Farmer‟s field school of food diversity acceleration as media communication for food diversity (case of women‟s farmer group in Rural Central Java)

SEKOLAH LAPANG PERCEPATAN
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (SL-P2KP)
SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KERAGAMAN PANGAN
(Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)

MARIANA ONDIKELEUW

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sekolah Lapang
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi
Keragaman Pangan (Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Mariana Ondikeleuw
NIM I352100091

RINGKASAN
MARIANA ONDIKELEUW. Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan
(Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah). Dibimbing oleh
NURMALA K PANDJAITAN dan EKO SRI MULYANI.
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia yang paling
utama, karena itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Untuk
mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan
menjamin tersedianya pangan bagi tiap-tiap rumah tangga dapat memenuhi
kebutuhannya, merupakan sasaran utama dari pembangunan ketahanan pangan.
Pembangunan ketahanan pangan ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun
2002 tentang Ketahanan Pangan, secara spesifik mengatur bahwa pemerintah

menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
beragam, bergizi, berimbang, aman, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendekripsikan pola komunikasi dalam
pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman (2)
Menganalisis hubungan intensitas komunikasi dengan efektivitas komunikasi
dalam SL-P2KP (3) Menganalisis hubungan pengetahuan dan afeksi petani dalam
pelaksanaan SL-P2KP dengan perubahan perilaku penganekaragaman konsumsi
pangan.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan metode
survey dengan kuisioner. Responden berjumlah 60 anggota kelompok wanita tani
(KWT) yang mengikuti program SL-P2KP sejak tahun 2010 pada kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan (OPP) di Kecamatan Prambanan. Pemilihan
kelompok dilakukan secara sengaja (purposive), alasan pemilihannya karena
kedua desa ini adalah penerima kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP). Pengumpulan data dan pengamatan lapangan
dilaksanakan selama bulan Juli sampai dengan September 2012. Data yang
terkumpul meliputi data primer dan sekunder baik bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Pola komunikasi dilaksanakan

dalam SL-P2KP menggunakan model komunikasi terdiri dari: dua arah atau
interaksional; cara lebih banyak diskusi dan pertemuan kelompok; saluran
komunikasi menggunakan surat edaran dan alat peraga atau poster. Bahasa yang
digunakan bahasa campuran antara bahasa Jawa dan Indonesia; dan sumber utama
informasi adalah penyuluh dan petani yang berpengalaman. 2) Intensitas
komunikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Efektivitas komunikasi
(perubahan pengetahuan, afeksi dan perilaku) petani P2KP dalam SL-P2KP.
Dalam pelaksanaan program ini dapat dikatakan bahwa komunikasi bukan salah
satu aspek penentu perubahan perilaku tetapi juga perlu di lihat kondisi setempat
seperti fasilitas dan iklim ikut menentukan perilaku petani sehubungan dengan
kegiatan SL-P2KP. Kondisi fisik lahan setempat seperti keadaan tanah yang
gersang dan berdebu, ketersediaan bibit yang terbatas, dan kurang air. Kurang
intensifnya sosialisasi tentang adanya kegiatan ini turut menyebabkan kurang

berhasilnya program P2KP dan 3) Aspek pengetahuan dan afeksi tidak
berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku petani dalam SL-P2KP.
Masyarakat terbiasa makan nasi sebagai sumber pangan utama, sumber
karbohidrat lain seperti ubi jalar, singkong, jagung, talas, dan garut masih diolah
sebagai makanan camilan/ makanan selingan. Wanita tani yang tingkat
pengetahuan SL-P2KP rendah maupun tinggi ternyata hampir semuanya

berperilaku sesuai dengan apa yang disosialisasikan dalam P2KP. Hal ini
disebabkan petani sudah sering melakukan kegiatan penanaman tanaman di
pekarangan rumah yang sebenarnya sudah disosialisasikan pemerintah pada
kegiatan-kegiatan penyuluhan selama ini. Hal yang sama pada aspek afeksi.
Petani mendukung maupun tidak program ini, hampir semuanya berperilaku
sesuai.
Kata kunci: komunikasi, media, penganekaragaman pangan, masyarakat pedesaan

SUMMARY
MARIANA ONDIKELEUW. Farmer‟s Field School of Food Diversity
Acceleration as Media Communication For Food Diversity (Case of Women‟s
Farmer Group in Rural Central Java). Supervised by NURMALA K.
PANDJAITAN dan EKO SRI MULYANI
Having achieved the community food diversification program, the
government carried out the Acceleration Movement of food Consumption
Diversification (P2KP). This movement was promoted with SL-P2KP addressed
to woman farmers. Development of food security defined in Law No. 7 of 1996
on Food and Government Regulation (PP) No. 68 of 2002 on Food Security,
specifically requires that the government conduct regulation, guidance, control
and supervision of availability of adequate food, both in quantity and quality,

varied, nutritious, balanced, safe, and affordable by the community.
This study aimed : 1) To description the pattern of consumption in the
implementation of SL-P2KP, 2) To analyze the effectiveness of communication in
the implementation of SL-P2KP, 3) to analyze the relationship between the
intensity of farmers' communication in the implementation of SL-P2KP and the
behaviour of food consumption diversification.
Data collection used questionnaire survey with the 60 members of Woman
Farmers following SL-P2KP program since 2010 to optimize the utilization of
yard activities (OPP) on the Prambanan district. Group selection is done
intentionally (purposive), the reason for his election as the two villages are
receiving Food Consumption Acceleration activity (P2KP). Data collection and
field observations conducted during the months of July to September 2012. Data
analysis was performed using Chi Square test analysis.
The results showed that: 1) the communication pattern in the SL-P2KP was
communication that generally took place in interactional/two-way interaction in a
mixture of Javanese and Indonesian through form letters and posters. The main
source of information was the instructor and fellow members of woman farmers,
2) The effectiveness of communication about SL-P2KP was still low, although the
affective aspect was sufficient to support farmers. However, there was no changes
in the behavior of woman farmers in implementing and applying SL-P2KP. In the

