Sintesis Zeolit P1 dan Nanokomposit Zeolit P1/TiO2 dari Abu Terbang Batu Bara dan Sekam Padi serta Uji Kemampuan Adsorpsi dan Fotodegradasinya

SINTESIS ZEOLIT P1 DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT P1/TiO2
DARI ABU TERBANG BATU BARA DAN SEKAM PADI SERTA
UJI KEMAMPUAN ADSORPSI DAN FOTODEGRADASINYA

ADE IRAWAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Zeolit P1 dan
Nanokomposit Zeolit P1/TiO2 dari Abu Terbang Batu bara dan Sekam Padi serta
Uji Kemampuan Adsorpsi dan Fotodegradasinya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Ade Irawan
NIM G44080071

ABSTRAK
ADE IRAWAN. Sintesis Zeolit P1 dan Nanokomposit Zeolit P1/TiO2 dari Abu
Terbang Batu Bara dan Sekam Padi serta Uji Kemampuan Adsorpsi dan
Fotodegradasinya. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ETI ROHAETI.
Abu terbang merupakan limbah dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu
bara yang memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup tinggi. Sekam
merupakan limbah dari penggilingan padi yang mengandung kandungan silika yang
tinggi. Campuran keduanya berpotensi membentuk zeolit. Pada penelitian ini zeolit
berhasil disintesis menggunakan metode hidrotermal. Zeolit yang dihasilkan
merupakan zeolit tipe P1. Selain itu, untuk meningkatkan karakternya, zeolit sintetis
dibuat menjadi nanokomposit Zeolit-TiO2 sehingga dihasilkan material baru yang
memilki sifat adsorpsi-fotodegradasi. Nanokomposit yang telah disintesis memiliki
kemampuan adsorpsi-fotodegradasi karena mampu mendegradasi biru metilena di
bawah sinar ultraviolet. Optimisasi adsorpsi biru metilena oleh zeolit dan

nanokompositnya menghasilkan konsentrasi optimum adsorbat sebesar 300 ppm dan
waktu agitasi optimum selama 3 jam untuk kedua adsorben, serta bobot optimum
adsorben pada 80 dan 10 mg masing-masing untuk zeolit dan nanokompositnya. Pola
isoterm adsorpsi kedua adsorben mengikuti pola Langmuir sehingga dapat
diasumsikan bahwa adsorben memiliki permukaan yang homogen sehingga proses
adsorpsi membentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Kata kunci: abu terbang, fotodegradasi, nanokomposit zeolit-TiO2, sekam padi, zeolit
sintesis.

ABSTRACT
ADE IRAWAN. Synthesis of Zeolite P1-type and Nanocomposite Zeolie P1/TiO2
from Rice Husk and Coal Fly Ash and Their Adsorption and Photodegradation Tests
Capabilities. Supervised by SRI SUGIARTI and ETI ROHAETI.
Fly ash is a waste of coal power plant with high content of silica and alumina.
Husk is a waste of rice mill containing a high amount of silica. Mixture of both
materials is potential to form zeolites. In this study, zeolites have been synthesized
using hydrothermal method. The resulting zeolite is a P1-type zeolite. In addition, to
improve their chemical characteristic, the synthetic zeolite was mixed with TiO2 to
give nanocomposite zeolite-TiO2 new materials that have adsorptionphotodegradation properties. The synthesized-nanocomposites showed to adsorptivephotocatalytic properties due to their capabilities in degrading methylene blue under
ultraviolet light radiation. Optimization adsorption of methylene blue by the zeolites

and nanocomposites resulted in optimum adsorbate concentration of 300 ppm, and
optimum agitation time of 3 hours for both adsorbents, and the optimum adsorbent
weight at 80 and 10 mg for zeolites and zeolite nanocomposite respectively. The
adsorptions system followed Langmuir pattern isotherm for both adsorbents, therefore
it can be assumed that both adsorbents have homogeneous surface and that the
process of adsorption occurs as a single layer at the maximum adsorption.
Keywords: fly ash, nanocomposite zeolite-TiO2, photodegradation, rice huks,
zeolite syntesis.

SINTESIS ZEOLIT P1 DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT P1/TiO2
DARI ABU TERBANG BATU BARA DAN SEKAM PADI SERTA
UJI KEMAMPUAN ADSORPSI DAN FOTODEGRADASINYA

ADE IRAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Sintesis Zeolit P1 dan Nanokomposit Zeolit P1/TiO2 dari Abu
Terbang Batu Bara dan Sekam Padi serta Uji Kemampuan
Adsorpsi dan Fotodegradasinya
Nama
: Ade Irawan
NIM
: G44080071

Disetujui,

Dr Sri Sugiarti, PhD
Pembimbing I

Dr Eti Rohaeti, MS
Pembimbing II


Diketahui,

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga
penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dimulai dari bulan
Maret sampai September 2012 bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik,
Laboratorium Kimia Analitik, dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Sugiarti, PhD selaku
pembimbing satu dan Ibu Dr Eti Rohaeti, MS selaku pembimbing dua atas
dukungan dan masukan yang senantiasa diberikan kepada penulis selama
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Pak Syawal, Nurul, Pak Mulyadi, Pak Sunarsa dan Pak Eman selaku
laboran yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan penelitian.

Ucapan terima kasih kepada Linda Trivana, Evan, dan teman teman kimia
45 yang telah meluangkan waktunya untuk menemani penulis ketika harus
mengerjakan penelitian di malam hari. Ucapan terima kasih kepada Pak Dikdik,
dan Pak Ahmad atas kerja samanya untuk analisis XRD dan mikroskop elektron
payar (SEM) di Balitbang kehutanan, Bogor.
Bogor, Februari 2013

Ade Irawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

METODE

3

Bahan dan Alat

3

Lingkup Kerja

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Sintesis dan Pencirian Natrium Silikat

6

Aktivasi dan Pencirian Abu Terbang Batu Bara

7

Sintesis dan Pencirian Zeolit Sintesis

10

Sintesis dan Pencirian Nanokomposit

12

Optimisasi Adsorpsi


14

Isoterm Adsorpsi

16

Uji Fotodegradasi

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Kode sampel pembuatan zeolit

