Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

STUDI ANALISIS KEADAAN RUMAH IBU BALITA, KEBIASAAN
MAKAN BALITA,STATUS GIZIBALITA DAN STATUS
KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI,
KABUPATEN BOGOR

DESTI SAGITA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ABSTRACT
DESTI SAGITA PUTRI. Analysis study of underfives mother house condition,
eating habits, nutritional status and health status of underfive children in
Tamansari subdistrict, Bogor district. Supervised by DADANG SUKANDAR.
This study analyzes house condition, eating habits, nutrition nutritional
status and health status of underfive children in Tamansari, Bogor. This research
is part of the research entitlet “A Multi-Approach Intervention to Empower and
Posyandu Nutritional Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”
was conducted on February 2012 using cross sectional study design. Sample of

this study were 120 mother and underfive children selected by purposive
sampling with criterias (1) family who have underfive children (boy and girl 0-60
month), (2) registered as posyandu participant, (3) ready for interviewed. Data
used was is primary data including characteristics of the sample and family such
as number of family member, family income, age, education, and occupation,
underfive children characteristics (gender and age), home conditions, eating
habits, nutritional status and health status.Secondary data including overview of
location research. The analysis was carried out by Structural Equation Modeling
(SEM). Based on SEM analysis, the house condition had significant effect on
nutritional status (T-value= 2.533). eating habitshad significant effect on
nutritional status(T-value=-2.0798). nutritional status had significant influence to
health status (T-value= 8.4189).
Key word: Eating habits, health status,nutritional status, and house condition

RINGKASAN
Desti Sagita Putri.Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan
Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Dadang Sukandar
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis keadaan rumah
ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan

Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu 1)
Mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga balita. 2) Mengidentifikasi
keadaan rumah ibu balita. 3) Mengidentifikasi kebiasaan makan balita. 4)
Mengidentifikasi status gizi balita. 5) Mengidentifikasi status kesehatan balita. 6)
Menganalisi hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status
gizi dan status kesehatan balita. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross
sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi,
Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian
ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention
to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in
Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang
dilakukan pada bulan Februari 2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu
balita dan yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita
(laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna
Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian
ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Jenis Data yang digunakan
adalah primer data termasuk karakteristik sampel keluarga dan individu (besar
keluarga, pendapatan keluarga, usia, pendidikan, dan pekerjaan) karakteristik
anak balita (jenis kelamin dan usia), keadaan rumah, kebiasaan makan, status
gizi dan status kesehatan. Data sekunder termasuk gambar umum dari lokasi

penelitian. Analisis dilakukan dengan Structural Equation Modeling (SEM).
Rata-rata jumlah anggota keluarga balita adalah 5 orang. Rata-rata
pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur ibu balita
berada pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan
ibu balita berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar ibu balita
berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase
Jenis kelamin balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan
perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita
berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%).
Rata – rata luas rumah balita 63,7 m2 termasuk dalam kategori kurang
jika luas ruangan 60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991)
mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih
cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk
golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga
diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.
Karakteristik Fisik Lingkungan Rumah
Lingkungan merupakan tempat manusia tumbuh dan berkembang,
bersosialisasi, serta berinteraksi dengan makhluk hidup dan tak hidup lainnya.
Menurut Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Martianto (1992), lingkungan yang
mengelilingi sistem keluarga ada dua macam, yaitu lingkungan mikro dan makro.

Lingkungan yang terdekat dengan sistem keluarga disebut lingkungan mikro dan

6

lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan makro. Keduanya masing-masing
terdiri dari lingkungan fisik dan sosial.
Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan lingkungan di Indonesia
mencakup: (1) penyediaan air bersih yang cukup kualitas dan kuantitasnya; (2)
program sanitasi dasar bagi masyarakat yang meliputi pembuangan air kotor dan
tinja manusia, pengelolaan sampah, pengawasan makanan, pengawasan
pencemaran udara, pengawasan pencemaran vektor penyakit, dan penataan
perumahan atau pemukiman; dan (3) program-program pelengkap, seperti
kebersihan tempat umum, pencegahan kecelakaan dan bencana, pencegahan
bahaya radiasi dan sebagainya (Atmodjo 1993).
Kondisi Rumah
Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan
manusia yang berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat
tinggal. Aspek kenyamanan dan keamanan tentunya menjadi prioritas dalam
menentukan pemilihan rumah. Depkes (1993) memberi beberapa persyaratan
rumah sehat, yaitu (1) tersedianya air bersih, ada penampungan air bekas, ada