implementation of this program can be said that communication is not one of the
key aspects of behavior change but also need to see the facilities and local
conditions such as climate in determining the behavior of farmers with respect to
the SL-P2KP activities. Physical conditions such as the state of the local land
barren and dusty soil, the limited availability of seeds and less water. Less
intensive socialization of this activity contributed to the lack of success of the
P2KP , and the main source of information is an experienced educator and farmer
and 3) there was no relationship between the communication intensity and
behavior change in SL-P2KP. aspects of knowledge and affection does not
significantly affect farmers' behavior change in the SL-P2KP. Society accustomed
to eating rice as a main food source, other sources of carbohydrates such as yams,
cassava, corn, taro, and arrowroot are still treated as a snack food. The level of
knowledge of women farmers SL-P2KP turns almost everything behaves
according to what socialized in P2KP. This farmers are often planting activities in

the yard of the house that is already socialized government on the activities during
this extension. Same thing on affective aspects. Farmers to support this program
or not, almost all of them behave accordingly. This was likely to be influenced by
the physical condition of infertile land and the availability of production facilities
like water, which the location was as far away from yards, and limited seed.

Keywords: SL-P2KP, communication
communities

media,

food

diversification,

rural

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


SEKOLAH LAPANG PERCEPATAN
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (SL-P2KP)
SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KERAGAMAN PANGAN
(Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)

MARIANA ONDIKELEUW

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS

Judul Tesis : Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan (Kasus
Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)
Nama
: Mariana Ondikeleuw
NIM
: I352100091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Nurmala K Pandjaitan, MS DEA
Ketua

Dr Ir Eko Sri Mulyani, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian:
29 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

Judu\ Tesis : Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan (Kasus

Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)
: Mariana Ondikeleuw
Nama
: 1352100091
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Nurmala K Pandjaitan, MS,DEA
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

Tanggal Ujian:
29 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

06 NOV 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 ialah
penganekaragaman
pangan, dengan judul “Sekolah Lapang Percepatan
Penganekagaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi
Keragaman Pangan (Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah).”
Terima kasih penulis ucapkan kepada: Dr. Nurmala K Panjaitan MS DEA dan
Dr Ir Eko Sri Mulyani MSi selaku pembimbing. Di samping itu penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Dr Ir Djuara P Lubis MS sebagai Ketua Program Studi Mayor
KMP beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan materi dan ilmunya selama
penulis melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Kepala Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Sleman beserta seluruh
stafnya, Bapak Sriyono dan Ibu Desi selaku PPL Desa Sumberharjo dan Bapak Suratal
dan Ibu Ika Selaku PPL Desa Madurejo yang telah membantu penulis selama
mengumpulkan data. Bapak kepala desa Sumberharjo dan kepala desa Madurejo yang
telah memberikan izin penulis melakukan penelitian ini. Kelompok Wanita Tani Mawar
desa Sumberharjo dan Kelompok Wanita Tani Perintis desa Madurejo yang telah
membantu penulis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama penelitian
berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua penulis
tercinta ayahanda Soleman. Ondikeleuw dan ibunda Martha. Ongge serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayang.
Seluruh rekan mahasiswa KMP 2010 usi Ine, Uki, Fikri, pa Wije (rekan
sebimbingan), bu Damay, bu Maya, bu Ratih, bu Dewi, pa Fauzi, pa Alim, pa Langlang dan pa Tetuko. Tidak terlupakan rekan sekerja Fani, Darsono dan bu. Tina.
Rekan-rekan Forum Pasca Papua yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala
dukungannya untuk terus maju serta seluruh pihak yang terkait penulis ucapkan
terimakasih
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Mariana Ondikeleuw

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pelaksanaan Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan
Komunikasi
Komunikasi Pembangunan
Pola Komunikasi
Intensitas Komunikasi
Efektivitas Komunikasi
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Adopsi Inovasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi
Kerangka Pikiran
Hipotesis
Definisi Operasional

5
5
11
13
14
22
23
25
26
28
30
31
32

3 METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Data dan Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

35
35
35
35
36
37

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan
Karakteristik Responden Penelitian
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Pola Komunikasi Anggota KWT Dalam Pelaksanaan SL-P2KP
Model Komunikasi
Bahasa yang digunakan dalam SL-P2KP
Sumber Komunikasi
Intensitas Komunikasi
Efektivitas Komunikasi

37
37
42
46
51
53
53
55
56
58
62

Hubungan antara Intensitas Komunikasi Dengan Efektivitas Komunikasi
Dalam SL-P2KP
65
Hubungan antara Pengetahuan Dan Afeksi Terhadap
Perubahan Perilaku
68
5 SIMPULAN DAN SARAN

71

DAFTAR PUSTAKA

72

LAMPIRAN

76

RIWAYAT HIDUP

94

DAFTAR TABEL
1 Nama kelompok wanita tani di Kecamatan Prambanan

36

2 Distribusi nama dan luas desa di wilayah Kecamatan Prambanan tahun
2010

39

3 Jumlah penduduk Kecamatan Prambanan yang bekerja menurut
kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010

39

4 Jumlah penduduk menurut pekerjaan utama di Kecamatan Prambanan
tahun 2010

40

5 Produksi dan rata-rata produksi tanaman pangan dan hortikultura di
Kecamatan Prambanan, 2008-2010

40

6 Luas lahan dan peruntukkannya di Kecamatan Prambanan tahun 2010

41

7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat umur

46

8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan

47

9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki

48

10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan yang
dimanfaatkan

49

11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status dan keterlibatan
dalam kelompok

