioenergy Research CenterLembagaPenelitiandanPengabdiankepadaMasyarakatInstitutPertanian
Bogor
(SBRC LPPM-IPB) danlaboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Vortex Heidolph Reax
top, dan Homogenizer rotor statorDaihan model HG-15D, homogenizer Tokebi
(22000 rpm). Alat lain yang digunakan untuk analisis sampel yaitu berupa pH

4

meter (pH Meter Schott), density meter (Anton Paar DMA 4500M), potensiometer
(Spinning Drop Tensiometer), viscometer (Rheometer Brookfield DV-III Ultra).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan
dietanolamida (DEA) yang diperoleh dari SBRC LPPM IPB, bahan aktif
profenofos dari PT. Petrosida Gresik. Bahan lainnya yaitu NaOH dan etanol 96%.

Surfaktan

Berperan sebagai
penetrasi dan penyebar
bahan aktif

Digunakan dalam
formulasi insektisida

Dietanolamida
(DEA) Olein
sawit

Surfaktan DEA
berperan sebagai
pendisperi,
penghomogen, perata
dan perekat yang baik.

Berpotensi sebagai
surfaktan dalam
formulasi insektisida.

Bahan aktif
Profenofos

Digunakan dalam
penegndalian hama
ulat grayak

Tidak dapat larut
dalam air

Dilakukan formulasi
dengan pelarut yang
tepat dan DEA olein
sawit sebagai
surfaktannya

Larutan insektisida profenofos dengan
surfaktan DEA olein sawit membentuk
emulsi yang baik dan meningkatkan
efektifitas insektisida yang dihasilkan.
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran

Metode Penelitian
Formulasi Konsentrat Larutan Insektisida
Formulasi larutan konsentrat insektisida pada penelitian ini dilakukan
dengan mencampurkan pelarut NaOH dalam etanol atau natrium etoksida kedalam
bahan aktif profenofos dengan variasi konsentrasi 40%, 50% dan 60%, kemudian
diikuti dengan penambahan surfaktan DEA dengan variasi konsentrasi 0%, 10%
dan 15%, kemudian dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer selama 5
menit dengan kecepatan 22000 rpm. Tahap ini menghasilkan konsentrat larutan

5

insektisida. Diagram alir formulasi larutan insektisida disajikan pada Lampiran 3.
Tabel formulasi konsentrat larutan insektisida ditunjukan pada Tabel 1.

DEA
0%
10%
15%

Tabel 1 Formulasi konsentrat larutan insektisida
Profenofos
Kode
40%
50%
B1
B2
A1
A1B1
A1B2
A2
A2B1
A2B2
A3
A3B1
A3B2

60%
B3
A1B3
A2B3
A3B3

Uji Sifat Fisiko-Kimia Konsentrat Larutan Insektisida
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh surfaktan DEA dan
bahan aktif profenofos terhadap sifat fisik emulsi yang dihasilkan. Konsentrat
larutan insektisida yang dihasilkan dari tahap sebelumnya kemudian dilakukan
pengenceran dengan konsentrasi 700 ppm atau 0,07% bahan aktif profenofos di
dalam 100 ml air untuk diuji sifat fisiko-kimianya. Sifat fisiko-kimia larutan yang
diuji yaitu sudut kontak dan ukuran droplet (µm), densitas (g/cm3), tegangan
permukaan (dyne/cm), viskositas (cP) dan pH. Rumus pengenceran untuk
mendapatkan 700 ppm konsentrat larutan insektisida dalam air adalah sebagai
berikut:
( )( )
( )

Keterangan:
A = Jumlah konsentrat yang ditimbang
B = Jumlah larutan encer yang diinginkan
C = Kadar bahan aktif yang diinginkan dalam larutan encer
D = Kadar bahan aktif dalam larutan konsentrat
Hasil perhitungan pengenceran setiap larutan konsentrat dapat dilihat pada
Lampiran 4. Data hasil uji kemudian dilakukan analysis of variance untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter uji, perlakuan dengan
pengaruh nyata kemudian dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range
Test (DMRT).
Uji Efektifitas Insektisida pada Ulat Grayak (LC50)
Efektifitas larutan insektisida ditentukan dengan cara uji mortalitas larutan
terhadap ulat grayak. Serangga uji adalah Spodoptera litura instar tiga yang
dipelihara di laboratorium fisiologi dan toksikologi serangga IPB, sedangkan
pakan uji adalah daun tanaman kedelai. Pengujian dilakukan dengan metode
celup, larutan insektisida diencerkan menjadi lima konsentrasi bahan aktif yaitu,
400; 475; 550; 625; dan 700 ppm profenofos didalam 100 ml air, serta kontrol
berupa surfaktan DEA dan pelarut tanpa bahan aktif profenofos didalam 100 ml
air.
Serangga uji dipersiapkan didalam cawan petri sebanyak 10 ekor. Daun
kedelai yang akan digunakan untuk pengujian dicuci terlebih dahulu dengan air
dan dibilas dengan aquades, kemudian dikeringanginkan. Daun yang sudah kering