tempat sampah, jamban, saluran pembuangan air hujan, (2) halaman rumah
harus

selalu

dibersihkan,

pekarangan

ditanami

tumbuh-tumbuhan

yang

bermanfaat, (3) ruangan rumah harus cukup luas dan tidak padat penghuninya,
(4) kamar harus berjendela, ada lubang angin dan sinar matahari dapat masuk
ke ruangan rumah, ada jalan keluar untuk asap dapur melalui lubang langitlangit, (5) dinding dan lantai harus kering, tidak lembab, (6) dimanapun tidak
terdapat jentik nyamuk, kecoa, ataupun tikus.
Winslow dan Entjang (2000) menyatakan bahwa rumah yang sehat

adalah rumah yang memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis,
menghindari terjadinya kecelakaan, dan menghindari terjadinya penyakit.
1. Kebutuhan fisiologis rumah yang sehat adalah rumah dengan suhu
ruangan relatif konstan (18-20°C). Suhu ruangan tergantung pada suhu
udara luar, pergeseran udara, kelembaban udara, dan suhu benda
disekitarnya. Ruangan dalam rumah juga harus cukup mendapat sinar
matahari dan penerangan yang cukup. Selain itu, harus ada ventilasi
untuk pertukaran udara sehingga ruangan tetap segar karena cukup
oksigen dan harus cukup mempunyai isolasi udara.
2. Kebutuhan psikologis rumah merupakan tempat dimana anggota keluarga
berkumpul dan saling berhubungan. Seluruh anggota keluarga serta

7

kebiasaan hidup sehari-hari merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan erat dengan kebahagiaan ataupun perbuatan salah satu
anggota keluarga lain. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus memiliki
syarat: cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan, ada
jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan anggota keluarga
yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak terganggu

privasinya, harus ada tempat berkumpul keluarga dan ada ruang tamu
untuk bermasyarakat.
3. Konstruksi bahan bangunan yang kuat, tidak mudah terbakar, dan
tersedia alat pemadam kebakaran harus diperhatikan untuk menghindari
terjadinya kecelakaan di dalam rumah.
4. Penyakit yang dapat dihindari dengan penyediaan sumber air yang sehat,
cukup kualitas dan kuantitasnya. Di sekitar rumah juga harus disediakan
tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik, dan
dapat mencegah perkembangan vektor penyakit. Selain itu, ruangan
harus cukup luas. Luas ruangan per orang dikatakan kurang jika luas
ruangan kurang dari 7 m2/orang, dikatakan cukup baik jika memiliki luas
7-10 m2/orang dan baik jika memiliki luas lebih dari 10 m2/orang (Sukarni
1994).
Kebiasaan Makan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi lainnya,
kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Makanan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia.
Tanpa makanan orang tidak dapat hidup. Makanan dibutuhkan untuk
pertumbuhan tubuh kita, sebagai sumber energi dan zat gizi pengatur

metabolisme. Makanan pun merupakan elemen budaya. Tidak hanya nilai
gizinya yang penting, tapi makanan juga disajikan dengan rasa, warna, dan
bentuk yang baik ( Soemarwoto 1991). Sementara itu adat dan tradisi terkait
pangan termasuk jumlah penyajiannya dalam sehari, waktu makan, makan
bersama, makanan tambahan (snack), dan adanya prioritas makanan tertentu
untuk anggota rumahtangga.Kebiasaan makan yang ada

pada masyarakat

dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Makanan tertentu
mungkin dikonsumsi oleh satu kelompok tetapi tidak pada kelompok lain. Andaya
perbedaan dalam hal kebiasaan makan ini dapat dihasilkan dari komponen

8

budaya yang ada di masyarakat ( Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada
masyarakat ini memiliki peran penting dalam pembentukan kebiasaan makan
individu dan rumahtangga.
Salah satu penyebab kebiasaan makan adalah kesukaan terhadap
makanan, seperti dijelaskan oleh sanjur (1982) yang menyatakan bahwa tingkat

kesukaan yang diperoleh seseorang dari pengalamannya dalam mencicipi
makanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat kesukaa. Ideologi
manusia atau sistem nilai mereka juga mempengaruhi apa yang telah mereka
alami dan apa yang mereka alami. Individu atau kelompok memiliki karakteristik
sosial budaya yang berpengaruh terhadap ideologi mereka mengenai makanan.
Tradisi yang terkait dengan kebiasaan makan merupakan manifestasi
tingkah laku berdasarkan budaya pada setiap suku atau wilayah. kebiasaan
makan juga mengadung arti simbolik dalam penyajian atau konsumsi pangan
pada upacara tertentu. Secara tradisional, kebiasaan makan mengandung
berbagai macam simbol yang benar-benar menyertai aktivitas makan mereka
sendiri. Setiap aspek yang berhubungan dengan makanan dari waktu ke waktu
pada setiap komunitas akan terus berkembang sesuai dengan perubahan di
masyarakat.
perkembangan

