Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Beras dan Jagung serta Pengaruhnya Terhadap Daya Tumbuh Benih padi

PEMBIAKAN Streptomyces katrae PADA FORMULASI BERAS
DAN JAGUNG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP DAYA
TUMBUH BENIH PADI

IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembiakan Streptomyces
katrae pada Formulasi Beras dan Jagung serta Pengaruhnya Terhadap Daya
Tumbuh Benih Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2 Maret 2013
Imam M Luthfi Fathurrahman
NIM A34080096

ABSTRAK
IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN. Pembiakan Streptomyces katrae pada
Formulasi Beras dan Jagung serta Pengaruhnya Terhadap Daya Tumbuh Benih
padi. Dibimbing oleh IVONNE OLEY SUMARAUW.
Streptomyces berpotensi sebagai agens pemicu pertumbuhan dan biokontrol
penyakit tanaman. Keterbatasan penggunaan Streptomyces saat aplikasi oleh petani
di lapangan adalah masalah produksi massal. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengevaluasi formulasi beras dan jagung sebagai media berkembang S. katrae serta
melihat pengaruh aplikasi formulasi terhadap pertumbuhan padi. Formulasi beras
maupun jagung diinokulasikan S. katrae dan dinkubasi hingga berumur 20 hari.
Aplikasi pelapisan benih dilakukan untuk melihat pengaruh formulasi S. katrae
pada daya tumbuh benih padi. Tiga hari setelah inokulasi, miselium mulai tumbuh
pada semua formulasi. Lima belas hari setelah inkubasi, populasi S. katrae paling
tinggi adalah FB2 (90% beras + 10% limbah baglog jamur) dan FJ2 (90% jagung +

10% limbah baglog jamur) dengan total populasi 124.8 x 107 cfu dan 107.6 x 107
cfu. Pengaruh dari formulasi S. katrae terlihat pada panjang tunas, akar dan
pengurangan jumlah inokulum X. oryzae pv. oryzae saat berumur10 hari setelah
benih ditanam pada tanah kompos steril, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap
daya kecambah. Formulasi beras dan jagung dapat menjadi alternatif substrat S.
katrae dengan produksi massal berbiaya murah.
Kata kunci: benih padi, formulasi, produksi massal, Streptomyces katrae

ABSTRACT
IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN. Growing of Streptomyces katrae in Rice
and Corn Formulation, and their effect with Rice Seed Growth. Supervised by
IVONNE OLEY SUMARAUW.
Streptomyces have a potential to be growth promotion agent and biocontrol
of plant disease. The limitation for wide use at the farmer level is the problem of
mass production. The objective of this study was to evaluate the rice and corn
formulation as media for mass production of Streptomyces katrae and the effect of
its application on rice seed growth. Both of rice and corn formulation was
inoculated with isolates of S. katrae and incubated until 20 days. Seed coating is
application to see effect of S. katrae on rice seed growth. Three days after its
inoculation, mycelial had grown on all formulation. Fifteen days after incubation,

the higher population S. katrae is FB2 (90% rice + 10% mushroom baglog waste)
and FJ2 (90% corn + 10% mushroom baglog waste) with total population 124.8 x
107 cfu and 107.6 x 107 cfu. The effect of S. katrae had seen influence at ten days
after rice seed planting on compos sterile, with root length, bud length and reduction
of population X. oryzae pv. oryzae, but not influence with germination. Both rice
and corn formulation can be an alternative substrate for low cost mass production
of S. katrae inoculum.
Keywords: Formulation, mass production, seed rice, Streptomyces katrae

PEMBIAKAN Streptomyces katrae PADA FORMULASI BERAS
DAN JAGUNG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP DAYA
TUMBUH BENIH PADI

IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Beras dan Jagung
serta Pengaruhnya Terhadap Daya Tumbuh Benih padi
Nama
: Imam M Luthfi Fathurrahman
NIM
: A34080096

Disetujui oleh

Ir Ivonne Oley Sumarauw, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah
agens antagonis, dengan judul Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi
Beras dan Jagung serta Pengaruhnya Terhadap Daya Tumbuh Benih padi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Ivonne O. Sumarauw, MSi selaku
pembimbing, Bapak Dr Ir Giyanto, MSi yang telah banyak memberi saran serta
teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan yang menyemangati dan
membantu penulis menyelesaikan penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 2 Maret 2013

Imam M Luthfi Fathurrahman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Tempat Penelitian


3

Bahan dan Alat

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan
Limbah Baglog Jamur

6
6

Pengujian Formulasi S. katrae terhadap Daya Tumbuh Benih Padi


10

Pengujian formulasi S. katrae terhadap Penekanan Populasi Xanthomonas
oryzae pv. oryzae pada Kecambah Padi

11

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA


14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Jumlah populasi S. katrae pada formulasi beras dan limbah baglog
jamur
2 Jumlah populasi S. katrae pada formulasi jagung dan limbah baglog
jamur
3 Pengaruh perlakukan seed coating FB2 dan FJ2 pada perkecambahan
benih padi
4 Pengaruh perlakukan seed coating FB2 dan FJ2 pada perkecambahan
benih padi

5 Jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae hasil pembiakan pada media
YDCA dari gerusan 20 kecambah padi

7
8
10
10
12

DAFTAR GAMBAR
1 Koloni S. katrae pada media YCED
2 a) koloni S. katrae pada beras, b) koloni S. katrae pada beras dan
limbah baglog jamur, c) koloni S. katrae pada jagung d) koloni
S. katrae pada jagung dan limbah baglog jamur
3 Jumlah populasi S. katrae per gram (x107) pada formulasi beras
4 Jumlah populasi S. katrae per gram (x107) pada formulasi jagung
5 Kolonisasi S. katrae pada perakaran benih padi
6 Kecambah benih padi berumur 10 hari setelah perlakuan seed
coating dengan FB2, FJ2 dan kontrol
7 koloni X. oryzae pv oryzae berumur satu hari hasil pembiakan pada
media YDCA dari gerusan kecambah padi, a) benih padi perlakuan
seed coating FB2, b) FJ2 , c) kontrol

6

6
8
9
11
11

12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi Media yang digunakan pada Penelitian