6

dicelupkan kedalam larutan insektisida hingga seluruh daun terbasahi oleh larutan
kemudian dikeringanginkan kembali sebelum dimasukkan ke dalam cawan petri
berisi serangga uji. Setiap cawan diberi enam lembar daun kedelai yang sudah
dicelup dan dilakukan pengamatan pada jam ke-48 dan 72. Tahap ini dilakukan
sebanyak lima kali ulangan, diagram alir uji efektifitas insektisida pada ulat
grayak dtunjukan pada Lampiran 3. Dilakukan analisis probit terhadap jumlah
populasi serangga yang mati untuk menentukan efektifitas formula dengan
melihat nilai(Lethal Concentration) LC50.

Rancangan Percobaan
Formulasi larutan insektisida pada tahap ini dilakukan dengan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dua faktor dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (Bangun,
1991). Faktor pertama merupakan konsentrasi surfaktan DEA sebesar 0, 10 dan
15%. Faktor kedua merupakan konsentrasi bahan aktif profenofos 40, 50, dan
60%. Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk

= nilai pengamatan akibat pengaruh penambahan bahan aktif profenofos
konsentrasi ke-i dan surfaktan DEA konsentrasi ke-j pada formula
insektisida ulangan ke-k

µ

= rataan umum

αi

= pengaruh penambahan bahan aktif profenofos konsentrasi ke-i

βj

= pengaruh penambahan surfaktan DEA konsentrasi ke-j

(αβ)ij

= pengaruh interaksi antara penambahan bahan aktif profenofos
konsentrasi ke-i dan konsentrasi surfaktan DEA ke-j

εijk

= pengaruh acak penambahan bahan aktif profenofos konsentrasi ke-i,
konsentrasi surfaktan DEA ke-j dan ulangan ke-k

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Konsentrat Larutan Insektisida
Pada tahapan formulasi konsentrat insektisida, bahan aktif yang digunakan
adalah profenofos karena masih diizinkan dan pada aplikasinya di lapangan
profenofos merupakan bahan aktif yang umum dan efektif digunakan untuk

Dietanolamida

Natrium etoksida

Profenofos

10

A

B

Gambar 6 Konsentrat laruta
utan insektisida profenofos (A) dan larutann iinsektisida
0,07% bahan akti
ktif dalam air (B)

C

D

Gambar 7 Konsentrat Larut
arutan insektisida tanpa surfaktan DEA (C) da
dan Larutan
insektisida tanpa
npa surfaktan DEA encer sebesar 0,07% ba
bahan aktif
dalam air (D)
Sifat Fisiko-K
o-Kimia Konsentrat Larutan Insektisida
Uji sifat fisiko-kim
kimia larutan insektisida pada penelitian ini
ni dilakukan
konsentrat larutan insektisida sebesar 700 ppm ba
bahan aktif
dengan pengenceran konse
dalam air. Aplikasi insektisida profenofos
os pada ulat
atau 0,07% bahan aktif da
grayak instar tiga di labora
oratorium dilakukan dengan variasi konsentra
ntrasi hingga
700 ppm bahan aktif, maka
aka pengenceran dengan konsentrasi tersebut
but bertujuan
mia larutan insektisida yang dihasilkan pada
da tahap ini
agar sifat-sifat fisiko-kimia
isiko-kimia larutan insektisida yang digunaka
akan untuk
dapat mewakili sifat fisiko
aplikasi pada ulat grayakk pa
pada tahap berikutnya di laboratorium.
Hasil uji larutan insekt
nsektisida untuk ukuran droplet berkisar antaraa 1,76 – 2,07
ar aantara 11,575 - 24,218˚ , densitas berkisar ant
antara 0,996
µm, sudut kontak berkisar
3
– 0,998 g/cm , tegangann permukaan berkisar antara 16,56 – 40,72 dyne/cm,
viskositas 1,032-1,078 cP
P da
dan pH berkisar antara 6, 87 – 8,22. Rata-rat
rata hasil uji

