Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali

DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT
DI DESA SINGOSARI, KECAMATAN MOJOSONGO,
KABUPATEN BOYOLALI

DEWI ASIH SESAMI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing dan
Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dewi Asih Sesami
NIM H34090085

ABSTRAK
DEWI ASIH SESAMI. Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
terhadap Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Singosari, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali. Dibimbing oleh HARMINI.
Permintaan susu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Akan tetapi
produksi domestik baru mampu memenuhi 20 hingga 25 persen kebutuhan nasional.
Produktivitas yang rendah, skala usaha yang belum efisien, dan kebijakan pemerintah
yang disortif mempengaruhi peternakan sapi perah rakyat di Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah (1) menganalisis daya saing dan efisiensi peternakan sapi
perah rakyat di Desa Singosari, (2) menganalisis dampak kebijakan pemerintah
terhadap daya saing dan efisiensi peternakan sapi perah rakyat, (3) melakukan
analisis sensitivitas berupa perubahan harga output terhadap daya saing dan

efisiensi peternakan sapi perah rakyat. Metode analisis yang digunakan adalah
Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix/PAM). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peternakan sapi perah rakyat skala menengah dan besar
memiliki daya saing dan efisien. Kebijakan yang telah dan sedang diterapkan oleh
pemerintah dinilai belum optimal memberikan insentif dan peningkatan daya
saing usaha ternak sapi perah. Peningkatan tarif impor sebesar 8 dan 11 persen
dinilai mampu meningkatkan daya saing dan efisiensi peternakan sapi perah
rakyat.

Kata kunci: Daya saing, peternakan sapi perah rakyat, Policy Analysis Matrix
(PAM)

ABSTRACT
DEWI ASIH SESAMI. Analysis of Competitiveness and The Impact of
Government’s Policy on Dairy Farm in Singosari Village, Sub-district
Mojosongo, District Boyolali. Supervised by HARMINI.
The demand for milk increased every year. However, domestic
productivities are still only able to meet 20 until 25 percent of the national milk
requirement. Low productivity, inefficient business scale, and distorting
government policies, influence the national dairy farm. The aims of study was (1)

to measure competitiveness and efficiency of scale dairy farm, (2) to measure the
impact of government policies, (3) to analyze the sensitivity of the output prices
change on the competitiveness and efficiency of scale dairy farm. The analytical
method used is the Policy Analysis Matrix (PAM). The results showed that the
dairy farm of medium and large-scale have competitiveness and efficient. Policy
implications that have been and are being implemented by the government is
considered not optimal to provide incentives and increasing the competitiveness
of the dairy. As well as setting tariff duties (impor) 8 and 11 percent is considered
capable of improving the competitiveness of the dairy.
Keywords: Competitiveness, dairy farm, Policy Analysis Matrix (PAM)

DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT
DI DESA SINGOSARI, KECAMATAN MOJOSONGO,
KABUPATEN BOYOLALI

DEWI ASIH SESAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Singosari, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali
Nama
: Dewi Asih Sesami
NIM
: H34090085

Disetujui oleh


Ir Harmini, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Maret 2013 berjudul Daya Saing
dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Harmini, M.Si selaku
pembimbing serta Bapak Feryanto William Karo-karo, S.P, M.Si yang telah
banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Karmidi selaku Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Boyolali, Bapak Sarwono dan Mas Muhtar, serta para warga di Desa Singosari
yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada bapak, ibu, Citrawati, Mas Puput Waluyo, Wahyu
Parbowo, Catur Ariani, Sorendo Pratama, Ajeng Edita Subandi, Kak Joko
Novianto serta seluruh keluarga atas segala bantuan, doa, dan semangat yang telah
diberikan. Tak lupa pula untuk teman-teman seperjuangan dan sebimbingan
Wiggo Windi Riswandy, Eva Farichatul Aeni, dan Winni Sutriani Gulo atas
semangat, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa. Sahabat-sahabat yang
selalu memberi semangat dan motivasi Bunga Syara Ila Firdha, Kartika Putri,
serta teman-teman Jaika 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Dewi Asih Sesami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Sapi Perah
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis, Sumber Data, dan Metode Pengambilan Data
Metode Penentuan Sampel
Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Wilayah
Gambaran Umum Responden

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah
Analisis Sensitivitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi
vi
1
1
4
7
8
8
8
8

