Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

(1)

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT

SUTERA

Bombyx mori

L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) YANG

DIBERI DAUN MURBEI (

Morus

sp.) YANG MENGANDUNG

VITAMIN B1 (TIAMIN)

SKRIPSI

RIZMA HAYANI

070805001

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT SUTERA

Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) YANG DIBERI DAUN

MURBEI (Morus sp.) YANG MENGANDUNG VITAMIN B1 (TIAMIN)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RIZMA HAYANI 070805001

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT SUTERA Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) YANG DIBERI DAUN MURBEI (Morus sp.) YANG MENGANDUNG VITAMIN B1 (TIAMIN)

Kategori : SKRIPSI

Nama : RIZMA HAYANI Nomor Induk Mahasiswa : 070805001

Program Studi : SARJANA (S-1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing Pembimbing 2

:

Diluluskan di

Medan, Mei 2013

Pembimbing 1

Drs. Nursal, M.Si Masitta Tanjung, S.Si, M.Si NIP. 19610903 199003 1 002 NIP. 19710910 200012 2 001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT

SUTERA

Bombyx mori

L.

(LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) YANG

DIBERI DAUN MURBEI (

Morus

sp.

)

YANG MENGANDUNG VITAMIN

B1 (TIAMIN)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2013

RIZMA HAYANI 070805001


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efisiensi Konsumsi Pakan dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) yang Mengandung Vitamin B1 (Tiamin)”. Skripsi ini salah satu syarat meraih gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Salomo Hutahean, M.Si. dan Bapak Drs. Muhammad Zaidun Sofyan, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan bantuan, masukan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. selaku Ketua Departemen Biologi dan kepada Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc. selaku Sekretaris Departemen Biologi dan Bapak Prof. Dr. Ing., Ternala Alexander Barus, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan kepada Bapak dan Ibu Dosen Departemen Biologi yang telah membimbing penulis selama pendidikan dalam perkuliahan.

Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Ayahanda tercinta Rusli dan Ibunda Nizma Rangkuti yang telah banyak memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil. Penulis ucapkan kepada kak Nina, bang Dedy, bang Azmi serta seluruh kelurga besar penulis yang telah banyak memberikan do’a, dukungan dan perhatian.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Umi sahabat sekaligus teman partner yang merasakan suka dan duka selama menjalankan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Like D’ants angkatan 2007 selaku teman seperjuangan selama menyelesaikan perkulihan. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada adik Siti Sofia selaku adik asuh. Penulis ucapkan terima kasih kepada Inur, Rilda, Maya, Santy dan Netty yang sudah ikut membantu dalam penelitian. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Mei 2013


(6)

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT SUTERA

Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE) YANG DIBERI DAUN

MURBEI (Morus sp.)YANG MENGANDUNG VITAMIN B1 (TIAMIN)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Efisiensi Konsumsi Pakan dan Laju Respirasi Ulat Sutera

Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) yang Mengandung Vitamin B1 (Tiamin)” telah dilakukan di Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 3 kali ulangan, masing-masing ualangan terdiri dari 10 ulat. Perlakuan adalah konsentrasi vitamin B1 yaitu 0mg/100ml; 0,1mg/100ml; 0,2mg/100ml; 0,3mg/100ml dan 0,4mg/100ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin B1 pada daun murbei dapat meningkatkan laju konsumsi pakan relatif pada konsentrasi 0,4mg/100ml, serta laju respirasi pada konsentrasi 0,4mg/100ml (p<0,05). Tetapi tidak meningkatkan laju pertumbuhan relatif, efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat, efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat dan perkiraan pakan yang dicerna ulat.


(7)

EFFICIENCY OF FEED CONSUMPTION AND RESPIRATION RATE OF SILK WORM Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) ADVISED THAT MULBERRY (Morus sp.)LEAVES THAT CONTAINING VITAMIN B1

(THIAMINE)

ABSTRCT

The Effect of Mulberry (Morus sp.) Leave that Contain Vitamin B1 (Thiamine) on the Efficiency of Feed Consumption and Respiration Rate of Silkworm

Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae)” has been carried out in the Laboratory of Genetics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatra Utara, Medan. This study used Complete Random Design (CRD) with 5 treatments and 3 replications each replication consisted of 10 silkworm. The treatmants that vitamin B1 concentration of mg/100ml 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4. The rate of consumption relative increased to the concentration of 0,4mg/100ml, and respiration rate concentration 0,4mg/100ml (p<0.05). But, not increase the relative growth rate, efficiency of convertion of digested food, efficiency of convertion of ingested food and approximate digestibility.

Keywords: vitamine B1, Morus sp., Bombyx mori L., efficiency of food, respiration rate


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 4 2.1.1 Klasifikasi Ulat Sutera 4 2.1.2 Siklus Hidup Ulat Sutera 5 2.1.3 Sistem Pencernaan Ulat Sutera 7 2.1.4 Sistem Respirasi Ulat Sutera 7 2.2 Daun Murbei (Morus sp.) 8

2.3 Vitamin B1(Tiamin) 9

BAB 3. BAHAN DAN METODE 11

3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Alat dan Bahan 11

3.3 Metode Penelitian 11

3.4 Prosedur Percobaan 12

3.4.1 Penetasan Telur 12

3.4.2 Pemeliharaan Ulat 12

3.4.2.1 Pemeliharaan Ulat Kecil 12 3.4.2.2 Pemeliharaan Ulat Besar 13 3.4.3 Pemberian Perlakuan 13 3.4.3.1 Pertumbuhan dan Efisiensi Konsumsi Pakan 13 3.4.3.2 Pengaruh Konsumsi Makan dan Pertumbuhan

Ulat

14

3.5 Parameter Pengamatan 15


(9)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1 Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) 17 4.2 Laju Konsumsi Pakan Relatif (RCR) 18 4.3 Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dicerna (ECD) 19 4.4 Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (ECI) 20 4.5 Perkiraan Pakan yang Dicerna (AD) 21 4.6 Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi Larva RGR dan

RCR antara Instar III, IV dan V 21 4.7 Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi Larva ECD, ECI

dan AD antara instar III, IV dan V 23 4.8 Konsumsi Oksigen (O2) Ulat Sutera 24

4.9 Jumlah Pengeluaran Karbon Dioksida (CO2) 24

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 26

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Rata-rata laju pertumbuhan relatif ulat sutera (Bombyx mori L.)

yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi

vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda 17 Tabel 4.2 Rata-rata laju konsumsi pakan relatif ulat sutera (Bombyx mori

L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi

vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda 18 Tabel 4.3 Rata-rata efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat sutera

(Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.)

yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda 19 Tabel 4.4 Rata-rata efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat sutera

(Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.)

yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda 20 Tabel 4.5 Rata-rata perkiraan pakan yang dicerna ulat sutera (Bombyx

mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang

diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda 21 Tabel 4.6 Rata-rata konsumsi oksigen ulat sutera (Bombyx mori L.) yang

diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi vitamin B1

dengan konsentrasi yang berbeda 24 Tabel 4.7 Rata-rata jumlah pengeluaran karbon dioksida ulat sutera

(Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.)


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Siklus Hidup Ulat Sutera Bombyx mori L. 6 Gambar 4.1 Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi RGR dan RCR

Larva Instar III, IV dan V yang Diberi Vitamin B1 Pada

Pakan Daun Murbei (Morus sp.) 22 Gambar 4.2 Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi ECD, ECI dan

AD Larva Instar III, IV dan V yang Diberi Vitamin B1


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Statistik Ulat Sutera (Bombyx mori L.) yang

Diberi Vitamin B1 pada Daun Murbei (Morus sp.)

30 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Ulat Sutera 62


(13)

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT SUTERA

Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA:BOMBICIDAE) YANG DIBERI DAUN

MURBEI (Morus sp.)YANG MENGANDUNG VITAMIN B1 (TIAMIN)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Efisiensi Konsumsi Pakan dan Laju Respirasi Ulat Sutera

Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) yang Mengandung Vitamin B1 (Tiamin)” telah dilakukan di Laboratorium Genetika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 3 kali ulangan, masing-masing ualangan terdiri dari 10 ulat. Perlakuan adalah konsentrasi vitamin B1 yaitu 0mg/100ml; 0,1mg/100ml; 0,2mg/100ml; 0,3mg/100ml dan 0,4mg/100ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin B1 pada daun murbei dapat meningkatkan laju konsumsi pakan relatif pada konsentrasi 0,4mg/100ml, serta laju respirasi pada konsentrasi 0,4mg/100ml (p<0,05). Tetapi tidak meningkatkan laju pertumbuhan relatif, efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat, efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat dan perkiraan pakan yang dicerna ulat.


(14)

EFFICIENCY OF FEED CONSUMPTION AND RESPIRATION RATE OF SILK WORM Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) ADVISED THAT MULBERRY (Morus sp.)LEAVES THAT CONTAINING VITAMIN B1

(THIAMINE)

ABSTRCT

The Effect of Mulberry (Morus sp.) Leave that Contain Vitamin B1 (Thiamine) on the Efficiency of Feed Consumption and Respiration Rate of Silkworm

Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae)” has been carried out in the Laboratory of Genetics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatra Utara, Medan. This study used Complete Random Design (CRD) with 5 treatments and 3 replications each replication consisted of 10 silkworm. The treatmants that vitamin B1 concentration of mg/100ml 0,0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4. The rate of consumption relative increased to the concentration of 0,4mg/100ml, and respiration rate concentration 0,4mg/100ml (p<0.05). But, not increase the relative growth rate, efficiency of convertion of digested food, efficiency of convertion of ingested food and approximate digestibility.