50

12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan cara penyampaian
informasi dalam kegiatan SL-P2KP

53

13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan arah komunikasi yang
digunakan dalam kegiatan SL-P2KP

54

14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tanya jawab yang
digunakan dalam kegiatan SL-P2KP

54

15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan saluran komunikasi
dalam kegiatan SL-P2KP

55

16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bahasa yang digunakan
dalam kegiatan SL-P2KP

56

17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber informasi dalam
kegiatan SL-P2KP

56

18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kehadiran penyuluh
dalam kegiatan SL-P2KP

58

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peran penyuluh lapangan
dalam kegiatan SL-P2KP

59

20 Intensitas pembicaraan tentang SL-P2KP yang dilakukan petani dan
penyuluh didalam pertemuan

59

21 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas pembicaran yang
dilakukan antar sesama anggota tentang kegiatan SL-P2KP

60

22 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas pembicaran yang
dilakukan dengan penyuluh tentang kegiatan SL-P2KP di luar
pertemuan

60

23 Frekuensi pertemuan penyuluh dengan petani dan penyuluh didalam
pertemuan

60

24 Frekuensi pertemuan penyuluh dengan petani dan penyuluh di luar
pertemuan

61

25 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas komunikasi dalam
pelaksanaan SL-P2KP

61

26 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat pengetahuan pada
kegiatan SL-P2KP

62

27 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat afeksi pada kegiatan
SL-P2KP

63

28 Jumlah dan persentase petani
kegiatan SL-P2KP

64

berdasarkan tingkat perilaku pada

29 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat perilaku pemanfaatan
sumber karbohidrat selain beras

64

30 Jumlah persentase petani menurut intensitas komunikasi dan tingkat
pengetahuan dalam pelaksanaan SL-P2KP

65

31 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan tingkat pengetahuan
petani pada pelaksanaan SL-P2KP

66

32 Jumlah persentase petani menurut intensitas komunikasi dan tingkat
afeksi dalam pelaksanaan SL-P2KP

66

33 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan tingkat afeksi petani
pada pelaksanaan SL-P2KP

67

34 Jumlah persentase petani
menurut intensitas komunikasi dan
perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP

68

35 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan perubahan perilaku
petani pada pelaksanaan SL-P2KP

68

36 Jumlah persentase petani menurut tingkat pengetahuan
perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP

69

37 Hubungan antara tingkat pengetahuan
petani pada pelaksanaan SL-P2KP

terhadap

dengan perubahan perilaku

38 Jumlah persentase petani menurut tingkat afeksi terhadap perubahan
perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP

69
70

39 Hubungan antara tingkat afeksi dengan perubahan perilaku petani pada
pelaksanaan SL-P2KP
70

DAFTAR GAMBAR

1 Model komunikasi interaksional

18

2 Kerangka berpikir hubungan antar peubah dalam penelitian

31

3 Foto-foto kegiatan

93

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian

76

2 Daftar kuisioner penelitian petani

77

3 Uji hubungan antar peubah

85

4 Struktur Organisasi dua KWT di Kecamatan Prambanan

91

5 Riwayat Hidup

94

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat, selain itu pangan merupakan
komoditi dagang yang sangat berperan dalam kehidupan ekonomi. Sasaran utama
dari pembangunan ketahanan pangan adalah mewujudkan ketersediaan pangan
yang cukup bagi seluruh penduduk dan menjamin tersedianya pangan bagi tiaptiap rumah tangga dapat memenuhi kebutuhannya. Pembangunan ketahanan
pangan ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan
Pangan, yang secara spesifik mengatur bahwa pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, bergizi, berimbang,
aman, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Di sisi lain masyarakat
berperan dalam menyelenggarakan produksi, penyediaan, perdagangan dan
distribusi sekaligus sebagai konsumen.
Pemenuhan kebutuhan pangan tidak hanya membahas produksi saja tetapi
juga dalam ketersediaan maupun konsumsi yang seringkali menimbulkan
persoalan. Pertambahan jumlah penduduk, dampak perubahan iklim global,
peningkatan pendapatan perkapita finansial masyarakat, dan perubahan pola
konsumsi masyarakat menuntut penyediaan dan keragaman pangan yang
meningkat pula. Selain itu, konsumsi terhadap bahan pangan lainnya seperti pada
kelompok umbi-umbian, pangan hewani, sayur dan buah belum memenuhi
komposisi ideal yang dianjurkan (Pedum P2KP, 2012). Hal ini berarti bahwa
diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk mendukung pemantapan
swasembada pangan.
Upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan,
mengingat permintaan terhadap beras makin meningkat seiring dengan
perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, dampak
perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin)
sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan
pokok (umbi-umbian) menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya
pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat
setempat. Rachman dan Ariani (2008) menunjukkan bahwa sejak tahun 2005
mayoritas masyarakat Indonesia di kota atau desa, kaya atau miskin memiliki satu
pola makan pokok yaitu beras dan mie. Konsumsi pangan masyarakat masih
belum beragam dan seimbang, dan peranan pangan import seperti terigu, susu,
kedele meningkat, sementara konsumsi pangan lokal seperti sagu, jagung dan
umbi-umbian cenderung menurun. Konsumsi pangan sumber protein, vitamin dan
mineral berupa pangan hewani, sayuran dan buah masih rendah.
Dalam mewujudkan diversifikasi/penganekaragaman pangan Pemerintah
melalui Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian Republik Indonesia
mengupayakan suatu percepatan pencapaian diversifikasi konsumsi pangan yakni
melaksanakan gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
mulai tahun 2010. Tujuan kegiatan P2KP yaitu (1) meningkatkan kesadaran dalam