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktinomiset adalah bakteri berfilamen, Gram positif dan tumbuh baik dalam
kondisi aerobik. Filamen yang dihasilkan dalam pertumbuhannya, berupa jaringanjaringan rumit yang disebut miselium. Aktinomiset umumnya tumbuh didalam
tanah yang beraerasi atau material tanaman (Madigan et al. 2012). Aktinomiset
dapat ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, seperti tanah persawahan
(Himmah 2011), tanah perkebunan (Putra 2011), sedimen laut (Sunaryanto et al.
2009), sungai (Rifaat 2003), dan tanah gua (Niyomvong et al. 2012). Bahkan, Khan
et al. (2008) berhasil mengisolasi aktinomiset dari floppy dan compact disc.
Beberapa aktinomiset juga diketahui merupakan organisme endofit dan dapat
diisolasi dari jaringan tanaman (Shimizu & Yazawa 2009).
Cara membedakan aktinomiset dengan bakteri lain salah satunya dilihat dari
bentuk koloni dalam medium padat. Biasanya koloni aktinomiset terlihat seperti
tumbuh akar di dalam media agar dengan elevasi timbul dan cembung, tepian rata
dan tidak beraturan serta permukaan berdebu, kasar, atau keriput, berbeda dengan
bakteri lain yang koloninya lunak diatas media agar (Miyado 2003). Aktinomiset
secara kualitas dan kuantitas berperan penting pada lapisan rhizosfer tanah serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dengan cara melindungi perakaran
dari serangan cendawan patogen akar. Banyak peneliti yang tertarik untuk
menggunakan aktinomiset sebagai agens biokontrol (Crawford et al. 1993). Salah
satu genus terpenting dari kelompok aktinomiset adalah genus Streptomyces, lebih
dari 500 spesies Streptomyces telah ditemukan. Diameter dari filamen Streptomyces
sekitar 0.5-1.0 mikrometer dengan panjang yang tidak tentu. Spora yang dihasilkan
Streptomyces disebut konidia yang diproduksi dari ujung-ujung misellium yang
terbentuk (Madigan et al. 2012).
Streptomyces dalam penggunaannya pada skala laboratorium, berpotensi
sebagai agens antagonis terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh
cendawan maupun bakteri patogen. El-Tarabily dan Sivasithamparam (2006)
melaporkan bahwa aktinomiset dapat menekan cendawan patogen tular tanah.
Mekanisme yang dilakukan berupa antibiosis, hiperparasit dan produksi enzim
pendegradasi dinding sel. Himmah (2012) melaporkan bahwa Streptomyces katrae
hasil isolasi dan identifikasi dari tanah persawahan dapat menekan pertumbuhan
bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae terinfeksi pada benih padi dengan aplikasi
perendaman benih. Fakta ini mengindikasikan bahwa aktinomiset khususnya genus
Streptomyces berpotensi sebagai agens biokontrol untuk menekan pertumbuhan
cendawan maupun bakteri patogen.
Keterbatasan pembiakan Streptomyces jika diaplikasikan oleh petani di
lapangan adalah masalah produksi massal. Selama ini, Streptomyces ditumbuhkan
pada media yang hanya bisa dibuat di laboratorium dalam jumlah yang terbatas.
Crawford et al. (1993) menyebutkan bahwa aktinomiset genus Streptomyces
biasanya ditumbuhkan pada media agar seperti YCED (Casamino Acids-yeast
extract-glucose-agar), WYE (Water yeast extract), LNMS (Low-nutrient mineral
salts-agar), LNMC (Low-nutrient mineral salts-cellobiose-agar), MSSC (Mineral
salts-starch-casein-agar), YCoE (Water-yeast extract-compost extract-agar), dan

2
CYD (Casamino acids-yeast extract-glucose-agar) untuk perbanyakan.
Masalahnya adalah bahan-bahan tersebut cenderung mahal, sehingga media ini
tidak efektif digunakan untuk menumbuhkan Streptomyces dalam skala besar.
Beberapa jenis Streptomyces ternyata dapat tumbuh baik pada media nonagar seperti beras steril dengan memperhatikan kondisi aerasinya (Soares et al.
2007). Hasil penelitian ini menjadi dasar untuk memproduksi Streptomyces dalam
skala besar. Namun, penelitian lain perlu dilakukan untuk mengurangi penggunaan
beras agar lebih banyak referensi data serta tidak mengganggu fungsi beras
seharusnya, maka dapat digunakan media selain beras seperti jagung. Penambahan
limbah juga penting dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan utama.
Banyak limbah yang dapat digunakan, diantaranya limbah baglog jamur yang
memiliki unsur hara cukup banyak serta cukup mudah didapatkan (Sulaeman 2011).
Selain itu, perlu dilakukan pengujian dari formulasi yang telah ditumbuhkan
Streptomyces ini terhadap tanaman dengan aplikasi tertentu, sehingga dapat
diketahui apakah formulasi ini membuat toksik atau membantu memicu
pertumbuhan tanaman.

Perumusan Masalah
Masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah mengenai belum
banyaknya media pembiakan S. katrae yang low cost mass production. Padahal
untuk efisiensi aplikasi di lapangan, diperlukan media perbanyakan S. katrae yang
murah. Permasalah tersebut dirumuskan menjadi point-point berikut:
1. Apakah S. katrae dapat tumbuh baik pada berbagai formulasi yang dirancang.
2. Adakah pengaruh formulasi S. katrae terhadap pertumbuhan benih padi serta
daya antagonismenya terhadap jumlah inokulum bakteri patogen Xanthomonas
oryzae pv. oryzae.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mencari formulasi beras dan jagung terbaik sebagai
media berkembang S. katrae serta melihat pengaruhnya terhadap daya tumbuh
benih padi dan daya antagonismenya terhadap jumlah inokulum X. oryzae pv.
oryzae terinfeksi pada benih padi.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah diperoleh formulasi terbaik yang dapat
memaksimalkan perbanyakan S. katrae sehingga dapat diproduksi dalam skala
besar. Selain itu formulasi dapat membantu menjadi faktor pemicu pertumbuhan
benih padi dan dapat menekan inokulum X. oryzae pv. oryzae pada benih padi.

3

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dari bulan September –
Desember 2012.

Bahan dan Alat
Isolat S. katrae yang digunakan berasal dari koleksi laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB yang diisolasi dan
diidentifikasi dari tanah persawahan daerah Bogor. Media yang digunakan adalah
Casamino Acids-Yeast Extract-Glucose Agar (YCED 100% dan 25%), YeastDextrose-Carbonate-Agar (YDCA), Nutrient Agar (NA), limbah baglog jamur,
beras, jagung pecah giling, benih padi varietas Ciherang yang secara alami
terinfeksi X. oryzae pv. oryzae.