Di

indonesia
yang


tinggi.

beberapa
Namun

masyarakat
yang

lainnya

mempunyai

tingkat

mempunyai

tingkat

perkembangan yang rendah. Pada masyarakat dengan tingkat perkembangan
yang tinggi, kebiasaan makan mempunyai peran yang komplek dengan peralatan

makan yang lebih baik. Sebaliknya, pada masyarakat yang sederhana pola
makan dan peran cenderung lebih sederhana begitu pun dengan alat makan
mereka.
Kepercayaan, pantangan dan kesukaan serta ketidaksukaan terhadap
makanan tertentu merupakan salah satu elemen budaya yang berhubungan
langsung terhadap kebiasaan makan (Tan et al 1970). Makanan pantangan
ditemukan pada setiap suku atau budaya. Pada beberapa kasus, pantangan ini
terkait dengan fungsi fisiologis seperti makanan pantangan bagi wanita hamil, ibu
menyusui, dan balita. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi pangan dalam
keluarga.

9

Status Gizi Balita
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan
secara

efisien

akan tercapai

status gizi

optimal

yang

memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).
Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan
biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri,
serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama
pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling
sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran
secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan.
Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan
Jellife

1989).Gibson

(2005)

menyatakan

bahwapengukuran

antropometri

digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi
ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat
mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks
antropometriyang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),
berat badanmenurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur
(TB/U). Indeksantropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau
persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006
(Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat
inikarena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat
badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB
menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.
Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB
Indikator
Berat badan menurut umur
(BB/U)

Tinggi badan menurut umur
(TB/U)

Status gizi
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi

Keterangan
z-score +2
z-score < -3
-γ ≤ z-score < -2
-2 ≤ z-score ≤ +β
z-score > +2

10

Indikator
Berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB)

Status gizi
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk

Keterangan
z-score < -3
-γ ≤ z-score < -2
-β ≤ z-score ≤ +β
z-score > +2

Status Kesehatan
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka
kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan
sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak
balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi
status gizi (BPS 2011).
Pengukuran status kesehatan bisa dilakukan dengan dua jenis indikator,
yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo
1993). Morbiditas adalah jumlah kejadian suatu penyakit yang dirumuskan
sebagai jumlah anak yang sakit pada setiap 1000 populasi anak. Angka
kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab
kejadian kesakitan berhubungan dengan berbagai faktor lingkungan, yaitu
perumahan, air minum dan kebersihan, serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi
dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Beaglehole 1997). Angka
kesakitan sangat sensitif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak,
kondisi kesehatan lingkungan, status gizi, dan perkembangan ekonomi
(Subandriyo 1993).
Penyakit Infeksi
Penyakit

infeksi

merupakan

penyakit

yang

disebabkan

oleh

mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, cacing, dan sebagainya
(Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Proses terjadinya penyakit infeksi
dikarenakan adanya bibit penyakit (agent) yang masuk ke dalam tubuh manusia
yang rentan (host). Munculnya bibit penyakit bervariasi dengan waktu dan kondisi
lingkungan, semisal banyaknya ekskresi penderita penyakit pencernaan, kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup agent, tempat
masuk dan adanya reservoir lain dari agent. Mobilitas dan kontak interpersonal
dalam populasi dan lamanya imunitas terdahulu dengan agent yang sama atau
masih dalam satu keluarga, berpengaruh terhadap banyak sedikitnya jumlah
orang yang rentan terhadap suatu penyakit (Atmodjo & Rustiawan 1996).

