Sintesis superabsorben melalui kopolimerisasi pencangkokan dan penautan silang onggok dengan akrilamida

ABSTRAK
MOHAMAD AMRONI. Sintesis Superabsorben Melalui Kopolimerisasi Pencangkokan
dan Penautan Silang Onggok dengan Akrilamida. Dibimbing oleh MUHAMMAD
FARID dan M ANWAR NUR.
Salah satu limbah padat dalam proses pengolahan tapioka dikenal dengan nama
onggok. Penelitian ini bertujuan melihat kemungkinan peningkatan nilai dari onggok
menjadi suatu polimer superabsorben yang berpotensi memiliki nilai jual lebih tinggi
dengan cara kopolimerisasi pencangkokan dan penautan silang akrilamida sebagai
monomer, N,N’-metilenabisakrilamida sebagai penaut silang, dan amonium persulfat
sebagai inisiator. Onggok digunakan sebagai kerangka utama dalam kopolimerisasi
pencangkokan dan penautan silang. Kopolimerisasi dilakukan pada suhu 70oC selama 3
jam dan disaponifikasi dengan NaOH 1M selama 2 jam. Daya serap air kopolimer
sebelum dan setelah saponifikasi diukur. Hasil pengukuran daya serap air menunjukkan
perbedaan yang nyata untuk kopolimer setelah saponifikasi, yaitu dari 28.92 g/g sebelum
saponifikasi menjadi 1040.08 g/g setelah saponifikasi. Hasil ini diperoleh dari kopolimer
dengan komposisi 25% onggok, 75% akrilamida, 25 mg N,N’-metilenabisakrilamida, dan
250 mg amonium persulfat. Terbentuknya kopolimer pencangkokan dan penautan silang
dapat dilihat dari spektrum spektrofotometer inframerah fourier yang menunjukkan
semua pita serapan baik fraksi polisakarida dalam onggok tapioka maupun akrilamida.

ABSTRACT

MOHAMAD AMRONI. Synthesis of Superabsorbent Through Copolymerization
Grafting Cross-linking Onggok with Acrilamide. Supervised by MUHAMMAD FARID
and M ANWAR NUR.
Solid wastes of tapioca is known as onggok. This study is aiming to see a
possibility to increase the value of onggok by transforming it into a superabsorbent
polymer through grafting cross-linking copolymerization of acrylamide as a monomer,
N,N’-methylenebisacrylamide as a cross-linker, and ammonium persulfate as an initiator.
Onggok was used as a backbone in grafting and cross-linking copolymerization. The
copolymerization was conducted at 70oC for 3 hours and the copolymer was saponified
with NaOH 1M for 2 hours. Water absorbency capacity of the saponified copolymer as
well as unsaponified copolymer thereafter were measured. The saponified copolymer
showed significant difference in absorbency capacity, i.e. 28.92 g/g and 1040.08 g/g, for
unsaponified and saponified copolymer, repectively. This was obtained from copolymer
composed of 25% onggok, 75% acrylamide, 25 mg N,N’-methylenebisacrylamide, and
250 mg ammonium persulfate. The occurrence of grafting cross-linking copolymer was
confirmed by fourier transformed infrared spectra, where it was found to exhibit all
characteristic bands of both polysaccharide fractions of onggok and acrylamides units.
.

PENDAHULUAN

Salah satu tanaman yang paling banyak
tumbuh di Indonesia ialah ubi kayu atau lebih
dikenal dengan nama singkong manis
(Manihot utilisima) dan singkong pahit
(Manihot esculenta) Singkong memiliki
kandungan pati yang tinggi sebagai sumber
karbohidrat. Saat ini penggunaan singkong
banyak diolah menjadi tepung tapioka.
Pengolahan singkong menjadi tepung tapioka
menghasilkan produk samping berupa limbah
padat (onggok) dalam jumlah besar. Pada
industri tapioka dihasilkan 75% limbah padat
tapioka dari total bahan baku yang digunakan
(Virlandia 2005). Dalam 1 ton singkong
dihasilkan 250 kg singkong dan 114 kg
onggok (Supriyadi et al. 2009). Kandungan
terbesar dalam onggok ialah pati dan selulosa
(Nikmawati 1999) sehingga banyak penelitian
yang dilakukan untuk memodifikasi selulosa
dan pati dalam onggok. Salah satu cara

memodifikasinya yaitu pembuatan polimer
superabsorben yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan onggok
dijadikan produk-produk yang memiliki nilai
jual lebih tinggi perlu dikembangkan lebih
intensif.
Polimer superabsorben memiliki gugus
hidrofilik yang mampu menyerap dan
mempertahankan sejumlah cairan, serta
mengeluarkannya dalam kondisi tertentu
(Zhang et al. 2006). Suatu polimer dapat
dikatakan polimer superabsorben jika memilki
kemampuan menyerap lebih dari 100 kali
lipatnya (>10.000%) (Zhang et al. 2007).
Kebanyakan polimer superabsorben yang ada
saat ini memilki tingkat biodegradabilitas
yang rendah sehingga berpotensi merusak
lingkungan. Oleh karena itu, banyak
dikembangkan penelitian pembuatan polimer
superabsorben