11
13
13
24
26
27
27
27
28
35
35
37
45
55
66
68
68
68
69
74


DAFTAR TABEL
1. Populasi sapi perah dan produksi susu segar di Indonesia Tahun
2007-2011
2. Konsumsi susu nasional per kapita per tahun 2009-2011
3. Produksi susu segar per provinsi Tahun 2007–2011
4. Produksi susu menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah Tahun 2009–
2011
5. PDRB subsektor pertanian atas dasar harga berlaku di Kabupaten
Boyolali
6. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah terhadap Harga Komoditas
7. Matriks Analisis Kebijakan
8. Sebaran jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2012
9. Sebaran jumlah populasi ternak menurut jenis ternak di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2012
10. Sebaran responden menurut status usahaternak sapi perah responden
di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
11. Sebaran responden menurut usia di Desa Singosari, Kecamatan

Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
12. Sebaran responden menurut tingkat pendidikan di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
13. Sebaran responden menurut pengalaman beternak sapi perah di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
14. Sebaran jumlah populasi ternak sapi perah pada tiap skala usaha di
Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun
2013
15. Sebaran responden menurut jumlah kepemilikan sapi laktasi di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
16. Struktur biaya produksi susu per liter Tahun 2005
17. Curahan tenaga kerja pada peternakan sapi perah rakyat skala kecil
di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
18. Harga privat pakan pada peternakan skala kecil di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
19. Harga susu segar pada tiap lembaga pemasaran di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
20. Curahan tenaga kerja pada peternakan sapi perah rakyat skala
menengah di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali Tahun 2013
21. Harga privat pakan pada peternakan skala menengah di Desa
Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
22. Curahan tenaga kerja pada peternakan sapi perah rakyat skala besar
di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
23. Harga privat pakan pada peternakan skala besar di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013

1
2
3
3
4
16
22
36
37

37
38
38
39

40
40
41

47
48
49

51
52
54
55

24. Matriks PAM pada peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
25. Indikator-indikator matriks PAM di Desa Singosari, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013

56
57

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

4.
5.

6.

7.

Subsidi dan Pajak pada Input Tradable
Pajak dan subsidi pada input non tradable
Kerangka pemikiran operasional daya saing dan dampak kebijakan
pemerintah terhadap peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali
Rantai pemasaran komoditas susu di Desa Singosari, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Rantai pemasaran susu segar pada peternakan rakyat skala kecil di
Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun
2013
Rantai pemasaran susu segar pada peternakan rakyat skala
menengah di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali Tahun 2013
Rantai pemasaran susu segar pada peternakan rakyat skala besar di
Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun
2013

19
20

26
44

49

52

55

DAFTAR LAMPIRAN
1. Alokasi Input-Output Tahun 2000
2. Biaya produksi peternakan sapi perah rakyat skala kecil (1-3 ekor
sapi laktasi) di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten
Boyolali Tahun 2013
3. Biaya produksi peternakan sapi perah rakyat skala menengah (4-7
ekor sapi laktasi) di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
4. Biaya produksi peternakan sapi perah rakyat skala besar (lebih dari 7
ekor sapi laktasi) di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
5. Nilai tukar rupiah 21 Februari-6 Maret Tahun 2013
6. Penentuan harga bayangan nilai tukar
7. Harga Full Cream Milk Powder bulan Februari-Maret 2013
8. Perhitungan harga bayangan susu
9. Matriks PAM pada peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
10. Matriks PAM di Desa Singosari saat terjadi kenaikan tarif impor dari
5 persen menjadi 8 persen

72

73

74

75
76
76
77
77
77
78

11. Matriks PAM di Desa Singosari saat terjadi kenaikan tarif impor dari
5 persen menjadi 11 persen
12. Dokumentasi kegiatan penelitian di Desa Singosari, Kecamatan
Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2013

78
79

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut PP No. 16 Tahun 2013, usaha peternakan adalah kegiatan usaha
budidaya ternak untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, dan
kepentingan masyarakat lainnya. Hasil dari usaha peternakan adalah daging, susu,
dan telur yang merupakan bahan pangan penyedia protein yang aman, sehat, utuh,
dan halal (ASUH). Produk susu hampir seluruhnya berasal dari sapi perah. Hanya
sedikit kontribusi susu yang berasal dari kambing dan kerbau.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2011a), populasi sapi
perah di Indonesia selama 4 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Tahun
2007 populasi sapi perah di Indonesia berjumlah 374 ribu ekor dan meningkat
menjadi 597 ribu ekor pada tahun 2011 atau mengalami peningkatan sebesar 59.6
persen selama kurun waktu 4 tahun. Seperti halnya dengan populasi sapi perah,
jumlah produksi susu nasional dari tahun 2007 sampai 2011 juga mengalami
peningkatan sebesar 63 persen (Tabel 1).
Tabel 1 Populasi sapi perah dan produksi susu segar di Indonesia Tahun 20072011a
Populasi
Produksi susu segar
Tahun
(000 ekor)
(000 ton)
2007
2008
2009
2010
2011
a

374
458
475
488
597

568
647
827
910
926

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2011a)

Peningkatan produksi susu juga diikuti dengan peningkatan konsumsi susu
oleh masyarakat Indonesia seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya
konsumsi susu segar, susu cair pabrik, susu bubuk bayi, dan keju di Indonesia
setiap tahun (Tabel 2).