Keywords: vitamine B1, Morus sp., Bombyx mori L., efficiency of food, respiration rate


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang mengembangkan usaha persuteraan alam. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki keadaan alam yang cocok bagi pertumbuhan ulat sutera maupun murbei sebagai pakan ulat sutera. Persuteraan alam sebagai salah satu kegiatan agribisnis dengan rangkaian usaha yang cukup panjang menjadi bagian dari pengembangan di bidang kehutanan yang dikaitkan dengan kegiatan agroindustri (Subandy, 2008). Pengembangan usaha budidaya sutera alam mencakup dua komponen pokok yaitu perbanyakan ulat sutera (Bornbyx mori

L.) dan pengusahaan tanaman murbei (Morus spp.) (Lamangantjo, 2003).

Dalam kondisi tropis, keturunan ulat berbeda dalam kebutuhan gizi, pertumbuhan dan parameter kepompong. Konsumsi pakan memiliki dampak langsung pada berat larva, berat badan kepompong, jumlah sutra yang diproduksi dan jumlah telur. Konsumsi makanan dan pemanfaatan pada ulat sutera telah dipelajari oleh Hiratsuka. Perbedaan dalam konsumsi makanan dan pemanfaatan efisiensi telah terlihat di antara ras ulat sutera. Beberapa peneliti menyatakan bahwa efisiensi gizi bervariasi antara keturunan ulat sutera yang satu dengan yang lainnya. Variasi dalam spesies tergantung pada kondisi iklim. Kepompong yang memanfaatkan makanan sampai batas maksimum untuk keuntungan diri sendiri harus dianggap lebih efisien daripada yang lain. Efisiensi konversi pakan pada kepompong yang diserap dan dicerna ke dalam tubuh, sangat bervariasi di bawah pengaruh varietas murbei, musim dan kualitas gizi. Daun murbei memiliki kepentingan yang lebih besar pada regulasi penyerapan, pencernaan dan kecernaan makanan pada ulat. Penyerapan dan pencernaan memiliki hubungan langsung dengan pertumbuhan dan produksi sutera pada ulat sutera (Gangwar, 2011).


(16)

Daun murbei merupakan pakan utama bagi ulat sutera. Mutu dan jumlah daun murbei akan mempengaruhi ulat, produksi serta kualitas kokon yang dihasilkan. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas benang sutera yang dihasilkan (Rahmayanti & Sunarto, 2008). Selain itu penelitian ulat sutera untuk meningkatkan produksi kokon telah banyak dilakukan, seperti pemberian hormon giberelin (Tanjung, 2001), pemberian vitamin B6 (Faruki, 2005), peningkatan kualitas daun murbei (Rahmayanti & Sunarto, 2008) dan evaluasi nilai gizi dari daun murbei (Kumar & Kumar, 2011).

Peningkatan kualitas daun murbei akan mempengaruhi proses metabolisme dalam meningkatkan pertumbuhan. Proses metabolisme yang meningkat akan meningkatkan laju respirasi. Respirasi yang dihasilkan dalam fisiologis tubuh hewan terjadi pada saat aktivitas makan dan istirahat yang dimanfaatkan untuk energi dalam tubuh (Tong et al., 2010).

Ulat sutera mengkonsumsi daun murbei. Daun murbei mengandung asam amino, tanin serta vitamin dan salah satunya vitamin B1. Vitamin B1 (tiamin) diperlukan dalam metabolisme semua spesies hewan dengan cara meningkatkan efisiensi jumlah pakan. Pada hewan, tiamin diperoleh dari makanannya (Rahayu, 2000).

1.2 Permasalahan

Peningkatan pertumbuhan ulat sutera banyak dilakukan seperti penambahan hormon, peningkatan kualitas daun murbei serta peningkatan nilai gizi dari daun murbei. Vitamin B1 (tiamin) dapat dihasilkan terutama pada daun. Vitamin B1 (tiamin) sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan hewan termasuk ulat sutera, maka dibutuhkan vitamin B1 (tiamin) untuk meningkatkan efisiensi konsumsi pakan, serta laju respirasi pada ulat sutera, sehingga dilakukan penelitian tentang penambahan vitamin B1 pada pakan ulat sutera apakah dapat mempengaruhi efisiensi konsumsi pakan dan laju respirasi dari ulat sutera?


(17)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin B1 (tiamin) pada pakan daun murbei terhadap efisiensi konsumsi pakan ulat sutera (Bombyx mori L.).

b. Untuk mengetahui laju respirasi dari ulat sutera pada instar III sampai V yang mengkonsumsi daun murbei yang telah diberi vitamin B1.

1.4Hipotesis

Pemberian vitamin B1 (tiamin) pada daun murbei (Morus sp.) dapat mempengaruhi efisiensi konsumsi pakan dan laju respirasi pada ulat sutera (Bombyx mori L.).

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini sebagai masukan bagi petani sutera dalam budidaya ulat sutera dan sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi masyarakat luas.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

2.1.1 Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Ulat sutera merupakan serangga yang memiliki keuntungan yang ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Borror et al., (1992), klasifikasi dari Bombyx mori L. sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Klass : Insecta Sub Klass : Pterygota Ordo : Lepidoptera Family : Bombycidae Genus : Bombyx

Spesies : Bombyx mori L.

Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei (Morus sp.). Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih, serta berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki instar baru (Borror et al., 1992).

Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala memiliki antenna yang terdiri dari tiga segmen pendek, dan bagian mulut terletak ke bawah dan di depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang dengan maksila dengan labrum dan labium. Pada bagian perut terdiri dari tiga segmen dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks (Tazima, 1978).


(19)

2.1.2 Siklus Hidup Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Menurut Jumar (2000), siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai serangga dewasa.

Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera merupakan salah satu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Pada fase larva terdiri dari beberapa tahap yaitu instar I sampai V (Katsumata, 1964) (Gambar 2.1).

a. Telur

Telur ulat sutera berbentuk agak gepeng, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm beratnya hanya ± 0,5 mg. Warna telur hari pertama keluar dari induknya adalah kuning sampai kuning susu. Lama stadia telur akan sangat tergantung pada kondisi iklim atau perlakuan yang diberikan. Apabila suhu tinggi dapat menyebabkan telur menjadi tidak aktif, maka telur dapat menetas setelah 4-10 bulan, bila suhu normal telur akan menetas setelah 9-12 hari (Mujiono, 2000).

b. Larva

Menurut Wyman (1974), perkembangan ulat sutera terjadi perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting. Lamanya dalam tahapan instar adalah instar I berlangsung selama 3-4 hari, instar II lamanya 2-3 hari, instar III lamanya 3-4 hari, instar IV lamanya 5-6 hari dan instar V lamanya 6-8 hari.

Peralihan instar ke instar berikutnya ditandai dengan berhentinya makan, tidur dan pergantian kulit. Pada akhir instar V tidak terjadi pergantian kulit, tetapibadannya berangsur-angsur transparan seolah-olah tembus cahaya dan larva berhenti makan. Larva sudah mulai mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon (Sunanto, 1996).


(20)

Gambar 2.1. Siklus hidup ulat sutera (Bombyx mori L.) (sumber

c. Pupa

Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon. Pembentukan pupa berlangsung 4-5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa 9-14 hari. Menuru Siregar (2009), dalam bentuk pupa tidak tampak gejala hidup, pada hal terjadi perubahan besar yang sukar dilukiskan. Tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat menghilang. Pada bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai dewasa. Bentuk tungkai baru ini lebih panjang dan lebih langsing. Selain itu disusun pula sayap, sistem otot baru dan semua bagian tubuh dewasanya.

d. Imago

Pada tahapan imago berlangsung selama 5-7 hari. Pada tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan, dan betina mengeluarkan telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan


(21)

fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan. Subandy (2008), menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya.

2.1.3 Sistem Pencernaan Ulat Sutera

Serangga makan hampir segala zat organik yang terdapat di alam. Sistem percernaan pada serangga sangat beragam tergantung macam-macam makanan yang dimakan. Kebiasaan-kebiasaan makan bahkan mungkin sangat beragam pada satu jenis tunggal. Larva dan serangga dewasa biasanya mempunyai kebiasaan makan yang sama sekali berbeda dan hal ini tentu akan menyebabkan perbedaan dalam sistem pencernaan (Batubara, 2002).

Saluran pencernaan (usus) serangga merupakan struktur dasar sistem pencernaan yang berupa pembuluh memanjang dari mulut sampai anus. Usus dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu usus depan (stomodaeum), usus tengah (mesenteron), dan usus belakang (proktodaeum). Bagian-bagian ini biasanya dipisahkan oleh katup. Katup kardiak dibagian depan dan katup pilorik dibagian belakang. Struktur lain yang berasosiasi dengan usus meliputi sepasang kelenjar saliva dengan pembuluh yang terhubung ke saluran pra oral, hipofarings, dan tubulus Malpighi yang bergabung dengan intestin sebelum katup pilorik. Tubula ini berbentuk organ utama ekskretori (Hadi et al., 2009).

2.1.4. Sistem Respirasi Ulat Sutera

Respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat oksigen dapat berdifusi masuk dan sebaliknya karbon dioksida dapat berdifusi keluar. Corong hawa (trakhea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakhea bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak


(22)

berpasangan pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat serangga beristirahat (Jumar, 2000).

Pada serangga, khususnya pada ulat sutera cara respirasi utamanya adalah melalui difusi oksigen dan karbon dioksida melalui sistem trakhea, dibantu oleh ventilasi mekanis dari trakhea abdominal dan kantung udara. Difusi oksigen ke sistem trakhea terjadi karena turunnya tekanan oksigen pada ujung trakheolus. Karbon dioksida juga dapat berdifusi keluar melalui sistem trakhea (Hadi et al., 2009).

2.2. Daun Murbei (Morus sp.)

Murbei termasuk marga Morus dari keluarga Moraceae, ordo Urticales, kelas Dicotyledonae. Secara umum murbei merupakan pohon, perdu dan semak, serta memiliki getah. Tinggi maksimalnya mencapai 15 m dengan diameter tajuk 60 cm. memiliki daun tunggal dan stipula. Murbei dapat hidup di daerah hangat sampai dingin. Menurut Wyman (1974), murbei dapat tumbuh atau hidup pada berbagai jenis tanah, serta pada ketinggian antara 0-3000 m di atas permukaan laut. Oleh karena itu dibeberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh dengan liar.

