Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

ABSTRACT
Tagor Syaputra Halomoan: Correlation between Mother’s Participation in
Posyandu with Knowledge, Attitude, Behavior and Nutritional Status of Children
Under-Five In Tamansari, Bogor. Under Direction of Dadang Sukandar and
Yayat Heryato.
The objective of this research is to examine correlation between mother’s
participation in posyandu with knowledge, attitude, behavior and adequacy level
of children under-five nutrition in Tamansari, Bogor. This research is part of the
research which its title was “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu
Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” was
conducted on February 2012 by using a cross sectional study design. 120 people
become sample in this research were selected purposively with sample criteria
are (1)have children under-five (male or female 0-60 month), (2)registered as a
users of posyandu, (3)ready to be interviewed. The data which used are primary
data including characteristic of family and individu sample (big of families, income
of families, age, education, and job of sample, characteristic of children underfive (gender and age), mother’s participation in posyandu, knowledge, attitude,
behavior of nutrition, food consumption of children under-five, and nutritional
status of children under-five. Secondary data including general image of
research location. The analysis was carried out with Structural Equation Modeling
(SEM). Based on the analysis of SEM, mother’s participation has a significant
effect on the level of nutrition knowledge (T-value =-2.59E16). Nutrition

knowledge has a significant effect with nutrition attitude (T-value = -3.8323).
Nutrition attitude has a significant effect with nutrition behavior (T-value =
-3.8323). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition behavior (Tvalue = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutritional status of
children (T-value = -3.8323). Nutrition behavior has a significant effect with
nutritional status of children (T-value = -5.1027).
Keywords: Mother’s participation, knowledge, attitude, behavior, nutritional
status.

RINGKASAN
Tagor Syaputra Halomoan. Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu
dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita
di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Dadang Sukandar M.Sc dan Yayat Heryatno, SP., MPS.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi
ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita
serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan
khusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga,
ibu dan balita. 2) Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu. 3) Mengkaji
pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4) Mengkaji tingkat kecukupan

gizi balita. 5) Mengkaji status gizi balita. 6) Menganalisis hubungan antara
partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita,
serta status gizi balita.
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi
penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya,
Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu
Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilakukan pada bulan Februari
2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive,
dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60
bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk
diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu
balita dan anak balita. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga dan
individu contoh (besar keluarga, pendapatan keluarga, umur, pendidikan, dan
pekerjaan ibu), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu balita
di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi pangan
balita, serta status gizi balita. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi
penelitian. Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis

data menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM).
Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 5 orang. Rata-rata
pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur contoh berada
pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan contoh
berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar conoth berprofesi
sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelamin
balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8%
laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golongan
umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%).
Sebagian besar contoh (60%) memiliki tingkat partisipasi sedang.
Sebagian besar contoh (67.5% ) menyatakan rutin mengunjungi Posyandu dalam
tiga bulan terakhir. Sebagian besar contoh (58.3%) memiliki motivasi kunjungan
tingkat sedang ke posyandu. Hampir seluruh contoh (99.2%) memiliki partisipasi
yang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Sebanyak 54% contoh memiliki
persepsi yang tergolong sedang tentang posyandu.
Persentase terbesar contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya
diklasifikasikan ke dalam tingkat sedang (70%). Secara keseluruhan sikap gizi

contoh tergolong sedang (58.3%). Begitu juga perilaku gizi contoh tergolong
sedang (64.2%).

Konsumsi energi balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 758 kkal.
Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang)
angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 50.8% balita memiliki
tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Konsumsi protein balita secara
keseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga hanya
memenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yang
dianjurkan AKG. Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan protein
defisit tingkat berat. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium
yang tergolong defisit. Sebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupan
phosphor yang tergolong normal. Sebagian besar balita (65%) memiliki tingkat
kecukupan besi yang tergolong defisit. Sebanyak 58.3% balita memiliki tingkat
kecukupan vitamin A yang tergolong defisit. Sebagian besar balita (84.2%)
memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong normal. Sebagian besar
balita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C.
Sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U.
Sebanyak 50.8% balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sebagian
besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB.
Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasi
contoh di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi contoh (T-value=2.59E16). Tingkat Pengetahuan gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap
sikap gizi contoh (T-value= -3.8323). Tingkat pengetahuan dan sikap gizi contoh

