Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian Pangan Organik dan Proses Market Education

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RESISTENSI PEMBELIAN PANGAN ORGANIK DAN
PROSES MARKET EDUCATION

FETY NURLIA MUZAYANAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian Pangan Organik dan Proses Market
Education adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Fety Nurlia Muzayanah
NIM H24090005

ABSTRAK
FETY NURLIA MUZAYANAH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Resistensi Pembelian Pangan Organik dan Proses Market Education. Dibimbing
oleh ARIF IMAM SUROSO dan MUKHAMAD NAJIB.
Pangsa pasar pangan organik di Indonesia baru mencapai 0.5-2 persen dari
keseluruhan produk pertanian. Terdapat beberapa kendala pemasaran pangan
organik di Indonesia seperti consumer confidence dan terbatasnya informasi
mengenai produk organik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan
gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir terhadap minat beli pangan
organik, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi pembelian
pangan organik, dan mengidentifikasi proses market education. Penelitian ini
dilakukan di IPB Dramaga dan melibatkan 150 responden. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Hasil analisis menunjukkan tidak ada

hubungan antara gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir terhadap minat
beli pangan organik. Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM)
menunjukkan faktor yang menyebabkan resistensi pembelian pangan organik
adalah sikap negatif terhadap pangan organik, ketidakterjangkauan produk pangan
organik dan kurangnya awareness terhadap pangan organik, sedangkan norma
subjektif tidak berpengaruh signifikan terhadap minat beli. Proses market
education yang dapat dilakukan adalah edukasi mengenai manfaat kesehatan
pangan organik, sertifikasi organik dan nilai ekonomi.
Kata kunci: market education, pangan organik, perilaku konsumen, SEM

ABSTRACT
FETY NURLIA MUZAYANAH. Factors Influencing Purchase Resistance on
Organic Foods and Market Education Process. Supervised by ARIF IMAM
SUROSO and MUKHAMAD NAJIB.
Indonesian market share at organic food only 0.5-2 percent from all
agricultural products. There are problems in organic food marketing in Indonesia
such as consumer confidence and limited information about organics food. This
research aimed to analyze correlation of gender, occupation, age and education in
intention to purchase organic foods, identify factors influencing purchase
resistance of organic foods, and the market education process. This research was

carried out at IPB Dramaga and involved 150 respondents. Data was collected
using questionnaire survey. The result showed that gender, job, age and education
not correlate with purchase intention of organic foods. Result from Structural
Equation Modeling (SEM) showed that factors caused purchase resistance was
negative attitude toward organic foods, unaffordability of organic foods, and lack
of awareness in organic foods but subjective norm don’t have significant
correlation with purchase intention. Market education process that can do is
educated about health benefits of organic food, organics certification and
economics value.
Keywords: consumer behavior, market education, organic foods, SEM

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RESISTENSI PEMBELIAN PANGAN ORGANIK DAN
PROSES MARKET EDUCATION

FETY NURLIA MUZAYANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian
Pangan Organik dan Proses Market Education
Nama
: Fety Nurlia Muzayanah
NIM
: H24090005

Disetujui oleh

Dr Ir Arif Imam Suroso, MSc, CS
Pembimbing I


Dr Mukhamad Najib, STP, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M Munandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah perilaku konsumen pangan organik, dengan judul
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian Pangan
Organik dan Proses Market Education.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Arif Imam Suroso, MSc
CS dan Bapak Dr Mukhamad Najib, STP, MM selaku pembimbing, Bapak Dr
Eko Rudi Cahyadi, S Hut, MM selaku penguji dalam sidang penulis serta dosendosen dan staf Departemen Manajemen FEM. Di samping itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga dan teman-teman Manajemen 46, IMT, Al-Barokah, dan
SES-C atas segala doa dan dukunganya.
Penulis pun menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Fety Nurlia Muzayanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3


Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

METODE

8

Kerangka Pemikiran

8


Hipotesis

9

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Metode Pengumpulan Data

11

Metode Penarikan Sampel

11

Metode Pengolahan dan Analisis Data

11


HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Gambaran Umum Pangan Organik

13

Karakteristik Responden

14

Hubungan Gender, Pekerjaan, Usia dan Pendidikan Terakhir terhadap Minat
Beli
16
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian Pangan Organik

16

Proses Market Education


22

Implikasi Manajerial

24

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Perbedaan kandungan nutrisi sayuran organik dan konvensional
Ringkasan kajian penelitian terdahulu
Karakteristik responden
Hasil uji crosstab gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir
terhadap minat beli
Goodness of fit model
Pengaruh antar variable laten
Pengaruh variabel teramati terhadap variabel laten
Alasan utama konsumen tidak memiliki minat beli terhadap pangan
organik
Lembaga sertifikasi organik
Sumber informasi konsumen tentang pangan organik

1
7
14
16
17
18
18
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011
Theory of planned behavior (Ajzen 1991)
Kerangka pemikiran penelitian
Model struktural
Diagram lintas model pembentukan minat beli (t-value)
Diagram lintas model pembentukan perilaku konsumsi (standardized
solution)

2
4
9
10
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuesioner penelitian
Hasil perhitungan uji validitas
Hasil perhitungan uji reliabilitas
Hasil uji crosstab
Output pemodelan Lisrel 8.30