Perkembangan murbei biasanya melalui biji dan stek. Biji berkecambah selama 9-14 hari tergantung pada musim. Perbanyakan vegetatif pada tanaman murbei lebih banyak dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman murbei. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan stek. Stek diambil dari tanaman induk yang unggul dan berumur sekitar 12-20 bulan dengan pertumbuhan yang bagus, bebas hama penyakit, batang tegak, produksi daun tinggi, serta ukuran daun lebar-lebar. Tanam murbei paling ideal ditaman pada ketinggian 400-800 m di atas permukaan laut. Dengan daerah yang mempunyai temperatur rata-rata 21-23°C sangat cocok untuk murbei. Tanah sebaiknya memiliki pH di atas 6, teksturnya gembur, ketebalan lapisan paling tidak 50 cm. Tanah yang subur tentu akan memberikan dukungan pertumbuhan yang


(23)

baik. Walaupun begitu, tanah yang kurang subur bisa dibantu dengan dosis pemupukan yang tepat (Subandy, 2008).

Daun murbei juga mempunyai kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sekitar 18-28 % dan mengandung serat kasar yang rendah sekitar 10,57% (Ekastuti, 1996 dalam Rifai, 2009). Daun murbei mengandung asam askorbat, asam folat, karoten, vitamin B1, pro vitamin D, mineral Si, Fe, Al, Ca, P, K, dan Mg.

Menurut Shimizu & Tajima (1972) dalam Andadari & Prameswari (2005), bahwa tanaman murbei (Morus sp.) merupakan pakan sutera (Bombyx mori L.) yang produksi serta kualitas daunnya berpengaruh terhadap produksi dan kualitas kokon. Makanan adalah salah satu faktor terpenting yang menentukan sifat fisiologi seperti pergantian kulit dan masa istirahat ulat Bombyx mori L. Makanan yang kurang baik selama stadia larva kadang-kadang menyebabkan terlambatnya waktu pergantian kulit sehingga stadia larva lebih panjang. Penambahan nutrisi pada makanan ulat sutera adalah penting dalam rangka meningkatkan produksi dan mutu kokon serat yang dihasilkan.

Jumlah daun yang dikonsumsi pada ulat sutera akan mempengaruhi efisiensi kecernaan dan konversi makanan yang tertelan dan dicerna, baik secara langsung atau tidak langsung dalam kondisi ulat. Efisiensi berkembang biak sebagai alat untuk mengkonversi daun murbei sebagai pakan ulat sutera dalam berbagai kondisi ekologi, daun murbei dari tingkat konversi ulat sutra adalah karakter fisiologis yang komprehensif dan indeks ekonomi yang penting dalam produksi kepompong (Gangwar, 2011).

2.3. Vitamin B1 (Tiamin)

Tiamin adalah zat berupa kristal tersusun dari unsur-unsur karbon hidrogen-oksigen dan belerang, mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Vitamin ini tidak mudah mengalami oksidasi, tetapi dapat rusak karena pemanasan di dalam larutan (Budiyanto, 2009). Tiamin mudah diserap dalam saluran pencernaan dari sebagian


(24)

besar, tetapi jumlahnya dalam darah jauh daripada konstan, tergantung dari jumlahnya yang dimakan (Sediaoetama, 1976).

Menurut Almatsier (2002), bahwa vitamin B1 atau tiamin, yang dibentuk aktifnya berupa koenzim tiamin pirofosfat (TPP). TPP diketahui sebagai koenzim reaksi enzimatis transketolase yang terlibat dalam biosintesis polisakarida melalui jalur pentose fosfat dan memegang peranan esensial dalam transfer energi, konduksi membran dan saraf. TPP merupakan kofaktor pada dekarboksilasi oksidatif alfa-ketoglutarat menjadi suksinil-KoA.

Tiamin didapati hampir pada semua tanaman dan jaringan tubuh hewan yang lazim digunakan sebagai makanan, tetapi kandungannya biasanya kecil, yang paling utama pada daun murbei mengandung vitamin A, B1, C, asam folat, fitoestrogen, asam amino, copper, zinc, dan karoten. Sedangkan bagian ranting murbei mengandung tanin dan vitamin A. Buahnya mengandung sakarida, asam linoleat, asam oleat, vitamin B1, B2, C, dan karoten. Kulit batang mengandung triterpenoid dan flavonoid. Kulit akar mengandung derivat flavone mulberri, sedangkan bijinya urease (Rahayu, 2000).


(25)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai November 2012 di Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah cawan petri, gunting, botol aquades, timbangan digital, kamera digital, kertas pembungkus makanan (kertas alas), kertas karbon, kertas putih (HVS), kapur tembok dan kaporit, pinset, baskom/ember, kuas, kertas saring, pipet tetes, gelas ukur, keranjang plastik, oven, tabung winkler, tabung respirometer, dan gelas beker. Bahan yang digunakan adalah telur ulat sutera (Bombyx mori L.), daun murbei (Morus sp.), aquades, aluminiun foil, tissu, kapas, KOH 4%, eosin dan vitamin B1 (tiamin) merk kimia farma.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan yaitu konsentrasi vitamin B1 (tiamin) 0mg/100ml, 0,1mg/100ml, 0,2mg/100ml, 0,3mg/100ml dan 0,4mg/100ml. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ekor ulat. Satu unit perlakuan dengan 3 kali ulangan dengan menggunakan 30 ekor larva. Jumlah larva yang digunakan untuk semua perlakuan adalah 150 ekor larva.


(26)

3.4 Prosedur Percobaan 3.4.1 Penetasan Telur

Telur ditetaskan dan dibungkus pada kertas HVS putih dan kertas karbon berwarna hitam dan disusun di dalam keranjang plastik. Sebelum telur menetas, akan terlihat bintik gelap keseluruh pada permukaan telur, sampai telur menetas dan muncul ulat kecil berwarna hitam penuh bulu. Tiga hari sebelum pemeliharaan ruangan dan semua peralatan disterilkan dengan menggunakan larutan formalin 2%. Upaya desinfektan dilakukan untuk menjaga kesehatan larva (Siregar, 2009).

3.4.2 Pemeliharaan Ulat

3.4.2.1 Pemeliharaan Ulat Kecil

Ulat yang baru menetas tergolong ulat kecil yaitu ulat yang baru mencapai instar I, II dan III. Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan campuran serbuk kapur dan kaporit dengan perbandingan 95:5 secara merata. Ulat diberi daun murbei yang muda dan segar dan dipotong kecil-kecil. Ulat dipindahkan ke cawan petri yang telah diberi tissu basah dan dilapisi dengan kertas alas. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Pada saat instar ulat akan mengalami masa istirahat dan berganti kulit, dan sebagian besar ulat istirahat maka pemberian pakan dihentikan. Pada setiap akhir instar ulat harus ditempatkan sesuai dengan perkembangan ulat. Pembersihan tempat ulat dan pencegahan hama dan penyakit harus dilakukan secara teratur (Siregar, 2009).

Pembersihan tempat pemeliharaan ulat sutera dilakukan pada instar I dan II, pembersihan dilakukan masing-masing 1 kali. Selama instar III dilakukan 1-2 kali yaitu sebelum pemberian makan dan menjelang ulat istirahat. Ulat ditempatkan di cawan petri atau keranjang plastik dan ditaruh di rak. Tubuh ulat di desinfektan dengan campuran kapur kaporit dan dilaksanakan setelah ulat ganti kulit sebelum pemberian pakan pertama.


(27)

3.4.2.2 Pemeliharaan Ulat Besar

Ulat besar yaitu ulat sutera yang sudah memasuki instar IV dan V. Ulat diberi pakan lebih banyak dari ulat yang masih kecil. Daun yang dipersiapkan untuk ulat besar disimpan pada tempat yang bersih dan sejuk serta ditutup dengan kain basah. Daun murbei yang diberikan pada ulat besar tidak lagi dipotong-potong melainkan secara utuh atau bersama batang daun. Pemberian pakan pada ulat besar (instar IV dan V) dilakukan 3-4 kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Menjelang ulat istirahat, pemberian pakan dikurangi atau dihentikan, Pada saat ulat istirahat, tubuh ulat di desinfektan dengan ditaburi kapur secara merata. Desinfektan tubuh ulat dilakukan setiap pagi sebelum pemberian pakan dengan menggunakan campuran kapur dan kaporit dan ditaburi secara merata. Pada instar IV, pembersihan tempat pemeliharaan dilakukan minimal 3 kali yaitu pada hari kedua dan ketiga serta menjelang ulat istirahat. Pada instar V pembersihan tempat dilakukan setiap hari untuk mencegah datangnya hama penyakit (Siregar, 2009).

3.4.3 Pemberian Perlakuan

Daun murbei segar terlebih dahulu dibersihkan. Daun murbei dicelupkan dengan vitamin B1 dengan masing-masing konsentrasi yaitu 0mg/100ml, 0,1mg/100ml, 0,2mg/100ml, 0,3mg/100ml dan 0,4mg/100ml. Kemudian daun dikering anginkan. Daun dipotong-potong kecil dan diberikan pada ulat pada saat instar I sampai II. Pada saat ulat instar III sampai V daun murbei yang dicelupkan dengan vitamin B1 dikering anginkan dan ditimbang. Pemberian pakan diberikan pada pagi (pukul 07.00-08.00 WIB), siang (pukul 12.00-13.00 WIB) dan sore hari (pukul 16.00-17.00 WIB).

3.4.3.1 Pertumbuhan dan Efisiensi Konsumsi Pakan

Pengamatan terhadap efisiensi konsumsi pakan dan laju respirasi dilakukan tepat setelah ulat berganti kulit (molting) menjadi instar III. Sebelum dilakukan penelitian,


(28)

ulat akhir instar II yang sudah berhenti makan, ditempatkan terpisah secara individu pada cawan petri sampai ulat ganti kulit. Setelah ulat ganti kulit setiap instar, ulat ditimbang di awal dan di akhir instar pada saat ulat akan istirahat dan ulat dipellihara sampai instar V.

