BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

  Ulat dari beberapa jenis ngengat diketahui dapat menghasilkan sutera. Salah satu jenis yang penting adalah Bombyx mori. Jenis ini merupakan satu dari kurang lebih100 anggota keluarga Bombycidae yang hidup didaerah tropis (Borror et al., 1992).

  

Bombyx mori merupakan ulat sutera yang memakan daun murbei (Morus spp.) dan

  ditemukan pertama kali di cina 3000 tahun sebelum masehi. Nama Bombyx mori dapat ditafsirkan dari kata ”Bombyx” yaitu serangga penghasil serat dan ”mori” yang berasal dari morus (murbei) yang daunnya merupakan makanan ulat sutera (Samsijah dan andadari, 1995).

  Ngengat Bombyx mori memilliki dua atau tiga garis coklat pada sayapnya, tubuh besar dengan sayap kecil, karena itu setelah menjadi dewasa tidak bisa terbang (Borror et al., 1992). Tubuh Ngengat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Kepala mempunyai bentuk oval. Anggota bagian kepala adalah anterna, mandibula. Maxilla, labium dan labrum. Bagian dada (thorax) terbagi atas tiga segmen, yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax. Bagian pertama (prothorax) lebih berkembang, sedang bagian kedua (mesothorax) dan ketiga (metathorax) berfusi atau bergabung. Bagian perut (abdomen) terdiri dari delapan segmen untuk jantan dan tujuh segmen untuk betina. Bagian akhir segmen perut dari ngengat jantan dan betina termodifikasi secara sempurna sebagai organ kelamin (Setiana, 1997).

  Kepala mempunyai bentuk membulat dan ukurannya paling kecil dibandingkan dengan dua bagian tubuh yang lain. Ketika ulat baru menetas, kepala berwarna hitam dan menjadi coklat selama instar pertama. Dada terdiri dari 3 segmen yang disebut protohorax, mesothorax, dan metathorax, pada bagian dada terdapat sepasang kaki yang disebut kaki dada (”thorasix legs”). Perut terdiri dari 9 segmen. Bagian akhir dari segmen perut dibentuk oleh tiga segmen yang menjadi satu. Kulit juga mempunyai 15 pasang kelenjar yang mensekresikan ”cairan moulting” (Setiana, 1997).

  Pada tahap larva hewan jantan dapat dibedakan dari hewan betina dengan melihat pada bagian abdominal, pada larva jantan terdapat sebuah titik pada perbatasan segmen ke 11 dan ke 12 yang disebut ” kelenjar Herold ”. Pada larva b etina terdapat sepasang bintik pada segmen ke 11 dan ke 12 yang disebut ” kuncup Imaginal ishiwata ” (Soo – Ho Lim et al., 1990).

  Di dalam tubuh ulat sutera terdapat badan malphigi, susunan saraf, peredaran darah, usus, hati, otot, anus. Saluran pencernaan makanan terdiri dari usus bagian depan, usus bagian tengah dan usus bagian belakang. Usus bagian tengah menyusun sebagian besar saluran pencernaan dan mempunyai membran ”peritrophic” pada bagian dalamnya yang akan diganti pada waktu ulat tidur dan pada tahap tiap-tiap instar. Usus bagian belakang terdiri dari ileum, colon dan rektum. Membran dalamnya bersamaan dengan usus bagian depan diganti pada waktu ulat tidur. Saluran pencernaan makanan secara berangsur-angsur tidak berfungsi setelah ulat mengokon. Umumnya selama stadia larva ulat sutera, mengalami pergantian kulit sebanyak empat kali, tetapi beberapa jenis ada yang mengalami tiga atau lima kali pergantian kulit (Soo-Ho Lim et al., 1990).

2.2 Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

  Menurut Borror et al., (1992), klasifikasi dari Bombyx mori L. adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Klass : Insecta Sub Klass : Pterygota Ordo : Lepidoptera Family : Bombycidae

  Genus : Bombyx Spesies : Bombyx mori L. Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dimulai dari telur, ulat (larva), kepompong (pupa) dan ngengat (imago). Bombyx mori L. Tergolong Endopterigota yaitu serangga yang perkembangan sayapnya terjadi di dalam badan dan fase pradewasa berbeda dengan fase dewasa, baik dalam prilaku, makanan maupun bentuknya. (Samsijah 1992 dalam Sampe et al, 2003).

  Larva ulat sutera (Bombyx mori L.) mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei (Morus sp.). Larva ulat sutera ini tumbuh dan memintal kokon dalam waktu kira-kira enam minggu. (Borror et al., 1992).

