Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae

PENGGUNAAN LARUTAN FISIOLOGIS MAMMALIA
UNTUK PRESERVASI SEMEN ULAT SUTERA LIAR
(Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae)

RIDHO SEPTIADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Larutan
Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)
(Lepidoptera: Saturniidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Ridho Septiadi
NIM B04090193

ABSTRAK
RIDHO SEPTIADI. Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia Untuk Preservasi
Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae). Dibimbing
oleh R IIS ARIFIANTINI dan DAMIANA RITA EKASTUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh larutan fisiologis
mammalia dan suhu terhadap daya tahan hidup dari semen Attacus atlas. Semen
dari sepuluh ngengat A. atlas dikoleksi menggunakan tabung eppendorf. Semen
yang telah dikoleksi dibagi ke dalam empat tabung, kemudian semen diencerkan
menggunakan NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, atau Ringer’s laktat
dengan perbandingan 1:1. Semen yang telah diencerkan dibagi ke dalam dua
tabung dan masing-masing disimpan di refrigerator(2–5 ºC) atau suhu ruangan
(28–29 ºC). Motilitas spermatozoa dievaluasi setiap dua belas jam sekali sampai
tidak ditemukannya spermatozoa yang bergerak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa larutan fisiologis mammalia yang digunakan tidak memengaruhi daya
tahan hidup spermatozoa A. atlas (p>0.05). Semen yang disimpan pada

refrigerator dapat memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa hingga
77.70±40.12 jam dibandingkan daya tahan hidup spermatozoa yang disimpan
pada suhu ruangan hanya 46.20±9.23 jam.
Kata kunci: Attacus atlas, larutan fisiologi, preservasi semen, suhu

ABSTRACT
RIDHO SEPTIADI. The Use of Mammal’s Physiological Solutions for Semen
Preservation of Wild Silkworm (Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae).
Supervised by R IIS ARIFIANTINI and DAMIANA RITA EKASTUTI.
The purpose of this study was to evaluate the effects of physiological
solutions and temperature on the storing capacity of A. atlas’s semen. Semen from
ten imago were collected using eppendorf tube. Collected semen than divided into
four tubes and each of them diluted 1:1 with NaCl 0.9%, dextrose 5%, dextrose
10%, or Ringer’s lactate. Diluted semen divided into two tubes and storage each
of them at refrigerator (2–5 ºC) or room temperature (28–29ºC). The viability of
sperm was evaluate every 12 hours until no sperm movement was found. The
result indicated that there was no significantly difference among physiological
solutions (p>0.05) on the storing capacity of A. atlas sperm. Semen storage at
refrigerator demonstated prolongs viability up to 77.70±40.12 hours compare
with room temperature only 46.20±9.23.

Keywords: Attacus atlas, physiological solution, semen preservation, temperature

PENGGUNAAN LARUTAN FISIOLOGIS MAMMALIA
UNTUK PRESERVASI SEMEN ULAT SUTERA LIAR
(Attacus atlas) (Lepidoptera: Saturniidae)

RIDHO SEPTIADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi

Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera:
Saturniidae)
Nama
: Ridho Septiadi
NIM
: B04090193

Disetujui oleh

Prof Dr Dra R Iis Arifiantini MSi
Pembimbing I

Dr drh Damiana Rita Ekastuti MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS PhD APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi :Penggunaan Larutan Fisiologis Mammalia untuk Preservasi
Semen Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) (Lepidoptera:
Satumiidae)
: Ridho Septiadi
Nama
NIM
:B04090193

Disetujui oleh

. i MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

g 1 DEC to \j

Dr drh Damiana Rita Ekastuti MS

Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari
2013 ini ialah Preservasi semen, dengan judul Penggunaan Larutan
Fisiologis Mammalia untuk Preservasi Semen Ulat Sutera Liar (Attacus
atlas) (Lepidotera: Saturniidae).
Terima kasih penulis ucapkan kepada
1. Ibu Prof Dr Dra R Iis Arifiantini MSi dan ibu Dr drh Damiana Rita
Ekastuti MS selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membimbing, mengoreksi dan memberi saran dalam
melakukan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi.
2. Dr drh Agustin Indrawati MBiomed selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberi saran dan nasehatnya dalam kegiatan
akademik.
3. Pertamina Foundation yang telah memberikan dana penelitian.
4. Pak Nursam, dan staf Laboratorium Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi maupun staf di Unit Reproduksi dan Rehabilitasi,

Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi yang telah membantu
dan berkontribusi sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
5. Teman-teman sepenelitian Attacus atlas (Muttaqin, Eko, M. Allex,
Ridho Walidaini),
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada ayahanda Lukeman SP serta ibunda Sari Sekar Kamalia SPd, adikadik tercinta, Arief Cahya Perkasa, Deis Rahma Julia, dan serta seluruh
keluarga atas segala doa, dukungannya dan kasih sayangnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman di Kontrakan, sahabatsahabat yang telah memberikan motivasi dan teman-teman seperjuangan
Geochelone FKH IPB 46.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidaklah sempurna,
sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang diberikan dari pembaca
untuk memperbaiki proses dan hasil penelitian berikutnya. Semoga karya
ilmiah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Ridho Septiadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Alat

5

Bahan


5

Langkah Kerja

6

Persiapan

6

Pengambilan Kokon

6

Koleksi Semen

6

Pengenceran Semen


7

Pengamatan Daya Tahan Hidup Spermatozoa

7

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Berbagai Larutan Fisiologis Mammalia
Pengaruh Suhu Penyimpanan Semen
SIMPULAN DAN SARAN

7
8
8
10
11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1
2

3

4

5

Daya hidup spermatozoa (jam) dalam berbagai larutan fisiologis
mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda
Korelasi dan koefisien determinasi antara faktor jenis larutan
fisiologis mammalia terhadap daya tahan hidup spermatozoa A.
atlas
Perbandingan jumlah volume semen A. atlas terhadap daya
tahan hidup spermatozoa yang diberi perlakuan jenis larutan
pengencer dan suhu yang berbeda
Pengaruh volume semen A. atlas yang digunakan terhadap daya
tahan hidup spermatozoa pada jenis larutan fisiologis mammalia
berbeda dan disimpan pada suhu yang berbeda
Korelasi dan koefisien determinasi pengaruh penyimpanan
semen pada suhu berbeda terhadap daya tahan hidup
spermatozoa

8

9

10

10

11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Attacus atlas
Penampungan semen A. atlas
Pengamatan daya hidup spermatozoa A. atlas

6
6
7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan keanekaragaman hayati.
Salah satu kekayaan itu adalah serangga penghasil serat sutera. Ulat sutera di
Indonesia saat ini dikenal ada beberapa jenis yaitu Attacus atlas (Peigler 1989),
dan Cricula trifenestrata (Suriana 2011). Attacus atlas berasal dari Familia
Saturniidae merupakan salah satu spesies penghasil serat sutera yang hidup liar di
alam Indonesia (Peigler 1989).
Budidaya ulat sutera A. atlas merupakan satu di antara kegiatan agroindustri. Kegiatan ini memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar dan
dapat mendatangkan banyak keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh
diantaranya menambah penghasilan masyarakat dan pemasukkan devisa negara.
Hal ini dikarenakan harga jual kokon dari A. atlas sangat tinggi (Saleh 2004). Saat
ini permintaan akan serat atau benang sutera dari A. atlas sangat tinggi mencapai
sekitar 10 ton/bulan terutama permintaan dari negara Jepang yang dipergunakan
sebagai bahan baku pembuatan kimono. Serat sutera yang dihasilkan oleh kokon
A. atlas memiliki warna cokelat keemasan sampai coklat (Awan 2007). Bahan
serat sutera dari A. atlas ini juga dapat digunakan sebagai bahan dasar banyak
komoditi olahan industri sepeti industri tekstil (batik, kain, dasi, wol, kemeja),
industri makanan, industri farmasi, kosmetik, industri elektronik, dan kerajinan
tangan. Faatih (2005) menyatakan bahwa limbah dari kokon A. atlas ini
mengandung anti bakteri, dapat digunakan sebagai pengawet dan pengemas
makanan.
Banyaknya permintaan serat sutera A. atlas tidak dapat dipenuhi, hal ini
dikarenakan produksi serat sutera A. atlas masih diambil dari alam. Produksi
kokon juga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, pakan, dan habitat (Mulyani
2008). Jika A. atlas dipelihara pada lingkungan yang memiliki suhu yang panas
maka produktivitasnya akan menurun. Hal ini berkaitan dengan sifat A. atlas
sebagai hewan berdarah dingin (poikilotherm) yaitu suhu tubuhnya dipengaruhi
oleh suhu lingkungan. Suhu yang optimal pada perkembangan ulat sutera secara
umum pada suhu lingkungan 23–25 ºC dengan kelembaban 80–90% (Nursita).
Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan ulat sutera A. atlas pada kisaran 25–28 ºC
dengan kelembaban 46–80% (Mulyani 2008).
Selain itu, ulat sutera liar jenis A. atlas sering dianggap sebagai hama oleh
masyarakat karena mereka menilai ulat sutera liar ini sebagai pengganggu atau
hama perkebunan. Menurut Adria dan Idris (1997) A. atlas dinilai sebagai salah
satu hama pengganggu yang dapat menyebabkan kerusakan, gangguan
pertumbuhan, menurunkan produksi dan penundaan periode berbunga pada
tanaman. A. atlas dibasmi dengan insektisida yang menyebabkan populasi A. atlas
di alam terus menurun dan tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti akan
mengalami kepunahan. Oleh karena itu, harus ada upaya domestikasi untuk
mendukung program pembudidayaan A. atlas di dalam ruangan.