2

Tabel 2 Konsumsi susu nasional per kapita per tahun 2009-2011a
Tahun
Komoditi
Satuan
2009 2010 2011
Susu segar
liter/kapita/tahun 0.104 0.104 0.156
Susu cair pabrik
250ml/kapita/tahun 0.834 0.939 1.147
Susu kental manis 397 gr/kapita/tahun 3.024 3.337 3.285
Susu bubuk
kg/kapita/tahun
0.73 0.782
0.73
Susu bubuk bayi
400 gr/kapita/tahun 1.199 1.199 1.356
Keju
kg/kapita/tahun 0.005 0.005
0.01
Hasil lain dari susu
kg/kapita/tahun 0.031 0.037 0.037
a

Rata-rata
Konsumsi
per Tahun
0.12
0.97
3.22
0.75
1.25
0.01
0.04

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2012)

Meskipun konsumsi susu mengalami peningkatan setiap tahunnya, akan
tetapi tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia dinilai masih rendah apabila
dibandingkan dengan konsumsi susu di Malaysia dan Filipina yang mencapai 22.1
liter per kapita per tahun, Thailand 33.7 liter per kapita per tahun, dan India
mencapai 42.08 liter per kapita per tahun. Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Peternakan (2011b), total ketersediaan susu pada tahun 2010 sebesar 3
583.3 ribu ton dimana kontribusi susu domestik sebesar 25 persen atau 909.3 ribu
ton dan susu impor sebesar 75 persen atau 2 674.01 ribu ton. Pada tahun 2012,
produksi susu dalam negeri semakin mengalami penurunan hanya mampu
memenuhi 20 persen stok susu atau sekitar 700 ribu ton dari kebutuhan sehingga
80 persen pemenuhan kebutuhan susu berasal dari susu impor. Oleh karena itu,
meskipun produksi susu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akan tetapi
belum mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan susu di dalam negeri
sehingga terjadi kesenjangan yang cukup besar antara produksi dan konsumsi susu
di Indonesia. Permintaan susu jauh lebih besar dibandingkan produksi susu segar
di dalam negeri sehingga pemerintah perlu melakukan impor susu. Namun,
tingginya volume impor susu diduga menunjukkan daya saing susu segar dalam
negeri yang rendah.
Menurut Apriyantono dalam Daryanto (2007), daya saing merupakan salah
satu elemen penting dalam strategi pembangunan nasional. Peningkatan daya
saing produksi dalam negeri dapat ditempuh melalui penguatan kelembagaan
petani dan pelaku usaha pertanian untuk mampu mengakses teknologi budidaya,
teknologi pengolahan hasil, sumber keuangan dan pemasaran serta teknologi
informasi. Pada subsektor peternakan khususnya, daya saing industri peternakan
ditentukan pada ketersediaan pakan, disamping faktor bibit, manajemen dan
kesehatan hewan, serta inovasi teknologi dan faktor-faktor eksternal lainnya.
Disisi lain, menurut Daryanto (2009a), esensi daya saing dari suatu industri,
perusahaan, atau komoditas adalah efisiensi dan produktivitas.
Salah satu produsen komoditas susu di Indonesia adalah Jawa Tengah.
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011c), Jawa Tengah menempati posisi
ketiga sebagai penghasil susu segar setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Selama
kurun waktu 4 tahun, dari tahun 2007 sampai 2011 produksi susu di Jawa Tengah
mengalami peningkatan sebesar 42.5 persen (Tabel 3).

3

Tabel 3 Produksi susu segar per provinsi Tahun 2007–2011a
Produksi susu (ton)
Provinsi
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
DKI Jakarta
DIY
Yogyakarta
a

2007

2008

2009

2010

2011

249.28
225.21
70.42
7.02

312.27
225.21
89.75
6.39

461.88
255.35
91.76
5.72

528.10
262.18
100.15
6.35

536.46
268.04
100.35
6.38

Rata-rata
produksi susu
segar per tahun
417.60
247.20
90.49
6.37

6.99

7.08

5.04

4.99

5.14

5.85

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2011c)