2.3 Siklus Hidup Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

  Menurut Jumar (2000), siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai serangga dewasa.

  Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera merupakan salah satu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu fase telur, larva, pupa dan imago. Pada fase larva terdiri dari beberapa tahap yaitu instar I sampai instar V (Borror et al., 1992).

  a.

  Telur Telur ulat sutera berbentuk agak gepeng, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm beratnya hanya ± 0,5 mg. Warna telur hari pertama keluar dari induknya adalah kuning sampai kuning susu. Lama stadia telur akan sangat tergantung pada kondisi iklim atau perlakuan yang diberikan. Apabila suhu tinggi yang dapat menyebabkan telur menjadi tidak aktif, maka telur dapat menetas setelah 4-10 bulan, bila suhu normal telur akan menetas setelah 9-12 hari (Mujiono, 2000).

  Gambar 1. Siklus hidup ulat sutera (Bombyx mori L.) (sumber.

   b.

  Larva Menurut Wyman (1974) perkembangan ulat sutera terjadi perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting. Lamanya dalam tahapan instar adalah instar I berlangsung selama 3-4 hari, instar II lamanya 2-3 hari, instar III selama 3-4 hari, instar IV selama 5-6 hari dan instar V selama 6-8 hari.

  Peralihan instar ke instar berikutnya ditandai dengan berhentinya makan, tidur dan pergantian kulit. Pada akhir instar V tidak terjadi pergantian kulit, tetapi badannya berangsur-angsur transparan seolah-olah tembus cahaya dan larva berhenti makan. Larva sudah mulai mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon (Sunanto, 1996). c.

  Imago Pada tahapan imago berlangsung selama 5-7 hari. Pada tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan, dan betina mengeluarkan telur- telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan. Atmosoedarjo et al., (2000) dalam Subandy (2008), menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya.

  d.

  Pupa Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon.

  Pembentukan pupa berlangsung 4-5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa 9-14 hari. Menurut Siregar (2009), dalam bentuk pupa tidak tampak gejala hidup, pada hal terjadi perubahan besar yang sukar dilukiskan. Tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat menghilang. Pada bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai dewasa. Bentuk tungkai baru ini lebih panjang dan lebih langsing. Selain itu disusun pula sayap, sistem otot baru dan semua bagian tubuh dewasanya.

2.4 Tanaman Murbei (Morus)

  Menurut Tjitrosoepomo ( 1996 ), tanaman Murbei mempunyai sistematika sebagai berikut : Divisio : Spematophyta Sub Divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Morus Spesies : Morus spp Daun murbei merupakan salah satunya pakan bagi ulat sutera jenis Bombyx mori L, dimana produksi dan kualitasnya 38% berpengaruh terhadap produksi dan kualitas kokon yang dihasilkan. Tanaman murbei merupakan tanaman tahunan yang dapat dimanfaatkan lebih dari 10 tahun. Jenis pohon murbei yang dibudidayakan saat ini berasal dari varietas unggul, antara lain yang dikenal sampai saat ini varietas Morus

  

cathayana , M.multicaulis dan M. alba van kanva-2. Penanaman pohon murbei

  dilakukan dengan sistem kebun murni atau tumpangsari. Pada umur 9 bulan tanaman mulai dipangkas dan pemanfaatan daun dimulai dari 2-3 bulan berikutnya. Berat daun yang dihasilkan pohon sekitar 0,7-1kg yang mencukupi pakan sekitar 40 ekor ulat.

  Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya sekitar 5-6 meter. atau berbentuk pohon yang tingginya mencapai 20-50 meter. Batangnya memiliki warna yang bermacam

  • – macam, yaitu hijau, hijau kecoklatan dan hijau agak kelabu. Tanaman ini memiliki banyak percabangan yang arahnya tegak, mendatar atau menggantung. Tanaman murbei berdaun tunggal dan terletak pada cabang spiral, tulang daun sebelah bawah tampak jelas (Sunanto, 1997).

2.5 Morus alba

  Gambar 2. Morus alba ( sumber : http/gambar%20murbei.htm?biw=1024&bih=487) Nama latin Murbei atau besaran adalah Morus alba. Di Cina dikenal dengan Sang ye. Daunnya dikenal sebagai makanan Ulat Sutra. Murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl (diatas permukaan laut), dan memerlukan sinar matahari yang cukup. Buahnya banyak berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah muda warnanya hijau, setelah masak menjadi hitam. Biji kecil, warna hitam.

  a. Deskripsi tanaman Dibudidaya di berbagai tempat baik daerah dengan iklim subtropis maupun tropis.