Prosedur Penelitian
Pengolahan Limbah Baglog Jamur
Limbah baglog jamur sebelum dicampur dengan media formulasi terlebih
dahulu dikeringkan di bawah sinar matahari sekitar tiga hari. Setelah benar-benar
kering, limbah baglog kemudian diblender hingga halus.
Peremajaan Streptomyces katrae pada Media YCED
Isolat S. katrae yang berasal dari laboratorium dilakukan peremajaan sebagai
bahan pembiakan pada berbagai formulasi. Media peremajaan S. katrae yang
digunakan adalah media YCED dalam cawan, kemudian diinkubasi hingga
berumur 9 hari.
Pembiakan S. katrae pada Formulasi Beras, Jagung dan Limbah Baglog
Jamur
Formulasi media pembiakan S. katrae dibuat dari limbah baglog jamur, beras
dan jagung pecah giling dengan rancangan formulasi yaitu FB1 (100 g beras), FB2
(90 g beras + 10 g limbah baglog jamur), FB3 (75 g beras + 25 g limbah baglog
jamur), FB4 (50 g beras + 50 g limbah baglog jamur), FJ1 (100 g jagung), FJ2 (90
g jagung + 10 g limbah baglog jamur), FJ3 (75 g jagung + 25 g limbah baglog
jamur) serta FJ4 (50 g jagung + 50 g limbah baglog jamur).
Beras pada setiap pembuatan formulasi terlebih dahulu direndam dalam air
steril selama 2 jam, kemudian ditiriskan selama 45 menit. Limbah baglog jamur
sebelum dicampur dengan beras, terlebih dahulu dicampur dengan air steril
sebanyak 85 ml untuk 50 g limbah baglog jamur, 42.5 ml untuk 25 g limbah baglog
jamur dan 17 ml untuk 10 g limbah baglog jamur. Pada formulasi jagung, masingmasing jagung direndam dalam air panas selama 15 menit, kemudian ditiriskan
selama 45 menit sebelum dicampur dengan limbah baglog jamur. Masing-masing

4
formulasi dimasukan ke dalam plastik tahan panas dengan ujung plastik dibentuk
seperti tutup erlenmeyer menggunakan pipa paralon berdiameter 3 cm dengan
panjang 3 cm. Ujung plastik tadi kemudian ditutup kapas dan alumunium foil.
Formulasi disterilisasi dalam autoklaf selama 1 jam.
Isolat S. katrae yang telah berumur 9 hari dalam cawan berisi media YCED,
dipanen sporanya dengan cara memasukan air steril sebanyak 20 ml ke dalam
cawan. Setelah dipanen, sebanyak 2 ml campuran air steril dan spora diambil
menggunakan pipet, kemudian disemprotkan ke dalam masing-masing media
formulasi. Penghitungan populasi dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval
pengamatan 5 hari. Percobaan dilakukan dengan 5 ulangan.
Cara penghitungan populasi S. katrae pada media formulasi adalah sebanyak
1 gram formulasi diambil, kemudian digerus menggunakan mortar. Formulasi yang
telah halus disuspensikan dalam air steril hingga 20 ml. Sebanyak 1 ml diambil
untuk dilakukan pengenceran berseri. Setiap 100 mikroliter dari faktor pengenceran
diplating kedalam cawan berisi media YCED 25 %. Setelah diinkubasi selama 7
hari, koloni S. katrae yang tumbuh dihitung. Penghitungan menggunakan rumus
menurut Hadioetomo (1993).
Populasi bakteri/gram =



�.�

x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke-n (cfu)
p = faktor pengenceran ke-n
v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)
Pengujian Formulasi S. katrae terhadap Daya Tumbuh Benih Padi
Formulasi terbaik media formulasi beras dan jagung dari perlakuan
pembiakan S. katrae dilakukan pengujian terhadap daya tumbuh benih padi.
Kontrol ditambahkan sebagai data pembanding berupa benih tanpa dilapisi
formulasi. Sebelum perlakuan, media formulasi dikeringkan dalam oven 55 °C
selama 5 jam untuk media formulasi beras dan 5.5 jam untuk media formulasi
jagung, serta dihaluskan hingga berbentuk seperti tepung.
Benih padi yang telah direndam 12 jam dalam air steril, dilapisi tepung
formulasi sebelum ditanam pada tanah kompos steril. Pengamatan panjang tunas
dan panjang akar dilakukan pada 20 kecambah padi dari 84 kecambah yang
berumur 10 hari dengan pengambilan sampel secara diagonal. Pada pengamatan
daya kecambah, dilakukan 3 ulangan dengan masing-masing ulangan menggunakan
28 benih padi.
Pengujian Formulasi S. katrae terhadap Penekanan Populasi X. oryzae pv.
oryzae pada Kecambah Padi
Sebanyak 84 benih padi yang telah terinfeksi X. oryzae pv. oryzae secara alami
di lapangan dilapisi formulasi terbaik pada pengujian sebelumnya. Benih padi
ditumbuhkan hingga berumur 10 hari. Sebanyak 20 kecambah yang diambil secara
diagonal, digerus menggunakan mortar steril hingga halus, kemudian diambil
sebanyak 1 g untuk disuspensikan dalam air steril hingga 40 ml. Suspensi diinkubasi
pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 1 jam, kemudian
diambil 1 ml untuk dilakukan pengenceran berseri hingga 10 - 4 . Sebanyak 100 µl
dari tiap hasil pengenceran diplating dalam cawan bermedia YDCA dan diinkubasi

5
selama 48 jam untuk dihitung jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh.
Data pengamatan selanjutnya dikonversi ke dalam satuan cfu/g dengan rumus
seperti pengujian sebelumnya.
Rancangan percobaan dan analisis data
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL). Data pengujian pembiakan S. katrae pada media beras dan jagung
ditambah limbah baglog jamur diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2013
dan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program Statistical Package for Social
Science (SPSS) versi 16.0. Pengaruh yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji
selang berganda Duncan dengan taraf nyata (α) = 5%.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan
Limbah Baglog Jamur
S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama
diisolasi dari tanah di daerah India oleh Gupta dan Chopra (1963). Himmah (2011)
berhasil mengisolasi aktinomiset dari tanah persawahan di daerah Bogor dengan
kode isolat ATS 6. Setelah dilakukan identifikasi didapatkan bahwa aktinomiset
berkode isolat ATS 6 ini termasuk kedalam genus Streptomyces dan memiliki
kesamaan maksimum hingga 98% dengan sekuen parsial gen 16S rRNA S. katrae
dengan nomor aksesi HQ60777.1. Isolat ini yang dibiakan dalam berbagai
formulasi beras dan jagung dalam penelitian ini.

