Superabsorben hasil pencangkokan dan penautan-silang fraksi nonpati onggok dengan akrilamida

i

ABSTRAK
WIDIYANTO. Superabsorben Hasil Pencangkokan dan Penautan-silang Fraksi
Nonpati Onggok dengan Akrilamida. Dibimbing oleh M ANWAR NUR dan
MUHAMMAD KHOTIB.
Karbohidrat onggok terdiri atas pati dan selulosa. Kedua fraksi tersebut
berpotensi untuk dimodifikasi menjadi superabsorben dengan menggunakan
amonium persulfat sebagai inisiator, akrilamida sebagai monomer, dan N,Nmetilena-bis-akrilamida sebagai penaut-silang. Aktivasi dilakukan menggunakan
60% H2SO4 pada suhu 60 oC selama 1 jam sedangkan saponifikasi menggunakan
1M NaOH at 90 oC selama 2 jam. Onggok:air terbaik didapat pada nisbah 1:30
dan suhu optimum pada 70 oC untuk mendapat daya serap air tertinggi. Daya
serap air dari superabsorban fraksi nonpati, nonpati-teraktivasi, nonpatisaponifikasi, dan nonpati-aktivasi-saponifikasi berturut-turut ialah 25.21, 53.37,
273.3, dan 262,07 g/g. Aktivasi tidak meningkatkan daya serap air secara
signifikan dibandingkan saponifikasi. Butiran pati yang tidak tampak lagi pada
hasil SEM fraksi nonpati menandakan proses hidrolisis telah berhasil dengan baik.
Pencirian Spektrofotometer inframerah transformasi Fourier pada bilangan
gelombang 1600 cm-1 menunjukkan terbentuknya gugus amida yang menandakan
sintesis berhasil dilakukan dan pada 3300 cm-1 menunjukkan semakin rampingnya
puncak serapan mengindikasikan bahwa proses aktivasi telah berhasil.


ABSTRACT
WIDIYANTO. Superabsorbent Obtained from Grafting-crosslinking of Non-starch
Fraction of Onggok with Acrylamide. Supervised by M ANWAR NUR and
MUHAMMAD KHOTIB.
Carbohydrates of onggok consist mostly of starch and cellulose fractions.
Both fractions have high potential for modification to a superabsorbent. Onggok
with Ammonium persulfate serves as an initiator, acrylamide serves as a
monomer, and N,N-methylenebisacrylamide as a cross-linker. Onggok was
activated using 60% H2SO4 at 60 oC for 1 hour and saponified using with 1M
NaOH at 90 oC for 2 hours. The best ratio of onggok:water was 1:30, and the
optimum temperature was 70 oC for obtaining the highest water absorption
capacity. Absorption capacity was of the non-starch fraction, non-starch fraction
plus activation, non-starch fraction plus saponification, and non-starch fraction
plus activation plus saponification treatments were 25.21, 53.37, 273.3 and 262.07
g/g, respectively. The effect of activation treatment was not significant, while that
of saponification increased significantly its absorption capacity. Scanning electron
microscopy micrograph of non-starch fraction showed that starch granules were
disappeared by HCl hydrolysis treatment. It indicated that the process hydrolysis
succeeded. Fourier transform infrared spectroscopy spectrum showed a new peak
at wave number of 1600 cm-1 that indicated an amide group, meaning that the

grafting cross-linking process was succeeded and at 3300 cm-1 showed a sharp
absorption peak that indicated the activation treatment was succeeded as well.

ii

1

PENDAHULUAN
Ketela pohon memiliki kandungan pati
yang tinggi sebagai sumber karbohidrat.
Ketela pohon dapat diproses menjadi produk
tapioka olahan. Pembuatan tepung tapioka di
industri kecil meliputi tahapan pengupasan
kulit, pencucian, pemarutan, pengekstrakan
(pemerasan dan pengeringan), pengendapan
pati, dan pengeringan. Limbah padat seperti
kulit ketela pohon dimanfaatkan untuk pakan
ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas)
yang merupakan hasil samping tahap
pemerasan digunakan sebagai bahan baku

pada industri pembuatan saus, campuran
kerupuk, obat nyamuk bakar, dan pakan
ternak. Onggok merupakan limbah pertanian
yang sering menimbulkan masalah lingkungan
yang berpotensi sebagai polutan di daerah
sekitar pabrik karena onggok relatif cepat
membusuk sehingga menyebabkan bau tidak
sedap (Pakpahan et al. 1993).
Onggok mengandung karbohidrat sangat
tinggi. Karbohidrat onggok terdiri dari fraksi
pati dan fraksi selulosa. Kedua fraksi ini
sangat potensial untuk dimodifikasi, di
antaranya menjadi superabsorben, karena
banyak mengandung gugus hidroksil.
Meskipun memiliki struktur dasar yang sama,
keduanya memiliki perbedaan yang cukup
signifikan. Rantai-rantai selulosa tersusun
sejajar membentuk mikrofibril yang diikatsatukan oleh ikatan hidrogen (Gambar 1).
Mikrofibril diikat-satukan lagi menjadi bundel
yang lebih besar, disebut makrofibril.

Mikrofibril selulosa sangat keras dan tidak
lentur, memiliki sifat kristal relatif lebih besar
daripada bagian yang berbentuk amorf.
Sementara molekul pati terikat sedemikian
rupa sehingga berstruktur heliks yang lebih
lentur dan lebih mudah terbengkakkan,
ditambah lagi adanya struktur bercabang pada
komponen amilopektin (Gambar 2). Secara
termodinamika, percabangan menyebabkan
kandungan energi molekul lebih tinggi
sehingga menjadi lebih reaktif (Achmadi
1990).
Selulosa telah banyak dimodifikasi melalui
modifikasi kimia seperti karboksimetilasi,
sulfonasi, atau fosforilasi. Selulosa yang
dimodifikasi dengan akrilamida melalui
proses kopolimerisasi dapat meningkatkan
daya serap air.

Molekul

individu

Mikrofibril selulosa

selulosa

Polisakarida
(selain selulosa)

Gambar 1 Struktur selulosa dalam mikrofibril
(Farabee 2007).

a

b

Gambar 2 Struktur pati; (a) Filamen pati yang
fleksibel, dan (b) Tubular heliks
pati (Farabee 2007).
Daya serap air produk meningkat beberapa

kali lipat dari bobot awalnya sehingga
modifikasi ini akan menghasilkan suatu
polimer
superabsorben.
Polimer
superabsorben dapat dimanfaatkan dalam
banyak bidang di antaranya popok bayi,
pembungkus makanan, teknik konstruksi,
industri kimia, pengolahan limbah, bahan
pembuat sensor, dan pelembap tanah
(Swantono et al. 2008)
Polimer superabsorben adalah suatu bahan
yang dapat
mengabsorpsi dan atau
menyimpan air lebih dari bobot asalnya dan
tidak melepasnya dalam waktu singkat, atau
melepasnya
secara
perlahan.
Uji