11

fisika kimia larutan insektisida 0,07% bahan aktif dalam air ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata hasil uji fisika kimia larutan insektisida
dalam air
Profenofos (%)
Surfaktan
DEA (%)
40
50
Ukuran Drop Plate (µm )
0
1,84 ± 0,33a
1,77 ± 0,13a
10
1,99 ± 0,29a
2,06 ± 0,16a
a
15
1,78 ± 0,05
1,85 ± 0,28a
Sudut Kontak (˚)
0
22,830 ± 0,238b
14,398 ± 0,367b
b
10
18,477 ± 0,747
13,631 ± 0,304a
15
13,730 ± 0,519b
12,137 ± 0,292a
Densitas (g/cm3)
0
0,996 ± 0,000a
0,996 ± 0,000a
a
10
0,997 ± 0,001
0,998 ± 0,000b
15
0,997 ± 0,001b
0,998 ± 0,000b
Tegangan Permukaan (dyne/cm)
0
40,72 ± 1,28c
19,26 ± 1,14a
10
27,22 ± 0,68c
19,39 ± 1,07a
b
15
26,89 ± 1,55
16,56 ± 0,96a
Viskositas (cP)
0
1,032 ± 0,003a
1,038 ± 0,003a
10
1,078 ± 0,008b
1,075 ± 0,005b
b
15
1,075 ± 0,013
1,077 ± 0,008b
pH
0
8,21 ± 0,04a
6,87 ± 0,85b
10
8,15 ± 0,04a
7,89 ± 0,04a
a
15
8,12 ± 0,02
7,76 ± 0,05a

0,07% bahan aktif

60
2,07 ± 0,05a
1,95 ± 0,19a
1,76 ± 0,06a
24,218 ± 0,557b
23,543 ± 0,376b
11,575 ± 0,467a
0,997 ± 0,001b
0,998 ± 0,000b
0,998 ± 0,000b
32,63 ± 0,68c
28,09 ± 3,28c
19,57 ± 1,74a
1,040 ± 0,013a
1,073 ± 0,012b
1,078 ± 0,002b
7,79 ± 0,06a
7,31 ± 0,04a
7,21 ± 0,01a

Keterangan: Angka pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0,05

Ukuran Droplet
Ukuran droplet pada penelitian ini diukur dalam satuan mikro. Menurut
Ferdian (2015), produk emulsi memiliki homogenitas yang baik apabila memiliki
ukuran droplet yang baik dan seragam. Semakin kecil ukuran droplet
menunjukkan bahwa suatu emulsi memiliki homogentias yang tinggi. Oleh karena
itu pengamatan terhadap parameter ukuran droplet diperlukan untuk memastikan
emulsi larutan insektisida yang dihasilkan memiliki droplet berukuran mikron
yang menjadi indikasi bahwa emulsi yang terbentuk sudah baik dan homogen.
Analisa ukuran droplet pada tahap ini dilakukan dengan pengenceran setiap
larutan insektisida dengan akuades sebesar 700 ppm. Hasil analisa ukuran droplet
berkisar antara 1,76 – 2,07 µm, hal ini menunjukkan bahwa larutan insektisida
pada penelitian ini memiliki ukuran droplet yang baik. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan deMan (1997) bahwa pada sistem emulsi, droplet berukuran lebih
dari 0.1 μ m atau 0.1-50 μ m berbentuk butiran yang terdispersi dengan baik

A2B1

Sudut Kontak (˚)

30
25
20
15
10
5
0
A1B1A1B2A1B3A2B1A2B2A2B3A3B1A3B2A3B3
Perlakuan

0,9985
Densitas (g/cm3)

0,998
0,9975
0,997
0,9965
0,996
0,9955
0,995
A1B1A1B2A1B3A2B1A2B2A2B3A3B1A3B2A3B3
Perlakuan

Tegangan Permukaan (dyne/cm)