Daun murbei yang sudah ditimbang diberi kepada ulat. Setiap hari ulat diperiksa untuk mengetahui berakhirnya perioda makan ulat instar III sampai V, daun murbei yang tidak dimakan ulat dan sisa feses yang dihasilkan ulat kemudian dikumpulkan dan ditimbang berat sisa pakan dan feses. Kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan di keringkan di oven, setelah itu ulat diberi daun murbei yang baru yang telah ditimbang.

3.4.3.2 Pengukuran Konsumsi Makan dan Pertumbuhan Ulat

Parameter efisiensi pakan ulat diukur berdasarkan metoda gravimetric Waldbauer (1968). Berat kering awal larva diestimasi dengan menimbang dan membunuh ulat dengan dibungkus pada aluminium foil yang terdiri dari 5 ulat untuk setiap kelompok perlakuan, kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 60°C sampai beratnya konstan. Dengan demikian berat kering awal ulat yang dipelihara dapat dihitung dengan mengalikan berat segar dengan berat kering rata-rata suatu bagian dalam kelompok ulat yang sama.

Berat kering daun murbei yang diberikan pada ulat juga dihitung dengan mengambil sisa daun yang tidak dimakan ulat, kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan mengeringkannya dalam oven suhu 60°C sampai berat daun konstan. Berat kering awal daun yang diberikan pada ulat diperoleh dari perkalian berat segar daun yang diberikan pada ulat dengan berat kering rata-rata bagian daun.

Setelah priode instar III sampai V ulat selesai, yang ditandai dengan berhenti makan, ulat dibunuh dan dikeringkan dalam oven untuk memperoleh berat kering akhir ulat.


(29)

3.4Parameter Pengamatan

Setiap stadium larva diambil 30 larva untuk dilakukan pengamatan berdasarkan sebagai berikut :

a. Perhitungan Indeks Nutrisi dari Waldbauer (1968)

Indeks nutrisi dari Waldbauer (1968) yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Laju Pertumbuhan Relatif Ulat (Relative Growth Rate/RGR) RGR = (g/hari)

TW G

- Laju Konsumsi Relatif ulat (Relative Comsumption Rate/RCR) RCR = (g/hari)

TE F

- Efisiensi dari Konversi Pakan yang Dicerna (Efficiency of Conversion of Digested Food/ECD)

ECD = 100% )

(FE × G

- Efisiensi dari Konversi Pakan yang Dimakan Ulat (Efficiency of Conversion of Ingested Food/ECI)

ECI = ×100% F

G

- Perkiraan Pakan yang Dicerna (Approximate Digestibility/AD) AD = ( − )×100%

F E F

Semua perhitungan di atas dihitung dalam berat kering Dimana :

- G = Pertambahan berat ulat selama instar III sampai instar V, dihitung berdasarkan: berat akhir ulat dikurang berat awal ulat.

- F = Berat pakan yang dimakan ulat selama instar III sampai instar V. - E = Berat feses yang dihasilkan ulat selama inatar III sampai instar V. - T = Lamanya prioda pemberian pakan ketika instar III sampai instar V.


(30)

- W = Berat rata-rata ulat selama prioda pemberian pakan, dihitung berdasarkan:

2

ulat akhir berat ulat

awal

berat +

b. Konsumsi O2 Pada Instar III sampai Instar V (ml)

Larva terlebih dahulu ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung respirometer. Kapas yang telah ditetesi KOH 4% dimasukkan ke dalam tabung, kemudian dimasukkan eosin dalam pipa skala. Tabung respirometer ditutup dengan penutup. Dibiarkan selama 3 menit. Diganti kapas yang telah ditetesi KOH 4% dengan kapas yang baru tanpa ditetesi KOH 4%. Pergerakan eosin diamati selama 5 menit (Schnaiderman & Williams).

c. Jumlah Pengeluaran CO2 Pada Instar III sampai Instar V (ml)

Larva terlebih dahulu ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung respirometer. Kapas yang telah ditetesi KOH 4% dimasukkan ke dalam tabung, kemudian dimasukkan eosin dalam pipa skala. Tabung respirometer ditutup dengan penutup. Pergerakan eosin diamati selama 5 menit (Schnaiderman & Williams).

3.4.Analisis Data

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik computer yakni program SPSS release 16. Urutan uji diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p>0,05 maka dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2 perlakuan dan jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc–Bonferroni taraf 5%. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney.


(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Laju Pertumbuhan Relatif (RGR)

Laju pertumbuhan relatif (RGR) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) selama instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rata-rata laju pertumbuhan relatif ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) (g/hari) (mg/100ml) Instar III Instar IV Instar V

0,0 1,86±0,05a 1,41±0,03a 1,03±0,02a 0,1 1,70±0,03a 1,27±0,02a 1,02±0,01a 0,2 1,73±0,03a 1,31±0,05a 0,96±0,03a 0,3 2,17±0,03a 1,55±0,03a 1,10±0,03a 0,4 1,68±0,03a 1,43±0,02a 1,08±0,01a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.1 bahwa laju pertumbuhan relatif ulat sutera pada instar III, IV dan V lebih tinggi pada perlakuan 0,3mg/100ml mencapai 2,17 g/hari; 1,55 g/hari dan 1,10 g/hari. Setelah uji statistika laju pertumbuhan relatif ulat sutera pada instar III, IV dan V tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kelompok kontrol dengan perlakuan. Hal ini kemungkinan vitamin B1 pada pakan kontrol diperkirakan sudah terdapat vitamin B1 sehingga tidak perlu penambahan vitamin B1 pada pakan perlakuan.

Menurut Kanafi et al., (2007) bahwa dalam daun murbei terkandung vitamin B1 yang dapat meningkat laju pertumbuhan ulat sutera yang digunakan sebagai sumber energi dan proses metabolisme protein.


(32)

4.2. Laju Konsumsi Pakan Relatif (RCR)

Laju konsumsi pakan relatif (RCR) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) selama instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rata-rata laju konsumsi pakan relatif ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Laju Konsumsi Pakan Relatif (RCR) (g/hari) (mg/100ml) Instar III Instar IV Instar V

0,0 4,88±0,16a 2,62±0,09a 1,91±0,06a 0,1 4,28±0,07a 2,97±0,03a 2,39±0,04a 0,2 4,25±0,09a 2,70±0,04a 2,05±0,06a 0,3 6,00±0,35 a 3,42±0,10a 2,67±0,05a 0,4 3,43±0,05 b 2,85±0,06a 1,94±0,06a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.2 bahwa laju konsumsi pakan relatif ulat sutera yang diberi vitamin B1 pada instar III, IV dan V lebih tinggi pada perlakuan 0,3mg/100ml mencapai 6,00 g/hari; 3,42 g/hari dan 2,67 g/hari. Setelah uji statistika laju konsumsi pakan relatif ulat pada instar III antara kelompok kontrol dan perlakuan (0,1mg/100ml; 0,2mg/100ml dam 0,3mg/100ml) tidak berbeda nyata (p>0,05) dan berbeda nyata (p<0,05) pada konsentrasi 0,4mg/100ml yang terjadi penurunan, sedangkan pada instar IV dan V tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kontrol.

Hal ini membuktikan bahwa pemberian vitamin B1 lebih berpengaruh pada instar III pada konsentrasi 0,4mg/100ml, diduga karena ulat pada instar III lebih mengkonversikan pakannya sebagai energi pertumbuhan untuk mencapai ulat besar. Menurut Ekastuti (1992) menyatakan bahwa penurunan laju konsumsi pakan relatif ulat sutera terjadi pada tahap instar V dan laju konsumsi pakan terbesar pada instar III dengan demikian semakin besar tahapan instar maka laju konsumsi pakannya semakin kecil.


(33)

4.3. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dicerna (ECD)

Efisiensi konsumsi pakan yang dicerna (ECD) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) selama instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rata-rata efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Efisiensi Konsumsi Pakan Yang Dicerna (%) (mg/100ml) Instar III Instar IV InstarV

0,0 69,10±15,98a 39,00±12,97a 18,15±08,30a 0,1 51,60±19,44a 30,29±08,51a 18,29±08,13a 0,2 62,63±27,83a 38,66±19,88a 18,63±09,38a 0,3 69,75±19,46a 43,43±22,38a 24,69±16,08a 0,4 62,43±23,70a 42,49±23,67a 20,31±15,77a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.3 efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat sutera pada instar III, IV dan V pada konsentrasi 0,3mg/100ml vitamin B1 lebih tinggi mencapai 69,75%; 43,43% dan 24,69%. Setelah uji statistika efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat pada instar III, IV dan V tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hal ini berarti vitamin B1 yang diberikan pada daun murbei tidak mempengaruhi efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat sutera, karena kemungkinan vitamin B1 yang terdapat dalam daun murbei sudah cukup untuk mendukung efisiensi konsumsi pakan ulat sutera.

Menurut Borror et al., (1992) efisiensi konversi dari makanan yang dicerna ulat untuk mengukur proporsi dari asimilasi yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan, mulai dari makanan yang masuk ke rongga melalui mulut, dicerna, diserap dan zat makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui feses. Menurut Sabhat et al.,

(2011) efisiensi konsumsi daya cerna yang lebih tinggi menunjukkan tingginya efisiensi makan. Efisiensi konsumsi daya cerna tergantung pada sejumlah faktor seperti tingkat dan kuantitas asupan makanan, lamanya waktu pakan yang dicerna, sifat dan efisiensi enzim pencernaan dan kecernaan dari komponen nutrisi yang kompleks dalam makanan.