superabsorben untuk aplikasi bidang pertanian
telah menunjukkan hasil yang diharapkan,
yaitu dapat mempertahankan ketersediaan
sumber daya air bagi tanaman, menurunkan
tingkat kematian tanaman, dan meningkatkan
retensi pupuk di dalam tanah (Swantono et al.
2008). Bahan utama superabsorben umumnya
adalah poliakrilamida atau poliakrilat, suatu
bahan sintetik. Penggunaan bahan ini dalam
polimer superabsorben memiliki beberapa
kelemahan, yaitu tidak terbarukan (bahan
berasal dari petrokimia), non-biodegradabel,
harganya mahal, dan tidak cocok untuk air
yang mengandung garam dan tanah (Liang et
al. 2009). Pemanfaatan biomaterial dan bahan
lain dalam usaha memperbaiki kelemahan
polimer
superabsorben
sintetik
telah

dilakukan, misalnya dengan pencangkokan

1

2

dan
penautan-silang
tapioka
dengan
akrilamida dan komposit tanah liat dengan
pati (Hua & Aiqin 2009).
Hasil penelusuran pustaka menunjukkan
bahwa informasi pemanfaatan onggok sebagai
superabsorben sangat jarang. Tercatat dua
informasi penelitian mengenai masalah ini,
yaitu
Kurniadi
(2010)
melakukan

kopolimerisasi onggok dengan asam akrilat
dan Ramadhani (2009) melakukan sulfonasi
pada onggok. Daya serap air dari produk yang
dihasilkan kedua peneliti tersebut masih relatif
rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode
yang
mampu
menghasilkan
polimer
superabsorben dengan daya serap air tinggi
dan berbahan baku biomaterial. Penelitian ini
bertujuan mengkaji kopolimerisasi melalui
pencangkokan dan penautan-silang fraksi
nonpati onggok dengan akrilamida untuk
memperoleh superabsorben berdaya serap air
tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketela Pohon
Ketela pohon (Manihot esculenta) disebut

juga ubi kayu atau singkong pahit. Ketela
pohon termasuk tumbuhan berbatang pohon
lunak atau getas (mudah patah), berbatang
bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas
pangkal tangkai daun dan bagian tengahnya
bergabus, ketinggian 1¬4 meter, daun tangkai
panjang dan helaian daunnya menyerupai
telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai
daun sekitar 3¬8 lembar. Tangkai daun
tersebut berwarna kuning, hijau, atau merah.
Ketela pohon dapat tumbuh subur di daerah
yang berketinggian 1200 m di atas permukaan
air laut dan merupakan tumbuhan yang
produktif. Ketela pohon memiliki kandungan
pati yang tinggi sebagai sumber karbohidrat.
Di masa lalu, umbi ketela pohon diekspor ke
Eropa untuk bahan baku wiski kualitas
rendah. Disamping sebagai bahan makanan,
singkong juga dapat digunakan sebagai pakan
ternak dan bahan baku industri pembuatan

tepung tapioka (Pakpahan et al. 1993).
Onggok
Onggok adalah hasil samping (limbah
padat utama) dari proses pengolahan ketela
pohon menjadi tepung tapioka. Limbah padat
yang dihasilkan oleh industri tapioka yang
sudah maju terutama berupa selulosa.
Sebaliknya, kandungan pati dalam limbah

padat yang dihasilkan oleh pengrajin tapioka
(industri kecil) jauh lebih tinggi daripada
kadar selulosanya (Rinaldy 1987). Tabel 1
menunjukkan komposisi kimia onggok.
Komposisi kimia onggok dipengaruhi oleh
perbedaan varietas ketela pohon, perbedaan
kandungan mineral, serta kadar air media
tanam dan cara ekstraksi pati. Kandungan
karbohidrat dan air yang tinggi dari onggok
mempermudah aktivitas mikrob pengurai
menghasilkan senyawa amonia (NH3 dan
H2O) yang menimbulkan bau tidak sedap
(Pudjiastuti et al. 1999). Onggok dapat
mengeluarkan bau tidak sedap yang muncul
akibat terjadinya proses pembusukan onggok
yang amat cepat (Jenie & Fachda 1989). Oleh
karena itu, onggok perlu segera diolah lebih
lanjut sebelum mengalami pembusukan.
Karbohidrat onggok terdiri atas selulosa, pati,
dan gula sederhana lainnya.
Tabel 1

Komposisi kimia onggok ketela
pohon
Komposisi
Kadar (%)
Air
12.7
Abu
9.1
Protein
2.5
Lemak
1.0
Karbohidrat
74.7

Sumber: Rinaldy (1987).

Onggok segar mengandung air cukup
tinggi (10¬20%) sehingga perlu dilakukan
pengeringan
terlebih
dahulu
untuk
menghindari pembusukan. Kadar protein dan
lemak onggok yang rendah memungkinkan
onggok
dimodifikasi
tanpa
perlu
menghilangkan lemak dan proteinnya terlebih
dahulu.
Selulosa
Selulosa merupakan karbohidrat utama
yang disintesis oleh tanaman dan menempati
hampir 60% komponen penyusun struktur
tanaman. Selulosa terdiri atas rantai lurus
homopolisakarida yang disusun oleh unit-unit
D-glukopiranosa melalui ikatan glikosidik β(1,4) (Gambar 3). Selulosa banyak terdapat
pada dinding sel dan berfungsi menjaga
struktur sel tersebut. Ikatan glikosidik β-(1,4)
pada selulosa dapat dihidrolisis oleh asam
kuat, menghasilkan glukosa dan selobiosa.
Ikatan ini tidak dapat dihidrolisis oleh enzim
glikosidase yang terdapat dalam pencernaan
manusia. Selulosa mempunyai potensi yang
cukup besar untuk dimodifikasi menjadi

2

2

dan
penautan-silang
tapioka
dengan
akrilamida dan komposit tanah liat dengan
pati (Hua & Aiqin 2009).
Hasil penelusuran pustaka menunjukkan
bahwa informasi pemanfaatan onggok sebagai
superabsorben sangat jarang. Tercatat dua
informasi penelitian mengenai masalah ini,
yaitu
Kurniadi
(2010)
melakukan
kopolimerisasi onggok dengan asam akrilat
dan Ramadhani (2009) melakukan sulfonasi
pada onggok. Daya serap air dari produk yang
dihasilkan kedua peneliti tersebut masih relatif
rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode
yang
mampu
menghasilkan
polimer
superabsorben dengan daya serap air tinggi
dan berbahan baku biomaterial. Penelitian ini
bertujuan mengkaji kopolimerisasi melalui
pencangkokan dan penautan-silang fraksi
nonpati onggok dengan akrilamida untuk
memperoleh superabsorben berdaya serap air
tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketela Pohon
Ketela pohon (Manihot esculenta) disebut
juga ubi kayu atau singkong pahit. Ketela
pohon termasuk tumbuhan berbatang pohon
lunak atau getas (mudah patah), berbatang
bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas
pangkal tangkai daun dan bagian tengahnya
bergabus, ketinggian 1¬4 meter, daun tangkai
panjang dan helaian daunnya menyerupai
telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai
daun sekitar 3¬8 lembar. Tangkai daun
tersebut berwarna kuning, hijau, atau merah.
Ketela pohon dapat tumbuh subur di daerah
yang berketinggian 1200 m di atas permukaan
air laut dan merupakan tumbuhan yang
produktif. Ketela pohon memiliki kandungan
pati yang tinggi sebagai sumber karbohidrat.
Di masa lalu, umbi ketela pohon diekspor ke
Eropa untuk bahan baku wiski kualitas
rendah. Disamping sebagai bahan makanan,
singkong juga dapat digunakan sebagai pakan
ternak dan bahan baku industri pembuatan
tepung tapioka (Pakpahan et al. 1993).
Onggok
Onggok adalah hasil samping (limbah
padat utama) dari proses pengolahan ketela
pohon menjadi tepung tapioka. Limbah padat
yang dihasilkan oleh industri tapioka yang
sudah maju terutama berupa selulosa.
Sebaliknya, kandungan pati dalam limbah