  Tanaman ini tergolong tanaman yang cepat tumbuh, berumur pendek dan memiliki tinggi 10-20 m. Pada saat masa pertumbuhan, panjang daunnya dapat mencapai 30 cm dan terdapat banyak lobus sedangkan pada saat dewasa, panjang daunnya hanya mencapai 5-15 cm serta tidak memiliki lobus. Daunnya selalu gugur di musim gugur serta selalu hijau di daerah beriklim tropis.

  b. Habitat dan penyebaran

  Murbei (Morus alba) merupakan tanaman asli dari Cina yang tersebar luas hampir di seluruh tempat baik di daerah dengan iklim tropis maupun sub tropis. Murbei dapat tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 mdpl dan cukup matahari. Pohon murbei relatif besar dengan ketinggian 9-12 m serta diameter 0,5 cm.

  c. Kandungan dan manfaat tanaman

  Murbei dikenal juga sebagai tumbuhan sutra karena dapat dijadikan tempat hidup ulat sutra. Selain bermanfaat dalam memproduksi sutra, secara empiris masyarakat telah memanfaatkan murbei sebagai obat tradisional untuk flu, malaria, hipertensi, asma, obat hipertensi, palpitasi, diabetes, insomnia, vertigo, anemia, hepatitis dan diabetes melitus (Hariana, 2008).

2.6 Pemupukan dan Parameter Indeks Nutrisi

  Secara umum penggunaan pupuk baik pupuk organik maupaun pupuk anorganik mampu memacu pertumbuhan tanaman murbei. Pupuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik sesuai genetis dan potensi produksinya. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik (sintetis). Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk meliputi cair, curah, tablet, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran (Suteja et al., 2008). Unsur hara N merupakan hara makro yang banyak diserap oleh tanaman, kemudian K dan P. Keseimbangan unsur hara terutama N dan K sangat menentukan terhadap produksi dan mutu tanaman (Rahardjo dan Pribadi, 2008).

  Perlakuan terhadap tanaman murbei diperlukan untuk tujuan mendapatkan produksi daun yang optimal dan kualitas yang baik. Perlakuannya antara lain pembersihan gulma secara periodik, pembuatan serta pemeliharaan saluran drainase, pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk kimia (NPK) secara periodik dengan porsi yang sesuai. Pengendalian hama dan penyakit (PHP) perlu dilakukan dengan cepat setelah serangan terjadi pada tanaman murbei. Pengambilan daun dilakukan pada pagi dan sore hari dan daun harus dijaga agar tetap segar misalnya menggunakan kain basah sebagai penutup.

  Secara alami, sebenarnya unsur hara makro sudah tersedia dalam tanah, namun dalam keadaan tertentu perlu campur tangan manusia agar ketersediaanya menjadi cukup, dan perlu adanya pemupukan pada tanaman. Unsur hara yang penting yaitu nitrogen yang memiliki peran utama bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang, dan daun. Nitrogen juga berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun, yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Nitrogen dapat membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik yang lain.

  Posfor berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Posfor digunakan sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein, membantu asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Kalium membantu pembentukan protein karbohidrat, memperkuat tubuh tanaman, sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Kalium berperan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi hama (Sutanto, 2002).

  Unsur makro memegang peranan penting dalam pertumbuhan, sehingga hampir semua pupuk akan mengambil unsur ini sebagai poin penting. Hanya yang membedakan adalah jumlah komposisi dan kandungan zat terlarut yang dimasukkan. Kondisi perbedaan komposisi NPK memang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan tahapan Pada saat bibit, remaja, dewasa, dan indukan punya kebutuhan unsur makro yang tidak sama. Jadi untuk perkembangan maksimal, membutuhkan pupuk yang seimbang, agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan.

  Pertumbuhadiupayakan untuk menghasilkan tanaman yang sehat dan mampu mengeluarkan karakter warna. kebutuhan kedua faktor itu bisa dipenuhi dengan mengandalkan unsur P dan K yang mempunyai komposisi lebih besar, namun bukan berarti Nitrogen (N) tidak diperlukan, karena unsur ini tetap dibutuhkan,

  • kebutuhan unsur ini tak terlalu besar. Unsur P dalam bentuk H

  2 PO 4 sangat penting

  untuk proses respirasi yang ada di bawah permukaan daun melalui stomata, selanjutnya untuk regenerasi, yaitu membentuk pembelahan sel.