Tingginya produksi susu di Jawa Tengah karena terdapat sejumlah kawasan
usaha ternak sapi perah yang didukung oleh potensi geografis. Kawasan usaha
ternak sapi perah di Jawa Tengah pada umumnya ada di sekitar kota yang
mempunyai jaringan transportasi yang memadahi. Usaha ternak sapi perah
tersebut didominasi oleh peternakan sapi perah rakyat dengan pemilikan sapi 2
sampai 5 ekor per rumah tangga petani. Pusat usaha ternak sapi perah di Jawa
Tengah meliputi Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga,
Kabupaten Klaten, dan Kota Semarang. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Tengah (2012), kontribusi susu paling besar di Jawa
Tengah dihasilkan oleh usaha ternak sapi perah dari Kabupaten Boyolali dengan
rata-rata produksi per tahun sebesar 40 230 833 liter (Tabel 4).
Tabel 4 Produksi susu menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah Tahun 2009–
2011a
Produksi susu (liter)
Rata-rata
Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
produksi susu
segar per tahun
Kab. Boyolali
35 910 000
42 522 500
42 260 000
40 230 833.33
Kab. Semarang
30 039 838
34 568 345
34 761 635
33 123 272.67
Kota Salatiga
7 134 874
7 226 757
6 359 310
6 906 980.33
Kab. Klaten
7 238 917
3 726 275
4 037 871
5 001 021.00
Kota Semarang
3 066 000
3 111 990
3 151 358
3 109 782.67
a

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah (2012)

Kabupaten Boyolali ditopang oleh 5 subsektor pertanian antara lain
subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan rakyat, subsektor
perikanan, subsektor kehutanan, dan subsektor peternakan. Kelima subsektor
pertanian tersebut memberikan kontribusi yang besarnya bervariasi terhadap
PDRB Kabupaten Boyolali (Tabel 5).

4

Tabel 5 PDRB subsektor pertanian atas dasar harga berlaku di Kabupaten Boyolali
Tahun 2007-2011a
PDRB (Juta rupiah)
Lapangan usaha
2007
2008
2009
2010
2011
Bahan Makanan
1 206 939 1 419 497 1 610 798 2 040 655 2 210 437
119 622
125 834
134 766
141 312
159 874
Perkebunan Rakyat
Peternakan
574 790
659 543
717 888
714 000
787 256
Kehutanan
31 538
37 270
39 893
49 240
55 978
Perikanan
22 365
37 925
42 939
66 763
73 909
a

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali (2011)

Subsektor peternakan merupakan penyumbang PDRB kedua setelah
subsektor tanaman bahan makanan. Setiap tahunnya subsektor peternakan mampu
menyumbang PDRB sebesar 690 695.4 juta rupiah sehingga peranan subsektor
peternakan di Kabupaten Boyolali layak untuk diperhatikan karena dapat berperan
dan berpotensi sebagai penggerak perekonomian daerah. Produk utama dari
subsektor peternakan meliputi daging, telur, dan susu.
Produk susu segar dari Kabupaten Boyolali dihasilkan oleh 6 kecamatan
penghasil susu antara lain Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan Boyolali, dan Kecamatan Cepogo.
Kecamatan Mojosongo merupakan sentra utama usaha ternak sapi perah dengan
produksi susu dan populasi sapi perah terbanyak.

Perumusan Masalah
Adanya globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah membawa
sebuah konsekuensi bahwa tingkat persaingan semakin tajam, baik di tingkat
regional, nasional, dan internasional. Setiap daerah dituntut untuk lebih
meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki dalam rangka peningkatan
perekonomian dan daya saing daerah tersebut.
Salah satu daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
kawasan usaha ternak sapi perah adalah Kabupaten Boyolali. Potensi geografis
yang dimiliki oleh Kabupaten Boyolali mendorong berkembangnya subsektor
peternakan di daerah ini. Salah satu komoditas peternakan yang potensial untuk
dikembangkan di Kabupaten Boyolali adalah sapi perah yang berperan dalam
pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang berasal
dari susu sapi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2012),
Kabupaten Boyolali merupakan produsen susu segar terbesar di Jawa Tengah
dengan rata-rata produksi per tahun dari 2009 hingga 2011 sebesar sebesar 40 230
833 liter. Usaha ternak sapi perah di Boyolali dimulai pada akhir tahun 1970 dan
mencapai kejayaan pada tahun 1980 sehingga Boyolali memperoleh predikat
sebagai “Kota Susu”.
Kecamatan Mojosongo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Boyolali yang memiliki peternakan sapi perah rakyat dengan produksi susu yang
cukup tinggi. Produksi susu paling banyak dihasilkan dari Desa Singosari. Namun,