padat yang dihasilkan oleh pengrajin tapioka
(industri kecil) jauh lebih tinggi daripada
kadar selulosanya (Rinaldy 1987). Tabel 1
menunjukkan komposisi kimia onggok.
Komposisi kimia onggok dipengaruhi oleh
perbedaan varietas ketela pohon, perbedaan
kandungan mineral, serta kadar air media
tanam dan cara ekstraksi pati. Kandungan
karbohidrat dan air yang tinggi dari onggok
mempermudah aktivitas mikrob pengurai
menghasilkan senyawa amonia (NH3 dan
H2O) yang menimbulkan bau tidak sedap
(Pudjiastuti et al. 1999). Onggok dapat
mengeluarkan bau tidak sedap yang muncul
akibat terjadinya proses pembusukan onggok
yang amat cepat (Jenie & Fachda 1989). Oleh
karena itu, onggok perlu segera diolah lebih
lanjut sebelum mengalami pembusukan.
Karbohidrat onggok terdiri atas selulosa, pati,
dan gula sederhana lainnya.
Tabel 1

Komposisi kimia onggok ketela
pohon
Komposisi
Kadar (%)
Air
12.7
Abu
9.1
Protein
2.5
Lemak
1.0
Karbohidrat
74.7

Sumber: Rinaldy (1987).

Onggok segar mengandung air cukup
tinggi (10¬20%) sehingga perlu dilakukan
pengeringan
terlebih
dahulu
untuk
menghindari pembusukan. Kadar protein dan
lemak onggok yang rendah memungkinkan
onggok
dimodifikasi
tanpa
perlu
menghilangkan lemak dan proteinnya terlebih
dahulu.
Selulosa
Selulosa merupakan karbohidrat utama
yang disintesis oleh tanaman dan menempati
hampir 60% komponen penyusun struktur
tanaman. Selulosa terdiri atas rantai lurus
homopolisakarida yang disusun oleh unit-unit
D-glukopiranosa melalui ikatan glikosidik β(1,4) (Gambar 3). Selulosa banyak terdapat
pada dinding sel dan berfungsi menjaga
struktur sel tersebut. Ikatan glikosidik β-(1,4)
pada selulosa dapat dihidrolisis oleh asam
kuat, menghasilkan glukosa dan selobiosa.
Ikatan ini tidak dapat dihidrolisis oleh enzim
glikosidase yang terdapat dalam pencernaan
manusia. Selulosa mempunyai potensi yang
cukup besar untuk dimodifikasi menjadi

2

3

penjerap air. Banyaknya gugus OH, pada
selulosa dan hemiselulosa menyebabkan
terjadinya sifat polar pada absorben tersebut.

(Gambar 4). Interaksi yang dominan terjadi
adalah hidrasi (Elliot 1997).

Gambar 3

Gambar 4 Diagram representasi dari jaringan
polimer.

Struktur selulosa dan interaksi
hidrogen.

Polimer Superabsorben

Aktivasi dan Saponifikasi

Pada awalnya polimer superabsorben
dibuat dari selulosa atau polivinil alkohol
yang mempunyai gugus hidrofilik dan
mempunyai daya afinitas tinggi terhadap air.
Polimer superabsorben jenis ini mempunyai
beberapa kelemahan di antaranya kapasitas
absorpsi relatif kecil, kurang stabil terhadap
perubahan pH, suhu dan sifat fisiknya tidak
baik. Dewasa ini sedang dikembangkan
polimer superabsorben dari polimer organik
yang dimodifikasi dengan mineral alam
seperti bentonit, kuarsa, dan silika. Polimer
superabsorben
hasil
modifikasi
ini
mempunyai sifat fisik dan kimia yang jauh
lebih baik. Polimer superabsorben dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.
Berdasarkan morfologinya, diklasifikasikan
menjadi polimer serbuk, partikel, bola, serat,
membran, dan emulsi (Elliot 1997).
Ditinjau dari jenis bahan penyusunnya ada
polimer superabsorben makromolekul alam,
semipolimer sintetis, dan polimer sintetis,
sedangkan dilihat dari proses pembuatannya
dapat dibedakan menjadi polimer cangkok dan
polimer taut-silang. Gugus utama polimer
superabsorben adalah gugus hidrofilik
misalnya gugus karboksilat (-COOH) yang
mudah menyerap air. Ketika polimer
superabsorben dimasukkan dalam air atau
pelarut akan terjadi interaksi antara polimer
dan molekul air. Modifikasi selulosa menjadi
superabsorben terjadi pada gugus hidroksil.
Tautan
silang
akan
menyebabkan
superabsorben berbentuk 3 dimensi yang
menciptakan ruang untuk memerangkap
molekul air. Tautan silang juga mencegah
pembengkakan tak terbatas yang terjadi bila
superabsoben sudah memerangkap air

Aktivasi pada selulosa merupakan upaya
memutuskan ikatan hidrogen antarrantai
polisakarida sehingga struktur lebih terbuka.
Putusnya ikatan hidrogen ini menyebabkan
rantai polimer glukosa dalam mikrofibril
menjadi lebih longgar sehingga ikatan
antarrantai
selulosa
semakin
terbuka.
Terbukanya struktur selulosa ini akan
menyebabkan selulosa lebih mudah diserang
oleh inisiator. Aktivasi dilakukan dengan
mereaksikan selulosa dengan suatu asam kuat
disertai pemanasan.
Saponifikasi adalah hidrolisis suatu asam
lemak oleh suatu basa (contoh NaOH).
Superabsorben yang disintesis dengan
akrilamida (monomer nonionik) perlu
disaponifikasi untuk meningkatkan daya serap
air. Saponifikasi pada superabsorben onggokakrilamida akan mengubah gugus –CONH2
menjadi COO- atau COOH (Li & Aiqin 2006).
Pencangkokan dan Penautan-silang
Pencangkokan merupakan salah satu
teknik kopolimerisasi yang sering digunakan
untuk memodifikasi polimer (Gambar 5).
Proses pencangkokan pada pembuatan
polimer superabsorben harus memenuhi syarat
antara lain bersifat hidrofilik dan mempunyai
gugus fungsi yang bersifat ionik. Bahan
polimer superabsorben yang paling sering
digunakan antara lain poliakrilat dan
poliakrilamida karena mempunyai afinitas
yang baik terhadap air.
Penautan-silang pada absorben terbagi
menjadi 2, yaitu tautan silang inti dan tautan
silang permukaan. Penautan-silang ialah
bergabungnya 2 molekul besar atau lebih