Gambar 1 Koloni S. katrae pada media YCED

a

b

c

d

Gambar 2 a) koloni S. katrae pada beras, b) koloni S. katrae pada beras dan
limbah baglog jamur, c) koloni S. katrae pada jagung d) koloni S.
katrae pada jagung dan limbah baglog jamur
Koloni S. katrae dalam media agar terlihat berwarna putih pada awal
pertumbuhan, sekitar umur 3-4 hari. Setelah berumur 7 hari, miselium mulai
bersporulasi dan terjadi perubahan warna menjadi agak merah muda. Warna
merupakan salah satu cara membedakan aktinomiset yang satu dengan yang lainnya
(Madigan et al. 2012). Jika dilihat dari morfologinya, koloni S. katrae terlihat
seperti berdebu atau bertekstur beludru (Gambar 1). Koloni yang berdebu tersebut

7
merupakan kumpulan miselium aerial. Spora aktinomiset bersifat hidrofobik serta
resisten terhadap keadaan kering (Hirsch & Ensign 1976). S. katrae memiliki dua
macam miselium, yaitu miselium substrat yang masuk dan menembus media agar,
dan miselium aerial yang berada diatas permukaan media dan menghasilkan spora
(Holt et al. 1994).
Formulasi beras maupun jagung yang telah ditambahkan limbah baglog jamur
berhasil menjadi media pembiakan S. katrae dengan adanya miselium berwarna
putih yang mulai tumbuh pada hari ke-3 (Gambar 2). Pada saat berumur 5 hari
koloni mulai berwarna merah muda menandakan spora mulai terbentuk.
Pertumbuhan koloni S. katrae pada media formulasi terhitung lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada media agar. Hal ini terjadi karena spora
dari inokulum awal sebelum diinokulasikan pada formulasi sudah menghasilkan
spora yang matang, sehingga ketika dimasukan kedalam formulasi dapat dengan
mudah berkembangbiak. Media formulasi juga lebih cocok memenuhi kebutuhan
hidup S. katrae dibanding pada media agar dalam hal kebutuhan nutrisinya.
Formulasi yang dirancang terbagi menjadi delapan formulasi. Yaitu: FB1
(beras 100%), FB2 (beras 90% dan limbah baglog jamur 10%), FB3 (beras 75%
dan limbah baglog jamur 25%), FB4 (beras 50% dan limbah baglog jamur 50%),
FJ1 (jagung 100%), FJ2 (jagung 90% dan limbah baglog jamur 10%), FJ3 (jagung
75% dan limbah baglog jamur 25%), dan FJ4 (jagung 50% dan limbah baglog jamur
50%). Kedelapan formulasi ini berhasil menjadi media tumbuh S. katrae dengan
jumlah populasi per gram yang berbeda.
Berdasarkan hasil pembiakan S. katrae pada media formulasi beras (Tabel 1)
pada saat berumur 5 hari, FB3 menunjukan pertumbuhan paling tinggi
dibandingkan media formulasi lain. Hal ini belum bisa menjadi patokan bahwa FB3
merupakan media formulasi terbaik, terlihat pada pengamatan formulasi saat
berumur 10 hari, pertumbuhan maksimal ditunjukan oleh FB2, walaupun menurut
uji selang berganda Duncan tidak berbeda nyata. Media formulasi FB1, FB3 dan
FB4 telah menunjukan pertumbuhan populasi maksimalnya pada umur 10 hari. Hal
ini terlihat dari menurunnya jumlah populasi pergram pada pengamatan selanjutnya.
Media formulasi FB2 baru tercapai pertumbuhan maksimalnya pada umur 15 hari.
Menurut Hirsch dan Ensign (1976) spora Streptomyces berkecambah secara
maksimal pada umur 14 hari, setelah itu perkecambahan spora mulai berkurang.
Hal ini terlihat pada umur media formulasi mencapai 20 hari, semua jenis media
formulasi mengalami penurunan jumlah populasi. Diduga hal ini terkait dengan
nutrisi pada media yang semakin berkurang serta ruang tumbuh yang semakin
sempit.
Tabel 1 Jumlah populasi S. katrae pada formulasi beras dan limbah baglog jamur
Kode
formulasi
H+5
FB1
9.01ab ± 6.22
FB2
12.30ab ± 4.57
FB3
15.72b ± 13.45
FB4
2.32a ± 0.98
*

Jumlah populasi (x 107 cfu/gram)*
H+10
H+15
H+20
59.20a ± 68.71 26.04a ± 26.04 23.76a ± 17.00
84.24a ± 74.51 124.80b ± 68.14 93.76b ± 63.72
45.20a ± 57.92
13.88a ± 9.46
1.08a ± 0.78
8.40a ± 7.40
2.68a ± 3.10
0.44a ± 0.38

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

8

Jumlah Populasi

Berdasarkan grafik jumlah populasi S. katrae per gram pada formulasi beras
(Gambar 3), terlihat bahwa formulasi FB2 menunjukan jumlah populasi S. katrae
yang paling tinggi dari semua waktu pengamatan kecuali pengamatan 5 hari
pertama. Ketika dilakukan uji selang berganda Duncan, menunjukan hasil yang
berbeda nyata pada penghitungan populasi umur 15 dan 20 hari. Hal ini
menunjukan bahwa penambahan limbah baglog jamur sebanyak 10% pada media
beras berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan S. katrae.
140
120
100
80
60
40
20
0

FB1
FB2
FB3
FB4
H+5

H+10
H+1 5
Hari Pengamatan

H+20

Gambar 3 Jumlah populasi S. katrae per gram (x107) pada formulasi beras
Sulaeman (2011) menganalisis kandungan unsur hara dari limbah baglog
jamur, diantaranya C sebanyak 49%, N sebanyak 0.6%, P sebanyak 0.7%, K
sebanyak 0.02%, Ca sebanyak 1.6%, Mg sebanyak 0.34%, Zn sebanyak 182
ppm/100 g, dan Fe sebanyak 1597 ppm/100 g. Kekayaan unsur hara ini diduga yang
menyebabkan FB2 lebih disukai sebagai media tumbuh dari pada FB1. Namun,
penambahan limbah baglog jamur sebanyak 25 % hingga lebih tinggi cenderung
menurunkan daya tumbuh S. katrae. Hal ini terjadi karena pada penambahan limbah
baglog jamur lebih dari 25 %, jumlah nutrisi utamanya yaitu beras juga menjadi
sedikit (FB3:75% beras + 25% limbah baglog, FB4: 50% beras + 50% limbah
baglog).
Tabel 2 Jumlah populasi S. katrae pada formulasi jagung dan limbah baglog
jamur
Jumlah populasi (x 107 cfu/gram)
Kode
formulasi
H+5
H+10
H+15
H+20
FJ1
21.37bc ± 10.25 75.60b ± 51.19 50.00ab ± 52.17 22.20ab ± 15.70
FJ2
26.62c ± 16.78 69.60b ± 35.84 107.60b ± 99.99 45.20b ± 37.45
FJ3
7.94ab ± 7.31
6.80a ± 4.15
4.54a ± 4.12
2.60a ± 2.53
FJ4
1.48a ± 1.05
3 .36a ± 4.28
2.25a ± 4.33
0.31a ± 0.12
*

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

9
Hasil penghitungan populasi pada media formulasi jagung (Tabel 2),
menunjukan hasil yang relatif sama dengan media formulasi beras. Puncak tertinggi
pertumbuhan populasi S. katrae terjadi pada umur 10 hari untuk FJ1, FJ3 dan FJ4,
sedangkan pada FJ2 umur maksimal pertumbuhannya adalah 15 hari (Gambar 4).
Namun, ketika diuji dengan uji selang berganda Duncan menunjukan bahwa FJ1
dan FJ2 tidak berbeda nyata.