berpengaruh signifikan terhadap perilaku gizi contoh (T-value= -3.8323). Sikap
dan perilaku gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita contoh
(T-value= -3.8323).
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan motivasi ibu balita untuk
berpartisipasi lebih di posyandu. Adapun upaya yang dapat dilakukan di
antaranya meningkatkan pelayanan posyandu yang memadai baik dari segi
sarana maupun prasarana. Selain itu, perlu dilakukan program penyuluhan bagi
masyarakat agar masyarakat benar-benar memahami pentingnya posyandu
serta dapat meningkatkan kesadaran untuk memanfatkan pelayanan posyandu
dalam upaya perbaikan gizi. Diharapkan juga kepada pemerintah setempat untuk
lebih memperhatikan kondisi balita di lokasi penelitian. Perlu digalakkan
beberapa program perbaikan gizi anak balita oleh pemerintah setempat guna
memperbaiki kecukupan energi dan zat gizi balita.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa salah satunya
ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM

yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima
disamping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjamin
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, sangat dibutuhkan asupan
gizi yang seimbang sedini mungkin, yaitu semenjak janin masih dalam
kandungan. Keadaan gizi yang tidak baik pada usia balita akan berlanjut pada
gangguan pertumbuhan dan kecerdasan otak pada anak usia sekolah, gizi
kurang pada usia produktif, dan munculnya penyakit degeneratif. Banyaknya
anak yang berstatus gizi kurang mencerminkan masalah yang besar pada
sumber daya manusia di Indonesia.
Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), status gizi merupakan salah satu
petunjuk untuk menilai kualitas sumberdaya manusia, dan perilaku konsumsi
pangan seseorang akan menentukan status gizi orang tersebut. Status gizi yang
baik dapat menghasilkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Selain itu,
dengan meningkatnya status gizi, akan meningkatkan produktifitas kerja
sehingga akan meningkatkan kualitas perekonomian bagi masyarakat dan
negara. Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rawan gizi,
sehingga status gizi balita dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi
masyarakat (Suhardjo & Riyadi 1990).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi buruk dan kurang di

Provinsi Jawa Barat adalah 15%, sedangkan di Kabupaten Bogor terdapat 3,4%
balita berstatus gizi buruk, 12,5% berstatus gizi kurang, 80,9% berstatus gizi
baik, dan 3,2% berstatus gizi lebih menurut indeks BB/U. Sedangkan menurut
indeks TB/U sebanyak 14,8% balita berstatus gizi sangat pendek, 16,9%
berstatus gizi pendek, dan 68,3% berstatus gizi normal. Prevalensi balita sangat
pendek dan pendek di Jawa Barat adalah 35,4%. Menurut indeks BB/TB,
sebanyak 3,9% balita berstatus gizi sangat kurus, 5,4% balita berstatus gizi
kurus, 81,9% berstatus gizi normal, dan 8,9% balita berstatus gizi gemuk. Secara
umum, prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Provinsi Jawa Barat adalah
9%, dan sudah berada di bawah batas kondisi yang di anggap serius (10%).

2

Soekirman (2000) menyatakan bahwa kurang gizi selain terjadi karena
kondisi negara yang sedang krisis, juga timbul karena beberapa lembaga sosial
yang ada di masyarakat kurang berfungsi dengan baik, salah satunya yaitu
posyandu. Posyandu sebagai salah satu Pusat Pemulihan gizi (PPG) memegang
peranan cukup besar dalam kegiatan penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang.
Posyandu merupakan pelayanan kesehatan paling dini yang diterima masyarakat
khususnya balita sebelum ke puskesmas atau ke rumah sakit. Posyandu memiliki

posisi strategis sebagai penyedia layanan kesehatan paling dekat dengan
masyarakat, bahkan amat vital dalam meningkatkan pengetahuan serta
kesadaran masyarakat akan arti penting dan urgensinya kesehatan.
Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting,
namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara
maksimal. Penurunan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut
salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan posyandu oleh keluarga yang
mempunyai anak balita, yaitu perbandingan antara jumlah anak balita yang
dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya dalam satu wilayah
kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan minimal
untuk D/S adalah 80% (Depkes RI 2005).
Menurut hasil penelitian, cakupan penimbangan ada kaitannya dengan
faktor internal ibu balita seperti : tingkat pendidikan ibu balita, tingkat
pengetahuan ibu balita, umur balita, status gizi balita (Yamroni 2003), di samping
itu juga berkaitan dengan jarak posyandu (Masnuchaddin 1992) serta peran
petugas kesehatan, tokoh masyarakat, kader posyandu (Hutagalung 1992).
Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di posyandu antara lain dana
operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan posyandu,
tingkat pengetahuan kader, dan kemampuan petugas dalam pemantauan
pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan

manfaat posyandu serta pelaksanaan pembinaan kader (Profil Kesehatan
Indonesia 2009).
Keberhasilan posyandu sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat
(kader Posyandu, pengguna posyandu, dan tokoh masyarakat), peran petugas
Puskesmas dan