3

4

dengan suatu penaut silang. Suatu penaut
silang biasanya merupakan molekul organik
yang mengandung 2 atau lebih gugus aktif.
Beberapa faktor yang memengaruhi ikatan
silang pada polimer adalah nisbah reaktivitas
(Elliot 1997). Contoh reaksi pencangkokan
dan penautan-silang terjadi pada karbohidrat
yang mempunyai gugus hidrofilik dengan
suatu monomer akrilamida, inisiator APS, dan
penaut-silang MBA sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 5.

warna. Tidak terjadinya perubahan warna
menandakan bahwa onggok telah bebas pati.
Aktivasi Onggok
Ke dalam 5 g onggok bebas pati
ditambahkan 100 mL H2SO4 60% kemudian
dipanaskan hingga suhu 60 oC selama 1 jam.
Larutan kemudian disaring dengan penyaring
vakum dan dicuci dengan akuades hingga
mencapai pH netral.
Pencangkokan
dan
Penautan-silang
Polimer Superabsoben (Liang et al. 2009)

Gambar

5

Reaksi pencangkokan
penautan-silang.

dan

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mesin
pengaduk, peralatan kaca, neraca analitik,
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR), dan mikroskop elektron
payaran (SEM).
Bahan-bahan yang digunakan adalah
onggok yang diperoleh dari industri tapioka
rakyat di daerah Bogor, akuades, gas nitrogen,
akrilamida, amonium persulfat (APS), N,Nmetilena-bis-akrilamida (MBA), metanol,
etanol 95%, aseton, NaOH, H2SO4, HCl, dan
indikator pH universal.
Metode
Hidrolisis Onggok
Ke dalam 150 g onggok ditambahkan 750
mL HCl 3% lalu dipanaskan hingga suhu 80
o
C selama 1 jam. Sebagian onggok diuji
dengan menggunakan pereaksi iodium
(larutan I2 dalam KI) pada lempeng tetes
hingga tidak lagi mengalami perubahan

Sebanyak masing-masing 5 g onggok
bebas pati tanpa aktivasi dan yang telah
diaktivasi diberi akuades dengan berbagai
nisbah (1:10, 1:20, 1:30, dan 1:40) lalu diaduk
hungga terbentuk bubur. Masing-masing
bubur dimasukkan ke dalam labu leher tiga
yang telah dilengkapi dengan kondensor,
aliran gas nitrogen, penutup asah labu, dan
mesin pengaduk. Kemudian labu leher tiga
ditempatkan di atas penangas air dan
dipanaskan pada suhu 95 oC selama 30 menit
dengan dialiri gas nitrogen sampai
tergelatinisasi. Setelah itu, suhu diturunkan
menjadi 60¬65 oC, lalu ditambahkan inisiator
APS sebanyak 250 mg yang telah dilarutkan
dalam 12.5 mL akuades sambil diaduk selama
15
menit.
Kemudian
ke
dalamnya
ditambahkan secara perlahan campuran 25 g
akrilamida dan 0.250 g MBA yang telah di
larutkan dalam 200 mL akuades dan
direaksikan selama 3 jam pada suhu 45, 70,
dan 80 oC. Produk yang dihasilkan dicuci
dengan metanol, etanol, lalu aseton.
Selanjutnya dikeringkan pada suhu 60 oC
hingga bobot produk tetap. Produk kering
digiling hingga halus.
Saponifikasi (Nakason et al. 2009)
Sebanyak 5 g produk pencangkokan dan
penautan-silang ditambah 12.5 mL NaOH 1M
dan 12.5 mL akuades kemudian dipanaskan
sampai suhu 90 oC selama 2 jam. Setelah
dinetralkan dengan HCl 1 M, campuran
dikoagulasi dan diendapkan dengan metanol.
Hasil saponifikasi dikeringkan pada suhu 60
o
C dan digiling hingga halus (100¬200 mesh).
Pengukuran Daya Serap Air
Sebanyak 0.1 g superabsorben (m1)
dimasukkan ke dalam air hingga bahan
tersebut mengembang maksimum selama 24
jam. Sampel yang telah mengembang
dipisahkan dari air yang tidak terserap

4

4

dengan suatu penaut silang. Suatu penaut
silang biasanya merupakan molekul organik
yang mengandung 2 atau lebih gugus aktif.
Beberapa faktor yang memengaruhi ikatan
silang pada polimer adalah nisbah reaktivitas
(Elliot 1997). Contoh reaksi pencangkokan
dan penautan-silang terjadi pada karbohidrat
yang mempunyai gugus hidrofilik dengan
suatu monomer akrilamida, inisiator APS, dan
penaut-silang MBA sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 5.

warna. Tidak terjadinya perubahan warna
menandakan bahwa onggok telah bebas pati.
Aktivasi Onggok
Ke dalam 5 g onggok bebas pati
ditambahkan 100 mL H2SO4 60% kemudian
dipanaskan hingga suhu 60 oC selama 1 jam.
Larutan kemudian disaring dengan penyaring
vakum dan dicuci dengan akuades hingga
mencapai pH netral.
Pencangkokan
dan
Penautan-silang
Polimer Superabsoben (Liang et al. 2009)

Gambar

5

Reaksi pencangkokan
penautan-silang.

dan

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mesin
pengaduk, peralatan kaca, neraca analitik,
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR), dan mikroskop elektron
payaran (SEM).
Bahan-bahan yang digunakan adalah
onggok yang diperoleh dari industri tapioka
rakyat di daerah Bogor, akuades, gas nitrogen,
akrilamida, amonium persulfat (APS), N,Nmetilena-bis-akrilamida (MBA), metanol,
etanol 95%, aseton, NaOH, H2SO4, HCl, dan
indikator pH universal.
Metode
Hidrolisis Onggok
Ke dalam 150 g onggok ditambahkan 750
mL HCl 3% lalu dipanaskan hingga suhu 80
o
C selama 1 jam. Sebagian onggok diuji
dengan menggunakan pereaksi iodium
(larutan I2 dalam KI) pada lempeng tetes
hingga tidak lagi mengalami perubahan

Sebanyak masing-masing 5 g onggok
bebas pati tanpa aktivasi dan yang telah
diaktivasi diberi akuades dengan berbagai
nisbah (1:10, 1:20, 1:30, dan 1:40) lalu diaduk
hungga terbentuk bubur. Masing-masing
bubur dimasukkan ke dalam labu leher tiga
yang telah dilengkapi dengan kondensor,
aliran gas nitrogen, penutup asah labu, dan
mesin pengaduk. Kemudian labu leher tiga
ditempatkan di atas penangas air dan
dipanaskan pada suhu 95 oC selama 30 menit
dengan dialiri gas nitrogen sampai
tergelatinisasi. Setelah itu, suhu diturunkan
menjadi 60¬65 oC, lalu ditambahkan inisiator
APS sebanyak 250 mg yang telah dilarutkan
dalam 12.5 mL akuades sambil diaduk selama
15
menit.
Kemudian
ke
dalamnya
ditambahkan secara perlahan campuran 25 g
akrilamida dan 0.250 g MBA yang telah di
larutkan dalam 200 mL akuades dan
direaksikan selama 3 jam pada suhu 45, 70,
dan 80 oC. Produk yang dihasilkan dicuci
dengan metanol, etanol, lalu aseton.
Selanjutnya dikeringkan pada suhu 60 oC
hingga bobot produk tetap. Produk kering
digiling hingga halus.
Saponifikasi (Nakason et al. 2009)
Sebanyak 5 g produk pencangkokan dan
penautan-silang ditambah 12.5 mL NaOH 1M
dan 12.5 mL akuades kemudian dipanaskan
sampai suhu 90 oC selama 2 jam. Setelah
dinetralkan dengan HCl 1 M, campuran
dikoagulasi dan diendapkan dengan metanol.
Hasil saponifikasi dikeringkan pada suhu 60
o
C dan digiling hingga halus (100¬200 mesh).
Pengukuran Daya Serap Air
Sebanyak 0.1 g superabsorben (m1)
dimasukkan ke dalam air hingga bahan
tersebut mengembang maksimum selama 24
jam. Sampel yang telah mengembang
dipisahkan dari air yang tidak terserap