Jumlah Populasi

120
100
80

FJ1
FJ2
FJ3
FJ4

60
40
20
0
H+5

H+10

H+15

H+20

Hari Pengamatan

Gambar 4 Jumlah populasi S. katrae per gram (x107) pada formulasi jagung
Madigan et al. (2012) melaporkan bahwa media selektif dari Streptomyces
adalah media yang mengandung bahan mineral polimer seperti pati dan casein.
Streptomyces secara khas menghasilkan enzim hidrolitik ekstraseluler yang dapat
merombak dan memanfaatkan polisakarida (pati, selulosa, hemiselulosa), protein,
lemak, dan beberapa strain dapat menggunakan hidrokarbon, lignin, tanin dan
polimer lain yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa beras dan jagung
merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan S. katrae karena pati, lemak dan
protein yang dikandung keduanya.
Pembiakan S. katrae pada media formulasi beras maupun media formulasi
jagung harus memperhatikan beberapa hal agar daya tumbuh populasi maksimal.
Pertama, ketika memindahkan inokulum awal S. katrae, lebih baik inokulum
disemprotkan secara menyebar pada media formulasi atau media formulasi
langsung diaduk setelah diinokulasikan bakteri. Tujuannya agar S. katrae dapat
tumbuh lebih cepat dalam mengkolonisasi media formulasi. Kedua, maksimal
setiap 5 hari sekali, tutup wadah media formulasi harus dibuka untuk melancarkan
aerasi oksigen, karena S. katrae berkembang baik pada kondisi aerob atau oksigen
terjaga ketersediannya.
Formulasi FB2 dan FJ2 dipilih sebagai formulasi terbaik pada pembiakan S.
katrae dalam berbagai formulasi ini, karena jumlah populasi S. katrae pada kedua
formulasi tersebut paling tinggi dibanding formulasi lainnya.

10
Pengujian Formulasi S. katrae terhadap Daya Tumbuh Benih Padi
FB2 dan FJ2 yang telah ditumbui S. katrae, dilakukan pengujian selanjutnya
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan benih padi dengan metode
seed coating. Pada pengamatan daya kecambah (Tabel 3) menunjukan perlakuan
kontrol lebih tinggi dari perlakuan FB2 dan FJ2. Namun, setelah dilakukan uji
selang berganda Duncan hasilnya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan,
formulasi tidak terlalu berpengaruh terhadap daya berkecambah benih padi.
Tabel 3 Pengaruh perlakukan seed coating FB2 dan FJ2 pada perkecambahan
benih padi
Kode formulasi
Kontrol
FB2
FJ2

Daya Kecambah (%)*
90.48a
82.14a
86.90a

*

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Perlakuan seed coating pada benih padi mengunakan formulasi FB2 dan FJ2
berpengaruh terhadap tinggi tunas dan panjang akar. Pada pengamatan tunas (Tabel
4) menunjukan bahwa perlakuan seed coating pada benih padi menggunakan FB2
lebih berpengaruh terhadap rata-rata tinggi tunas padi daripada perlakuan FJ2 dan
kontrol, terlihat dari lebih tingginya tunas dari benih perlakuan FB2. Setelah
dilakukan uji selang berganda Duncan, FB2 menunjukan hasil yang berbeda nyata
terhadap kontrol, tetapi tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata terhadap
perlakuan FJ2, sedangkan FJ2 menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap
kontrol maupun FB2.
Tabel 4 Pengaruh perlakukan seed coating FB2 dan FJ2 pada perkecambahan
benih padi
Kode formulasi
Kontrol
FB2
FJ2

Tinggi tunas (cm) *
14.16a
16.49b
15.30ab

Panjang akar (cm) *
8.10a
8.90a
8.20a

*

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Panjang akar tanaman pada semua perlakuan (Tabel 4) menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata setelah dilakukan uji selang berganda Duncan, walaupun
perlakuan FB2 memiliki rata-rata panjang akar lebih panjang daripada kontrol dan
FJ1 (Gambar 5). Aplikasi benih padi yang menggunakan FB2 maupun FJ2, terlihat
S. katrae mulai tumbuh dan mengkolonisasi benih padi hingga berkembangbiak di
sekitar perakaran (Gambar 6). Aktinomiset berperan melindungi perakaran dari
serangan patogen tanah (Sabaratnam & Traquairt 2002).

11
Pengujian formulasi S. katrae terhadap Penekanan Populasi Xanthomonas
oryzae pv oryzae pada Kecambah Padi
X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri penyebab penyakit Hawar Daun
Bakteri atau Kresek (Agrios 2005). Bakteri ini dapat terbawa benih dan bertahan
dalam waktu yang cukup lama, karena bakteri berada pada fase dorman ketika
berada dalam benih. X. oryzae biasanya terdapat pada bagian bawah glume dan
terkadang berada pada endosperma (Singh & Mathur 2004).

Gambar 5 Kolonisasi S. katrae pada perakaran benih padi

Gambar 6 Kecambah benih padi berumur 10 hari setelah perlakuan seed
coating dengan FB2, FJ2 dan kontrol
Himmah (2011) mengemukakan bahwa dengan metode cross-streak pada
media agar, S. katrae dapat menekan pertumbuhan Xoo dengan mekanisme
antibiosis. Hal inilah yang mendasari dilakukan pengujian pada benih padi yang
terinfeksi secara alami oleh Xoo di alam. Berdasarkan hasil penghitungan (Tabel 5)
menunjukan bahwa kedua formulasi dapat menekan jumlah inokulum Xoo,
terutama FB2. Mekanisme penghambatan yang mungkin terjadi adalah antibiotik
yang dikeluarkan S. katrae diserap oleh perakaran tanaman, sehingga dapat
menghambat perkembangan Xoo pada benih padi. Perbedaan jumlah populasi X.
oryzae pv oryzae hasil pencawanan terlihat jelas pada Gambar 7.

12
Tabel 5 Jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae hasil pembiakan pada media YDCA
dari gerusan 20 kecambah padi
Jumlah koloni (x 107 cfu/g)
6.68
1.6
4

Kode formulasi
Kontrol
FB2
FJ2

a

b

c

Gambar 7 koloni X. oryzae pv oryzae berumur satu hari hasil pembiakan pada
media YDCA dari gerusan kecambah padi, a) benih padi perlakuan
seed coating FB2, b) FJ2 , c) kontrol
Secara umum, pengaruh aktinomiset terhadap tanaman diketahui dapat
memberikan keuntungan, seperti antibiotik yang dihasilkannya. Meguro et al.
(2006), melaporkan bahwa Streptomyces sp. strain MBR-52 dapat mengeluarkan
sebuah hormon yang dapat memicu pertumbuhan akar. Mohamed & Benali (2010)
juga melaporkan bahwa antibiotik yang dihasilkan Streptomyces dapat melindungi
benih dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan aplikasi seed coating.
Antibiotik yang berhasil diisolasi dari Streptomyces serta fungsinya di alam cukup
banyak, seperti streptomycin yang diisolasi dari S. griseus ternyata mampu menjadi
agens antagonis terhadap bakteri Gram negatif, amphotericin B yang diisolasi dari
S. nodosus dapat menjadi agens antagonis terhadap cendawan, erythromycin yang
diisolasi dari Saccharopolyspora erythraea dapat menjadi agens antagonis terhadap
bakteri Gram positif serta jenis antibiotik lainnya (Madigan et al. 2012).