5

2 Interpretasi spektra inframerah sampel natrium silikat (Na2SiO3)


7

3 Puncak-puncak utama 2θ pada abu terbang dan Interpretasi fase

8

4 Puncak-puncak utama 2θ pada zeolit sintetis dan tipe produk

13

5 Nilai linearitas isoterm adsorpsi

16

6 Nilai konstanta Xm

16

DAFTAR GAMBAR

1 Spektra inframerah sampel natrium silikat (Na2SiO3)

6

2 Difraktogram abu terbang batu bara awal

7

3 Difraktogram abu terbang batu bara setelah kalsinasi

7

4 Difraktogram abu terbang batu bara setelah kalsinasi dan refluks

8

5 Morfologi permukaan abu terbang perbesaran 1000x

9

6 Morfologi abu terbang setelah kalsinasi perbesaran 1000x

9

7 Morfologi abu terbang setelah kalsinasi dan refluks HCl perbesaran 1000x

9

8 Difraktogram zeolit sintetis (Z10)

10

9 Difraktogram zeolit sintetis (Z9)

11

10 Morfologi permukaan Z9 perbesaran 7500x

11

11 Difraktogram NC

12

12 Morfologi permukaan NC perbesaran 7500x

13

13 Optimisasi konsentrasi adsorbat oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

15

14 Optimisasi waktu agitasi adsorpsi oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

15

15 Optimisasi bobot adsorben adsorpsi oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

15

16 Filtrat hasil uji fotokatalisis tanpa radiasi UV

17

17 Filtrat hasil uji fotokatalisis dengan radiasi UV

17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian

21

2 Komposisi Natrium silikat

22

3 Komposisi abu terbang batu bara

23

4 Komposisi Z9

24

5 Komposisi NC

25

6 Optimisasi konsentrasi adsorpsi biru metilena

26

7 Optimisasi waktu agitasi adsorpsi biru metilena

28

8 Optimisasi bobot adsorben terhadap adsorpsi biru metilena

30

9 Isoterm adsorpsi biru metilena oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

31

10 Hasil uji fotokatalisis

34

11 Spektrum UV filtrat sampel

35

PENDAHULUAN
Abu Terbang merupakan salah satu hasil samping pembakaran batu bara
yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang terutama
tersusun atas oksida-oksida dari senyawa anorganik. Jumlah dan karakteristik abu
yang dihasilkan sangat ditentukan oleh jenis batu bara dan sistem pembakaran
yang digunakan. Abu batu bara merupakan materi sisa yang ada setelah semua
materi yang dapat bakar pada batu bara telah habis terbakar. Oleh karena itu, abu
batu bara merupakan campuran yang kompleks sebagai hasil perubahan kimia
komponen batu bara yang berlangsung selama pembakaran. Berdasarkan ukuran
partikelnya abu batu bara dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) (Jumaeri 2007).
Hasil analisis kandungan mineral menunjukkan abu terbang mengandung
oksida-oksida logam termasuk logam-logam berat dalam jumlah kecil. Oksida
utama dari abu terbang batu bara adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3) dan besi
(Fe2O3). Keberadaan komponen silika dan alumina memungkinkan abu terbang
dimanfaatkan sebagai sumber silika dan alumina dalam sintesis zeolit (Mufrodi
2010).
Zeolit merupakan senyawa aluminosilikat terhidrasi yang memiliki
kerangka struktur tiga dimensi dan merupakan padatan kristalin dengan
kandungan utama silikon, aluminium, dan oksigen serta dapat mengikat sejumlah
molekul air di dalam porinya. Zeolit ada dua macam, yaitu zeolit alam dan zeolit
sintetik. Zeolit alam semakin banyak dimanfaatkan sehingga jumlahnya semakin
berkurang dan sifat-sifat zeolit alam sangat terbatas maka dilakukan sintesis zeolit
untuk mensubstitusi zeolit yang berasal dari alam. Umumnya, zeolit alam seperti
mordenite memiliki diameter pori 3.0-6.2 Å (Breck 1974) sehingga kemampuan
sebagai penyaring atau pemisah terhadap molekul-molekul yang berukuran besar
sangat terbatas, oleh karena itu dilakukan sintesis zeolit. Zeolit sintetik merupakan
zeolit yang dibuat untuk mendapatkan sifat tertentu. Zeolit sintesis dikembangkan
untuk mengatasi kelemahan dari zeolit alam, antara lain dengan mengatur poriporinya sehingga lebih spesifik pemanfaatannya. Zeolit mempunyai muatan
parsial negatif, ukuram pori yang seragam, dan memiliki luas permukaan yang
besar sehingga telah dimanfaatkan sebagai adsorben, penyaring molekul, katalis,
dan bahan baku detergen(Thammavong 2003, Das 2011).
Zeolit P1 merupakan salah satu tipe zeolit sintetik. Umumnya, sintesis zeolit
P1 dari abu terbang menggunakan metode alkali hidrotermal, akan tetapi zeolit
yang dihasilkan merupakan campuran dari berbagai jenis zeolit sintetik seperti
zeolit A, P1, faujasit, Y, sodalit, dan hidroksi sodalit, Sedangkan dengan metode
leburan alkali-hidrotermal menghasilkan zeolit A, faujasit, atau zeolit X secara
selektif. Disebabkan oleh nisbah Si/Al pada zeolit P1 sebesar 1.7, dengan
demikian untuk mendapatkan zeolit P1 secara selektif diperlukan penambahan
silika dari sumber lain. Sumber silika lain yang memiliki potensi adalah sekam
padi (Zhang et al. 2007; Sutarno et al.2010).
Sekam padi merupakan hasil samping dari penggilingan padi, dan selama ini
hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran bata merah, pembakaran
untuk memasak, media tanam, abu gosok atau dibuang begitu saja. Penanganan

2

sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan. Sekam padi mengandung 78-80% bahan organik yang mudah
menguap (lignin, selulosa, gula) jika sekam dibakar dan dihasilkan sisa
pembakaran berupa abu sekitar 20-22% (Warsito et al. 2006). Kandungan silika
(SiO2) dalam abu sekam padi berkisar antara 90-99%, selain itu terdapat sejumlah
kecil alkali dan logam pengotor. Kandungan silika yang tinggi pada abu hasil
pembakaran sekam padi menjadi alasan utama pemanfaatannya menggantikan
sumber silika lain yang lebih mahal, selain itu mudah didapat (Aina 2007 ; Putro
& Prasetyoko 2007).
Modifikasi dengan mengonversi abu terbang dan abu sekam padi menjadi
zeolit P1, diharapkan dapat menambah potensinya sebagai adsorben zat warna,
karena rangka aluminosilikat pada zeolit menjadi lebih bermuatan positif dan akan
menambah kapasitas adsorpsi adsorben tersebut. Konversi abu terbang batu bara
dan abu sekam padi menjadi zeolit dapat diperoleh melalui reaksi hidrotermal
dalam suasana basa (Musyoka et al. 2009).
Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya, pengolahan limbah zat warna
dilakukan dengan metode adsorpsi. Kelemahan metode ini adalah selektivitasnya
yang rendah terutama untuk limbah yang berbentuk cair. Kelemahan metode ini
dapat diperbaiki melalui gabungan metode adsorpsi-fotodegradasi. Dalam metode
ini, senyawa organik diadsorpsi oleh permukaan padatan yang sekaligus mampu
mendegradasi senyawa organik. Degradasi sempurna menghasilkan CO2 dan H2O
yang aman bagi lingkungan sehingga mengurangi faktor regenerasi (Fatimah &
Wijaya 2005).
Penelitian sebelumnya, Hediana (2011) berhasil mensintesis nanokomposit
sodalit-TiO2 dan terbukti memiliki kemampuan adsorpsi dan fotodegradasi
terhadap zat warna biru metilena. Selain itu, nanokomposit yang dihasilkan
tersebut memiliki daya jerap yang lebih besar daripada sodalit.
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis, pencirian, dan optimisasi
adsorpsi zeolit sintetis maupun nanokomposit zeolit sintetis-TiO2. Optimisasi
adsorpsi dilakukan terhadap parameter konsentrasi adsorbat, waktu agitasi, dan
bobot adsorben. Adanya aktivitas fotokatalisis pada sampel nanokomposit
diketahui melalui uji fotodegradasi. Zeolit yang terbentuk merupakan tipe P1
sehingga memiliki kemampuan adsorpsi lebih tinggi dari penelitian Hediana
(2011).
Perumusan Masalah
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batu bara dan sekam
padi banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya dan mengurangi
dampak buruknya terhadap lingkungan. Pada umumnya abu terbang digunakan
sebagai bahan aditif dalam pembuatan semen dan bahan campuran beton.
Sedangkan sekam padi biasa digunakan sebagai bahan bakar pada proses
pembuatan batu bata dan limbahnya dibuang atau dijadikan abu gosok.
Kandungan alumunium oksida dan silika dalam abu terbang dapat mencapai 60%
dan kandungan silika dalam abu sekam padi mencapai 99%, sehingga berpotensi
dijadikan zeolit sintetis melalui reaksi hidrotermal dalam suasana basa (NaOH)
(Ojha et al. 2004; Musyoka et al. 2009; Zhao et al.2010; Querol et al. 2002; Johan
et al.2011; Chareonpanich et al. 2003).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mensintesis zeolit dan nanokomposit zeolit-TiO2
menggunakan sekam padi sebagai sumber silika dan abu terbang batu bara
sebagai sumber silika dan alumina, melakukan pencirian zeolit hasil sintesis
dengan spektroskopi XRD dan SEM-EDX, serta uji adsorpsi terhadap zat warna
biru metilena dan fotodegradasinya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah pada abu
terbang batu bara dan sekam padi melalui pembentukan zeolit dan nanokomposit
zeolit/TiO2 yang bermanfaat sebagai adsorben serta bahan yang bersifat
fotokatalis.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2012 di
Laboratorium Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Hipotesis
Zeolit P1 dapat disintesis dari bahan dasar sekam padi dan abu terbang batu
bara melalui metode peleburan alkali dilanjutkan dengan reaksi hidrotermal.
Modifikasi zeolit P1 menjadi nanokomposit zeolit P1/TiO2 mampu mengadsorpsi
dan mendegradasi zat warna biru metilena.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sekam padi dari desa Setu gede
Bogor, abu terbang dari PLTU Suralaya, NaOH dari merk. Hasil-hasil dalam
pekerjaan ini dianalisis menggunakan , fourier transform infra red (FTIR) merek
Bruker, spektrofotometer UV-Vis merek Shimazu, XRD merek Shimazu dan
SEM-EDX meek Bruker.
Lingkup Kerja
Penelitian ini terdiri atas 4 tahap (Lampiran 1). Tahap pertama mencakup
sintesis silika dari abu sekam padi. Tahap kedua sintesis zeolit dan sintesis
nanokomposit zeolit-TiO2. Tahap ketiga Pencirian zeolit hasil sintesis dan tahap
terakhir adalah penentuan kapasitas adsorpsi dan uji fotodegradasinya.