4

5

menggunakan saringan 100 mesh dan
ditimbang bobotnya (m2). Kapasitas absorpsi
air (Qeq) ditentukan dengan menimbang
sampel yang telah mengembang dan dihitung
menggunakan persamaan.
Qeq =

m2 -m1
m1

Pencirian
Pencirian dengan SEM dan FTIR
dilakukan terhadap onggok awal, setelah
aktivasi, dan produk pencangkokan dan
penautan-silang sebelum dan sesudah
saponifikasi. Bagan alir penelitian ditunjukkan
pada Lampiran 1.

semakin terbuka sehingga lebih banyak tapak
aktif untuk reaksi pencangkokan. Hal ini dapat
dilihat dari morfologi permukaan hasil SEM
(Gambar 6).
Permukaan onggok tanpa perlakuan
tampak tertutupi butiran-butiran yang menjadi
ciri khas pati (Liang 2009). Setelah
dihidrolisis butiran-butiran pati sudah tidak
terlihat lagi yang mengindikasikan bahwa
proses hidrolisis atau penghilangan pati telah
berlangsung. Keberlangsungan proses aktivasi
terhadap onggok yang telah dihidrolisis
ditunjukan Gambar 6 (b) dan 6 (c), yaitu
semakin terbukanya struktur permukaan
onggok sehingga tapak untuk pencangkokan
dan penautan-silang menjadi lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat, Selulosa, dan Pati
Analisis proksimat merupakan analisis
pendahuluan terhadap bahan uji. Analisis
yang dilakukan antara lain penentuan kadar
air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan
kadar karbohidrat. Hasil analisis proksimat
ditunjukkan oleh Tabel 2. Metode yang
dilakukan dan perhitungan terdapat pada
Lampiran 2.
Tabel 2 Hasil analisis proksimat, selulosa dan
pati
Analisis
Kadar (%)
Air
11.3
Abu
0.55
Protein
4.56
Lemak
0.21
Karbohidrat
82.70
Selulosa
11.51
Pati
71.88
Perlakuan deproteinasi, penghilangan
lemak, dan demineralisasi tidak dilakukan
terhadap onggok karena kadar komponenkomponen tersebut sangat rendah. Kemudian
pati dalam onggok perlu dihilangkan, karena
fokus penelitian ini adalah sintesis
superabsorben dari fraksi karbohidrat nonpati
onggok.
Penghilangan Pati dan Aktivasi
Pati dihilangkan dari onggok dengan
menggunakan metode hidrolisis (HCl 3%, 1
jam). Aktivasi bertujuan mempermudah
proses pencangkokan dan penautan-silang
karena diharapkan struktur onggok akan

Gambar 6 Citra SEM permukaan (a) onggok
awal (tanpa perlakuan), (b) fraksi
nonpati tanpa aktivasi, dan (c)
fraksi nonpati dengan aktivasi.
Keberlangsungan proses penghilangan pati
dan aktivasi juga ditunjukkan oleh spektrum
FTIR. Onggok awal dan fraksi nonpati
mempunyai perbedaan yang cukup signifikan
pada bilangan gelombang 1650 cm-1 yang
merupakan kisaran gugus karbonil. Pada
spektrum FTIR onggok awal, tampak puncak
yang menandakan serapan gugus karbonil dari
protein. Setelah proses hidrolisis, pada
serapan bilangan gelombang tersebut tidak
terlalu kuat. Perbedaan spektrum FTIR dari
fraksi nonpati tanpa aktivasi dengan yang
diaktivasi adalah kerampingan pita serapan
pada bilangan gelombang 3300 cm-1 yang
diduga berasal dari berkurangnya ikatan
hidrogen antarmolekul akibat proses aktivasi
(Gambar 7).

c
b
a

Gambar 7 Spektrum FTIR (a) onggok awal
(b) fraksi nonpati tanpa aktivasi
(c) fraksi nonpati dengan aktivasi

5

5

menggunakan saringan 100 mesh dan
ditimbang bobotnya (m2). Kapasitas absorpsi
air (Qeq) ditentukan dengan menimbang
sampel yang telah mengembang dan dihitung
menggunakan persamaan.
Qeq =

m2 -m1
m1

Pencirian
Pencirian dengan SEM dan FTIR
dilakukan terhadap onggok awal, setelah
aktivasi, dan produk pencangkokan dan
penautan-silang sebelum dan sesudah
saponifikasi. Bagan alir penelitian ditunjukkan
pada Lampiran 1.

semakin terbuka sehingga lebih banyak tapak
aktif untuk reaksi pencangkokan. Hal ini dapat
dilihat dari morfologi permukaan hasil SEM
(Gambar 6).
Permukaan onggok tanpa perlakuan
tampak tertutupi butiran-butiran yang menjadi
ciri khas pati (Liang 2009). Setelah
dihidrolisis butiran-butiran pati sudah tidak
terlihat lagi yang mengindikasikan bahwa
proses hidrolisis atau penghilangan pati telah
berlangsung. Keberlangsungan proses aktivasi
terhadap onggok yang telah dihidrolisis
ditunjukan Gambar 6 (b) dan 6 (c), yaitu
semakin terbukanya struktur permukaan
onggok sehingga tapak untuk pencangkokan
dan penautan-silang menjadi lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat, Selulosa, dan Pati
Analisis proksimat merupakan analisis
pendahuluan terhadap bahan uji. Analisis
yang dilakukan antara lain penentuan kadar
air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan
kadar karbohidrat. Hasil analisis proksimat
ditunjukkan oleh Tabel 2. Metode yang
dilakukan dan perhitungan terdapat pada
Lampiran 2.
Tabel 2 Hasil analisis proksimat, selulosa dan
pati
Analisis
Kadar (%)
Air
11.3
Abu
0.55
Protein
4.56
Lemak
0.21
Karbohidrat
82.70
Selulosa
11.51
Pati
71.88
Perlakuan deproteinasi, penghilangan
lemak, dan demineralisasi tidak dilakukan
terhadap onggok karena kadar komponenkomponen tersebut sangat rendah. Kemudian
pati dalam onggok perlu dihilangkan, karena
fokus penelitian ini adalah sintesis
superabsorben dari fraksi karbohidrat nonpati
onggok.
Penghilangan Pati dan Aktivasi
Pati dihilangkan dari onggok dengan
menggunakan metode hidrolisis (HCl 3%, 1
jam). Aktivasi bertujuan mempermudah
proses pencangkokan dan penautan-silang
karena diharapkan struktur onggok akan