2
mewujudkan pola konsumsi pangan yang bergizi, berimbang, sehat dan aman
(B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras; (2)
Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan
gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil
sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; dan
(3) Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan sumber
karbohidrat selain beras dan terigu. Gerakan ini disosialisasikan melalui Sekolah
Lapang-P2KP.
Sekolah Lapang-P2KP ditujukan bagi kelompok wanita tani, karena
merupakan bagian integral dari masyarakat yang mempunyai peran yang sangat
penting dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga. Kegiatan
pemberdayaan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) bertujuan untuk
mengembangkan pola pikir ibu rumahtangga tentang komposisi menu makanan ke
arah beragam, bergizi seimbang dan aman melalui pemanfaatan pekarangan dan
pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat (Pedum P2KP, 2012). Hal
ini sesuai dengan peran strategis perempuan dalam rumah tangga untuk
menentukan menu makanan, mengolah bahan makanan dan menyediakan makan
dalam keluarga. Melalui gerakan tersebut diharapkan pola pembangunan
ketahanan pangan bertumpu pada kelompok wanita tani secara langsung dan
menjadi aktor utama bukan sebagai penonton, dengan demikian masyarakat dapat
berperan secara aktif dalam setiap proses pembangunan di pedesaan.
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) telah
dilaksanakan sejak tahun 2010 di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman
melalui sekolah lapang-P2KP yang diikuti oleh anggota kelompok tani yang
tergabung dalam dua KWT yakni Kelompok Wanita Tani Mawar dan Perintis.
Kelompok wanita tani terbentuk sejak tahun 2005 belum mendapat bantuan
sehingga dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan.
Pelaksanaan SL-P2KP dilaksanakan sesuai kesepakatan masing-masing kelompok.
Jadwal mengenai materi yang akan dilakukan dibuat oleh petugas lapang
(penyuluh) dan pengurus KWT dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok.
Waktu atau jam pelaksanaan disesuaikan dengan kegiatan ibu-ibu dengan kisaran
waktu antara jam 10.00 pagi dan jam 13.00 (jam 1 siang). Kelompok Mawar
pelaksanaan SL-P2KP hari Selasa jam 10.00 sampai jam 12.00 (dua jam),
kelompok Perintis hari Rabu jam 13.00 sampai jam 15.00 sore hari.
Permasalahan yang dihadapi di lapangan adalah dari kelompok penerima
kegiatan SL-P2KP, secara keseluruhan belum menunjukkan adanya
perkembangan yang signifikan sesuai dengan tujuan dari program P2KP. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa hal di antaranya minimnya sosialisasi yang
dilakukan, petani kurang mengetahui tentang tujuan dan manfaat P2KP, lahan
pekarangan sebagian belum tampak tanaman sehingga berpengaruh pada perilaku
mereka. Diduga bila petani mengetahui dan memahami tentang program P2KP
dengan baik, sosialisasi terlaksana, akan mempengaruhi efektivitas komunikasi
dalam program P2KP dalam sekolah lapang. Dengan pelaksanaan SL-P2KP
diharapkan untuk mengembangkan pola pikir ibu rumah tangga/wanita tentang
komposisi menu makanan ke arah beragam, bergizi seimbang dan aman melalui
pemanfaatan pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber
karbohidrat non beras dan terigu.

3
Sekolah Lapang adalah sistem Pendidikan dan Latihan (Diklat) untuk
mengubah sasaran diklat dari sikap “ketergantungan” (dependent) ke arah
“kemandirian” (independent) dan sikap saling “ketergantungan” (interdependent)
dalam kelompok, dari sikap kerja berdasarkan kebiasaan/pengertian ke arah kerja
rasional; dari sekedar biasa bekerja atau terampil ke arah bekerja secara
profesional (Pedum, 2012). Pelaksanaan Sekolah Lapang-P2KP memerlukan
partisipasi seluruh masyarakat. Partisipasi merupakan manifestasi dari perilaku
seseorang atau sekelompok masyarakat dalam mewujudkan perannya sesuai
harapan masyarakat yang melakukan tindakan sosial untuk mencapai tujuan
tertentu (Supandi, 2008). Partisipasi dalam hal mengemukakan pendapat, dan
berinteraksi dengan sesama anggota merupakan harapan, yang ingin dicapai
dalam kegiatan SL-P2KP. Keikutsertaan masyarakat yang dibarengi dengan
intensitas komunikasi yang tinggi dalam kegiatan SL-P2KP dapat menumbuhkan
rasa memiliki, sehingga program tersebut dapat berkelanjutan.
Keberhasilan SL-P2KP bergantung pada sinergis kerjasama antar anggota
kelompok wanita tani, penyuluh pendamping dan Pemerintah Daerah serta
berperan aktif dalam pertemuan kelompok dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Partisipasi itu dipengaruhi oleh pola komunikasi dan intensitas komunikasi yang
terjadi antar anggota kelompok, dan antar anggota kelompok dengan petugas
lapang/penyuluh pendamping, yang akan membantu kelancaran proses sosialisasi
maupun dalam pelaksanaan kegiatan program SL-P2KP di lapangan.
Pola komunikasi merupakan proses komunikasi yang terjadi meliputi model
komunikasi yang digunakan, cara menyampaikan informasi dan saluran yang
digunakan. Dalam kegiatan SL-P2KP diharapkan anggota kelompok wanita tani
dapat menjadi lebih aktif dalam menyampaikan pendapat atau menyampaikan
pertanyaan terkait dengan kegiatan yang diberikan dan dengan mudah melakukan
komunikasi secara aktif dengan petugas lapang. Intensitas komunikasi adalah
frekuensi pembicaraan antara petani dan penyuluh, petani dengan sesama anggota
baik di dalam maupun di luar pertemuan, frekuensi pertemuan diantara petani dan
penyuluh, petani dan sesama anggota baik di dalam maupun di luar pertemuan
SL-P2KP. Kemajuan pelaksanaan kegiatan SL-P2KP sangat dipengaruhi oleh
tersedianya informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, pelaksanaan program SLP2KP sangat memerlukan adanya dukungan komunikasi yang efektif. Keefektivan
komunikasi mampu menggambarkan kemampuan untuk mencapai sasaran-sasaran
dan tujuan akhir melalui intensitas komunikasi yaitu perubahan perilaku.
Efektivitas komunikasi ditandai dengan serangkain perubahan yang terjadi
pada diri khalayak komunikasi penerima informasi dan perubahan perilaku
(behavioral) yang terdiri dari perubahan kognitif, afektif, dan konatif. Dukungan
melalui komunikasi dapat mengubah segala ketidakpedulian masyarakat terhadap
kepentingan dan komitmen, ketidakacuhan akan pengetahuan, dan mengubah
sikap mental atau kebiasaan yang sebelumnya menentang perubahan pengetahuan,
afeksi dan tindakan/perilaku. Menurut Berlo (1960), agar terjadi komunikasi yang
efektif, komponen-komponen komunikasi perlu diperhatikan, mulai dari
komunikator, pesan, saluran, dan komunikan sebagai sasaran komunikasi. DeVito
(1997) menyebutkan bahwa komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas
satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Efek tersebut adalah
dampak intelektual (pengetahuan), dampak perubahan sikap (afeksi) dan dampak
perubahan tindakan (psikomotorik)