(34)

4.4. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (ECI)

Efisiensi konsumsi pakan yang dimakan (ECI) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) pada instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rata-rata efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) yang diberi vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (%)

(mg/100ml) Instar III Instar IV Instar V 0,0 60,80±23,49a 32,30 ±18,02a 18,80±14,77a 0,1 47,00±27,46a 25,60±18,56a 13,40±04,35a 0,2 39,86±22,38a 18,80±04,96a 15,27±03,10a 0,3 68,30±28,78a 33,10±21,53a 21,50±11,25a 0,4 45,40±26,88a 21,70±04,54a 15,90±04,93a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.4 bahwa efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat pada instar III, IV dan V terjadi peningkatan pada konsentrasi 0,3mg/100ml dari kontrol mencapai 68,30%; 33,10% dan 21,50%. Setelah uji statistika efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat pada instar III, IV dan V tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kontrol dengan kelompok perlakuan.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin B1 pada daun murbei tidak berpengaruh terhadap efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat sutera, karena kemungkinan vitamin B1 yang terkandung dalam daun murbei yang diberi untuk efisiensi pakan yang di makan ulat tidak perlu penambahan vitamin B1 dari luar.

Menurut Simpson & Simpson (1990) bahwa ulat tidak dapat menyeleksikan makanannya karena tidak tersedianya variasi makanan, maka dapat mempengaruhi efisiensi konsumsi yang dicerna dan dimakan ulat sutera. Menurut Rahmathulla et al.,

(2004) efisiensi konversi pakan sangat berhubungan dengan berat badan, konsumsi pencernaan, dan banyaknya pakan yang dicerna dalam tubuh.


(35)

4.5. Perkiraan Pakan yang Dicerna (AD)

Perkiraan pakan yang dicerna (AD) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) pada instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rata-rata perkiraan pakan yang dicerna ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) dengan menggunkan vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Perkiraan Pakan yang dicerna (%) (mg/100ml) Instar III Instar IV Instar V

0,0 52,40±13,77a 37,80±10,30a 21,50±08,48a 0,1 48,00±12,76a 31,80±11,17a 19,30±07,94a 0,2 56,90±22,17a 36,60±17,79a 21,18±12,48a 0,3 60,30±20,51a 44,80±13,44a 21,96±13,51a 0,4 47,60±24,73a 34,70±19,19a 18,60±05,75a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.5 perkiraan pakan yang dicerna ulat pada instar III, IV dan V pada perlakuan 0,3mg/100 ml meningkat dari pada kontrol. Setelah uji statistika perkiraan pakan yang dicerna ulat tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kontrol dengan kelompok perlakuan pada instar III, IV dan V. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin B1 yang diberi pada daun murbei tidak mempengaruhi perkiraan pakan yang dicerna ulat. Hal ini kemungkinan vitamin B1 yang ada pada daun murbei sudah cukup untuk mendukung asupan makanan ulat sutera sehingga tidak perlu penambahan vitamin B1

Menurut Ramesha et al., (2010) menyatakan bahwa perkiraan pakan yang dicerna pada ulat sudah cukup sebagai asupan makanan yang lebih tinggi dan tidak selalu menghasilkan kecernaan yang lebih tinggi pula.

4.6. Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi RGR dan RCR Larva antara Instar III, IV danV

Perbandingan gambaran indeks konsumsi RGR dan RCR larva antara instar III, IV dan V dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(36)

Gambar 4.1 Perbandingan gambaran indeks konsumsi RGR dan RCR larva instar III, IV dan V yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.)

Berdasarkan Gambar 4.1 perbandingan gambaran indeks konsumsi larva meliputi nilai RGR dan RCR pada instar III dari instar III, IV dan V terjadi penurunan. Nilai RGR dan RCR lebih tinggi pada instar III dibandingkan instar IV dan V. Hal ini dikarenakan ulat sutera instar III masih tergolong ke dalam fase ulat kecil yang memerlukan laju pertumbuhan serta konsumsi pakan yang cukup besar untuk masuk ke fase ulat besar sedangkan ulat sutera instar IV dan V sudah tergolong ke dalam fase ulat besar dimana laju pertumbuhannya semakin berkurang dan laju konsumsi pakan yang sedikit karena akan memasuki fase pembentukan kokon dan berubah menjadi pupa.

Menurut Ramesha et al., (2010), semakin besar tahap instar maka laju konsumsinya semakin kecil. Menurut Ahmad et al., (1995), berhubungan dengan kemampuan ulat sutera untuk mengenali pakannya pada instar III, maka dengan banyaknya ulat mengkonsumsi pakan sehingga pertumbuhan ulat juga semakin besar dan ulat tersebut semakin efisien dalam memanfaatkan makanan yang tercermin dari pertumbuhan dan konsumsi ulat yang besar akan di timbun menjadi lemak tubuh untuk digunakan sebagai cadangan makanan pada saat pengokonan.

a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a b a a a a 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

RGR RCR RGR RCR RGR RCR

Instar III Instar IV Instar V

N il a i R G R d a n R C R (g /h a r i) 0 0.1 0.2 0.3 0.4


(37)

4.7. Perbandingan Gambaran Indeks Konsumsi ECD, ECI dan AD Larva antara Instar III, IV danV

Perbandingan gambaran indeks konsumsi ECD, ECI dan AD larva antara instar III, IV dan V dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Perbandingan gambaran indeks konsumsi ECD, ECI dan AD larva instar III, IV dan V yang diberi vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.)

Berdasarkan Gambar 4.2 perbandingan gambaran indeks konsumsi larva meliputi nilai ECD, ECI dan AD dari instar III, IV dan V terjadi penurunan. Nilai ECD, ECI dan AD lebih tinggi pada instar III dibandingkan instar IV dan V, karena pada instar III ulat lebih banyak mengkonsumsi pakan untuk pertumbuhan dan juga energi metabolisme dalam tubuh untuk memasuki tahap ulat dewasa.

Menurut Rahmathullah et al., (2004) hubungan indeks konsumsi pada larva dapat dipengaruhi dengan kondisi pakan. Menurut Sabhat et al., (2011) selain dipengaruhi oleh kondisi pakan (daun murbei) hubungan indeks konsumsi pada ulat sutera juga dapat dipengaruhi oleh kualitas daun murbei serta kualitas ulat sutera. Menurut Gangwar (2011) jumlah daun yang dikonsumsi dapat mempengaruhi efisiensi pencernaan dan konversi makanan yang tercerna dan perkiraan pakan yang dicerna, baik secara langsung maupun tidak langsung pada ulat Bombyx mori L.

a a a a a a

a a a

a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

ECD ECI AD ECD ECI AD ECD ECI AD

Instar III Instar IV Instar V

N il a i E CD , E CI d a n A D (% ) 0 0.1 0.2 0.3 0.4


(38)

4.8. Konsumsi Oksigen (O2) Ulat Sutera

Konsumsi oksigen (O2) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi vitamin B1 pada

pakan daun murbei (Morus sp.) pada instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Rata-rata konsumsi oksigen ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) dengan menggunakan vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Konsumsi Oksigen (ml)

(mg/100ml) Instar III Instar IV instar V 0,0 0,024±0,005b 0,049±0,007b 0,060±0,008a 0,1 0,044±0,005a 0,052±0,004a 0,055±0,005a 0,2 0,026±0,005b 0,049±0,007b 0,059±0,005a 0,3 0,025±0,005b 0,052±0,006b 0,056±0,008a 0,4 0,046±0,005a 0,058±0,004a 0,062±0,006a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.6 konsumsi oksigen pada instar III, IV dan V lebih tinggi pada ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei yang diberi vitamin B1 pada konsentrasi 0,4mg/100ml mencapai 0,046 ml; 0,058 ml dan 0,062 ml. Uji statistika laju konsumsi oksigen pada instar III dan IV berbeda nyata pada konsentrasi vitamin B1 0,1mg/100ml dan 0,4mg/100ml dengan kontol, namun pada instar V konsumsi oksigen tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kontrol. Hal ini menunjukkaan bahwa konsumsi oksigen ulat sutera yang diberi vitamin B1 pada daun murbei lebih berpengaruh pada konsentrasi 0,4mg/100ml. Menurut Hamano et al.,

(1995) menyatakan bahwa konsumsi oksigen yang dibutuhkan larva akan berpengaruh terhadap tingkat metabolisme dan juga pada masa pertumbuhan larva.

4.9. Jumlah Pengeluaran Karbon Dioksida (CO2)

Jumlah pengeluaran karbon dioksida (CO2) ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi

vitamin B1 pada pakan daun murbei (Morus sp.) pada instar III, IV dan V dapat dilihat pada Tabel 4.7.


(39)

Tabel 4.7 Rata-rata jumlah pengeluaran karbon dioksida ulat sutera (Bombyx mori L.) yang diberi pakan daun murbei (Morus sp.) dengan menggunkan vitamin B1 dengan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Jumlah pengeluaran Karbon Dioksida (ml) (mg/100ml) Instar III Instar IV Instar V

0,0 0,024±0,005b 0,047±0,006b 0,058±0,007a 0,1 0,034±0,008a 0,051±0,005a 0,057±0,008a 0,2 0,024±0,005b 0,044±0,005b 0,059±0,005a 0,3 0,022±0,004b 0,046±0,005b 0,061±0,007a 0,4 0,043±0,004a 0,061±0,008a 0,062±0,009a keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata (p>0,05)

Berdasarkan Tabel 4.7 jumlah pengeluaran karbon dioksida pada instar III, IV dan V meningkat pada ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei yang diberi vitamin B1 pada konsentrasi 0,4mg/100ml mencapai 0,043 ml; 0,061 ml dan 0,062 ml. Uji statistika jumlah pengeluaran karbon dioksida ulat sutera yang diberi vitamin B1 pada daun murbei instar III dan IV pada konsentarasi 0,1mg/100ml dan 0,4mg/100ml berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol, sedangkan pada instar V tidak berbeda nyata (p>0,05) antara kontrol dengan kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin B1 pada daun murbei terhadap jumlah pengeluaran karbon dioksida lebih berpengaruh pada konsentrasi 0,4mg/100ml karena vitamin B1 yang diberi pada daun murbei mempengaruhi pertumbuhannya untuk menghasilkan karbon dioksida pada ulat sutera.