5

usaha ternak sapi perah di Desa Singosari masih tergolong tradisional karena
memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses terhadap industri dan teknologi.
Teknologi yang digunakan oleh peternak merupakan teknologi yang diwariskan
secara verbal dan demonstrasi dari satu generasi ke generasi berdasarkan
observasi dan pengalaman selama bertahun-tahun. Selain itu, usaha ternak yang
terdapat di Desa Singosari memiliki sapi perah laktasi (dewasa) kurang dari 10
ekor atau jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Keadaan
demikian menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah di Desa Singosari belum
merupakan usaha komersial.
Secara nasional, lebih dari 90 persen populasi sapi perah berada di Pulau
Jawa dan mengalami peningkatan sebesar 6.7 persen selama periode 2002 hingga
2006 (Direktorat Jenderal Peternakan 2006). Akan tetapi, usaha ternak sapi perah
tersebut masih merupakan peternakan sapi perah rakyat yang didominasi oleh
peternakan skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari 4 ekor (80 persen),
4 sampai 7 ekor (17 persen), dan lebih dari 7 ekor (3 persen) (Erwidodo 1998;
Swastika 2005). Skala usaha ternak yang kecil jelas kurang ekonomis sehingga
menyebabkan ketidakmampuan untuk bersaing dengan produk impor dan
keuntungan yang didapatkan peternak dari hasil penjualan susu hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini juga menyebabkan ketidakmampuan
peternak dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan susu nasional sehingga
berdampak pada ketergantungan IPS terhadap bahan baku susu impor dan
tingginya volume impor susu di Indonesia. Tingginya volume impor susu
mengakibatkan negara mengalami kerugian seperti berkurangnya devisa nasional,
hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) karena potensi sumberdaya yang
tidak dimanfaatkan untuk pengembangan agribisnis sapi perah, dan hilangnya
potensi revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila
agribisnis sapi perah dikembangkan dengan baik.
Disisi lain, menurut Daryanto (2007) umumnya suatu negara dikatakan
memerlukan produk impor apabila negara tersebut tidak mampu menghasilkan
produk dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan negara serta untuk
memberi tambahan tekanan persaingan kepada produsen lokal agar berproduksi
efisien dan memiliki daya saing. Akan tetapi, pada komoditas susu tingginya
volume impor justru menyebabkan ketergantungan yang semakin mendalam. Hal
ini menunjukkan bahwa daya saing usaha ternak sapi perah masih rendah terutama
pada hasil akhir atau output yaitu susu.
Rendahnya daya saing komoditas susu di Indonesia juga dapat dilihat dari
harga susu dalam negeri yang tidak dapat merespon kenaikan harga susu di pasar
internasional. Jika dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara (ASEAN),
harga susu Indonesia termasuk paling rendah dengan harga Rp 4 160 per liter.
Sedangkan di Malaysia harga susu mencapai Rp 5 400 per liter, Thailand Rp 5
200 per liter, Filipina Rp 4 800 per liter, dan Vietnam Rp 4 200 per liter 1. Kondisi
ini juga dapat terjadi karena adanya disparitas harga susu segar yang relatif besar
di tingkat IPS dan peternak yang disebabkan oleh posisi tawar menawar peternak

1

Sofi’e, Muhammad. 2012. Harga Susu : GKSI Minta Ditetapkan Rp 4160.00 per Liter.
www.bisnis.com [1 Desember 2012 ]