29
32
33
34
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki abad 21, tren gaya hidup sehat di kalangan masyarakat dunia
semakin meningkat. Masyarakat semakin menyadari adanya efek negatif pada
kesehatan maupun lingkungan dari penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk
ataupun pestisida dalam produksi pertanian. Akibatnya terjadi perubahan
konsumsi pangan dari konvensional menjadi pangan organik. Berdasarkan data
dari Organic Monitor, ukuran pasar organik dunia meningkat dari US$ 15.2
milyar pada tahun 1999 menjadi US$ 59.1 milyar pada tahun 2010 (Willer 2012).
Pangan organik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pangan
konvensional. Pangan organik lebih sehat karena aman dari bahaya kimia serta
memiliki kandungan gizi dan komponen bioaktif lebih beragam, bahkan untuk
beberapa produk lebih tinggi kandungannya. Dari segi organoleptik, pangan
organik lebih baik terutama dalam rasa. Pangan organik dihasilkan dari sistem
pertanian yang sangat bersahabat dengan lingkungan (sangat memperhatikan
ecological, economical, sociological sustainability), (Sulaeman 2007).
Sebagian besar kandungan nutrisi pangan organik lebih tinggi dari pangan
konvensional. Perbandingan kandungan nutrisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan kandungan nutrisi sayuran organik dan konvensional
Sayuran
Selada
Bayam
Wortel
Kentang
Kubis

Vitamin C
+17
+52
-6
+22
+43

Nutrisi
Zat Besi
+17
+25
+12
+21
+41

Magnesium
+29
-13
+69
+5
+40

Fosfor
+14
+14
+13
0
+22

Sumber: Worthington (2001)
Tanda plus dan minus pada Tabel 1 menunjukkan sayuran konvensional
sebagai dasar perbandingan. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, kandungan
vitamin C dan zat besi pada selada organik 17% lebih banyak dari selada
konvensional. Sehingga apabila kandungan vitamin C dan zat besi selada
konvensional 100% maka selada organik organik sebesar 117%.
Pangan organik memiliki nilai tambah dari segi kesehatan dan keramahan
lingkungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi salah satu penyebab harga pangan
organik lebih tinggi dari pangan konvensional. Perbedaan karakteristik demografi
seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap kesehatan dan lingkungan,
termasuk mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam pemilihan makanan
yang dikonsumsinya. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan adanya peran
karakteristik demografi (gender, usia, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal,
tingkat pendapatan, etnis) dalam komitmen pembelian produk sehat ramah
lingkungan (Junaedi 2008, Jiuan et al. 2001, Li 1997).
Bisnis pangan organik juga semakin berkembang di Indonesia.
Perkembangan ini ditandai dengan terjadinya peningkatan dalam hal: jumlah
petani organik, supermarket dan restoran yang menjual produk organik, serta

2
ekspor produk organik. Kopi, spices dan herbs diekspor ke Eropa; sayuran ke
Singapura; dan beras ke Jepang, Malaysia, US, Singapura dan Belanda
(Noorjannah 2012). Luas lahan organik Indonesia juga mengalami peningkatan
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
300,000
250,000
208,535

200,000

214,985

238,872

150,000

225,063
ha

100,000
50,000

40,970

2007

2008

2009

2010

2011

Gambar 1 Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011
(AOI 2011)
Pada tahun 2007, luas area pertanian organik Indonesia sebesar 40 970 ha.
Luas area pertanian organik Indonesia terus mengalami peningkatan hingga
mencapai 225 063 ha pada tahun 2011. Meskipun terjadi sedikit penurunan dari
tahun 2010 ke tahun 2011, namun secara keseluruhan luas area pertanian organik
Indonesia masih mengalami peningkatan.
Dukungan pemerintah terhadap pertanian organik dilakukan dengan adanya
pencanangan program “Go Organic 2010" oleh Kementerian Pertanian pada tahun
2001. Visi program ini adalah menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen
pangan organik terbesar di dunia. Pemerintah juga telah menyusun Standar
Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik SNI 01-6729-2002 yang telah direvisi
menjadi SNI 6729-2010. Dalam SNI 6729-2010 ini diatur mengenai tanaman dan
produk tanaman, produk ternak dan hasil peternakan, peternakan lebah,
penanganan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pengemasan.
Sayangnya, sampai tahun 2010 pangsa pasar pangan organik di Indonesia yang
terpenuhi baru mencapai 0.5-2 persen dari keseluruhan produk pertanian (Sentana
2010).
Salah satu kendala dalam pemasaran pangan organik di Indonesia adalah
consumer confidence. Untuk itu upaya yang perlu dilakukan antara lain:
1) Customer education: bahwa “sertifikasi pangan organik bukan sertifikasi
produk tapi sertifikasi proses” dan 2) Customer trust: adanya penjaminan mutu
dan sertifikasi (Noorjannah 2012). Kendala lainnya adalah terbatasnya informasi
mengenai produk organik. Diperlukan promosi terpadu, untuk memberikan
awareness kepada masyarakat dan sekaligus memperluas pasar bagi produk
organik. Hal ini bertujuan untuk memperkecil jarak akibat adanya hambatan
informasi dan pengetahuan mengenai produk organik. Survei mengenai perilaku
konsumen diperlukan untuk mengetahui penyebab resistensi konsumen dalam
membeli pangan organik. Hasil dari survei ini dapat menjadi masukan dalam
menentukan strategi market education yang tepat.

3
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana hubungan gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir
terhadap minat beli pangan organik?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resistensi pembelian pangan
organik?
3. Bagaimana proses market education yang sesuai untuk mengubah sikap
pembelian konsumen?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan,
maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis hubungan gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir
terhadap minat beli pangan organik.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi pembelian
pangan organik.
3. Mengidentifikasi proses market education yang sesuai untuk mengubah sikap
pembelian konsumen.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya:
1. Bagi produsen dan retail, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan untuk menentukan strategi pemasaran pangan organik.
2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam membuat kebijakan pengembangkan sistem pangan organik Indonesia.
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan
dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Konsumen dalam penelitian ini dibatasi pada konsumen yang resisten
terhadap pembelian pangan organik dan merupakan civitas akademik Institut
Pertanian Bogor. Responden penelitian terdiri dari dosen, staf kependidikan, dan
mahasiswa Program Sarjana IPB. Hubungan karakteristik demografi dan minat
beli hanya dilihat dari gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir. Ruang
lingkup penelitian adalah perilaku resistensi konsumen terhadap pembelian
pangan organik dan market education.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Konsumen
Engel et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan ini. Sedangkan, Sumarwan (2011) menyimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang
mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas
atau kegiatan mengevaluasi. Terdapat tiga peubah yang mempengaruhi perilaku
konsumen, diantaranya pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual
dan proses psikologis. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis (Kotler dan Amstrong 2008).