2
Perumusan Masalah
Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa permintaan bahan dasar serat
sutera A. atlas sangat tinggi, dan selama ini hanya dipenuhi dengan mengambil
kokon A. atlas di alam. Hal ini menyebabkan penurunan populasi A. atlas.
Terjadinya penurunan populasi tersebut harus segera diatasi.Salah satu cara adalah
dilakukan program pembudidayaan A. atlas. Usaha budidaya terkendala tidak
tersedia bibit A. atlas yang berkualitas tinggi dan berkesinambungan. Selama ini
bibit A. atlas hanya ditemukan di alam dan belum ada penyedia bibit secara
komersil. Kendala penyediaan bibit dikarenakan kemunculan ngengat jantan tidak
bersamaan dengan ngengat betina pada ruangan pemeliharaan,umur hidup ngengat
sangat singkat, dan umur hidup pada ngengat jantan lebih pendek daripada
ngengat betina. Selain itu sering sekali kehadiran ngengat jantan dan betina yang
bersamaan dalam ruangan pemeliharaan namun tidak terjadi proses perkawinan
(Awan 2007).
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dilakukannya
upaya teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB). Inseminasi buatan
adalah memasukkan sperma pejantan ke alat kelamin betina. Untuk melakukan hal
itu perlu dilakukannya preservasi sperma. Hingga saat ini belum diketahui larutan
pengencer yang dapat digunakan untuk preservasi semen A. atlas sebelum
dilakukannya IB.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penggunaan berbagai larutan
fisiologis mammalia dan suhu penyimpanan untuk preservasi semen ngengat A.
atlas.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis
larutan fisiologis yang dapat digunakan sebagai larutan pengencer serta suhu yang
terbaik untuk preservasi semen A. atlas, sehingga dapat mendukung program
penyediaan bibit berkualitas dan berkesinambungan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Ulat sutera liar A. atlas
Ulat sutera liar A. atlas merupakan salah satu spesies penghasil serat sutera
yang hidup dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti Asia
timur, Asia Selatan, Asia Tenggara termasuk di Indonesia (Peigler 1989). Di
Indonesia A. atlas penyebaranya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua. A. atlas juga ditemukan di Purwakarta (Baskoro
2008; Rianto 2010) dan di Yogyakarta (Sukirno 2009).
Menurut Peigler (1989) A. atlas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum
: Arthopoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Saturniidae
Genus
: Attacus
Spesies
: Attacus atlas L
Menurut Peigler (1989) ngengat A. atlas memiliki sifat dimorfisme yaitu
ukuran tubuh ngengat jantan lebih kecil daripada betina. Tubuh ngengat A. atlas
dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala, thoraks dan abdomen. Pada bagian
kepala ngengat terdapat sepasang antena. Ukuran antena pada ngengat (imago)
jantan lebih besar dibandingkan ukuran antena pada betina. Antena ngengat jantan
ini memiliki kemoreseptor yang berfungsi sebagai pendektesi feromon seks yang
dihasilkan oleh ngengat betina A. atlas (Mulyani 2008). Ukuran sayap pada
ngengat A. atlas dapat mencapai 25 cm (Pracaya 2008). Sayap ini digunakan
sebagai alat untuk terbang (Awan 2007).