KB, serta peran sektor lainnya. Partisipasi ibu balita dalam

upaya perbaikan status gizi anak merupakan kunci utama dari keberhasilan
suatu posyandu. Menurut Marjanka et al. (2002), partisipasi ibu di posyandu
sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yang

3

sering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkan
mencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut
lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di
posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat
dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber
informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan.

Mengacu pada pentingnya pelayanan posyandu untuk meningkatkan
status gizi dan kesehatan balita, maka perlu ditinjau kembali bagaimana tingkat
partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizinya, serta
status gizi balita.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu
balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta
status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita.
2. Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu.
3. Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita.
4. Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita.
5. Mengkaji status gizi balita.
6. Menganalisis

hubungan


antara

partisipasi

ibu

balita

di

posyandu,

pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita.
Hipotesis
1. Partisipasi ibu balita di posyandu berhubungan dengan tingkat pengetahuan
gizi ibu balita, sikap, dan perilaku gizi ibu balita.
2. Pengetahuan gizi ibu balita berhubungan dengan sikap dan perilaku gizi ibu
balita.
3. Sikap dan perilaku gizi ibu balita berhubungan dengan status gizi balita.

4

Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan,
sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari,
Kabupaten

Bogor.

Hal

ini

diharapkan

dapat

meningkatkan

kesadaran

masyarakat, khususnya ibu-ibu akan pentingnya membawa balita ke posyandu.
Selain itu, bagi pemerintah dan sektor terkait dapat dijadikan dasar pertimbangan
dalam menyusun kebijakan program, terutama terkait bidang kesehatan demi
meningkatkan partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan,sikap,dan perilaku
gizi ibu, yang selanjutnya untuk mencapai status gizi baik pada balita.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui
kader-kader yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima)
program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah
ditentukan dengan bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas. Sasaran dalam
pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia kurang dari 1 tahun), anak
balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu menyusui dan wanita PUS (pasangan usia
subur) (Depkes RI 1986).
Secara umum tujuan penyelenggaraan posyandu adalah mempercepat
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan angka kelahiran;
mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas;
mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS); meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai
kebutuhan; meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI 2006).
Program

kegiatan

yang

dilakukan

di

posyandu,

yang

sekaligus

masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan antara lain mencakup:
keluarga berencana (KB), kesehatan ibu dan anak, imunisasi, peningkatan gizi
dan penanggulangan diare (Sembiring 2004).
Berdasarkan Depkes RI (2006), posyandu secara umum dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) tingkat yaitu, Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu
Purnama, dan Posyandu Mandiri. Secara sederhana indikator untuk tiap
peringkat Posyandu dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 1 Indikator tingkat kemandirian posyandu
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Indikator
Frekuensi Penimbangan
Rerata Kader Tugas
Rerata Cakupan D/S
Cakupan Kumulatif KIA
Cakupan Kumulatif KB
Cakupan Kumulatif Imunisasi
Program Tambahan
Cakupan Dana Sehat

Pratama
< 8 kali
< 5 kali
< 50%
< 50%
< 50%
< 50%
(-)
< 50%

Madya
= 8 kali
= 5 orang
< 50%
< 50%
< 50%
< 50%
(-)
< 50%

Purnama
= 8 kali
= 5 orang
= 50%
= 50%
= 50%
= 50%
(+)
< 50%

Mandiri
= 8 kali
= 5 orang
= 50%
= 50%
= 50%
= 50%
(+)
= 50%

Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah
kader terbatas, yaitu kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan

6

rutin bulanan posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula
karena belum siapnya masyarakat. Posyandu Madya adalah posyandu yang
sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata
jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan
utamanya masih rendah yaitu < 50%. Posyandu Purnama adalah posyandu yang
sudah melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah
kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu
menyelenggarakan

program

tambahan

dan

telah

memperoleh

sumber

pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas, yaitu kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. Posyandu
Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8
kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan dari
kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta
telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat
yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja
posyandu.
Menurut Zulkifli (2003), di dalam posyandu dilakukan pelayanan
masyarakat dengan sistem 5 meja, yaitu: pendaftaran, penimbangan, pengisian
KMS, penyuluhan perorangan berdasarkan KMS, dan pelayanan KB dan
Kesehatan. Petugas pada Meja 1 s/d 4 dilaksanakan oleh kader posyandu,
sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Bindes, perawat, dan
petugas KB).
Karakteristik Keluarga
Besar keluarga
Besar keluarga menurut BKKBN tahun 1998 adalah keseluruhan jumlah
anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga
lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar
keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Anak-anak yang sedang
tumbuh dari keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap status gizi
kurang di antara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya
paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi ini sering terjadi jika besar
keluarga bertambah yang menyebabkan pangan untuk setiap anak berkurang
dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh

7

memerlukan pangan yang relatif tinggi daripada golongan yang lebih tua
(Suhardjo 1989).
Pendapatan keluarga
Sumarwan (2002) menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan
besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga.
Tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi partisipasi, karena seseorang
yang pendapatannya tinggi dapat menyumbangkan sebagian pendapatannya
untuk melancarkan kegiatan yang sedang dilakukan. Tingkat pendapatan
keluarga juga dapat menurunkan atau meningkatkan partisipasi sesuai
pertimbangan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (Sunyoto
1991). Apabila pendapatan tinggi, pola konsumsi pangan akan semakin
beragam, serta akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai
gizi tinggi (Soekirman 2000).
Karakteristik Ibu Balita
Umur
Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok
umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (4060 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991)
mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih
cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk
golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga
diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.
Pendidikan
Salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang
anak. Campbel (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting
karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berpikir yang lebih baik.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan
berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Pendidikan ibu
merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat
pendidikan ibu berpengaruh terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan
kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).

8

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap
sesuatu hal yang

baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal yang baru yang ada di
sekitarnya serta semakin bagus pula pengetahuan yang dimiliki (Hidayat 2004).
Pekerjaan
Hardinsyah dan Suhardjo (1987) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar.
Menurut Suhardjo (1989), kemampuan individu menyediakan makanan dalam
jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli
yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak langsung
melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.
Partisipasi Ibu Balita di Posyandu
Menurut Hardjono (2000), partisipasi didefenisikan sebagai mengetahui
apa yang dibutuhkan, ikut memikirkan dan merencanakan langkah-langkah yang
akan dikerjakan, ikut berupaya dalam pelaksanaan, ikut menilai keberhasilan
serta ikut menikmati hasil pembangunan. Pada hakekatnya, partisipasi bertitik
pangkal dari sikap dan perilaku.
Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam
bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri.
Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya
akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif.
Madanijah dan Triana (2007) mengelompokkan partisipasi ibu balita di posyandu
menjadi empat kelompok, yaitu dilihat dari kehadiran, keaktifan, penggunaan
Kartu Menuju Sehat (KMS), dan upaya pengembangan Posyandu, seperti
bantuan dana, sarana, tenaga, dan waktu serta pemberian makanan atau PMT.
Kehadiran ibu balita sangat mempengaruhi tingkat partisipasi ibu dalam
kegiatan posyandu. Menurut Kasmita (2000), tingkat partisipasi masyarakat di
suatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak
balita di daerah posyandu (S) dan jumlah balita yang ditimbang (D) pada setiap
jadwal yang ditentukan. Partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu dapat dilihat
dari keaktifan ibu dalam pelaksanaan posyandu di luar dan di dalam jadwal
posyandu, meliputi keikutsertaan ibu dalam penimbangan anaknya ke posyandu
dan keikutsertaan ibu untuk menggerakkan masyarakat agar ikut serta dalam
kegiatan posyandu.