Menurut Hamano et al., (1995) jumlah pengeluaran karbon dioksida dapat mempengaruhi pertumbuhan pada larva, karena laju respirasi yang tinggi pada kondisi fisiologis yang normal akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme dalam gizi yang dianggap paling penting sebagai salah satu penentu pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas fisiologis pada larva.


(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Permberian vitamin B1 dapat meningkatkan laju konsumsi pakan relatif ulat sutera instar III pada konsentrasi 0,4mg/100ml dan tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, efisiensi konsumsi pakan yang dicerna ulat, efisiensi konsumsi pakan yang dimakan ulat dan perkiraan pakan yang dimakan ulat instar III, IV dan V. b. Pemberian vitamin B1 dapat meningkatkan laju respirasi ulat sutera instar III dan

IV pada konsentrasi 0,4mg/100ml.

5.2 Saran

Diharapkan bagi penelitian selanjutnya agar menggunakan vitamin B1 dengan konsentrasi yang lebih bervariasi lagi agar data yang diperoleh lebih lengkap dan lebih akurat.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., Ameiria D. L., & Soelaksono S. 1995. Food utilization parameters could be used to indicate food suitability in the silkworm, Bombyx mori. Jurnal Biosains. 5-7

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 190

Andadari, L. & Prameswari. D. 2005. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Produksi dan Mutu Daun Murbei (Morus sp.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Kehutanan

Batubara, R. 2002. Fisiologi Serangga Hutan (Sistem Pencernaan Serangga). Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. hlm. 1

Borror, D. J., Charles. S. T. & Norman. F. J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 11, 733 Budiyanto, A. K. 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. hlm. 75

Ekastuti, D. R. 1992. Pengaruh Ethyloestrenol Terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) pada Larva IV dan V. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. hlm. 6

Faruki, S. I. 2005. Effect of pyridoxine in the reproduction of the mulberry silkworm,

Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae). Short CommunicationI. 2(2): 28 Gangwar, S. 2011. Performance of bivoltine hybrid silkworm (Bombyx mori Linn)

breeds of west Bengal in different seasons of uttar Pradesh on the basis of feed efficiency parameters. International Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences. 1(1): 111-125

Hadi, H. M., Tarwodjo. U. & Rahadian. R. 2009. Biologi Insekta Entomologi I. Yogyakarta: Graha Ilmu. hlm. 25, 28

Hamano. K., Panayotov. M. & Shen. W. 1995. Relationship between respiration and nutrition of silkworm, Bombyx mori L. Proc Japan Acad. 71(10): 310-313 Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 68, 91

Kanafi, R. R., Ebadi, R., Mirhosseini S. Z., Seidavi, A. R., Zolfaghari, M. & Etebari, K. 2007. A review on nutritive effect of mulberry leaves enrichment with vitamin on economic traits and biological parameters of silkworm Bombyx mori L. Insect Science Journal. 4: 86-91


(42)

Katsumata, F. 1964. Texbook of Tropical Sericulture. Tokyo: Japan Overseas Cooperation Volunteers. Page. 151

Kumar, J. S. & Kumar. N. S. 2011. Production efficiency of cocoon shell of silkworm,

Bombyx mori L. (Bombicidae: Lepidoptera), as an index for evaluating the nutritive value of mulberry, Morus sp. (Moraceae), varieties. Research Article Hindawi Publishing Corporotion Psyche. 10: 1

Lamangantjo, C. L. 2003. Perkembangan populasi ulat sutera (Bombyx mori L.) dan kualitas ulat sutera pada beberapa jenis murbei (Morus spp.). Eugenia. 9(1): 47-55

Mujiono. 2000. Budidaya Tanaman MurbeiMorus sp. dan Pemeliharaan Ulat Sutera

(Bombyx mori L.) Serta Pengelolaan Kokon di PT. Ira Widya Utama dan Group Sumatera Utara. Laporan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa. Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Universitas Andalas, Payakumbuh. hlm. 25-26, 32-33

Rahayu, I. B. 2000. Vitamin B1 (Tiamin). Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang

Rahmathulla, V. K., Mathur. V. B. & Devi. R. G. G. 2004. Growth and dietary efficiency of mulberry silkworm (Bombyx mori L.) under various nutritional and environmental stress conditions. Philippine Journal of Science. 133(1): 39-43

Rahmayanti, S. & Sunanto. 2008. Pengaruh Pemberian Limbah Pemeliharaan Ulat Sutera Terhadap Produksi Daun Murbei. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. hlm. 541

Ramesha, C., Anudhara. C. M., Lakshmi. H., Kumari. S. S., Seshagiri. S. V., Goel. A. K., & Kumar. C. S. 2010. Nutrigenic traits analysis for the identification of nutritionally efficient silkworm germplasm breeds. Biotechnology. 9(2): 131-140

Rifai, Z. 2009. Kecernaan Ransum Berbasis Jerami Padi yang Diberi Tepung Daun Murbei Sebagai Substitusi Konsentrat pada Sapi Peranakan Ongole. Skripsi. Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan. IPB

Sabhat, A., Malik. M. A., Malik. F. A., Sofia. A. M., & Mir. M. R. 2011. Nutritional efficiency of selected silkworm breeds og Bombyx mori l. reared on different varieties of mulberry under temperate climate of Kashmir. African Journal of Agricultural Research. 6(1): 120-126

Schneiderman, H. A. & C. H. Williams. 1953. The respiratory metabolism of the Cecropia silkworm during diapause and development. Biol. Bull. 105: 561-562


(43)

Sediaoetama, A. D. 1976. Ilmu Gizi Diit di Daerah Tropik. Jakarta: PN Balai Pustaka. hlm. 129-131

Simpson, S. J. & Simpson, C. L. 1990. The mechanism of nutritional compensation by phytophagus insect. CRC Press Florida. Insect plant Interaction. 2: 111-160 Siregar, A. Z. 2009. Serangga Pengguna Pertanian. Medan: USU Press. hlm. 87-88 Subandy, A. 2008. Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam di

Kecamatan Rangkalong Kabupaten Sumedang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sunanto, H. 1996. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 26

Tanjung, M. 2001. Efektivitas Suplementasi Giberelin (GA3) Untuk MeningkatkanP

Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Serta Inkorporasi 14C-glisin dan 14C-serin Dalam Kokon. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. hlm. 1

Tazima, Ed. Y. 1978. The Silkworm: An Important Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha. Page. 40

Waldbauer, G. P. 1968. The Consumtion and Utilization of Food by Insect. Advances Insect Physiology. 5: 229-288

Wyman, D. 1974. Wyman’s Gardening Encyclopedia. New York: McMillan publishing Co. Inc. Page. 175


(44)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diberi Vitamin B1 Pada Daun Murbei (Morus sp.)

a. Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) Instar III

Tests of Normality

RGR_Instar_3

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .146 10 .200* .984 10 .983

0,1 .205 10 .200* .916 10 .322 0,2 .132 10 .200* .944 10 .598 0,3 .221 10 .183 .917 10 .329 0,4 .220 10 .185 .861 10 .078 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean .525 4 45 .718

Based on Median .473 4 45 .756 Based on Median and with

adjusted df .473 4 29.884 .755 Based on trimmed mean .511 4 45 .728

ANOVA

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups .017 4 .004 2.658 .045 Within Groups .070 45 .002


(45)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Bonferroni

(I) RGR_In star_3

(J) RGR_In star_3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound K 0,1 .01600 .01767 1.000 -.0362 .0682

0,2 -.03100 .01767 .861 -.0832 .0212 0,3 .01300 .01767 1.000 -.0392 .0652 0,4 .01800 .01767 1.000 -.0342 .0702 0,1 K -.01600 .01767 1.000 -.0682 .0362 0,2 -.04700 .01767 .108 -.0992 .0052 0,3 -.00300 .01767 1.000 -.0552 .0492 0,4 .00200 .01767 1.000 -.0502 .0542 0,2 K .03100 .01767 .861 -.0212 .0832 0,1 .04700 .01767 .108 -.0052 .0992 0,3 .04400 .01767 .165 -.0082 .0962 0,4 .04900 .01767 .080 -.0032 .1012 0,3 K -.01300 .01767 1.000 -.0652 .0392 0,1 .00300 .01767 1.000 -.0492 .0552 0,2 -.04400 .01767 .165 -.0962 .0082 0,4 .00500 .01767 1.000 -.0472 .0572 0,4 K -.01800 .01767 1.000 -.0702 .0342 0,1 -.00200 .01767 1.000 -.0542 .0502 0,2 -.04900 .01767 .080 -.1012 .0032 0,3 -.00500 .01767 1.000 -.0572 .0472


(46)

b. Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) Instar IV

Tests of Normality

RGR_Instar_4

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .176 10 .200* .947 10 .628

0.1 .248 10 .081 .901 10 .222 0.2 .191 10 .200* .951 10 .676 0.3 .217 10 .200 .846 10 .052 0.4 .182 10 .200* .928 10 .432 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.900 4 45 .127

Based on Median 1.753 4 45 .155 Based on Median and with

adjusted df 1.753 4 26.785 .168 Based on trimmed mean 1.870 4 45 .132

ANOVA

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups .005 4 .001 .891 .477

Within Groups .062 45 .001


(47)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Bonferroni

(I) RGR_In star_4

(J) RGR_In star_4

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound K 0.1 .01500 .01654 1.000 -.0338 .0638