Perkembangan Ulat Sutra
A. atlas adalah serangga yang mengalami proses metamorfosis sempurna
dalam siklus hidupnya. A. atlas merupakan salah satu serangga yang melewati
stadium telur, larva, pupa, dan imago. Stadium imago pada A. atlas betina (fase
dewasa) selalu dapat menghasilkan telur sebanyak 126–380 butir (Mulyani 2008).
Jika telur yang dihasilkan ngengat betina terjadi melalui proses perkawinan maka
telurnya akan fertil dan dapat menetas menjadi ulat sutera stadium larva. Ngengat
betina akan menghasilkan telur dalam peride 2–6 hari setelah kawin. Jika ngengat
betina memproduksi telur tidak melalui proses perkawinan maka telurnya tidak
akan dapat menetas, telur ini disebut telur infertil (Mulyani 2008). Masa inkubasi
telur dipengaruhi oleh faktor suhu dan genetik induk. Umumnya telur menetas
pada waktu pagi hari (Awan 2007). Masa inkubasi telur selama 8–10 hari
(Desiana 2008).
Setelah melewati stadium telur maka selanjutnya memasuki stadium larva.
Pada stadium ini larva A. atlas mengalami beberapa tahap instar dalam
perkembangannya. Stadium larva ada enam tahap instar (Awan 2007) dan

4
Mulyani (2008) ada tujuh tahap instar (Nazar 1990). Tahapan instar pada larva
dimulai dari menetasnya telur (instar ke-1). A. atlas akan ganti kulit (kulit
eksoskeleton) memasuki tahap instar ke-2 dan seterusnya sampai ke-6 (Awan
2007). Setiap instar memiliki ciri-ciri, ukuran larva, dan perilaku yang berbedabeda sesuai dengan tahap instarnya. Waktu pada tahap instar ke-6 merupakan
tahap yang paling lama dibandingkan tahap instar lainnya (Mulyani 2008).
Pada stadium ini A. atlas memiliki sifat sebagai hewan polifagus (Peglier
1989). Polifagus merupakan sifat hewan yang memakan berbagai daun-daunan.
Menurut Peigler (1989) sekitar 90 jenis daun dapat dijadikan makanan larva A.
atlas diantaranya daun-daunan dari tanaman senggugu (Indrawan 2007), cengkeh
(Nazar 1990), Ylang-ylang (Adria 1997), jarak pagar (Desianda 2011), sirsak,
kaliki (Mulyani 2008). Larva ulat sutera memerlukan dedaunan yang memiliki
kandungan protein yang tinggi. Hal ini berguna mempercepat pertambahan bobot
larva (Mulyani 2008).
Setelah melewati semua tahapan instar dari instar pertama hingga tahap
instar keenam, maka larva A. atlas akan membentuk kokon sesuai dengan ukuran
tubuhnya (Desianda 2011). Pada fase ini A. atlas memasuki stadium pupa. Kokon
yang dihasilkan ini berfungsi sebagai pelindung pupa dari gangguan lingkungan
luar yang buruk, dan menjaga kondisi sekitar pupa tetap sesuai. Karaktristik
kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban (Setiorini 2009) dan
pakan (Mulyani 2008). Kokon berwarna coklat keemasan sampai cokelat tua
(Awan 2007). Menurut Nazar (1990) larva yang diberi daun cengkeh akan
menghasilkan kokon berbentuk lonjong dengan panjang 3.5–4.5 cm dan lebar
0.8–1.2 cm. Kokon yang dihasilkan oleh larva yang diberi pakan daun teh
memiliki lebar 1.94–3.4cm dengan panjang 3.37–6.81 cm (Baskoro 2008). Stadium
pupa ini sangat penting dalam proses organogenesis. Pada proses organogenesis
terjadi pembentukan organ-organ sayap, kaki, kepala, dan struktur organ
reproduksi (Desianda 2011). Oleh karena itu, jika terjadi gangguan pada stadium
ini maka akan menyebabkan kegagalan proses organogenesis dan kemungkinan
dapat menyebabkan kematian (Awan 2007). Nazar (1990) menyatakan stadium
pupa A. atlas berlangsung sekitar 27–32 hari.
Stadium imago merupakan stadium terakhir dari perkembangan A. atlas.
Ngengat akan keluar dari kokon melalui celah yang terdapat di ujung anterior
kokon. Menurut Nazar (1990) ngengat akan keluar melalui pangkal kokon. Celah
ini berada dekat tempat menempelnya kokon pada daun. Pada stadium ini A. atlas
tidak membutuhkan makan dan masa hidupnya pun singkat. Awan (2007)
menyatakan bahwa umur ngengat jantan hanya 2–4 hari sedangkan pada ngengat
betina dapat bertahan 2–10 hari.