9

Pengetahuan Gizi Ibu Balita
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan
dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk
dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan
yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup
sehat (Notoatmodjo 1993). Menurut Sajogjo et al. (1994), secara tidak langsung
pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak karena dengan
pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi
anak balita, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pengetahuan gizi dapat
diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah atau secara tidak langsung
mendapatkannya dengan cara melihat atau mendengar. Seseorang dapat
memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku
pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar dan orang lain (suami, teman,
tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain) (Khomsan et al. 2009).
Menurut Moehdji (1986), sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak
dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana
cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan
anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak
selalu linear, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga
belum tentu konsumsi makanan menjadi baik.
Sikap Gizi Ibu Balita
Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai
perantara antara respon dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan
dalam tiga macam, yaitu respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan
mengenai apa yang diyakini), respon afektif (respon syaraf simpatetik dan
pernyataan afeksi), serta respon perilaku atau konatif (respon berupa tindakan
dan pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respon ini
berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya. Dengan melihat salah satu
saja di antara ketiga bentuk respon tersebut sikap seseorang sudah dapat
diketahui. Walaupun begitu, deskripsi lengkap mengenai sikap individu tetap
harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respon secara lengkap (Azwar
2009).
Perilaku Gizi Ibu Balita
Menurut Notoatmojdo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan organism
atau makhluk hidup yang bersangkutan. perilaku terbentuk di dalam diri

10

seseorang dari dua faktor utama, yaitu rangsangan yang merupakan faktor dari
luar diri seseorang (faktor eksternal) seperti lingkungan baik fisik maupun nonfisik serta respon yang merupakan faktor dalam diri seseorang (faktor internal).
Faktor eksternal yang paling besar peranannya dalam membentuk perilaku
adalah faktor non-fisik berupa sosial budaya dimana seseorang berada.
Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari
luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, dan sebagainya.
Konsumsi Pangan dan Gizi Balita
Zat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang
diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia memerlukan
zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya.
Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus
mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal,
pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Hardinsyah &
Martianto 1992).
Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5
tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun
makan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu,
sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya
(Supriatin 2004).
Tahap awal dari kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian
konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berkurang akan berdampak terhadap
kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk
menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein.
Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan
kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging,
telur, dan susu (Hardinsyah & Martianto 1992).
Angka kecukupan gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat
kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated
Average Requirement). Untuk mengetahui kecukupan gizi anak balita digunakan
AKG tahun 2004, yang disajikan pada tabel 2. Kecukupan zat gizi tersebut
dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak balita setiap harinya.

11

Tabel 2 Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak
Golongan
Berat badan
Tinggi badan
usia
(kg)
(cm)
0-6 bulan
6
60
7-11 bulan
8.5
71
1-3 tahun
12
90
4-6 tahun
18
110
7-9 tahun
25
120
Sumber: Hardinsyah dan Tambunan (2004)

AKE
(kkal/kap/hari)
550
650
1000
1550
1800

AKP
(gr/kap/hari)
10
16
25
39
45

Status Gizi Balita
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
zat gizi makanan (Riyadi 1995). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zatzat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).
Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan
biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri,
serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama
pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling
sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran
secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan.
Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan
Jellife 1989). Gibson (2005) menyatakan bahwa pengukuran antropometri
digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi
ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat
mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur
(TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil
atau persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO
2006 (Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat
ini karena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat
badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB
menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.

12

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB
Indikator
Berat badan menurut umur
(BB/U)

Status gizi
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Tinggi badan menurut umur
Sangat pendek
(TB/U)
Pendek
Normal
Tinggi
Berat badan menurut tinggi
Sangat kurus
badan (BB/TB)
Kurus
Normal
Gemuk
Sumber: Departemen Kesehatan RI (2009)

keterangan
z-score +2
z-score < -3
-3 ≤ z -score < -2
-2 ≤ z-score ≤ +2
z-score > +2
z-score < -3
-3 ≤ z-score < -2
-2 ≤ z -score ≤ +2
z-score > +2

13

KERANGKA PEMIKIRAN
Balita merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pembangunan kesehatan juga difokuskan pada golongan usia
balita, salah satunya melalui pelayanan dasar gizi dan kesehatan di posyandu.
Keberadaan posyandu diharapkan dapat mempercepat upaya perbaikan status
gizi dalam menurunkan angka kematian balita serta prevalensi gizi kurang dan
gizi buruk. Selain itu, posyandu juga dapat menyediakan informasi mengenai
pentingnya hidup sehat bagi keluarga-keluarga di Indonesia, demi mewujudkan
Indonesia sehat.
Sebagai suatu sistem pelayanan dasar kesehatan yang berasal dari
masyarakat, untuk masyarakat,dan oleh masyarakat, posyandu membutuhkan
dukungan dari masyarakat, salah satunya adalah partisipasi masyarakat.
Partisipasi