4
Komunikasi timbal balik (dua arah) yang intens antara pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan sekolah lapang-P2KP dengan anggota kelompok wanita
tani sangat diperlukan agar apa yang diinginkan baik oleh Balai Penyuluhan,
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Petugas Penyuluh Lapang (PPL)
maupun anggota kelompok wanita tani dalam pelaksanaan SL-P2KP dapat
tercapai. Dengan komunikasi efektif yang dilakukan peran penyuluh pendamping
lapang diharapkan dapat menghilangkan berbagai hambatan, terutama dalam hal
tukar-menukar informasi maupun berbagai ketimpangan dalam pelaksanaan SLP2KP. Oleh karena itu, sejauh mana intensitas komunikasi dalam pelaksanaan SLP2KP perlu dikaji. Demikian pula dengan proses keberlanjutan dari penerapan
pangan lokal tentu tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi komunikasi dalam SL-P2KP perlu di teliti lebih dalam lagi.

Perumusan Masalah
Komunikasi merupakan salah satu esensi keberlangsungan hidup manusia.
Dengan komunikasi, manusia dapat belajar dan mengembangkan kemampuan
serta potensi yang ada pada dirinya. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini
selalu berusaha melakukan sesuatu yang baik untuk hidupnya, manusia cenderung
melaksanakan semua aktivitas komunikasi yang berkaitan dengan hidupnya
sepanjang itu menguntungkan dirinya. Proses pelaksanaan program SL-P2KP
merupakan suatu proses komunikasi partisipatif. Melalui tahapan yang
dilaksanakan, diharapkan kelompok wanita tani sebagai sasaran akhir terlibat
secara langsung dapat mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Kelompok wanita tani
(KWT) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman selalu melakukan aktivitas
komunikasi sehari-hari yang berkaitan dengan pelaksanaan SL-P2KP. Aktivitas
komunikasi tersebut tidak terlepas dari karakteristik individu sebagai peserta
sekolah Lapang-P2KP dan faktor lingkungan sosial budaya yang mempengaruhi
perubahan perilaku masyarakat.
Penelitian Murtadha (2009) menyebutkan bahwa dalam aktivitas
komunikasi dapat terjadi melalui dialog interaktif, pertemuan rapat rutin,
mengadakan pengumpulan massa, dan mengundang wartawan dari masingmasing media. Mefalopulos dan Kamlongera 2004 menyatakan dalam komunikasi
pembangunan terjadi pergeseran dari pendekatan komunikasi linier (modernisasi)
mengarah pada pendekatan partisipatori. Di dalam pendekatan komunikasi
partisipatori pemahaman terhadap pesan dibangun melalui proses komunikasi dua
arah dan dialogis dengan prinsip penghargaan dan kesetaraan. Slamet (2003)
menyimpulkan bahwa masyarakat dapat dikatakan berdaya jika memiliki
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan. Oleh karena itu, dapat
dirumuskan permasalahan yang menarik untuk diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana pola komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan
Prambanan?
2. Bagaimana hubungan intensitas komunikasi antara penyuluh dengan petani
maupun antara petani dengan petani peserta SL-P2KP dengan efektivitas
komunikasi P2KP di Kecamatan Prambanan?

5
3.