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Perlakuan

16

B2: Penambahan Profenofos 50%
B3: Penambahan Profenofos 60%
Hasil analisis data dengan analisis varian menunjukan penambahan
surfaktan DEA dan bahan aktif profenofos berbeda nyata terhadap tegangan
permukaan dan terdapat interaksi antara keduanya (Lampiran 2). Hasil uji lanjut
DMRT menunjukan bahwa penambahan surfaktan DEA dan bahan aktif
profenofos berbeda nyata terhadap tegangan permukaan pada selang kepercayaan
95% dan terdapat interaksi antara keduanya (lampiran 2). Larutan profenofos
dalam natriumetoksida dengan surfaktan DEA merupakan sistem emulsi sehingga
timbulnya tegangan permukaan disebabkan oleh partikel dalam emulsi dan
pelarutnya. Perubahan tegangan permukaan dipengaruhi oleh kandungan partikel
dan ukuran partikel dipermukaan emulsi tersebut. Hasil berbeda nyata dapat
disebabkan oleh sifat surfaktan DEA yang dapat menurunkan densitas formula,
semakin kecil densitas maka kerapatan antar partikel akan semakin renggang,
sehingga gaya tarik menarik antar partikel menjadi semakin lemah, oleh sebab itu
tegangan permukaan menjadi semakin kecil.
Sifat utama surfaktan adalah sebagai bahan aktif permukaan (Probowati et
al. 2012). Gaya tarik permukaan fluida terhadap udara akan semakin rendah
karena adanya pengaruh surfaktan. Nilai tegangan permukaan yang kecil
menunjukkan gaya tarik antar partikel yang kecil pada permukaan suatu larutan.
Larutan insektisida diharapkan memiliki tegangan permukaan yang rendah
karena berkaitan dengan sudut kontak yang menjadi faktor penting dalam
menentukan sifat larutan insektisida yang baik. Tegangan permukaan yang rendah
dari larutan insektisida dapat menurunkan sudut kontak insektisida pada
permukaan daun sehingga meningkatkan area semprot insektisida (Yang et al.
2014).

Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran
dan gaya antar molekul. Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan suatu fluida.
Semakin tinggi nilai viskositas maka semakin tinggi pula tingkat kekentalan suatu
fluida, yang mengindikasikan berubahnya struktur dan ikatan antar molekul.
Kenaikan viskositas disebabkan karena meningkatnya konsentrasi partikel,
demikian pula dengan sifat alir bahan akan tergantung pada viskositas dan
densitas cairan (Rasdiana, 2016).
Pengendalian hama ulat grayak di lapang dilakukan dengan cara
penyemprotan menggunakan alat spray. Salah satu vaktor penting yang akan
mempengaruhi penggunaan larutan insektisida pada alat sprey adalah viskositas,
semakin tinggi nilai viskositas larutan akan semakin sulit untuk disemprotkan,
semakin rendah viskositas larutan insektisida, maka akan lebih mudah untuk
disemprotkan. Oleh karena itu, viskositas larutan insektisida pada penelitian ini
perlu untuk diamati.
Data hasil analisa menunjukan bahwa viskositas larutan insektisida yang
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1,032-1,078 cP. Hasil analisis data
dengan ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan penambahan surfaktan DEA
berbeda nyata terhadap viskositas, sedangkan perlakuan penambahan bahan aktif

Viskositas (cP)