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Media formulasi beras dan jagung dapat menjadi media tumbuh bakteri
Streptomyces katrae dengan waktu sporulasi maksimal pada umur 15 hari.
Formulasi FB2 (beras 90% dan limbah baglog jamur 10%) serta FJ2 (jagung 90%
dan limbah baglog jamur 10%) menunjukan hasil pertumbuhan populasi S. katrae
yang paling tinggi dibanding formulasi lainnya. Aplikasi seed coating
menggunakan formulasi tersebut berpengaruh terhadap daya tumbuh benih padi,
yaitu pada tinggi tunas dan panjang akar, namun tidak berpengaruh pada daya
kecambah. Aplikasi seed coating menggunakan formulasi tersebut juga cukup
berpengaruh terhadap pengurangan jumlah inokulum X. oryzae pv. oryzae pada
kecambah.

Saran
Saran untuk penelitian ini adalah perlunya pengujian kandungan nutrisi dari
setiap formulasi supaya dapat diketahui pengaruh nutrisi pada pertumbuhan
populasi S. katrae. Perlu juga dilakukan pengujian terhadap daya simpan formulasi
setelah melalui pengeringan dan penghalusan. Pada pengaplikasian daya tumbuh
benih padi, penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi formulasi langsung di
lapangan juga penting dilakukan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5th ed. New York (US): Academic Press.
Crawford DL, Lynch JM, Whipps JM, Ousley MA. 1993. Isolation and
characterization of actinomycete antagonists of a fungal root pathogen. Appl
Environ Microbiol. 59(11):3899-3905.
El-Tarabily KA, Sivasithamparam K. 2006. Non-streptomycete actinomycetes as
biocontrol agents of soil-borne fungal plant pathogens and as plant growth
promoters. Soil Biology & Biochemistri. 38:1505-1520.
Gupta KC, Chopra IC. 1963. Streptomyces katrae - a new species of Streptomyces
isolated from soil. Di dalam: Bergey DH, Whitman WB, Goodfellow M,
K̈mpfer P, Busse HJ. 2012. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology
vol. 5. New York (US): Springer.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta (ID): PT
Gramedia.
Himmah NIF. 2012. Seleksi dan identifikasi aktinomiset sebagai agens hayati untuk
pengendalian penyakit kresek yang diakibatkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae pada padi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Hirsch CF, Ensign JC. 1976. Nutritionally defined conditions for germination of
Streptomyces viridochromogenes spores. J Bacteriol. 126(1):13-23.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual
of Determinative Bacteriology 9th ed. Philadelphia (PA): Lippincott Williams
& Wilkins.
Intra B, Mungsuntisuk I, Nihira T, Igarashi Y, Panbangred W. 2011. Identification
of actinomycetes from plant rhizospheric soils with inhibitory activity against
Colletotrichum spp. the causative agent of anthracnose disease. BMC
Research Notes. 4:98.
Khan MR, Saha ML, Zuha SB. 2008. Bacteria and Actinomycetes Growing on
Floppy and Compact Disc under Ambient Condition. Bangladesh J bot.
37(1):7-14
Madigan MT, Martinko JM, Stahl DA, Clark DP. 2012. Brock biology of
microorganisms 13th ed. Francisco (CA): Benjamin Cummings.
Meguro A, Ohmura Y, Hasegawa S, Shimizu M, Nishimura T, Kunoh H. 2006. An
endophytic actinomycete, Streptomyces sp. MBR-52, that accelerates
emergence and elongation of plant adventitious roots. Actinomycetologica.
20(1):1–9.
Miyado H. 2003. Prosedur Karakterisasi dan Identifikasi Aktinomiset. Di dalam
Training Course on Identification of Bacteria. Bogor, 1-5 April 2003. Bogor:
LIPI.
Mohamed B, Benali S. 2010. The talc formulation of Streptomyces antagonist
against Mycosphaerella foot rot in pea (Pisum sativum l.) seedlings. Aechives
of Phytopathol and Plant Protection. 43(5):438-445
Niyomvong N, Pathom-aree W, Thamchaipenet A, Duangmai K. 2012.
Actinomycetes from tropical limestone caves. Chiang Mai J Sci. 39(3):373388.

15
Putra MC. 2011. Kompatibilitas Bacillus spp. dan aktinomiset sebagai agens hayati
Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan pemicu pertumbuhan padi [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Rifaat HM. 2003. The biodiversity of actinomycetes in the river nile exhibiting
antifungal activity. J Mediterranean ecology. 4:5-7
Sabaratnam S, Traquair JA. 2002. Formulation of a Streptomyces biocontrol agent
for the suppression of rhizoctonia damping-off in tomato transplants.
Biological Control. 23: 245-253.
Shimizu M, Yazawa S. 2009. A promising strain of endophytic Streptomyces sp.
for biological control of cucumber anthracnose. J Gen Plant Pathol. 75:2736.
Singh D, Mathur SB. 2004. Histopathology of seed-borne infections. Boca Raton
(FL): CRC Press.
Soares ACF, Sousa CS, Garrido MS, Perez JO. 2007. Production of Streptomycete
inoculum in sterilized rice. Brazilian J Microbiol. 64(6):641-644.
Sulaeman D. 2011. Efek kompos limbah baglog jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus jacquin) terhadap sifat fisik tanah serta pertumbuhan bibit markisa
kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa Degner) [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sunaryanto R, Marwoto B, Irawadi TT, Mas’ud ZA, Hartoto L. 2009. Isolasi dan
penapisan aktinomisetes laut penghasil antimikroba. Ilmu kelautan. 14(2):98101.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi Media yang digunakan pada Penelitian
Nama Media
Casamino acid yeast
extract glucose agar
(YCED 100%)

Casamino acid yeast
extract glucose agar
(YCED 25%)

Nutrient agar

Yeast dextrose
carbonate agar
(YDCA)

Bahan
Yeast extract
Casein enzymatic
hidrolysate
D-Glucose (C6H12O6)
K2HPO4
Agar-agar
Yeast extract
Casein enzymatic
hidrolysate
D-Glucose (C6H12O6)
K2HPO4
Agar-agar
Beef extract
Peptone
Agar-agar
Yeast extract
Dextrose
CaCO3
Agar-agar