Bagaimana hubungan antara pengetahuan dan afeksi tentang P2KP dengan
perubahan perilaku peserta SL-P2KP dalam kegiatan SL-P2KP di Kecamatan
Prambanan?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Mendeskripsikan pola komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP di
Kecamatan Prambanan.
Menganalisis hubungan intensitas komunikasi dengan efektivitas komunikasi
dalam SL-P2KP di Kecamatan Prambanan.
Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan afeksi petani dengan
perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini
diharapkan dapat berguna untuk :
1. Secara akademis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah Kabupaten Sleman
khususnya
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan dalam upaya
menentukan kebijakan dalam program kerjanya yang berhubungan dengan
efektivitas komunikasi khususnya pada kegiatan Gerakan SL-P2KP.
3. Menjadi referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
efektivitas komunikasi khususnya kegiatan SL-P2KP.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pelaksanaan Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (SL-P2KP)
Dalam mewujudkan diversifikasi pangan dengan sasaran peningkatan
konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman, pemerintah telah
mencanangkan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
Berbasis Sumber Daya Lokal, utamanya di pedukuhan (kampung) dan pedesaan di
hampir seluruh Indonesia. Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal diselenggarakan oleh Kementan
pada tahun 2010. P2KP merupakan program partisipatif Kementan, yang
dilaksanakan dalam kegiatan pemberdayaan kelompok wanita melalui
optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal serta
pengembangan usaha rumah tangga pangan lokal berbasis tepung-tepungan.
Pelaksanaan kegiatan P2KP dibiayai melalui APBN tahun anggaran 2010 dengan

6
mekanisme dana bantuan sosial (Bansos) yang langsung disetor ke rekening KWT.
P2KP diimplementasikan di 5700 desa di 33 Provinsi. Untuk mencapai hasil yang
maksimal dalam pelaksanaan P2KP, kelompok wanita tani (KWT) didampingi
oleh tenaga Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan Tenaga Harian Lepas (THL)
Sasaran kegiatan pemberdayaan kelompok wanita adalah kelompok wnita
yang telah memiliki kelembagaan yang aktif dengan pendekatan pemilihan
berdasarkan dasa wisma atau tempat tinggal berdekatan dengan jumlah anggota
minimal 10 rumah tangga. Tujuan dari program P2KP adalah; (1) Meningkatkan
partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan keluarga melalui
optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat,
vitamin, mineral dan protein untuk konsumsi keluarga; (2) Meningkatkan
pemanfaatan pangan khas daerah dan produk olahannya sebagai sumber
karbohidrat selain beras dan terigu, dan: (3) Meningkatkan kesadaran, motivasi,
partisipasi dan aktivitas masyarakat dalam mewujudkan penganekaragaman
konsumsi pangan. Gerakan ini disosialisasikan melalui Sekolah Lapang-P2KP.
Sekolah Lapang-P2KP adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka penganekaragaman
konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal.
Pola penyelenggaraan SL-P2KP berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi
kelompok wanita, sekaligus sebagai media tukar informasi dan pengalaman
lapangan serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. SL-P2KP dapat
dilakukan ditempat yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam melaksanakan
pembelajaran kelompok di bimbing oleh penyuluh. PPL mempunyai peran
sebagai: 1) Pemandu yang paham terhadap materi, permasalahan dan kebutuhan
yang ada di lapangan; 2) Dinamisator proses SL-P2KP sehingga menimbulkan
ketertarikan dan lebih menghidupkan dalam budidaya dan dapat membangun
kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan dalam rangka percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan; dan 3) Konsultan bagi anggota kelompok
SL-P2KP untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya setelah
kegiatan kelompok (Petunjuk Pelaksanaan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) Provinsi DIY) .
Sekolah lapangan
Pengembangan sumberdaya manusia merupakan bagian kegiatan
pembangunan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian. Pengembangan
sumberdaya manusia dilaksanakan terutama melalui pendidikan dan pelatihan.
Upaya-upaya pengembangan dan penyempurnaan pendidikan dan pelatihan di
lingkungan Departemen Pertanian terus menerus dilakukan baik dari segi sistem,
pola metode maupun model diklat. Salah satu model diklat yang dianggap efektif
dalam rangka mempercepat alih teknologi kepada petani-nelayan adalah apa yang
dinamakan Sekolah Lapangan (SL). Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model
pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan untuk
mempercepat proses kompetisi sasaran, di mana proses berlatih melatih
dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil mengerjakan dan belajar untuk
menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan berasas kemitraan antara
pelatih dan peserta (Pedum, 2012). Menurut Zamzaini (2007), SLPHT adalah

7
pertemuan petani setiap seminggu sekali untuk belajar mengenai pertanian dan
permasalahannya serta mencari jalan pemecahannya.
Tujuan dari penyelenggaraan SL-P2KP adalah; (a) membudayakan
pemanfaatan pekarangan dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan
dikalangan masyarakat, (b) mempercepat penerapan pengetahuan tentang
penganekaragaman konsumsi pangan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran dalam mengelola pekarangan, (c) meningkatkan motivasi dan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan penganekaragaman konsumsi
pangan melalui pemanfaatan pangan. Adapun sasaran kegiatan adalah: (a)
meningkatnya partisipai kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan
keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman melalui pemanfaatan
pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein
untuk konsumsi keluarga, (b) meningkatnya pemanfaatan pangan khas daerah dan
produk olahannya sebagai sumber karbohidrat selain beras dan terigu, (c)
meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dan anak usia dini
dalam penganekaragaman konsumsi pangan dan (d) berkembangnya Rumah
Pangan Lestari pada kawasan P2KP berbasis sumber daya lokal. Selain sasaran
kegiatan juga diperlukan sasaran pendampingan bagi peserta sekolah lapang.
Sasaran pendampingan adalah 40 kelompok wanita dan 40 orang pemandu
lapangan (Desa P2KP 2012), 30 kelompok wanita dan 30 pemandu (Desa P2KP
2011), dan 20 kelompok dan 20 pemandu (Desa P2KP APBN Penghematan 2011)
yang merupakan mata rantai dari sistem pemanfaatan teknologi yang saling
ketergantungan, saling mendukung dan saling menguatkan. Kelompok sasaran
optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang memiliki
kelembagaan aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan dasa wisma dengan
jumlah anggota minimal 10 orang atau lebih.
Pendekatan inilah yang dilakukan dalam kegiatan SL-P2KP merupakan
tugas bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Sesuai
dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi
masyarakat dalam hal ini kelompok perempuan tani peserta kegiatan SL-P2KP
harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program.
Partisipasi pemerintah, masyarakat, swasta, organisasi non-pemerintah/LSM,
organisasi profesi maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung
pelaksanaan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan.
Pola Konsumsi Pangan pada Masyarakat
Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi
ataudimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi pangan adalah kebiasaan atau gaya hidup (Bulu,
2010). Dalam mengkonsumsi makanan, aspek yang diperhatikan tidak hanya
masalah kuantitas tetapi juga aspek kualitas pangan. Selama ini untuk mengukur
kualitas pangan yang sekaligus juga keragaman/diversifikasi konsumsi pangan
dilakukan dengan memperhatikan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Kualitas
konsumsi pangan dianggap baik dan terdiversifikasi sempurna apabila skor PPH
mencapai 100 dan dapat dikatakan semakin tinggi skor, diversifikikasi konsumsi
pangan semakin baik.