masyarakat

mempunyai

peran

penting

dalam

keberhasilan

pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan. Keberhasilan posyandu
dalam menanggulangi berbagai masalah gizi, sangat dipengaruhi partisipasi ibu
balita dalam kegiatan posyandu. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat
mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak.
Ibu yang sadar dan tahu betapa pentingnya menjaga pertumbuhan
kesehatan anaknya, akan sering membawa anaknya ke posyandu sesuai dengan
jadwal yang sudah ditetapkan. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat
mempengaruhi tingkat pengetahuan,sikap, dan perilaku gizi ibu balita. Hal ini
disebabkan ibu balita di posyandu selalu diberi penyuluhan tentang gizi oleh
kader atau petugas kesehatan. Pengetahuan gizi ibu balita dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Sementara itu,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat partisipasi ibu balita dalam kegiatan
posyandu adalah karakteristik keluarga, karakteristik balita, akses ke posyandu,
kader posyandu dan tokoh masyarakat. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan
perilaku gizi ibu diharapkan dapat memperbaiki tingkat kecukupan konsumsi zat
gizi balita sehingga balita memiliki status gizi yang optimal. Secara ringkas
kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

14

Karakteristik Keluarga






Besar keluarga
Pendapatan keluarga
Umur ibu
Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu

Akses ke
Posyandu

Karakteristik balita



Umur
Jenis kelamin

Partisipasi Ibu Balita
di Posyandu

Kader Posyandu &
Tokoh Masyarakat

Pengetahuan Gizi Ibu
Balita

Sikap Gizi Ibu

Perilaku Gizi Ibu

Balita

balita

Tingkat Kecukupan
Gizi Balita

Status Gizi Balita

Status kesehatan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti

15

METODE PENELITIAN
Desain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi
penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya,
Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu
Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut sebagian besar sosial ekonomi penduduknya tergolong menengah ke
bawah, serta terdapat posyandu yang memiliki ibu balita dan balita yang terdaftar
sebagai pengguna posyandu di desa tersebut. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari 2012.
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara
purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan
berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia
untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara
keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita
dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masing-masing desa
berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat
pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada
penelitian ini.
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara
langsung dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik
keluarga dan individu contoh (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan
besar keluarga), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu
balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi
pangan balita, serta status gizi balita. Data sekunder diperoleh dari kantor
kecamatan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian.

16

Tabel 4 Data primer dan cara pengumpulannya
No
1

2
3

4

5
6

Data
Karakteristik sosial
ekonomi keluarga

Variabel
Besar keluarga
pendapatan keluarga
Umur ibu
Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu
Umur
Jenis kelamin
Frekuensi kunjungan
Motivasi kunjungan
Pelaksanaan
posyandu
4. Persepsi posyandu
Pengetahuan, sikap, dan Berupa pertanyaan
perilaku gizi ibu balita
mengenai pengetahuan,
sikap, dan perilaku gizi
ibu balita
Recall konsumsi pangan
Konsumsi pangan balita
balita (2x24 jam)
Status gizi balita
Berat badan dan panjang
badan balita
1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik individu balita 1.
2.
Partisipasi ibu balita di 1.
posyandu
2.
3.

Cara pengumpulan data
Wawancara
menggunakan kuesioner

Wawancara
menggunakan kuesioner
Wawancara
menggunakan kuesioner

Wawancara
menggunakan kuesioner

Wawancara
menggunakan kuesioner
pengukuran antropometri
balita

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data
Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis
data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 for
windows, Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.0
dan Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis
secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Data karakteristik keluarga dan individu contoh meliputi besar keluarga,
pendapatan keluarga, umur contoh, tingkat pendidikan contoh, dan pekerjaan
contoh. Umur dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya
(40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan
formal dikelompokkan berdasarkan data sebaran, yaitu tidak tamat SD,
SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Jenis
pekerjaan ayah dikelompokkan menjadi petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, jasa, dan lain-lain. Sedangkan jenis pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi
petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, IRT/tidak bekerja. Besar
keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5 -7 orang),
besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1993).