Jumlah Bahan (g/l)
0.3
0.3
0.3
2
18
0.075
0.075
0.075
0.5
4.5
3
5
15
10
20
20
15

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 28 April 1990 sebagai anak sulung
dari pasangan M Romli Mansyur dan Didah Hamidah. Pendidikan SMA ditempuh
di SMAN 15 Garut, lulus pada tahun 2008 dan melanjutkan studi di Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB lewat jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis menjadi asisten praktikum
Pengelolaan dan Pemanfaatan Pestisida Departemen PTN pada tahun ajaran 2012.
Penulis juga aktif menjadi kepala Departemen Sosial Lingkungan BEM FAPERTA
IPB, Staf PSDM HIMASITA IPB, anggota Tae Kwon Do IPB, staf Departemen
Keuangan LDK AL-HURRIYAH IPB, kepala Biro Keuangan KAMMI IPB, dan
direktur Bimbingan Belajar KAMMI SMART. Penulis pernah aktif magang selama
satu bulan di laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Faperta IPB.
Penulis juga aktif mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa dari mulai
PKM-Penelitian tahun 2010, PKM-Pengembangan Masyarakat tahun 2011 dan
PKM-Kewirausahaan tahun 2012 yang diadakan oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Saat ini penulis aktif menjadi pengajar dalam kegiatan sosial
masyarakat desa dan anak-anak di daerah konflik Rumpin Bogor, terdaftar sebagai
penerima Beasiswa Ikatan Dinas Yayasan Bakti Barito, penerima Beasiswa PT
Pijar dan terlibat menjadi peneliti dalam proyek PT Syngenta selama 1 tahun.

ABSTRAK
IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN. Pembiakan Streptomyces katrae pada
Formulasi Beras dan Jagung serta Pengaruhnya Terhadap Daya Tumbuh Benih
padi. Dibimbing oleh IVONNE OLEY SUMARAUW.
Streptomyces berpotensi sebagai agens pemicu pertumbuhan dan biokontrol
penyakit tanaman. Keterbatasan penggunaan Streptomyces saat aplikasi oleh petani
di lapangan adalah masalah produksi massal. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengevaluasi formulasi beras dan jagung sebagai media berkembang S. katrae serta
melihat pengaruh aplikasi formulasi terhadap pertumbuhan padi. Formulasi beras
maupun jagung diinokulasikan S. katrae dan dinkubasi hingga berumur 20 hari.
Aplikasi pelapisan benih dilakukan untuk melihat pengaruh formulasi S. katrae
pada daya tumbuh benih padi. Tiga hari setelah inokulasi, miselium mulai tumbuh
pada semua formulasi. Lima belas hari setelah inkubasi, populasi S. katrae paling
tinggi adalah FB2 (90% beras + 10% limbah baglog jamur) dan FJ2 (90% jagung +
10% limbah baglog jamur) dengan total populasi 124.8 x 107 cfu dan 107.6 x 107
cfu. Pengaruh dari formulasi S. katrae terlihat pada panjang tunas, akar dan
pengurangan jumlah inokulum X. oryzae pv. oryzae saat berumur10 hari setelah
benih ditanam pada tanah kompos steril, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap
daya kecambah. Formulasi beras dan jagung dapat menjadi alternatif substrat S.
katrae dengan produksi massal berbiaya murah.
Kata kunci: benih padi, formulasi, produksi massal, Streptomyces katrae

ABSTRACT
IMAM M LUTHFI FATHURRAHMAN. Growing of Streptomyces katrae in Rice
and Corn Formulation, and their effect with Rice Seed Growth. Supervised by
IVONNE OLEY SUMARAUW.
Streptomyces have a potential to be growth promotion agent and biocontrol
of plant disease. The limitation for wide use at the farmer level is the problem of
mass production. The objective of this study was to evaluate the rice and corn
formulation as media for mass production of Streptomyces katrae and the effect of
its application on rice seed growth. Both of rice and corn formulation was
inoculated with isolates of S. katrae and incubated until 20 days. Seed coating is
application to see effect of S. katrae on rice seed growth. Three days after its
inoculation, mycelial had grown on all formulation. Fifteen days after incubation,
the higher population S. katrae is FB2 (90% rice + 10% mushroom baglog waste)
and FJ2 (90% corn + 10% mushroom baglog waste) with total population 124.8 x
107 cfu and 107.6 x 107 cfu. The effect of S. katrae had seen influence at ten days
after rice seed planting on compos sterile, with root length, bud length and reduction
of population X. oryzae pv. oryzae, but not influence with germination. Both rice
and corn formulation can be an alternative substrate for low cost mass production
of S. katrae inoculum.
Keywords: Formulation, mass production, seed rice, Streptomyces katrae

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktinomiset adalah bakteri berfilamen, Gram positif dan tumbuh baik dalam
kondisi aerobik. Filamen yang dihasilkan dalam pertumbuhannya, berupa jaringanjaringan rumit yang disebut miselium. Aktinomiset umumnya tumbuh didalam
tanah yang beraerasi atau material tanaman (Madigan et al. 2012). Aktinomiset
dapat ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, seperti tanah persawahan
(Himmah 2011), tanah perkebunan (Putra 2011), sedimen laut (Sunaryanto et al.
2009), sungai (Rifaat 2003), dan tanah gua (Niyomvong et al. 2012). Bahkan, Khan
et al. (2008) berhasil mengisolasi aktinomiset dari floppy dan compact disc.
Beberapa aktinomiset juga diketahui merupakan organisme endofit dan dapat
diisolasi dari jaringan tanaman (Shimizu & Yazawa 2009).
Cara membedakan aktinomiset dengan bakteri lain salah satunya dilihat dari
bentuk koloni dalam medium padat. Biasanya koloni aktinomiset terlihat seperti
tumbuh akar di dalam media agar dengan elevasi timbul dan cembung, tepian rata
dan tidak beraturan serta permukaan berdebu, kasar, atau keriput, berbeda dengan
bakteri lain yang koloninya lunak diatas media agar (Miyado 2003). Aktinomiset
secara kualitas dan kuantitas berperan penting pada lapisan rhizosfer tanah serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dengan cara melindungi perakaran
dari serangan cendawan patogen akar. Banyak peneliti yang tertarik untuk
menggunakan aktinomiset sebagai agens biokontrol (Crawford et al. 1993). Salah
satu genus terpenting dari kelompok aktinomiset adalah genus Streptomyces, lebih
dari 500 spesies Streptomyces telah ditemukan. Diameter dari filamen Streptomyces
sekitar 0.5-1.0 mikrometer dengan panjang yang tidak tentu. Spora yang dihasilkan
Streptomyces disebut konidia yang diproduksi dari ujung-ujung misellium yang
terbentuk (Madigan et al. 2012).
Streptomyces dalam penggunaannya pada skala laboratorium, berpotensi
sebagai agens antagonis terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh
cendawan maupun bakteri patogen. El-Tarabily dan Sivasithamparam (2006)
melaporkan bahwa aktinomiset dapat menekan cendawan patogen tular tanah.
Mekanisme yang dilakukan berupa antibiosis, hiperparasit dan produksi enzim
pendegradasi dinding sel. Himmah (2012) melaporkan bahwa Streptomyces katrae
hasil isolasi dan identifikasi dari tanah persawahan dapat menekan pertumbuhan
bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae terinfeksi pada benih padi dengan aplikasi
perendaman benih. Fakta ini mengindikasikan bahwa aktinomiset khususnya genus
Streptomyces berpotensi sebagai agens biokontrol untuk menekan pertumbuhan
cendawan maupun bakteri patogen.
Keterbatasan pembiakan Streptomyces jika diaplikasikan oleh petani di
lapangan adalah masalah produksi massal. Selama ini, Streptomyces ditumbuhkan
pada media yang hanya bisa dibuat di laboratorium dalam jumlah yang terbatas.
Crawford et al. (1993) menyebutkan bahwa aktinomiset genus Streptomyces
biasanya ditumbuhkan pada media agar seperti YCED (Casamino Acids-yeast
extract-glucose-agar), WYE (Water yeast extract), LNMS (Low-nutrient mineral
salts-agar), LNMC (Low-nutrient mineral salts-cellobiose-agar), MSSC (Mineral
salts-starch-casein-agar), YCoE (Water-yeast extract-compost extract-agar), dan