Preservasi Semen
Preservasi semen merupakan upaya pengawetan semen untuk berbagai
tujuan diantaranya untuk inseminasi buatan (IB) suatu teknologi reproduksi yang
banyak diaplikasikan pada berbagai ternak, terutama sapi. Dalam preservasi
tersebut dibutuhkan larutan untuk media hidup dari sperma yang terdapat dalam
semen tersebut.

5
Medium yang digunakan harus mengandung berbagai komponen,
diantaranya buffer, sumber makanan dan anti cold shock (Arifiantini et al. 2013).
Medium atau bahan pengencer pada ternak telah banyak dikembangkan
diantaranya menggunakan bahan skim (Arifiantini et al. 2013), Tris Kuning telur
(Widjaya 2011), sitrat kuning telur (Anggraeny et al. 2004). Pada Lepidoptera,
termasuk ngengat A. atlas (bentuk dewasa ulat sutra), preservasi semen belum
dilakukan dan jenis pengencer apa yang harus digunakan belum diketahui.
Larutan fisiologis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmotik
yang sama dengan darah mammalia. Larutan ini banyak dijual di apotik dengan
berbagai kandungan. Sebagai contoh Larutan NaCl 0.9% memiliki kandungan
elektrolit yang berupa ion Na+ dan Cl-. Larutan fisiologis Ringer’s laktat memiliki
kandungan ion-ion berupa Na+,Cl-, Ca+, K+ dan laktat (Wahyuni 2012), Ringer’s
laktat mengandung Na+, Cl-, Ca+, dan Mg+. Ion Na+, K+ dan Cl- berfungsi sebagai
pengatur osmolaritas (Solihatiet al. 2006). Larutan Ringer’s laktat memiliki garam
mineral yang isotonis dan memiliki larutan penyangga (buffer) (Danang et al.
2012).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2013. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Fisiologi Reproduksi (Unit Reproduksi dan
Rehabilitasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi) dan di Laboratorium
Metabolisme, (Departemen Anatomi, fisiologi dan Farmakologi), Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya kandang kasa
berukuran 50x50x50 (cm3), pipet tetes, mikro pipet dan tip, gelas tabung, tabung
eppendorf, gelas objek dan cover glass, mikroskop cahaya (Olympus CH 20),
termometer ruangan, refrigerator (suhu 2–5ºC), tissue, kertas label dan pensil,
spoit 1 ml, dan wadah untuk menaruh tabung eppendorf.

Bahan
Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah 10 sampel semen
segar dari ngengat A. atlas, alkohol 70%, dan larutan fisologis. Larutan fisiologis
yang digunakan sebagai larutan pengencer semen yaitu larutan NaCl 0.9%,
dextrose 5%, dextrose 10%, dan Ringer’s laktat.

6
Langkah Kerja
Persiapan
Tahap pertama dari langkah kerja penelitian ini adalah menyiapkan semua
peralatan dan kandang kasa. Kandang kasa digunakan sebagai tempat
pemeliharaan A. atlas.