17

Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan
seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan
tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan
dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian dikategorikan
menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS
2011),

yaitu

miskin

( 80% dari skor maksimal
(Khomsan 2000).
Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita dinilai berdasarkan
kemampuan ibu balita dalam menjawab berbagai pertanyaan tentang gizi.
Penilaian dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban dari setiap
pertanyaan dengan kriteria. Penilaian jawaban pengetahuan gizi, yaitu skor
1=benar dan skor 0=salah. Penilaian jawaban sikap gizi, yaitu skor 2=setuju, skor
1=ragu-ragu, dan skor 0=tidak setuju, atau sebaliknya skor 0=setuju, skor
1=ragu-ragu, dan skor 2=tidak setuju tergantung dari pertanyaan yang diajukan.
Penilaian jawaban perilaku gizi ada beberapa model, yaitu skor 1=ya, skor
2=kadang-kadang, skor 0=tidak pernah, atau sebaliknya skor 0=ya, skor
1=kadang-kadang, skor 2=tidak pernah, dan ada juga skor 2=ya, skor 0=tidak.

18

Pemakaian skor tergantung pertanyaan yang diberikan. Kemudian skor
yang diperoleh dibandingkan dengan skor maksimal. Kategori rendah apabila
skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor
yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor
yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000).
Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus
(Hardinsyah & Briawan 1994):

KGij= (Bj/100)xGijx(BDDj/100)

Keterangan:
KGij
Bj
Gij
BDDj

: jumlah zat gizi idari setiap jenis pangan j
: berat pangan j (gram)
: kandungan zat gizi I dari pangan j
: persen jumlah pangan j yang dapat dimakan

Tingkat konsumsi gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah &
Briawan 1994):

TKGi= (Ki/AKGi)x100%)
Keterangan:
TKGi
Ki
AKGi

: tingkat konsumsi gizi i
: konsumsi gizi i
: kecukupan gizi i yang dianjurkan

Status gizi balita ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan
menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka ratarata atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan standar WHO.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-skor adalah (Supariasa et al.
2001):
nilai individu subjek – nilai median baku rujukan
Z-skor =
nilai simpangan baku rujukan
Adapun ringkasan pengkategorian variabel dan batasan nilai yang akan
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

19

Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian
No
1

Variabel
Karakteristik keluarga
Besar keluarga (Hurlock
1993)
Pendapatan keluarga (BPS
2010)
Umur (Hurlock 1980)

Pendidikan

Pekerjaan

2

1. Kecil
2. Sedang
3. Besar
1. Miskin
2. Tidak miskin
1. Dewasa dini
2. Dewasa Madya
3. Dewasa lanjut
1. Tidak tamat SD
2. SD/sederajat
3. SMP/sederajat
4. SMA/sederajat
5. Perguruan Tinggi
1. Petani
2. Pedagang
3. Buruh tani
4. Buruh non tani
5. Jasa
6. Ibu rumah tangga
7. lain-lain

Batas nilai
≤ 4 orang
5-7 orang
≥ 8 orang
60 tahun
-

Karakteristik balita
Jenis kelamin

Umur

3

Partisipasi ibu balita di
Posyandu (Interval kelas)

4

Pengetahuan, sikap, dan
perilaku gizi ibu balita
(Khomsan 2000)

5

Tingkat konsumsi energi dan
protein (Depkes 1996, diacu
dalam Rahmawati et al. 2001)

6

Tingkat konsumsi vitamin dan
mineral (Gibson 2005)

7

Kategori

Status gizi balita (WHO 2007)
1. BB/U

2. TB/U

3. BB/TB

1. Laki-laki
2. Perempuan

-

1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Kurang
2. Sedang
3. Baik
1. Defisit tingkat berat
2. Defisit tingkat sedang
3. Defisit tingkat ringan
4. Normal
5. Di atas AKG
1. Defisit
2. Normal
1. Gizi buruk
2. Gizi kurang
3. Gizi baik
4. Gizi lebih
1. Sangat pendek
2. Pendek
3. Normal
4. Tinggi
1. Sangat kurus
2. Kurus
3. Normal
4. Gemuk

≤5 bulan
6-11 bulan
12-23 bulan
24-35 bulan
36-47 bulan
< 60%
60-80%
>80%
< 60%
60-80%
>80%
+2

20

Analisis data
Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural
Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan
struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang
memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks,
baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh
mengenai keseluruhan model.
SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa
diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi
disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal
sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel
lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana
setiap variabel eksogen selalu independen.