Gambar 6 Citra SEM permukaan (a) onggok
awal (tanpa perlakuan), (b) fraksi
nonpati tanpa aktivasi, dan (c)
fraksi nonpati dengan aktivasi.
Keberlangsungan proses penghilangan pati
dan aktivasi juga ditunjukkan oleh spektrum
FTIR. Onggok awal dan fraksi nonpati
mempunyai perbedaan yang cukup signifikan
pada bilangan gelombang 1650 cm-1 yang
merupakan kisaran gugus karbonil. Pada
spektrum FTIR onggok awal, tampak puncak
yang menandakan serapan gugus karbonil dari
protein. Setelah proses hidrolisis, pada
serapan bilangan gelombang tersebut tidak
terlalu kuat. Perbedaan spektrum FTIR dari
fraksi nonpati tanpa aktivasi dengan yang
diaktivasi adalah kerampingan pita serapan
pada bilangan gelombang 3300 cm-1 yang
diduga berasal dari berkurangnya ikatan
hidrogen antarmolekul akibat proses aktivasi
(Gambar 7).

c
b
a

Gambar 7 Spektrum FTIR (a) onggok awal
(b) fraksi nonpati tanpa aktivasi
(c) fraksi nonpati dengan aktivasi

5

6

Sintesis Polimer Superabsorben
Penentuan Parameter Awal
Polimer superabsorben disintesis melalui
pencangkokan dan penautan-silang onggok
dengan monomer akrilamida, APS sebagai
inisiator, dan MBA sebagai penaut silang.
Penetapan nisbah onggok dan air untuk
pembentukan bubur dilakukan pada berbagai
nisbah yang ditunjukkan pada Tabel 3. Pada
nisbah 1:10 dan 1:20 reaksi tidak berlangsung
secara sempurna karena bubur sangat kental
sehingga proses pengadukan tidak berjalan
baik. Sementara pada nisbah 1:40 bubur
sangat encer sehingga proses pencangkokan
dan penautan-silang berlangsung lambat atau
sama sekali tidak terjadi. Pengaruh suhu pada
proses pencangkokan dan penautan-silang
dilakukan pada 45, 70, dan 80 oC
menggunakan nisbah onggok air 1:30. Proses
pencangkokan dan penautan-silang terbaik
diperoleh pada suhu 70 oC dengan daya serap
air 25 kali dari bobot awal (Tabel 4).
Penambahan monomer juga memengaruhi
keberhasilan proses pencangkokan dan
penautan-silang yang ditunjukkan oleh
perbedaan daya serap air. Cara penambahan
monomer tetes demi tetes menghasilkan daya
serap air yang lebih besar (53 kali)
dibandingkan dengan penambahan sekaligus
(25 kali).
Tabel 3

No
1
2
3
4
Tabel 4
No
1
2
3

Daya serap air produk sintesis
dengan variasi nisbah onggok:air
dari bubur
Nisbah
Daya serap
onggok:air
terhadap air
1:10
1:20
1:30
25 kali
1:40
Daya serap air produk sintesis
dengan variasi suhu
Suhu (oC)
Daya serap air
45
18 kali
70
25 kali
80
15 kali

Ukuran partikel onggok nonpati untuk
proses sintesis sangat memengaruhi tingkat
keberhasilan sintesisnya. Semakin kecil
ukuran partikel, rendemen hasil pencangkokan
dan penautan-silang akan meningkat. Produk
yang dihasilkan oleh partikel onggok yang
berukuran kecil membentuk gel yang
homogen, sedangkan bila digunakan partikel

lebih besar, gel tidak terbentuk, reaksi tidak
berlangsung, dan terbentuk 2 fase seperti
semula.
Pencangkokan pada onggok dilakukan
melalui polimerisasi radikal bebas dengan
inisiasi kimia menggunakan inisiator APS
dalam kondisi lembam, menggunakan gas
nitrogen.
Gas
nitrogen
berfungsi
menghilangkan dan menangkal masuknya
oksigen ke dalam sistem reaksi. Selain itu,
dimaksudkan untuk meminimumkan radikal
peroksida yang dapat menghambat proses
pencangkokan sehingga homopolimer tidak
terbentuk. Interaksi gugus hidroksil pada
onggok dengan inisiator APS menyebabkan
.
.
pembentukan radikal RO atau ROH dari OH
selulosa sebagai pusat aktif terjadinya
pencangkokan monomer.
Keberlangsungan proses pencangkokan
dan penautan-silang ditunjukkan oleh
spektrum FTIR dari bahan awal tanpa
perlakuan dan setelah. Pita serapan dengan
bilangan gelombang 1650 cm-1 yang
mencirikan gugus amida dari unit monomer
dan penaut silang yang telah terikat secara
kimia pada tulang punggung fraksi nonpati
teraktivasi (Gambar 8).
Sebelum pencangkokan & penautan-silang
Setelah pencangkokan & penautan-silang

Gambar 8

Spektrum FTIR sebelum dan
sesudah proses pencangkokan
dan penautan-silang.

Akrilamida digunakan sebagai monomer
untuk pencangkokan karena memiliki ikatan
rangkap yang memungkinkan terjadinya
reaksi pencangkokan. Mekanisme reaksi
kopolimerisasi pencangkokan mirip dengan
reaksi polimerisasi adisi karena akrilamida
memiliki gugus vinil. Radikal yang terbentuk
dalam unit glukosa oleh APS selanjutnya
akan menginduksi monomer.

6

7

Pengaruh Aktivasi Fraksi Nonpati dan
Saponifikasi terhadap Daya Serap Air
Produk Pencangkokan dan Penautansilang
Uji daya serap air dilakukan untuk
mengetahui kinerja dari sifat hidrofilisitas.
Onggok pada dasarnya memiliki 3 gugus
hidroksil pada setiap satuan glukosa
penyusunnya sehingga sifat polaritasnya
tinggi dan mampu menyerap air. Kopolimer
pencangkokan dan penautan-silang onggok
dengan akrilamida memiliki kinerja absorpsi
yang berbeda. Kopolimerisasi pencangkokan
dan
penautan-silang
menyebabkan
peningkatan daya serap air dibandingkan
dengan onggok awalnya (Padmanabha et al.
2004). Pengujian absorpsi dilakukan pada
fraksi nonpati tanpa aktivasi dan yang
diaktivasi. Setelah proses pencangkokan dan
penautan-silang, dilakukan proses saponifikasi
yang kemudian dibandingkan pula daya
serapnya. Pengaruh aktivasi dan saponifikasi
ditunjukan oleh Tabel 5. Tabel
5
memperlihatkan daya serap air kopolimer
hasil pencangkokan dan penautan-silang
onggok-akrilamida
meningkat
dengan
perlakuan aktivasi. Aktivasi menyebabkan
putusnya
ikatan
hidrogen
antarrantai
polisakarida sehingga struktur lebih terbuka
(Mohana 2006). Karena itu, tapak aktif
pencangkokan meningkat seperti yang
ditunjukkan oleh hasil SEM (Gambar 6).
Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 5 Daya serap air produk pencangkokan
dan penautan-silang fraksi non pati
Daya serap air
Perlakuan
(g/g)
Tanpa perlakuan
25.21
Saponifikasi
273.30
Aktivasi
55.37
Aktivasi dan saponifikasi
262.07
Daya serap meningkat secara drastis akibat
proses saponifikasi. Peningkatan daya serap
ini disebabkan oleh peningkatan muatan
dalam sistem polimer akibat adanya konversi
gugus fungsi –NH2 menjadi COO-(Li & Aiqin
2006). Peningkatan daya serap yang
disebabkan oleh saponifikasi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan oleh
aktivasi. Hal ini mungkin disebabkan
perlakuan aktivasi hanya mampu memutuskan
sedikit ikatan hidrogen. Hasil SEM (Gambar
9¬12) memperlihatkan bahwa saponifikasi
mengubah morfologi permukaan produk

pencangkokan dan penautan-silang dari fraksi
nonpati menjadi lebih kasar dan berlapis.
Aktivasi yang dilanjutkan dengan saponifikasi
menyebabkan perubahan yang lebih nyata,
yaitu permukaan menjadi lebih kasar,
berongga, dan berlapis.