0.2 -.01300 .01654 1.000 -.0618 .0358 0.3 .01100 .01654 1.000 -.0378 .0598 0.4 -.00100 .01654 1.000 -.0498 .0478 0.1 K -.01500 .01654 1.000 -.0638 .0338 0.2 -.02800 .01654 .973 -.0768 .0208 0.3 -.00400 .01654 1.000 -.0528 .0448 0.4 -.01600 .01654 1.000 -.0648 .0328 0.2 K .01300 .01654 1.000 -.0358 .0618 0.1 .02800 .01654 .973 -.0208 .0768 0.3 .02400 .01654 1.000 -.0248 .0728 0.4 .01200 .01654 1.000 -.0368 .0608 0.3 K -.01100 .01654 1.000 -.0598 .0378 0.1 .00400 .01654 1.000 -.0448 .0528 0.2 -.02400 .01654 1.000 -.0728 .0248 0.4 -.01200 .01654 1.000 -.0608 .0368 0.4 K .00100 .01654 1.000 -.0478 .0498 0.1 .01600 .01654 1.000 -.0328 .0648 0.2 -.01200 .01654 1.000 -.0608 .0368 0.3 .01200 .01654 1.000 -.0368 .0608


(48)

c. Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) Instar V

Tests of Normality

RGR_Instar_5

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .175 10 .200* .934 10 .491

0.1 .257 10 .060 .835 10 .038 0.2 .166 10 .200* .975 10 .936 0.3 .302 10 .010 .837 10 .041 0.4 .257 10 .060 .835 10 .038 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 3.293 4 45 .019

Based on Median 2.624 4 45 .047 Based on Median and with

adjusted df 2.624 4 15.320 .076 Based on trimmed mean 2.964 4 45 .030

Kruskal-Wallis Test

Ranks RGR_In

star_5 N Mean Rank Perlakuan K 10 25.50

0.1 10 25.15 0.2 10 22.40 0.3 10 25.45 0.4 10 29.00 Total 50

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 1.056

Df 4

Asymp. Sig. .901 a. Kruskal Wallis Test


(49)

d. Laju Konsumsi Relatif (RCR) Instar III

Tests of Normality

RCR_Instar_3

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .168 10 .200* .952 10 .687

0.1 .204 10 .200* .916 10 .327 0.2 .184 10 .200* .886 10 .154 0.3 .344 10 .001 .658 10 .000 0.4 .167 10 .200* .935 10 .497 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.245 4 45 .306

Based on Median 1.050 4 45 .392 Based on Median and with

adjusted df 1.050 4 31.242 .398 Based on trimmed mean 1.154 4 45 .344

Kruskal-Wallis Test Ranks RCR_In

star_3 N Mean Rank Perlakuan K 10 29.50

0.1 10 26.20 0.2 10 24.55 0.3 10 34.15 0.4 10 13.10 Total 50

Mann-Whitney Test

Ranks RCR_Instar_

3 N Mean Rank Sum of Ranks Perlakua

n

K 10 11.35 113.50 0.1 10 9.65 96.50 Total 20

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 11.599

Df 4

Asymp. Sig. .021 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: RCR_Instar_3

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 41.500 Wilcoxon W 96.500

Z -.644

Asymp. Sig. (2-tailed) .520 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .529

a

a. Not corrected for ties.


(50)

Mann-Whitney Test

Ranks RCR_In

star_3 N Mean Rank Sum of Ranks Perlakuan K 10 11.55 115.50 0.2 10 9.45 94.50 Total 20

Mann-Whitney Test

Ranks RCR_Instar

_3 N Mean Rank Sum of Ranks Perlakuan K 10 9.70 97.00

0.3 10 11.30 113.00 Total 20

Mann-Whitney Test

Ranks RCR_In

star_3 N Mean Rank Sum of Ranks Perlakuan K 10 13.40 134.00

0.4 10 7.60 76.00 Total 20

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 39.500 Wilcoxon W 94.500

Z -.796

Asymp. Sig. (2-tailed) .426 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .436a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: RCR_Instar_3

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 42.000 Wilcoxon W 97.000

Z -606

Asymp. Sig. (2-tailed) .545 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .579

a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: RCR_Instar_3

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 21.000 Wilcoxon W 76.000

Z -.2.195

Asymp. Sig. (2-tailed) .028 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a a. Not corrected for ties.


(51)

e. Laju Konsumsi Relatif (RCR) Instar IV

Tests of Normality

RCR_Instar_4

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .176 10 .200* .953 10 .702

0.1 .134 10 .200* .961 10 .802 0.2 .127 10 .200* .970 10 .887 0.3 .308 10 .008 .845 10 .051 0.4 .143 10 .200* .979 10 .957 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 4.437 4 45 .004

Based on Median 3.896 4 45 .008 Based on Median and with

adjusted df 3.896 4 30.136 .011 Based on trimmed mean 4.341 4 45 .005

Kruskal-Wallis Test

Ranks RCR_In

star_4 N Mean Rank Perlakuan K 10 20.70

0.1 10 28.20 0.2 10 20.30 0.3 10 32.95 0.4 10 25.35 Total 50

Test Statisticsa,b Perlakuan Chi-Square 5.329

df 4

Asymp. Sig. .255 a. Kruskal Wallis Test


(52)

f. Laju Konsumsi Relatif (RCR) Instar V

Tests of Normality

RCR_In star_5

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .148 10 .200* .959 10 .769

0.1 .234 10 .128 .815 10 .022 0.2 .104 10 .200* .988 10 .994 0.3 .149 10 .200* .941 10 .569 0.4 .224 10 .167 .876 10 .117 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.243 4 45 .306

Based on Median .994 4 45 .421 Based on Median and with

adjusted df .994 4 40.782 .422 Based on trimmed mean 1.276 4 45 .293

ANOVA

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups .043 4 .011 2.898 .032 Within Groups .167 45 .004


(53)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Perlakuan

Bonferroni (I) RCR_In star_5

(J) RCR_In star_5

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound K 0.1 -.04800 .02727 .851 -.1285 .0325

0.2 -.01400 .02727 1.000 -.0945 .0665 0.3 -.07600 .02727 .078 -.1565 .0045 0.4 -.00300 .02727 1.000 -.0835 .0775 0.1 K .04800 .02727 .851 -.0325 .1285 0.2 .03400 .02727 1.000 -.0465 .1145 0.3 -.02800 .02727 1.000 -.1085 .0525 0.4 .04500 .02727 1.000 -.0355 .1255 0.2 K .01400 .02727 1.000 -.0665 .0945 0.1 -.03400 .02727 1.000 -.1145 .0465 0.3 -.06200 .02727 .278 -.1425 .0185 0.4 .01100 .02727 1.000 -.0695 .0915 0.3 K .07600 .02727 .078 -.0045 .1565 0.1 .02800 .02727 1.000 -.0525 .1085 0.2 .06200 .02727 .278 -.0185 .1425 0.4 .07300 .02727 .103 -.0075 .1535 0.4 K .00300 .02727 1.000 -.0775 .0835 0.1 -.04500 .02727 1.000 -.1255 .0355 0.2 -.01100 .02727 1.000 -.0915 .0695 0.3 -.07300 .02727 .103 -.1535 .0075


(54)

g. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dicerna (ECD) Instar III

Tests of Normality

ECD_In star_3

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .152 10 .200* .973 10 .916

0.1 .149 10 .200* .908 10 .267 0.2 .185 10 .200* .918 10 .344 0.3 .258 10 .058 .867 10 .091 0.4 .149 10 .200* .950 10 .671 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.307 4 45 .282

Based on Median 1.203 4 45 .323 Based on Median and with

adjusted df 1.203 4 35.883 .326 Based on trimmed mean 1.305 4 45 .283

ANOVA

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 2131.423 4 532.856 1.134 .353 Within Groups 21147.287 45 469.940


(55)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Perlakuan

Bonferroni (I) ECD_In star_3

(J) ECD_In star_3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound K 0.1 -.65000 9.69474 1.000 -29.2696 27.9696

0.2 6.47000 9.69474 1.000 -22.1496 35.0896 0.3 17.50000 9.69474 .778 -11.1196 46.1196 0.4 6.67000 9.69474 1.000 -21.9496 35.2896 0.1 K .65000 9.69474 1.000 -27.9696 29.2696 0.2 7.12000 9.69474 1.000 -21.4996 35.7396 0.3 18.15000 9.69474 .677 -10.4696 46.7696 0.4 7.32000 9.69474 1.000 -21.2996 35.9396 0.2 K -6.47000 9.69474 1.000 -35.0896 22.1496 0.1 -7.12000 9.69474 1.000 -35.7396 21.4996 0.3 11.03000 9.69474 1.000 -17.5896 39.6496 0.4 .20000 9.69474 1.000 -28.4196 28.8196 0.3 K -17.50000 9.69474 .778 -46.1196 11.1196 0.1 -18.15000 9.69474 .677 -46.7696 10.4696 0.2 -11.03000 9.69474 1.000 -39.6496 17.5896 0.4 -10.83000 9.69474 1.000 -39.4496 17.7896 0.4 K -6.67000 9.69474 1.000 -35.2896 21.9496 0.1 -7.32000 9.69474 1.000 -35.9396 21.2996 0.2 -.20000 9.69474 1.000 -28.8196 28.4196 0.3 10.83000 9.69474 1.000 -17.7896 39.4496


(56)

h. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dicerna (ECD) Instar IV

Tests of Normality

ECD_In star_4

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .191 10 .200* .927 10 .415

0.1 .164 10 .200* .922 10 .374 0.2 .184 10 .200* .898 10 .210 0.3 .180 10 .200* .928 10 .425 0.4 .144 10 .200* .945 10 .614 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.925 4 45 .123

Based on Median 1.473 4 45 .226 Based on Median and with

adjusted df 1.473 4 37.207 .230 Based on trimmed mean 1.909 4 45 .125

ANOVA

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 1075.293 4 268.823 .791 .537 Within Groups 15284.063 45 339.646


(57)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Perlakuan

Bonferroni (I) ECD_In star_4

(J) ECD_In star_4

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound K 0.1 -4.43000 8.24192 1.000 -28.7608 19.9008