Theory of Planned Behavior Model (TPB)
TPB adalah model sikap yang dikembangkan dari model sikap TRA
(Theory of Reasoned Action). Model ini dikembangkan oleh Ajzen pada tahun
1985. Model ini juga dikembangkan dari model atribut Fishbein. TPB adalah
model sikap yang memperkirakan minat atau niat konsumen untuk melakukan
suatu perilaku atau tindakan. Model TPB menjelaskan bahwa faktor utama yang
mempengaruhi perilaku seseorang adalah niatnya atau kecenderungannya untuk
melakukan tindakan tersebut. Menutut Ajzen (1991) dalam Sumarwan (2011),
TPB menyatakan bahwa perilaku manusia terlebih dahulu dipengaruhi oleh minat
(behavior intentions). Minat akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sikap
terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms),
dan kontrol perilaku sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Attitude toward
behavior
Subjective norms

Intention

Perilaku

Perceived
behavior control

Gambar 2 Theory of planned behavior (Ajzen 1991)
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan suatu teori yang
menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. TPB
menyatakan bahwa perilaku manusia terlebih dahulu dipengaruhi oleh minat
(behavior intentions). Minat akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama (Ajzen
1991), yaitu:

5
1. Sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior)
Sikap terhadap perilaku mengacu pada sejauh mana seseorang mengevaluasi
atau menilai perilaku tersebut (Ajzen 1991). Sikap terhadap perilaku
didefinisikan sebagai derajat dimana sikap dinilai secara positif atau negatif.
Sikap tergantung pada harapan dan kepercayaan seseorang terhadap akibat
dari hasil sebuah perilaku. Pangan organik dirasa lebih sehat, alami, bergizi,
dan berkelanjutan dibandingkan dengan pangan konvensional. Dengan
demikian, kepercayaan terhadap pangan organik akan berpengaruh positif
terhadap sikap konsumen dalam pembelian pangan organik (Chen 2007).
Setiadi (2008) menyatakan bahwa kepercayaan sikap, evaluasi merek, dan niat
untuk membeli merupakan tiga komponen sikap. Ia juga menjelaskan
hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut dimana kepercayaan dan
persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap. Komponen afektif berupa
perasaan yang berhubungan dengan objek, dan konatif yang berkaitan dengan
tindakan yang berupa keinginan untuk membeli (minat beli).
Dalam penelitian Voon et al. (2011) dihasilkan kesimpulan bahwa attitude
toward behavior secara signifikan berpengaruh positif terhadap willingness to
pay (WTP) yang berpengaruh postif terhadap pembelian aktual. Voon et al.
(2011) juga menyimpulkan bahwa perhatian terhadap kesehatan dan
lingkungan bersama dengan kepercayaan klaim organik dan atribut kesukaan
produk organik membentuk sikap konsumen Malaysia terhadap pangan
organik. Beberapa penelitian sebelumnya menghubungkan konsumsi pangan
organik dengan sikap perilaku seperti kesadaran terhadap kesehatan,
lingkungan, atribut etis, kepercayaan terhadap klaim organik, dan atribut
produk seperti rasa, tekstur, kesegaran (Honkanen et al. 2006, Thogersen 2006,
Hughner et al. 2007, Pearson et al. 2010).
Pangan organik secara umum mengandung lebih banyak gizi dan lebih aman
daripada pangan konvensional, kesadaran terhadap kesehatan individu akan
lebih meningkatkan sikap positif terhadap atribut kesehatan pangan organik
(Michaelidou dan Hassan 2008). Isu-isu etika memiliki pengaruh yang kuat
pada sikap terhadap pangan organik. Semakin banyak orang yang perhatian
pada isu tersebut, semakin besar sikap positif terhadap pangan organik yang
memiliki hubungan signifikan dengan intensi untuk mengkonsumsi pangan
organik (Honkanen et al. 2006).
2. Norma subjektif (subjective norms)
Norma subjektif adalah faktor sosial yang mengacu pada tekanan sosial untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku (Ajzen 1991). Jika konsumen
percaya bahwa orang yang penting bagi mereka berfikir pangan organik baik
maka mereka akan tertarik untuk membeli pangan organik, begitu pula
sebaliknya (Chen 2007). Voon et al. (2011) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa norma subjektif secara signifikan berpengaruh positif
terhadap willingness to pay (WTP).
3. Kontrol perilaku (perceived behavioral control)
Kontrol perilaku yaitu bagaimana konsumen memiliki persepsi terhadap
pengendalian perilaku yang mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan
melakukan perilaku dan diasumsikan untuk menggambarkan pengalaman
masa lalu serta mengatasi hambatannya (Ajzen 1991). Keterjangkauan
merupakan bagian dari kontrol perilaku. Keterjangkauan merupakan perhatian

6
terhadap kemampuan untuk menanggung biaya tanpa kerugian serius dalam
kapasitas tindakan. Dengan demikian, keterjangkauan dibentuk dari biaya dan
kemudahan (Voon et al. 2011). Kemudahan merupakan motif penting dalam
pembuatan keputusan pembelian pangan organik. Jika konsumen merasa lebih
mudah dalam kontrol perilaku pembelian pangan organik, maka minat untuk
membeli pangan organik lebih tinggi (Chen 2007).
4. Minat beli
Intensi merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif seseorang yang
akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu (Trisnawati 2011). Minat beli
dibentuk dari tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku.
Kepentingan relatif dari ketiga variabel ini dalam memprediksi niat
diperkirakan akan bervariasi tergantung pada produk dan situasi. Dalam
beberapa aplikasi mungkin akan ditemukan bahwa hanya sikap yang memiliki
dampak signifikan terhadap minat, sedangkan pada produk dan situasi lainnya
ditemukan bahwa sikap dan kontrol perilaku yang dirasakan cukup untuk
menjelaskan niat, atau ketiga prediktor memberikan kontribusi independen
(Ajzen 1991).
Awareness
Awareness adalah suatu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu
untuk selalu waspada terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Awareness
dan pengetahuan menjadi faktor krusial dalam merubah sikap dan perilaku
konsumen terhadap pangan organik (Kumar dan Ali 2011). Perlu dilakukan
tindakan penginformasian mengenai pangan organik untuk membentuk awareness
yang tidak mencapai kepuasan konsumsi konsumen secara berkelanjutan terhadap
pangan organik (Ahmad 2010).