Gambar 1 Attacus atlas

Pengambilan Kokon
Penyediaan bibit dilakukan dengan cara mengambil kokon (stadium pupa A.
atlas) dari perkebunan teh di daerah Purwakarta Jawa Barat. Kokon yang
berkualitas baik dimasukkan kedalam kandang kasa berukuran 50x50x50 (cm3).
Kokon ditempatkan ke dalam kandang kasa dengan posisi tidak bertumpukan. Hal
ini dimaksudkan agar ngengat dapat dengan mudah keluar dari kokon.
Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui perkembangan dan
kemunculan ngengat (imago) jantan.
Koleksi Semen
Ngengat (imago) jantan yang telah keluar dari kokon dapat langsung
diambil atau dilakukan penampungan semen. Penampungan semen dilakukan
dengan cara memegang kedua sayap ngengat. Bagian posterior abdomen
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditunggu hingga terjadi ejakulasi.
Semen yang diejakulasikan akan masuk kedalam tabung eppendorf. Jika
penampungan selesai maka tabung eppendorf segera ditutup untuk menghindari
kontaminasi.

Gambar 1 Penampungan semen A. atlas

7
Pengenceran Semen
Semen yang telah ditampung langsung dievaluasi secara mikroskopis.
Evaluasi secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat natif
menggunakan larutan NaCl 0.9% kemudian diamati di bawah mikroskop dengan
pembesaran 10x40. Hal ini dilakukan untuk melihat hidupnya spermatozoa dari
semen yang ditampung. Semen yang spermatozoanya hidup dijadikan sampel
kemudian dibagi menjadi empat bagian dan dimasukkan ke dalam empat tabung
eppendorf. Tiap tabung ditambahkan larutan fisiologis mammalia yaitu NaCl
0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, atau Ringer’s laktat dengan perbandingan 1:1
dan semen tersebut dihomogenkan. Semen cair tersebut dibagi menjadi dua bagian
yang ditempatkan ke dalam tabung eppendorf yang berbeda dan diberi label sesuai
dengan perlakuan. Masing-masing disimpan pada suhu refrigerator (2–5ºC) dan
suhu ruangan (28–29ºC).
Pengamatan Daya Tahan Hidup Spermatozoa
Pengamatan daya tahan hidup spermatozoa dilakukan dua belas jam sekali.
Semen cair diteteskan pada sebuah gelas objek kemudian ditutup cover glass
(preparat natif). Preparat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x40.
Penilaian daya tahan hidup spermatozoa dilakukan dengan mengamati seberapa
lama spermatozoa dapat bertahan hidup. Pengamatan ini dilakukan sampai
ditemukan tidak ada spermatozoa yang bergerak.

Gambar 2 Pengamatan daya hidup spermatozoa A. atlas

Analisis Data
Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial
dengan sepuluh kali pengulangan.Faktor pertama adalah jenis pengencer (NaCl
0.9%, dextrose 5%, dextrose 10%, dan Ringer’s laktat). Faktor kedua yaitu
perbedaan suhu penyimpanan sampel (suhu ruangan dan suhu refrigerator). Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 17.0 untuk melihat
pengaruh faktor perlakuan terhadap daya tahan hidup spermatozoa dan intraksi
antar perlakuan dengan analisa ragam (Analyse of Variant/ANOVA). Jika hasil
analisis data menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji
Duncant. Uji regresi linier dilakukan untuk melihat korelasi dan koefisien
determinan faktor perlakuan terhadap daya tahan hidup spermatozoa.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Berbagai Larutan Fisiologis Mammalia
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan fisiologis
mammalia yang digunakan tidak memengaruhi daya tahan hidup spermatozoa
A.atlas (p>0.05). Perbandingan daya tahan hidup spermatozoa yang diberi empat
jenis larutan fisiologis mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daya hidup spermatozoa (jam) dalam berbagai larutan fisiologis
mammalia dan disimpan dalam suhu berbeda