0.2 .34000 8.24192 1.000 -23.9908 24.6708 0.3 8.71000 8.24192 1.000 -15.6208 33.0408 0.4 -3.49000 8.24192 1.000 -27.8208 20.8408 0.1 K 4.43000 8.24192 1.000 -19.9008 28.7608 0.2 4.77000 8.24192 1.000 -19.5608 29.1008 0.3 13.14000 8.24192 1.000 -11.1908 37.4708 0.4 .94000 8.24192 1.000 -23.3908 25.2708 0.2 K -.34000 8.24192 1.000 -24.6708 23.9908 0.1 -4.77000 8.24192 1.000 -29.1008 19.5608 0.3 8.37000 8.24192 1.000 -15.9608 32.7008 0.4 -3.83000 8.24192 1.000 -28.1608 20.5008 0.3 K -8.71000 8.24192 1.000 -33.0408 15.6208 0.1 -13.14000 8.24192 1.000 -37.4708 11.1908 0.2 -8.37000 8.24192 1.000 -32.7008 15.9608 0.4 -12.20000 8.24192 1.000 -36.5308 12.1308 0.4 K 3.49000 8.24192 1.000 -20.8408 27.8208 0.1 -.94000 8.24192 1.000 -25.2708 23.3908 0.2 3.83000 8.24192 1.000 -20.5008 28.1608 0.3 12.20000 8.24192 1.000 -12.1308 36.5308


(58)

i. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dicerna (ECD) Instar V

Tests of Normality

ECD_In star_5

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .180 10 .200* .851 10 .060

0.1 .238 10 .113 .821 10 .026 0.2 .227 10 .155 .803 10 .016 0.3 .214 10 .200* .881 10 .133 0.4 .265 10 .045 .667 10 .000 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean .273 4 45 .894

Based on Median .151 4 45 .961 Based on Median and with

adjusted df .151 4 39.740 .961 Based on trimmed mean .259 4 45 .903

Kruskal-Wallis Test

Ranks ECD_In

star_5 N Mean Rank Perlakuan K 10 24.80

0.1 10 30.20 0.2 10 23.90 0.3 10 25.25 0.4 10 23.35 Total 50

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 1.405

df 4

Asymp. Sig. .843 a. Kruskal Wallis Test


(59)

j. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (ECI) Instar III

Tests of Normality

ECI_Inst ar_3

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .252 10 .071 .889 10 .166

0.1 .299 10 .012 .814 10 .021 0.2 .198 10 .200* .899 10 .212 0.3 .358 10 .001 .696 10 .001 0.4 .278 10 .028 .846 10 .052 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 2.084 4 45 .099

Based on Median .746 4 45 .566 Based on Median and with

adjusted df .746 4 28.406 .569 Based on trimmed mean 1.665 4 45 .175

Kruskal-Wallis Test

Ranks ECI_Inst

ar_3 N Mean Rank Perlakuan K 10 29.70

0.1 10 21.45 0.2 10 19.95 0.3 10 34.10 0.4 10 22.30 Total 50

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 7.105

df 4

Asymp. Sig. .130 a. Kruskal Wallis Test


(60)

k. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (ECI) Instar IV

Tests of Normality

ECI_Inst ar_4

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .197 10 .200* .885 10 .149

0.1 .319 10 .005 .691 10 .001 0.2 .164 10 .200* .925 10 .400 0.3 .280 10 .025 .797 10 .013 0.4 .154 10 .200* .977 10 .949 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean 1.698 4 45 .167

Based on Median 1.537 4 45 .208 Based on Median and with

adjusted df 1.537 4 34.430 .213 Based on trimmed mean 1.732 4 45 .160

Kruskal-Wallis Test

Ranks

ECI_Instar_4 N Mean Rank Perlakuan K 10 31.05

0.1 10 21.15

0.2 10 19.40

0.3 10 29.60

0.4 10 26.30

Total 50

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 4.942

df 4

Asymp. Sig. .293 a. Kruskal Wallis Test


(61)

l. Efisiensi Konsumsi Pakan yang Dimakan (ECI) Instar V

Tests of Normality

ECI_Inst ar_5

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Perlakuan K .375 10 .000 .551 10 .000

0.1 .337 10 .002 .690 10 .001 0.2 .235 10 .126 .920 10 .360 0.3 .353 10 .001 .741 10 .003 0.4 .165 10 .200* .898 10 .208 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Perlakuan Based on Mean .387 4 45 .817

Based on Median .354 4 45 .840 Based on Median and with

adjusted df .354 4 38.452 .840 Based on trimmed mean .395 4 45 .811

Kruskal-Wallis Test

Ranks

ECI_Instar_5 N Mean Rank Perlakuan K 10 25.15

0.1 10 15.60

0.2 10 25.90

0.3 10 34.70

0.4 10 26.15

Total 50

Test Statisticsa,b

Perlakuan Chi-Square 8.726

df 4

Asymp. Sig. .068 a. Kruskal Wallis Test


(1)

t. Jumlah Pengeluaran Karbon Dioksida (CO

2

) Instar IV

Tests of Normality CO2_ins

tar_4

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Perlakuan K .272 10 .035 .802 10 .015

0.1 .370 10 .000 .752 10 .004

0.2 .381 10 .000 .640 10 .000

0.3 .381 10 .000 .640 10 .000

0.4 .345 10 .001 .820 10 .026

a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Perlakuan Based on Mean 2.610 4 45 .048

Based on Median .467 4 45 .760

Based on Median and with

adjusted df .467 4 41.426 .760

Based on trimmed mean 2.491 4 45 .056

Kruskal-Wallis Test

Ranks CO2_ins

tar_4 N Mean Rank

Perlakuan K 10 21.35

0.1 10 28.85

0.2 10 15.80

0.3 10 19.70

0.4 10 41.80

Total 50

Mann-Whitney Test

Ranks CO2_

instar

_4 N Mean Rank

Sum of Ranks Perlakuan K 10 8.85 88.50

0.1 10 12.15 121.50 Total 20

Test Statisticsa,b Perlakuan Chi-Square 23.168

df 4

Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: CO2_instar_4

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 33.500

Wilcoxon W 88.500

Z -1.424

Asymp. Sig. (2-tailed) .154 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .218a a. Not corrected for ties.


(2)

Mann-Whitney Test

Ranks CO2_

instar _4 N

Mean Rank

Sum of Ranks Perlakuan K 10 11.70 117.00

0.2 10 9.30 93.00 Total 20

Mann-Whitney Test

Ranks CO2_

instar _4 N

Mean Rank

Sum of Ranks Perlakuan K 10 10.80 108.00

0.3 10 10.20 102.00 Total 20

Mann-Whitney Test

Ranks CO2_

instar

_4 N Mean Rank

Sum of Ranks Perlakuan K 10 6.50 65.00

0.4 10 14.50 145.00 Total 20

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 38.000

Wilcoxon W 93.000

Z -1.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .306 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .393a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: CO2_instar_4

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 47.000

Wilcoxon W 102.000

Z -.258

Asymp. Sig. (2-tailed) .796 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .853a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: CO2_instar_4

Test Statisticsb

Perlakuan Mann-Whitney U 10.000

Wilcoxon W 65.000

Z -3.173

Asymp. Sig. (2-tailed) .002 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.


(3)

u. Jumlah Pengeluaran Karbon Dioksida (CO

2

) Instar V

Tests of Normality CO2_ins

tar_5

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Perlakuan K .245 10 .091 .820 10 .025

0.1 .302 10 .010 .781 10 .008

0.2 .370 10 .000 .752 10 .004

0.3 .254 10 .067 .833 10 .036

0.4 .286 10 .020 .885 10 .149

a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Perlakuan Based on Mean 1.028 4 45 .403

Based on Median .985 4 45 .425

Based on Median and with

adjusted df .985 4 41.342 .426

Based on trimmed mean 1.030 4 45 .402

Kruskal-Wallis Test

Ranks CO2_ins

tar_5 N Mean Rank

Perlakuan K 10 23.10

0.1 10 21.15

0.2 10 25.30

0.3 10 28.70

0.4 10 29.25

Total 50

Test Statisticsa,b Perlakuan Chi-Square 2.699

df 4

Asymp. Sig. .609 a. Kruskal Wallis Test


(4)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Ulat Sutera

a.

Foto alat

Beaker glass

Gelas ukur

Cawan petri

Alu dan mortal


(5)

b.

Foto bahan

KOH 4% dan Eosin

Aquadest

Vitamin B1 0,1% dan 0,2%

Vitamin B1 0,3% dan 0,4%


(6)

Berat kering ulat

Ulat instar III

Ulat instar IV

Ulat instar V


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 55 65

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 72 79

Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera Bombyx Mori L. (Lepidoptera : Bombicidae) yang Diberi Vitamin B1 Pada Daun Murbei Morus sp.

2 30 91

Bionomi Bombyx mori Pada Tanaman Murbei (Morus sp.) Di Laboratorium

1 22 51

Perubahan Fenotipe Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diinduksi Dengan Sinar Ultraviolet (UV) Dan Kariotipe Kromosom

3 59 67

Pengaruh Pemberian Sultrosa pada Daun Murbei terhadap Konsumsi, Efisiensi Pakan, dan Pertumbuhan Larva Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Instar V

0 6 69

Hubungan Frekuensi Pemberian Daun Murbei Dengan Konsumsi Pakan, Pertumbuhan, Efisiensi Pakan Dan Kualitas Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

0 9 61

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

0 0 35

EFISIENSI KONSUMSI PAKAN DAN LAJU RESPIRASI ULAT SUTERA Bombyx mori L. (LEPIDOPTERA: BOMBICIDAE) YANG DIBERI DAUN MURBEI (Morus sp.) YANG MENGANDUNG VITAMIN B1 (TIAMIN) SKRIPSI RIZMA HAYANI 070805001

0 0 12