Gambar 9 Citra produk pencangkokan dan
penautan-silang fraksi nonpati.

Gambar 10 Citra produk pencangkokan dan
penautan-silang fraksi nonpati
setelah saponifikasi.

Gambar 11 Citra produk pencangkokan dan
penautan-silang fraksi nonpati
setelah aktivasi.

Gambar 12 Citra produk pencangkokan dan
penautan-silang fraksi nonpati
setelah aktivasi dan saponifikasi.

7

8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fraksi nonpati onggok yang dimodifikasi
melalui pencangkokan dan penautan-silang
menggunakan akrilamida sebagai monomer
dengan bantuan inisiator APS dan penaut
silang MBA dan kemudian disaponifikasi
berpotensi sebagai superabsorben dengan
daya serap air mencapai lebih 200 kali dari
bobot awalnya. Proses pencangkokan dan
penautan-silang optimum ketika dilakukan
dengan nisbah air-onggok 1:30, dan suhu 70
o
C. Proses aktivasi fraksi nonpati onggok dan
saponifikasi produk pencangkokan dan
penautan-silang mampu meningkatkan daya
serap air superabsorban tetapi peningkatan
akibat saponifikasi jauh lebih tinggi daripada
peningkatan akibat aktivasi. Oleh karena itu
proses aktivasi masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.
Saran
Perlunya dikaji lebih lanjut kondisi
aktivasi untuk mempermudah pembukaan
struktur selulosa onggok yang lebih baik
untuk memungkinkan gugus OH-nya bereaksi
lebih intensif dengan inisiator dalam
menghasilkan radikal. Parameter reaksi
pencangkokan dan penautan-silang seperti
konsentrasi dan jenis monomer, konsentrasi
penaut silang, konsentrasi inisiator, dan
ukuran partikel optimum juga perlu diteliti
lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1999. AOAC Peer – Verified
Method
Program.
USA:
AOAC
International
Elliot M. 1997. Superabsorbent Polymers.
New York: BASF Product Development
Scientist.
Farabee MJ. 2007. Chemistry II: Water and
Organic Molecule [terhubung berkala].
http://www2.estrellamountain.edu/faculty
/farabee/biobk/BioBookCHEM2.html (3
Mar 2011].

Hua

S, Aiqin W. 2009. Synthesis,
characterization and swelling behaviors
of
sodium
alginate-g-poly(acrylic
acid)/sodium humate superabsorbent.
Carbohydr Polym 75:79-84.

Jenie BSL, Fachda.1991. Pemanfaatan
Onggok Singkong dan Dedak Padi Untuk
Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus
Purpureus. Pertemuan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia.
Kurniadi T. 2010. Kopolimerisasi grafting
monomer asam akrilat pada onggok
singkong dan karakteristiknya [tesis].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Li A, Aiqin W. 2006. Superabsorbent
composite. X. Effects of saponification on
properties of polyacrylamide/attapulgite.
Polym Eng Sci 32:1762-1767.
Liang R et al. 2009. Synthesis of wheat strawg-poly(acrylic
acid)
superabsorbent
composit and release of urea from it.
Carbohydr Polym 77:181-187.
Mohana R et al. 2006. Synthesis and swelling
behavior
of
acrylamide-potassium
methacrylate superabsorbent copolymers.
Int J Polym Mat 55:1-23.
Nakason C, Wofmang T, Kaesaman A,
Kiatkamjornwong. 2010. Preparations of
cassava
starch-graft-polyacrylamide
superabsorbent and associated composites
by reactive blending. Carbohydr Polym
81:348-357.
Padmanabha RMK. Mohana R, Morali P.
2004. Synthesis and swelling behavior of
superabsorbent polymeric materials. Int J
Polym Anal Charact 8:245-253.
Ramadhani P. 2009. Pembuatan produk
sulfonasi onggok singkong sebagai
absorben [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rinaldy W. 1987. Pemanfaatan onggok
singkong (Manihot esculenta Crantz)
sebagai bahan pembuatan etanol [tesis].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

8

i

SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN
PENAUTAN-SILANG FRAKSI NONPATI ONGGOK DENGAN
AKRILAMIDA

WIDIYANTO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

8

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fraksi nonpati onggok yang dimodifikasi
melalui pencangkokan dan penautan-silang
menggunakan akrilamida sebagai monomer
dengan bantuan inisiator APS dan penaut
silang MBA dan kemudian disaponifikasi
berpotensi sebagai superabsorben dengan
daya serap air mencapai lebih 200 kali dari
bobot awalnya. Proses pencangkokan dan
penautan-silang optimum ketika dilakukan
dengan nisbah air-onggok 1:30, dan suhu 70
o
C. Proses aktivasi fraksi nonpati onggok dan
saponifikasi produk pencangkokan dan
penautan-silang mampu meningkatkan daya
serap air superabsorban tetapi peningkatan
akibat saponifikasi jauh lebih tinggi daripada
peningkatan akibat aktivasi. Oleh karena itu
proses aktivasi masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.
Saran
Perlunya dikaji lebih lanjut kondisi
aktivasi untuk mempermudah pembukaan
struktur selulosa onggok yang lebih baik
untuk memungkinkan gugus OH-nya bereaksi
lebih intensif dengan inisiator dalam
menghasilkan radikal. Parameter reaksi
pencangkokan dan penautan-silang seperti
konsentrasi dan jenis monomer, konsentrasi
penaut silang, konsentrasi inisiator, dan
ukuran partikel optimum juga perlu diteliti
lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1999. AOAC Peer – Verified
Method
Program.
USA:
AOAC
International
Elliot M. 1997. Superabsorbent Polymers.
New York: BASF Product Development
Scientist.
Farabee MJ. 2007. Chemistry II: Water and
Organic Molecule [terhubung berkala].
http://www2.estrellamountain.edu/faculty
/farabee/biobk/BioBookCHEM2.html (3
Mar 2011].

Hua

S, Aiqin W. 2009. Synthesis,
characterization and swelling behaviors
of
sodium
alginate-g-poly(acrylic
acid)/sodium humate superabsorbent.
Carbohydr Polym 75:79-84.