Variabel yang dipengaruhi oleh

variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut
adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini.
ε2
δ1

ε1

y2
λy22

δ2

x1

y1

ζ2

ε4

β42

y4

η2
λx11

x2
λx21

λy11

β21

γ11

λy44

η1

ξ1

β32

η4

λx31

λy54
λx41

x3

ζ1

β31

β43

ζ4

y5

η3
δ3

ε5

x4
ζ3
δ4

λy33
y3
ε3

Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian

21

Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling
(SEM) penelitian.
Model pengukuran:
x1= λx11 ξ1 + δ1
x2= λx21 ξ1 + δ2
x3= λx31 ξ1 + δ3
x4= λx41 ξ1 + δ4
y1= λy11 η1 + ε1
y2= λy22 η2 + ε2
y3= λy33 η3 + ε3
y4= λy44 η4 + ε4
y5= λy54 η4 + ε5
Model struktural:
η1 = γ11 ξ1 + ζ1
η2 = β21 η1 + ζ2
η3 = β31 η1 + β32 η2 + ζ3
η4 = β42 η2 + β43 η3 + ζ4
Keterangan:
Variabel laten eksogen:


ξ1 (KSI1)= partisipasi ibu balita di Posyandu

Variabel laten endogen:


η1 (ETA1) = pengetahuan gizi ibu balita



η2 (ETA2) = sikap gizi ibu balita



η3 (ETA3) = perilaku gizi ibu balita



η4 (ETA4) = status gizi balita

Manifest laten eksogen:


x1 = frekuensi kehadiran ibu balita ke posyandu



x2 = besar keluarga



x3 = pendapatan keluarga



x4 = pekerjaan ibu balita

Manifest laten endogen:


y1 = indikator pengetahuan gizi ibu balita



y2 = indikator sikap gizi ibu balita



y3 = indikator perilaku gizi ibu balita

22



y4 = tingkat kecukupan energi balita



y5 = tingkat kecukupan protein balita
Definisi Operasional

Ibu balita adalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta
Posyandu.
Anak balita adalah anak yang berusia 0-60 bulan yang tinggal bersama kedua
orang tuanya.
Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu
keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota
keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk
uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan
dalam rupiah perkapita perbulan.
Umur ibu balita adalah lamanya hidup ibu balita dalam tahun yang dihitung
sejak dilahirkan hingga diwawancarai.
Pendidikan ibu balita adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah
ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi.
Pekerjaan ibu balita adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan ke dalam
bekerja dan tidak bekerja.
Partisipasi ibu balita di Posyandu adalah keterlibatan ibu balita di posyandu
pada saat balita seharusnya dibawa ke posyandu, meliputi aspek frekuensi
kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan
posyandu, dan persepsi tentang posyandu.
Pengetahuan gizi ibu balita adalah kemampuan ibu balita dalam menjawab
pertanyaan tentang gizi menggunakan kuisioner, kemudian diberi skor dan
dikategorikan menjadi kurang (skor80%).
Sikap gizi ibu balita adalah kecenderungan ibu balita dalam menyikapi
pernyataan dalam kuisioner tentang gizi yang diukur dengan skor jawaban
dari pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang
(skor80%).

23

Perilaku gizi ibu balita adalah perbuatan atau penerapan pola hidup ibu balita
terhadap anak balita sehari-hari yang diukur dengan skor jawaban dari
pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang (skor80%).
Konsumsi pangan dan gizi balita adalah jumlah pangan dan gizi yang dimakan
oleh balita yang diperoleh dengan menggunakan metode food recall
selama 2x24 jam.
Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi energi dan zat
gizi aktual terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sehari
yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen.
Status gizi balita adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan standar
baku

WHO 2005 dengan menggunakan metode antropometri dengan

indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Geografis
Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8
desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki
44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman
Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan
dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan
Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Tenjolaya dan Kec.
Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman
Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan
30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan
laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak.
Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang
didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional,
Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunan wilayah Kabupaten
Bogor Selatan yang m

Dokumen yang terkait

Perbedaan Pengetahuan Gizi, Pendapatan Dan Status Gizi Anak Balita Di Desa Proyek Dan Hon Proyek Kesehatan Keluarga Dan Gizi (KKG) Di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2004

0 34 81

Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

0 3 85

Hubungan Beban Kerja, Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu, serta Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita di Kota Bogor.

0 5 47

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi dan Posyandu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Pasar Rebo

0 4 43

Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dengan status gizi anak balita

0 3 88

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DAN TINGKAT KEHADIRAN ANAK BALITA DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dan Tingkat Kehadiran Anak Balita di Posyandu Dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Gedongan Kecamatan Colomadu

0 3 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI IBU DAN STATUS IMUNISASI DASAR BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dan Status Imunisasi Dasar Balita Dengan Status Gizi Balita Di Daerah Polokarto Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo.

0 2 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA MALANGJIWAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan

0 2 11