6

dan koperasi yang rendah terhadap IPS, serta banyaknya peternak yang belum
mampu menghasilkan susu sesuai dengan kualitas yang diminta oleh IPS.
Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan peternakan sapi
perah rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang nantinya dapat menguntungkan
atau memberikan dampak negatif terhadap daya saing peternakan sapi perah
rakyat. Terdapat tiga kebijakan yang mempengaruhi daya saing peternakan, yaitu
kebijakan harga, kebijakan makroekonomi, dan kebijakan investasi publik
(Pearson 2005).
Pada tanggal 21 Juli 1982, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan
Bersama (SKB) 3 menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan
Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut pemerintah mewajibkan
Industri Pengolahan Susu (IPS) agar menyerap susu segar dalam negeri sebagai
pendamping susu impor untuk bahan baku industri. Selanjutnya SKB 3 Menteri
diperkuat dengan Inpres No. 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan
Pengembangan Persusuan Nasional dan SK Menteri Perdagangan No.
683/Kp/VI/85 Tahun 1985 yang menetapkan rasio kuota impor menjadi 1:2.
Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan bukti serap (BUSEP) (Budiyono 2009).
Namun sejak penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara pemerintah
dengan IMF pada Januari 1998, Inpres No. 2 Tahun 1985 dicabut dengan Inpres
No. 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari LoI. Oleh karena itu, kebijakan
pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku
sehingga susu impor menjadi komoditas bebas masuk.
Selanjutnya, pada tahun 2009 pemerintah menetapkan kebijakan harga
dengan mengenakan tarif bea masuk (BM) atas impor susu yang terdapat dalam
peraturan menteri keuangan (PMK) No. 101/PMK.011/2009 tentang Penetapan
Tarif Bea Masuk Atas Impor Produk-Produk Susu Tertentu. PMK tertanggal 28
Mei 2009 menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung pengembangan industri
susu dalam negeri perlu dilakukan perubahan tarif BM atas impor produk-produk
susu tertentu. Dengan demikian, PMK No. 19/2009 tertanggal 13 Februari 2009
yang menetapkan tarif impor produk susu sebesar 0 persen tidak berlaku lagi.
Dalam PMK No. 101/PMK.011/2009,Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menjelaskan bahwa tarif BM atas impor produk-produk susu tertentu sebesar 5
persen yang meliputi produk susu mentega, susu dan kepala susu dikentalkan,
yoghurt, kefir, dan susu serta kepala susu diragi atau diasamkan lainnya dan yang
dipekatkan atau tidak. Namun, penetapan tarif impor sebesar 5 persen dirasa
belum memberikan dampak positif terhadap peternak. Berdasarkan hasil
penelitian Khairunnisa (2011), peningkatan tarif impor dari 0 persen menjadi 5
persen justru menyebabkan turunnya daya saing dan keuntungan yang diterima
oleh peternak di KUNAK Bogor.
Peneliti menduga bahwa permasalahan yang terjadi pada peternakan sapi
perah rakyat di Desa Singosari tidak jauh berbeda dengan permasalahan
peternakan sapi perah rakyat yang telah dipaparkan sebelumnya. Masalah-masalah
yang terjadi serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut dapat
mempengaruhi daya saing suatu peternakan sapi perah rakyat. Terdapat beberapa
alat analisis untuk mengukur daya saing antara lain Revealed Comparative
Advantage (RCA), Policy Analysis Matrix (PAM), dan teori Berlian Porter. RCA
digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (kawasan,
negara, dan provinsi). Selanjutnya, PAM merupakan alat analisis yang digunakan

7

untuk mengetahui daya saing, efisiensi (keunggulan komparatif), dan dampak
kebijakan pemerintah sedangkan teori Berlian Porter digunakan untuk mengetahui
daya saing dari perspektif mikro (perusahaan) ke perspektif bangsa.
Oleh karena itu, untuk mengukur daya saing dan efisiensi peternakan sapi
perah rakyat di Desa Singosari serta mengetahui dampak kebijakan yang
ditetapkan pemerintah maka digunakanlah Matriks Analisis Kebijakan (Policy
Analysis Matrix/PAM). Berdasarkan Matriks Analisis Kebijakan, analisis daya
saing ditentukan oleh nilai keuntungan privat (Privat Profitability/PP) dan rasio
biaya privat (Private Cost Ratio/PCR) sedangkan analisis efisiensi (keunggulan
komparatif) ditentukan oleh nilai keuntungan social (Social Profitability/SP) dan
rasio biaya sumberdaya (Domestic Resource Cost Ratio/DRCR). Dampak
kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input, output, maupun input-output.
Untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat
melalui nilai Transfer Output (Output Transfer/TO) dan Koefisien Proteksi
Output Nasional (Nominal Protection Coefficient on Output/NPCO) sedangkan
untuk melihat dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat dilihat melalui
nilai Transfer Input (Input Transfer/TI), Transfer Faktor (Factor Transfer/TF),
dan Koefisien Proteksi Nominal Input (Nominal Protection Coefficient on
Inputs/NPCI). Untuk melihat dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output
dapat dilihat melalui nilai Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection
Coefficient/ EPC), Transfer Bersih (Net Transfer/TB), Koefisien Keuntungan
(Profitability Coefficient/PC), dan Rasio Subsidi Produsen (Subsidy Ratio to
Producer/SRP) (Monke dan Pearson 1989). Dari uraian di atas, permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari memiliki daya
saing dan efisiensi (keunggulan komparatif)?
2. Apakah kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini mampu
meningkatkan daya saing dan efisiensi (keunggulan komparatif)
peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang berjudul “Daya Saing dan Dampak
Kebijakan Pemerintah terhadap Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Singosari,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali” adalah
1. Menganalisis daya saing dan efisiensi (keunggulan komparatif)
peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari.
2. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing dan
efisiensi (keunggulan komparatif) peternakan sapi perah rakyat di Desa
Singosari.
3. Melakukan analisis sensitivitas berupa perubahan harga output melalui
kenaikan tarif impor susu terhadap daya saing dan efisiensi (keunggulan
komparatif) peternakan sapi perah rakyat di Desa Singosari.