yang teruraikan hayati
berbahan dasar polimer alam seperti, pati dan
selulosa (Nakason et al. 2010).
Pada umumnya, pembuatan polimer
superabsorben dilakukan dengan cara
pencangkokkan monomer ke dalam substrat.
Proses pencangkokan dan penautan silang
menggunakan bahan inisiator polimerisasi dan
penaut silang. Bahan inisiator yang biasa
digunakan yaitu garam persulfat (K+, Na+,
NH4+) dan hidrogen peroksida (Moad &
Solomon 2006), sedangkan penaut silang yang
biasa digunakan, yaitu N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) dan 1,1,1-trimetil
propana triakrilat (Kiatkamjornwong 2007).
Monomer yang biasa digunakan pada
kopolimerisasi pencangkokan dan penautan

silang adalah asam akrilat dan akrilamida (Li
et al. 2007; Teli & Waghmare 2009)
Kopolimerisasi pencangkokan pernah

dilakukan untuk memodifikasi pati singkong
menjadi polimer superabsorben (Khalil et al.
1998; Lanthong et al. 2006). Selain itu,
penelitian terhadap turunan lignoselulosa dari
beberapa tanaman yang berbeda juga
digunakan sebagai substrat dalam reaksi
kopolimerisasi pencangkokan (Hon 1982).
Oleh
karena
itu,
pemikiran
untuk
memodifikasi polisakarida dalam onggok
tapioka dengan kopolimerisasi pencangkokan
dan penautan silang dengan monomer
akrilamida telah dilakukan oleh Teli &
Waghmare (2009). Hasil yang diharapkan
dengan kopolimerisasi pencangkokan dan
penautan silang yaitu polimer yang terbentuk
memilki daya serap air yang tinggi dan

melepaskannya
secara
perlahan-lahan.
Campuran poliakrilamida dan polisakarida
(10.000%) (Zhang et al. 2007).
Kebanyakan polimer superabsorben yang ada
saat ini memilki tingkat biodegradabilitas
yang rendah sehingga berpotensi merusak
lingkungan. Oleh karena itu, banyak
dikembangkan penelitian pembuatan polimer
superabsorben
yang teruraikan hayati
berbahan dasar polimer alam seperti, pati dan
selulosa (Nakason et al. 2010).
Pada umumnya, pembuatan polimer
superabsorben dilakukan dengan cara
pencangkokkan monomer ke dalam substrat.
Proses pencangkokan dan penautan silang
menggunakan bahan inisiator polimerisasi dan
penaut silang. Bahan inisiator yang biasa

digunakan yaitu garam persulfat (K+, Na+,
NH4+) dan hidrogen peroksida (Moad &
Solomon 2006), sedangkan penaut silang yang
biasa digunakan, yaitu N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) dan 1,1,1-trimetil
propana triakrilat (Kiatkamjornwong 2007).
Monomer yang biasa digunakan pada
kopolimerisasi pencangkokan dan penautan

silang adalah asam akrilat dan akrilamida (Li
et al. 2007; Teli & Waghmare 2009)
Kopolimerisasi pencangkokan pernah
dilakukan untuk memodifikasi pati singkong
menjadi polimer superabsorben (Khalil et al.
1998; Lanthong et al. 2006). Selain itu,
penelitian terhadap turunan lignoselulosa dari
beberapa tanaman yang berbeda juga
digunakan sebagai substrat dalam reaksi
kopolimerisasi pencangkokan (Hon 1982).
Oleh
karena

itu,
pemikiran
untuk
memodifikasi polisakarida dalam onggok
tapioka dengan kopolimerisasi pencangkokan
dan penautan silang dengan monomer
akrilamida telah dilakukan oleh Teli &
Waghmare (2009). Hasil yang diharapkan
dengan kopolimerisasi pencangkokan dan
penautan silang yaitu polimer yang terbentuk
memilki daya serap air yang tinggi dan
melepaskannya
secara
perlahan-lahan.
Campuran poliakrilamida dan polisakarida
(10.000%) (Zhang et al. 2007).

(a)

(b)


Gambar 2 Hasil pengujian daya serap air
setelah saponifikasi (a) sebelum
dan (b) setelah direndam air.
Peningkatan daya serap air erat
hubungannya dengan muatan dalam sistem
polimer akibat adanya konversi gugus fungsi
amida (-COONH2) menjadi gugus karboksilat
(-COOH) dan karboksil (-COO-) (Teli &
Waghmare 2009), yang ditunjukkan dengan
berkurangnya kandungan nitrogen setelah
saponifikasi (Gambar 3).
Kandungan
nitrogen
sebelum
saponifikasi
untuk
kopolimer 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut
11.99, 12.47, 14.24, 16.38, dan 16.29%,
sedangkan kandungan nitrogen setelah