Jenie BSL, Fachda.1991. Pemanfaatan
Onggok Singkong dan Dedak Padi Untuk
Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus
Purpureus. Pertemuan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia.
Kurniadi T. 2010. Kopolimerisasi grafting
monomer asam akrilat pada onggok
singkong dan karakteristiknya [tesis].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Li A, Aiqin W. 2006. Superabsorbent
composite. X. Effects of saponification on
properties of polyacrylamide/attapulgite.
Polym Eng Sci 32:1762-1767.
Liang R et al. 2009. Synthesis of wheat strawg-poly(acrylic
acid)
superabsorbent
composit and release of urea from it.
Carbohydr Polym 77:181-187.
Mohana R et al. 2006. Synthesis and swelling
behavior
of
acrylamide-potassium
methacrylate superabsorbent copolymers.
Int J Polym Mat 55:1-23.
Nakason C, Wofmang T, Kaesaman A,
Kiatkamjornwong. 2010. Preparations of
cassava
starch-graft-polyacrylamide
superabsorbent and associated composites
by reactive blending. Carbohydr Polym
81:348-357.
Padmanabha RMK. Mohana R, Morali P.
2004. Synthesis and swelling behavior of
superabsorbent polymeric materials. Int J
Polym Anal Charact 8:245-253.
Ramadhani P. 2009. Pembuatan produk
sulfonasi onggok singkong sebagai
absorben [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rinaldy W. 1987. Pemanfaatan onggok
singkong (Manihot esculenta Crantz)
sebagai bahan pembuatan etanol [tesis].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

8

9

Pakpahan A, Pasaribu SM, Djauhari A,
Nasution A. 1993. Cassava marketing
system in Indonesia. IARD-J 15:52-59.

Swantono D, Kartini M, Rany S. 2008.
Pembuatan
komposit
polimer
superabsorben dengan mesin berkas
elektron. JFN 2:143-156

Pudjiastuti L, Suwarno N, Nurhatika S. 1999.
Pemanfaatan limbah padat industri
tepung tapioka menjadi etanol dalam
usaha minimasi pencemaran lingkungan
[laporan penelitian]. Surabaya: Pusat
Penelitian Kementrian Lingkungan
Hidup, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember

9

i

SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN
PENAUTAN-SILANG FRAKSI NONPATI ONGGOK DENGAN
AKRILAMIDA

WIDIYANTO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

i

ABSTRAK
WIDIYANTO. Superabsorben Hasil Pencangkokan dan Penautan-silang Fraksi
Nonpati Onggok dengan Akrilamida. Dibimbing oleh M ANWAR NUR dan
MUHAMMAD KHOTIB.
Karbohidrat onggok terdiri atas pati dan selulosa. Kedua fraksi tersebut
berpotensi untuk dimodifikasi menjadi superabsorben dengan menggunakan
amonium persulfat sebagai inisiator, akrilamida sebagai monomer, dan N,Nmetilena-bis-akrilamida sebagai penaut-silang. Aktivasi dilakukan menggunakan
60% H2SO4 pada suhu 60 oC selama 1 jam sedangkan saponifikasi menggunakan
1M NaOH at 90 oC selama 2 jam. Onggok:air terbaik didapat pada nisbah 1:30
dan suhu optimum pada 70 oC untuk mendapat daya serap air tertinggi. Daya
serap air dari superabsorban fraksi nonpati, nonpati-teraktivasi, nonpatisaponifikasi, dan nonpati-aktivasi-saponifikasi berturut-turut ialah 25.21, 53.37,
273.3, dan 262,07 g/g. Aktivasi tidak meningkatkan daya serap air secara
signifikan dibandingkan saponifikasi. Butiran pati yang tidak tampak lagi pada
hasil SEM fraksi nonpati menandakan proses hidrolisis telah berhasil dengan baik.
Pencirian Spektrofotometer inframerah transformasi Fourier pada bilangan
gelombang 1600 cm-1 menunjukkan terbentuknya gugus amida yang menandakan
sintesis berhasil dilakukan dan pada 3300 cm-1 menunjukkan semakin rampingnya
puncak serapan mengindikasikan bahwa proses aktivasi telah berhasil.

ABSTRACT
WIDIYANTO. Superabsorbent Obtained from Grafting-crosslinking of Non-starch
Fraction of Onggok with Acrylamide. Supervised by M ANWAR NUR and
MUHAMMAD KHOTIB.
Carbohydrates of onggok consist mostly of starch and cellulose fractions.
Both fractions have high potential for modification to a superabsorbent. Onggok
with Ammonium persulfate serves as an initiator, acrylamide serves as a
monomer, and N,N-methylenebisacrylamide as a cross-linker. Onggok was
activated using 60% H2SO4 at 60 oC for 1 hour and saponified using with 1M
NaOH at 90 oC for 2 hours. The best ratio of onggok:water was 1:30, and the
optimum temperature was 70 oC for obtaining the highest water absorption
capacity. Absorption capacity was of the non-starch fraction, non-starch fraction
plus activation, non-starch fraction plus saponification, and non-starch fraction
plus activation plus saponification treatments were 25.21, 53.37, 273.3 and 262.07
g/g, respectively. The effect of activation treatment was not significant, while that
of saponification increased significantly its absorption capacity. Scanning electron
microscopy micrograph of non-starch fraction showed that starch granules were
disappeared by HCl hydrolysis treatment. It indicated that the process hydrolysis
succeeded. Fourier transform infrared spectroscopy spectrum showed a new peak
at wave number of 1600 cm-1 that indicated an amide group, meaning that the
grafting cross-linking process was succeeded and at 3300 cm-1 showed a sharp
absorption peak that indicated the activation treatment was succeeded as well.

ii

i

SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN
PENAUTAN-SILANG FRAKSI NONPATI ONGGOK DENGAN
AKRILAMIDA

WIDIYANTO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

iii

Judul : Superabsorben Hasil Pencangkokan dan Penautan-silang Fraksi Nonpati
Onggok dengan Akrilamida
Nama : Widiyanto
NIM : G44204081

Menyetujui
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. (em)Dr. Ir. H. M. Anwar Nur, MSc

M. Khotib, SSi, MSi

NIP 19781018 200701 1 002

Mengetahui
Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

4

PRAKATA
Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya yang tak pernah terputus sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang diberi judul Superabsorben Hasil Pencangkokan
dan Penautan-silang Onggok Fraksi Nonpati Onggok dengan Akrilamida.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada teladan umat manusia Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. (em)Dr. Ir. H. M.
Anwar Nur, MSc selaku pembimbing I dan Bapak M. Khotib, SSi, MSi selaku
pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan yang begitu berharga
bagi penulis. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada keluarga
tercinta atas kasih sayang dan doa yang senantiasa diberikan selama penulis
menjalani pendidikan hingga selesainya karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Yono, Rony, Muti, Icham, Ipank, dan teman-teman lab
penelitian dan analis Laboratorium Terpadu yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2011

Widiyanto

5

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 24 Desember 1985 dari ayah
Widodo dan ibu Sri Sundariyah. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 106 Jakarta pada tahun 2004 dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Praktikum
Kimia Organik tahun ajaran 2008/2009. Penulis melaksanakan kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Kimia Makanan Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor
pada tahun 2008 dengan judul Pengamatan Laju Fortifikasi dan Analisis Iodium
pada Beras dengan Spektrofotometri UV-Vis.

6

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Ketela Pohon ....................................................................................................... 2
Onggok ................................................................................................................ 2
Selulosa ...........................