4

Sintesis Natrium Silikat dari Abu Sekam Padi (Mujiyanti et al. 2010)
Sintesis natrium silikat dari abu sekam padi meliputi tahapan penyiapan abu
dan tahapan reaksi dengan NaOH. Abu sekam padi disiapkan dengan cara sekam
padi dicuci bersih kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah sekam
kering, kemudian dilakukan proses pengarangan dan pengabuan dengan cara
sekam padi dibakar dalam keadaan menumpuk. Abu sekam padi yang dihasilkan
kemudian diabukan kembali dengan menggunakan tanur pada suhu 600ºC selama
1 jam. Abu sekam padi digerus dan diayak sehingga diperoleh serbuk abu sekam
padi yang lolos pada ayakan 200 mesh. Abu sekam padi yang diperoleh kemudian
dicuci dengan HCl 3%. Abu sekam padi dimasukkan ke dalam gelas piala. lalu
dicampur dengan HCl 3% (hasil pengenceran HCl 37%), yaitu 10 ml untuk 1 g
abu sekam, kemudian dipanaskan di atas penangas pada suhu 200ºC, disaring dan
dinetralkan dengan akuades. Hasil pencucian dikeringkan dalam oven.
Tahapan terakhir sintesis natrium silikat ialah mereaksikan abu sekam padi
dan larutan NaOH. Abu sekam padi bersih kemudian ditambahkan 82,5 ml NaOH
4 M, lalu dididihkan sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Setelah agak
kering, larutan dituangkan ke dalam cawan porselin dan dileburkan pada suhu
500ºC selama 30 menit. Padatan yang dihasilkan merupakan natrium silikat
(Na2SiO3) dan didinginkan. Natrium silikat (Na2SiO3) berbentuk padatan
berwarna putih kehijauan. Natrium silikat yang dihasilkan dilalukan pencirian
menggunakan FTIR dan SEM-EDX untuk mengetahui hasil sintesis.
Sintesis Zeolit
Sintesis zeolit dilakukan berdasarkan prosedur Ojha(2004) dengan beberapa
modifikasi. Sampel abu terbang ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke
dalam cawan kemudian dikalsinasi untuk menghilangkan karbon yang tidak
terbakar pada 800ºC selama 2 jam. Setelah dikalsinasi, sampel abu terbang
direfluks dengan HCl untuk meminimalkan pengotor dan meningkatkan aktivitas
zeolit.
Selanjutnya abu terbang dicampur dengan NaOH. Nisbah NaOH terhadap
abu terbang (berdasarkan bobot) ialah sebesar 1 dan 1.3 (Ojha 2004). Setiap
campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550ºC selama
1 jam. Campuran leburan yang dihasilkan kemudian didinginkan sampai suhu
kamar, dan ditambahkan 0.9 g natrium silikat (Na2SiO3) kemudian ditambahkan
50 mL air suling lalu diaduk menggunakan pengaduk magnet selama beberapa
jam. Tahap ini disebut proses ageing. Setelah proses ageing selesai, dilanjutkan
dengan proses hidrotermal dengan menempatkan campuran ke dalam botol PP di
dalam oven pada suhu 90 ºC selama 24 jam. Setelah itu sampel dibilas dengan air
suling hingga filtratnya memiliki pH 9-10 dan selanjutnya sampel dikeringkan.
Produk padat yang diperoleh dilakukan pencirian dengan XRD dan SEM-EDX.
Sintesis Nanokomposit Zeolit/TiO2
Sintesis nanokomposit zeolit/TiO2 dilakukan dengan cara yang sama dengan
sintesis zeolit. Komposisi NaOH/Abu terbang dipilih dari hasil sintesis terbaik.
TiO2 ditambahkan sebelum dilakukan ageing sebanyak 15% dari bobot abu
terbang yang digunakan. Produk padat yang diperoleh dilakukan pencirian dengan
XRD dan SEM-EDX. Kode sampel sintesis dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Kode sampel pembuatan zeolit
Abu
Kode
NaOH
terbang
Sampel
(g)
(g)

Natrium
silikat
(g)

Waktu
ageing
(jam)

Hidrotermal (jam)
(suhu)

Z10

5.00

5.00

0.90

12.00

24.00 (90 ºC)

Z9

6.50

5.00

0.90

12.00

24.00 (90 ºC)

NC

5.50

4.25

0.90

12.00

24.00 (90 ºC)

Penentuan Konsentrasi Optimum untuk Uji Adsorpsi
Larutan biru metilena (MB) dibuat dengan konsentrasi yang bervariasi,
yaitu 100, 150, 200, 250, 300, dan 350 mg/l. Zeolit atau nanokomposit ditimbang
sebanyak 50 mg, kemudian ditambahkan 15 ml larutan MB dari setiap konsentrasi
dalam tabung reaksi yang berbeda dan dikocok selama 2 jam. Setelah itu,
campuran dipisahkan dengan sentrifuga dan filtratnya dilakukan pengukuran
konsentrasi MB dengan spektrofotometer UV-Vis. Kapasitas adsorpsi dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
Q=

o- a

Keterangan:
Q = Kapasitas adsorpsi
V = Volume larutan (L)
Co = Konsentrasi awal (ppm)
Ca = Konsentrasi akhir (ppm)
M = Massa adsorben (g)
Penentuan konsentrasi optimum juga dilakukan pada sampel nanokomposit zeolitTiO2 dengan perlakuan yang sama seperti zeolit.
Penentuan Waktu Agitasi Optimum untuk Adsorpsi
Sebanyak 50 mg sampel zeolit atau nanokomposit ditambahkan larutan
biru metilena berdasarkan konsentrasi optimum yang diperoleh sebanyak 15 mL.
Setelah itu, larutan kocok dengan variasi waktu 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 3.0, dan 4 jam.
Setelah itu, larutan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm
untuk memisahkan endapan. Campuran kemudian diukur absorbannya
menggunakan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 664 nm.
Penentuan Bobot Adsorben Optimum untuk Adsorpsi
Sampel Zeolit atau nanokompositnya dengan variasi bobot 10, 30, 50,
70,80, dan 90 mg ditambahkan larutan biru metilena berdasarkan konsentrasi
optimum yang diperoleh sebanyak 15 mL. Setelah itu, larutan dikocok
berdasarkan waktu optimum yang diperoleh. Larutan disentrifugasi selama 15
menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan endapan dan filtratnya.
Campuran kemudian diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer UVtampak pada panjang gelombang 664 nm.

Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena
Sebanyak 100 mg nanokomposit Zeolit-TiO2 ditambahkan 15 mL larutan
biru metilena dengan konsentrasi 12.5 ppm. Larutan kemudian disinari dengan
sinar UV pada panjang gelombang 365 nm selam 6 jam. Setelah itu, diambil
filtratnya dan dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer UV-tampak pada
panjang gelombang 200–700 nm. Uji fotodegradasi juga dilakukan pada sampel
Zeolit, dan TiO2 sebagai pembanding. Setelah itu, hasilnya dibandingkan dengan
perlakuan tanpa sinar UV.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis dan Pencirian Natrium Silikat
Natrium silikat disintesis dari bahan awal berupa abu sekam padi yang
direaksikan dengan NaOH. Natrium silikat yang dihasilkan dilakukan pencirian
menggunakan SEM-EDX dan FTIR. Interpretasi FTIR (Gambar 1, Tabel 2)
menunjukkan gugus -OH pada natrium silikat hasil sintesis. Selain itu, terdapat
serapan yang menunjukkan gugus Si-O seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Komposisi natrium silikat dianalisis menggunakan SEM-EDX menunjukkan
komposisi unsur yang terdapat dalam natrium silikat sintetis berdasarkan % atom
terdiri atas oksigen 71.98 %, natrium 22.63%, dan silikon 5.39% (Lampiran 2).
Berdasarkan data di atas, diperkirakan masih terdapat kelebihan NaOH yang tidak
bereaksi dengan abu sekam padi dan Na2SiO3 yang dihasilkan menjerap H2O.
Berdasarkan SEM-EDX juga dapat disimpulkan proses pengabuan dan pencucian
berhasil ditandai dengan tidak terdeteksinya unsur karbon dan oksida logam
pengotor dari natrium silikat hasil sintesis.

Gambar 1 Spektra inframerah sampel natrium silikat (Na2SiO3)

7

Tabel 2 Interpretasi spektra inframerah sampel natrium silikat (Na 2SiO3)
Bil. Gelombang Na2SiO3
(cm-1)

Vibrasi

Sumber

1500-3700
950-1250
500-800
440-460

H2O dan Tekuk -OH pada gugus Si-OH
Ulur asimetri Si-O-Si dan Si-OTekuk Si-O-Si
Bending Si-O-Si

Efinov 2003
Mufrodi 2010
Macdonald 2000
Macdonald 2000

Gambar 2 Difraktogram abu terbang batu bara awal

Gambar 3 Difraktogram abu terbang batu bara setelah kalsinasi

8

Aktivasi dan Pencirian Abu Terbang Batu Bara
Proses pencirian menggunakan XRD dilakukan pada rentang sudut 2θ
antara 5-60. Berdasarkan data difaktogram tersebut dapat dilihat komposisi abu
terbang batu bara didominasi oleh senyawaan silikon dan aluminium yaitu
terdeteksinya senyawa mullit, kuarsa, dan senyawa lain yang bersifat amorf.
Keberadaan mineral silika dalam abu terbang diketahui dengan terbentuknya
puncak pada 2θ sekitar 26.62 dan 20.80, sedangkan mineral mullit ditandai
dengan munculnya puncak pada sudut sekitar 26.30 (Tabel 3). Hal ini
memperkuat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang adanya senyawa
silika dan mullit pada abu terbang batu bara (Jumaeri et al. 2007, Zakaria 2010).
Pengaruh kalsinasi dan refluks dengan HCl 3% terhadap abu terbang dapat dilihat
pada difraktogram pada Gambar 3, 4, dan 5. Berdasarkan difraktogram, telah
terjadi peningkatan kristalinitas dari abu terbang yang diberi perlakuan
dibandingkan abu terbang awal. Abu terbang awal memiliki kristalinitas sebesar
57.69%, sedangkan yang telah diberi perlakuan memiliki kristalinitas 62.14%
(kalsinasi) dan 73.57% (kalsinasi dan refluks). Kalsinasi menyebabkan fasa
kristalin dari sampel meningkat, sedangkan refluks menyebabkan terlarutnya fasa
amorf sehingga meningkatkan proposi fasa kristalin.

Gambar 4 Difraktogram abu terbang batu bara setelah kalsinasi dan refluks
Tabel 3 Puncak-puncak utama 2θ pada abu terbang dan Interpretasi fase
Abu terbang
Abu terbang
Abu terbang Interpretasi
Referensi
awal
kalsinasi
kalsinasi +
refluks HCl
20.8309
20.8343
20.8367
Q
20.860 (JCPDS 46-1045)
26.3238

26.2439

-

M

26.272 (JCPDS 83-1881)

26.6216

26.6036

26.6183

Q

20.860 (JCPDS 46-1045)

33.2956

33.2157

33.1797

M

33.234 (JCPDS 83-1881)

35.5437

35.6702

35.7536

M

35.247 (JCPDS 83-1881)

42.9639

42.9714

42.5016

M

42.609 ; 42.910 (JCPDS
83-1881)

50.1105

50.1055

50.0606

Q

50.139 (JCPDS 46-1045)

Keterangan: Q= Kuarsa, M= Mullit

9

Gambar 5 Morfologi permukaan abu terbang perbesaran 1000x

Gambar 6 Morfologi abu terbang setelah kalsinasi perbesaran 1000x

Gambar 7 Morfologi abu terbang setelah kalsinasi dan refluks HCl perbesaran 1000x

10

Selain itu, abu terbang batu bara juga dipencirian dengan SEM. Berdasarkan
hasil pencirian SEM abu terbang batu bara memiliki tekstur permukaan yang
halus dan bentuk kristal bulat, dan kisaran diameter partikel berukuran 0,1µm20.0µm (Gambar 5). Dari citraan SEM pada abu terbang yang kalsinasi dan abu
terbang refluks (Gambar 6 dan 7) dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan
sejumlah pengotor. Hal ini sejalan dengan hasil analisis XRD sebelumnya.
Komposisi abu terbang dianalisis menggunakan SEM-EDX dengan hasil
didominasi oleh atom oksigen 64.79%, natrium 0.22%, magnesium 0.85%,
aluminium 14.66%, silikon 16.32%, besi 1.43%, barium 0.36%, dan kalium
1.36% (Lampiran 3). Dengan ada kandungan aluminium dan silikon menunjukkan
abu terbang dapat digunakan sebagai bahan sintesis zeolit.
Sintesis dan Pencirian Zeolit Sintesis
Hasil pencirian zeolit sintetis menggunakan XRD dapat dilihat pada Gambar
8 dan 9. Berdasarkan difraktogram tersebut dapat dilihat bahwa telah terjadi
perubahan signifikan dari difraktogram abu terbang. Hal ini dapat ditinjau dari
jumlah puncak dan intensitas puncak yang dihasilkan. Z10 disintesis dengan
nisbah NaOH/Abu Terbang sebesar 1 dan penambahan 0.9 g natrium silikat. Z10
dipencirian menggunakan XRD, menghasilkan difraktogram yang dapat dilihat
pada Gambar 8. Berdasarkan data difraktogram menunjukkan Z10 merupakan
zeolit tipe P1. Hal ini ditunjukkan dengan pola difraksi Z10 yang mirip dengan
pola standar Zeolit P1 JCPDS nomor arsip 39-0219. Selain itu terdeteksi pula
mineral kuarsa (SiO2) dengan masih adanya puncak disekitar 2θ 26,62 dan 20,80.