Market Education
Edukasi pasar berasal dari bahasa Inggris yaitu market education. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, edukasi berarti pendidikan. Sedangkan pendidikan
berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pegajaran dan pelatihan; proses,
cara, perbuatan mendidik (KBBI 2007). Pasar dalam bidang pemasaran diartikan
sebagai kumpulan semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa
(Kotler dan Armstrong 2008). Dari definisi secara harfiah di atas dapat
disimpulkan bahwa edukasi pasar adalah proses pengubahan sikap dan perilaku
semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Penelitian Terdahulu
Ringkasan mengenai kajian penelitian terdahulu yang relevan dapat dilihat
pada Tabel 2.

7
Tabel 2 Ringkasan kajian penelitian terdahulu
No
1

Pengarang (Tahun
Penelitian)
Chen (2007)

dan

Alat Analisis

Hasil Penelitian

Moderated
regression analysis
(MRA)

Hasil penelitian Chen konsisten dengan
Ajzen (1991) Theory of Planned Behavior
(TPB) yang menunjukkan bahwa intensi
pembelian pangan organik ditentukan oleh
sikap konsumen terhadap pembelian pangan
organik, norma subjektif, persepsi kontrol
perilaku, dan persepsi kesulitan. Penelitian ini
menganjurkan bahwa terdapat dua hubungan
karakteristik personal, neophobia makanan
dan keterlibatan makanan sebagai efek
penggerak adanya hubungan antara motif
pemilihan makanan dan sikap konsumen
terhadap pangan organik. Tetapi hanya
keterlibatan makanan yang mendorong
adanya hubungan antara intensi pembelian
pangan organik dan antiseden dengan TPB
kecuali norma subjektif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
peran dari kesadaran kesehatan, perhatian
terhadap keamanan pangan, dan identitas etik
pribadi dalam memprediksi sikap dan intensi
pembelian dalam konteks produksi organik.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa
keamanan pangan merupakan prediktor
terpenting dari sikap sedangkan kesadaran
terhadap kesehatan menjadi motif yang
paling tidak berpengaruh. Identitas etik
pribadi ditemukan dapat memprediksi sikap
dan intensi pembelian pangan organik. Isu-isu
etik mempengaruhi sikap konsumen dalam
pemilihan konsumsi
Penelitian ini menemukan bahwa faktor yang
mempengaruhi
respoden
untuk
mengkonsumsi produk organik adalah
persepsi keamanan dan baik untuk kesehatan,
berkualitas tinggi, dan berkontribusi dalam
perlindungan
lingkungan.
Sedangkan
penyebab utama orang tidak mengkonsumsi
produk organik
adalah harga (43%),
kesulitan dalam membeli karena ketersediaan
produk (37%) dan beberapa responden tidak
mengetahui tentang produk organik (30%).
Konsumen tetap ingin membeli produk
organik hanya jika harganya lebih besar 25%
dari produk konvensional.
Penelitian ini mengenai survei sikap
konsumen
terhadap
hambatan
dalam
mengkonsumsi pangan organik dengan studi
kasus pada Kota Gorgan, Provinsi Golestan,
Iran. Hasil analisis faktor menunjukkan
bahwa terdapat empat faktor yaitu hambatan
institusional, hambatan kualitas makanan,
hambatan budaya, dan hambatan ekonomi.

2

Michaelidou
Hassan (2008)

3

Dardak et al. (2009)

ANOVA,
korelasi,
faktor

4

Sadati et al. (2010)

Principal
component analysis

Structural
Equation Modeling
(SEM)

analisis
analisis

8
Lanjutan Tabel 2
No
Pengarang (Tahun
Penelitian)
5
Maya et al. (2011)

Alat Analisis

Hasil Penelitian

confirmatory factor
analysis
(CFA),
Structural
Equation Modeling
(SEM)

Penelitian ini menggunakan Theory of
Planned Behavior (TPB) untuk memeriksa
bagaimana konsumen-konsumen di Eropa
menggunakan sikap, norma subjektif, dan
kontrol perilaku untuk membentuk intensi
pembelian mereka terhadap produk organik.
Hasil penelitian ini menjunjukkan bahwa
norma subjektif merupakan faktor utama
yang mendasari perlaku konsumen.
Penelitian ini bertujuan menginvestigasi
faktor-faktor dari willingness to purchase
(WTP) makanan organik konsumen di
Malaysia
dengan
menggunakan
surveyikuesioner. Sikap, norma subjektif, dan
keterjangkauan (kontrol sikap) dimodelkan
berpengaruh
terhadap
intention
atau
willingness to pay (WTP). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa sikap dan norma
subjektif secara signifikan berpengaruh
positif
terhadap
WTP.
Sedangkan
keterjangkauan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap WTP.
Penelitian Listiarini (2012) menunjukkan
bahwa intensi dalam mengkonsumsi pangan
organik dipengaruhi oleh sikap dan kontrol
perilaku konsumen, sedangkan norma
subjektif tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap intensi pembelian. Dari ketiga
dimensi Theory of Planned Behavior, kontrol
perilaku memberikan pengaruh terbesar
terhadap intensi dan perilaku konsumen
pangan organik.

