yang sudah diubah yaitu output. Dari teori sistem diketahui suatu kriteria efektivitas yaitu menggambarkan siklus input-proses-output dan hubungan timbal balik antara
organisasi dan lingkungan yang lebih luas tempat hidupnya organisasi. Selain teori sistem, terdapat dimensi waktu sebagai satu elemen dari sistem
yang lebih besar yaitu lingkungan yang melalui waktu mengambil sumber-sumber, memprosesnya dan mengembalikannya kepada lingkungan. Selain proses, mengenai
efektivitas organisasi atau lembaga adalah apakah organisasi itu mampu bertahan dan hidup terus dalam lingkungan itu. Maka kelangsungan hidup organisasi merupakan
ukuran terakhir atau ukuran jangka panjang dari efektivitas organisasi. Namun terdapat indikator jangka pendek dan menengah. Jangka pendek berupa produksi
poductive, efisiensi efficiency dan kepuasan satisfaction. Jangka menengah dapat berupa penyesuaian diri dan perkembangan Gibson, 1994: 31-32.
2.2 Pemberdayaan
Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara
sistematis agar individu dan masyarakat menjadi subjek dari pembangunan. Walaupun kemandirian, sebagai filosofi pembangunan, juga dianut oleh negara-
negara yang telah maju secara ekonomi, tetapi konsep ini lebih banyak dihubungkan dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh negara-negara sedang
berkembang. Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas
ketidakberdayaan disempowerment. Membicarakan konsep pemberdayaan tidak dapat dilepas-pisahkan dengan konsep sentral, yaitu konsep daya power.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari 4 perspektifsudut pandang, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis, dan post-
strukturalis Suriadi, 2005: 5354. Konsep pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan
pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki, antara lain melalui transfer dari lingkungannya. Berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka Shardlow, dalam Adi, 2003: 54. Rumah singgah merupakan tempat alternatif pemberdayaan anak jalanan
dan anak terlantar. Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II masalah pekerja anak di
Indonesia pada bulan juli 1996 mendefenisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan yang bersifat non formal, dimana anak–anak bertemu untuk
memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk kedalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefenisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.
Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat
Universitas Sumatera Utara
realisasi anak jalanan dan anak terlantar terhadap sistem nilai dan norma di masyarakat.
Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan maupun anak terlantar mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Secara khusus tujuan rumah singgah adalah:
a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. b.
Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak
dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar sangat penting. Fungsi rumah singgah antara lain:
a. Sebagai tempat pertemuan meeting point pekerja sosial dan anak jalanan
maupun anak terlantar. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak dan pekerja sosial dalam
menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan. b.
Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagai tempat melakukan diagnosa kebutuhan dan masalah anak serta melakukan
rujukan pelayanan sosial bagi anak. c.
Fasilitator atau perantara anak dengan keluarga, keluarga pengganti dan lembaga lainnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari
berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak dan perilaku menyimpang seksual atau berbagai bentuk kekerasan lainnya.
e. Pusat informasi tentang anak jalanan dan anak terlantar.
f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi pengembalian dan menanamkan fungsi
sosial anak. g.
Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara dan akses kepada berbagai pelayanan sosial.
h. Resosiliasi. Lokasi rumah singgah yang berada di tengah-tengah masyarakat
merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi, dan kehidupan bermasyarakat bagi anak. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan,
tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan dan anak terlantar.
Bentuk lain upaya pemberdayaan anak jalanan dan anak terlantar dapat dilakukan melalui program-program:
a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang
bersifat tidak permanen. b.
Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.
c. Community based strategy, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala
munculnya anak jalanan dan anak terlantar baik keluarga maupun lingkungannya dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara
http:www.blogdrive.com20 Maret 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Keluarga