2
CYD (Casamino acids-yeast extract-glucose-agar) untuk perbanyakan.
Masalahnya adalah bahan-bahan tersebut cenderung mahal, sehingga media ini
tidak efektif digunakan untuk menumbuhkan Streptomyces dalam skala besar.
Beberapa jenis Streptomyces ternyata dapat tumbuh baik pada media nonagar seperti beras steril dengan memperhatikan kondisi aerasinya (Soares et al.
2007). Hasil penelitian ini menjadi dasar untuk memproduksi Streptomyces dalam
skala besar. Namun, penelitian lain perlu dilakukan untuk mengurangi penggunaan
beras agar lebih banyak referensi data serta tidak mengganggu fungsi beras
seharusnya, maka dapat digunakan media selain beras seperti jagung. Penambahan
limbah juga penting dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan utama.
Banyak limbah yang dapat digunakan, diantaranya limbah baglog jamur yang
memiliki unsur hara cukup banyak serta cukup mudah didapatkan (Sulaeman 2011).
Selain itu, perlu dilakukan pengujian dari formulasi yang telah ditumbuhkan
Streptomyces ini terhadap tanaman dengan aplikasi tertentu, sehingga dapat
diketahui apakah formulasi ini membuat toksik atau membantu memicu
pertumbuhan tanaman.

Perumusan Masalah
Masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah mengenai belum
banyaknya media pembiakan S. katrae yang low cost mass production. Padahal
untuk efisiensi aplikasi di lapangan, diperlukan media perbanyakan S. katrae yang
murah. Permasalah tersebut dirumuskan menjadi point-point berikut:
1. Apakah S. katrae dapat tumbuh baik pada berbagai formulasi yang dirancang.
2. Adakah pengaruh formulasi S. katrae terhadap pertumbuhan benih padi serta
daya antagonismenya terhadap jumlah inokulum bakteri patogen Xanthomonas
oryzae pv. oryzae.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mencari formulasi beras dan jagung terbaik sebagai
media berkembang S. katrae serta melihat pengaruhnya terhadap daya tumbuh
benih padi dan daya antagonismenya terhadap jumlah inokulum X. oryzae pv.
oryzae terinfeksi pada benih padi.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah diperoleh formulasi terbaik yang dapat
memaksimalkan perbanyakan S. katrae sehingga dapat diproduksi dalam skala
besar. Selain itu formulasi dapat membantu menjadi faktor pemicu pertumbuhan
benih padi dan dapat menekan inokulum X. oryzae pv. oryzae pada benih padi.

3

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dari bulan September –
Desember 2012.

Bahan dan Alat
Isolat S. katrae yang digunakan berasal dari koleksi laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB yang diisolasi dan
diidentifikasi dari tanah persawahan daerah Bogor. Media yang digunakan adalah
Casamino Acids-Yeast Extract-Glucose Agar (YCED 100% dan 25%), YeastDextrose-Carbonate-Agar (YDCA), Nutrient Agar (NA), limbah baglog jamur,
beras, jagung pecah giling, benih padi varietas Ciherang yang secara alami
terinfeksi X. oryzae pv. oryzae.

Prosedur Penelitian
Pengolahan Limbah Baglog Jamur
Limbah baglog jamur sebelum dicampur dengan media formulasi terlebih
dahulu dikeringkan di bawah sinar matahari sekitar tiga hari. Setelah benar-benar
kering, limbah baglog kemudian diblender hingga halus.
Peremajaan Streptomyces katrae pada Media YCED
Isolat S. katrae yang berasal dari laboratorium dilakukan peremajaan sebagai
bahan pembiakan pada berbagai formulasi. Media peremajaan S. katrae yang
digunakan adalah media YCED dalam cawan, kemudian diinkubasi hingga
berumur 9 hari.
Pembiakan S. katrae pada Formulasi Beras, Jagung dan Limbah Baglog
Jamur
Formulasi media pembiakan S. katrae dibuat dari limbah baglog jamur, beras
dan jagung pecah giling dengan rancangan formulasi yaitu FB1 (100 g beras), FB2
(90 g beras + 10 g limbah baglog jamur), FB3 (75 g beras + 25 g limbah baglog
jamur), FB4 (50 g beras + 50 g limbah baglog jamur), FJ1 (100 g jagung), FJ2 (90
g jagung + 10 g limbah baglog jamur), FJ3 (75 g jagung + 25 g limbah baglog
jamur) serta FJ4 (50 g jagung + 50 g limbah baglog jamur).
Beras pada setiap pembuatan formulasi terlebih dahulu direndam dalam air
steril selama 2 jam, kemudian ditiriskan selama 45 menit. Limbah baglog jamur
sebelum dicampur dengan beras, terlebih dahulu dicampur dengan air steril
sebanyak 85 ml untuk 50 g limbah baglog jamur, 42.5 ml untuk 25 g limbah baglog
jamur dan 17 ml untuk 10 g limbah baglog jamur. Pada formulasi jagung, masingmasing jagung direndam dalam air panas selama 15 menit, kemudian ditiriskan
selama 45 menit sebelum dicampur dengan limbah baglog jamur. Masing-masing

4
formulasi dimasukan ke dalam plastik tahan panas dengan ujung plastik dibentuk
seperti tutup erlenmeyer menggunakan pipa paralon berdiameter 3 cm dengan
panjang 3 cm. Ujung plastik tadi kemudian ditutup kapas dan alumunium foil.
Formulasi disteri