11

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu jenis penyakit infeksi
akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bagian
bawah. Baik di negara berkembang maupun negara maju, penyakit ISPA masih
sangat populer terutama di kalangan anak-anak. Tidak sedikit dari pasien ISPA
anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena keparahan penyakitnya. Jika tidak
ditangani secara baik, maka penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa
bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan hingga dewasa (Rasmaliah
2004).
Menurut Sukarni 1989 dalam Fitriyani 2008, penyakit yang termasuk ISPA
meliputi pilek, tonsilitis, pharyngitis, otitis media, laryngitis, bronchitis, dan
pneumonia. ISPA masih dianggap sebagai masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian pada bayi dan balita yang cukup tinggi hingga
mencapai 20-30%. Sebagian besar kematian tersebut dikarenakan penyakit
pneumonia yang kebanyakan diderita bayi yang berumur kurang dari 2 bulan
(Rasmaliah 2004).Istilah ISPA sendiri sebenarnya mencakup tiga unsur yaitu :
a. Infeksi yatu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adenoksa saluran pernafasan (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura).
c. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari (Depkes 2004 dalam Fitiriyani 2008).
a. Pilek dan Influenza
Pilek adalah penyakit yang disebabkan disebabkan oleh adenovirus.
Gejala dari penyakit ini adalah hidung tersumbat, bersin, batuk, dan sakit
tenggorokan (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Pilek yang lebih berat
akan disertai dengan demam dan biasanya terdapat infeksi bakteri lain yang
menyebabkan lendir menjadi lebih kental dan suhu badan naik.
Influenza atau lebih dikenal dengan istilah flu merupakan salah satu
penyakit saluran pernafasan akut yang ditandai dengan demam dan disebabkan

12

oleh virus influensa tipe A dan tipe B. Pilek dan influenza cenderung memiliki
gejala yang sama, hanya jenis virus yang menyerang yang berbeda. Influenza
mudah menular terutama melalui bersin dan batuk. Influensa terjadi hampir
setiap tahun terutama pada saat cuaca dingin di daerah beriklim sedang.
b. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu jenis penyakit ISPA yang
sifatnya kronik dan disebabkan oleh virus Mycobacterium tuberculosis yang
menyerang paru-paru (Shulman et al 1994 dalam Fitriyani 2008). Gejala awal
yang biasa dirasakan penderita TB yaitu lesu, demam yang tidak terlalu tinggi,
berat badan tidak naik, berkeringat di malam hari, dan batuk-batuk. Jika pernyakit
bertambah berat, maka akan timbul gejala seperti penderita menjadi semakin
kurus, pucat, lemah, hingga batuk berdarah (Entjang 2000 dalam Fitriyani 2008).
Di Indonesia sendiri, kasus TB telah terjadi sebanyak 583 kasus dengan
kematian berjumlah 130 penderita tuberkulosis positif pada dahaknya. Hasil
survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa TB merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua golongan usia. Kebanyakan kasus TB terjadi
pada kelompok masyarakat yang berada di golongan sosial ekonomi rendah.
Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan oleh daya tahan tubuh, status gizi,
kebersihan diri individu, dan kepadatan tempat tinggal (Hiswani 2004).
c. Bronchitis
Bronchitis merupakan peradangan pada saluran masuknya udara (bronchi)
pada paru-paru. Gejala bronchitis meliputi batuk yang mengeluarkan mucus,
nafas yang pendek, dan sakit pada dada. Bronchitis dapat bersifat akut dan
kronis. Bronchitis akut disebabkan oleh virus parainfluenza (PIV) sedangkan
bronchitis kronis merupakan salah satu dari jenis Chronic Obstructive Pulmonay
Disease (COPD). Bronchitis kronik biasanya disebabkan oleh rokok, udara yang
kotor, dan debu (American Academy of Family Physcians 2006).
Infeksi Saluran Pencernaan
a. Diare
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang terjadi lebih sering dari
biasanya (tiga kali atau lebih dari sehari) dengan konsistensi lembek hingga
encer, bahkan dapat berupa air saja. Diare bisa disebabkan oleh kuman yang
ada pada kotoran manusia, kemudian ditularkan oleh lalat atau air yang tidak
bersih, tangan yang tidak bersih dan keracunan makanan. Tanda-tanda diare