1,1
1,08
1,06
1,04
1,02
1
0,98
A1

A2
Perlakuan DEA

A3

18

tersebut diantaranya adalah daun menjadi kering dan dapat merusak zat hijau daun
(klorofil) yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Klorofil
memiliki ikatan rangkap pada struktur molekulnya, pH yang terlalu asam atau
terlalu basa dapat merusak ikatan rangkap tersebut sehingga merusak fungsi
klorofil, salah satu kerusakan yang nampak secara visual adalah daun menjadi
kering dan kekuningan.
Bahan aktif profenofos merupakan racun kontak dan racun perut. Saluran
pencernaan serangga memiliki tiga bagian, yaitu usus bagian depan (stomodeum),
usus bagian tengah (mesenteron) dan usus bagian belakang (proctodeum), bagian
usus yang berperan penting dalam pencernaan makanan adalah usus bagian tengah
yang biasanya bersifat basa, pH insektisida dengan mode of action racun perut
sangat berperan dalam mengganggu saluran pencernaan serangga, pH insektisida
dapat merubah pH saluran pencernaan serangga sehingga serangga menjadi tidak
nafsu makan, iritasi dan akhirnya mengalami kematian. Serangga memiliki
bermacam-macam enzim penceraan yang berperan penting dalam metabolisme
serangga, diantaranya adalah amylase, maltase, invertase, peptidase, triptase dan
lipase. Secara umum pH insektisida dapat mendegradasi enzim-enzim dalam
saluran pencernaan serangga sehingga merusak fungsi enzim-enzim tersebut dan
mengganggu metabolisme pencernaan serangga. Oleh sebab itu, pengamatan
terhadap pH pada penelitian ini perlu dilakukan.
Penelitian pengaruh pH terhadap insektisida, bakterisida, akarisida dan
herbisida telah dilakukan oleh David dan Mate (2011), Thuyet et al (2013),
Pangloli dan Hung (2013), Bhika (2014), Shahgoli dan Ahangar (2015) serta Zaki
et al. (2015) dan hasil menunjukkan bahwa pada pH tinggi keefektifan pestisida
menurun, hal itu terjadi karena waktu paruh pestisida menjadi lebih singkat.
Waktu paruh adalah lamanya deposit bahan aktif pesitisda berada pada sasaran
atau bagian tanaman tinggal 50%. Dengan demikian, lamanya organisme
penggnaggu tumbuhan (OPT) terpapar oleh bahan aktif pestisida juga lebih
singkat. Oleh sebab itu, pengamatan terhadap pH larutan insektisida pada
penelitian ini perlu dilakukan.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa pH larutan insektisida yang
dihasilkan berkisar antara 6,87-8,21, namun dari data dapat dilihat bahwa larutan
insektisida memiliki pH cenderung menuju basa, yaitu pH diatas 7. Insektisida
pada umumnya memiliki pH 7-8, maka dapat disimpulkan bahwa pH larutan
insektisida yang dihasilkan pada penelitian ini masih termasuk kedalam pH
insektisida yang beredar pada umumnya.
pH adalah derajat keasaman yang dinyatakan sebagai –Log [H+] oleh sebab
itu pada penelitian ini, data nilai pH ditransformasi kedalam bentuk logaritma agar
diperoleh nilai [H+] sebelum dilakukan analisis varian dan uji lanjut. Hasil analisis
data dengan ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan penambahan surfaktan DEA
berbeda tidak nyata terhadap pH, sedangkan bahan aktif profenofos berbedanyata
dan terdapat interaksi antara keduanya (Lampiran 2). Kurva hubungan formulasi
larutan insektisida terhadap pH ditunjukkan pada Gambar 13.
Hasil uji lanjut dengan DMRT menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
bahan aktif profenofos berpengaruh nyata terhadap pH pada selang kepercayaan
95%, dan terdapat interaksi antara surfaktan DEA dan bahan aktif profenofos
(lampiran 2). Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi antara surfaktan DEA dan

9
8
7

pH

6
5
4
3
2
1
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
Perlakuan

20

dipermukaan daun sehingga surfaktan DEA dapat meningkatkan efektifitas
penggunaan formula insektisida dengan bahan aktif profenofos.
Hasil analisis probit menunjukan bahwa LC50 formula insektisida pada
penelitian ini adalah sebesar 574 ppm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Purnamasari (2015) menunjukkan bahwa LC50 untuk insektisida komersial
berbahan aktif profenofos terhadap ulat grayak instar tiga dengan metode semprot
pada skala laboratorium adalah sebesar 1,37 mL/L atau 1370 ppm, jika
dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa larutan
insektisida profenofos dengan surfaktan DEA olein sawit dan pelarut natrium
etoksida memiliki tingkat toksistas yang lebih baik dan lebih efektif dari pada
insektisida profenofos komersial, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Nafari (2012), bahwa hasil LC50 yang lebih besar menandakan tingkat toksisitas
yang lebih kecil. Oleh karena itu semakin kecil nilai LC 50 maka semakin baik
tingkat toksistasnya.
Profenofos merupakan salah satu jenis insektisida organofosfat. Menurut
Achmadi (2008) dan Sartono (2002). Golongan organofosfat merupakan jumlah
pestisida terbesar yang beredar di pasar dan banyak digunakan dalam bidang
pertanian. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan,
selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Keracunan organofosfat dapat terjadi
melalui mulut, inhalasi, dan kulit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa
nilai LC50 yang didapatkan dari insektisida profenofos dan surfaktan DEA olein
sawit sangat rendah yaitu hanya 574 ppm bahan aktif dalam air.
Mekanisme kerja profenofos yaitu menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase sehingga neurotransmitter asetilkolin yang berikatan dengan
reseptornya di daerah pasca sinapsis saraf pusat tidak terurai dan menimbulkan
impuls saraf secara terus menerus. Gejala yang ditimbulkan berturut-turut eksitasi
(kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan), dan akhirnya
kematian (Matsumura 1985; Seigefried dan Scharf 2001; Djojosumarto 2008).
Pengamatan mortalitas ulat grayak instar tiga pada jam ke-48 dapat ditunjukkan
pada Gambar 14.
Tabel 3. Hasil pengamatan uji efektifitas formula insektisida
Konsentrasi
konsentr
Konsentrasi
at
Jumlah
Mortalitas ulat pada Analisis probit
bahan
kematia
pengamatan jam
jam ke-48
insektisi
aktif
da
n ulat
ke-48 (%)
(LC50)
(ppm)
dalam
air (%)
y = 12.39x 0
0
0
0
29.18
0,10
400
2
4
5
0,12
475
7
14
2
0,14
550
18
36
574 ppm
0,16
625
39
78
0,18
700
41
82