Gambar 8 Difraktogram zeolit sintetis (Z10)

11

Gambar 9 Difraktogram zeolit sintetis (Z9)

Z9 disintesis dengan nisbah NaOH/Abu terbang sebesar 1.3 dan
penambahan 0.9 g natrium silikat. Z9 dipencirian menggunakan XRD dan SEM.
Difraktogram Z9 dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan data difraktogram
menunjukkan Z9 merupakan zeolit tipe P1. Hal ini ditunjukkan dengan pola
difraksi Z9 yang mirip dengan pola standar Zeolit P1 JCPDS nomor arsip 390219. Selain itu terdeteksi pula mineral kuarsa (SIO2) dengan masih adanya
puncak disekitar 2θ 26.62 dan 20.80 . Z9 dan Z10 memiliki perbedaan pada
intensitas puncak difraktogram yang dihasilkan. Intensitas puncak mineral kuarsa
pada Z10 lebih tinggi dari Z9, hal ini disebabkan karena penambahan NaOH pada
Z9 lebih banyak dari Z10, Sehingga dapat disimpulkan bahwa NaOH berperan
penting untuk mendekomposisi mineral kuarsa agar ikut bergabung membentuk
struktur zeolit. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Fukui et al. (2006)
bahwa semakin banyak NaOH yang ditambahkan semakin kecil proposi abu
terbang yang tidak bereaksi.

Gambar 10 Morfologi permukaan Z9 perbesaran 7500x

12

Gambar 11 Difraktogram NC

Z9 memiliki tekstur permukaan yang halus serta berbentuk persegi
beraturan. Ukuran partikel nampak seragam kira-kira 2 µm. Wujud kristal relatif
beraturan dan ada beberapa partikel yang beragregasi membentuk partikel yang
lebih besar tetapi masih terlihat batas partikel kecil penyusunnya (Gambar 10).
Berdasarkan analisis komposisi menggunakan SEM-EDX, Z9 memiliki nisbah Si
dan Al sebesar 1.4 dengan komposisi sebagai berikut: oksigen 65.53%, natrium
10.06%, magnesium 1.64%, aluminium 8.50%, silikon 10.91%, besi 2.40%,
barium 0.09%, dan kalsium 0.87% (Lampiran 4).
Sintesis dan Pencirian Nanokomposit
Sintetis nanokomposit zeolit-TiO2 (yang selanjutnya disebut NC) dilakukan
dengan cara yang sama dengan sintetis Z9 dan Z10. Zeolit sintesis yang dipilih
untuk dijadikan sebagai nanokomposit ialah Z9, karena intensitas dari fase kuarsa
lebih kecil dari Z10. Hal ini disebabkan karena kuarsa merupakan sisa bahan awal
yang tidak bereaksi, sehingga menjadi pengotor. Nisbah NaOH/FA sebesar 1.3
sedangkan TiO2 ditambahkan 15% dari bobot abu terbang yang digunakan. Hasil
sintesis NC kemudian dipencirian dengan XRD dan didapat difraktogram yang
ditunjukkan oleh Gambar 11. Interpretasi difraktogram NC menunjukkan telah
terbentuk senyawa yang sama dengan Z9 dan Z10 yaitu zeolit P1 dan masih
terdapat mineral kuarsa (SiO2 yang ditandai dengan munculnya puncak pada 2θ
26.62 dan 20.80, tetapi terdapat kristal TiO2 pada NC yang ditunjukkan oleh
puncak 2θ = 25.27 hal ini menunjukkan proses interkalasi titanium dioksida ke
dalam struktur agregat zeolit telah berhasil dilakukan.
Pembentukkan material baru dari abu terbang batu bara tidak selalu disertai
dengan peningkatan kristalinitas. Kristalinitas abu terbang awal, abu terbang
kalsinasi, abu terbang kalsinasi HCl, Z10, Z9, dan NC berturut-turut didapat
sebesar 57.68%, 62.14%, 73.54%, 84.25%, 57.75%, dan 52.68%. Intensitas kristal
kuarsa yang tinggi pada Z10 diduga menyumbang tingginya kristalinitas tersebut.
Menurut West (1984), refleksi intensitas difraksi sinar-X mengindikasikan
kesempurnaan kristal dan kerapatan atom dalam kristal. Semakin ramping refleksi
intensitas suatu material maka kristalinitasnya semakin baik dengan susunan atom
semakin rapat.

13

Hasil SEM kristal NC memiliki tekstur yang mirip seperti Z9. Ukuran
kristal NC berkisar antara 1 µm lebih kecil dari Z9 yang berkisar antara 2 µm.
Akan tetapi kristal NC lebih cenderung membentuk agregasi membentuk partikel
yang lebih besar dari Z9 (Gambar 12). Hal ini mungkin disebabkan oleh TiO2
yang terdapat dalam NC.
Berdasarkan analisis komposisi menggunakan SEM-EDX, NC memiliki
nisbah Si/Al mendekati 1 dengan komposisi sebagai berikut: oksigen 62.86%,
natrium 7.31%, magnesium 0.97%, aluminium 10.47%, silikon 10.35%, besi
1.93%, titanium 4.03%, barium 1.11%, dan kalsium 0.97% (Lampiran 5).
kandungan natrium dalam zeolit sintetis meningkat lebih dari 30 kali lipat
dibandingkan abu terbang, sedangkan kalium tidak terdeteksi sehingga dapat
disimpulkan bahwa ion Na menjadi penyeimbang muatan kerangka zeolit. Bentuk
kristal Z9 dan NC relatif homogen namun tidak sempurna kemungkinan
disebabkan oleh adanya ion logam pengotor yang cukup besar. Unsur tersebut
diduga ikut bergabung dalam membentuk struktur zeolit selama proses reaksi
hidrotermal.