13

diantaranya adalah buang air besar encer terus menerus (lebih dari tiga kali
sehari), kadang disertai muntah dan panas, nafsu makan berkurang dan merasa
selalu haus serta badan lesu dan lemas (Latifah et al. 2002).
Secara umum, diare ada dua jenis yaitu diare akut dan kronis. Diare
kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan
oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya oleh makanan tercemar atau
penyebab lainnya sedangkan diare akut adalah diare yang timbul secara tiba-tiba
dan berlangsung selama beberapa hari. Biasanya, diare akut lebih sering terjadi
pada bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar. Prevalensi diare di
negara berkembang cenderung lebih tinggi dikarenakan kontaminasi dari sumber
air yang tercemar dan defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan
tubuh (Suharyono dalam As’Ad β00β).
Diare

akut

dapat

menyebabkan

seseorang

menderita

dehidrasi

(kekurangan cairan). Dehidrasi ini bisa berupa dehidrasi ringan, sedang, hingga
berat dan dapat mengenai semua jenis usia, mulai dari bayi hingga lansia. Jika
dehidrasi ini terlambat ditanggulangi, maka akan menyebabkan komplikasi yang
lebih lanjut.

Pencegahan diare

sendiri dapat

dilakukan dengan mulai

membiasakan diri menggunakan air bersih dan sehat, baik untuk minum,
mencuci bahan makanan dan peralatan memasak, serta mencuci tangan setelah
buang air besar (Latifah et al. 2002).
b. Disentri
Disentri adalah salah satu jenis penyakit yang menyerang saluran cerna
yang biasanya disertai dengan kram perut dan adanya darah dalam tinja
(Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Disentri biasanya bersifat akut.
Berdasarkan penyebabnya, disentri dibedakan menjadi dua yaitu disentri
amoeba dan disentri basiller. Disentri amoeba disebabkan oleh Entamoeba
histolyca sedangkan disentri basiller disebabkan oleh infeksi bakteri golongan
Shigella (Hembing 2006). Perbedaan lain disentri amoeba dengan basiller yaitu
disentri amoeba biasanya disertai dengan dehidrasi sedangkan disentri basiller
tidak (Slamet 1996).
c. Gastritis
Gastritis merupakan iritasi, peradangan (infeksi) pada lambung. Gastritis
dapat bersifat akut dan kronik. Gejala gastritis antara lain mual, muntah, diare,
demam, kehilangan nafsu makan, keluarnya gas, dan rasa sakit pada lapisan
lambung. Gastritis disebabkan oleh infeksi bakteri/virus. Selain infeksi, gastritis

14

juga bisa terjadi karena kelebihan asam lambung akibat merokok, mengonsumsi
alkohol, kafein, makanan yang asam dan pedas, penggunaan aspirin, nonsteroid, dan anti peradangan serta akibat stres (Severance 2001 dalam Fitriyani
2008).
d. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu penyakit pada saluran pencernaan yang
menyerang hati. Gejala utama hepatitis yaitu demam yang akut, perasaan mual,
muntah, hati membengkak, dan sklera mata kekuningan (ikterus). Gejala
penyakit ini akan muncul setelah 1-2 bulan terjadinya infeksi dalam tubuh.
Penyakit ini dapat menyebar secara langsung melalui air, makanan yang
terkontaminasi, virus, dan melalui udara (Fitriyani 2008).
Penyakit Kulit
a. Cacar Air
Cacar air merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang menular.
Penularan ini bisa melalui batuk, bersin, ataupun sentuhan langsung dengan
cairan lepuh cacar air. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varisela zoster. Jika
cacar air terjadi pada anak-anak biasanya akan terjadi dalam waktu yang singkat,
sebaliknya jika terjadi saat dewasa umumnya akan mengalami gejala yang lebih
parah. Sekitar 75% dari masyarakat menderita infeksi cacar air sebelum usia 12
tahun (State Goverment of Victoria 2006).
Penderita cacar air biasanya akan mengalami masa inkubasi 10-12 hari,
kemudian aka

Dokumen yang terkait

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

1 50 101

Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014

4 89 208

Gambaran Status Gizi Balita dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara

8 103 89

Pola Makan Dan Status Gizi Balita Di Daerah Aliran Sungai (Das) Dan Daerah Trandas Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil

0 75 125

Gambaran Status Gizi Balita Pada Penderita Diare dan ISPA di Ruang Rawat Inap Bagian Anak RSU.H.Adam Malik Medan Periode Januari sampai Juni Tahun 2000

1 38 45

Gambaran Status Gizi dan Pola Penyakit Anak Balita di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Periode Januari Sampai Juni Tahun 2000

0 24 64

Pengaruh Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar

3 41 99

Ketahanan Pangan Keluarga Dan Status Gizi Anak Balita Di Kelurahan Sei Putih Timur Ii Kecamatan Medan Petisah Tahun 2004

0 26 88

Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011

5 41 77

Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

0 16 183