  Fosfor berperan penting dalam penyusunan asam nukleat dan molekul ATP untuk transfer energi, bila terjadi proses di permukaan daun, seperti respirasi dan transfer energi, maka otomatis struktur yang dimiliki juga mengikutinya, dengan membuat daun terlihat lebih mengkilat dan warna lebih mencolok. Unsur P juga mendukung proses fotosintesis sebagai pabrik pengolahan makanan di tanaman. Gejala kekurangan unsur P akan menyebabkan warna hijau daun lebih gelap dari yang normal, selain itu daun di bagian bawah sering berwarna keunguan terutama diantara tulang-tulang daun. Pada tahap kritis daun akan terlihat rapuh dan mudah layu (Sutanto, 2002).

  Indeks nutrisi merupakan suatu nilai yang dihitung untuk mendapatkan gambaran yang terjadi di dalam tubuh serangga ketika serangga memakan suatu jenis makanan tertentu. Efisiensi tersebut akan menggambarkan respon serangga terhadap adanya perubahan komponen dalam makanan yang mempengaruhi pertumbuhan serangga tersebut (Herliana, 2008). Lima parameter indeks nutrisi yang umum digunakan yang dibuat oleh Waldbauer (1968), dan telah di modifikasi oleh Scriber dan Slansky (1981) adalah : laju konsumsi (Consumption rate/CR), laju pertumbuhan

  (Growth rate /GR), perkiraan jumlah pakan yang dicerna (Approximate

  

digestibility /AD), efisiensi konversi pakan yang dicerna (Efficiency of conversion of

ingested food /ECD), dan efisiensi konvesi makanan yang dimakan (efficiency of

conversion of digested food /ECI). Efisiensi penggunaan makanan yang tinggi dapat

  dilihat sebagai indikator kualitas nutisi dari suatu makanan yang dapat berupa suatu makanan.

  Laju pertumbuhan (GR) menggambarkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai berakhir. Jika nilai GR berada di bawah nilai ideal maka ada kemungkinan kondisi fisik organisme tereduksi yang berimbas pada tereduksinya pula kesintasan nimfa. Pereduksian ini terjadi akibat dari perpanjangan periode kerentanan organisme terhadap predator atau parasitoid, juga karena gangguan dalam sinkronisasi antara siklus hidup dengan perubahan lingkungan abiotik, waktu kawin, fenologi tanaman inang, dan faktor lainnya (Herlina, 2008). Nilai GR dipengaruhi oleh beberapa interaksi yaitu nilai laju konsumsi (CR), perkiraan pencernaan (AD), dan nilai efisiensi konversi makanan yang dicerna (ECD) (Slansky dan Scriber, 1985).

  Efisiensi konversi dari makanan yang dicerna (ECD) merupakan nilai yang mengukur proporsi dari asimilasi nutrisi yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Nilai ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa laju metabolisme, defisiensi vitamin, dan ketidakseimbangan nutrisi lainnya (Waldbauer dan Friedman, 1991).

  Menurut Slansky dan Scriber (1985) menuliskan bahwa nilai ECD akan menggambarkan proporsi dari asimilasi makanan antara produksi biomassa dan nilai respirasi serta faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi nilai ECD termasuk jumlah dan laju metabolisme yang berhubungan dengan (1) laju pertumbuhan dan lamanya perkembangan, (2) taraf penyimpanan makanan terhadap pertumbuhan, (3) katabolisme dari kelebihan nutrisi, (4) produksi, pemeliharaan dan penggunaan enzim detoksifikasi, (5) produksi air metabolik dan panas metabolik, dan aktivitas metabolik lainnya, disamping aktivitas tingkah laku seperti makan, berlari, merayap, terbang, dan menghasilkan suara (Slansky dan Scriber, 1985).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus alba Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 55 65

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

1 72 79

Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera Bombyx Mori L. (Lepidoptera : Bombicidae) yang Diberi Vitamin B1 Pada Daun Murbei Morus sp.

2 30 91

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

4 76 78

Uji Beberapa Ras Ulat Sutera ( Bombyx mori L) Untuk Mendapatkan Kualitas Kokon Dilaboratorium

1 26 56

Pengaruh Empat Varietas Murbei (Morus spp ) Terhadap Perkembangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) dan Komponen Produksi Sutera

0 25 111

Perubahan Fenotipe Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diinduksi Dengan Sinar Ultraviolet (UV) Dan Kariotipe Kromosom

3 59 67

Efektivitas Suplementasi Giberelin (GA3) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Serta Inkorporasi 14C-gIisin dan 14C-serin dalam kokon

0 23 75

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10

Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 0 12