8
Konsumsi beras menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun ke
tahun walaupun dengan laju yang kecil. Walaupun menurun, namun tingkat
konsumsi beras masih tinggi yaitu 280,06 gram/kapita/hari atau 100,82
kg/kapita/tahun. Pangsa energi dari beras saja mencapai 51,7 persen dari total
konsumsi energi, padahal dalam konsep PPH, pangsa energi dari kelompok padipadian seharusnya hanya 50 persen. Oleh karena itu, konsumsi beras harus
diturunkan, apalagi dengan tantangan kedepan untuk memproduksi beras. Ratarata konsumsi beras dunia hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan
Thailand masing-masing juga hanya 80 kg dan 90 kg/kapita/tahun
Menurut Ariani (2010) dengan menggunakan data SUSENAS berbagai
tahun menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan pokok di Indonesia dari pola
yang beragam pangan pokok ke arah pola tunggal dan ke arah beras. Selanjutnya
dikatakan masyarakat yang semula mempunyai pola jagung seperti di Provinsi
Nusa Tenggara Timur serta sagu di Papua dan Maluku juga sudah ke arah beras.
Dalam direktori Badan ketahanan Pangan (2009) terlihat bahwa rumahtangga
yang tingkat pendapatannya di atas Rp.100 ribu/kapita/bulan, pola konsumsi
pangan pokoknya sudah pola beras plus terigu (termasuk turunannya seperti mi
instan). Sebaliknya pada kelompok pendapatan di bawah Rp 100 ribu/kapita/bulan,
masih ditemukan pola pangan pokok yang menggunakan pangan lokal seperti
jagung, ubikayu dan sagu.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa pola konsumsi masyarakat
Indonesia masih perlu ditingkatkan keragamannya baik mencakup pangan pokok
maupun untuk jenis pangan lainnya. Diversifikasi pangan juga menjadi salah satu
pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Apalagi bila mengacu pada
konsep gizi bahwa tidak ada satu jenis panganpun yang lengkap zat gizinya sesuai
dengan kebutuhan manusia untuk hidup sehat.
Prinsip, Ciri dan Azas Sekolah Lapangan
Prinsip sekolah Lapangan adalah proses berlatih berdasarkan
agroekosistem dan sosial sistem, pengembangan kemampuan usahatani produktif,
komersial berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, pengembangan sumberdaya
petani-nelayan dan petugasnya sebagai subyek dan ahli. Sekolah Lapangan
diperuntukkan bagi kelompok wanita, sekaligus sebagai media tukar informasi,
dan pengalaman lapangan dan pembinaan manajemen kelompok serta sebagai
percontohan bagi kawasan lainnya. Di sekolah lapang seperti seorang murid
dengan guru, dimana kaum perempuan sebagai murid/penerima materi pelajaran
dan sebagai guru adalah PPL dan THL. Antara murid dan guru tidak ada
perbedaan, yang diutamakan kebersamaan, masing-masing dapat menerima dan
berinteraksi dalam memberi pengetahuan.
Melalui SL-P2KP diharapkan dapat terjadi percepatan alih teknologi dari
pendamping kepada peserta untuk membudayakan pemanfaatan pekarangan dari
yang tidak biasa di manfaatkan menjadi suatu kebiasaan; mempercepat
peningkatan pengetahuan dan kesadaran dalam mengelola pekarangan dan
meningkatkan motivasi dan partisipasi peserta dalam pengembangan
penganekaragaman konsumsi pangan melalui pemanfaatan pekarangan. Kemudian
berlangsung penyebarserapan secara alamiah dari alumni SL-P2KP kepada
keluarga dan petani di sekitarnya.