Kontrol

Parameter
Ukuran Droplet (µm)
Sudut Kontak (˚)
Densitas (g/cm3)
Tegangan Permukaan (dyne/cm)
Viskositas (cP)
pH
Serangga sasaran
LC50(ppm)

Perlakuan

Insektisida Profenofos
1,76 – 2,07
11,575 – 24, 218
0,996 – 0,998
16,56 – 40,72
1,032 – 1,078
6,87 – 8,22
Ulat Grayak
574

Insektisida Buprofezin
(Ferdian 2015)
2,45 – 3.28
17,572o– 27,052
0,997 – 0,998
23,55 – 26,43
8,750 – 9,448
10.03 – 10.42
Wereng Cokelat
1661

22

terserang hama ulat grayak, oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai efektifitas insektisida profenofos dengan surfaktan DEA olein
sawit pada skala rumah kaca dengan simulasi cuaca agar didapatkan hasil yang
lebih dapat mewakili aplikasi insektisida ini dilapangan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Larutan insektisida terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah larutan
insektisida dengan kadar bahan aktif profenofos 40% dalam pelarut natrium
etoksida dan surfaktan DEA 10% (A2B1). Hasil uji sifat fisiko-kimia larutan
insektisida ini adalah ukuran droplet berkisar antara 1,76 – 2,07 µm, sudut kontak
berkisar antara 11,575 - 24,218˚, densitas berkisar antara 0,996 – 0,998 g/cm3,
tegangan permukaan berkisar antara 16,56 – 40,72 dyne/cm, viskositas 1,0321,078 cP dan pH berkisar antara 6, 87 – 8,22. Efektifitas insektisida terhadap ulat
grayak instar tiga (LC50)adalah sebesar 574 ppm bahan aktif dalam air.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas insektisida
profenofos dengan surfaktan DEA olein sawit pada skala rumah kaca dengan
simulasi cuaca agar didapatkan hasil yang lebih dapat mewakili aplikasi
insektisida ini dilapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Bangun MK. 1991. Rancangan Percobaan. Medan: Fakultas Pertanian USU.
Bergenstahl BA, Claesson PM. 1990. Surface Forces in Emulsions. Di dalam: K.
Larsson, S.E. Firberg (Ed.). Food Emulsi. Marcel-Dekker, Inc. New York.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Berita
Resmi Statistik No. 62/07/ Th. XVIII.
Budi GP. 2009. Beberapa Aspek Perbaikan Penyemprotan Pestisida untuk
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman. Jurnal Agritech. 11(6): 72
David I, Mate E. 2011. Influences of Spray Water Quality on The Efficacy of
Some Herbicide. J. Magy. Gyom. Tech. 12(1): 31
De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, Penterjemah
Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Food Chemistry.
Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan
tanaman terpadu (SL-PTT) kedelai. Jakarta. Departemen Pertanian.
[Ditlintan] Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2013. Laporan Luas dan
Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia 2013.
Ditlintan,Jakarta.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta Selatan: PT Agromedia
Pustaka.