8

Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian
maka diharapkan penelitian ini memiliki manfaat antara lain :
1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan
serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan
dengan peternakan sapi perah rakyat, terutama dalam hal peningkatan
daya saing dan efisiensi.
2. Bagi koperasi susu dan IPS dapat digunakan sebagai informasi dalam
penetapan harga susu dan penentuan jumlah susu yang seharusnya
diserap oleh IPS agar dapat menguntungkan kedua belah pihak.
3. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen, dan peneliti
merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut
secara lebih mendalam mengenai pengembangan metodologi maupun
pengembangan komoditas susu dan peternakan sapi perah rakyat yang
efisien, produktif, berdayasaing, serta berkelanjutan di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali. Kajian difokuskan pada peternakan sapi perah rakyat bukan
kepada perusahaan peternakan sapi perah. Adapun yang menjadi batasan kajian
ini adalah sebagai berikut :
1 Penelitian ini difokuskan di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali.
2 Penelitian ini membagi para peternak dalam tiga skala usaha berdasarkan
kepemilikan jumlah sapi perah laktasi (Erwidodo dan Sayaka 1998).
Peternak yang memiliki sapi laktasi sebanyak 1 hingga 3 ekor
dikategorikan sebagai usaha ternak skala kecil, kepemilikan sapi laktasi 4
hingga 7 ekor dikategorikan sebagai usaha ternak skala menengah, dan
kepemilikan sapi laktasi lebih dari 7 ekor dikategorikan sebagai usaha
ternak skala besar.
3 Pembahasan dalam penelitian ini meliputi analisis daya saing dan efisiensi
(keunggulan komparatif) peternakan sapi perah rakyat, serta dampak
kebijakan pemerintah terhadap peternakan sapi perah rakyat di Desa
Singosari.

TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Sapi Perah
Usaha Ternak Sapi Perah
Usaha ternak sapi perah dibagi menjadi 2 bentuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Pertama, peternakan
sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai
usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi

9

(dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah
campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi
perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki
lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih
dari 20 ekor sapi perah campuran.
Menurut Ditjennak (2006) dalam Khairunnisa (2011), usaha ternak sapi
perah di Indonesia berdasarkan tipologinya dapat diklasifikasikan menjadi : (1)
usaha ternak sebagai usaha sampingan, dengan tingkat pedapatan kurang dari 30
persen; (2) usaha ternak sebagai mix farming dengan tingkat pendapatan sebesar
30 sampai dengan 70 persen; dan (3) usaha ternak sebagai usaha pokok dimana
tingkat pendapatan petani dari usaha ini dapat menghidupi peternak secara layak.
Ditinjau dari pelakunya menurut Soedjana, T.D (2011), usaha ternak di
Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : (1)
usaha ternak tradisional; (2) usaha ternak komersial oleh perusahaan besar; (3)
usaha ternak semi-komersial, termasuk sistem inti-plasma. Rata-rata produktivitas
lahan, ternak, dan tenaga kerja pada peternakan tradisional di Indonesia sangat
rendah dibandingkan dengan negara maju.
Usaha ternak tradisional didefinisikan sebagai suatu usaha yang
menggunakan teknologi hasil observasi terhadap lingkungan dan memiliki
keterbatasan pengetahuan maupun akses pada industri dan teknologi. Teknologi
peternakan tradisional merupakan suatu seni yang diwariskan secara verbal
maupun demonstrasi dari satu generasi ke generasi peternak berikutnya
berdasarkan observasi dan pengalaman setempat selama bertahun-tahun.
Menurut Sudono (1987), untuk membina dan mempercepat pengembangan
usaha produksi sapi perah secara berdayaguna dan berhasilguna, perlu dilakukan
beberapa usaha yang meliputi :
a. Peningkatan populasi dan mutu sapi perah dengan mengimpor sapi perah
dari luar negeri dan membudidayakan sapi perah melalui pelaksanaan
inseminasi buatan.
b. Peningkatan pembinaan teknis peternakan meliputi peningkatan
pengetahuan dan keterampilan peternak, pembinaan makanan ternak,
peningkatan pengamanan dan pelayanan kesehatan ternak, serta bimbingan
manajemen usahatani.
c. Penyediaan sarana produksi.
d. Membantu penyediaan fasilitas perkreditan.
e. Membantu perbaikan sistem pemasaran susu, disertai jaminan harga yang
menguntungkan peternak dan terjangkau oleh masyarakat.
Produksi Susu
Menurut Ditjennak (2006) dalam Khairunnisa (2011), susu adalah hasil
pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat
digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi
komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah
dewasa setelah melahirkan anak akan mampu memproduksi air susu melalui
kelenjar susu, yang secara anatomis disebut ambing. Produksi air susu
dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein
yang tinggi. Susu memiliki sifat lebih mudah rusak dibandingkan dengan hasil
ternak lainnya sehingga penanganan susu harus cepat dan tepat (Resnawati 2008).