9

Mekanisme Pelaksanaan Materi SL-P2KP
Menurut Lestari dkk (2001) materi adalah isi atau topik pengajaran yang
bermanfaat bagi pembelajar. Materi tersebut harus: a) sesuai dengan kebutuhan
pembelajar; b) dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c) tersusun dengan
baik, logis dan jelas; d) konsisten dengan tujuan keseluruhan; e) menantang,
menyenangkan dan penting bagi pembelajar.
Jenis materi yang disampaikan dalam pertemuan atau sosialisasi
optimalisasi pemanfaatan pekarangan kepada kelompok wanita dilakukan minimal
tiga kali dengan materi difokuskan pada pengelolaan budidaya tanaman pangan
sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, pengelolaan pasca panen,
pengolahan bahan pangan, penyusunan menu dan penyajian yang beragam,
bergizi, berimbang dan aman berbasis pangan lokal bagi keluarga.
Penyampaian materi pertemuan berisikan : Pengenalan tentang kegiatan
SL-P2KP; Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga;
konsep pekarangan terpadu (5 fungsi pekarangan); Sosialisasi Pengembangan
Pekarangan Kelompok; Menyusun menu beragam, bergizi, berimbang dan aman
bagi keluarga; Pengenalan URT (ukuran rumah tangga) bahan pangan; Fungsi
makanan bagi tubuh (Triguna makanan); Penanganan Pasca Panen tanaman;
Aneka olahan dan kreasi hasil tanaman pekarangan; Keamanan pangan segar;
Membuat olahan pangan (makanan selingan); Teknik memncuci dan memasak
makanan yang benar; Manajemen bisnis pangan lokal dan Pola hidup sehat. Tidak
kalah penting mengevaluasi pelaksanaan SL-P2KP baik dari segi materi maupun
proses pelaksanaannya. Demikian pula perlu di evaluasi apa saja yang menjadi
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Materi dalam kurikulum dapat disesuaikan
dengan kebutuhan setempat. Persiapan dilakukan ditingkat desa/kecamatan dan
ditingkat kelompok tani.
Pemantauan merupakan unsur yang penting dalam suatu kegiatan.Pemantauan
dilakukan secara kontinu dalam jangka waktu tertentu, terhadap perkembangan setiap
pelaksanaan kegiatan P2KP oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa. Hal–hal
yang akan dipantau adalah kelengkapan administrasi, penggunaan dana, dokumen
operasional berupa juklak, juknis, persiapan dan pelaksanaan kegiatan di kelompok
wanita tani. Hal-hal penting yang perlu dilaporkan dalam pemantauan, perlu
dianalisis lebih lanjut, sebagai bahan/informasi untuk evaluasi dan tindakan perbaikan
pelaksanaan P2KP.
Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota, provinsi,
pusat, secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun. Evaluasi dimaksudkan
untukmengetahui sejauhmana peran dan tanggungjawab kelembagaan yang
menangani P2KP, dan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan.
Prosedur penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) dilaksanakan dengan
mekanisme swakelola dari kuasa pengguna anggaran (KPA) Satker Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY/ Badan Pelaksana Penyuluhan
dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sleman dan ditransfer ke rekening kelompok,
dengan langkah-langkah pencairan sebagai berikut:
1. Kelompok wanita menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan anggaran (RKKA),
yang di damping oleh penyuluh pendamping P2KP desa.

10
2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/
Bank Pos atau bank lain yang terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) di provinsi/kabupaten;
3. Kelompok wsnita mengusulkan RKKA kepada PPK provinsi/kabupaten setelah
diverifikasi oleh penyuluh pendamping desa dan di setujui oleh aparat kabupaten;
4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerjasama dengan
Ketua Kelompok Wanita, di lengkapi dengan berita acara;
5. PPK mengajukan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), KPA mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) diajukan kepada Pejabat
penandatanganan SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran:
a) Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi
DIY/Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten
Sleman tentang Penetapan Kelompok Sasaran.
b) Rekapitulasi RKKA, dengan mencantumkan:
1) Nama kelompok
2) Nama ketua kelompok
3) Nama anggota kelompok
4) Nomor rekening a.n kelompok
5) Nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;
c) Surat perjanjian kerjasama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat
tentang pemanfaatan dana
d) Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh
PPK Provinsi/Kabupaten yang bersangkutan.
6. Berdasarkan SPP-LS, Pejabat penandatanganan SPM/penguji SPP Satker dan
Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat
Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS
kepada KPPN setempat;
7. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana
bansos ke rekening kelompok wanita;
8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana bansos di rekening bank
dengan diketahui oleh PPK/aparat kabupaten.
Pelaksanaan SL-P2KP terdiri dari beberapa tahap diantaranya tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi, pengendalian dan
pengawasan, serta pelaporan. Untuk persiapan SL-P2KP Proses pemilihan desa
P2KP dilakukan berdasarkan identifikasi Calon Penerima dan Calon Lokasi
(CP/CL) yaitu : a) Memiliki kelompok yang sudah eksis dan b) Memiliki
pekarangan baik kelompok maupun anggota. Memilih dan menetapkan penyuluh
pendamping P2KP desa yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA).
Beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
penganekaragaman konsumsi pangan antara lain: Indikator Keluaran
(output)meliputi; (1) Meningkatnya jumlah kelompok wanita dalam penyediaan
sumber pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman; (2)
Meningkatnya jumlah kelompok usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal; (3)
Meningkatnya motivasi, partisipasi dan aktivitas masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan. Sedangkan Indikator Hasil (outcome)nya adalah; (1)

11
Meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2011 dari tahun
sebelumnya; dan Menurunnya konsumsi beras 1,5 persen pertahun.

Komunikasi
Berdasarkan asal katanya, Gunter Kieslich (Mardikanto 2010) menyatakan
bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang berarti partisipasi
atau memberitahukan. Sementara dalam bahasa Inggris, komunikasi disamakan
dengan communis yang berarti sama atau berusaha untuk mencapai kesamaan
makna. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses penyampaian informasi
atau ide-ide antar sesama warga masyarakat. Dalam proses tersebut tidak hanya
terjadi penyampaian informasi tetapi sekaligus pertukaran informasi, pengetahuan,
ide-ide dan perasaan. Komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu atau lebih penerima dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers,2003). Dengan demikian,
komunikasi dapat diartikan sebagai upaya menyampaikan sesuatu (informasi)
kepada masyarakat, agar dapat diketahui dan menjadi milik bersama.
Menurut Laswell (Effendy,2001) memberikan definisi k