23

Fauziah S, Supartono, Mursiti S. 2016. Sintesis Senyawa Dihidropirimidinion dari
Etil Asetoasetat. Indonesian Journal of Chemical Science 21(9): 61
Ferdian MA. 2015. Kajian Stabilitas Emulsi Produk Insektisida Hama Wereng
Coklat Menggunakan Surfaktan DEA Metil Ester Olein Sawit [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Georgiou G, Lin SC, Sharma MM. 1992. Surface Active Compounds From
Microorganisms (Revew). J. Biotechnol. 10: 60-65
Hambali E, Suryani A, Rivai M, Sutanto AI, Nisya FN, Nurkania
A.2013.Pengembangan
Teknologi
Proses
Produksi
Surfaktan
Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Sawit dan Aplikasinya untuk
Personal Care Products.Bogor :SBRC IPB
Indrawijaya B. 2015. Analisis Kinerja Surfaktan Dietanolamida Sebagai Adjuvant
Pada Insektisida Nabati Minyak Nimba [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kamalakar K, Tenneti S, Yarra M, Rachapudi BNP, Malampali SLK. 2013.
Sythesis of Thumba, Castor and Sal Fatty Ethanolamide Based Anionic
Surfactants. J. Surf. Det. S11743-013-1500-2
Knowles A. 2008. Recent Developments of Safer Formulations of
Agrochemicals.J. Environ. 28:35 – 44
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan komponen teknologi pengendalian
ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(4): 131-136.
Pangloli P, Hung YC. 2013. Effect Water Hardness and pH on Efficacy of
Chlorine Based Sanitizers for Inactivating Eschercia coli O15:H7 and
Listeria monocytogenes. Food Control. 32(31): 626
Probowati
A,
Paradigma
CG,
Diyono
I.
2012.
Pembuatansurfaktandariminyakkelapamurni(VCO)
melaluiproses
amidasidengankatalisNaOH. Teknologi Kimia danIndustri.Vol.1, No.1 Hal
424-432
Purnamasari HD. 2015. Status Resistensi Hama Ulat Grayak )Spodoptera litura
F.) Asal Karangploso Malang Terhadap Insektisida Sintetik Profenofos
[Skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.
Randinini S, Buck RP, Covington AK. 2001. The Measurement of pH Definition.
Standards and Procedures. IUPAC Provisional Recomendations.
Sanatkaran N, Masalova I, Malkin AY. 2014. Effect of surfactant on interfacial
film and stability of highly concentrated emulsions stabilized by various
binary surfactant mixtures. J. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng.
Aspects 461; 85 – 91.
Shahgoli H, Ahangar AG. 2014. Factors Controlling Degradation of Pesticides in
The Soil Environment: A revew. Agric. Sci. Dev. 3(8): 273
Siegfired BD, Scharf ME. 2001. Mechanisms of organophospate resistence in
insects. Di dalam: Ishaaya I, editor. Biochemical Sites of Insectiside
Action and Resistence. New York (US): Springer-Verlag. Hlm 269-287.
Thuyet DQ, Watanabe H, Ok J. 2013. Effect of pH on the Degradation of
Imidacloprid and Fipronil in Paddy Water. J. Pesticide Sci. 28(4): 223
Wood A. 2012. Compendium of presticide common name: profenofos.
http://www.alanwood.net/pesticides/profenofos.html [7 Jan 2013]

24

Yang Y, ME Leser, AA Sher, DJ McClements. 2013. Formation and stability of
emulsions using a natural small molecule surfactant:QuillajaSaponin(QNaturale). Food Hydrocoll. 30: 589-596
Yu Y, H Zhu, JM Frantz, ME Reding, KC Chan, HE Ozkan. 2009. Evaporation
and Coverage of Pesticide Droplets on Hairy and Waxy Leaves. J. Biosyst.
Eng. 104: 324-334
Zaki MS, Ata NS, Fawzy O, Shalaby SS. 2015. Pesticides in Environment. J. Life
Sci. 12(2): 176

25

Lampiran 1. Prosedur analisis fisikokimia larutan insektisida

1. pH (SOP for pH Meter Schott)
Uji derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan Buffer pH 4, Buffer pH 7, dan buffer
pH 10. Nilai pH sampel dihitung dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam
larutan sampel, kemudian tekan tombol Enter pada pH meter. Nilai stabil yang
ditunjukkan alat adalah nilai pH sampel.Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak
2 kali untuk setiap sampel.

2.Densitas (SOP for Densitymeter Anton Paar DMA 4500M)
Pengukuran densitasproduk insektisida dilakukan dengan menggunakan alat
Densitymeter Anton Paar DMA 4500M. sampel dilarutkan pada air sebanyak 20
ml pada konsentarasi 0,2 %, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel alat
pada kondisi suhu 30oC. Nilai yang dimunculkan di layar adalah nilai densitas
sampel.

3. Ukuran droplet (SOP for Microskop Leica ICC 50 HD)
Mikroskop Leica ICC 50 HD adalah alat yang digunakan untuk pengukuran
droplet.Sebelum digunakan untuk analisis droplet, maka terlebih dahulu diatur
nilai satuan hasil pembacaan diameter droplet sesuai yang diinginkan. Kemudian
disiapkan kaca alas dan tutup kaca yang telah dibersihkan dengan
alkohol.Diteteskan sampel pada kaca preparat ±1 tetes kemudian ditutup dengan
cover glass (dipastikan tidak ada gelembung udara karena dapat mengganggu
pengamatan). Setelah preparat jadi, kemudian dipasangkan pada meja preparat
dan disesuaikan pembesaran lensa objektif yang digunakan. Diatur pencahayaan
dan focus kamera mikroskop, lalu dicari objek yang diinginkan.Pengamatan
dilakukan dengan perbesaran 1000x. Setelah memperoleh objek yang diinginkan
maka gambar yang diperoleh disimpan dan diukur diameter droplet yang
diperoleh. Satuan hasil pengukuran diameter droplet yaitu µm.