6

Voon et al. (2011)

Structural
Equation Modeling
(SEM)

7

Listiarini (2012)

Structural
Equation Modeling
(SEM)

METODE
Kerangka Pemikiran
Saat ini gerakan gaya hidup sehat “Back to Nature” telah menjadi tren yang
berkembang di kalangan masyarakat. Masyarakat semakin menyadari pentingnya
hidup sehat yang berpengaruh pada pola konsumsi makanan masyarakat.
Masyarakat menginginkan suatu makanan yang sehat dan alami, bebas dari zat
kimia, pupuk maupun pestisida kimia. Hal ini mendorong semakin
berkembangnya produk pangan organik di dunia termasuk di Indonesia.
Pemasaran pangan organik masih mengalami beberapa kendala, sehingga
konsumsi pangan organik masih terbatas pada kalangan tertentu. Sebagian
masyarakat masih resisten terhadap konsumsi pangan organik. Produk organik
masih memerlukan pemasaran yang lebih luas mengingat potensi pasarnya yang
masih cukup besar. Karakteristik seseorang akan mempengaruhi perilakunya
dalam pembelian dan konsumsi suatu produk. Penelitian ini akan melihat perilaku

9
konsumen berdasarkan karakteristik individu (gender, pekerjaan, usia, dan
pendidikan terakhir) terhadap minat beli pangan organik, serta mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab resistensi konsumen terhadap pembelian pangan organik
agar dapat direkomendasikan alternatif market education yang sesuai. Skema dari
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Pemasaran Pangan Organik

Kendala-kendala pemasaran

Peluang pasar pangan organik

Kurangnya informasi dan pengetahuan
masyarakat terhadap pangan organik

Meningkatnya pola hidup sehat
masyarakat

Analisis perilaku konsumen terhadap
pangan organik
Gender

Pekerjaan

Usia

Pendidikan terakhir

Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi
pembelian pangan organik
Alternatif
market education

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian
Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis dan model yang digunakan dikembangakan
dari Theory of Planned Behavior (TPB) oleh Ajzen (1991). Teori ini menjelaskan
bahwa intensi atau niat seseorang akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu
sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Selajutnya, sikap
terhadap perilaku dalam penelitian ini derefleksikan oleh empat variable teramati
yaitu perhatian terhadap kesehatan, lingkungan, kepercayaan terhadap klaim
organik, dan persepsi terhadap atribut (Honkanen et al. 2006, Thogersen 2006,
Hughner et al. 2007, Pearson et al. 2010, Voon et al. 2011). Kontrol perilaku
diartikan sebagai keterjangkauan dari produk dan direfleksikan oleh persepsi
biaya dan kemudahan (Voon et al. 2011). Selain itu, diajukan juga hipotesis untuk
mengetahui apakah awareness seseorang terhadap suatu produk akan berpengaruh
terhadap minat beli produk tersebut. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Perhatian terhadap kesehatan, lingkungan, kepercayaan pada klaim
organik dan persepsi terhadap atribut secara bersamaan membentuk sikap
terhadap pangan organik.

10
H1a : Perhatian terhadap kesehatan, lingkungan, kepercayaan pada klaim
organik dan persepsi terhadap atribut secara bersamaan tidak membentuk
sikap terhadap pangan organik.
H2 : Sikap positif terhadap pangan organik berpengaruh positif terhadap minat
beli pangan organik.
H2a : Sikap positif terhadap pangan organik berpengaruh negatif terhadap minat
beli pangan organik.
H3 : Norma subjektif akan berpengaruh positif terhadap minat beli pangan
organik.
H3a : Norma subjektif akan berpengaruh negatif terhadap minat beli pangan
organik.
H4 : Biaya dan kemudahan membentuk persepsi positif keterjangkauan dari
pangan organik.
H4a : Biaya dan kemudahan membentuk persepsi negatif keterjangkauan dari
pangan organik.
H5 : Kemudahan keterjangkauan berpengaruh positif terhadap minat beli
pangan organik.
H5a : Kemudahan keterjangkauan berpengaruh negatif terhadap minat beli
pangan organik.
H6 : Awareness berpengaruh positif terhadap minat beli pangan organik.
H6a : Awareness berpengaruh negatif terhadap minat beli pangan organik
Hipotesis-hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat digambarkan
dalam sebuah model struktural yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Kesehatan

Lingkungan

Sikap

Kepercayaan
Atribut

Aware

Awarenesss
Norma

Norma

Minat
Beli

Minat Beli

Biaya
Keterjangkauan
Kemudahan
Gambar 4 Model struktural

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa IPB

11
merupakan institusi pendidikan yang berfokus pada pertanian dengan asumsi
civitas IPB pada umumnya memiliki pengetahuan dasar mengenai pangan
organik. Selain itu, kalangan akademik merupakan salah satu opinion leader yang
memiliki pengaruh dalam masyarakat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
Maret hingga Juni 2013.

Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Untuk pengumpulan data primer, dilakukan metode survei melalui
kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari dan menelaah berbagai literatur dan penelitian terdahulu baik berupa
buku, artikel, jurnal, maupun internet yang berhubungan dengan penelitian.

Metode Penarikan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non probability sampling dengan cara purposive sampling. Hair dkk dalam
Waluyo (2011) menyarankan agar ukuran sampel minimum yang digunakan
dalam SEM adalah sebanyak 5-10 kali jumlah parameter yang akan diestimasi.
Sejumlah 150 responden digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Direktorat SDM dan Direktorat Administrasi dan Pendidikan IPB
jumlah dosen sebanyak 1 182 orang, staf kependidikan sebanyak 1 537 orang, dan
mahasiswa sebanyak 14 957 orang. Karena keterbatasan waktu, maka ditentukan
responden sebanyak 30 orang dosen, 40 orang staf kependidikan, dan 80 orang
mahasiswa S1 IPB dengan pertimbangan jumlah mahasiswa yang lebih banyak
dari dosen dan staf kependidikan serta jumlah staf kependidikan yang relatif lebih
banyak dari jumlah dosen. Pemilihan responden difokuskan pada konsumen yang
mengetahui tentang pangan organik tetapi tidak membeli pangan organik selama
tiga bulan terakhir.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur
apa yang ingin diukur (Umar, 2005). Uji validitas merupakan ukuran yang
menunjukan tingkat kesahihan suatu alat ukur atau instrumen (kuesioner). Uji
validitas dapat diketahui dengan cara menghitung korelasi (r) antara data pada
masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus teknik korelasi
Product Moment Pearson sebagai berikut :
r

n ∑

)- ∑

√ n ∑ 2- ∑ )