10

Sapi perah baru akan memproduksi susu apabila sudah beranak. Namun
tidak sepanjang tahun sapi perah akan berproduksi susu karena sapi memiliki
masa kering kandang selama 56-60 hari dalam setahun. Sapi perah induk yang
mempunyai produksi susu rata-rata yang tidak ekonomis untuk dipelihara,
sebaiknya diganti dengan sapi perah induk dengan kemampuan berproduksi susu
yang lebih tinggi. Sedangkan sapi perah induk yang memiliki produksi susu tinggi
tetap dipertahankan untuk dipelihara. Hal ini perlu dilakukan karena sapi perah
induk yang tidak beranak sama sekali dalam setahun akan berakibat pada
pengurangan pendapatan (Siregar 1996).
Pemasaran Susu
Pemasaran susu segar hasil peternakan sapi perah rakyat cenderung
tergantung kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) dan hanya sebagian kecil
dipasarkan langsung ke konsumen. Mengantisipasi kondisi ini pemerintah
bekerjasama dengan koperasi/KUD dan stakeholders lainnya melakukan berbagai
promosi konsumsi susu segar dalam negeri, terutama dikalangan pelajar yang
dikaitkan dengan program susu sekolah. Untuk efisiensi dan meningkatkan
margin peternak sapi perah maka mata rantai antara produsen dan konsumen harus
lebih didekatkan lagi dengan cara pemasaran langsung dari peternak sapi perah
ataupun mendirikan industri pengolahan susu yang dikelola oleh peternak sapi
perah.
Perdagangan sapi perah dan produk susu sangat dipengaruhi oleh impor
susu yang besarnya 2/3 dari volume perdagangan susu. Pada dasarnya ada 2
klasifikasi utama jenis susu yang dapat diimpor, yaitu (1) susu dan kepala susu
(cream), tidak dipekatkan maupun tidak mengandung tambahan gula atau bahan
pemanis lain dan; (2) susu dan kepala susu, dipekatkan atau mengandung
tambahan gula atau bahan pemanis lain.
Kelembagaan Susu
Menurut Kustiari et al. (2010) usaha ternak sapi perah masih didominasi
oleh peternakan rakyat sehingga diperlukan suatu wadah usaha bersama yang
dikelola dalam bentuk koperasi-koperasi primer. Gabungan dari beberapa koperasi
primer disebut dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang dibentuk
sejak tahun 1979.
Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia merupakan anggota
koperasi susu. Koperasi bertindak sebagai mediator antara peternak dengan IPS.
Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan
jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak.
Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan, pelayanannya perlu
ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas SDM koperasi serta memperkuat
networking dengan industri-industri pengolahan. Peran koperasi sangatlah besar
dalam mengembangkan usaha persusuan (Usmiati dan Abubakar 2009).
Ada 2 bentuk koperasi sapi perah yakni koperasi monosifikasi yakni
koperasi yang hanya fokus pada usaha ternak sapi perah sedangkan koperasi yang
lain adalah koperasi diversifikasi yakni koperasi dengan membuka berbagai usaha.
Koperasi peternak pada umumnya bersifat diversifikasi tetapi hampir semua biaya
aktivitas koperasi tersebut berasal dari pendapatan penjualan susu peternak.

11

Semakin besar usaha diversifikasi, maka semakin banyak SHU peternak yang
digunakan untuk mengembangkan usaha tersebut (Yusdja 2005).
Seperti halnya dengan Usmiati dan Abubakar (2009), menurut Saptati dan
Rusdiana (2008), pengembangan peternakan sapi perah rakyat tidak dapat
dilepaskan dari peran koperasi susu sebagai lembaga mitra peternak sapi perah.
Namun masih banyak koperasi yang tidak mampu meningkatkan kesejahteraan
peternak dan peningkatan skala usaha. Terdapat beberapa faktor kelemahan
koperasi yang berpengaruh pada pengembangan peternakan sapi perah rakyat,
yaitu : (1) rendahnya efisiensi manajemen yang menyebabkan tingginya handling
cost, (2) banyaknya pengurus (SDM) koperasi yang kurang profesional dan tidak
amanah, (3) kurangnya transparansi manajemen pengelolaan dan bersifat keluarga
(pengelola berhubungan keluarga), (4) lemahnya posisi tawar terhadap IPS, (5)
belum sepenuhnya berpihak pada peternak, serta (6) daya kompetisi yang masih
rendah.

Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak yang menggunakan alat analisis
PAM untuk menganalisis daya saing komoditas pertanian terutama susu sapi.
Dengan menggunakan alat analisis PAM, suatu komoditas pertanian memiliki
keunggulan komparatif atau efisien apabila koefisien DRCR