4. Tegangan permukaan (SOP for Spinning Drop Tensiometer)
Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat
Spinning drop tensiometer. Sampel dilarutkan dengan konsentrasi 0,2% sebanyak
20 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel hingga hampir penuh tetapi
sisakan sedikit ruang untuk udara didalamnya kemudian tabung ditutup dan
dimasukkan ke dalam alat Spinning Drop Tensiometer. Set suhu 30 oC dan
kecepatan rotasi alat 6000rpm. Nilai Tegangan permukaan sampel diperoleh dari
nilai diameter gelembung udara didalam tabung yang kemudian dikonversikan
menjadi tegangan permukaan oleh alat.

26

5. Sudut kontak (SOP for Contact Angle Analyzer Phoenix 300)
Pengukuran densitasproduk insektisida dilakukan dengan menggunakan alat
Contact Angle Analyzer Phoenix 300.sampel dilarutkan pada air sebanyak 20 ml
pada konsentarasi 2 %, kemudian dimasukkan ke dalam syringe. Sampel
diteteskan dan kemudian pengamatan sudut kontak dilakukan 5 menit setelah
tetesan jatuh pada obyek.Nilai sudut kontak diperoleh dengan menarik sudut pada
sisi-sisinya.Rata-rata nilai yang dimunculkan di layar adalah nilai sudut kontak
sampel.

6. Viskositas (SOP For Rheometer Brookfield DV-III Ultra)
Alat yang digunakan adalah Rheometer Brookfield DV-III Ultra.Sampel
sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya
dengan menggunakan viscometer (spindle SC4-18; torque 14%) dengan
kecepatan 90 rpm.Nilai Viskositas (cP) sampel merupakan nilai stabil yang
dimunculkan di layar Rheometer.

Lampiran 2. Data hasil penelitian, sidik ragam dan uji lanjut DMRT formulasi
larutan insektisida terhadap parameter fisikokimia
1. Ukuran droplet (µm)
a. Data hasil uji ukuran droplet (µm)
Ulangan
Perlakuan
1
2
A1B1
1,51
2,3
A1B2
1,95
1,67
A1B3
2,12
2,09
A2B1
2,37
1,91
A2B2
1,83
2,12
A2B3
2,14
1,69
A3B1
1,78
1,71
A3B2
1,93
1,48
A3B3
1,67
1,80

3
1,72
1,69
2,01
1,68
2,22
2,02
1,84
2,14
1,80

Rata-rata

sd

1,84
1,77
2,07
1,99
2,06
1,95
1,78
1,85
1,76

0,33
0,13
0,05
0,29
0,17
0,19
0,05
0,28
0,06

b. Sidik ragam ukuran droplet (µm)
Penetapan hipotesis
H0 : τ1= τ2=τ3= ... ... =τ9 (rataan antar perlakuan sama)
Perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap ukuran droplet
H1 : τi ≠ τj (minimal ada satu perlakuan yang berbeda)
Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau tingkat kesalahan (α) 5%
Dasar pengambilan keputusan :
Jika F tabel > F hitung maka H0 di terima
Jika F tabel < F hitung maka H0 di tolak

27

Tabel ANOVA
Sumber
Keragaman

DB

JK

KT

Fhitung

F tabel

Keterangan

A

2

0,221

0,11

2,2159

3,55

ns

B

2

0,016

0,008

0,1599

3,55

ns

AB

4

0,267

0,067

1,3394

2,93

ns

E

18

0,896

0,05

Keterangan
*
**
ns

:
: berbeda nyata
: berbeda sangat nyata
: berbeda tidak nyata

2. Sudut Kontak (˚)
a. Data hasil uji sudut kontak (˚)
Ulangan
Perlakuan
1
2
A1B1
22,778
22,623
A1B2
14,102
14,809
A1B3
24,085
24,829
A2B1
17,867
18,255
A2B2
13,440
13,472
A2B3
23,710
23,718
A3B1
13,140
14,117
A3B2
12,259
11,804
A3B3
11,040
11,898

3
23,091
14,281
23,739
19,310
13,982
23,112
13,934
12,349
11,787

Rata-rata
22,830
14,398
24,218
18,477
13,631
23,543
13,730
12,137
11,575

sd
0,238
0,368
0,557
0,747
0,304
0,376
0,519
0,292
0,467

b. Sidik ragam sudut kontak (˚)
Penetapan hipotesis
H0