Gambar 12 Morfologi permukaan NC perbesaran 7500x
Tabel 4 Puncak-puncak utama 2θ pada zeolit sintetis dan tipe produk
Z10

Z9

NC

Produk

Referensi

12.5038

12.5453

12.5121

Na-P1

12.465 (JCPDS 39-0219)

17.6823

17.6865

17.669

Na-P1

17.664 (JCPDS 39-0219)

20.9373

21.0288

20.934

Q

20.860 (JCPDS 46-1045)

21.6872

21.7741

21.6848

Na-P1

21.675 (JCPDS 39-0219)

25.2754

TiO2

25.281(JCPDS 21-1272)

26.7151

-

26.7931

-

26.7115

Q

20.860 (JCPDS 46-1045)

28.0700

28.1371

28.0946

Na-P1

28.095 (JCPDS 39-0219)

30.8880

30.8281

Na-P1

30.843 (JCPDS 39-0219)

33.3756

33.3930

33.3429

Na-P1

33.380 (JCPDS 39-0219)

36.6195

36.7028

36.6529

Na-P1

35.758 (JCPDS 39-0219)

46.1273

46.0273

Na-P1

46.073 (JCPDS 39-0219)

Q

50.139 (JCPDS 46-1045)

50.1775
Keterangan: Q= Kuarsa

-

14

Tabel 4 merupakan ringkasan dari data difraktogram Zeolit sintetis.
Berdasarkan data diatas, tipe zeolit yang terbentuk merupakan zeolit tipe Na-P1.
Selain itu, mineral kuarsa masih ditemukan dalam zeolit dan nanokompositnya.
Penurunan intensitas mineral kuarsa dengan penambahan NaOH dapat diamati
hilangnya puncak 2θ pada 50.1775 (Gambar 8 dan Gambar 9).
Optimisasi Adsorpsi
Pada penelitian ini dilakukan optimisasi terhadap tiga parameter adsorpsi,
yaitu konsentrasi, waktu agitasi, dan bobot adsorben terhadap biru metilena
sebagai adsorbat. Prosedur pengujian mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Suswono (2012), Widiyanti (2011), dan Hediana (2011) dengan
beberapa modifikasi.Uji adsoprsi dilakukan untuk membandingkan kapasitas
adsorpsi antara zeolit dan nanokompositnya, sehingga Uji adsorpsi hanya
dilakukan pada Z9 dan nanokompositnya karena Z10 tidak dibuat nanokomposit.
Hasil adsorpsi biru metilena oleh Z9 dan nanokomposit menunjukkan
kondisi optimum pada konsentasi biru metilena 300 ppm. Konsentrasi ini
dianggap optimum karena pada konsentrasi biru metilena sebesar 350 ppm, kurva
mengalami penurunan (Gambar 13, Lampiran 6). Hal ini berarti pada saat
konsentrasi biru metilena kurang dari 300 ppm, permukaan tapak aktif Z9 dan NC
belum semua terisi oleh adsorbat yaitu biru metilena. Hal ini ditandai dengan
semakin besarnya nilai kapasitas adsorpsi (Q).
Konsentrasi adsorbat optimun yang diperoleh digunakan sebagai konsentrasi
absorbat dalam penentuan waktu agitasi optimum absorben dalam menjerap biru
metilena. Hasil pengukuran sampel Z9 dan NC menunjukkan waktu optimum
untuk kedua adsorben ialah 3 jam (Gambar 14, Lampiran 7). Ini terlihat dari
waktu agitasi yang lebih lama dari 3 jam, nilai kapasitas adsorpsi NC cenderung
naik sedangkan Z9 cenderung turun. NC memiliki kecendrungan tersebut karena
mampu melakukan fotodegradasi, sedangkan Z9 tidak. Waktu agitasi yang lebih
lama tidak selalu diikuti dengan kenaikan kapasitas adsorpsi. Hal ini disebabkan
agitasi yang berlebih dapat menyebabkan molekul adsorbat yang terikat pada
adsorben terlepas kembali sehingga bisa menurunkan efektivitas adsorpsi.
Fenomena ini biasa terjadi pada jenis adsorpsi fisik (fisisorpsi).
Konsentrasi absorbat optimum dan waktu agitasi optimum yang diperoleh
digunakan sebagai Konsentrasi absorbat dan waktu agitasi dalam penentuan bobot
optimum absorben dalam menjerap biru metilena. Hasil pengukuran sampel Z9
dan nanokomposit menunjukkan adsorpsi mencapai optimum dengan bobot
masing-masing sebesar 80 mg dan 10 mg (Gambar 15, Lampiran 8). Kenaikan
bobot setelah 80 mg untuk Z9 dan 60 mg untuk nanokomposit sudah tidak diikuti
dengan kenaikan persentase adsorpsi.
Umumnya nanokomposit memiliki daya jerap yang lebih besar daripada
bukan nanokompositnya, Seperti yang telah dilakukan oleh Hediana (2010),
Widiyanti (2010), dan Suswono (2012). Hal ini dikarenakan abu terbang batu bara
mengandung logam pengotor yang banyak sehingga menurunkan kapasitas
absorpsinya. Selain itu, Dilihat dari citraan SEM kristal nanokomposit
membentuk agregasi, sehingga dapat menurunkan jumlah tapak aktif
dibandingkan Z9.

15

Gambar 13 Optimisasi konsentrasi adsorbat oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

Gambar 14 Optimisasi waktu agitasi adsorpsi oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

Gambar 15 Optimisasi bobot adsorben adsorpsi oleh Z9 dan nanokomposit (NC)

16

Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fase teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fase ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu. Pada penelitian ini, adsorpsi biru
metilena oleh Z9 dan nanokomposit diuji dengan dua persamaan, yaitu persamaan
Freundlich dan Langmuir. Berdasarkan nilai linearitas tertinggi, adsorpsi biru
metilena oleh Z9 dan nanokomposit mengikuti persamaan Langmuir (Tabel 5,
Lampiran 9). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa adsorben memiliki
permukaan yang homogen sehingga proses adsorbsi terjadi melalui mekanisme
yang sama dan membentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.

Tabel 5 Nilai linearitas isoterm adsorpsi birumetilena oleh Z9 dan
nanokomposit.
Adsorben
Isoterm
% linearitas
Freundlich
77.44
Z9
Langmuir
98.66
Freundlich
55.56
Nanokomposit
Langmuir
97.37

Tabel 6 Nilai konstanta Xm dan k dari persamaan regresi langmuir
Sampel
Xm
k
Z9
48.309
0.378
Nanokomposit
38.911
0.180

Berdasarkan tipe adsorpsi yang diperoleh yaitu Langmuir, maka dapat
ditentukan nilai Xm dan k dari persamaan regresi Langmuir (Tabel 6). Nilai Xm
menggambarkan jumlah adsorbat yang dijerap oleh permukaan adsorben. Nilai
Xm Z9 lebih besar dari nanokomposit (NC). Hal ini menunjukkan jumlah biru
metilena yang dijerap oleh Z9 lebih banyak dari pada nanokomposit (NC). Nilai k
merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang
menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben.
Molekul biru metilena lebih kuat terikat pada Z9 dibandingkan dengan NC.
Uji Fotodegradasi
Fotodegradasi merupakan proses penguraian senyawa organik dengan
bantuan energi cahaya (foton) melalui reaksi fotokatalisis. Oksida logam TiO2
dapat dijadikan katalis dalam reaksi fotokatalisis. TiO2 dapat digunakan sebagai
fotokatalis karena merupakan semikonduktor yang mampu mengadsorpsi radiasi
elektromagnetik pada daerah ultraviolet.
Pengujian fotodegradasi nanokomposit Zeolit-TiO2 dilakukan untuk melihat
kemampuan nanokomposit dalam menjerap sekaligus mendegradasi zat warna
dengan bantuan radiasi sinar UV. Nanokomposit Zeolit-TiO2 hasil sintesis
digunakan untuk uji fotodegradasi zat warna biru metilena. Reaksi yang terjadi
pada katalisis degradasi biru metilena adalah reaksi redoks yaitu terjadi pelepasan

17

dan penangkapan elektron yang diakibatkan oleh energi foton hv (Sumerta et al.
2002). Proses fotodegradasi menggunakan sinar UV. Sinar UV berperan sebagai
sumber foton. Berikut adalah proses fotodegradasi zat warna :
TiO2 + hν → TiO2 (e- + H+)
TiO2 (H+) + H2O → TiO2 + HO* + H+
TiO2 (e-) + O2 → TiO2 + O2Zat warna + hν → Zat warna*
Zat warna* + O2- → produk degradasi
Nanokomposit NC dapat berperan sebagai fotokatalis dalam reaksi
fotokatalisis dengan bantuan sinar UV. Hal ini dapat dibuktikan dengan
membandingkan perlakuan dengan dan tanpa penyinaran UV. Nanokomposit
yang telah disinari UV selama 6 jam terbukti mampu mendegradasi zat warna biru
metilena. Ini ditunjukkan dengan hilangnya warna biru pada sampel
nanokomposit yang disinari oleh UV (Lampiran 10). Akan tetapi, aktivitas
fotokatalisis tidak dapat diamati melalui perubahan panjang gelombang (Lampiran
11), karena daya adsorpsi zeolit dan nanokomposit yang kuat menyebabkan
seluruh adsorbat terjerap (Gambar 16, Gambar 17). Pada sampel yang tidak
disinari UV, tidak terjadi proses fotodegradasi melainkan hanya proses adsorpsi
(Gambar 16).