saponifikasi untuk kopolimer 1, 2, 3, 4, dan 5
berturut-turut 8.32, 7.80, 10.22, 10.23, dan
11.24%. Kandungan nitrogen terbanyak
terdapat pada kopolimer dengan komposisi
akrilamida 90%, yaitu pada kopolimer 4 dan
5. Kandungan nitrogen ini menentukan
efisiensi pencangkokan (Gambar 4). Efisiensi
pencangkokan menunjukkan bahwa produk
yang terbentuk telah tercangkok. Semakin
besar komposisi monomer semakin besar
efisiensi pencangkokan. Namun, kenaikan
efisiensi pencangkokan tidak mempengaruhi
daya serap air karena daya serap air
dipengaruhi oleh struktur ruang dari
kopolimer yang bersifat hidrofilik.

Gambar 1 Pengaruh saponifikasi produk
pencangkokan dan penautan
silang terhadap daya serap air.
Keterangan kopolimer:

Onggok Akrilamida
No.
(%)*
(%)*
1
40
60
2
40
60
3
25
75
4
10
90
5
10
90

MBA
(mg)
15
35
25
35
15

*Persentase berdasarkan bobot total onggok dan
akrilamida sebesar 30 g.

APS
(mg)
300
200
250
200
300

Gambar 3 Pengaruh saponifikasi produk
pencangkokan dan penautan silang
terhadap kandungan nitrogen.

4

vibrasi ulur O-H dan puncak serapan sedang
pada 2980 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur
C-H. Selanjutnya, terdapat tiga puncak
serapan kuat pada 1167, 1128, dan 1072 cm-1.
yang mengindikasikan vibrasi ulur C-O-C.
Titik analisis utama menyangkut keberhasilan
proses ini diamati pada pita serapan dengan
bilangan gelombang 3228, 1667, dan 1613
cm-1 yang mencirikan vibrasi ulur N-H,
vibrasi ulur C=O dan ikatan N-H pada gugus
amida dari unit monomer dan penaut silang
100

90
Efisiensi pencangkokan (%)

Pengukuran daya serap air maksimum
yang diperoleh sesuai dengan analisis plot
optimisasi dan plot interaksi (Lampiran 5)
yang menggunakan perangkat lunak minitab
16. Berdasarkan persamaan titik optimum,
untuk memperoleh daya serap air maksimum
1040.0750 g/g digunakan komposisi 25%,
onggok, 75% monomer, 25 mg penaut silang,
dan 250 mg inisiator, yaitu pada kopolimer 3.
Hal ini juga ditunjukkan pada visualisasi
hubungan antara daya serap air dengan
monomer, penaut silang, dan inisiator
(Gambar 5). Selain itu, hasil Anova
(Lampiran 6) menunjukkan bahwa nilai
probabilitas baik pengaruh linear maupun
kuadratik dari variabel monomer, penaut
silang, dan inisiator lebih kecil dari 0.05
(P10.000%) (Zhang et al. 2007).
Kebanyakan polimer superabsorben yang ada
saat ini memilki tingkat biodegradabilitas
yang rendah sehingga berpotensi merusak
lingkungan. Oleh karena itu, banyak
dikembangkan penelitian pembuatan polimer
superabsorben
yang teruraikan hayati
berbahan dasar polimer alam seperti, pati dan
selulosa (Nakason et al. 2010).
Pada umumnya, pembuatan polimer
superabsorben dilakukan dengan cara
pencangkokkan monomer ke dalam substrat.
Proses pencangkokan dan penautan silang
menggunakan bahan inisiator polimerisasi dan
penaut silang. Bahan inisiator yang biasa
digunakan yaitu garam persulfat (K+, Na+,
NH4+) dan hidrogen peroksida (Moad &
Solomon 2006), sedangkan penaut silang yang
biasa digunakan, yaitu N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) dan 1,1,1-trimetil
propana triakrilat (Kiatkamjornwong 2007).
Monomer yang biasa digunakan pada
kopolimerisasi pencangkokan dan penautan

silang adalah asam akrilat dan akrilamida (Li
et al. 2007; Teli & Waghmare 2009)
Kopolimerisasi pencangkokan pernah
dilakukan untuk memodifikasi pati singkong
menjadi polimer superabsorben (Khalil et al.
1998; Lanthong et al. 2006). Selain itu,
penelitian terhadap turunan lignoselulosa dari
beberapa tanaman yang berbeda juga
digunakan sebagai substrat dalam reaksi
kopolimerisasi pencangkokan (Hon 1982).
Oleh
karena
itu,
pemikiran
untuk
memodifikasi polisakarida dalam onggok
tapioka dengan kopolimerisasi pencangkokan
dan penautan silang dengan monomer
akrilamida telah dilakukan oleh Teli &
Waghmare (2009). Hasil yang diharapkan
dengan kopolimerisasi pencangkokan dan
penautan silang yaitu polimer yang terbentuk
memilki daya serap air yang tinggi dan
melepaskannya
secara
perlahan-lahan.
Campuran poliakrilamida dan polisakarida
(