2

n∑

∑ )
2

- ∑

2

Keterangan :
r = Koefisien validitas yang dicari
n = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan X
Y = Skor masing-masing pertanyaan Y

12
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur
seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang
konsisten (Umar, 2005). Uji reabilitas data kuesioner dilakukan dengan
menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan rumus sebagai berikut :
k

r

( -

k-

∑ 2b
2
t

)

Keterangan :
= reliabilitas instrumen
= banyak butir pertanyaan
= jumlah varians total

= jumlah varians butir
2

∑ )2
∑ 2

n

n

Keterangan :
= varians (ragam)
n
= jumlah sampel
X
= nilai skor
Analisis Deskriptif
Menurut Nazir (2005), analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik konsumen yang tidak melakukan pembelian pangan
organik. Tabulasi silang pada analisis deskriptif dilakukan pada saat menganalisis
adanya hubungan antara karakteristik responden (gender, pekerjaan, usia, dan
pendidikan terakhir) terhadap minat beli konsumen terhadap pangan organik
dengan menggunakan Chi-square test. Pada penelitian ini, usia konsumen
dikategorikan berdasarkan Sumarwan (2011) yaitu 16-18 tahun (Remaja lanjut),
19-24 tahun (Dewasa awal), 25-35 tahun (Dewasa lanjut), 36-50 tahun (Separuh
baya), 51-65 tahun (Tua), dan > 65 tahun (Lanjut usia). Analisis deskriptif juga
digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana proses market education pada
pangan organik.
Structural Equation Modeling (SEM)
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap resistensi pembelian
pangan organik menggunakan alat analisis Structural Equation Model (SEM)
dengan software LISREL 8.30 for Windows. Terdapat tujuh langkah dalam
pemodelan SEM (Waluyo 2011), yaitu:
1. Pengembangan model berbasis teori. Dalam pengembangan model teoritis,
dilakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang intens
guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.

13
2. Pengembangan diagram alur (path diagram). Model teoritis digambarkan
dalam sebuah diagram alur untuk mempermudah melihat hubungan kausalitas
yang akan diuji.
3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan. Diagram alur dikonversi ke dalam
rangkaian persamaan yang terdiri dari:
a. Persamaan struktural (structural equation), persamaan ini menyatakan
hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.
b. Persamaan model pengukuran (measurement model), dalam membuat
persamaan model pengukuran hanya melibatkan indikator dari pengukuran
konstruk.
4. Memilih matriks input dan teknik estimasi. SEM menggunakan matriks
varian/kovarian sebagai input data untuk estimasi yang dilakukan. Ukuran
sampel juga memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil.
5. Menilai problem identifikasi. Problem identifikasi dapat muncul melalui
gejala-gejala berikut:
a. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangan besar.
b. Program tidak mampu menghasilkan matriks informasi yang seharusnya
disajikan.
c. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians eror yang negatif.
d. Muncul korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat
(misalnya > 0,9)
6. Evaluasi model. Ketepatan model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai
kriteria goodness of fit.
7. Interpretasi dan modifikasi model. Apabila pada standardized residual
covariances matrix terdapat nilai diluar ring -2,58 ≤ residual ≤ 2,58 dan
probabilitas (P) < 0,05 maka model yan diestimasi perlu dilakukan modifikasi
lebih lanjut dengan berpedoman pada indeks modifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pangan Organik
Berdasarkan SNI 6729-2010, pangan organik merupakan pangan yang
berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek
pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai
produktivitas yang berkelanjutan, dan melakukan pengendalian gulma, hama, dan
penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak,
seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman
serta penggunaan bahan hayati. Budidaya ternak dipenuhi melalui kombinasi
antara penyediaan pakan yang ditumbuhkan secara organik yang berkualitas baik,
pengaturan kepadatan populasi ternak, sistem budaya ternak yang sesuai dengan
tuntutan kebiasaan hidupnya, serta cara pengelolaa ternak yang baik yang dapat
mengurangi stress dan berupaya mendorong kesejahteraan serta kesehatan ternak,
mencegah penyakit dan menghindari penggunaan obat hewan kelompok sediaan
farmasetika jenis kemoterapetika (termasuk antibiotika).

14
Pangan organik memiliki beberapa ciri khusus yaitu: 1) Ramah lingkungan,
dimana pangan organik dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah,
terbentuknya keseimbangan musuh alami, keseimbangan ekosistem dan pertanian
berkelanjutan, 2) Lebih kaya nutrisi, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
sayuran yang ditanam secara organik mengandung kalsium jauh lebih banyak dari
penanaman secara non organik. Selain itu tomat dan sayuran organik mempunyai
kandungan vitamin A 25% hingga 50% lebih tinggi dibandingkan dengan produk
konvensional (Noorjannah 2012).
Untuk menjamin berkembangnya sistem jaminan mutu pangan organik di
Indonesia, pemerintah membentuk Otoritas Kompetensi Pangan Organik (OKPO)
di lingkup Departemen Pertanian. Produk organik lebih menekankan klaim
terhadap proses daripada klaim terhadap produk, sehingga diperlukan
kelembagaan yang mengatur, membina dan mengawasi agar produk organik yang
dihasilkan benar-benar dihasilkan dari sistem produksi organik. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 297/Kpts/OT. 160/5/2007, OKPO memiliki
tugas: 1) menyusun kebijakan sistem pangan organik; 2) menyiapkan pedoman
pendirian lembaga sertifikasi organik; 3) melakukan verifikasi terhadap lembaga
sertifikasi dan/atau badan usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu pertanian
organik dalam program sertifikasi.
Karakteristik Responden
Hasil uji validitas dan uji reliabilitas yang dilakukan pada 30 responden
menunjukkan bahwa semua pertanyaan valid dan reliabel. Nilai r-hitung > r-tabel
(0.361) dengan tingkat kepercayaan 95%, sedangkan nilai Cronbach’s Alpha
(0.895) > 0.70. Hasil uji validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2
sedangkan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada penelitian ini
responden dikaji berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, klasifikasi
pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan per bulan yang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik responden
No
1
Jenis Kelamin