Ruangan
Refrigerator

NaCl 0.9 % dextrose 5%
46.80 11. 93 45.60 7.59
3.20 42.12 80.40 38.80

Pengencer
dextrose 10%
46.80 8.85
81.60 43.74

Rataan

60.00 33.04 63.00 32.54

64.20 35.53

Suhu

Ringer’s laktat
45.60 9.46
75.60 41.58
60.60 33.14

Rataan
46.20 9.23b
77.70 40.12a
TN

Keterangan: huruf superscript berbeda (a;b) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p0.05). Secara deskriptif daya tahan hidup
spermatozoa A. atlas yang disimpan pada suhu refrigerator tertinggi adalah pada
larutan dextrose 10% maupun dextrose 5% masing-masing 81.60 dan 80.40 jam,
sedangkan pada larutan Ringer’s laktat dan NaCl 0.9% hanya 75.60 dan 73.20
jam. Pada suhu ruangan daya tahan hidup spermatozoa hampir sama berkisar
antara 45.60 dan 46.80 jam pada semua larutan.
Daya tahan hidup spermatozoa pada larutan dextrose (5 dan 10%) sedikit
lebih tinggi diduga berkaitan dengan konsentrasi glukosa yang terkandung di
dalam kedua larutan tersebut (Wahyuni 2012; Ridwan 2008). Glukosa merupakan
salah satu karbohidrat yang berperan penting dalam mempertahankan kualitas
sperma selama proses preservasi pada penelitian berbagai hewan ternak dengan
hasil yang baik (Ridwan 2008; Labetubun dan Siwa 2011). Glukosa juga dapat
menurunkan titik beku pada semen (Watson 2004).
Keempat larutan tersebut dapat digunakan untuk preservasi semen A. atlas
diduga karena masing-masing larutan mempunyai kandungan yang tidak bersifat
toksik untuk spermatozoa. Dalam larutan NaCl 0.9% terkandung elektrolit berupa
ion Na+ dan Cl-, demikian juga dengan Ringer’s laktat memiliki kandungan ionion berupa Na+,Cl-, Ca+, K+ dan laktat (Wahyuni 2012; Solihati et al. 2006) dan
Mg+ (Solihatiet al. 2006). Ion Na+, K+,dan Cl- berfungsi sebagai pengatur
osmolaritas. Larutan Ringer’s laktat juga memiliki garam mineral yang isotonis
dan memiliki larutan penyangga (buffer) yang dapat mempertahankan motilitas
spermatozoa lebih lama (Danang et al. 2012). Menurut Wiyanti et al. (2013), ion
Na+ merupakan faktor yang dominan terhadap osmolaritas ekstraseluler yaitu pada
plasma semen dan ion Cl-berfungsi sebagai faktor osmolaritas spermatozoa,

9
sehingga larutan NaCl dan Ringer’s laktat menciptakan suasana isotonis dalam
semen yang dapat mempertahankan hidup spermatozoa.
Larutan NaCl 0.9% dan Ringer’s laktat tidak memiliki sumber glukosa yang
dapat dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi. Spermatozoa hanya
memanfaatkan sumber glukosa yang terbatas berasal dari subtrat yang ada pada
plasma semen. Selain itu, glukosa dapat digunakan sebagai sumber energi untuk
mempertahankan motilitas spermatozoa, energi yang dihasilkan dapat
memetabolisme asam laktat menjadi asam piruvat sehingga tidak terjadi
penumpukan asam laktat. Pada setiap proses metabolisme menghasilkan panas.
Energi panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk mempertahankan suhu
internal yang relatif stabil dalam jangka waktu yang lebih lama. Oleh karena itu,
larutan dextrose 10% dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa pada suhu
ruangan maupun suhu refrigerator lebih lama dibandingkan dengan larutan
pengencer lainnya.
Koefisien determinasi jenis larutan fisiologis mammalia yang digunakan
sebagai pengencer terhadap daya tahan hidup spermatozoa A. atlas yang adalah
0.38. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh faktor jenis larutan fisiologis
mammalia hanya memengaruhi sebesar 38%, artinya daya tahan hidup
spermatozoa dipengaruhi oleh faktor lain sebesar 62% (Tabel 2).
Tabel 2 Korelasi dan koefisien determinasi antara faktor jenis larutan fisiologis
mammalia terhadap daya tahan hidup spermatozoa A. atlas
Faktor
Jenis larutan pengencer

Daya tahan hidup sperma
Korelasi

Koefisiensi determinan (R2)