Gambar 16 Filtrat hasil uji fotokatalisis tanpa radiasi UV
(A)TiO2 + biru metilena (B) Z9 + biru metilena
(C) NC tanpa radiasi UV

Gambar 17 Filtrat hasil uji fotokatalisis dengan radiasi UV
(D) TiO2 + biru metilena (E) Z9 + biru metilena
(F) NC tanpa radiasi UV

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Zeolit tipe P1 telah berhasil disintesis dari abu terbang batu bara dan abu
sekam padi dengan nisbah NaOH/abu terbang batu bara sebesar 1 dan 1.3 serta
terbukti mampu menjerap zat warna biru metilena. Selain itu nanokomposit
Zeolit-TiO2 juga telah berhasil disintesis dan terbukti mampu menjerap dan
mendegradasi zat warna biru metilena. Adsorpsi biru metilena oleh zeolit dan
nanokompositnya optimum terjadi pada konsentrasi 300 ppm, waktu agitasi
optimum selama 3 jam untuk kedua adsorben. Bobot optimum masing-masing
adsorbat adalah 80 dan 10 mg. Adsorpsi oleh kedua adsorben mengikuti isoterm
Langmuir.
Saran
Perlu dilakukan optimisasi komposisi dalam pembuatan nanokomposit
Zeolit-TiO2 sehingga diperoleh material dengan daya jerap dan aktivitas
fotokatalisis yang lebih baik. Selain itu, perlu juga dilakukan uji kemampuan
regenerasinya sebagai adsorben. Optimisasi konsentrasi fotokalisis juga
disarankan untuk mengetahui konsentrasi optimum limbah yang dapat
difotodegradasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aina H. 2007. Sintesis aditif β-Ca2SiO4 dari abu sekam padi dengan variasi
temperatur pengabuan [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Breck DW. 1974. Zeolite Molecular Sieve: Structure Chemistry and Use. New
York (US): Wiley.
Das SN. 2011. Zeolite synthesis and its aplication as adsorbent [Tesis].
Punjab(IN): Departemen of Chemical Engineering Thapar University.
Efinov AM, Pogareva VG, Shashkin. 2003. Water-related bands in absorption
spectra of silicate glasses. J of Non Cryst Sol 332:93-114.DOI:
10.1016/j.jnoncrysol.2003.09.020
Fatimah I, Wijaya K. 2005. Sintesis TiO2-zeolit sebagai fotokatalis pada
pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi.
TEKNOIN 10:4.
Fukui K, Nishimoto T, Takiguchi M, Yoshida H. 2006. Effects of NaOH
concentration on zeolite synthesis from fly ash with a hydrotermal treatment
method. KONA 24: 183-191.
Hediana N. 2011. Sintesis, pencirian, dan uji fotodegradasi nanokomposit
sodalit/TiO2 terhadap zat warna biru metilena [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Johan E, Ogami K, Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2011. Synthesis of zeolite MFI
from rice husk ash and Its ability for VOCs adsorption. Ehime (JP): Fakultas
Pertanian Universitas Ehime.

19

Jumaeri, Astuti W, Lestari. 2007. Preparasi dan pencirian zeolit dari abu terbang
batu bara secara alkali hidrotermal. Reaktor 1(11):38-44.
Chareonpanich M, Namto T, Kongkachuichay P, Limtrakul J . 2003. Synthesis of
ZSM-5 zeolite from lignite fly ash and rice husk ash. Bangkok(TH):
Universitas Kasetsart.
MacDonald SA, Schardt CR, Masiello DJ, Simmons JH. 2000. Dispersion
analysis of FTIR feflection measurements in silicate glasses. J Of Non-Crys
mat 275:72-83.DOI: 10.1016/j.fuproc.2003.10.026
Mufrodi Z, Sutrisno B, Hidayat A. 2010. Modifikasi limbah abu layang sebagai
material baru adsorben, di dalam Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Yogyakarta, 26 januari 2010. Hlm 1-6.
Mujiyanti DR, Nuryono, Kunarti ES. 2010. Sintesis dan karakterisasi silika gel
dari abu sekam padi yang diimobilisasi dengan 3-(Trimetoksisilil)-1Propantiol. J Sains dan Kim Ter 2:150-167.
Musyoka NM, Petrik LF, Balfour G, Natasha M, Gitari W, Mabovu B. 2009.
Removal of toxic elements from brine using zeolit Na-P1 made from A
South African coal fly ash, di dalam prosiding International Mine Water
Conference Pretoria(ZA) 19-23 Oktober 2009. hal 680-687.
Ojha K, Narayan CP, Amar NS. 2004. Zeolite from fly Ash: synthesis and
characterization. Bull Master Sci, 6:555-564.DOI:10.1007/BF02707285
Putro AL, Prasetyoko D. 2007. Abu sekam padi sebagai sumber silika pada
sintesis zeolit ZSM-5 tanpa menggunakan templat organik. Akta Kimindo 3:
33-36.
Sumerta IK, Karna W, Iqmal T. 2002. Fotodegradasi metilen biru menggunakan
katalis TiO2-Monmorilonit dan Sinar UV. Makalah pada Seminar Nasional
Pendidikan Kimia. Yogyakarta (ID): Jurusan Kimia FMIPA.
Suswono EJ. 2012. Optimisasi adsorpsi biru metilena oleh alofan dan
nanokomposit alofan-TiO2 serta uji fotokatalisisnya [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sutarno, Aryanto Y, Budyantoro A. 2010. Kajian pengaruh berat NaOH/abu
layang terhadap kristalinitas dalam sintesis faujasit. J Ilm Das 10:1-5.
Thammavong S. 2003. Studies of synthesis, kinetics, and particle size of zeolite X
from Narathiwat kaolin [tesis]. Suranaree (TH): Degree of Master of
Science in Chemistry Suranaree University of Technology.
Warsito S, Sriatun, Taslimah. 2006. Pengaruh penambahan surfaktan
cetyltrimethylammonium bromide (n-CTMABr) pada sintesis zeolit Y.
Semarang (ID): Fakultas MIPA Universitas Diponegoro.
Querol X, Moreno N, Umana JC, Alstuey A, Hernandez, Lopez-Soler A, Plana F.
2002. Synthesis of zeolites from coal fly ash: an overview. In J of Coal Geo
50: 413-423.DOI:10.1016/S0166-5162(02)00124-6
Zakaria A. 2011. Adsorpsi Cu(II) menggunakan zeolit sintetis dari abu terbang
batu bara [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Zhang B, WU D, Wang C, HE S, Zhang ZJ , Kong H. 2007. Simultaneous
removal of ammonium and phosphate by zeolite synthesized from coal fly
ash as influenced by acid treatment. J of Envir Sci 19:540-545.DOI:
10.1016/S1001-0742(07)60090-4.
Widiyanti E. 2011. Sintesis nanokomposit alofan/TiO2 dan uji fotodegradasi pada
zat pewarna biru metilena [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

20

West AR. 1984. Solid State Chemistry and Its Applications. New York (US): John
Wiley & Sons Ltd.