2

Jumlah
Usia

3

Jumlah
Status Pernikahan

4

Jumlah
Klasifikasi
Pekerjaan
Jumlah

Karakteristik
Pria
Wanita
16-18
19-24
25-35
36-50
51-65
Menikah
Belum Menikah
Dosen
Staf Kependidikan
Mahasiswa

Jumlah Responden
72
78
150
3
78
20
30
19
150
68
82
150
30
40
80
150

%
48
52
100
2
52
13
20
13
100
45
55
100
20
27
53
100

15
Lanjutan Tabel 3
No
5
Pendidikan
Terakhir

6

Jumlah
Pendapatan per
Bulan

Jumlah

Karakteristik
SD
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
Diploma/Akademik
Sarjana
Pasca Sarjana
≤ Rp 000 000
Rp 1 000 001 – Rp 2 000 000
Rp 2 000 001 – Rp 3 000 000
Rp 3 000 001 – Rp 4 000 000
Rp 4 000 001 – Rp 5 000 000
> Rp 5 000 000

Jumlah Responden
0
1
98
4
16
31
150
70
27
16
14
7
16
150

%
0
1
65
3
11
21
100
47
18
11
9
5
11
100

Berdasarkan hasil olah data menggunakan analisis deskriptif sebagaimana
terlihat pada Tabel 3, konsumen berjenis kelamin pria dan wanita hampir
memiliki persentase yang sama yaitu pria sebesar 48% dan wanita sebesar 52%.
Sebagian besar konsumen belum menikah dengan persentase sebesar 55%. Hal ini
menunjukkan kecenderungan bahwa wanita dan pria memiliki persepsi yang sama
mengenai pembelian pangan organik. Sedangkan sebaran responden sebagian
besar belum menikah menunjukkan kecenderungan bahwa responden yang sudah
menikah lebih peduli terhadap kesehatan makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan data dari kuesioner, diketahui bahwa mayoritas konsumen yang
tidak mengkonsumsi pangan organik berada pada usia 19-24 tahun (dewasa awal).
Hal ini menunjukkan bahwa pada usia tersebut, mereka memiliki kecenderungan
masih belum peduli terhadap pola konsumsi sehat. Selain itu, hal ini dapat
dikarenakan sebagian besar responden adalah mahasiswa yang masih berada pada
usia dewasa awal.
Sebagian besar konsumen merupakan mahasiswa yaitu sebanyak 53%.
Mayoritas konsumen memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK/MA yaitu
sebesar 65%. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan di lingkungan kampus
yang mayoritas berstatus pekerjaan sebagai mahasiwa. Selain itu, hal ini juga
mengindikasikan bahwa pengetahuan tentang pangan organik masih relatif rendah
dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan lebih
tinggi. Pendidikan mempengaruhi konsumen terkait persepsi seseorang terhadap
suatu produk.
Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap daya beli konsumen terhadap
suatu produk yang akan dibeli. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner
diketahui bahwa mayoritas konsumen yang tidak membeli pangan organik
memiliki pendapatan ≤ Rp 1 000 000. Hal ini menunjukkan bahwa pangan
organik masih menjadi produk yang ekslusif dengan harga yang relatif lebih
mahal dari pangan konvensional dimana hanya konsumen dengan penghasilan
tinggi yang dapat mengkonsumsi.

16
Hubungan Gender, Pekerjaan, Usia dan Pendidikan Terakhir terhadap
Minat Beli
Hasil chi-square test untuk mengetahui hubungan antara gender, pekerjaan,
usia, dan pendidikan terakhir terhadap minat beli secara ringkas dapat dilihat pada
Tabel 4. Sedangkan hasil uji crosstab selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 4 Hasil uji crosstab gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir
terhadap minat beli
Variabel
Gender vs Minat Beli
Pekerjaan vs Minat Beli
Usia vs Minat Beli
Pendidikan Terakhir vs Minat Beli

Value
7.266a
8.403a
17.214a
13.491a

Chi-square Test
Asymp. Sig. (2-sided)
0.122
0.395
0.372
0.637

Berdasarkan chi-square test antara gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan
terakhir dengan minat beli, diperoleh hasil bahwa keempat variabel tersebut
memiliki nilai P lebih besar dari nilai alpha (0.05). Sehingga terima H0 dimana
tidak ada hubungan antara gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir
dengan minat beli. Pada beberapa penelitian sebelumnya, elemen demografis yang
terdiri dari umur, jenis kelamin, pendapatan, tingkat pendidikan, status pekerjaan,
kepemilikan property, status pernikahan, dan ukuran keluarga yang membentuk
faktor sosioekonomis ditemukan tidak memiliki korelasi positif dengan pola
konsumsi produk ramah lingkungan, seperti pada penelitian Berkowitz dan
Lutterman (1968) serta Anderson dan Cunningham (1972) dalam Jaolis (2011).
Sethuraman dan Cole (1999) dalam Junaedi (2008) juga tidak menemukan adanya
pengaruh perbedaan gender terhadap keinginan untuk membayar dengan harga
premium untuk produk nasional. Konsumen pria maupun wanita memiliki
kesamaan, kecuali pada konsumen wanita orientasi nilai individualistik
berpengaruh pada keinginan untuk membayar pangan organik dengan harga
premium (Junaedi 2008).
Tidak adanya hubungan antara gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan
terakhir yang membentuk faktor sosioekonomis dengan minat beli pangan organik
dapat dikarenakan faktor responden yang sebagian besar adalah mahasiswa
sehingga data yang diperoleh cenderung homogen. Pengetahuan yang masih
terbatas terkait produk organik dan adanya kecenderungan masyarakat yang
sensitif terhadap harga menjadi salah faktor yang dipandang mengakibatkan tidak
ada hubungan antara gender, pekerjaan, usia, dan pendidikan terakhir dengan
minat beli. Masyarakat lebih memilih produk subtitusi yang memiliki harga lebih
murah daripada membeli pangan organik dengan harga yang lebih mahal.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Pembelian Pangan Organik
Model Persamaan Struktural (SEM) pada penelitian ini menghasilkan
sebuah model yang akan memenuhi Goodness of Fit dengan hasil terlampir pada
Lampiran 6. Ringkasan dari goodness of fit dapat dilihat pada Tabel 5.