0.20

0.38

Volume semen A. atlas yang diencerkan berbeda untuk setiap
pengulangannya (Tabel 3). Perbedaan jumlah volume semen yang diencerkan ini
lebih dikarenakan faktor jumlah ejakulat semen A. atlas yang ditampung dari tiap
individu ngengat A. atlas berbeda. Perbedaan jumlah ejakulat ini dapat
dipengaruhi oleh faktor proses ejakulasi. Menurut Feradis (2010) proses ejakulasi
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor
hormonal, metabolisme, dan keturunan.Faktor eksternal yang memengaruhi antara
lain adalah faktor lingkungan. Selain faktor diatas, faktor umur ngengat A. atlas
juga memengaruhi volume ejakulat. Ngengat yang berusia lebih dari satu hari
biasanya sudah mengalami ejakulasi sebelumnya sehingga pada saat dikoleksi
semennya hanya sedikit.
Hasil analisis menunjukkan bahwa volume semen yang digunakan tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap daya tahan hidup spermatozoa yang
disimpan pada berbagai jenis larutan pengencer fisologis mammalia (p>0.05). Hal
ini berarti bahwa dalam penelitian ini volume semen A. atlas yang digunakan
dalam penelitian tidak memengaruhi tinggi atau rendahnya nilai daya tahan hidup
spermatozoa (Tabel 3).

10
Tabel 3 Perbandingan jumlah volume semen A. atlas terhadap daya tahan hidup
spermatozoa yang diberi perlakuan jenis larutan pengencer dan suhu
yang berbeda

No

Volume
(ml)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

0.05
0.05
0.05
0.05
0.87
0.10
0.10
0.10
0.06
0.06

Daya tahan hidup spermatozoa pada
suhu ruangan (jam)
NaCl dextrose dextrose Ringer’
0.9%
5%
10%
Laktat
24
48
36
24
48
36
36
48
36
36
36
48
36
48
48
36
60
36
48
48
60
48
60
48
48
48
48
48
48
48
48
48
48
48
48
48
60
60
60
60

Daya tahan hidup spermatozoa pada suhu
refrigerator(jam)
NaCl
dextrose dextrose Ringer’s
0.9%
5%
10%
laktat
24
60
60
48
36
60
12
24
36
36
48
60
48
36
48
36
120
108
132
84
84
132
108
84
144
96
132
144
72
84
96
84
48
48
48
48
120
144
132
144

Tabel 4 Pengaruh volume semen A. atlas yang digunakan terhadap daya tahan
hidup spermatozoa pada jenis larutan fisiologis mammalia berbeda dan
disimpan pada suhu yang berbeda
Suhu ruangan (27 ºC)
Jenis Larutan
Pengencer
NaCl 0.9%
dextrose 5%

Suhu refrigerator (2 ºC)

Korelasi

R2

Korelasi

R2

0.43

0.19

0.44

0.20

0.18

0.30

0.09

-0.43

dextrose 10%

0.09

0.01

0.46

0.21

Ringer’s laktat

0.12

0.01

0.12

0.02

Pengaruh Suhu Penyimpanan Semen
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa suhu
penyimpanan sangat berpengaruh terhadap daya tahan hidup spermatozoa
(p

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 55 65

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

4 76 78

Pengendalian Ulat Daun Plutella xylostella (Lepidoptera: Plutellidae ) dan Ulat Krop Crocodolomia binotafis (Lepidoptera: Pyralidae) dengan jamur Beauveria bassiana Pada Tanaman Kubis

0 25 143

Uji Beberapa Ras Ulat Sutera ( Bombyx mori L) Untuk Mendapatkan Kualitas Kokon Dilaboratorium

1 26 56

Pengaruh Empat Varietas Murbei (Morus spp ) Terhadap Perkembangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) dan Komponen Produksi Sutera

0 25 111

Kajian Awal untuk Mempercepat Pemulihan Kondisi Sosoal Ekonomi Masyarakat Terkena Bencana Erupsi Gunung Merapi melalui Budidaya Ulat Sutera

0 0 9

Pengaruh Pemberian Pupuk ZA pada Tanaman Murbei terhadap Kokon Ulat Sutera Alam

0 1 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 1 10

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

0 0 35