21

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

dicuci

Sekam padi

Dibakar
Di Tanur

Abu Sekam
padi

+ NaOH; dipanaskan
ditanur
Natrium
silikat

Abu Terbang
Batu bara

kalsinasi
HCl

optimisasi
adsorpsi
Biru metilena

Abu Terbang Batu
bara
aktivasi

Zeolit
Sintetik/nanokompo
sit zeolit TIO2

Uji fotodegradasi

LAMPIRAN

Pencirian FTIR
dan SEM-EDX

Pencirian XRD
dan SEM-EDX

22

Lampiran 2 Komposisi Natrium silikat

23

Lampiran 3 Komposisi abu terbang batu bara

24

Lampiran 4 Komposisi Z9

25

Lampiran 5 Komposisi NC

26

Lampiran 6 Optimisasi konsentrasi adsorpsi biru metilena
a.

Z9

Konsentrasi

100
150
200
250
300
350

konsentrasi
akhir
(ppm)

kosentrasi terjerap

Q
(mg/g)

1.533

98.4670

29.31

1

1.532

98.4680

29.25

0.299

5.33

8.522

141.4773

41.86

0.0502

0.262

5.33

7.553

142.4474

42.56

0.0503

0.128

50

37.1

162.9000

48.58

0.0504

0.130

50

37.6

162.4000

48.33

0.0503

0.259

50

70.1

179.9000

53.65

0.0502

0.268

50

72.15

177.8500

53.14

0.0502

0.198

100

109.6

190.4000

56.89

0.0509

0.181

100

101

199.0000

58.64

0.0502

0.170

200

190.8

159.2000

47.57

0.0506

0.174

200

194.6

155.4000

46.07

Massa

Absorban

Fp

0.0504

0.286

1

0.0505

0.285

0.0507

Persamaan garis kurva standar biru metilena:
b.

150
200
250
300
350

29.28
42.21
48.45
53.39
57.77
46.82

R2 = 0.99905

Nanokomposit

Konsentrasi

100

y = 0.19928 x - 0.01999

Q
ratarata
(mg/g)

Massa

Absorban

Fp

konsentrasi
akhir
(ppm)

0.0505

0.343

1

0.0504

0.344

0.0505

kosentrasi terjerap

Q
(mg/g)

1.819

98.1810

29.16

1

1.828

98.1720

29.22

0.338

10

17.95

132.0500

39.22

0.0502

0.255

10

13.79

136.2100

40.70

0.0501

0.198

50

54.8

145.2000

43.47

0.0506

0.204

50

56.2

143.8000

42.63

0.0507

0.325

50

86.65

163.3500

48.33

0.0500

0.327

50

86.95

163.0500

48.92

0.0506

0.242

100

131.6

168.4000

49.92

0.0505

0.254

100

137.6

162.4000

48.24

0.0506

0.200

200

221.2

128.8000

38.18

0.0506

0.206

200

226.4

123.6000

36.64

Persamaan garis kurva standar biru metilena: y = 0.19928 x - 0.01999 R2 = 0.99905

Q
ratarata
(mg/g)
29.19
39.96
43.05
48.62
49.07
37.41

27

Contoh perhitungan:
Kapasitas adsorpsi (Q)

Q=

Keterangan:
Q = Kapasitas adsorpsi
V = Volume larutan (ml)
Co = Konsentrasi awal (ppm)
Ca = Konsentrasi akhir (ppm)
M = Massa adsorben (g)

=

ml

00- 0

0.0 09g

mg 000
ppm

28

Lampiran 7 Optimisasi waktu agitasi adsorpsi biru metilena
a.

Z9

waktu
penggojokan
(jam)
0.5
1
1.5
2
3
4

Massa

Absorban

Fp

konsentrasi
awal
(ppm)

0.0499

0.313

100

300

185.5

114.50

34.42

0.0500

0.304

100

300

180.2

119.80

35.94

0.0506

0.322

100

300

190.5

109.50

32.46

0.0502

0.316

100

300

187.1

112.90

33.74

0.0501

0.308

100

300

182.7

117.30

35.12

0.0503

0.289

100

300

172.2

127.80

38.11

0.0504

0.282

100

300

168.1

131.90

39.26

0.0503

0.274

100

300

163.6

136.40

40.68

0.0502

0.263

100

300

157.7

142.30

42.52

0.0501

0.253

100

300

151.9

148.10

44.34

0.0503

0.277

100

300

165.4

134.60

40.14

0.0502

0.269

100

300

161

139.00

41.53

Persamaan garis kurva standar biru metilena:
b.

1
1.5
2
3
4

kosentrasi
terjerap

Q
(mg/g)

y = 0.18277 x - 0.01125

Q
ratarata
(mg/g)
35.18
33.09
36.62
39.97
43.43
40.84

R2 = 0.97828

Nanokomposit Zeolit-TiO2

waktu
penggojokan
(jam)
0.5

konsentrasi
akhir
(ppm)

Massa

Absorban

Fp

konsentrasi
awal
(ppm)

konsentrasi
akhir
(ppm)

0.0504

0.304

100

300

180.60

119.40

35.54

0.0505

0.320

100

300

189.30

110.70

32.88

0.0506

0.227

100

300

137.40

162.60

48.20

0.0506

0.311

100

300

184.10

115.90

34.36

0.0506

0.282

100

300

168.30

131.70

39.04

0.0504

0.292

100

300

173.50

126.50

37.65

0.0501

0.316

100

300

187.10

112.90

33.80

0.0499

0.308

100

300

182.70

117.30

35.26

0.0502

0.257

100

300

154.30

145.70

43.54

0.0502

0.255

100

300

153.40

146.60

43.80

0.0504

0.249

100

300

150.00

150.00

44.64

0.0506

0.226

100

300

137.00

163.00

48.32

Kosentrasi
terjerap

Q
(mg/g)

Persamaan garis kurva standar biru metilena: y = 0.18277 x - 0.01125 R2 = 0.97828

Q
ratarata
(mg/g)
34.21
41.28
38.35
34.53
43.67
46.48

29

Contoh perhitungan:
Kapasitas adsorpsi (Q)

Q=

o- a
m

mg 000
ppm

Keterangan:
Q = Kapasitas adsorpsi
V = Volume larutan (ml)
Co = Konsentrasi awal (ppm)
Ca = Konsentrasi akhir (ppm)
M = Massa adsorben (g)

=

ml

00-

0.0 02 g

.

mg 000
ppm

30

Lampiran 8 Optimisasi bobot adsorben terhadap adsorpsi biru metilena
a.

Bobot

0.1
0.3
0.5
0.7
0.8
0.9

Z9

Fp

konsentrasi
awal
(ppm)

Konsentrasi
akhir
(ppm)

Konsentrasi
terjerap
(ppm)

0.485

100

300

271.4

28.6

Kapasitas
Adsorpsi
(Q)
(mg/g)
43.33

0.0100

0.242

200

300

277.4

22.6

33.90

0.0302

0.409

100

300

230.2

69.8

34.66

0.0304

0.410

100

300

230.3

69.7

34.39