17
Tabel 5 Goodness of fit model
Good of Fit
Chi-Square
Significance Probability(P-value)
GFI
RMSEA
ECVI
AGFI
IFI
PNFI
PGFI

Cutt-off-Value
Nilai kecil
≥ 0.05
≥ 0.90
≤ 0.08
Nilai kecil
≥ 0,90
≥ 0,90
Nilai tinggi
Nilai tinggi

Hasil
30.87
0.5692
0.96
0.060
0.54
0.90
0.90
0.44
0.43

Keterangan
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit
Good fit

Sebagian besar persyaratan goodness of fit telah memenuhi standar cut-offvalue sehingga model layak untuk dianalisis lebih lanjut. Hubungan signifikansi
antar variabel dapat diketahui dari output model dengan melihat besarnya t-value
yang dihasilkan. Adapun model yang dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural
(SEM) dengan t-value dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram lintas model pembentukan minat beli (t-value)
Berdasarkan gambar terlihat bahwa terdapat satu variabel laten dan dua
variabel teramati yang memiliki pengaruh tidak signifikan dimana nilai |t-value|≤
1.96 (t-tabel). Variabel laten norma subjektif memiliki pengaruh tidak signifikan
terhadap minat beli. Begitu juga dengan variabel teramati perhatian terhadap
lingkungan dan atribut tidak dapat menggambarkan laten sikap terhadap pangan
organik. Sedngkan untuk nilai koefisien lintas model yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 6.

18

Gambar 6 Diagram lintas model pembentukan perilaku konsumsi (standardized solution)

Gambar 6 menunjukkan koefisien nilai model yang menunjukkan nilai
pengaruh antar variabel. Semakin besar nilai factor loading maka semakin besar
pengaruhnya. Untuk nilai yang negatif dapat diartikan bahwa variabel tersebut
memiliki pengaruh yang negatif. Pengaruh antar variabel laten dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh antar variable laten
Eksogen
Aware
Sikap
Norma
Keterjangkauan

Endogen
Minat beli

Factor loading
0.21
0.80
-0.03
0.34

|T-value|*
3.13
9.36
0.28
2.25

Keterangan
Signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Signifikan

*Jika |T-value|>1,96 maka signifikan
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang
tidak signifikan terhadap minat beli karena memiliki nilai |t-value| ≤ .96.
Sedangkan awareness, sikap terhadap pangan organik, dan keterjangkauan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. Adapun pengaruh
variabel pembentuk dari variabel laten dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh variabel teramati terhadap variabel laten
Variabel laten
Sikap

Norma subjektif
Keterjangkauan
Awareness

Variabel teramati
Kesehatan
Lingkungan
Atribut
Kepercayaan
Norma subjektif
Biaya
Kemudahan
Awareness

*Jika |T-value|>1,96 maka signifikan

Factor loading
1.00
0.12
0.11
0.19
0.91
0.31
0.76
2.09

|T-value|*
17.27
1.61
1.58
2.61
13.18
4.00
3.54
3.08

Keterangan
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan

19
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa perhatian terhadap lingkungan dan
atribut tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel laten sikap. Perhatian
terhadap lingkungan dan atribut memiliki nilai t-value yang lebih kecil dari t-tabel.
Sedangkan untuk variabel teramati lainnya memiliki pengaruh yang signifikan
dalam menggambarkan variabel latennya.
Pengaruh Awareness terhadap Minat Beli Konsumen
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa Awareness memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap minat beli. Awareness memiliki koefisien pengaruh
sebesar 0.21 dengan t-value sebesar 3.13 (t-value > t-tabel 1.96). Sehingga
hipotesis H6 diterima dimana semakin tinggi tingkat awareness seseorang maka
semakin tinggi pula minat beli terhadap pangan organik. Semakin tinggi
pengetahuan konsumen mengenai suatu produk maka semakin tinggi
keinginannya dalam membeli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat sudah mengetahui tentang pangan organik. Namun, masih
terbatas pada pengetahuan dasar seperti perbedaan pangan organik dan pangan
konvensional secara umum. Menurut Kumar dan Ali (2011) awareness dan
pengetahuan konsumen terhadap produk organik sebagaimana konsumsi pangan
organik secara signifikan lebih tinggi di negara maju dibandingkan dengan negara
yang masih berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
sehingga pangsa pasar organik masih berada pada fase awal pertumbuhan. Hal ini
sebanding dengan awareness masyarakat yang masih berada pada level relatif
rendah.
Pengaruh Sikap terhadap Minat Beli Konsumen
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa sikap memiliki pengaruh positif
yang paling signifikan terhadap minat beli dengan koefisien pengaruh sebesar
0.80. Dengan demikian, hipotesis H2 dimana sikap positif terhadap pangan
organik berpengaruh positif terhadap minat beli pangan organik tidak dapat
ditolak. Hasil ini sejalan dengan penelitian Voon et al (2011) yang menyebutkan
bahwa sikap memiliki pengaruh langsung yang